You are on page 1of 10

KAJIAN KENDALA IMPLEMENTASI E-COMMERCE DI INDONESIA

Ahmad Firmansyah

KAJIAN KENDALA IMPLEMENTASI E-COMMERCE DI INDONESIA*


Overview of Implementation Constraints of E-Commerce in Indonesia

Ahmad Firmansyah
BPK Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan
JL. Demang Lebar Daun No. 2, Palembang, Sumatera Selatan 30137
E-mail: ahmad.firmansyah@bpk.go.id, firman03@gmail.com

Naskah diterima tanggal 31 Agustus 2017, direvisi tanggal 27 November 2017, disetujui tanggal 15 Desember 2017

Abstract
This article aims to conduct literature review on the implementation of e-commerce in Indonesia, especially about the
problems that will be faced. The review was conducted with qualitative methods with data retrieval technique of
literature where the data obtained from the journal, news, books, and other research reports. The results showed that
the obstacles to implementation e-commerce in Indonesia is related to two aspects, they are technical constraints and
non-technology constraints. Technical issues such as the absence of standard of e-commerce quality, safety and
reliability, bandwidth issues, and web server specification, especially in dealing with network problems. The non-
technological issues such as the absence of government regulations in governing commercial transactions through e-
commerce, the perception that e-commerce is unsafe and expensive, and the attitude of businesses people who are
waiting for e-commerce condition becomes stable before participating. To anticipate those constraints, Indonesian
government could take the experience of the United States in implementing e-commerce which considers e-commerce
activities as universal, involves business actors of e-commerce in development planning, and creates rules and
incentives for small companies to grow into larger companies.

Keywords : E-Commerce, Implementation, Constraints

Abstrak
Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji implementasi e-commerce di Indonesia khususnya pada kendala-kendala yang
dihadapi. Kajian menggunakan pendekatan kualitatif, dengan teknik pengambilan data berupa studi literatur dari jurnal,
berita, buku, serta laporan penelitian lain yang terkait. Hasil kajian menunjukkan bahwa kendala implementasi e-
commerce di Indonesia utamanya mencakup dua hal yaitu kendala yang bersifat teknis dan kendala non teknologi.
Kendala teknis seperti belum adanya standar baku yang mengatur mengenai mutu e-commerce, keamanan dan
kehandalan sistem yang dibangun, masalah bandwidth, dan spesifikasi web server, khususnya dalam menangani
masalah jaringan. Kendala dari segi non teknologi di antaranya belum adanya peraturan pemerintah yang mengatur
mengenai transaksi perdagangan melalui e-commerce, adanya persepsi bahwa e-commerce tidak aman dan mahal, dan
sikap pelaku usaha yang menunggu kondisi e-commerce menjadi stabil sebelum ikut berpartisipasi. Untuk
mengantisipasi kendala-kendala tersebut, pemerintah Indonesia dapat mengambil pengalaman penyelenggaraan e-
commerce di negara Amerika Serikat yang melihat kegiatan e-commerce sebagai kegiatan yang bersifat universal, yang
dalam perencanaan pembangunannya mengikutsertakan pelaku-pelaku bisnis e-commerce dan membuat peraturan dan
insentif bagi perusahaan UKM sehingga dapat tumbuh menjadi perusahaan yang besar.

