You are on page 1of 17

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG MP-ASI DENGAN PERILAKU

PEMBERIAN MP-ASI DAN STATUS GIZI PADA BADUTA USIA 6-24 BULAN
DI KELURAHAN KESTALAN KECAMATAN BANJARSARI KOTA
SURAKARTA

Skripsi ini Disusun untuk memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Ijazah S1 Gizi

Disusun Oleh :

SITI MAWARNI
J 310 070 040

PROGRAM STUDI S1 GIZI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013
HALAMAN PERSETUJUAN

Judul Penelitian : Hubungan Pengetahuan Ibu tentang MP-ASI dengan


Perilaku Pemberian MP-ASI dengan Status Gizi
Baduta Usia 6-24 Bulan Kelurahan Kestalan
Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta

Nama Mahasiswa : Siti Mawarni

Nomor Induk Mahasiswa : J 310 070 040

Telah membaca dan mencermati naskah artikel publikasi ilmiah, yang


merupakan ringkasan skripsi (tugas akhir) dari mahasiswa tersebut

Surakarta, 18 Maret 2013

Menyetujui

Pembimbing I Pembimbing II

(Dwi Sarbini, SST., M.Kes) (Endang Nur W.SST., M.Si Med)


NIK. 747 NIK. 717

Mengetahui,
Ketua Program Studi Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta

(Dwi Sarbini, SST., M.Kes)


NIK. 747

2
HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG MP-ASI DENGAN PERILAKU
PEMBERIAN MP-ASI DAN STATUS GIZI BADUTA USIA 6-24 BULAN DI
KELURAHAN KESTALAN KECAMATAN BANJARSARI KOTA SURAKARTA

Siti Mawarni

Program Studi S1 Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan


Universitas Muhammadiyah Surakarta

ABSTRACT
SITI MAWARNI. J 310 070 040
The Correlation Between Mothers’ Knowledge of Complementary Foods and
Complementary Feeding Behavior and Nutritional Status In Under-Two-Year-Old
Children Aged 6-24 Months Old At Kestalan Banjarsari Surakarta

Introduction/Background: Complementary foods is an additional food given to


breast-fed infants aged 6-24 months to support growth. The knowledge of
complementary food can affect feeding behavior and nutritional status. Surveys in
Kestalan Banjarsari in 2009, 2010, and 2011 showed that the Village of Kestalan
had the worst numbers of toddlers malnutrition and underweight status than other
Villages located in the city of Surakarta which were 17.08% (W/A), 9.75 % (W/A),
and 7.69% (W/L), respectively.
Objective: to determine the relationship between mothers’ knowledge of
complementary foods and complementary feeding behavior and nutritional status
in under-two-year-old children aged 6-24 months old at the village of Kestalan,
Banjarsari, Surakarta.
Methods: The study was an observational study with cross-sectional approach.
The population of the study were mothers who had children aged 6-24 months
old and 6-24 month old children at the Village of Kestalan, Banjarsari, Surakarta.
Total of samples were 35 children based on inclusion and exclusion criteria.
Statistical test used was Spearman rank correlation test.
Results: It was known that most mothers had a good knowledge of
complementary foods (51,4%). Mothers who had good complementary feeding
behavior was 54,3%. Nutritional status of the children mostly was normal, which
was 88,6%.
Conclusion: Based on Spearman Rank correlation test, it was known that there
was a relationship between mathers’ knowledge of complementary foods and
mothers’ behavior regarding complementary feeding (p = 0,000), while there was
association between mothers’ knowledge of complementary foods and nutritional
status in under-two-year-old children (p = 0,025). Recommendations for the
health center should provide information to enhance the knowledge of mothers of
nutrition and complementary feeding in under-two-year-old children.

Keywords: Knowledge, behavior, nutritional status, under-two-year-old


children, Complementary foods
Bibliography: 51: 1998 to 2012.

1
ABSTRAK

SITI MAWARNI. J 310 070 040


Hubungan Pengetahuan Ibu tentang Mp-Asi dengan Perilaku Pemberian MP-ASI
dan Status Gizi Baduta Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Kestalan Kecamatan
Banjarsari Kota Surakarta
Pendahuluan: Pengetahuan tentang MP-ASI dapat mempengaruhi perilaku
pemberian MP-ASI dan juga dapat mempengaruhi status gizi. Survei di
Kelurahan Kestalan Kecamatan Banjarsari pada tahun 2009, 2010, dan 2011
menunjukkan bahwa Kelurahan Kestalan memiliki balita berstatus gizi kurang
dan kurus lebih besar dibanding Kelurahan lain yang berada di Kota Surakarta
yaitu sebesar 17,08%(BB/U), 9,75%(BB/U), dan 7,69%(BB/PB).
Tujuan: untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu tentang MP-ASI dengan
perilaku pemberian MP-ASI dan status gizi pada baduta usia 6–24 bulan di
Kelurahan Kestalan Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta.
Metode Penelitian: Jenis penelitian ini bersifat observasional analitik dengan
pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang
memiliki baduta berumur 6-24 bulan dan baduta usia 6-24 bulan yang ada di
Kelurahan Kestalan Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta. Jumlah baduta usia
6-24 bulan di Kelurahan Kestalan adalah 35 baduta. Sampel dalam penelitian ini
berjumlah 35 baduta berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi dengan uji korelasi
Rank Spearman.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar ibu baduta
mempunyai pengetahuan baik yaitu 92,7%. Perilaku ibu tentang pemberian MP-
ASI sebagian besar mempunyai perilaku baik yaitu 48,8%. Status gizi baduta
sebagian besar mempunyai status gizi normal yaitu 90,2%.
Kesimpulan: Berdasarkan analisis korelasi Rank Spearman diketahui bahwa
ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang MP-ASI dengan perilaku ibu
tentang pemberian MP-ASI (nilai p = 0,000), dan ada hubungan antara
pengetahuan ibu tentang MP-ASI dengan status gizi baduta (nilai p = 0,025).
Saran bagi pihak Puskesmas hendaknya melakukan intervensi dengan
memberikan penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan ibu mengenai gizi
baduta dan MP-ASI pada khususnya.

