Professional Documents
Culture Documents
Laporan ini adalah hasil survey menggunakan unit AGR (Natural Electrical Field Geophysical
Tool) dalam rangka pendugaan potensi sumber air bawah permukaan di Lokasi Pulau Gili Gede,
Gili Gede Indah, Kec. Sekotong, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat
Kegiatan survey di daerah ini berlangsung cukup baik dan tidak ada kendala yang berarti.
Terima kasih kami ucapkan atas kesempatan yang telah diberikan dalam melaksanakan
pekerjaan ini.
1
DAFTAR ISI
Page- 2
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Tabel Nilai tahanan jenis batuan dalam Ohm. m (Lowrie 2007 & Milsom 2003) . 10
Tabel 2 Tabel Nilai resistivitas sebagian material-material bumi (Telford, 1990) ............... 10
Tabel 3 Tabel Nilai Resistivitas Air Tanah menurut beberapa Ahli Hidrogeologi ................. 11
Tabel 4 Hubungan Nilai resistivitas dan Faktor yang mempengaruhinya. ................................ 11
Tabel 5 Spesifikasi Unit AGR-300HT3 ......................................................................................................... 15
Tabel 6 Jenis Lapisan pada Batuan dan Sifat-sifatnya dalam meloloskan, menyimpan dan
mengalirkan air pada endapan aluvial ...................................................................................... 37
Tabel 7 Jenis Lapisan pada Batuan dan Sifat-sifatnya dalam meloloskan, menyimpan dan
mengalirkan air pada endapan vulkanik .................................................................................. 37
Tabel 8 Klasifikasi Akuifer berdasarkan posisi akuifer terhadap lapisan lain........................ 37
Page- 3
DAFTAR GAMBAR
Page- 4
DAFTAR FOTO
Page- 5
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Airtanah bersifat dinamis dan dipengaruhi oleh sejumlah faktor alam. Geologi dan
geomorfologi sangat menentukan prospek tanah di suatu daerah. Struktur geologi
mempengaruhi arah gerakan airtanah, jenis dan ketebalan akuifer. Stratigrafi dari beberapa
lapisan batuan dapat berpengaruh pada jenis, kedalaman, dan ketebalan akuifer. Sementara
itu, permeabilitas dan konsentrasi ion terlarut dipengaruhi oleh litologi akuifer. Morfologi relief
permukaan bumi mempengaruhi terjadinya dan arah gerakan airtanah. Perubahan topografi
permukaan mempengaruhi kedalaman muka airtanah dan arah gerakan airtanah. Morfogenesis
mempengaruhi permeabilitas, porositas, dan laju infiltrasi. Kajian regional terhadap aspek-
aspek di atas memberikan gambaran potensi akuifer di suatu daerah. Dalam
perkembangannya kajian regional belum cukup untuk menentukan potensi aktual sehingga
diperlukan teknologi tambahan dalam memetakan daerah dan mendapatkan informasi yang
lebih akurat.
AGR adalah instrumen khusus studi geofisika yang memberikan gambaran detil vertikal
resistivitas batuan dan akuifer dengan mengukur medan listrik alami. Instrumen ini mengukur
medan listrik alami secara pasif dengan domain frekuensi (tinggi hingga frekuensi rendah
dalam satu pengukuran), frekuensi tinggi akan menghasilkan data resitivitas pada kedalaman
yang dangkal dan frekuensi rendah akan menghasilkan data resistivitas pada kedalaman yg
cukup dalam-sangat dalam.
Aksesibilitas menuju Lokasi survey dari Bandara Jakarta ke Mataram dengan pesawat ± 2
jam, dilanjutkan menuju Lokasi sejauh ±54-5 KM (1 jam 14 menit) menuju Pelabuhan
Tamboyong, Sekotong kemudian via laut menggunakan perahu motor menuju pelabuhan di
Pulau Gili jarak 2 KM selama 10 mnt.
Lokasi
Page- 6
Gambar 2. Peta Google Lokasi Survey (Perkiraan titik pengukuran)
Gambar 3. Peta DEM menunjukan Lokasi Survey merupakan morfologi pedataran pantai berada
diketinggian ±7-19 M DPL
Page- 7
I.3. Tim Pelaksana dan Peralatan
Pelaksanaan survey menggunakan instrumen AGR ini dilaksanakan oleh tim studio dan tim
lapangan yang terdiri dari :
1. 1 (satu) orang Ahli Geofisika/Geologi (Studio dan melakukan arahan)
2. 1 (satu) orang Ahli Geologi/Operator AGR (melakukan pengukuran dilapangan)
3. 1 (satu) orang Asisten (kru yang membantu pengerjaan dilapangan)
Page- 8
BAB II METODOLOGI INVESTIGASI GEOFISIKA
Instrumen geofisika yang digunakan dalam studi resistivitas dalam pendeteksian potensi air
tanah adalah unit tipe AGR-300HT3. Instrumen ini sudah mendapat sertifikasi ISO-9001 dan CE
Eropa. Instrumen ini berdomain frekuensi sehingga bisa mencapai kedalaman yang dalam
hingga 800 m. Dalam studi ini hanya mendeteksi hingga kedalaman 200m untuk mengetahui
ketebalan dan posisi akuifer sehingga dapat memberikan rekomendasi lokasi pemboran.