Kata Kunci : E-Commerce, Implementasi, Kendala

*
Naskah ini telah diedit kembali oleh Emyana Ruth Eritha Sirait

127
Jurnal Masyarakat Telematika dan Informasi
Volume: 8 No. 2 (Oktober - Desember 2017) Hal.: 127-136

PENDAHULUAN internet yang menandakan semakin besar


manfaat yang dirasakan dengan kehadiran
Perkembangan teknologi informasi internet maka sangatlah mungkin
yang demikian pesatnya telah menghasilkan perkembangan dunia bisnis kedepan akan
transformasi aktivitas kehidupan manusia semakin diwarnai dengan berbagai aktifitas
dalam berbagai bidang. Kehadiran teknologi ekonomi digital. (Myilswamy, K., 2016 : 14).
menjadi semakin penting dan memaksa kita Ekonomi tradisional dengan metode
untuk selalu bertindak dengan cepat, praktis, yang bersifat konvensional, yaitu pelanggan
efektif, dan efisien, terutama dalam melakukan datang ke toko untuk melakukan transaksi
proses transaksi. Kebutuhan akan proses pembelian dirasakan kurang efisien karena
transaksi yang cepat, praktis, efektif, dan waktu yang tersita cukup banyak, antara lain
efisien ini direspon oleh perusahaan dan untuk kegiatan mendatangi toko dan
penyedia jasa dengan memberikan pelayanan mengantri. Kedepannya akan berubah menjadi
kemudahan akses informasi serta ekonomi digital dimana pelanggan tidak perlu
menghubungkan penyedia barang dan jasa bersusah payah untuk datang mengunjungi
dengan konsumennya melalui penerapan toko dan mengantri ketika akan melakukan
aplikasi teknologi informasi yang bersifat transaksi pembelian, cukup dengan
modern, seperti teknologi e-commerce. menggunakan media komputer ataupun mobile
Fakta menunjukkan bahwa tingkat phone yang tersambung dengan internet di
pengguna internet di Indonesia dari tahun ke lokasi manapun maka pembeli dapat dengan
tahun mengalami peningkatan yang cukup mudah dan cepat melakukan transaksi
pesat. Dari data yang dirilis oleh lembaga pembelian.
survei e-marketer pada tahun 2014 lalu Hal inilah yang kemudian menjadi
menyebutkan pengguna internet di Indonesia kelebihan dari aktifitas ekonomi digital dan
berada di posisi keenam dunia dari 25 negara di menjadi daya tarik yang besar bagi konsumen
dunia yang disurvei oleh lembaga ini untuk melakukan transaksi jual beli secara e-
(eMarketer, 2014). Data prediksi pengguna commerce. Data yang dirilis oleh majalah The
internet di Indonesia pada tahun 2015 yang Wall Street Journal dalam StartUpBisnis.com
dikeluarkan oleh e-marketer ini tidak berbeda (2014) menyebutkan bahwa trend
jauh dengan data yang dirilis oleh Asosiasi perkembangan e-commerce Indonesia dari
Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) yang tahun ke tahun akan semakin terus meningkat.
menyebutkan bahwa data pengguna internet di Besaran jumlah transaksi e-commerce
Indonesia pada tahun 2015 mencapai 88,1 juta Indonesia dengan tipe transaksi Business to
pengguna, atau meningkat 34,9% dibandingkan Customer (B2C) pada tahun 2013 sebesar 1,79
tahun 2013. Dengan meningkatnya jumlah juta US$ dan terus mengalami peningkatan
pengguna internet di Indonesia maka hal pada tahun-tahun berikutnya menjadi 2,60 juta
tersebut dapat menjadi peluang pasar bagi US$ pada tahun 2014, 3,56 juta US$ pada
dunia usaha untuk memanfaatkan dunia maya tahun 2015 dan pada tahun 2016 diperkirakan
sebagai lahan untuk mengembangkan mencapai 4,89 juta US$.
bisnisnya. Nilai transaksi penjualan ini dapat
Don Tapscott melihat fenomena dikatakan masih relatif kecil dibandingkan
perkembangan internet yang revolusioner ini dengan negara Tiongkok, Jepang, Korea
dapat mengubah proses bisnis kedepan menjadi Selatan maupun India. Namun, tetap
suatu kegiatan ekonomi yang berbeda format menunjukkan perkembangan transaksi e-
dengan ekonomi tradisional, atau commerce di Indonesia cukup signifikan dari
memunculkan fenomena yang dikenal dengan tahun ke tahun. Hal inilah yang dapat menjadi
ekonomi digital (digital economy). Seiring daya tarik bagi dunia usaha untuk melirik
dengan meningkatnya jumlah pengguna bisnis e-commerce.