Kata Kunci : Pengetahuan, Perilaku, Status gizi, Baduta, MP-ASI


Kepustakaan : 51 : 1998 – 2012.
PENDAHULUAN serta kurangnya pengetahuan ibu
tentang cara pemberian makanan
Masalah gizi kurang dan gizi yang baik untuk anak usia penyapihan
buruk pada anak balita masih menjadi (World Health Organization ,1998).
masalah gizi utama yang perlu MP-ASI atau makanan
mendapat perhatian. Masalah gizi pendamping ASI merupakan makanan
secara langsung disebabkan oleh tambahan yang diberikan pada bayi
asupan yang kurang dan tingginya mulai usia 6-24 bulan yang diperlukan
penyakit infeksi. Hal ini berkaitan untuk menunjang tumbuh
dengan sanitasi lingkungan dan kembangnya. Pada usia ini, ASI hanya
pelayanan kesehatan yang tidak akan memenuhi sekitar 60%-70%
memadai, gangguan akses makanan, kebutuhan bayi sehingga bayi
perawatan ibu yang tidak adekuat memerlukan makanan tambahan atau
makanan pendamping ASI yang

2
memadai dan pemberian ASI yang tertentu. Hal tersebut sesuai dengan
diteruskan hingga anak berusia 24 penelitian Pratiwi (2009) yang
bulan atau 2 tahun lebih (Indiarti, menyatakan bahwa ada hubungan
2008). Masalah gizi di Indonesia yang antara pengetahuan ibu tentang
terbanyak meliputi gizi kurang atau makanan pendamping ASI dengan
yang mencakup susunan hidangan perilaku ibu tentang MP-ASI pada
yang tidak seimbang maupun anak usia 6-24 bulan di Posyandu
konsumsi keseluruhan yang tidak Dusun Tlangu Desa Bulan Kecamatan
mencukupi kebutuhan badan. Selama Wonosari Klaten. Hal serupa
kurun waktu 1989 sampai 2004 diungkapkan oleh Chaudhry (2007)
terdapat sekitar 40 juta balita dalam penelitiannya yang menyatakan
mengalami kurang gizi dari bahwa pengetahuan ibu tentang MP-
keseluruhan 211 juta balita yang ada ASI berhubungan signifikan dengan
di Indonesia. Meningkatnya jumlah perilaku pemberian MP-ASI. Semakin
anak balita yang mengalami kurang rendah pengetahuan seorang ibu
gizi tersebut karena tidak terpenuhinya maka semakin negatif pula perilaku
makanan seimbang (Depkes RI, ibu dalam pemberian MP-ASI. Niger
2006). (2010) menyatakan bahwa
Prevalensi kurang gizi di Jawa pengetahuan ibu tentang MP-ASI
Tengah, terutama pada bayi dibawah mempengaruhi perilaku pemberian
5 tahun dinilai masih tinggi. Tahun MP-ASI, yang apabila ibu memberikan
2002, tercatat sebanyak 4.378 balita MP-ASI tidak sesuai dengan
atau 1,51% balita di Jawa Tengah kebutuhan balita maka akan
bergizi buruk. Sebanyak 40.255 balita mempengaruhi status gizi balita
atau 13,88% balita bergizi kurang tersebut atau akan mengakibatkan
(Profil Kesehatan Jawa Tengah, malnutrisi.
2005). Berdasarkan survei pendahuluan
Keadaan kurang gizi pada bayi yang dilakukan peneliti pada bulan Juli
dan anak disebabkan karena 2012 di Dinas Kesehatan Kota
kebiasaan pemberian MP-ASI yang Surakarta, didapatkan data laporan
tidak tepat dan ketidaktahuan ibu hasil pemantauan status gizi Kota
tentang manfaat dan cara pemberian Surakarta pada tahun 2009
MP-ASI yang benar sehingga menunjukkan bahwa Kelurahan
berpengaruh terhadap perilaku ibu Kestalan Kecamatan Banjarsari yang
dalam pemberian MP-ASI (Depkes RI, merupakan wilayah kerja Puskesmas
2006). Hal ini diperkuat dengan Gilingan memiliki permasalahan rawan
penelitian Sulistyowati (2007) yang gizi tertinggi di Kota Surakarta yaitu
menyatakan bahwa ada hubungan 15,45% balita berstatus gizi kurang
antara pengetahuan ibu tentang dan 1,63% balita berstatus gizi buruk.
makanan pendamping ASI dengan Berdasarkan data pada tahun 2010
status gizi balita umur 4-24 bulan. permasalahan rawan gizi di Kelurahan
Notoadmodjo (2003) menyatakan Kestalan menurun yaitu status gizi
bahwa pengetahuan juga memegang kurang 8,94% dan status gizi buruk
peranan penting dalam menentukan 0,81%. Data laporan hasil
perilaku karena pengetahuan akan pemantauan status gizi Kota Surakarta
membentuk kepercayaan yang pada tahun 2011 berdasarkan
selanjutnya akan memberikan pengukuran BB/PB Kelurahan
perspektif, memberikan dasar bagi Kestalan masih memiliki persentase
pengambilan keputusan dan balita kurus tertinggi yaitu 7,69%. Hal
menentukan perilaku terhadap obyek ini yang membuat peneliti tertarik

