You are on page 1of 10

Jurnal Kapita Selekta Geografi

ISSN Print: 2622-4925


ISSN Online: 2622-4933
Volume 2 Nomor 4: mei 2019 (Halaman:11 - 20)
http://ksgeo.ppj.unp.ac.id/index.php/ksgeo

STUDI KOMPARATIF : SISTEM TANAM PAKSA SUMATERA BARAT DENGAN JAWA


ABAD 19
Albani Suryani1, Mestika Zed2, Etmi Hardi3.
Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Padang
Email: Albani.suryani14046057@gmail.com
Abstract
This article is a comparative study of the Javanese Forced Planting System with
19th century West Sumatra. The purpose of this study is to describe the comparison of
the Cultivation System in Java with West Sumatra.
This study uses library research methods. The library method is a technique or process
and guidelines for processing text data, especially secondary data in the form of writings
in books, and scientific journals. The author conducted a literature review and analysis
of existing sources, as well as studying reference books in the library relating to writing
in order to get the picture used as the writing material.
The results of the study showed that the Cultivation System in Java was
successful while the Cultivation System in West Sumatra experienced few failures. The
Cultivation System in Java was successful because traditionally, community service was
part of the institutions that supported the state, and the government issued large sums
of money to obtain the export-intensive crops to farmers to be willing to provide energy
and supported by enforcer of power. The Cultivation System in West Sumatra was not
the first successful because coffee had been worked on by the people irregularly in the
forest near the second village of the community's own garden was recommended by the
heads without pay, all three large and regular gardens were worked and cared for by
people under the control of people The Netherlands and is far from the settlement.

Keywords: Comparative Study, Forced Crop System, Java, West Sumatra.

A. PENDAHULUAN
Sistem Tanam Paksa adalah era paling eksploitatif dalam praktek ekonomi
Hindia Belanda.Sistem Tanam Paksa ini jauh lebih keras dan kejam dibanding sistem
monopoli VOC karena ada sasaran pemasukan penerimaan negara yang sangat
dibutuhkan pemerintah.1
Sistem Tanam Paksa merupakan proses mobilisasi sumber perekonomian
melalui alat birokrasi pemerintah. Sumber perekonomian itu diantaranya berupa
tenaga kerja dan tanah.2Praktek peraturan dikatakan tidak berarti, sebab seluruh

1
Zulkarnain. 2011. “Kesengsaraan Masyarakat Jawa/Cultuurstelsel(Kajian Sosial Ekonomi )”, Jurnal Istoria,
Vol. II. No 1 , hal. 30
2
Hendra. Kurniawa.2014. “ Dampak Sistem Tanam Paksa Terhadap Dinamika Perekonomian Petani Jawa 1830-
1870 “, Jurnal ilmu-ilmu Sosial Vol. 11. No 2 hal 164

11
Jurnal Kapita Selekta Geografi
ISSN Print: 2622-4925
ISSN Online: 2622-4933
Volume 2 Nomor 4: mei 2019 (Halaman:11 - 20)
http://ksgeo.ppj.unp.ac.id/index.php/ksgeo