128
KAJIAN KENDALA IMPLEMENTASI E-COMMERCE DI INDONESIA
Ahmad Firmansyah

Aktivitas bisnis e-commerce di tertentu, telah berubah dalam konsep modern


Indonesia dapat dikatakan relatif baru. dan memunculkan konsep yang dikenal dengan
Sehingga masih banyak kekurangan yang e-commerce. E-commerce merupakan
ditemui dalam implementasinya. Kekurangan- penggunaan internet, world wide web (web),
kekurangan tersebut mulai dari infrastruktur dan mobile application untuk proses transaksi
dan teknologi informasi serta jaringan internet bisnis (Traver & Laudon, 2014). Traver &
yang kurang memadai, pengaturan / regulasi Laudon (2014) menyatakan terdapat perbedaan
yang masih belum menjangkau secara definisi antara e-commerce dan e-business. E-
komprehensif, hingga ke permasalahan business lebih mengacu kepada proses dan
pemungutan pajak atas transaksi e-commerce. transaksi digital di dalam perusahaan, yang
Atas dasar ini maka penulis tertarik untuk melibatkan sistem informasi di bawah kendali
melakukan kajian terhadap kendala perusahaan. E-business tidak mencakup
implementasi e-commerce di Indonesia. transaksi komersial yang melibatkan
Tulisan ini juga akan menyajikan studi pertukaran nilai melintasi batas-batas
komparatif pelaksanaan e-commerce di organisasi. Sebagai contoh, mekanisme kontrol
beberapa negara yang dapat dikatakan sudah sistem inventory online perusahaan merupakan
mempunyai dasar yang baik bagi bagian dari E-business. Dengan perkembangan
terselenggaranya bisnis e-commerce. e-commerce yang semakin meningkat, jika
seorang pelaku pasar melihat konsumen
Metode Penelitian sebagai target pasif dari serbuan kampanye
Metode yang dipakai dalam kajian ini iklan dan branding produk yang berusaha untuk
yaitu pendekatan kualitatif. Pendekatan mempengaruhi persepsi konsumen akan suatu
kualitatif dalam kaidah ilmiah akan melalui produk dalam jangka panjang dan
berbagai tahapan berpikir, dimulai dengan mempengaruhi prilaku pembelian konsumen.
berpikir secara induktif (dengan menangkap
berbagai fakta atau fenomena-fenomena Keunikan Teknologi e-commerce
sosial). Tahapan selanjutnya adalah melakukan Traver & Laudon (2014) memberikan
pengumpulan data untuk kemudian dianalisis kategori menjadi delapan identitas yang unik
dan melakukan teorisasi atas pengumpulan dari penerapan teknologi e-commerce yaitu
data yang telah dilakukannya (Bungin, 2007:6). sebagai berikut:
Gaya penelitian kualitatif berusaha 1. Ubiquity
mengkonstruksi realitas dan memahami Teknologi e–commerce merupakan
maknanya. Sehingga, penelitian kualitatif teknologi yang selalu tersedia di segala
biasanya sangat memperhatikan proses, tempat dan disepanjang waktu. Hal inilah
peristiwa dan otentisitas (Somantri, 2005:58) yang membedakan dengan perdagangan
Teknik pengumpulan data dalam tinjauan tradisional yang mengacu kepada adanya
ini menggunakan studi literatur, artinya tempat yang berwujud fisik untuk
menggunakan data-data sekunder yang dikunjungi untuk dapat melakukan
diperoleh dari berbagai artikel-artikel ilmiah transaksi perdagangan.
berupa artikel berita, jurnal, serta laporan- 2. Global Reach
laporan penelitian yang terkait untuk diolah Teknologi e–commerce memungkinkan
dan dianalisa lebih lanjut terkait dengan terjadinya transaksi perdagangan lintas
masalah yang dikaji. budaya, batasan wilayah regional dan
nasional serta dengan biaya yang efektif
Studi Literatur dibandingkan dengan perdagangan
Definisi e-commerce tradisional. Selain itu, total konsumen
Pasar dalam konsep tradisional, yang pelaku bisnis e–commerce dapat
berwujud fisik dan berada pada posisi geografis dihitung.