3
untuk mengadakan penelitian di penilaian menurut Supariasa dkk
Kelurahan Kestalan Kecamatan (2002), yaitu:
Banjarsari Kota Surakarta dengan a. Antropometri
judul “hubungan pengetahuan ibu Baliwati (2004) menyatakan
tentang MP-ASI dengan perilaku bahwa pengukuran status gizi pada
pemberian MP-ASI dan status gizi balita dapat dilakukan
pada baduta usia 6-24 bulan”. menggunakan indeks pada
A. Baduta antropometri. Hal tersebut
Baduta adalah bawah 2 tahun diperkuat dengan pernyataan dari
(under two years) yaitu istilah yang Supariasa dkk (2002), yang
digunakan untuk anak yang berusia 0- menyatakan bahwa parameter
24 bulan (Depkes RI, 2006). Masa antropometri merupakan dasar dari
kritis pertumbuhan dan perkembangan penilaian status gizi. Kombinasi
baduta terjadi pada usia 6-17 bulan antara parameter disebut indeks
dan 6-23 bulan karena pada kelompok antropometri, terdiri dari :
ini kegagalan tumbuh mulai terlihat 1) Berat Badan menurut Umur
(Suhardjo, 2006). Berikut ini adalah (BB/U)
tabel angka kecukupan gizi rata-rata 2) Tinggi Badan menurut Umur
yang dianjurkan untuk baduta (per (TB/U) masa lalu (Supariasa
orang per hari). dkk, 2002).
3) Berat Badan menurut Tinggi
Tabel.1 AKG 2004 Badan (BB/TB)
Golongan Umur 4) Lingkar Lengan Atas menurut
Zat Gizi
6- Umur (LILA/U) Indeks Massa
0-6 1-3 4-6
12 Tubuh (IMT) Tebal lemak bawah
bln thn thn
bln kulit menurut umur
BBI (kg) 6 8,5 12 18 5) Rasio lingkar pada pinggul
TB (cm) 60 71 90 110 b. Klinis
Energi (kkal) 550 650 1000 1550 c. Biokimia
Protein (gr) 10 16 25 39
d. Biofisik
Vit. A (RE) 375 400 400 450
Tiamin (mg) 0.2 0.4 0.5 0.8 Penilaian status gizi secara tidak
Riboflavin(mg) 0.3 0.4 0.5 0.6 langsung Supariasa dkk (2002)
Niasin (mg) 2 4 6 8 berpendapat bahwa penilaian status
Vit. B 12 (mg) 0.4 0.5 0.9 1.2 gizi tidak langsung dapat dibagi
As. folat (mg) 65 80 150 200 menjadi 3 yaitu:
Vit. C (mg) 40 50 40 45 a. Survei konsumsi makanan
Kalsium (mg) 200 400 500 500 Survei konsumsi makanan
Fosfor (mg) 100 225 400 400 adalah metode penentuan status
Besi (mg) 5 7 8 9 gizi secara tidak langsung dengan
Seng (mg) 1.3 7.5 8.2 9.7
Iodium (mg) 90 120 120 120
melihat jumlah dan jenis zat gizi
yang dikonsumsi.
Sumber: Widyakarya Nasional Pangan
b. Statistik vital
dan Gizi VIII tahun 2004 (2004)
Pengukuran status gizi dengan
menganalisis data beberapa
B. Status Gizi
statistik kesehatan seperti angka
Status gizi adalah keadaan
kematian berdasarkan umur, angka
tubuh sebagai akibat konsumsi
kesakitan dan kematian akibat
makanan dan penggunaan zat-zat gizi
penyebab tertentu dan data lainnya
(Almatsier, 2006).
yang berhubungan dengan gizi.
Penilaian status gizi secara
langsung dapat dibagi menjadi 4
4
c. Faktor ekologi ini orang sudah dapat dikatakan
Malnutrisi merupakan masalah malnutrisi (Supariasa dkk, 2002).
ekologi sebagai hasil yang saling 2) Penyakit infeksi
mempengaruhi (Multiple Antara status gizi kurang
Overlapping). Jumlah makanan dan infeksi terdapat interaksi
yang tersedia tergantung pada bolak-balik. Infeksi dapat
keadaan lingkungan iklim, tanah, menimbulkan gizi kurang melalui
irigasi, penyimpanan, transportasi berbagai mekanismenya.
dan tingkat ekonomi dari penduduk (Suhardjo, 2002).
(Supariasa, dkk, 2002). b. Faktor yang mempengaruhi secara
Kategori status gizi pada tidak langsung:
berbagai ukuran antropometri untuk 1) Faktor ekonomi
balita dan anak adalah sebagai Kemiskinan sebagai
berikut: penyebab gizi kurang menduduki
Tabel 2. Kategori Status Gizi posisi pertama pada kondisi
BB/U PB/U BB/PB yang umum. Keadaan ekonomi
Gizi lebih Normal Gemuk berpengaruh besar pada
(>2,0 SD (≥-2,0 (>2,0 SD konsumsi pangan (Suhardjo,
baku WHO SD baku baku WHO 2002).
NCHS) WHO NCHS) 2) Faktor budaya
NCHS) Unsur-unsur budaya
Gizi baik Pendek Normal kadang-kadang bertentangan
(-2,0 SD s/d (<-2,0 (-2,0 SD s/d dengan prinsip-prinsip ilmu gizi.
+2,0 SD) SD) +2,0 SD) (Suhardjo, 2002).
Gizi kurang Kurus 3) Faktor fisiologi
(-3,0 SD s/d (<-2,0 SD Faktor fisiologis dalam
<-2,0 SD) s/d -3,0 SD) kebutuhan gizi atau kemampuan
Gizi buruk Sangat dalam metabolisme zat gizi
(<-3,0 SD) kurus merupakan faktor utama yang
(<-3,0 SD) berpengaruh dalam
Sumber: Baku WHO-NCHS dalam pemanfaatan pangan oleh tubuh.
Baliwati (2004) (Suhardjo, 2002).
Faktor-faktor yang 4) Pengetahuan
mempengaruhi status gizi dibagi Ketidaktahuan tentang
menjadi 2 yaitu secara langsung dan cara pemberian makanan bayi
tidak langsung. dan anak serta adanya
a. Faktor yang mempengaruhi secara kebiasaan yang merugikan
langsung: kesehatan, dapat menjadi
1) Asupan makanan penyebab utama terjadinya
Asupan makanan yang masalah kurang gizi pada anak,
kurang dapat mengakibatkan khususnya pada umur dibawah 2
berkurangnya asupan zat gizi. tahun (Departemen Kesehatan
Hal tersebut mengakibatkan dan Kesejahteraan RI, 2000).
simpanan zat gizi pada tubuh 5) Pelayanan Kesehatan
digunakan untuk memenuhi Pelayanan kesehatan ini
kebutuhan. Apabila keadaan ini meliputi imunisasi, pemeriksaan
berlangsung lama, maka kehamilan, pertolongan
simpanan zat gizi akan habis persalinan, penimbangan anak
dan akhirnya terjadi dan sarana lain (Soekirman,
kemerosotan jaringan. Pada saat 2000).