Resistivitas adalah karakteristik batuan yang menunjukkan kemampuan batuan tersebut untuk
menghantarkan arus listrik. Aliran arus listrik dalam batuan dan mineral dapat digolongkan
menjadi tiga macam, yaitu konduksi secara elektronik, konduksi secara elektrolitik dan konduksi
secara dielektrik (Milsom, 2003).
Aliran arus listrik di dalam batuan/mineral dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu :
1. Konduksi elektronik yang terjadi jika batuan/mineral mempunyai banyak elektron
bebas sehingga arus listrik yang dialirkan dalam batuan oleh elektron-elektron bebas
tersebut;
2. Konduksi elektrolitik terjadi jika batuan/mineral bersifat porous dan pori-porinya terisi
oleh cairan elektrolitik;
3. Konduksi dielektrik terjadi jika batuan/mineral bersifat dielektrik terhadap aliran arus
listrik dimana pada kasus ini terjadi polarisasi saat batuan dialiri arus listrik.
Sifat konduktivitas listrik tanah dan batuan pada permukaan bumi sangat dipengaruhi oleh
jumlah air, kadar garam/salinitas air serta bagaimana cara air didistribusikan dalam tanah
dan batuan tersebut. Konduktivitas listik batuan yang mengandung air sangat ditentukan
terutama oleh sifat air, yakni elektrolit (larutan garam yang terkandung dalam air yang terdiri
dari anion dan kation yang bergerak bebas dalam air). Adanya medan listrik eksternal
menyebabkan kation dalam larutan elektrolit dipercepat menuju kutub negatif sedangkan anion
menuju kutub positif. Tentu saja, batuan berpori atau pun tanah yang terisi air, nilai resistivitas
(ρ) listriknya berkurang dengan bertambahnya kandungan air. Begitu pula sebaliknya, nilai
resistivitas listriknya akan bertambah dengan berkurangnya kandungan air (Telford, 1990).
Page- 9
Tabel 1 Tabel Nilai tahanan jenis batuan dalam Ohm. m (Lowrie 2007 & Milsom 2003)
Page- 10
Tabel 3 Tabel Nilai Resistivitas Air Tanah menurut beberapa Ahli Hidrogeologi
AIDU (Konfig-1&2)
Tahanan Jenis (Resistivitas) dapat berbeda secara mencolok, tidak saja dari satu lapisan ke
lapisan yang lain tetapi dalam satu lapisan batuan yang sama. Tanahan Jenis Batuan
(Resistivitas) akan bervariasi dari satu tempat ke tempat lain tergantung lingkungan
pengendapan sehingga perlu diperhatikan hubungan faktor-faktor dibawah ini.
Page- 11
II.1.2 Konduksi Secara Elektronik
Konduksi ini terjadi jika batuan atau mineral mempunyai banyak elektron bebas sehingga arus
listrik dialirkan dalam batuan atau mineral oleh elektron-elektron bebas tersebut. Aliran listrik
ini juga dipengaruhi oleh sifat atau karakteristik masing-masing batuan yang dilewatinya.
Salah satu sifat atau karateristik batuan tersebut adalah resistivitas (tahanan jenis) yang
menunjukkan kemampuan bahan untuk menghantarkan arus listrik. Semakin besar nilai
resistivitas suatu bahan maka semakin sulit bahan tersebut menghantarkan arus listrik, begitu
pula sebaliknya. Resistivitas mempunyai pengertian yang berbeda dengan resistansi
(hambatan), dimana resistansi tidak hanya tergantung pada bahan tetapi juga bergantung
pada faktor geometri atau bentuk bahan tersebut. Sedangkan resistivitas tidak bergantung
pada faktor geometri (Lowrie, 2007).
Menurut Todd (1980), airtanah adalah air yang terdapat dalam tanah atau batuan, menempati
ruang-ruang antar butir batuan serta berada dalam celah-celah batuan. Berdasarkan daur
Page- 12
hidrologi, airtanah berasal dari air hujan yang bergerak ke bawah melalui zona aerasi yaitu
zona yang berupa pori-pori tanah berisi air dan udara dalam jumlah yang berbeda-beda.
Air yang melalui zona aerasi ditahan oleh gaya-gaya kapiler pada pori-pori yang kecil atau
oleh tarikan molekuler di sekitar partikel-partikel tanah. Apabila kapasitas retensi dari tanah
pada zona ini telah dihabiskan, air akan bergerak ke bawah menuju poripori tanah atau
batuan yang jenuh air yang disebut sebagai zona jenuh air (zone of saturation). Air yang
terdapat pada zona jenuh air inilah yang disebut sebagai airtanah (Linsley, 1985). Perbedaan
kondisi fisik secara alami akan mengakibatkan air dalam zonasi ini akan bergerak/mengalir
baik secara gravitasi, perbedaan tekanan, kontrol struktur batuan dan parameter lainnya.