129
Jurnal Masyarakat Telematika dan Informasi
Volume: 8 No. 2 (Oktober - Desember 2017) Hal.: 127-136

3. Universal Standards (2014) kemudian membagi tipe e-commerce ke


Standar pelaksanaan teknologi e– dalam kategori berikut ini :
commerce bersifat universal di seluruh 1. E-commerce Bisnis ke Konsumen (B2C)
dunia. Hal ini tentunya berbeda dengan Tipe B2C merupakan tipe e-commerce
perdagangan tradisional dimana akan yang umum dan banyak terjadi yaitu
berbeda-beda antara satu negara dengan bisnis penjualan online dari unit bisnis
negara lainnya. (perusahaan) ke konsumen individual.
4. Richness 2. E-commerce Bisnis ke Bisnis (B2B)
Informasi yang tersedia di dalam Tipe B2B merupakan tipe e-commerce
teknologi e-commerce lebih kompleks yang menjalankan bisnis penjualan
dan bervariasi secara kontennya online dari unit bisnis (perusahaan) ke
dibandingkan dengan pasar tradisional. unit bisnis (perusahaan) lainnya.
5. Interactivity 3. E-commerce Konsumen ke Konsumen
Teknologi yang tersedia memungkinkan (C2C)
untuk melakukan komunikasi interaksi Tipe C2C merupakan tipe e-commerce
antara penjual dan konsumen. yang menjalankan bisnis penjualan
6. Information Density online dari konsumen ke konsumen
Teknologi yang tersedia menekan biaya lainnya.
proses, penyimpanan dan komunikasi 4. E-commerce Sosial
serta meningkatkan kualitas dari E-commerce sosial merupakan tipe e-
informasi yang tersedia baik dari segi commerce yang memungkinkan
jumlahnya, ketepatan waktunya, dan terjadinya jaringan sosial dan hubungan
akurasinya. sosial secara online.
7. Personalization dan customization 5. Mobile E-commerce
Teknologi yang tersedia memungkinkan Mobile e-commerce merupakan tipe e-
mempersonalisasikan pesan yang commerce yang memungkinkan
disampaikan kepada individu maupun terjadinya transaksi online melalui
grup. Dengan kata lain, penetapan taget penggunaan alat mobile (Iphone,
atas pesan-pesan marketing kepada Android, Blackberry).
individu yang spesifik dapat dilakukan 6. E-commerce Lokal
dengan melakukan penyesuaian pesan E-commerce Lokal merupakan tipe e-
terhadap nama, keinginan dan riwayat commerce yang yang terfokus pada
pembelian terdahulu dari suatu individu. ikatan konsumen yang didasari oleh
Customization merupakan merubah lokasi geografis saat ini konsumen
produk atau jasa yang yang dikirimkan berada.
berdasarkan kepada pilihan ataupun
prilaku sebelumnya. HASIL DAN PEMBAHASAN
8. Social Technology
Teknologi e-commerce mengembangkan Istilah 'digital economy' dicetuskan
penggunanya untuk lebih sosial dengan pertama kalinya oleh Don Tapscott pada tahun
menyediakan penggunanya untuk 1995 dalam buku best seller yang berjudul The
menciptakan dan berbagi isi informasi Digital Economy : Promise and Peril in the
dengan komunitas dunia maya. Age of Networked Intelligence. Ketika dirinya
menulis buku tersebut 20 tahun yang lalu, ia
Tipe-tipe e-commerce menyatakan bahwa internet akan sepenuhnya
Dari berbagai tipe dari kegiatan e- mengubah sifat bisnis dan pemerintahan.
commerce yang terjadi, Traver & Laudon Teknologi digital dengan cepat mengubah
praktek bisnis, ekonomi dan masyarakat.

