You are on page 1of 15

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN

BUS RAPID TRANSIT (BRT) TRANS SEMARANG DI KOTA SEMARANG


Daniel Adam’s Siahaan *), Ari Subowo**), Aufarul Marom.,**)

Jurusan Administrasi Publik

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Diponegoro
Jl. Profesor Haji Sudarto, Sarjana Hukum Tembalang Semarang Kotak Pos 1269

Telepon (024) 7465407 Faksimile (024) 765405

Laman : http://www.fisip.undip.ac.id email fisip@undip.ac.id

Abstract
Semarang city including the city experienced a fairly complicated transport
problems, particularly road transport. Congestion in major cities, roads damaged, the
terminal does not support, a growing number of vehicles, is not in line with the increase
in capacity and access opening. As part of the effort to solve the congestion problem, the
central government through the Ministry of Transportation propose the implementation of
Bus Rapid Transit (BRT). The purpose of this study is to describe how the
implementation of the BRT program in the city of Semarang and if it is in accordance
with the applicable rules and to find out what are the constraints related to or are being
faced in the implementation of BRT in the city of Semarang. This study used a qualitative
approach with managers and HR Public Service Agency (BLU) Trans Semarang as the
interviewer.
The results in the development of BRT Trans Semarang constraints experienced
by other anatar limited land BRT shelter placement on the right of way, the understanding
of the shelter as utulitas by Highways that shelter placement should require permits, can
not fulfill the contract mechanism plural, then the auction / tender providers services each
year so that continuity of care is constrained at the beginning of the year, the limited
ability of local budgets for fleet investment, travel speed bus yet eligible (still too soon
exceed 8 km / h because of the standards set for congested areas or standard traffic mix is
10-12 km / h, the number of passengers has not been eligible for the hall I the average
number of passengers per day by 5419 as much as standard from 1000 to 1200 and for
corridor II of 2930 passengers per day with a standard 500-600 passengers per day.
Suggestions presented in this study is the need for fleet expansion given the large
number of passengers per day to meet the standards set by the Director General of
Communication and Information, need to be reviewed on the performance of the crew
bus driver, especially considering the speed of the vehicle exceeds the Directorate
General of Land Transportation Standards. This is certainly endanger passengers and
crew of the bus itself, need to increase coordination with relevant parties about the
existence of shelters that shelter is expected to be in a strategic location, if necessary, plus
amusing shleter to increase the capacity of passengers waiting for Bus Trans Semarang,
facilities note the presence in the shelter as a place to sit or read media so that passengers
feel comfortable.
Latar belakang pada beberapa ruas jalan utama dan
tingginya tingkat polusi udara.
Jumlah penduduk yang ada di Sebagai bagian dari upaya
Kota Semarang maupun para memecahkan permasalahan kemacetan,
pendatang dari luar kota ke Semarang Pemerintah Pusat melalui Departemen
yang semakin tahun semakin Perhubungan mengajukan
bertambah, oleh karena itu kebutuhan penyelenggaraan Bus Rapid Transit
sarana transportasi khususnya bus kota (BRT) atau lebih dikenal dengan
di dalam melayani penumpang busway yang saat ini mulai diterapkan
armadanya masih terbatas, bila di berbagai kota di Indonesia. Konsep
dibandingkan dengan jumlah penduduk BRT merupakan sistem angkutan
yang juga masih terbatas dalam massal yang terintegrasi di setiap
memiliki sarana transportasi. Sejumlah koridor, yang bertujuan untuk
aktivitas perkotaan yang ada di Kota memenuhi kebutuhan masyarakat akan
Semarang menjadikan tingginya transportasi dalam kota. Namun
peningkatan dari zona internal maupun sayangnya kebijakan penerapan BRT
eksternal Kota Semarang. Peningkatan tersebut ternyata belum dapat
pergerakan ini tentunya membutuhkan terselenggara dengan baik di berbagai
dukungan sistem angkutan umum yang kota.
handal, cepat, dan efisien. Namun
hingga pada saat ini pelayanan Keberadaan BRT Semarang ini
angkutan umum yang ada di Kota tidak di dukung dengan shelter yang
Semarang masih belum menunjukkan memadai. Shelter-shelter yang
adanya pelayanan yang baik sesuai merupakan bantuan Pemprov Jawa
permintaan pergerakan. Tengah ini sangat kecil dan sempit.
Kalau ada 15 calon penumpang saja di
Kota Semarang termasuk kota shelter tersebut, dipastikan akan saling