wilayah pertanian wajib ditanam tanaman yang laku di pasar dunia serta hasilnya
diserahkan kepada pemerintah Belanda.
Sistem Tanam Paksa merupakan suatu sistem yang diberlakukan oleh Gubernur
Johannes Van Den Bosch. Gubernur van den Bosch menyuruh desa memisahkan
sebagian tanahnya untuk kepentingan Belanda untuk ditanami tanaman wajib paksa.3
Sistem Tanam Paksa tidak hanya diberlakukan di Pulau Jawa akan tetapi di Sumatera
Barat juga diterapkan Sistem Tanam Paksa oleh Van Den Bosch.Sistem Tanam Paksa ini
diterapkan di Minangkabau, dan menunjukkan bagaimana paksaan itu melahirkan
stagnasi dalam ekonomi masyarakat Sumatera Barat yang sebelumnya sangat giat dan
aktif, suatu keadaan yang ditambah lagi dengan kemacetan politik pada dasawarsa
terakhir dari abad ke 19.
Sesuai yang pernah dialami pemerintahan kolonial dalam mengelola sektor
pertanian di Pulau Jawa juga berdampak ke luar Pulau Jawa.Ketika terjadi perluasan
kekuasaankolonial selama abad ke 19.Belanda mencoba menyatukan kekuasaannya
yang bertebaran menjadi suatu perpaduan politik dan ekonomi yang nyata dibawah
atribut negara kolonial yang bernama Hindia Belanda. Sedangkan di Minangkabau
sendiri, sosok lain dari kebijaksanaan ekonomi yang dijalankan pemerintah kolonial
Belanda muncul dalam bentuk yang disebut Sistem Tanam Paksa Kopi.4
Berdasarkan paparan permasalahan diatas penulis tertarik untuk meneliti
perbandingan Sistem Tanam Paksa di Jawa dengan Sistem Tanam Paksa di Sumatera
Barat abad 19 perbandingan yang akan peneliti bandingkan ialah (1) Latar belakang
Sistem Tanam Paksa (2) Pelaksanaan Sistem Tanam Paksa (3) Dampak dari Sistem
Tanam Paksa. Memang banyak penelitian yang membahas tentang Sistem Tanam Paksa
di Jawa, namun hanya sedikit yang meneliti tentang Sistem Tanam Paksa yang ada di
Sumatera Barat, padahal dahulu Sistem Tanam Paksa ini juga ada di Sumatera
Barat.Banyak keunikan-keunikan yang perlu dikaji untuk penelitian ini, oleh karena itu
peneliti sangat tertarik untuk menelitinya. 5
Kajian relevan merupakan informasi dasar rujukan yang akan digunakan dalam
penelitian artikel yang berjudul” Studi Komparatif: Sistem Tanam Paksa Jawa dengan

3
Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, Yogyakarta : Gajah Mada Universitas Press, 2011. Halaman 182.
4
Mestika Zed, 1983. “Melayu Kopi Daun: Eksploitasi Kolonial di Sumatera Barat 1847-1908” Thesis
MA,Univ. Indonesia. Hal 81
5
Hermon, D dan Y. Dalim. 2005. Penggunaan Media Audio Visual untuk Meningkatkan Kreatifitas Belajar.
Jurnal Pembelajaran. 28 (3) 266-276

12
Jurnal Kapita Selekta Geografi
ISSN Print: 2622-4925
ISSN Online: 2622-4933
Volume 2 Nomor 4: mei 2019 (Halaman:11 - 20)
http://ksgeo.ppj.unp.ac.id/index.php/ksgeo