130
KAJIAN KENDALA IMPLEMENTASI E-COMMERCE DI INDONESIA
Ahmad Firmansyah

Ekonomi digital, kadang-kadang juga disebut server, khususnya untuk menangani masalah
"bisnis digital" telah menjadi filosofi bagi jaringan. Keterbatasan lain yaitu dari segi non-
banyak tim eksekutif puncak karena mereka teknologi di antaranya belum adanya peraturan
mencari keunggulan kompetitif dalam dunia pemerintah mengenai transaksi perdagangan
yang bergerak cepat dengan adanya perubahan melalui e-commerce, adanya persepsi bahwa e-
teknologi. Ketika kita berbicara tentang commerce tidak aman dan mahal, dan banyak
teknologi digital, kita tidak hanya berbicara para pembeli dan penjual yang menunggu
tentang internet, atau hanya ICT (teknologi ekosistem e-commerce menjadi stabil untuk
informasi dan komunikasi), tetapi konsep- mereka dapat berpartisipasi.
konsep lain seperti telepon selular, Peranan dan kepedulian pemerintah
telekomunikasi atau konten (Mochón, F. & menjadi hal yang mutlak untuk menunjang
Gonzalvez, J.C., 2015). Revolusi yang sangat keberhasilan kegiatan e-commerce tersebut.
besar dalam bidang bisnis adalah bagaimana Gayung bersambut, dibawah pemerintahan
terjadinya perubahan yang cukup signifikan Joko Widodo, sangat peduli akan
atas konsep pasar. perkembangan ekonomi kreatif dan melihat
Perubahan besar dan mendasar yang bidang ini sangat berpotensi besar memberikan
ditawarkan oleh e-commerce menjadikannya pertumbuhan perekonomian Indonesia
kegiatan ekonomi yang sangat potensial bagi kedepannya. Kepedulian pemerintahan saat ini
negara-negara di seluruh dunia. Dengan telah ditunjukkan dengan mulai mengejar
jangkauannya yang bersifat mengglobal, dalam ketertinggalan terkait masalah bandwidth
arti pedagang ataupun pembeli dapat berasal dengan menggelar infrastruktur pitalebar
dari seluruh dunia maka aspek-aspek (broadband), baik fixed broadband maupun
universalitas akan menjadi fondasi dasar mobile broadband, termasuk implementasi
terbentuknya kegiatan e-commerce ini. Semua teknologi generasi empat (4G). Targetnya
negara di seluruh dunia masih mempunyai cukup ambisius, sesuai dengan RPI (Rencana
peluang yang sama untuk dapat menjadi Pitalebar Indonesia), sebanyak 135 kota dan
pemain utama didalam bisnis e-commerce ini, kabupaten sudah terkoneksi pada 2019.
tinggal bagaimana negara-negara tersebut (Hidranto, 2015)
memberikan fasilitas dengan perangkat Untuk saat ini, implementasi kegiatan
infrastruktur serta aturan-aturan yang e-commerce di Indonesia mengacu kepada
menunjang terciptanya kondisi yang kondusif Undang-Undang No. 11 tahun 2008 tentang
bagi berkembangnya kegiatan serta pelaku- Informasi dan Elektronik (UU ITE). Salah satu
pelaku e-commerce untuk terlibat didalamnya. tujuan diterbitkannya UU ITE memang untuk
Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana memberikan kepastian hukum dan
dengan kondisi kegiatan e-commerce di perlindungan bagi para pelaku sektor e-
Indonesia. commerce. Namun, Undang-Undang ini
tampaknya belum mampu mewujudkan
Kendala Impementasi E-Commerce di tujuannya tersebut.
Indonesia Ketidakmampuan dimaksud dapat
Julisar dan Eka Miranda (2013) terlihat dari tidak adanya definisi khusus untuk
menjelaskan bahwa kegiatan e-commerce di e-commerce dalam UU ITE, sebab kegiatan
Indonesia masih terdapat keterbatasan- perdagangan secara elektronik yang disebutkan
keterbatasan. Keterbatasan tersebut mencakup dalam UU ITE yaitu “transaksi elektronik”.
keterbatasan dari segi teknologi di antaranya Padahal, definisi “transaksi elektronik” yang
belum adanya suatu standar yang baku disebutkan pada Pasal 1 ayat (2) UU ITE
mengenai mutu, keamanan dan kehandalan begitu luas, yaitu perbuatan hukum yang
sistem yang dipakai dalam e-commerce, dilakukan dengan menggunakan komputer,
masalah bandwidth, dan memerlukan web jaringan komputer, dan/atau media elektronik