yang mengalami masalah transportasi berdesak-desakan, lokasi shelter juga
yang cukup pelik, terutama transportasi sangat tidak strategis. Shelter tidak
darat. Kemacetan di kota besar, jalan berada di titik-titik keramaian, atau
yang rusak,terminal yang tidak tempat dimana angkota atau bus-bus
mendukung dan permasalahan lainnya kota lainnya yang diharapkan kelak
masih menjadi berita yang didengar bertindak sebagai feeder bisa
hampir setiap hari. Berbagai menaikkan dan menurunkan
permasalahan seperti pertumbuhan penumpang
jumlah kendaraan yang jauh
meninggalkan pertumbuhan jalan serta Landasan Teori dan Rumusan
pertumbuhan pusat kegiatan yang tidak Masalah
seiring dengan peningkatan kapasitas
Budi Winarno dalam bukunya
dan pembukaan akses. Selain itu juga
“Kebijakan dan Proses Kebijakan
penggunaan kendaraan pribadi yang
Publik”, ia mempergunakan istilah
jauh lebih besar daripada kendaraan
kebijakan.Kebijakan digunakan untuk
umum, pelayanan angkutan umum dari
menunjuk perilaku seorang
sisi kenyamanan yang relatif kurang,
aktor(misalnya seorang pejabat, suatu
dan sebagainya mengakibatkan
kelompok, maupun suatu lembaga
kemacetan arus lalu lintas meningkat
pemerintahan atau sejumlah aktor) d. Menunjuk dan membagi benda
dalam suatu bidang kegiatan tertentu. material dan non material (negara
(Winarno 2002:14). sebagai distributor).Dari pemikiran
diatas, jelas bahwa tujuan sentral
Menurut Charles O.Jones, istilah kebijakan publik adalah
kebijakan digunakan dalam praktik kepentingan publik.
sehari-hari namun digunakan untuk Dalam bentuknya yang positif,
menggantikan kegiatan atau keputusan kebijakan publik didasarkan pada
yang sangat berbeda. (Winarno 2002: undang-undang dan bersifat otoritatif.
16). Sifat kebijakan bisa diperinci lima
kategori yakni (Winarno 2002):
Robert Eyestone mendefinisikan
tuntutan-tuntutan kebijakan (policy
kebijakan publik sebagai hubungan
demands), keputusan-keputusan
suatu pemerintahan dengan
kebijakan (policy decisions),
lingkungannya, sedangkan Thomas
pernyataan-pernyataan kebijakan
Dye mengatakan bahwa kebijakan
(policystatements), hasil-hasil
publik adalah apapun yang dipilih
kebijakan (outputs), dan dampak-
pemerintah untuk dilakukan dan tidak
dampak kebijakan (outcomes).
dilakukan (Winarno 2002: 15). Amir
Santoso menyimpulkan bahwa Dalam pembuatan kebijakan
kebijakan publik dipandang sebagai terdapat tahap-tahap yang harus
keputusan-keputusan pemerintah yang dilewati agar suatu kebijakan dapat
mempunyai tujuan dan maksud tertentu disusun dan dilaksanakan dengan baik.
dan kebijakan publik adalah Kebijakan yang dimunculkan sebagai
implementasi dan evaluasi kebijakan. sebuah keputusan terlebih dahulu
(Winarno 2002: 17). melewati beberapa tahap penting.
Tahap-tahap penting tersebut sangat
Pressman dan Widavsky
diperlukan sebagai upaya melahirkan
mendefinisikan kebijakan publik
kebijakan yang baik dan dapat diterima
sebagai hipotesis yang mengandung
sebagai sebuah keputusan. Tahap-tahap
kondisi-kondisi awal dan akibat-akibat
dalam kebijakan tersebut yaitu:
yang bias diramalkan. Kebijakan
publik itu harus dibedakan dengan Penyusunan agenda. Sebelum
bentuk-bentuk kebijakan yang lain kebijakan ditetapkan dan dilaksanakan,
misalnya kebijakan swasta pembuat kebijakan perlu menyusun
agenda dengan memasukkan dan
Tujuan-tujuan penting kebijakan
memilih masalah-masalah mana saja
pemerintah pada umumnya adalah:
yang akan dijadikan prioritas untuk
(Winarno 2002)
dibahas. Masalah-masalah yang terkait
a. Memelihara ketertiban umum dengan kebijakan akan dikumpulkan
(negara sebagi stabilisator) sebanyak mungkin untuk diseleksi.
b. Memajukan perkembangan dari
Pada tahap ini beberapa masalah
masyarakat dalam berbagai hal
dimasukkan dala agenda untuk dipilih.
(negara sebagai stimulator)
Terdapat masalah yang ditetapkan
c. Memperpadukan berbagai aktivitas
sebagai fokus pembahasan, masalah
(negara sebagi koordinator)
yang mungkin ditunda pembahasannya,
atau mungkin tidak disentuh sama disebabkan berbagai faktor yang sering
sekali. Masing-masing masalah yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan.
dimasukkan atau tidak dimasukkan
dalam agenda memiliki argumentasi Evaluasi kebijakan. Pada tahap
masing-masing. Pihak-pihak yang ini, kebijakan yang telah dilaksanakan
terlibat dalam tahap penyusunan akan dievaluasi, untuk dilihat sejau
agenda harus secara jeli melihat mana kebijakan yang dibuat telah
masalah-masalah mana saja yang mampu memecahkan masalah atau
memiliki tingkat relevansi tinggi tidak, pada tahap ini, ditentukan
dengan masalah kebijakan. Sehingga kriteria-kriteria yang menjadi dasar
pemilihan dapat menemukan masalah untuk menilai apakah kebijakan telah
kebijakan yang tepat. meraih hasil yang diinginkan.