5
6) Lingkungan f. Mutu protein dapat memacu
Salah satu faktor lingkungan pertumbuhan fisik
yang dapat mempengaruhi g. Jenis MP-ASI disesuaikan dengan
status gizi seseorang adalah umur sasaran
lingkungan fisik seperti cuaca, h. Bebas dari kuman penyakit,
iklim, kondisi tanah, sistem pengawet, pewarna dan racun
bercocok tanam, dan kesehatan i. Memenuhi nilai sosial, ekonomi,
lingkungan atau sanitasi budaya dan agama
lingkungan (Departemen Gizi (Depkes RI, 2006).
dan Kesehatan Masyarakat, Agar makanan tambahan dapat
2007). Sanitasi lingkungan diberikan secara efisien, sebaiknya
sangat terkait dengan diperhatikan cara-cara pemberiannya
ketersediaan air bersih, sebagai berikut:
ketersediaan jamban, jenis lantai a. Makanan padat pertama harus
rumah serta kebersihan bertekstur sangat halus dan licin.
peralatan makan pada setiap Bayi parlahan-lahan akan siap
keluarga. (Soekirman, 2000). menerima tekstur yang lebih kasar.
C. MP-ASI b. Bubur saring baru boleh diberikan
MP-ASI (Makanan Pendamping jika bayi telah tumbuh gigi, dan
Air Susu Ibu) adalah makanan atau makanan cincang setelah bayi
minuman yang mengandung zat gizi, pandai mengunyah.
diberikan kepada bayi atau anak usia c. Pada satu waktu makan, cukup
6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan diperkenalkan satu jenis makanan
gizi selain dari ASI (Depkes, 2006). saja, dalam jumlah kecil.
Tujuan dan pentingnya d. Bayi harus diajari cara memegang
pemberian MP-ASI menurut Persatuan makanan. Seiring pertambahan
Ahli Gizi Indonesia (Persagi, 1992 usia, bayi diajari pula cara
dalam Notoatmodjo, 2007) antara lain: mengambil makan padat dari
a. Melengkapi zat-zat gizi yang kurang sendok makan.
terdapat dalam ASI. e. Makanan sebaiknya tidak dicampur,
b. Mengembangkan kemampuan bayi karena bayi harus mempelajari
untuk menerima bermacam-macam perbedaan tekstur dan rasa
makanan dengan berbagai rasa makanan.
dan tekstur. f. Volume pemberian susu jangan
c. Mengembangkan kemampuan bayi segera dikurangi sebelum bayi
untuk mengunyah dan menelan. mampu bersantap dengan sendok.
d. Melakukan adaptasi terhadap g. Makanan padat sebaiknya
makanan yang mengandung kadar disuapkan sebelum susu diberikan.
energi yang tinggi. h. Selama menyuapi bayi, tersenyum
Beberapa persyaratan dan berbicara padanya.
pembuatan MP-ASI yang perlu i. Makanan yang menimbulkan alergi,
diperhatikan di bawah ini: yaitu sumber protein hewani
a. Bahan makanan mudah diperoleh diberikan terakhir.
b. Mudah diolah j. Sebaiknya diberikan pada waktu
c. Harga terjangkau bayi lapar (Notoatmodjo, 2007 dan
d. Dapat diterima sasaran dengan Arisman, 2009).
baik
e. Kandungan zat gizi memenuhi
kecukupan gizi sasaran

6
Frekuensi pemberian MP-ASI 2) Usia 10 bulan: 10 sendok makan
sebagai berikut: nasi tim sehari (3+3+4 sendok
a. 6-8 bulan makan)
Pemberian pertama cukup 1-2 3) Usia 11 bulan: 11 sendok makan
kali sehari makanan lumat, 1 atau 2 nasi lembik sehari (3+4+4
sendok teh penuh. Perlu selalu sendok makan)
diingat bahwa bayi tetap c. Usia 12-24 bulan
membutuhkan ASI dan dapat Pada usia ini ASI tetap
ditambahkan makanan selingan, diberikan setiap kali bayi
misal pisang atau biskuit. Buah- menginginkan dan sudah mulai
buahan merupakan makanan diperkenalkan makanan keluarga
selingan yang sempurna. yang diberikan secara bertahap.
b. 9-12 bulan Berikan MP-ASI 3x sehari,
Pada saat itu ia makan 4-5 kali sebanyak 1/3 porsi makan orang
sehari yang terdiri dari makanan dewasa, terdiri dari nasi, lauk pauk,
lumat, lembik dan sari buah. sayur, dan buah. Berikan makanan
c. 12 bulan keatas selingan 2 kali sehari diantara
Anak usia 2 tahun memerlukan waktu makan, seperti bubur kacang
makanan utama separuh takaran hijau, pisang, biskuit, nagasari, dan
orang dewasa 2-3 kali perhari. sebagainya.
(Arisman, 2009) Macam makanan pendamping
Pengaturan pemberian makanan ASI (Departemen Kesehatan RI,
untuk balita menurut DepKes RI 2003), adalah sebagai berikut:
(2008) adalah sebagai berikut: a. Makanan Lumat
a. Usia 6-9 bulan Makanan lumat adalah
Pada usia tersebut dikenalkan makanan yang diberikan kepada
makanan padat dalam bentuk lumat bayi usia 6-8 bulan disamping ASI.
dimulai dari bubur susu, sampai Beberapa contoh makanan lumat
bubur tim lumat. Berikan MP-ASI seperti bubur, biskuit yang
secara bertahap sesuai dilumatkan, pisang lumat dan tomat
pertambahan usia, sebagai berikut: saring.
1) Usia 6 bulan; 6 sendok makan b. Makanan Lembik
bubur susu sehari (diberikan 3+3 Makanan lembik merupakan
sendok makan) makanan yang diberikan pada usia
2) Usia 7 bulan: 7 sendok makan 9-11 bulan. Diberikan setelah
bubur susu sehari (diberikan makanan lumat sampai usia 12
3,5+3,5 sendok makan) bulan seperti nasi tim bayi, bubur
3) Usia 8 bulan: 8 sendok makan campur, biskuit, bubur kacang
tim lumat sehari (diberikan hijau, pisang, pepaya, jeruk dan
2+3+3 sendok makan) lain-lain.
b. Usia 9-12 bulan c. Makanan Keluarga
Pada usia ini MP-ASI yang Diberikan pada umur 12 bulan
diberikan lebih padat dan kasar, ke atas, makanan sama dengan
seperti bubur nasi, nasi tim, nasi makanan keluarga tetapi dipilih dari
lembik. Berikan secara bertahap jenis makanan yang lunak dan tidak
sesuai pertambahan usia, sebagai pedas.
berikut:
1) Usia 9 bulan: 9 sendok makan D. PERILAKU
bubur nasi sehari (3+3+3 sendok Sunaryo (2004) berpendapat
makan) bahwa perilaku adalah aktivitas yang