131
Jurnal Masyarakat Telematika dan Informasi
Volume: 8 No. 2 (Oktober - Desember 2017) Hal.: 127-136

lainnya. Sebagai perbandingan, UU masyarakat dalam bertransaksi melalui sistem


Perdagangan memahami e-commerce sebagai elektronik. (klikkonsul, 2016)
“perdagangan melalui sistem elektronik”, yaitu Sejalan dengan ketentuan di atas, UU
perdagangan yang proses transaksinya ITE juga mengamanatkan penerbitan Peraturan
dilakukan melalui serangkaian perangkat dan Pemerintah mengenai penyelenggara sertifikasi
prosedur elektronik (Pasal 1 Nomor 24 UU No. elektronik, yaitu badan hukum yang
7 Tahun 2014 tentang Perdagangan). memberikan dan mengaudit sertifikat
(klikkonsul, 2016) elektronik. Sertifikat ini memuat tanda tangan
Selain itu, banyak ketentuan dalam UU elektronik dan identitas yang menunjukkan
ITE yang masih “kosong” dan oleh karenanya status subjek hukum para pihak dalam transaksi
memerlukan peraturan pelaksana. Beberapa elektronik. Sama halnya dengan sertifikat
diantaranya sangat berkaitan dengan kehandalan, sertifikat elektronik juga penting
perkembangan kegiatan e-commerce, seperti untuk meningkatkan kepastian dalam
ketentuan mengenai penyelenggaraan transaksi melakukan transaksi e-commerce dan
elektronik. Terlepas dari adanya ketentuan- mencegah penyalahgunaan data dari para
ketentuan lain tentang transaksi elektronik pelaku dalam kegiatan perdagangan elektronik.
dalam Bab V, UU ITE tetap mengamanatkan (klikkonsul, 2016).
diterbitkannya Peraturan Pemerintah untuk Sementara itu, Peraturan Pemerintah
mengatur penyelenggaraan transaksi elektronik turunan yang secara khusus berbicara tentang
dalam lingkup publik ataupun privat. Walau transaksi elektronik yaitu Peraturan Pemerintah
demikian, UU ITE tidak menjelaskan cakupan (PP) Nomor 82 Tahun 2012 tentang
ketentuan penyelenggaraan yang dapat diatur Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi
dalam Peraturan Pemerintah tersebut (Pasal 17 Elektronik juga dirasakan masih kurang
dan penjelasannya dalam UU ITE). kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya
(klikkonsul, 2016) usaha e-commerce di Indonesia. PP Nomor 82
Hal berikutnya adalah ketentuan Tahun 2012 tersebut dinilai kurang memberi
mengenai lembaga sertifikasi keandalan dan kemudahan bagi usaha kecil menengah (UKM)
penyelenggara sertifikasi elektronik. UU ITE dalam menyelenggarakan e-commerce. Selain
mengatur bahwa setiap pelaku usaha yang itu, peraturan ini juga dianggap mempersulit
menyelenggarakan transaksi elektronik dapat adopsi transaksi perdagangan online.
disertifikasi oleh lembaga sertifikasi keandalan. Permasalahan pertama dengan dibuatnya aturan
Lembaga tersebut merupakan lembaga PP ini adalah terkait dengan keseimbangan
independen yang dibentuk oleh para antara regulasi dan insentif. Pemerintah
profesional untuk mengaudit dan mengeluarkan diharapkan dapat memberi insentif untuk
sertifikat keandalan dalam transaksi elektronik, menambah pendapatan bagi perusahaan
yang kegiatannya harus disahkan dan diawasi berbasis internet yang masih merintis.
oleh pemerintah (Pasal 10 UU ITE). Mengenai hal ini, Indonesia dapat menilik
(klikkonsul, 2016) implementasi di negara Singapura yang sangat
Sertifikat keandalan adalah bukti bahwa fokus dalam membangun ekosistem bisnis
pelaku usaha yang melakukan perdagangan digital, melalui pemberian bantuan keuangan
secara elektronik layak melakukan usahanya, kepada perusahaan berbasis digital yang baru
setelah melalui penilaian dan audit dari badan berdiri (startup) agar bisa mengembangkan
yang berwenang (penjelasan Pasal 10 UU ITE). produk. (kompastekno, 2013).
Keberadaan lembaga sertifikat keandalan jelas Isu kedua dalam konteks PP Nomor 82
penting untuk memberikan ukuran kelayakan Tahun 2012 dan relasinya dengan e-commerce
pelaku usaha di bidang e-commerce dan pada adalah kejelasan definisi transaksi elektronik
akhirnya meningkatkan kepercayaan dan pelayanan publik yang ada di PP tersebut.
Dalam bisnis e-commerce, ada beberapa