Formulasi kebijakan. Masalah Pada tahap ini, penilaian tidak


yang sudah dimasukkan dalam agenda hanya menilai implementasi dari
kebijakan kemudian dibahas oleh kebijakan. Namun lebih jauh, penilaian
pembuat kebijakan dalam tahp ini akan menentukan perubahan
formulasi kebijakan. Dari berbagai terhadap kebijakan. Suatu kebijakan
masalah yang ada tersebut ditentukan dapat tetap seperti semula, diubah atau
masalah mana yang merupakan dihilangkan sama sekali.
masalah yang benar-benar layak
Implementasi kebijakan publik
dijadikan fokus pembahasan.
(Public Policy Implementation)
Adopsi kebijakan, Dari sekian merupakan salah satu tahapan dari
banyak alternatif yang ditawarkan, proses kebijakan publik. Implementasi
pada akhirnya akan diadopsi atau kebijakan publik menurut Webster : “to
alternatif pemecahan yang disepakati provide the means for carrying out
untuk digunakan sebagai solusi atas (menyediakan sarana untuk
permasalahan tersebut. Tahap ini sering melaksanakan sesuatu); to give
disebut juga dengan tahap legitimasi practical effect to” (menimbulkan
kebijakan (policy legitimation) yaitu dampak atau akibat terhadap sesuatu).
kebijakan yang telah mendapatkan Dari pengertian implementasi
legitimasi. Masalah yang telah kebijakan menurut Webster ini dapat
dijadikan sebagai fokus pembahsan disimpulkan bahwa implementasi
memperoleh solusi pemecahan berupa berarti menyediakan sarana untuk
kebijakan yang nantinya akan melaksanakan suatu kebijakan dan
diimplementasikan. dapat menimbulkan dampak akibat
terhadap sesuatu tertentu.
Implementasi kebijakan. Pada
tahap inilah alternatif pemecahan yang Implementasi kebijakan
telah disepakati tersebut kemudian merupakan tahap yang krusial dalam
dilaksanakan. Pada tahap ini, suatu proses kebijakan publik. Suatu program
kebijakan seringkali menemukan kebijakan harus dapat
berbagai kendala. Rumusan-rumusan diimplementasikan agar mempunyai
yang telah ditetapkan secara terencana dampak atau tujuan yang diinginkan
dapat saja berbeda dilapangan. Hal ini (Winarno, 2002 :101) tahap
implementasi kebijakan tidak mudah
untuk dijalankan, dimana dalam tahap Edward menyarankan untuk
ini sering timbul penyimpangan- memperhatikan empat isu pokok
penyimpangan dari hal yang telah agar implementasi kebijakan
ditetapkan. menjadi efektif, yaitu
Communication, resource,
Implementasi kebijakan adalah disposition or attitudes, dan
hal yang paling berat, karena disini bureaucratic structures.
masalah-maslah yang kadang tidak 4. Nakamura dan Smallwood
dijumpai dalam konsep, muncul di Nakamura dan Smallwood
lapangan. Selain itu, ancaman utama, mengemukakan bahwa proses
adalah konsistensi implementasi. kebijakan adalah proses yang rumit,
Berikut adalah model-model para ahli khususnya pada implementasi.
berikut dengan variabelnya : (Riant Nakamura dan Smallwood
Nugroho, 2009) mengembangkan model
implementasi kebijakan yang
1. Van Meter dan Van Horn
disebutnya “environments
Model ini mengandalkan bahwa
influencing implementation”.
implementasi kebijakan berjalan
secara linier dari kebijakan publik,
5. Merillee S.Grindle
impelmentor, dan kinerja kebijakan
Model Merillee S. Grindle (1980)
publik. Beberapa variabel yang
ditentukan oleh isi kebijakan dan
mempengaruhi kebijakan publik
konteks implementasinya. Ide
adalah variabel berikut:ukuran dan
dasarnya adalah bahwa setelah
tujuan; sumberdaya; komunikasi;
kebijakan ditransformasikan,
karakteristik agen birokrasi;
barulah implementasi kebijakan
lingkungan ekonomi, sosial, dan
dilakukan. Keberhasilannya
politik; disposisi.
ditentukan oleh derajat
2. Mazmanian dan Paul Sabatier
implementability dari kebijakan
Dalam model ini Mazmanian dan
tersebut.
Sabatier mengemukakan bahwa
implementasi adalah upaya Dalam mengimplementasikan
melaksanakan keputusan kebijakan. kebijakan BRT di Kota Semarang,
Model Mazmanian dan Sabatier harus berpatokan pada konsep
disebut Kerangka Analisis “keberhasilan kebijakan”. Dalam
Implementasi (A Framework for rangka mendukung suksesnya
Implementation Analysis). Duet penerapan kebijakan itu, penelitian ini
Mazmanian dan Sabatier menggunakan model George Edward
mengklasifikasikan proses III yang mengemukakan adanya empat
implementasi kebijakan ke dalam faktor yang mempengaruhi
tiga variabel, yaitu: karakteristik keberhasilan atau kegagalan
dari masalah; karakteristik dari implementasi kebijakan. Empat faktor
kebijakan; kondisi lingkungan. tersebut, yaitu: (Winarno, 2002 : 155)
3. George Edward III
George Edward III (1980, 1) 1. Komunikasi (communication)
menegaskan bahwa maslaah utama Keberhasilan implementasi
administrasi publik adalah lack of kebijakan mensyaratkan agar
attention to implementation. implementor mengetahui apa yang
harus dilakukan. Apa yang menjadi (sikap) yang menghambat
tujuan dan sasaran kebijakan harus implementasi antara lain :
dapat dikomunikasikan kepada
kelompok sasaran sehingga akan a. Pejabat yang bertanggungjawab
mengurangi distorsi implementasi. tidak tertarik untuk menerapkan
Dimana agar komunikasi menjadi hukum yang seharusnya
efektif maka para pelaksana berlaku.
kebijakan harus mengerti apa yang b. Kadang-kadang para pelaksana
harus mereka kerjakan dan bersikap selektif terhadap
menyalurkan keputusan-keputusan instruksi yang mereka terima
atau kebijakan-kebijakan pada dan kadang-kadang menolak
orang yang tepat sehingga instruksi yang tidak sama
komunikasi menjadi akurat. dengan sikap atau pandangan
mereka akan kebaikan tertentu
2. Sumberdaya (resources) tersebut.
Sumberdaya tersebut berwujud c. Perbedaan pandangan
sumberdaya manusia, yakni organisasi juga merintangi