7
timbul karena adanya stimulus dan analitik dengan menggunakan
respon yang dapat diamati secara pendekatan cross sectional. Penelitian
langsung maupun tidak langsung. ini dilaksanakan di Kelurahan Kestalan
Faktor-faktor yang mempengaruhi Kecamatan Banjarsari Surakarta, dan
terbentuknya perilaku dibedakan dilaksanakan pada bulan Agustus
menjadi 3 faktor utama (Notoatmodjo, 2012-Januari 2013.
2007) yaitu: Populasi dalam penelitian ini
a. Faktor Predisposisi (Predisposing adalah ibu yang memiliki baduta
factor) berumur 6-24 bulan dan baduta
Faktor ini meliputi usia 6-24 bulan yang berjumlah 35
pengetahuan, sikap, kepercayaan, baduta di Kelurahan Kestalan
tradisi, nilai-nilai dan norma social Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta
b. Faktor pemungkin (Enabling factor) (Laporan Bulanan Jumlah Balita
Faktor pemungkin atau faktor Puskesmas Gilingan, 2012). Sampel
pendukung mencakup ketersediaan dalam penelitian ini adalah semua ibu
sarana dan prasarana kesehatan yang memiliki baduta berumur 6-24
serta kemudahan dalam mencapai bulan dan baduta umur 6-24 bulan
sarana kesehatan tersebut. Sarana berjumlah 35 baduta di Kelurahan
dan prasarana misalnya air bersih, Kestalan Kecamatan Banjarsari Kota
tempat pembuangan sampah, Surakarta, dengan Kriteria inklusi: a)
tempat pembuangan tinja, Ibu yang memiliki baduta yang berusia
ketersediaan makanan yang bergizi 6-24 bulan, b) Menetap di Kelurahan
dan sebagainya. Termasuk juga Kestalan, c) Baduta tidak mengalami
Puskesmas, Rumah Sakit, sakit (infeksi/ISPA), d) Ibu baduta
Poliklinik, Posyandu, Polindes, bersedia jadi responden, e) Baduta
Dokter atau Bidan Praktik Swasta. yang selalu didampingi oleh ibu.
(Notoatmodjo, 2007). Kriteria eksklusi: Baduta yang pada
c. Faktor penguat (Reinforcing factor) saat diteliti pindah rumah di luar
Faktor ini meliputi sikap dan Kelurahan Kestalan. Pengambilan
perilaku petugas kesehatan serta sampel menggunakan teknik total
sikap dan perilaku guru, orang tua, sampling yaitu teknik penentuan
teman sebaya, tokoh agama, tokoh sampel dimana keseluruhan populasi
masyarakat, keluarga, selain itu dijadikan sampel.
diperlukan juga motivasi. Kadang- Pengetahuan ibu tentang MP-ASI
kadang, meskipun seseorang tahu dikategorikan menjadi 3 yaitu: a) baik
dan mampu untuk berperilaku jika > 80% jawaban benar. b) sedang
sehat, tetapi tidak melakukannya jika 60-80% jawaban benar, c) kurang
karena tidak memiliki motivasi. jika < 60% jawaban benar (Baliwati,
Secara garis besar bentuk 2007). Pada perilaku juga
perilaku ada 2 macam (Sunaryo, dikategorikan menjadi 3 yaitu a)
2005), yaitu: Perilaku baik jika > 80% jawaban
a. Perilaku Pasif (berfikir, berangan- benar, b) Perilaku sedang jika 60-80%
angan) jawaban benar, c) Perilaku kurang jika
b. Perilaku Aktif (tindakan nyata). < 60 jawaban benar (Khomsan, 2000).
Berdasarkan data yang telah
terkumpul, dilakukan uji normalitas
untuk mengetahui apakah data yang
METODE PENELITIAN diperoleh memiliki sebaran data yang
Penelitian ini menggunakan normal. Normalitas data diuji
desain penelitian observasional menggunakan uji kolmogorov-smirnov

8
dimana ke-3 variabel memiliki sebaran pengetahuan dan semakin tinggi
data tidak normal sehingga penelitian tingkat pendidikan seseorang, maka
ini menggunakan analisis Ranks orang tersebut akan semakin mudah
Spearman. memahami dan menerima informasi
serta pengetahuan. Berdasarkan kisi-
HASIL DAN PEMBAHASAN kisi kuesioner kebanyakan ibu tidak
Analisis data untuk pengujian dapat menjawab atau salah dalam
hipotesis dalam penelitiaan ini menjawab pertanyaan tentang usia
menggunakan analisis korelasi Rank pemberian MP-ASI, pada pertanyaan
Spearman. Hasil perhitungan tentang usia pemberian MP-ASI
diperoleh hasil sebagai berikut: hanya 33% jawaban benar dari 27
a. Distribusi Responden pertanyaan dan porsi pemberian MP-
Berdasarkan Pengetahuan Ibu ASI hanya 45% ibu yang menjawaban
tentang MP-ASI benar dari 26 pertanyaan.
Tabel 3. Distribusi Responden b. Distribusi Responden
Berdasarkan Pengetahuan Ibu Berdasarkan Perilaku tentang
tentang MP-ASI Pemberian MP-ASI
Persentase Hasil pengambilan data
Pengetahuan Jumlah
(%) berdasarkan perilaku ibu tentang
Baik 18 51,4 pemberian MP-ASI dalam penelitian
Sedang 14 40,0 ini dapat diketahui bahwa sebagian
Kurang 3 8,6 besar ibu baduta memiliki perilaku
Jumlah 35 100,0 baik tentang pemberian MP-ASI yaitu
Berdasarkan hasil penelitian 54,3%.
diatas dapat disimpulkan bahwa Tabel 4. Distribusi Responden
kebanyakan ibu memiliki pengetahuan Berdasarkan Perilaku tentang
baik tentang MP-ASI yaitu sebanyak Pemberian MP-ASI
51,4%. Pengetahuan responden Persentase
Perilaku Jumlah
kebanyakan baik, hal ini dapat (%)
disebabkan karena kebanyakan ibu Baik 19 54,3
yang menjadi responden Sedang 13 37,1
berpendidikan tinggi dan pendidikan Kurang 3 8,6
dapat dipengaruhi oleh lokasi tempat Jumlah 35 100,0
tinggal. Berdasarkan profil Kelurahan Berdasarkan kisi-kisi kuesioner
Kestalan tahun 2011 lokasi Kelurahan diketahui bahwa mayoritas ibu
Kestalan terletak di tengah perkotaan berperilaku kurang baik pada kisi-kisi
sehingga masyarakatnya mempunyai usia pemberian MP-ASI, hanya 35%
ciri sebagaimana masyarakat berperilaku benar dari 27 pertanyaan
perkotaan, seperti memiliki pendidikan dan pada pertanyaan tentang porsi
yang cukup tinggi. pemberian MP-ASI hanya 48% ibu
Hariyanti (2004) menyatakan yang berperilaku benar dari 26
bahwa tempat pendidikan umumnya pertanyaan.
terletak di perkotaan. Daerah Faktor-faktor yang mempengaruhi
perkotaan memiliki banyak tempat terbentuknya perilaku dibedakan
pendidikan yang bermutu bahkan saat menjadi 2 yaitu: (1) Faktor intern
ini diberbagai fasilitas umum seperti yang mencakup: pengetahuan,
Pusat Perbelanjaan, di Kantor-kantor kecerdasan, persepsi, emosi, motivasi
sudah disediakan area wireless dan sebagainya yang berfungsi untuk
sehingga setiap pengunjung dapat mengolah rangsangan dari luar, (2)
memanfaatkan untuk mencari Faktor ekstern yang mencakup:
9
lingkungan sekitar baik fisik maupun d. Hubungan pengetahuan ibu
non fisik seperti iklim, manusia, sosial dengan perilaku pemberian MP-
ekonomi, kebudayaan, dan ASI
sebagainya (Notoatmodjo, 2003). Tabel 6
c. Distribusi Baduta Berdasarkan Distribusi pengetahuan ibu
Status Gizi Baduta berdasar perilaku ibu tentang
Tabel 5. Distribusi Baduta pemberian MP-ASI
Berdasarkan Status Gizi Perilaku
Pengeta Total
Status Persentase huan Baik Sedang Kurang
Jumlah ∑ (%) ∑ (%) ∑ (%) ∑ (%)
Gizi (%)
1
Gemuk 1 2,9 Baik 88,9 2 11,1 0 0 18 100
6
Normal 31 88,6 1
Sedang 3 21,4 71,4 1 7,1 14 100
0
Kurus 3 8,6 Kurang 0 0 1 33,3 2 66,7 3 100
Jumlah 35 100,0 Berdasarkan Tabel di atas dapat
Hasil pengumpulan data baduta dilihat bahwa ibu baduta yang
menurut status gizi seperti tampak berpengetahuan baik tentang MP-ASI
pada Tabel 5 diketahui bahwa memiliki perilaku pemberian MP-ASI
kebanyakan baduta yang menjadi baik lebih besar (88,9%) dibanding
sampel mempunyai status gizi normal dengan ibu yang memiliki perilaku
yaitu sebanyak 88,6%. Hasil penelitian pemberian MP-ASI sedang (11,1%)
menunjukkan lebih banyak baduta dan perilaku pemberian MP-ASI
yang memiliki status gizi baik. Hal ini kurang (0%) dari total 18 ibu baduta
dapat disebabkan karena kebanyakan berpengetahuan baik. Sebaliknya ibu
ibu baduta memiliki tingkat pendidikan berpengetahuan kurang yang
lanjut (SMA dan AKADEMI/PT) mempunyai perilaku pemberian MP-
sehingga lebih mudah untuk ASI kurang, lebih banyak (66,7%)
memahami dan menerima informasi dibanding ibu yang memiliki perilaku
atau pengetahun. Selain itu ibu pemberian MP-ASI sedang (33,3%)
bekerja sebagai ibu rumah tangga dan ibu yang memiliki perilaku
sehingga memilki banyak waktu untuk pemberian MP-ASI baik (0%). Hasil
merawat baduta. pengolahan data pada Tabel 17
Faktor-faktor yang mempengaruhi terlihat bahwa ada kecenderungan
status gizi dapat dibagi menjadi 2 yaitu semakin baik pengetahuan seseorang
faktor langsung dan tidak langsung. maka semakin baik pula perilakunya.
Faktor yang mempengaruhi langsung Berdasarkan uji korelasi Rank
adalah asupan makan dan penyakit Spearman diperoleh nilai p = 0,000
infeksi (Suhardjo, 2002). Faktor yang yang berarti ada hubungan antara
mempengaruhi tidak langsung antara pengetahuan ibu tentang MP-ASI
lain ekonomi, budaya, fisiologi, dengan perilaku pemberian MP-ASI
pengetahuan, pelayanan kesehatan, dan memiliki kekuataan hubungan
dan lingkungan (Soekirman, 2000). yang kuat karena memiliki nilai <
0,5 (0,857).
Kementrian Kesehatan RI (2011)
menyatakan bahwa dalam merubah
perilaku sesorang perlu dilaksanakan
strategi promosi kesehatan paripurna,
salah satunya adalah pemberdayaan
pengetahuan dan informasi.
Pengetahuan merupakan hal yang