Kondisi inilah yang disebut sebagai aliran airtanah. Daerah aliran airtanah ini selanjutnya
disebut sebagai daerah aliran (flow zone).
Airtanah ditemukan pada formasi geologi permeabel (tembus air) yang disebut sebagai
akuifer. Akuifer merupakan formasi pengikat air yang memungkinkan jumlah air yang cukup
besar untuk bergerak melaluinya pada kondisi lapangan yang biasa. Pada akuifer, airtanah
menempati pori-pori batuan, retakan ataupun patahan pada suatu batuan. Secara umum
airtanah akan mengalir sangat perlahan melalui suatu celah yang sangat kecil dan atau melalui
butiran antar batuan. Formasi geologi merupakan faktor yang mempengaruhi proses
terbentuknya airtanah. Formasi geologi adalah formasi batuan atau material lain yang
berfungsi menyimpan airtanah dalam jumlah besar (Asdak, 1995).
Dalam proses pembentukan airtanah, formasi-formasi yang berisi dan memancarkan airtanah
dikenal sebagai akuifer (Linsley, 1985). Airtanah tidak dapat ditemukan di setiap tempat.Ada
tidaknya airtanah tergantung dari ada tidaknya lapisan batuan yang dapat mengandung
airtanah yang disebut dengan akuifer. Menurut PP No. 43 tahun 2008 akuifer merupakan
lapisan batuan jenuh airtanah yang dapat menyimpan dan meloloskan air dalam jumlah yang
cukup.Artinya dapat mensuplai suatu sumur atau mata air pada suatu periode tertentu.
Menurut Krussman dan Ridder (1970) bahwa akuifer dapat dikelompokkan menjadi berbagai
macam, yaitu :
a. Akuifer bebas (unconfined aquifer) yaitu lapisan air yang hanya sebagian terisi oleh air dan
berada di atas lapisan kedap air. Permukaan tanah pada akuifer ini disebut dengan water
table (preatik level), yaitu permukaan air yang mempunyai tekanan hidrostatik sama
dengan atmosfer. Airtanah yang berasal dari akuifer bebas pada umumnya ditemukan
pada kedalaman yang relatif dangkal atau kurang dari 40 m. Kasus khusus dari akuifer
Page- 13
bebas adalah akuifer menggantung (perched aquifer) yang terjadi akibat terpisahnya
airtanah dari tubuh airtanah utama oleh suatu formasi batuan kedap air (Kodoatie, 1996)
b. Akuifer tertekan (confined aquifer) yaitu akuifer yang seluruh jumlahnya dibatasi oleh lapisan
kedap air, baik yang atas maupun yang berada di bawah, serta mempunyai tekanan lebih
besar daripada tekanan atmosfer.
c. Akuifer semi tertekan (semi confined aquifer) yaitu akuifer yang seluruhnya jenih air, dimana
bagian atasnya dibatasi dengan lapisan semi lolos air pada bagian bawahnya merupakan
lapisan kedap air.
d. Akuifer semi bebas (semi unconfined aquifer) yaitu akuifer yang bagian bawahnya
merupakan lapisan kedap air, sednagkan material atasnya merupakan material berbutir
halus sehingga pada lapisan penutupnya masih memungkinkan adanya gerakan air. Dengan
demikian akuifer ini merupakan peralihan antara akuifer bebas dengan akuifer semi
tertekan.
Perekaman resistivitas menggunakan instrumen AGR-300HT3 dapat dilakukan dengan dua (2)
metode yaitu metode magnetik dan elektroda (sebagai pembanding) dengan spasi
pengukuran horizontal 1 M tergantung panjang lintasan. Probe elektromagnetik memperoleh
resistivitas dengan mengukur medan magnet menjadi sinyal medan listrik. Metode elektroda
secara langsung memperoleh resistivitas dengan mengukur sinyal medan listrik. Data dan
pengolahan menggunakan software AIDU Prospecting. Prinsip kerja Intrumen dan spesifikasi
unit AGR diuraikan sebagai berikut :
Page- 14
Tabel 5 Spesifikasi Unit AGR-300HT3
Page- 15
Gambar 5. Bagian dalam AGR-300HT3
koefisien rambat adalah k suatu bilangan kompleks, maka dimana: a disebut koefisien fasa, b
disebut koefisien absorpsi. Arus perpindahan biasanya dapat diabaikan dalam kisaran
frekuensi gelombang elektromagnetik yang diukur dengan seri AGR probe geofisika medan
listrik alami ketika K lebih disederhanakan sebagai:
Page- 16
2. Impedansi gelombang dan resistivitas dan hubungan magnetoelektrik:
Dari rumus diatas dapat dilihat bahwa kedalaman penetrasi gelombang elektromagnetik
berhubungan dengan frekuensi dan resistivitas. Semakin rendah frekuensi semakin besar
kedalaman penetrasinya dan begitu sebaliknya
Page- 17
Gambar 6. Metode Pengukuran Metoda Elektroda
Page- 18
Dalam hal ini pemrosesan sepenuhnya dilakukan dengan menggunakan software AIDU
Prospecting (sofware ini mampu memodifikasi sumber medan dan menampilkan
beberapa konfigurasi untuk keperluan tertentu), data pengukuran yang sudah selesai
bisa langsung diproses menjadi grafik 2D dan 3D.