kompetensi implementor, dan kerjasama diantara badan-
sumberdaya finansial. Suberdaya badan/organisasi yang
ini merupakan faktor yang sangat seharusnya bekerjasama
penting untuk implementasi melaksanakan kebijakan.
kebijakan agar efektif. Karena d. Unit-unit birokrasi biasanya
walaupun kebijakan sudah dapat menekankan program-program
dikomunikasikan dengan baik, baru yang mereka anggap akan
tetapi apabila implementor memperkuat atau
kekurangan sumberdaya untuk mengembangkan aspek-aspek
melaksanakan, implementasi tidak penting misi kebijakan mereka.
dapat berjalan secara efektif. Tanpa e. Unit-unit birokrasi yang
sumberdaya, kebijakan hanya menentang usaha-usaha pihak
tinggal diatas kertas saja, dan tidak lain yang mengambil atau
ada yang bersama-sama memakai
mengimplementasikannya. sumber-sumber (resources)
yang penting untuk
3. Disposisi atau sikap-sikap melaksanakan tugasnya.
(dispositions) f. Sikap pejabat yang seharusnya
Implementor yang memiliki mendapat keuntungan dari
disposisi yang baik adalah implementasi suatu kebijakan
implementor akan dapat yang menghalangi mereka
menjalankan kebijakan dengan baik untuk memperoleh keuntungan
seperti apa yang diinginkan oleh tersebut.
pembuat kebijakan. Dan apabila 4. Struktur birokrasi (beaureaucratic
yang terjadi adalah yang sebaliknya structure)
yaitu ketika implementor memiliki Ada dua karakteristik utama birokrasi
sikap atau perspektif yang berbeda yaitu prosedur-prosedur kerja ukuran
dengan pembuat kebijakan, maka dasar atau SOP (Standart Operating
proses implementasi kebijakan juga Procedures) atau Prosedur Standar
menjadi tidak efektif. Disposisi
Pelaksana dan Fragmentasi. SOP dapat karena banyak aspek yang dapat digali
menghalangi implementasi kebijakan dari penelitian.
yang baru yang berbeda dengan Dalam hal pengumpulan data
kebijakan yang telah ada karena digunakan interview guide untuk
kebijakan baru mempunyai cara kerja memandu pada saat wawancara
dan personil yang berbeda. berlangsung. Teknik Pengumpulan
data yang digunakan dalam penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang ini menggunakan metode “observation
diatas maka obyek yang ingin diteliti reseach” yang sifatnya eksploratif
dapat dirumuskan sebagai berikut : sebagai metode utama, sedangkan
para pembuat kebijakan serta para ahli
1. Bagaimana Impelementasi
dan para pengguna jasa sebagai
kebijakan Bus Rapid Transit
metode pendukungnya
(BRT) di kota Semarang?
Analisis data merupakan upaya
2. Kendala-kendala apa sajakah yang
mencari dan menata secara sistematis
terkait dengan atau yang dihadapi
catatan hasil observasi, wawancara dan
dalam implementasi Bus Rapid
lainnya, untuk meningkatkan
Transit (BRT)?
pemahaman peneliti tentang kasus yang
Metodologi Penelitian
diteliti dan menyajikan sebagai temuan
Metode penelitian yang digunakan bagi orang lain (Moleong, 2002: 142 ).
dalam penelitian ini adalah metode Teknik analisis data yang digunakan
kualitatif. Penelitian kualitatif menurut dalam penelitian ini adalah :
Jary dan Jary adalah sebagai setiap a. Reduksi data
penelitian dimana peneliti Reduksi data merupakan pemilihan
mencurahkan kemampuan sebagai dan penyederhanaan data. Tahap ini
pewawancara atau pengamat yang dapat dikatakan sebagai suatu
empatis untuk mengumpulkan data bentuk analisis yang menajamkan,
yang unik tentang permasalahan yang menggolongkan, mengarahkan,
ditelitinya (Suyanto, 2006: 228). membuang yang tidak perlu serta
Pemilihan informan dilakukan mengorganisasi data sedemikian
dengan menggunakan teknik rupa sehingga dapat ditarik
purposive sampling dimana informan kesimpulan dan dapat
yang dipilih adalah: diidentifikasi.
1. Manager Pengelola BLU BRT b. Tahap penyajian data
Kota Semarang. Tahap penyajian data ini dilakukan
2. HRD BLU BRT Kota Semarang. dengan penyampaian hasil dari
Lokasi penelitian ini dilakukan di penelitian yang kemudian
kantor pusat BRT Kota Semarang memungkinkan adanya suatu
yang berada di terminal Mangkang, kesimpulan.
serta di berbagai halte-halte yang telah c. Tahap penarikan kesimpulan
di sediakan. Pemilihan lokasi dalam Dalam tahap ini disajikan jawaban-
penelitian kualitatif sangat penting dan jawaban atas semua pertanyaan
dilakukan dengan sistem purposive yang diajukan dalam penelitian.
yakni pemilihan lokasi yang Jawaban tersebut merupakan hasil
didasarkan atas tujuan tertentu. Alasan verifikasi data yang diperoleh.
penulis memilih lokasi tersebut adalah
Hasil dan Pembahasan pusat perbelanjaan, tempat rekreasi,
maupun kantor, sehingga memudahkan
1. Implementasi Kebijakan Bus Rapid masyarakat dalam melakukan aktivitas
Transit (BRT) mereka.
Dari segi isi kebijakan Untuk jam-jam tertentu seperti
persiapan yang hanya satu tahun pagi hari dimana sebagian masyarakat
menyebabkan kebijakan ini terkesan mulai menjalankan aktivitasnya dan sore
dipaksakan sehingga menimbulkan hari saat masyarakat pulang dari
banyak permasalahan dalam aktivitasnya beberapa ruas jalan tetap
operasionalnya. Keterbatasan waktu mengalami kemacetan seperti di pasar
tersebut turut mempengaruhi Jatingaleh, dan Bus Rapid Transit (BRT)
keberhasilan pelaksanaan masing- Trans Semarang juga harus mengalami
masing tahapan dari keseluruhan hal yang sama karena tidak memiliki
kebijakan. masyarakat terlihat belum jalur sendiri.
merasakan kenyamanan dengan Dalam hal ketepatan sasaran, Bus Rapid
keberadaan Bus Rapid Transit (BRT) Transit (BRT) Trans Semarang sejauh ini
karena belum terbiasa dengan sistem tepat sasaran, dilihat dari jumlah
tranportasi yang baru. penumpang yang semakin bertambah

