Professional Documents
Culture Documents
ID Implementasi Kebijakan Bus Rapid Transit - 2
ID Implementasi Kebijakan Bus Rapid Transit - 2
Universitas Diponegoro
Jl. Profesor Haji Sudarto, Sarjana Hukum Tembalang Semarang Kotak Pos 1269
Abstract
Semarang city including the city experienced a fairly complicated transport
problems, particularly road transport. Congestion in major cities, roads damaged, the
terminal does not support, a growing number of vehicles, is not in line with the increase
in capacity and access opening. As part of the effort to solve the congestion problem, the
central government through the Ministry of Transportation propose the implementation of
Bus Rapid Transit (BRT). The purpose of this study is to describe how the
implementation of the BRT program in the city of Semarang and if it is in accordance
with the applicable rules and to find out what are the constraints related to or are being
faced in the implementation of BRT in the city of Semarang. This study used a qualitative
approach with managers and HR Public Service Agency (BLU) Trans Semarang as the
interviewer.
The results in the development of BRT Trans Semarang constraints experienced
by other anatar limited land BRT shelter placement on the right of way, the understanding
of the shelter as utulitas by Highways that shelter placement should require permits, can
not fulfill the contract mechanism plural, then the auction / tender providers services each
year so that continuity of care is constrained at the beginning of the year, the limited
ability of local budgets for fleet investment, travel speed bus yet eligible (still too soon
exceed 8 km / h because of the standards set for congested areas or standard traffic mix is
10-12 km / h, the number of passengers has not been eligible for the hall I the average
number of passengers per day by 5419 as much as standard from 1000 to 1200 and for
corridor II of 2930 passengers per day with a standard 500-600 passengers per day.
Suggestions presented in this study is the need for fleet expansion given the large
number of passengers per day to meet the standards set by the Director General of
Communication and Information, need to be reviewed on the performance of the crew
bus driver, especially considering the speed of the vehicle exceeds the Directorate
General of Land Transportation Standards. This is certainly endanger passengers and
crew of the bus itself, need to increase coordination with relevant parties about the
existence of shelters that shelter is expected to be in a strategic location, if necessary, plus
amusing shleter to increase the capacity of passengers waiting for Bus Trans Semarang,
facilities note the presence in the shelter as a place to sit or read media so that passengers
feel comfortable.
Latar belakang pada beberapa ruas jalan utama dan
tingginya tingkat polusi udara.
Jumlah penduduk yang ada di Sebagai bagian dari upaya
Kota Semarang maupun para memecahkan permasalahan kemacetan,
pendatang dari luar kota ke Semarang Pemerintah Pusat melalui Departemen
yang semakin tahun semakin Perhubungan mengajukan
bertambah, oleh karena itu kebutuhan penyelenggaraan Bus Rapid Transit
sarana transportasi khususnya bus kota (BRT) atau lebih dikenal dengan
di dalam melayani penumpang busway yang saat ini mulai diterapkan
armadanya masih terbatas, bila di berbagai kota di Indonesia. Konsep
dibandingkan dengan jumlah penduduk BRT merupakan sistem angkutan
yang juga masih terbatas dalam massal yang terintegrasi di setiap
memiliki sarana transportasi. Sejumlah koridor, yang bertujuan untuk
aktivitas perkotaan yang ada di Kota memenuhi kebutuhan masyarakat akan
Semarang menjadikan tingginya transportasi dalam kota. Namun
peningkatan dari zona internal maupun sayangnya kebijakan penerapan BRT
eksternal Kota Semarang. Peningkatan tersebut ternyata belum dapat
pergerakan ini tentunya membutuhkan terselenggara dengan baik di berbagai
dukungan sistem angkutan umum yang kota.
handal, cepat, dan efisien. Namun
hingga pada saat ini pelayanan Keberadaan BRT Semarang ini
angkutan umum yang ada di Kota tidak di dukung dengan shelter yang
Semarang masih belum menunjukkan memadai. Shelter-shelter yang
adanya pelayanan yang baik sesuai merupakan bantuan Pemprov Jawa
permintaan pergerakan. Tengah ini sangat kecil dan sempit.