10
sangat penting dan bahkan dapat e. Hubungan pengetahuan ibu
dikatakan sebagai ujung tombak dengan status gizi baduta
dalam terbentuknya perilaku Tabel 7 Distribusi pengetahuan ibu
seseorang. Pemberdayaan berdasar status gizi baduta
pengetahuan dan informasi adalah Status Gizi
proses pemberian pengetahuan dan Penge Total
tahuan Gemuk Normal Kurus
informasi kepada individu, keluarga ∑ (%) ∑ (%) ∑ (%) ∑ (%)
atau kelompok secara terus-menerus Baik 1 5,6
1 94,
0 0
1
100
dan berkesinambungan mengikuti 7 4 8
1 92, 1
perkembangan serta proses Sedang 0 0
3 9
1 7,1
4
100
membantu individu, agar individu Kurang 0 0 1
33,
2
66,
3 100
3 7
tersebut berubah dari tidak tahu
menjadi tahu atau sadar (knowledge), Berdasarkan Tabel di atas dapat
dari tahu menjadi mau (attitude) dan dilihat bahwa dari total 18 ibu baduta
dari mau menjadi mampu yang berpengetahuan tentang MP-ASI
melaksanakan perilaku yang baik memiliki baduta berstatus gizi
diperkenalkan (practice). normal lebih besar (94,7%) dibanding
Terbuktinya hubungan antara dengan baduta berstatus gizi gemuk
pengetahuan ibu tentang MP-ASI (2,6%) dan baduta berstatus gizi kurus
dengan perilaku pemberian MP-ASI (2,6%), sebaliknya ibu yang
ditunjang oleh hasil penelitian yang berpengetahuan tentang MP-ASI
dilakukan oleh Aliyatun (2003) yang kurang mempunyai baduta berstatus
menunjukkan bahwa ada hubungan gizi kurus lebih banyak (66,7%)
yang bermakna antara pengetahuan dibanding dengan baduta berstatus
ibu dengan praktek pemberian MP- gizi normal (33,3%) dan baduta
ASI. Notoatmodjo (2003) menyatakan berstatus gizi gemuk (0%).
bahwa terbentuknya perilaku Berdasar Tabel terlihat adanya
seseorang disebabkan oleh faktor kecenderungan semakin baik
pengetahuan yang memegang pengetahuan ibu baduta maka
peranan penting dalam menentukan semakin baik pula status gizi
perilaku karena pengetahuan akan badutanya. Hal tersebut didukung oleh
membentuk kepercayaan yang hasil uji korelasi Rank Spearman
selanjutnya akan memberikan dengan nilai p = 0,025 sehingga Ho
perspektif pada manusia dalam ditolak yang berarti ada hubungan
mempersiapkan kenyataan, antara pengetahuan ibu tentang MP-
memberikan dasar bagi pengambilan ASI dengan status gizi baduta usia 6-
keputusan dan menentukan perilaku 24 bulan serta memiliki kekuatan
terhadap obyek tertentu. Hasil hubungan yang lemah karena memiliki
penelitian Aliyatun (2003) sesuai nilai > 0,5 (0,379).
dengan hasil penelitian Visyara Krisno (2004) menyatakan bahwa
(2012), juga menyatakan bahwa ada kurangnya pengetahuan dan salah
hubungan bermakna antara persepsi tentang kebutuhan pangan
pengetahuan dengan pemberian dan nilai pangan akan membawa
Makanan Pendamping ASI pada bayi dampak yang merugikan pada status
usia 0-6 bulan di Bidan Praktek gizi seseorang. Hal serupa
Swasta Heni Suharni Desa Langensari dikemukakan oleh Suhardjo (2002)
Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten yang menyatakan bahwa pengetahuan
Semarang. seorang ibu dibutuhkan dalam
perawatan anaknya, dalam hal
pemberian dan penyediaan
makanannya, sehingga seorang anak
11
tidak menderita kekurangan gizi. 5. Ada hubungan pengetahuan ibu
Kekurangan gizi dapat disebabkan tentang MP-ASI dengan status gizi
karena pemilihan bahan makanan baduta usia 6-24 bulan.
yang tidak benar. Pemilihan makanan
ini dipengaruhi oleh tingkat SARAN
pengetahuan ibu tentang bahan Berdasarkan hasil penelitian
makanan. Ketidaktahuan dapat yang membuktikan bahwa
menyebabkan kesalahan pemilihan pengetahuan tentang MP-ASI
dan pengolahan makanan, meskipun mempengaruhi perilaku dan status gizi
bahan makanan tersedia. baduta serta masih terdapat baduta
Terbuktinya hubungan antara yang masih memiliki status gizi
pengetahuan ibu tentang MP-ASI kurang, sehingga pihak Puskesmas
dengan status gizi sesuai dengan hasil hendaknya meningkatkan intervensi
penelitian yang dilakukan oleh Siska dengan memberikan penyuluhan dan
(2011) yang menunjukkan bahwa ada memberikan informasi secara
hubungan yang bermakna antara berkesinambungan mengikuti
pengetahuan ibu dengan status gizi perkembangan untuk lebih
baduta. Hasil penelitian tersebut meningkatkan pengetahuan ibu
sesuai dengan penelitian Sulistyowati mengenai gizi baduta dan MP-ASI,
(2007) yang menyatakan bahwa ada khususnya tentang usia dimulainya
hubungan antara pengetahuan ibu pemberian MP-ASI dan porsi MP-ASI
tentang makanan pendamping ASI yang sesuai dengan usia.
dengan status gizi balita umur 4-24
bulan. DAFTAR PUSTAKA
Alimul, H. 2007. Riset dan Teknik
KESIMPULAN Penulisan Ilmiah. Salemba
Berdasarkan hasil analisis yang Medika. Jakarta.
telah dilakukan dapat diperoleh Aliyatun, S. 2003. Analisis Faktor yang
kesimpulan sebagai berikut : Mempengaruhi Praktik Ibu dalam
1. Pengetahuan ibu di Kelurahan Pemberian Makanan bagi Anak
Kestalan Kecamatan Banjarsari Balita Berstatus Gizi Kurang di
Kota Surakarta, menunjukkan Wilayah Puskesmas Bergas,
sebagian besar memiliki Kabupaten Semarang. Tesis.
pengetahuan baik tentang MP-ASI Program Pasca Sarjana.
yaitu sebanyak 51,4%. Universitas Diponegoro
2. Perilaku ibu tentang pemberian MP- Semarang. Semarang.
ASI di Kelurahan Kestalan Almatsier, S. 2006. Prinsip Dasar Ilmu
Kecamatan Banjarsari Kota Gizi Edisi 6. Gramedia Pustaka
Surakarta, mayoritas ibu memiliki Utama. Jakarta.
perilaku yang baik yaitu sebanyak Anwar, M. 2009. Status Gizi dan
54,3%. Perkembangan Intelegensi.
3. Status gizi baduta usia 6-24 bulan Diakses : 13 April 2011.
di Kelurahan Kestalan Kecamatan http://anwarsasake.wordpress.co
Banjarsari Kota Surakarta sebagian m
besar berstatus gizi normal yaitu Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian
sebanyak 88,6%. Untuk Pendekatan Praktik.
4. Ada hubungan pengetahuan ibu Rineka Cipta. Jakarta.
tentang MP-ASI dengan perilaku Arisman, MB. 2009. Buku Ajar Iimu
pemberian MP-ASI. Gizi: Gizi dalam Daur Kehidupan
Edisi 2. EGC. Jakarta.