Manfaat dari kebijakan ini juga 2. Kendala-kendala yang dihadapi


belum sepenuhnya dirasakan oleh a. Komunikasi
masyarakat karena Bus Rapid Transit Mekanisme pengelolaan BRT
(BRT) tidak memiliki jalur sendiri untuk tahap pertama, dikelola
sehingga istilah bus tidak dapat melaju pemerintah Daerah melalui
dengan kecepatan tinggi karena harus UPT Dinas Perhubungan
berbagi dengan pengguna kendaraan dengan operator adalah pihak
lain. Hal ini berarti istilah Bus Rapid swasta (konsorium). Tahap
Transit memakai sebagian nama dari kedua, dikelola Badan Layanan
rapid transit yang mendeskripsikan Umum dengan operator BRT
transportasi rel berkapasitas tinggi atau adalah pihak swasta
kita bisa menyebutnya right-of-way. (konsorium). Fungsi badan
Kereta rapid transit memakai pengelola (UPT/BLU) adalah
terowongan bawah tanah, dan tipikal menyusun anggaran operasional
kereta berbadan panjang dalam jalur BRT untuk diajukan dalam
pendek dalam beberapa menit belum APBD kota/APBD
bisa dirasakan di Kota Semarang. provinsi/APBN.
Badan Layanan Umum
Masyarakat tentunya sangat (BLU) Bus Rapid Transit (BRT)
merasakan bahwa keberadaan Bus Trans Semarang merupakan
Rapid Transit (BRT) memberikan badan yang berada di bawah
kenyamanan tersendiri, karena BRT Dinas Perhubungan Kota
dilengkapi dengan AC, tempat duduk Semarang untuk kemudian
bahkan tempat berdiri yang nyaman, pengoperasian Trans Semarang
kondisi bus yang bersih, dan relative dilimpahkan kepada PT Trans
sebagai perusahaan pemenang
baru, beberapa shelter berada di lokasi
tender untuk mengelola Bus
yang cukup strategis seperti pasar,
Trans Semarang. Hal ini berarti
untuk pembuat kebijakan adalah pemerintah menyediakan dana
pihak Dinas Perhubungan Kota sebesar 40 juta untuk pelatihan
Semarang yang kemudian dalam sumber daya manusia.
pelaksanaannya dikomunikasikan Keikutsertaan pihak swasta
melalui BLU BRT Trans dalam pengelolaan Bus Rapid
Semarang baik kepada pegawai Transit (BRT) lebih dikarenakan
maupun kepada masyarakat. adanya profesionalisme kerja,
Sosialisasi merupakan dengan harapan jika Bus Rapid
salah satu bentuk promosi yang Transit (BRT) ditangani oleh
dilakukan oleh pemerintah pihak yang lebih berkompeten di
karena bertujuan untuk bidangnya maka kemungkinan
memperkenalkan kebijakan juga untuk merugi sangatla kecil.
menarik masyarakat untuk Sumber daya non
berpartisipasi dalam manusia dalam kebijakan
mensukseeskan kebijakan pemerintah tentang Bus Rapid
tersebut. Agar loyalitas Transit (BRT) meliputi armada,
penumpang meningkat maka awak bus, shelter. Kebijakan
perlu adanya penyebarluaskan pemerintah dapat dikatakan
informasi sehubungan dengan berhasil jika terus mengalami
apa yang ditawarkan seperti peningkatan baik secara materiil
dengan iklan, publisitas, dalam hal ini adalah peningkatan
sosialisasi dengan tatap muka, jumlah armada seiring dengan
dan promosi. meningkatnya jumlah
Sosialisasi dilakukan penumpang, jumlah shelter
dengan mengundang perwakilan seiring dengan penampahan jarak
organda dan sopir angkutan tempuh, dan penambahan awak
karena dengan adanya Trans seiring dengan penambahan
Semarang secara tidak langsung armada.
berpengaruh terhadap jumlah c. Sikap (Disposisi)
penumpang pada angkutan yang Sikap adalah evaluasi
sudah ada sebelumnya sehingga konsep secara menyelutuh yang
untuk menghidari kontra di dilakukan oleh seseorang. Sikap
masyarakat maka perlu adanya konsumen yang dalam hal ini
sosialisasi yang melibatkan adalah sikap penumpang
pihak-pihak yang terkait. terhadap merek dapat diartikan
b. Sumber Daya sebagai penyampaian apa yang
Sumber daya manusia diharapkan penumpang sebagai
pelaksana kebijakan boleh pembeli agar dapat memuaskan
dikatakan cukup berpendidikan, kebutuhan-kebutuhan