Sumatera Barat abad 19” Adapun penelitian dan tulisan-tulisan yang berkaitan dengan
judul, sebagai berikut: Pertama, tesis yang ditulis oleh Mestika Zed (1983) yang
berjudul “Melayu Kopi Daun: Eksploitasi Kolonial Dalam Sistim Tanam Paksa Kopi Di
Minangkabau, Sumatera Barat(1847-1908)”. Tesis ini membahas tentang Sistim Tanam
Paksa Kopi merupakan arus utama dari kehadiran kekuatan kolonial Belanda di
Minangkabau abad ke 19. Sistem Tanam Paksa itu diperintahkan oleh A.V Michiels,
Gubernur Sumatera Barat, pada tahun 1847 dimana beliau mewajibkan penduduk
untuk menanam sejumlah pohon kopi dan kemudian mengantarkan hasilnya ke
gudang-gudang kopi pemerintah yang telah disediakan di beberapa tempat tertentu.
Terkait dengan judul yang diangkat oleh penulis, tesis ini menjelaskan mengenai Sistim
Tanam Paksa Kopi yang berlaku di Sumatera Barat.Tesis ini sangat membantu penulis
sebagai bahan penelitian penulis.Tesis ini secara umum memberi tahu tentang sejarah
ekonomi Sumatera Barat pada abad ke 19 dan dalam hubungan-hubungan dengan
praktek Sistem Tanam Paksa kopi.Kedua,buku yang ditulis oleh Rovert van Niel (2003)
yang berjudul “Sistem Tanam Paksa di Jawa”.buku ini terdiri dari 10 bagian yang
menjelaskan tentang sistem tanam paksa di Jawa. Di buku ini dijelaskan Jawa
mempunyai pengalaman sejarah cukup panjang.Salah satu yang didahuluinya adalah
periode Sistem Tanam Paksa.Sistem ini diberlakukan secara resmi di Hindia (Timur)
Belanda sejak tahun 1830 dan berakhir pada 1870.Ketiga,buku yang ditulis oleh Jeffrey
Hadler (2008) yang berjudul “Sengketa Tiada Putus(Matriarkat, Reformasi Islam dan
Kolonialisme di Minangkabau”. :buku ini menceritakan tentang minangkabau secara
keseluruhan. Mulai dari perang paderi, menceritakan tentang bentuk-bentuk rumah,
Interior dan bentuk-bentuk keluarga, mendidik anak-anak , sengketa pribadi, gempa
bumi dan keluarga-keluarga dalam gerak. Keempat,buku yang ditulis oleh Jan Breman
(2014) yang berjudul “Keuntungan Kolonial dari Kerja Paksa( Sistem Priangan dari
Tanam Paksa Kopi di Jawa 1720-1870)” menceritakan tentang keuntungan-keuntungan
yang diperoleh oleh para colonial. Kelima,buku yang ditulis oleh Elizabeth E.Graves
(2007) yang berjudul “Asal-Usul Elite Minangkabau Modern(Respon terhadap Kolonial
Belanda XIX/XX”. Buku ini menceritakan tentang alam Minangkabau dan masyarakat
Negerinya tradisional, negeri dan dunia sekitarnya, format politik baru pemerintahan
sentralistik dan status quo .kesimpulan dari buku ini ialah menceritakan tentang
keadaan Sumatera Barat secara keseluruhan. Sumatera Barat merupakan daerah yang

13
Jurnal Kapita Selekta Geografi
ISSN Print: 2622-4925
ISSN Online: 2622-4933
Volume 2 Nomor 4: mei 2019 (Halaman:11 - 20)
http://ksgeo.ppj.unp.ac.id/index.php/ksgeo

terpadat penduduknya di Sumatera dan merupakan salah satu dari lima kawasan yang
paling padat penduduknya di Indonesia, menyusul setelah tiga Provinsi di Pulau Jawa
dan Sulawesi Selatan. Keenam jurnal yang ditulis oleh Zulkarnain (2011) yang berjudul
Dampak Penerapan Sistem Tanam Paksabagi Masyarakat.Di jurnal ini dijelaskan Sistem
Tanam Paksaditerapkan di Hindia Belanda memberi perubahan sosial masyarakat baik
secara besar maupun secara kecil.
B. METODOLOGI
Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode Kepustakaan. Metode
kepustakaan atau library research adalah teknik atau proses dan pedoman pengolahan
data teks, khususnya data sekunder berupa tulisan-tulisan dalam buku, dan jurnal
ilmiah.6Penulis melakukan kajian kepustakaan dan analisa sumber yang ada, serta
mempelajari buku-buku referensi di perpustakaan yang berkaitan dengan penulisan
guna mendapatkan gambaran peneliti yang dijadikan bahan pengamatan atau
penulisan.Dalam hal ini penulis mempelajari buku-buku membahas tentang Sistem
Tanam Paksa di Jawa dan Sistem Tanam Paksa di Sumatera Barat.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN


Sistem Tanam Paksa di Sumatera Barat dengan Jawa
Pada masa sebelum colonial, kehidupan perekonomian di nagari-nagari dataran tinggi
Minangkabaucenderung bersifat subsistensi, artinya mencukupi kebutuhan poko yang
ada disuatu nagari itu sendiri.Penduduknya menanam padi.Hanya sebagian kecil saja
yang bergerak dibidang pertenunan, pandai besi atau perdagangan.7
Penerapan Sistem Tanam Paksa kopi diajukan Gubernur Michiels yang mewajibkan
setiap keluarga menanamsekurang-kurangnya 150 batang kopi.Diharapkan dari 150
batang kopi tersebut satu batang kopi bias menghasilkan 1,05 pikul setiap tahunnya.
Gubernur Michiels percaya bahwa dengan membangun infrastruktur utama seperti
jalan yang menghubungkan daerah pedalaman dengan pusat pengumpulan kopi akan
menjadi ramai datang mengantarkan hasil panennya.8

6
Mestika Zed, Handout (2) Metode Sejarah, (Padang: Jurusan Sejarah, FIS UNP, 2017), hlm. 2
7
Elizabeth E Graves.2007. “Asal Usul Elit Minangkabau (repon terhadap kolonial Belanda abad XXI dan XX
terjemahan Novi Andri dkk. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia hal 102
8
Mestika Zed, 1983. “Melayu Kopi Daun: Eksploitasi Kolonial di Sumatera Barat 1847-1908” Thesis
MA,Univ. Indonesia.hal 97

14
Jurnal Kapita Selekta Geografi
ISSN Print: 2622-4925
ISSN Online: 2622-4933
Volume 2 Nomor 4: mei 2019 (Halaman:11 - 20)
http://ksgeo.ppj.unp.ac.id/index.php/ksgeo

Mengenai pertumbuhan hasil kopi di akhir abad ke 19 telah diajukan antara lain oleh
Akira Oki (Qki, 1977). Dia juga menekankan pada perkembangan di pusat regional
sebagaimana yang telah dilukiskan Gcrieke. Tempat pertumbuhan spektakuler yang
paling banyak ditunjukanoleh schrieke di daerah yang sama sekali terpencil dari
daerah Pusat "Minangkabau”, seperti Kerinci, di Muaro Bungo di Selatan, Talu, Ophir,
Cubadak di Utara,'Bangkiang (Bangkinang) di 'Timur dan lain-lain. Daerah tersebut
mempunyai pengaruh yang sangat penting di seluruh Minangkabau, tetapi mereka
terletak di luar daerah jantung; (pusat) Minangkabau, dan di luar perkampungan
penduduk.9
Kemungkinan besar VOC telah membawa biji-bijian dari Moka beberapa puluh tahun
sesudah mereka sampai di Jawa.Rupa-rupanya orang segera gemar minum kopi, sebab
VOC telah memasukkannya dalam daftar barang dagangan.Akhir abad ke-17 kopi mulai
ditanam sendiri, terutama di daerah-daerah pinggiran Batavia, Pariangan dan
Cirebon.Selama zaman Cultuurstelsel, kopi praktis adalah satu-satunya yang paling
banyak memberi keuntungan dan paling lama dipertahankan.Karena pengalaman yang
baik di Jawa inilah, Van den Bosch ingin meluaskan sistem Cultuurstelsel-nya ke Pulau
Sumatra.10
Fase awal dari Sistem Tanam Paksa menemukan banyak kesulitan, bukan saja karena
masalah kurangnya prasarana akan tetapi juga kurangnya tenaga-tenaga terampil yang
sangat diperlukan terutama dalam urusan administrasi digudang kopi.11
Pengumuman Michiels hanya formalitas saja, kecuali jual paksa pada pemerintah
segala kebijaksanaan diambil sebelumnya telah bertentangan dengan jiwa plakat
panjang.Hasil Sistem Tanam Paksa di Sumatera Barat tidak mencapai tujuan.Jadi
sewaktu peraturan itu diberlakukan ada tiga macam kebun kopi.Pertama karena kopi
telah dikerjakan rakyat secara turun-temurun secara tidak teratur di hutan-hutan
dekat kampung atau sebagai pagar dipekarangan, kedua kebun-kebun oleh rakyat
sendiri dianjurkan oleh para kepalanya tanpa bayaran, ketiga kebun-kebun luas dan