Gambar 8. Pengecekan datum dalam Aplikasi AIDU prospecting (digunakan untuk analisa
per kedalaman)
Dari harga tahanan jenis dan ketebalan masing-masing lapisan batuan serta kontras
tahanan jenis yang kemudian dikorelasikan atau dibandingkan dengan data geologi
daerah penyelidikan dan data lainnya maka diperoleh gambaran litologi bawah
permukaan, karena data terbatas sehingga interpretasi menggunakan data singkapan
(jika ada), data pengamatan atau penemuan di lapangan, morfologi, referensi terkait ,
data geologi regional, data referensi terdahulu termasuk peta distribusi pemboran air
dan peta geohidrologi regional disekitar lokasi yang meliputi peta produktivitas akuifer
peta litologi akuifer, dan peta cekungan air tanah (CAT).
Page- 19
II.4 Dokumentasi Kegiatan
Survey dilakukan di 5 (lima) Lokasi yaitu lokasi OBK, TJG dan MAR dengan pendeteksian
hingga kedalaman 200m menggunakan AGR-300HT3 dengan uraian sebagai berikut :
- Lokasi OBK terdiri dari 3 lintasan
- Lokasi TJG01 teridiri dari 2 lintasan
- Lokasi TJG02 terdiri dari 4 Lintasan
- Lokasi TJG03 terdiri dari 4 Lintasan
- Lokasi MAR terdiri dari 4 Lintasan
Page- 20
Foto 1 Lintasan Survey OBK-01
Page- 21
Foto 3 Lintasan Survey OBK-03
Page- 22
Foto 4 Lintasan Survey TJG01-01
Page- 23
II.4.3 Dokumentasi Kegiatan Lokasi TJG02
Page- 24
Foto 7 Lintasan Survey TJG02-02
Page- 25
Foto 9 Lintasan Survey TJG02-04
Page- 26
Foto 10 Lintasan Survey TJG03-01
Page- 27
Foto 12 Lintasan Survey TJG03-03
Page- 28
II.4.5 Dokumentasi Kegiatan Lokasi MAR
Page- 29
Foto 15 Lintasan Survey MAR-02
Page- 30
Foto 17 Lintasan Survey MAR-04
Page- 31
BAB III POTENSI AKUIFER DILOKASI SURVEY
Page- 32
Gambar 15. Peta Batuan Penyusun Akuifer Lokasi Survey
Lokasi survey berada diarea morfologi pedataran pantai yang berada diketinggian ±7-19m
diatas permukaan air laut (Gambar.14) dan tidak masuk kedalam sistem Cekungan Air
Tanah Pontensial Mataram-Selong (Gambar.17).
Mengacu struktur geologi moderat-komples dan batuan (litologi) akuifer yang merupakan
batuan vulkanik dan aluvial dengan tingkat kelulusan sedang-tinggi maka akuifer umumnya
berkembang cukup baik dengan akuifer melalui antar butir pada lokasi TJG01, TJG02,
TJG03 dan MAR. Akuifer melalui sarang/celah pada lokasi OBK. Umumnya akuifer dikedua
lokasi produktif kecil dan kadang debit langka.
Kemungkinan Akuifer akan berkembang juga yaitu sistem celah pada khususnya pada batuan
yang terstruktur (terbentuk rekahan/ bidang diskontinuitas yang terisi air) berkembang pada
batuan tersebut. (Gambar.16).
Page- 33
Gambar 16. Peta Produktivitas Air Tanah Lokasi Survey
Penilaian akuifer harus didasarkan pada kaidah geologi sehingga berbagai konfigurasi (dalam
penggunaan instrumen AGR) diperlukan dalam menganalisa keberadaan sistem celah atau
zona void, lapisan batuan yang berpotensi akuifer dan keberadaan lapisan impermeable
bagian bawah dan atas untuk untuk memastikan akuifer bebas, tertekan, semi tertekan, semi
bebas, terkena instrusi air laut dan lain-lain.
Pengukuran nilai resistivitas dengan unit AGR didapat dengan mengukur medan alami
menggunakan dua prinsip yaitu metode elektroda (mengukur langsung, metoda pasif dan
domain frekuensi) dan metode magnetik (menggunakan prinsip elektromagnetik dan berdomain
frekuensi).
Page- 34
Gambar 17. Peta Cekungan Air Tanah Lokasi Survey
AGR cukup sensitif dalam pendeteksian medan listrik alami dan AIDU Prospecting Sofware
sudah mampu memodifikasi sumber medan (autocorection) untuk memudahkan interpretasi. AIDU
memiliki beberapa konfigurasi hasil riset beberapa tahun sehingga interpretasi lebih akurat.