untuk sumber daya manusia yang penumpang sebagai pembeli.
berada pada posisi staf Karena sikap konsumen terhadap
diharuskan sarjana dan untuk merek dapat timbul setelah
sumber daya manusia yang mengenal merek atau langsung
berada di lapangan minimal mendengar pesan dari produsen
berpendidikan SLTA. Akan dalam hal ini Dinas pehubungan.
tetapi untuk meningkatkan Sikap penumpang sangat
pengetahuan perlu adanya berpengaruh terhadap terhadap
pendidikan dan latihan sehingga upaya peningkatan jumlah
penumpang. Apabili penumpang Jadwal Pemberangkatan Bus
memberikan respon yang kurang Rapid Transit (BRT) dari
memuaskan maka upaya untuk Terminal Mangkang dimulai
meningkatkan jumlah pukul 05.35 WIB sampai dengan
penumpang tidka bisa maksimal. pukul 17.35 WIB. Sistem
Hal ini diantaranya disebabkan pemberangkatan diatur menurut
oleh fasilitas sarana dan jadwal dengan armada yang
prasarana yang meliputi jumlah beroperasil sebanyak 16 SO dan
dan kondisi armada, tersedianya 4 SGO
shelter yang mudah dijangkau, Koridor II:
serta keamanan dan kenyamanan Jadwal pemberangkatan Bus
yang disediakan. Rapid Transit (BRT) dari
Sikap yang ditunjukkan Terminal Terboyo dimulai pukul
oleh masyarakat terhadap 05.35 WIB sampai pukul 17.35
kebijakan BRT Trans Semarang WIB. Sistem pemberangkatan
dapat dlihat dari data penumpang diatur sesuai dengan jadwal,
yang mana ada fruktuasi jumlah adapun armada yangberoperasi
penumpang. Berdasarkan data sebanyak 20 SO dan 2 SGO
tahun 2013 untuk koridor I Urutan bus yang melakukan
jurusan Terminal Mangkang- perjalanan sesuai jadwal hanya
Penggaron di Bulan januari berlaku pada pada perjalanan bus
jumlah penumpang mencapai pertama kali dari terminal,
160.451, Bulan Februari sedangkan urutan bus pada
mengalami penurunan sebesar perjalanan selanjutnya ditentukan
7,7% menjadi 148.072 orang, dengan urutan kedatangan di
dan mengalami peningkatan terminal
kembali di Bulan Maret dengan Keterangan:
jumlah penumpang mencapai Siap Operasi (SO) adalah mobil
172 474 orang, namun kembali bus/MPU yang beroperasi
mengalami penurunan di Bulan langsung untuk memproduksi
April dengan jumlah penumpang jasa angkutan.
sebanyak 169.501. Siap Guna Operasi (SGO)
Lain halnya dengan adalah sejumlah mobil
jumlah penumpang tahun 2013 bus/MPU yang secara teknis
untuk koridor II jurusan Terminal telah diperiksa dan dinyatakan
Terboyo-Ungaran yang terus laik jalan oleh petugas teknis
mengalami peningkatan yaitu di
tetapi kelengkapan
Bulan Januari jumlah penumpang
administrative belum sempurna.
sebanyak 74.126 orang, di Bulan
2) Penggajian awak
Februari mencapai 76.806 orang,
Penggajian awak bus
di Bulan Maret 96.846 orang,
diberlakukan sistem gaji yang
dan di Bulan April mencapai
besarnya ditetapkan oleh
103.393
pemerintah ditambah dengan
d. Sturtur Birokrasi (Standar
tunjangan kesehatan dan
Operasional Prosedur) yang
tunjangan operasional.
meliputi:
3) Jumlah penumpang yang
1) Pemberangkatan
diangkut
Koridor I :
Adapun kapasitas Koridor II : 23,2 x 42 =
penumpang yang diangkut untuk 974,4
koridor I sebanyak 83 7) Waktu sirkulasi
penumpang sedangkan untuk Waktu sirkulasi adalah waktu
koridor II sebanyak 42 rata-rata yang dibutuhkan untuk
penumpang kembali ke tempat asal. Waktu
4) Pentarifan ini merupakan penjumlahan dari
Tarif adalah besarnya biaya waktu perjalanan pulang pergi
yang dikenakan kepada setiap ditambah dengan waktu istirahat
penumpang kendaraan angkutan di terminal.
penumpang umum yang Waktu tempuh rata-rata per
dinyatakan dalam rupiah. trip
Adapun tariff yang dikenakan
Dari hasil analisa dapat
kepada penumpang adalah sama
disimpulkan bahwa waktu
untuk semua shelter yaitu Rp.
tempuh dan kecepatan tempuh
3500,- untuk umum dan karcis
rata – rata per segmen dan per