12
Baliwati, Yayuk, F., Khomsan Ali., Tahun 2011. Dinas Kesehatan.
Dwiriani, C, M. 2004. Pengantar Surakarta.
Pangan dan Gizi. Penebar Ghozali, I. 2005. Aplilkasi Analisis
Swadaya. Jakarta. Multivariat dengan Program
Chaudhry, R and Humayun, N. 2007. SPSS. Badan Penerbit
Weaning Practices and Their Universitas Diponegoro.
Determinants Among Mothers of Semarang.
Infants. Department of Hadi, H. 2005. Beban Ganda Masalah
Community Medicine, Allama Gizi Dan Implikasinya Terhadap
Iqbal Medical College, Lahore. Kebijakan Pembangunan
Biomedica Vol.23 Kesehatan Nasional : Pidato
Departemen Gizi dan Kes Masy. 2007. Pengukuhan Jabatan Guru
Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Besar Pada Fakultas Kedokteran
Grafindo. Jakarta. Universitas Gadjah Mada.
Departemen Kesehatan dan Yogyakarta.
Kesejahteraan Sosial RI. 2000. Hariyanti, T. 2004. Pemanfaatan
Makanan Pendamping Air Susu Proses Pembelajaran Berbasis
Ibu. Departemen Kesehatan dan Teknologi Sebagai Upaya
Kesejahteraan Sosial RI. Peningkatan Pengetahuan
Jakarta. Diakses: 19 Agustus Tenaga Keperawatan. MARS:
2011. http:// www.depkes.org.id FIK-UI. Jakarta.
Departemen Kesehatan dan Hidayat, A. 2007. Metode Penelitian
Kesejahteraan Sosial RI. 2003. Kebidanan dan Teknik Analisis
Data Status Gizi Balita. Diakses: Data. Salemba Medika. Jakarta.
19 Agustus 2011. http:// Indiarti, MT. 2007. A to Z The Golden
www.depkes.org.id Age. ANDI. Yogyakarta.
Depkes RI. 2004. Pedoman Indiarti, MT. 2008. ASI, Susu Formula
Pengenalan MP-ASI. Diakses: 6 dan Makanan Bayi. Elmatera
Desember 2012. http:// www. Publishing. Yogyakarta.
depkes/ makanan Jata, D. 2000. Hubungan antara
pendampingASI.org.id. Tingkat Pengetahuan dan
Depkes RI. 2006. Pedoman Umum Praktek Ibu dalam Pemberian
Pemberian Makanan Makanan Pendamping ASI
Pendamping ASI (MP-ASI) Lokal dengan Status Gizi Anak pada 4-
Departemen Kesehatan dan 24 Bulan di Batuan Kecamatan
Kesejahteraan Sosial RI. Sukawati Kabupaten Bali.
Jakarta. Diakses: 5 Maret 2011. Skripsi. Jurusan Gizi S1 Fakultas
http:// www. depkes/ makanan Ilmu Kesehatan Universitas
pendampingASI.org.id. Diponegoro. Semarang.
Dinkes Surakarta. 2009. Laporan Hasil Kelurahan Kestalan. 2012. Profil
Pemantauan Status Gizi Balita Keluraha Kestalan 2011.
Tahun 2009. Dinas Kesehatan. Kelurahan Kestalan. Surakarta.
Surakarta. Kementrian Kesehatan RI. 2011.
Dinkes Surakarta. 2010. Laporan Hasil Promosi Kesehatan di Daerah
Pemantauan Status Gizi Balita Bermasalah Kesehatan
Tahun 2010. Dinas Kesehatan. (Panduan Bagi Petugas
Surakarta. Kesehatan di Puskesmas).
Dinkes Surakarta. 2011. Laporan Hasil Kementrian Kesehatan RI. Di
Pemantauan Status Gizi Balita akses: 6 Februari 2013.