Konfigurasi diaplikasikan menyesuaikan medan, batuan, kemungkinan akuifer sistem celah atau
antarbutir, daerah terstruktur kuat atau tidak, daerah anomali karena tegangan tinggi atau
tempat keluar mata air, geyser dll.
Berikut ini uraian lengkap penjelasan mengenai konfigurasi dalam AIDU Prospecting Software :
a. Konfigurasi-0 : Konfigurasi umum dan belum dilakukan filtering dan
smoothing sehingga konfigurasi ini akan bias karena kompleknya batuan di
tempat tertentu seperti di area pegunungan tinggi berstruktur geologi komplek,
daerah formasi batuan sangat lunak atau sangat keras, daerah geyser, daerah
dekat mata air, dan daerah dekat aliran sungai.
b. Konfigurasi-1 : Konfigurasi yang sudah di filter dan dapat digunakan untuk
penentuan lapisan batuan dan khususnya akuifer sistem antar butir, pada
beberapa kasus akuifer sistem celah bisa di lihat di konfigurasi-2.
Page- 35
c. Konfigurasi-2 : Konfigurasi ini bisa digunakan untuk melihat depleksi
terendah sehingga dipakai untuk penentuan titik bor atau memperkirakan
akuifer sistem celah.
d. Konfigurasi-3 : Konfigurasi ini cocok untuk rekonsiliasi batuan pada
pendeteksian kedalaman sangat dalam, contoh survey hidrothermal 1000m
hingga 3000m), bisa diaplikasi di akuifer karena menunjukan lapisan batuan
hasil dari statistik nilai mV/nT ).
e. Konfigurasi-4 : Konfigurasi ini cocok untuk mendeteksi zona tidak
padat/loose, sistem rongga atau daerah poros, bisa digunakan untuk studi
arkeologi, dan memunculkan anomali.
f. Konfigurasi-5 : Konfigurasi ini deteksi rembesan atau dalam proyek
pemelihaan air karena kebocoran tanggul dan mendeteksi area
permeable/lolos air.
g. Konfigurasi-6 : Dapat diterapkan untuk prospek geofisika teknik perkotaan,
teknik sipil (kedalaman 0-50m), pemantauan dan perlindungan lingkungan,
bendungan dan konstruksi teknik, membentuk lapisan seperti konfigurasi-3&7.
h. Konfigurasi-7 : Dapat digunakan dalam prospeksi geofisika professional
dalam pertambangan seperti dalam pencarian mineral bijih, logam, dan bahan
galian (kedalaman 300-1000m) dan untuk mendapatkan acuan perkiraan
posisi batuan potensi akuifer, akuitar, akuiklud dan akuifug.
i. Konfigurasi-8 : Mode profesional, pengguna perlu mengatur berbagai
parameter sendiri (jika Anda tidak profesional, disarankan jangan memilih ini).
Dalam survey potensi air tanah ini sebaiknya menggunakan minimal 3 konfigurasi dalam
analisanya tetapi yang ditampilkan cukup konfigurasi 1 atau 1&2.
Tabel dibawah ini dugaan batuan di Lokasi Survey berdasarkan kajian regional dan mengacu
pada sifat lapisan dalam meloloskan, menyimpan dan mengalirkan air tanah.
Page- 36
Tabel 6 Jenis Lapisan pada Batuan dan Sifat-sifatnya dalam meloloskan, menyimpan dan
mengalirkan air pada endapan aluvial
Tingkat
Tingkat Tingkat Dugaan Batuan
Jenis Lapisan Mengalirkan Resistivitas
Meloloskan Penyimpanan Air di Lokasi Survey
Air
Menyimpan Air Mengalirkan
Akuifer Lapisan Permeable Lolos Air Tinggi Rendah Pasir (Akuifer)
Tinggi Tinggi
Tabel 7 Jenis Lapisan pada Batuan dan Sifat-sifatnya dalam meloloskan, menyimpan dan
mengalirkan air pada endapan vulkanik
Tingkat Tingkat
Tingkat Prediksi Batuan di
Jenis Lapisan Penyimpanan Mengalirkan Resistivitas
Meloloskan Lokasi Survey
Air Air
Breksi, Batupasir
Menyimpan Air Mengalirkan
Akuifer Lapisan Permeable Lolos Air Tinggi Rendah tufan rekahan
Tinggi Tinggi
menengah-tinggi
Tidak
Lapisan Tidak Tinggi-Sangat Lahar/Lava/Breksi/K
Akuifug Kedap air Mengalirkan
Impermeable Menyimpan Air Tinggi ompak & Masif
Tinggi
Tabel Dibawah ini menguraikan Tipe Akuifer berdasarkan kedudukan jenis lapisan penyusun
atas dan bawah potensi akuifer sehingga bisa di klasifikasikan menjadi akuifer tak tertekan,
tertekan, semi bebas dan semi tertekan.