merah Rp. 2000,- untuk pelajar
trip adalah sebagai berikut :
hal ini berlaku baik untuk koridor
Untuk koridor I trayek terminal
I maupun koridor II.
Mangkang-Penggaron 30 km/trip
5) Frekuensi Pelayanan
atau 60 km PP dan 128 trip –
Frekuensi pelayanan dapat
bus/ hari
dihitung dari besarnya
Untuk koridor II trayek Terminal
permintaan untuk pelayanan
Terboyo-Ungaran adalah 30
(pnp/jam) disbanding jumlah
km/trip atau 60 km PP dan 160
penumpang maksimum per
trip – bus/ hari
kendaraan.. berdasarkan hasil
8) Load factor
analisa data pada lampiran
Load factor (Lf), yaitu rasio
diketahui bahwa besarnya
perbandingan antara jumlah
permintaan untuk pelayanan 451
penumpang yang diangkut dalam
penumpang/ jam dan jumlah
kendaraan terhadap jumlah
penumpang per hari 5419 dengan
kapasitas tempat duduk
kapasitas kendaraan 83 seat
penumpang di dalam kendaraan
untuk koridor I maka frekuensi
pada periode tertentu.
pelayanan 5,4
Load facor rata-rata harian
Untuk koridor II besarnya
untuk koridor I trayek Terminal
permintaan pelayanan 975
Mangkang-Penggaron adalah
penumpang/ jam dan rata-rata
51,0125 %
penumpang per hari 2930
Load factor rata-rata harian
penumpang per hari dengan
untuk koridor II trayek Terminal
kapasitas 42 penumpang maka
Terboyo-Ungaran adalah
frekuensi pelayanan sebesar 23,2
45,115%
6) Kapasitas pelayanan
9) Selang waktu/headway
Kapasitas pelayanan dihitung
Headway yaitu waktu antara
dengan mengalikan frekuensi
keberangkatan satu kendaraan
pelayanan dan kapasitas
angkutan kota dengan kendaraan
kendaraan.
angkutan kota dibelakangnya
Untuk koridor I : 5,4 x 83 =
pada suatu titik tertentu, atau
448,2
selisih waktu kedatangan antara 12) Biaya Operasional
satu kendaraan dengan kendaraan Kendaraan (BOK)
berikutnya, biasanya pada bus Rumus yang digunakan
stop satuan dalam (menit). untuk menghitung besarnya
Berdasarkan data yang Biaya Operasional Kendaraan
diperoleh diketahui bahwa selang menggunakan acuan dari
waktu kendaraan atau headway Keputusan Dirjen Perhubungan
rata adalah ± 8 menit baik untuk Darat No.
koridor I jurusan Mangkang- SK.687/AJ.206/DRJD/2002
Penggaron maupun koridor II Tentang Pedoman Teknis
trayek Ungaran-Terboyo Penyelenggaraan Angkutan
10) Utilitas Umum Di Wilayah Perkotaan
Utilisasi angkutan umum Dalam Trayek Tetap dan Teratur.
ditunjukkan dengan jarak tempuh Berdasarkan data yang diperoleh
angkutan setiap harinya di dalam diketahui bahwa:
melayani trayek yang Besarnya Biaya Operasional
diselenggarakan. Dari hasil Kendaraan yang digunakan tanpa
analisa, didapat jarak tempuh memperhitungkan gaji tanpa
rata-rata setiap bus setiap hari memperhitungkan gaji dan biaya
adalah sebagai berikut BBM karena mendapatkan
subsidi dari pemerintah. Adapun
Koridor I: rata-rata BOK per bulan adalah
- Rata-rata jumlah bus yang Koridor I adalah 536.501.100,
beroperasi setiap hari : 16 Koridor II sebesar 793.244.292
bus/hari
- Rata-rata jumlah perjalanan
30 trip/hari Kesimpulan dan Saran
- Rata-rata jarak tempuh 30
km/trip Dari hasil analisa, pengamatan
Koridor II dan Pembahasan dari bab-bab
- Rata-rata jumlah bus yang sebelumnya terhadap BRT Trans
beroperasi setiap hari : 20 Semarang baik koridor I trayek
bus/hari Terminal Mangkang–Penggaron dan
- Rata-rata jumlah perjalanan 8 koridor II Terminal Terboyo – Ungaran
trip/hari dapat disimpulkan sebagai berikut :
- Rata-rata jarak tempuh 30 1. Implementasi kebijakan
km/trip a. Bus Rapid Transit (BRT)
11) Tingkat ketersediaan/ cenderung dipaksakan
Availability dengan waktu persiapan
Tingkat ketersediaan yang relative singkat
(Availability) adalah sehingga dapat dikatakan
perbandingan antara jumlah bus wajar jika muncul
yang beroperasi dengan total kekurangan dalam
jumlah bus yang diijinkan. implementasinya.
Koridor I : 16 SGO 4 SO b. Masyarakat dapat