Kalau ada 15 calon penumpang saja di
Kota Semarang termasuk kota shelter tersebut, dipastikan akan saling
yang mengalami masalah transportasi berdesak-desakan, lokasi shelter juga
yang cukup pelik, terutama transportasi sangat tidak strategis. Shelter tidak
darat. Kemacetan di kota besar, jalan berada di titik-titik keramaian, atau
yang rusak,terminal yang tidak tempat dimana angkota atau bus-bus
mendukung dan permasalahan lainnya kota lainnya yang diharapkan kelak
masih menjadi berita yang didengar bertindak sebagai feeder bisa
hampir setiap hari. Berbagai menaikkan dan menurunkan
permasalahan seperti pertumbuhan penumpang
jumlah kendaraan yang jauh
meninggalkan pertumbuhan jalan serta Landasan Teori dan Rumusan
pertumbuhan pusat kegiatan yang tidak Masalah
seiring dengan peningkatan kapasitas
Budi Winarno dalam bukunya
dan pembukaan akses. Selain itu juga
“Kebijakan dan Proses Kebijakan
penggunaan kendaraan pribadi yang
Publik”, ia mempergunakan istilah
jauh lebih besar daripada kendaraan
kebijakan.Kebijakan digunakan untuk
umum, pelayanan angkutan umum dari
menunjuk perilaku seorang
sisi kenyamanan yang relatif kurang,
aktor(misalnya seorang pejabat, suatu
dan sebagainya mengakibatkan
kelompok, maupun suatu lembaga
kemacetan arus lalu lintas meningkat
pemerintahan atau sejumlah aktor) d. Menunjuk dan membagi benda
dalam suatu bidang kegiatan tertentu. material dan non material (negara
(Winarno 2002:14). sebagai distributor).Dari pemikiran
diatas, jelas bahwa tujuan sentral
Menurut Charles O.Jones, istilah kebijakan publik adalah
kebijakan digunakan dalam praktik kepentingan publik.
sehari-hari namun digunakan untuk Dalam bentuknya yang positif,
menggantikan kegiatan atau keputusan kebijakan publik didasarkan pada
yang sangat berbeda. (Winarno 2002: undang-undang dan bersifat otoritatif.
16). Sifat kebijakan bisa diperinci lima
kategori yakni (Winarno 2002):
Robert Eyestone mendefinisikan
tuntutan-tuntutan kebijakan (policy
kebijakan publik sebagai hubungan
demands), keputusan-keputusan
suatu pemerintahan dengan
kebijakan (policy decisions),
lingkungannya, sedangkan Thomas
pernyataan-pernyataan kebijakan
Dye mengatakan bahwa kebijakan
(policystatements), hasil-hasil
publik adalah apapun yang dipilih
kebijakan (outputs), dan dampak-
pemerintah untuk dilakukan dan tidak
dampak kebijakan (outcomes).
dilakukan (Winarno 2002: 15). Amir
Santoso menyimpulkan bahwa Dalam pembuatan kebijakan
kebijakan publik dipandang sebagai terdapat tahap-tahap yang harus
keputusan-keputusan pemerintah yang dilewati agar suatu kebijakan dapat
mempunyai tujuan dan maksud tertentu disusun dan dilaksanakan dengan baik.
dan kebijakan publik adalah Kebijakan yang dimunculkan sebagai
implementasi dan evaluasi kebijakan. sebuah keputusan terlebih dahulu
(Winarno 2002: 17). melewati beberapa tahap penting.
Tahap-tahap penting tersebut sangat
Pressman dan Widavsky
diperlukan sebagai upaya melahirkan
mendefinisikan kebijakan publik
kebijakan yang baik dan dapat diterima
sebagai hipotesis yang mengandung
sebagai sebuah keputusan. Tahap-tahap
kondisi-kondisi awal dan akibat-akibat
dalam kebijakan tersebut yaitu:
yang bias diramalkan. Kebijakan
publik itu harus dibedakan dengan Penyusunan agenda. Sebelum
bentuk-bentuk kebijakan yang lain kebijakan ditetapkan dan dilaksanakan,
misalnya kebijakan swasta pembuat kebijakan perlu menyusun
agenda dengan memasukkan dan
Tujuan-tujuan penting kebijakan
memilih masalah-masalah mana saja
pemerintah pada umumnya adalah:
yang akan dijadikan prioritas untuk
(Winarno 2002)
dibahas. Masalah-masalah yang terkait
a. Memelihara ketertiban umum dengan kebijakan akan dikumpulkan
(negara sebagi stabilisator) sebanyak mungkin untuk diseleksi.
b. Memajukan perkembangan dari
Pada tahap ini beberapa masalah
masyarakat dalam berbagai hal
dimasukkan dala agenda untuk dipilih.
(negara sebagai stimulator)
Terdapat masalah yang ditetapkan
c. Memperpadukan berbagai aktivitas
sebagai fokus pembahasan, masalah
(negara sebagi koordinator)
yang mungkin ditunda pembahasannya,
atau mungkin tidak disentuh sama disebabkan berbagai faktor yang sering
sekali. Masing-masing masalah yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan.
dimasukkan atau tidak dimasukkan
dalam agenda memiliki argumentasi Evaluasi kebijakan. Pada tahap
masing-masing. Pihak-pihak yang ini, kebijakan yang telah dilaksanakan
terlibat dalam tahap penyusunan akan dievaluasi, untuk dilihat sejau
agenda harus secara jeli melihat mana kebijakan yang dibuat telah
masalah-masalah mana saja yang mampu memecahkan masalah atau
memiliki tingkat relevansi tinggi tidak, pada tahap ini, ditentukan
dengan masalah kebijakan. Sehingga kriteria-kriteria yang menjadi dasar
pemilihan dapat menemukan masalah untuk menilai apakah kebijakan telah
kebijakan yang tepat. meraih hasil yang diinginkan.
Group
Karya.
Rosda
www.semarang.go.id