9
Kenneth R. Young, “The Late-Nineteenth Century Commodity Boom in West Sumatera”terjemahan Mestika
Zed. Indonesia, No 22,(Apr.1980), pp. 64 69). Hal 1
10
Rusli. Amran. 1981. Sumatera Barat Plakat Panjang. Jakart: PT Sinar Harapan halaman 91
11
Mestika Zed, 1983. “Melayu Kopi Daun: Eksploitasi Kolonial di Sumatera Barat 1847-1908” Thesis
MA,Univ. Indonesia.hal 99

15
Jurnal Kapita Selekta Geografi
ISSN Print: 2622-4925
ISSN Online: 2622-4933
Volume 2 Nomor 4: mei 2019 (Halaman:11 - 20)
http://ksgeo.ppj.unp.ac.id/index.php/ksgeo

teratur, dikerjakan dan dirawat rakyat dibawah control orang-orang Belanda serta
letaknya jauh dari pemukiman.12
Hasil Tanam Paksa Kopi mulai terlihat setelah tiga atau empat tahun. Setelah itu,
beberapa tahun kedepannya produksi kopi memperlihatkan kecenderungan meningkat,
hingga akhirnya mencapai puncak produk sinya pada saat berumur 5 tahun sampai
dengan 20 tahun. Oleh karena itu selama tahun 1850an hingga 1860 kopi hasil Tanam
Paksa menjadi salah satu produksi unggulan Pantai Barat Sumatera.13
Sistem Tanam Paksa membuat rakyat menderita di Sumatera Barat.Meskipun
menderita karena system ini rakyat tetap dapat bertahan dalam kegiatan berdagang
ini, meskipun cenderung menderita tekanan dari kebijaksanaan pemerintah colonial,
tidaklah mengalami kepunahan.14
Pada tahun 1908, akhirnya budidaya paksa kopi dihapuskan di Sumatera Barat dan
digantikan dengan pajak biasa.Di Sumatera Barat rakyat tidak sudi hak-haknya
dirampas dan diinjak-injak secara sewenang-wenang.Rakyat menentang dan menyabot
usaha penjajah dengan perkopiannya dan untuk itu rakyat menanggung risiko berat.15

Sistem Tanam Paksa di Jawa dilatar belakangi oleh kekosongan kas Belanda. Kas
Belanda kosong terjadi akibat banyaknya peperangan.Di Jawa Sistem Tanam Paksa
diterapkan oleh Van den Bosch16, dimana rakyat disuruh menanam tanaman yang
mempunyai nilai jual di pasar internasional.Akibat dari penerapan Sistem Tanam Paksa
ini rakyat Jawa mengalami keterpurukan.Orang Jawa karena sudah terbiasa dengan
Sistem seperti ini mereka hanya menurut saja.Tidak dapat dipungkiri di daerah Jawa
sangat kental dengan hubungan antara raja dan rakyat.Istilah Gusti Kaula sangat
popular di Jawa.Tidak hanya di Pulau Jawa di Sumatera Barat juga diterapkan Sistem
Tanam Paksa.Berbeda dari Pulau Jawa di Sumatera Barat tanaman wajibnya ialah
kopi.17 Kopi di Padangsche bovenlanden harus duijual pada pemerintah franco
pakus(pakhuis, gudang) atau tempat-tempat penampungan yang disediakan, dengan