Page- 37
URUTAN LAPISAN Posisi Lapisan Perkiraan Jenis Akuifer
Lapisan-01 Akuitar
Lapisan-03 Akuitar
Lapisan-05 Akuifug/Akuiklud
Berikut ini uraian hasil interpretasi untuk masing-masing penampang pada masing-masing
pengukuran berdasarkan pendekatan batuan secara regional.
Rekomendasi pemboran di meter ke 7.8 m dari titik awal lintasan pengukuran dengan kedalaman
pemboran sampai 40m, atau 70m.
Page- 38
Skala Horizontal 10:1
Rekomendasi pemboran di meter ke 8.5 m dari titik awal lintasan pengukuran dengan kedalaman
pemboran sampai 40m, atau 75m.
Rekomendasi pemboran di meter ke 4.0 m dari titik awal lintasan pengukuran dengan kedalaman
pemboran sampai 40m, atau 70m.
Page- 39
III.2.2 Potensi Akuifer Lokasi TJG01
Dugaan Batuan : 0-48m : endapan aluvial (perselingan pasir, kerikil dan lempung)
Dugaan Batuan : 48-100 m : breksi sisipan lava andesit
Rekomendasi pemboran di meter ke 0.5 m dari titik awal lintasan pengukuran dengan kedalaman
pemboran sampai 40m, atau 50m.
Page- 40
Skala Horizontal 10:1
Dugaan Batuan : 0-46m : endapan aluvial (perselingan pasir, kerikil dan lempung)
Dugaan Batuan : 46-100 m : breksi sisipan lava andesit
Rekomendasi pemboran di meter ke 1.5 m dari titik awal lintasan pengukuran dengan kedalaman
pemboran sampai 40m, atau 50m.
Page- 41
III.2.3 Potensi Akuifer Lokasi TJG02
Dugaan Batuan : 0-45m : endapan aluvial (perselingan pasir, kerikil dan lempung)
Dugaan Batuan : 45-100 m : breksi sisipan lava andesit
Rekomendasi pemboran di meter ke 17.5 m dari titik awal lintasan pengukuran dengan kedalaman
pemboran sampai 40m, atau 60m.
Dugaan Batuan : 0-46m : endapan aluvial (perselingan pasir, kerikil dan lempung)
Dugaan Batuan : 46-100 m : breksi sisipan lava andesit
Rekomendasi pemboran di meter ke 12 m dari titik awal lintasan pengukuran dengan kedalaman
pemboran sampai 40m, atau 60m.
Page- 42
Skala Horizontal 10:1
Dugaan Batuan : 0-46m : endapan aluvial (perselingan pasir, kerikil dan lempung)
Dugaan Batuan : 46-100 m : breksi sisipan lava andesit
Rekomendasi pemboran di meter ke 4.2 m dari titik awal lintasan pengukuran dengan kedalaman
pemboran sampai 40m, atau 60m.
Dugaan Batuan : 0-49m : endapan aluvial (perselingan pasir, kerikil dan lempung)
Dugaan Batuan : 49-100 m : breksi sisipan lava andesit
Rekomendasi pemboran di meter ke 3.2 m dari titik awal lintasan pengukuran dengan kedalaman
pemboran sampai 40m, atau 60m.
Page- 43
III.2.4 Potensi Akuifer Lokasi TJG03
Dugaan Batuan : 0-31m : endapan aluvial (perselingan pasir, kerikil dan lempung)
Dugaan Batuan : 31-85 m : breksi sisipan lava andesit
Dugaan Batuan : 80-100 m : batupasir
Rekomendasi pemboran di meter ke 23.0 m dari titik awal lintasan pengukuran dengan kedalaman
pemboran sampai 35m atau 50m atau 100m.
Dugaan Batuan : 0-37m : endapan aluvial (perselingan pasir, kerikil dan lempung)
Dugaan Batuan : 37-80 m : breksi sisipan lava andesit
Dugaan Batuan : 80-100 m : batupasir
Rekomendasi pemboran di meter ke 24.5 m dari titik awal lintasan pengukuran dengan kedalaman
pemboran sampai 40m atau 50m atau 100m.
Page- 44
Skala Horizontal 10:1
Dugaan Batuan : 0-40m : endapan aluvial (perselingan pasir, kerikil dan lempung)
Dugaan Batuan : 40-90 m : breksi sisipan lava andesit
Dugaan Batuan : 90-100 m : batupasir
Rekomendasi pemboran di meter ke 7.0 m dari titik awal lintasan pengukuran dengan kedalaman
pemboran sampai 40m atau 50m atau 100m.
Dugaan Batuan : 0-39m : endapan aluvial (perselingan pasir, kerikil dan lempung)
Dugaan Batuan : 39-80 m : breksi sisipan lava andesit
Dugaan Batuan : 80-100 m : batupasir
Rekomendasi pemboran di meter ke 10.0 m dari titik awal lintasan pengukuran dengan kedalaman
pemboran sampai 40m atau 50m atau 100m.