132
KAJIAN KENDALA IMPLEMENTASI E-COMMERCE DI INDONESIA
Ahmad Firmansyah

kegiatan dan model bisnis yang terkait dengan Isu yang ketiga yang muncul dalam
transaksi elektronik, seperti iklan baris/forum, konteks PP Nomor 82 Tahun 2012 dan
marketplace, online retail, daily deals, dan relasinya dengan e-commerce adalah terkait
price comparison/aggregator. Sehingga para dengan penggunaan data center di Indonesia.
pelaku meminta kejelasan tahapan mana saja Para pelaku bisnis online mengatakan bahwa
dalam e-commerce yang dianggap sebagai memakai data center di Indonesia biayanya
transaksi elektronik. Untuk menanggapi isu ini bisa dua kali lebih mahal dibandingkan data
telah disusun rumusan oleh Direktorat Jenderal center di luar negeri.
Pajak (DJP) melalui Surat Edaran Dirjen Pajak Isu terakhir yang disorot yaitu terkait
No 62/PJ/2013 yang memetakan empat model kewajiban menggunakan domain kode negara
transaksi e-commerce, yaitu: online Indonesia atau .id (dot id). Hal ini dilakukan
marketplace, classified ads, daily deals, dan untuk meminimalkan aksi kejahatan siber dan
online retail. menekan angka penipuan oleh e-commerce
Model online marketplace merupakan yang bersifat abal-abal. Namun, nyatanya tidak
kegiatan menyediakan tempat kegiatan usaha semua pengusaha e-commerce sepakat dengan
berupa toko internet bagi merchant untuk rencana ini. Pendiri sekaligus CEO Tokopedia,
menjual barang/jasa. Dalam model transaksi William Tanuwijaya berpendapat, pemakaian
ini, ada imbalan dalam bentuk rent fee atau domain lokal akan menyulitkan situs e-
biaya registrasi, atas jasa penyediaan tempat commerce untuk bersaing di level global.
dan/atau waktu untuk memajang iklan
barang/jasa, serta melakukan penjualan di toko Perbandingan Pelaksanaan e-commerce di
internet melalui mal internet. Selain itu, ada Beberapa Negara
sejumlah uang yang dibayarkan oleh merchant Menyangkut kendala belum adanya
ke penyelenggara marketplace sebagai komisi peraturan pemerintah mengenai transaksi
atas jasa perantara pembayaran atas penjualan perdagangan melalui e-commerce, pemerintah
barang/jasa. Model transaksi classified ads dapat mempelajari hal ini dari negara Amerika
merupakan kegiatan menyediakan tempat Serikat ataupun Tiongkok yang telah memiliki
dan/atau waktu untuk memajang iklan aturan-aturan e-commerce.
barang/jasa yang dilakukan oleh pengiklan Bercermin dari negara Amerika Serikat,
melalui situs yang disediakan oleh pemerintah mengambil suatu kebijakan
penyelenggaran classified ads. Pengiklan akan fundamental yang menjadi acuan dalam
membayar sejumlah uang sebagai biaya merancang bangun kegiatan e-commerce di
transaksi kepada penyelenggara yang negara tersebut. Pada tanggal 1 Juli 1997,
merupakan objek PPh dan PPN. Model Pemerintahan Clinton mengajukan sebuah
transaksi yang ketiga yaitu daily deals, mirip proposal dengan judul “A Framework for
dengan marketplace namun alat pembayaran Global Electronic Commerce” yang secara
yang digunakan berupa voucher. Sementara garis besar menawarkan 5 (lima) prinsip dasar
model transaksi yang keempat yaitu online yang diharapkan menjadi pegangan utama
retail, merupakan kegiatan menjual barang/jasa (core principles) bagi penetapan kebijakan e-
yang dilakukan secara langsung oleh commerce di Amerika. Secara umum, kelima
penyelenggara online retail kepada pembeli di prinsip kebijakan tersebut adalah sebagai
situs penyelenggara. Dalam keempat model berikut (Thierer, 2012).
transaksi e-commerce tersebut, ada pembayaran Prinsip yang pertama adalah “the
imbalan atau penghasilan karena jual-beli private sector should lead” (Thierer, 2012).
barang/jasa yang merupakan objek Pajak Prinsip ini dibangun atas dasar asumsi bahwa
Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan yang harus berdiri di depan dan memimpin
Nilai (PPN) yang akan dikenakan pajak berbagai hal yang berkaitan dengan e-
menurut aturan perpajakan yang berlaku. commerce adalah sektor swasta (komunitas