12
Rusli. Amran. 1981. Sumatera Barat Plakat Panjang. Jakarta: PT Sinar Harapan hal 91.
13
Eko Yulianto, dkk 2018. “Mengawal Semangat Kewirausahaan: Peranan Saudagar dalam Memajukan Roda
Ekonomi Sumatera Barat” Bank Indonesia. Jakarta hal 95
14
Mestika Zed, 1983. “Melayu Kopi Daun: Eksploitasi Kolonial di Sumatera Barat 1847-1908” Thesis
MA,Univ. Indonesia.hal 167
15
Rusli. Amran. 1981. Sumatera Barat Plakat Panjang. Jakarta: PT Sinar Harapan hal 111
16
Wulan SondarikaTahun Terbitnya tidak diketahui.” Dampak Tanam Paksa Bagi Masyarakat Indonesia dari
Tahun 1830-1870 hal 59
17
Rusli Amran. 1981. Sumatera Barat Plakat Panjang. Jakarta: PT Sinar Harapan hal 98

16
Jurnal Kapita Selekta Geografi
ISSN Print: 2622-4925
ISSN Online: 2622-4933
Volume 2 Nomor 4: mei 2019 (Halaman:11 - 20)
http://ksgeo.ppj.unp.ac.id/index.php/ksgeo

bayaran kontan. Kopi tersebut merupakan Tanam Wajib Paksa di Sumatera Barat.
Sedangkan di Jawa ketentuan setiap desa harus menyisihkan sebagian tanahnya sekitar
20% untuk ditanami komoditi pasar dunia seperti nila, tebu dan kopi.18
Dampak dari pelaksanaan Sistem Tanam Paksa Jawa dipengaruhi unsur tanah yang
dikaitkan dengan sistem ekonomi desa serta muncul tenaga buruh yang murah dan
lahir bentuk modal desa. Belanda memperoleh keuntungan yang banyak dari
pelaksanaan Sistem Tanam Paksa di Jawa.19 Selain munculnya tenaga buruh yang
murah dampak lain dari pelaksaan Sistem Tanam Paksa adalah waktu yang dibutuhkan
untuk menggarap budidaya tanaman ekspor seringkali menggangu kegiatan tanam
padi.20Lahan untuk tanam kopi dan padi biasanya bentrok sehingga menyebabkan
rakyat menderita.
Dampak dari pelaksanaan Sistem Tanam Paksa di Sumatera Barat terlihat ketika
Michiels mengingkari isi Plakat Panjang.Dampak dari budidaya Tanam Paksa Kopi
terlihat dalam produksi beras dimana tenaga kerja dulu yang mengerjakan sawah
sekarang berganti profesi mengerjakan kopi, rakyat yang dulunya berkecukupan dari
hasil penjualan beras sekarang kurang memenuhi kebutuhan hidupnya hal ini salah
satu penyebab dari dampak Tanam Paksa kopi. Selain dampak ini ada dampak lain dari
Tanam Paksa kopi yaitu Kopi sering kali diganti metode menanamnya hal tersebut
ulah dari mandor-mandor yang sering diganti ganti.
Para bejabat sangat ketat dalam aturan Tanam Paksa dan tidak boleh satu orangpun
yang boleh melanggar isi perjanjian Plakat Panjang namun sebenarnya pejabat
Belandalah yang melanggar isi dari Plakat Panjang tersebut.Setiap pengontrol tenaga
kerja mempunyai banyak mandor mandor21 akibat mempunyai banyak mandor sebagai
pembantu tentu saja mereka berupaya memeras rakyat Sumatera Barat untuk memberi
gaji mandor-mandornya tersebut.Gaji yang diberikan kepada mandor mereka tersebut
sebenarnya uang dari hasil perasan rakyat Sumatera Barat yang diakali dengan
memberikan berbagai macam denda jika terjadi pelanggaran.Tangan besi yang
dijalankan paling keras di daerah Bandar Sepuluh (Painan).