Page- 45
III.2.5 Potensi Akuifer Lokasi MAR
Dugaan Batuan : 0-40m : endapan aluvial (perselingan pasir, kerikil dan lempung)
Dugaan Batuan : 40-100 m : breksi sisipan lava andesit
Rekomendasi pemboran di meter ke 19.5 m dari titik awal lintasan pengukuran dengan kedalaman
pemboran sampai 40m atau 50m.
Dugaan Batuan : 0-40m : endapan aluvial (perselingan pasir, kerikil dan lempung)
Dugaan Batuan : 40-100 m : breksi sisipan lava andesit
Rekomendasi pemboran di meter ke 19.0 m dari titik awal lintasan pengukuran dengan kedalaman
pemboran sampai 40m atau 50m.
Page- 46
Skala Horizontal 10:1
Dugaan Batuan : 0-43m : endapan aluvial (perselingan pasir, kerikil dan lempung)
Dugaan Batuan : 43-100 m : breksi sisipan lava andesit
Rekomendasi pemboran di meter ke 5.0 m dari titik awal lintasan pengukuran dengan kedalaman
pemboran sampai 40m atau 50m.
Dugaan Batuan : 0-40m : endapan aluvial (perselingan pasir, kerikil dan lempung)
Dugaan Batuan : 40-100 m : endapan aluvial (pasir kompak sisipan lanau)
Rekomendasi pemboran di meter ke 8.0 m dari titik awal lintasan pengukuran dengan kedalaman
pemboran sampai 40m atau 50m.
Page- 47
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
IV.1 Kesimpulan
Batuan penyusun lokasi survey OBK merupakan Endapan Batuan Gunungapi Tidak
Terdiferensiasi berumur Kuarter yang terdiri dari breksi, lava, tuf gengan lensa
batugamping yang mengandung mineral sulfida dan urat kuarsa (Qhv1I) diatas
formasi ini khususnya dibagian selatan (Lokasi TJG01, TJG02, TJG03 dan MAR)
setempat merupakan endapan aluvial yang tersusun dari kerakal, kerikil, pasir,
lanau dan lempung . Struktur Geologi lokasi survey masuk kategori moderat-
kompleks .
Lokasi survey berada diarea morfologi pedataran pantai yang berada
diketinggian ±7-19m diatas permukaan air laut (Gambar.14) dan tidak masuk
kedalam sistem Cekungan Air Tanah Pontensial Mataram-Selong (Gambar.17).
Mengacu struktur geologi moderat-kompleks dan tingkat kelulusan sedang-tinggi
maka akuifer umumnya berkembang cukup baik dengan akuifer melalui antar
butir pada lokasi TJG01, TJG02, TJG03 dan MAR. Akuifer melalui sarang/celah
pada lokasi OBK. Umumnya akuifer dikedua lokasi produktif kecil dan kadang
debit langka.
Resistivitas akuifer adalah berkisar 7-28 mV/nT.
Lokasi OBK :
o Lintasan-01: Dugaan Akuifer dikedalaman 10-38m dan setempat
dikedalaman 50-70m. Rekomendasi pemboran di meter ke 7.8 m dari
titik awal lintasan pengukuran dengan kedalaman pemboran sampai 40m,
atau 70m.
o Lintasan-02: Dugaan Akuifer dikedalaman 10-40m dan setempat
dikedalaman 50-75m. Rekomendasi pemboran di meter ke 8.5 m dari
titik awal lintasan pengukuran dengan kedalaman pemboran sampai 40m,
atau 75m.
o Lintasan-03: Dugaan Akuifer dikedalaman 10-40m dan setempat
dikedalaman 50-70m. Rekomendasi pemboran di meter ke 4.0 m dari
titik awal lintasan pengukuran dengan kedalaman pemboran sampai 40m,
atau 70m.
Lokasi TJG01 :
o Lintasan-01 : Dugaan Akuifer dikedalaman 10-46m. Rekomendasi
pemboran di meter ke 1.5 m dari titik awal lintasan pengukuran dengan
kedalaman pemboran sampai 40m, atau 50m.
o Lintasan-02: Dugaan Akuifer dikedalaman 10-46m. Rekomendasi
pemboran di meter ke 1.5 m dari titik awal lintasan pengukuran dengan
kedalaman pemboran sampai 40m, atau 50m.
Lokasi TJG02 :
o Lintasan-01 : Dugaan Akuifer dikedalaman 10-45m.Rekomendasi
pemboran di meter ke 17.5 m dari titik awal lintas an pengukuran dengan
kedalaman pemboran sampai 40m, atau 60m.
Page- 48
o Lintasan-02 : Dugaan Akuifer dikedalaman 12-46m. Rekomendasi
pemboran di meter ke 12 m dari titik awal lintasan pengukuran dengan
kedalaman pemboran sampai 40m, atau 60m.
o Lintasan-03 : Dugaan Akuifer dikedalaman 14-46m. Rekomendasi
pemboran di meter ke 4.2 m dari titik awal lintasan pengukuran dengan
kedalaman pemboran sampai 40m, atau 60m.
o Lintasan-04 : Dugaan Akuifer dikedalaman 10-46m. Rekomendasi
pemboran di meter ke 3.2 m dari titik awal lintasan pengukuran dengan
kedalaman pemboran sampai 40m, atau 60m.