total 20 bus merasakan keberadaan Bus
Koridor II : 20 SGO 2 SO Rapid Transit (BRT) yang
total 22 bus
nyaman, murah, aman dan
efisien, meskipun belum ditetapkan untuk daerah
sepenuhnya dapat mengurai padat atau mix traffic
kemacetan yang ada standarnya adalah 10 –
c. Harga yang relative murah 12 km/jam
dan kondisi kendaraan yang 2) Jumlah penumpang
nyaman menjadi alasan belum memenuhi syarat
yang kuat bagi masyarakat karena koridor I rata-
untuk berpindah dari rata jumlah penumpang
kendaraan pribadi ke per hari sebanyak 5419
transportasi massal. dengan standar 1000 -
2. Dalam pembangunan BRT 1200 dan untuk koridor
Trans Semarang kendala yang II sebanyak 2930
dialami anatar lain: penumpang per hari
a. Keterbatasan lahan dengan standar 500 –
penempatan shelter BRT 600 penumpang per
pada ruang milik jalan hari.
b. Adanya pemahaman shelter 3. Indikator yang memenuhi
sebagai utulitas jalan oleh Standart dari Departemen Perhubungan
Bina marga sehingga adalah:
penempatan shelter harus a. Selang waktu/headway yaitu ±
memerlukan ijin 8 menit baik koridor I maupun
c. Belum dapat terpenuhinya II dengan standart rata-rata 5-10
mekanisme kontrak jamak, menit dan amksimum 10-20
maka lelang/tender menit
penyedia jasa layanan tiap b. Waktu tempuh bus ± 90 menit
tahun sehingga baik koridor I maupun II
kesinambungan pelayanan dengan standar rata-rata 60-90
terkendala pada awal tahun menit dan maksimum 120 menit
d. Keterbatasan kemampuan c. Jumlah unit untuk koridor I 20
anggaran daerah untuk unit dengan rincian 16 SO dan 4
investasi armada SGO, untuk koridor II sebanyak
e. Berdasarkan Standart dari 22 unit dengan rincian 20 SO
Departemen Perhubungan dan 2 SGO dengan standar 20
Kinerja Angkutan Umum unit.
BRT Trans Semarang Dari hasil Analisa, Pembahasan
mempunyai kinerja cukup dan melihat kondisi pelayanan
baik karena sebagian besar angkutan umum BRT Trans Semarang
telah memenuhi standart, saat ini, maka dengan ini dikemukakan
namun ada beberapa hal beberapa saran baik kepada operator
yang harus lebih maupun kepada Pemerintah Kota
ditingkatkan yaitu : Semarang sebagai berikut :
1) Kecepatan tempuh bus 1. Perlu adanya penambahan
belum memenuhi syarat armada mengingat besarnya
(masih terlalu cepat jumlah penumpang per hari
melebihi 8 km/jam sehingga memenuhi standar
karena standar yang
yang ditetapkan oleh Dirjen keberadaan shelter sehingga
Perhubungan Darat diharapkan shelter berada di
2. Perlu direview mengenai lokasi yang strategis
kinerja awak bus terutama 4. Apabila perlu luass shleter
sopir mengingat kecepatan di tambah untuk menambah
kendaraan melebihi Standar daya tampung penumpang
Dirjen Perhubungan Darat. yang menunggu Bus Trans
Hal ini tentunya Semarang
membahayakan penumpang 5. Fasilitas shelter di
dan awak bus itu sendiri. perhatikan seperti
3. Perlu peningkatan keberadaan tempat duduk
koordinasi dengan pihak- atau media baca sehingga
pihak yang terkait mengenai penumpang merasa nyaman

Daftar Pustaka Winarno, Budi. 2002. Teori dan Proses

Kebijakan Publik. Yogyakarta : Media


Kota Semarang Dalam Angka , Badan
Pressindo
Pusat Statistik Kota Semarang 2011

Nugroho, Riant. 2004. Kebijakan


Nawawi, Hadari. 1995. Metedologi
Publik Formulasi, Implementasi, dan
Penelitian Bidang Sosial. UGM Press.
Evaluasi. Jakarta : PT.Elex Media
Ypgyakarta
KOmputindo

Ndraha, Taliziduhu. 1997. Metedologi


Suyanto, Bagong. 2011. Metode
Ilmu Pemerintahan, Jakarta : Rineka
Penelitian : Berbagai Alternatif
Cipta
Pendekatan. Jakarta : Prenada Media

Group
Karya.

Meleong, Lexy J. 2002. Metode

Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja

Rosda

Salim, Abbas. 1998. Manajement

Transportasi. Jakarta : Raja Grafindo

www.semarang.go.id

You might also like