18
Mifta Hermawati. 2013. “Tanam Paksa Sebagai Tindakan Eksploitasi.” Jurnal Avatara, VoL. 1. No. 1, hal 65
19
Hendra Kurniawan. 2014. “Dampak Sistem Tanam Paksa terhadap Dinamika Perekonomian Petani Jawa
1830-1870”, Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial Vol. 11, No. 2 , hal 169
20
Wulan SondarikaTahun Terbitnya tidak diketahui. “ Dampak Culturstelsel Tanam Paksa Bagi Masyarakat
Indonesia dari tahun 1830-1870. Hal 64
21
Rusli Amran. 1981. Sumatera Barat Plakat Panjang. Jakarta: PT Sinar Harapan hal 105

17
Jurnal Kapita Selekta Geografi
ISSN Print: 2622-4925
ISSN Online: 2622-4933
Volume 2 Nomor 4: mei 2019 (Halaman:11 - 20)
http://ksgeo.ppj.unp.ac.id/index.php/ksgeo

Sistem Tanam Paksa di Jawa berakhir pada tahun 1870.22pada tahun 1870 partai
Liberal menang sehingga rakyat Hindia Belanda juga mengalami imbasnya dan
akhirnya kebijakan Sistem Tanam Paksa diganti dengan kebijakan Liberal. Sedangkan
Sistem Tanam Paksa di Sumatera Barat berakhir pada tahun 1908.23Dengan
dipaksakannya penduduk membayar pajak dengan uang, maka kini berkembang
ekonomi uang.24
Hidup ekonomi yang dulunya agak statis sekarang orang giat sehingga membentuk
kehidupan yang dinamis.Kehidupan dinamis tersebut terlihat dari ikatan keluarga yang
dulunya lebih erat, sekarang renggang.Hubungan adat pun begitu.Banyak keluarga
yang mmepunai keluarga berumah tangga dan anak-anaknya sudah sekolah tinggi-
tinggi sehingga anak-anak tesebut pandai dan tidak mau kampungnya dijajah
lagi.Akibat dari kesewenang-wenangan orang Belanda rakyat menentang segala macam
bentuk kebijakan dan sudah mulai banyak wilayah-wilayah yang melawan penjajah.
Harapan Belanda mengharapkan keuntungan di Sumatera Barat pupus sudah karena
harapan orang Belanda tidak sesuai dengan kenyataan yang ada, malahan di daerah
Sumatera Barat ini Belanda tidak mendapatkan keuntungan sama sekali seperti yang
diharapkan di Jawa. Di Jawa Belanda bisa mengisi kekosongan kasnya sedangkan di
Sumatera Barat Belanda tidak mendapatkan hal itu.

KESIMPULAN
Sistem Tanam Paksamerupakan sebuah kebijakan ekonomi pemerintahan
Belanda pada abad 19. Sistem Tanam Paksa yang sesungguhnya petani dibebaskan dari
segala pajak tanah dan sebagai gantinya diganti dengan menanam tanaman ekspor
milik pemerintah pada seperlima luas tanahnya atau, sebagai alternative petani
diharuskan bekerja selama 66 hari setiap tahun di perkebunan-perkebunan milik
pemerintah atau dalam proyek lain. Namun pada saat pelaksanaannya jauh berbeda
dari ketentuan tersebut. Perkebunan ini terdapat serangkaian hal-hal tambahan,
system-sistem yang ada hubungannya, dan pertumbuhan-pertumbuhan bebas, sehingga

22
Mifta Hermawati. 2013. “Tanam Paksa Sebagai Tindakan Eksploitasi.” Jurnal Avatara, VoL. 1. No. 1, hal 70
23
Rusli Amran. 1981. Sumatera Barat Plakat Panjang. Jakarta: PT Sinar Harapan hal 105
24
Op Cit halaman 111

18
Jurnal Kapita Selekta Geografi
ISSN Print: 2622-4925
ISSN Online: 2622-4933
Volume 2 Nomor 4: mei 2019 (Halaman:11 - 20)
http://ksgeo.ppj.unp.ac.id/index.php/ksgeo