13
http://panduan_promkes_DBK.p Riset Keperawatan. Sagung
df Seto. Jakarta.
Khomsam A. 2000. Teknik Nursalam. 2005. Konsep dan
Pengukuran Pengetahuan Gizi. Penerapan Metodologi
Departemen Gizi Masyarakat Penelitian Ilmu Keperawatan (1st
dan Sumberdaya Keluarga, ed). Salemba Medika. Jakarta.
Fakultas Pertanian. Bogor. Padmiari, IAE dan Hadi, H. 2001.
Khumaidi. 2006. Gizi, Pertumbuhan Artikel: Konsumsi fast food
dan Perkembangan Manusia. sebagai faktor resiko pada anak
Program Studi Gizi Masyarakat SD. Di akses: 6 Februari 2013.
dan Sumberdaya Keluarga www.tempo.co.id
Manusia. Institut Pertanian Pradipta. 2005. Profil Kesehatan Jawa
Bogor. Bogor. Tengah 2005. Di akses: 3 Maret
Krisnatuti, D dan Yenrina, R. 2000. 2013.
Menyiapkan Makanan http://www.jawatengah.go.id
Pendamping ASI. Puspa Swara. Pratiwi, A. 2009. Hubungan
Jakarta. Pengatahuan dengan Perilaku
Krisno, AB. 2004. Dasar-Dasar Ilmu Ibu Tentang Pemberian MP-ASI
Gizi. UMMPRESS. Malang. Pada Balita Usia 6-24 Bulan di
LIPI. 2004. Prosiding WNKPG VIII. Posyandu Dusun Tlangu Desa
Ketahanan Pangan dan Gizi di Bulan Kec. Wonosari Klaten.
Era Otonomi Daerah & Karya Tulis Ilmiah. Jurusan DIV
Globalisasi. LIPI. Jakarta. Kebidanan Fakultas Kedokteran
Moehji, S. 2003. Ilmu Gizi 2: Universitas Sebelas Maret.
Penganggulangan Gizi Buruk. Surakarta.
Papas Sinar Sinanti. Jakarta. Puskesmas Gilingan. 2010. Data
Niger, T., Khatun, S., Sultana, M., Status Gizi Baduta. Puskesmas
Islam, N and Kazuhiro, O. 2010. Gilingan.Surakarta.
Determinants of Malnutrition Siska. 2012. Hubungan antara
among the Children under Pengetahuan Gizi Ibu, Tingkat
2Years of Age. Department of Konsumsi Pangan dengan
Food and Nutrition, Home Status Gizi Anak Di Bawah Dua
Economics College, Dhaka Tahun (Baduta) Di Kelurahan
University, Dhaka, Bangladesh. Kestalan Kecamatan Banjarsari
Pakistan Journal of Nutrition 9 Kota Surakarta. Skripsi. Program
(1): 27-34. Studi S1 Gizi. Universitas
Notoatmodjo, S. 2002. Metodologi Muhammadiyah Surakarta.
Penelitian Kesehatan. Rineka Surakarta.
Cipta. Jakarta. Soekirman . 2000. Ilmu Gizi dan
Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Aplikasinya untuk Keluarga dan
Perilaku Kesehatan. Rineka Masyarakat, Direktorat Jendral
Cipta Jakarta. Pendidikan Tinggi Departemen
Notoatmodjo, S. 2005. Promosi Pendidikan Nasional. Jakarta.
Kesehatan: Teori dan Aplikasi. Soemirat, J. 2005. Epidemiologi
Rineka Cipta. Jakarta. Lingkungan. GMU Press.
Notoatmodjo, S. 2007. Ilmu Kesehatan Yogyakarta.
Masyarakat: Ilmu dan Seni. Sugiyono. 2006. Metode Penelitian
Rineka Cipta. Jakarta. Administrasi (Rev. Ed). CV
Nursalam dan Pariani. 2001. Alfabeta. Bandung.
Pendekatan Praktis Metodologi

14
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif R&D.
Alfabeta. Bandung
Suhardjo. 2002. Perencanaan Pangan
dan Gizi. PT. Bumi Aksara.
Jakarta.
Sulistyowati, H. 2007. Hubungan
Antara Pengetahuan Ibu dan
Pola Pemberian Makanan
Pendamping Asi dengan Status
Gizi Balita Usia 4-24 Bulan Di
Desa Sendangrejo Kecamatan
Blora Kabupaten Blora. Skripsi.
Jurusan Ilmu Kesehatan
Masyarakat Fakultas Ilmu
Keolahragaan Universitas Negeri
Semarang. Semarang.
Sunaryo, 2004. Psikologi Untuk
Keperawatan. EGC. Jakarta.
Supariasa, I., Bakri, B., Fajar, I. 2002.
Penilaian Status Gizi. EGC.
Jakarta.
Suriasumantri, JS. 2003. Filsafat Ilmu
(Sebuah Pengantar Populer).
Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.
Taufiqurrohman, M. A. 2004.
Pengantar Metodologi Penelitian
untuk Ilmu Kesehatan. CSGF.
Surakarta.
Visyara, N. 2012. Beberapa Faktor
Yang Berhubungan Dengan
Pemberian MP-ASI Pada Bayi
Usia 0-6 Bulan Di Bps Heni
Suharni Desa Langensari
Kecamatan Ungaran Barat.
Kabupaten Semarang. KTI.
Jurusan Kebidanan. Akademi
Kebidanan Ngudi Waluyo
Ungaran. Semarang.
World Health Organization. 1998.
Complementary feeding of
young children in developing
countries: a review of current
scientific knowledge. Geneva
Yenrina. 2008. Menyiapkan Makanan
Pendamping. Puspa Swara.
Jakarta.

15

You might also like