Lokasi TJG03 :
o Lintasan-01 : Dugaan Akuifer dikedalaman 10-31m dan 85-100 m .
Rekomendasi pemboran di meter ke 23.0 m dari titik awal lintasan
pengukuran dengan kedalaman pemboran sampai 35m atau 50m atau
100m
o Lintasan-02 : Dugaan Akuifer dikedalaman 10-37m dan 80-100 m .
Rekomendasi pemboran di meter ke 24.5 m dari titik awal lintasan
pengukuran dengan kedalaman pemboran sampai 40m atau 50m atau
100m
o Lintasan-03 : Dugaan Akuifer dikedalaman 11-40m dan 90-100 m .
Rekomendasi pemboran di meter ke 7.0 m dari titik awal lintasan
pengukuran dengan kedalaman pemboran sampai 40m atau 50m atau
100m
o Lintasan-04 : Dugaan Akuifer dikedalaman 9-39m dan 80-100 m
.Rekomendasi pemboran di meter ke 10.0 m dari titik awal lintasan
pengukuran dengan kedalaman pemboran sampai 40m atau 50m atau
100m.
Lokasi MAR :
o Lintasan-01 : Dugaan Akuifer dikedalaman 10-40m. Rekomendasi
pemboran di meter ke 19.5 m dari titik awal lintasan pengukuran dengan
kedalaman pemboran sampai 40m atau 50m.
o Lintasan-02 : Dugaan Akuifer dikedalaman 10-40m. Rekomendasi
pemboran di meter ke 19.0 m dari titik awal lintasan pengukuran dengan
kedalaman pemboran sampai 40m atau 50m.
o Lintasan-03 : Dugaan Akuifer dikedalaman 10-43m. Rekomendasi
pemboran di meter ke 5.0 m dari titik awal lintasan pengukuran dengan
kedalaman pemboran sampai 40m atau 50m.
o Lintasan-04 : Dugaan Akuifer dikedalaman 10-40m. Rekomendasi
pemboran di meter ke 8.0 m dari titik awal lintasan pengukuran dengan
kedalaman pemboran sampai 40m atau 50m.
IV.2 Saran
Saran dalam melakukan pemboran disarankan sebagai berikut :
Sebaiknya dilakukan pemboran batu inti (Coring) pada posisi mendekati dugaan top
dan bottom akuifer (minimal 3 meter sebelum dan sesudah di kedalaman perkiraan
posisi akuifer).
Apabila pemboran openhole maka sebaiknya dilakukan pengamatan cutting agar
bisa direkonsiliasi dengan data AGR (hasil rekaman pada laporan ini) sehingga bisa
Page- 49
tepat dalam penentuan posisi kedalaman akuifer untuk penentuan Screen saat
kontruksi.
Selama pelaksanaan pemboran sebaiknya diukur perubahan muka air tanah (MAT)
sehingga dapat diketahui apakah posisi kedalaman pemboran sudah atau belum
menembus akuifer (dapat dilihat dari ada dan tidaknya MAT, perubahan MAT, jika
MAT naik signifikan maka bisa diasumsikan menembus Akuifer bertekanan, jika turun
signifikan atau hilang bisa diasumsikan water lost cirulation dikarenakan masuk ke
zona rekahan atau berongga).
Untuk mengetahui debit optimal yang bisa diambil sebaiknya dilakukan Pumping
Test.
Page- 50
DAFTAR PUSTAKA
Aidu, 2020. Operation Manual, Electrical Method and MT using AIDU Golden Rod
Distamben Jabar & DTLGKP, 2002, Peta Zonasi Konservasi Air Bawah Tanah Jawa Barat.
Kementrian PUPR 2019. Modul 6 Analisis dan Interpretasi Data Geolistrik untuk Air Tanah
Krussman, G.P. and Ridder, N.A., 1970. Analysis and Evaluation of Pumping Test Data.
International Institude for Land Reclamation and Improvement, Wegeningnen.
Linsley, R.K. 1985. Hidrologi Untuk Insinyur. Edisi Ketiga, Erlangga, Jakarta.
Milsom, John. 2003. Field Geophysics, 3rd Edition. England: John Willey & Sons Ltd.
Reynolds, J.M., 1997. An Intruduction to Applied and Enviromental Geophysics. hlm 418. Jhon
Wiley & Sons Ltd. Chichester.
Soekrisno dan Warsono, 1990, Penyelidikan Hidrogeologi dan Konservasi Air tanah Cekungan
Sukri M, Dasar-dasar Metode Geolistrik, Syiah Kuala, University Press, Februari 2020.
Telford, M. W., Gerdart, L. P., Sheriatm, R. E, Keys, D. A. 1990. Applied Geophysics. USA:
Cambrige University Press
Todd, D.K. 1980. Groundwater Hydrology. New York: John Wiley & Sons.
Page- 51
Page- 52