gambaran Pulau Jawa dari tahun 1830-1870 merupakan gambaran sebuah keadaan
yang beraneka ragam dan lebih aktif dari keadaan yang dibicarakan orang.
Sistem Tanam Paksa di Jawa menjadikan kas Belanda terisi. Karena pelaksanaan
Sistem Tanam Paksa ini menguntungkan di Jawa ternyata Belanda juga menerapkan
Sistem Tanam Paksa di Sumatera Barat alaasn Belanda juga menerapkan system ini di
Sumatera Barat tentu karena orang Belanda juga berfikir bahwa Sumatera Barat juga
akan memberikan keuntungan untuk mengisi kas Belanda. Akan tetapi pada
pelaksaaannya di Sistem Tanam Paksa Sumatera Barat Belanda tidak menemui hasil
dan bisadikatakan mengalami kegagalan di Sumatera Barat.Walaupun mengalami
kegagalan penerapan Sistem Tanam Paksa ini tetap saja membuat orang Sumatera
Barat menderita pada saat dilaksanakannya Sistem Tanam Paksa ini. Dari penjabaran
peneliti diatas disimpulkan Sistem Tanam Paksa Sumatera Barat dengan Jawa berbeda.

D. DAFTAR RUJUKAN

Elizabeth E Graves.2007.“Asal Usul Elit Minangkabau(respon terhadap kolonial Belanda


abad XXI dan XX) penerjemah Novi Andri dkk. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Eko Yulianto, dkk 2018. “Mengawal Semangat Kewirausahaan: Peranan Saudagar dalam
Memajukan Roda Ekonomi Sumatera Barat” Bank Indonesia. Jakarta

Hermon, D dan Y. Dalim. 2005. Penggunaan Media Audio Visual untuk Meningkatkan
Kreatifitas Belajar. Jurnal Pembelajaran. 28 (3) 266-276

Hendra Kurniawan. 2014. “Dampak Sistem Tanam Paksa terhadap Dinamika


Perekonomian Petani Jawa 1830-1870”, Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial Vol. 11, No. 2

Kenneth R. Young, “The Late-Nineteenth Century Commodity Boom in West


Sumatera”terjemahan Mestika Zed. Indonesia, No 22,(Apr.1980), pp. 64 69)

M. C. Ricklefs. 2011. Sejarah Indonesia Modern.Yogyakarta: Gadjah Mada University


Press

Hermon, D. 2015. Arahan Kebijakan Keberlanjutan Pendidikan 10 Tahun Pasca Bencana


Tsunami di Kabupaten Aceh Jaya Provinsi Aceh. Seminar Nasional Geografi. Master
Program of Geography Education, Universitas Negeri Padang, 2015

19
Jurnal Kapita Selekta Geografi
ISSN Print: 2622-4925
ISSN Online: 2622-4933
Volume 2 Nomor 4: mei 2019 (Halaman:11 - 20)
http://ksgeo.ppj.unp.ac.id/index.php/ksgeo

Mestika Zed.2017. Handout (2) Metode Sejarah (Padang: Jurusan Sejarah, FIS UNP
Mestika Zed, 1983. “Melayu Kopi Daun: Eksploitasi Kolonial di Sumatera Barat 1847-
1908” Thesis MA,Univ. Indonesia

Mestika, Zed. & Emizal Amri.1994.Sejarah Sosial dan Ekonomi jilid II.Laboratorium
Jurusan Pendidikan Sejarah.Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial. IKIP Padang
Mifta Hermawati. 2013. “Tanam Paksa Sebagai Tindakan Eksploitasi.” Jurnal Avatara,
VoL. 1. No. 1

Hermon, D dan Y. Dalim. 2006. Penerapan Kuliah Lapangan untuk Meningkatkan Hasil
Belajar Mahasiswa. Forum Pendidikan 28 (3) 156-161

Rusli Amran. 1981. Sumatera Barat Plakat Panjang. Jakarta: PT Sinar Harapan
Wulan SondarikaTahun Terbitnya tidak diketahui.”Dampak Culturstelsel( Tanam Paksa)
Bagi Masyarakat Indonesia dari Tahun 1830-1870

Zulkarnain. 2011. “Kesengsaraan Masyarakat Jawa/Cultuurstelsel(Kajian Sosial Ekonomi


)”, Jurnal Istoria, Vol. II. No 1

20

You might also like