133
Jurnal Masyarakat Telematika dan Informasi
Volume: 8 No. 2 (Oktober - Desember 2017) Hal.: 127-136

bisnis). Pemerintah bukanlah merupakan didalamnya untuk membangun rancangan


sebuah entitas bisnis karena tujuan utamanya regulasi e-commerce.
adalah untuk memaksimalkan kesejahteraan, Prinsip yang kelima adalah “electronic
sehingga peran pemerintah hanyalah sebagai commerce on the Internet should be facilitated
pendorong pertumbuhan dan perkembangan on a global basis because the Internet is a
kegiatan e-commerce. global marketplace and the legal framework
Prinsip yang kedua adalah supporting commercial transactions should be
“governments should avoid undue restrictions consistent and predictable regardless of the
on electronic commerce”. (Thierer, 2012) jurisdiction in which a particular buyer and
Prinsip ini dibangun dengan melihat adanya seller reside”. (Thierer, 2012). Pemahaman
kesamaan obyektif antara tujuan perdagangan atas prinsip yang kelima ini adalah internet
bebas (globalisasi pasar) dan karakteristik merupakan arena perdagangan global dan
internet, yaitu kecenderungannya untuk virtual, sehingga sebuah kesalahan yang fatal
membentuk mekanisme perdagangan yang jika mencoba memfasilitasi bisnis e-commerce
paling optimum dan efisien. Pembatasan dengan memakai pendekatan lokal atau
mekanisme e-commerce dengan peraturan yang regional.
terlampau banyak oleh pemerintah justru akan Terkait dengan prinsip dasar yang
menjadi bumerang berupa tidak tercapainya menjadi pegangan utama bagi penetapan
efektivitas dan efisiensi yang ditawarkan oleh kebijakan e-commerce di Amerika dan
e-commerce. mengingat kondisi kegiatan e-commerce maka
Prinsip yang ketiga adalah “where pegangan utama masih tetap relevan hingga
governmental involvement is needed, its aim saat ini. Hal ini mengingat bahwa banyak
should be to support and enforce a predictable, perusahaan besar yang awalnya berbentuk
minimalist, consistent and simple legal perusahaan start up dapat tumbuh dan
environment for commerce.” (Thierer, 2012). berkembang setelah melibatkan diri dalam
Prinsip yang ketiga ini ingin mengatakan kegiatan e-commerce.
bahwa ketika pada suatu saat kalangan swasta Perusahaan e-commerce asal negara
merasa perlu memperoleh “bantuan” dari Tiongkok, Alibaba Group misalnya, dapat
pemerintah karena adanya kerugian-kerugian menjadi contoh bagaimana pada awalnya
mendasar akibat berbagai fenomena baru yang perusahaan ini merupakan perusahaan e-
timbul di kemudian hari, pemerintah akan commerce start up yang kemudian tumbuh
melibatkan diri dengan berpegang pada prinsip menjadi perusahaan raksasa dengan didukung
pembentukan sebuah lingkungan bisnis iklim bisnis yang kondusif. Hal yang sama juga
elektronik yang kondusif; sehingga prinsip- terjadi di Indonesia, banyak perusahaan-
prinsip semacam konsistensi dan perusahaan start up, khususnya UKM, yang
kesederhanaan peraturan lebih dikedepankan. memanfaatkan kegiatan e-commerce sebagai
Prinsip yang keempat adalah wadah untuk memasarkan produk sehingga
“governments should recognize the unique memperoleh keuntungan yaitu jangkauan
qualities of the Internet and appreciate its pemasaran yang luas.
decentralized nature and tradition of bottom- Selain itu, negara China menerapkan
up governance.” (Thierer, 2012). Pemahaman bahwa materi konten internet dikuasai oleh
atas prinsip yang keempat ini adalah sekali lagi pemain lokal. Namun, pemerintah setempat
pemerintah harus dapat lebih memahami tidak mengharuskan situs web memakai
karakteristik dari internet dan dunia maya. domain lokal, dengan maksud supaya mereka
Pemerintah harus merancang bangun aturan- dapat bersaing dengan pemain global yang
aturan yang sifatnya bottom up planning yang memakai domain .com. (kompastekno, 2013).
melibatkan sektor swasta (pengusaha)

134
KAJIAN KENDALA IMPLEMENTASI E-COMMERCE DI INDONESIA
Ahmad Firmansyah

PENUTUP DAFTAR PUSTAKA

Potensi perkembangan e-commerce di Bungin. (2007). Penelitian Kualitatif. Jakarta:


Indonesia sangat besar. Hal ini dapat dilihat Kencana Prenada Media Grup.
dari perkembangan transaksi jual beli melalui eMarketer. (2014). Internet to Hit 3 Billion Users in
e-commerce yang meningkat dari tahun ke 2015. Artikel dikutip dari
tahun. Dengan semakin meningkatnya volume http://www.emarketer.com/Article/Internet-
transaksi pada e-commerce maka akan Hit-3-Billion-Users-2015/1011602, diakses
mempengaruhi perekonomian negara pada tanggal 13 Agustus 2016.
Indonesia, baik secara langsung maupun tidak Hidranto. (2015). SPEKTRUM: Ekonomi Digital
langsung. Menilik potensi kontribusi bidang e- Tumpuan Pertumbuhan.Artikel dikutip dari
commerce yang besar bagi perekonomian http://koran.bisnis.com/read/20150512/270/4
negara, pemerintah seharusnya menaruh 32340/spektrum-ekonomi-digital-tumpuan-
kepedulian yang lebih dalam membangun dan pertumbuhan, diakses pada tanggal 14
mengembangkan ekosistemnya. Agustus 2016.
Beberapa kendala terkait implementasi Julisar & Miranda, E. (2013). Pemakaian E-
e-commerce yang masih tergolong baru di Commerce Untuk Usaha Kecil Dan
Indonesia mencakup masalah teknis dan non- Menengah Guna Meningkatkan Daya Saing.
teknologi. Masalah teknis seperti belum ComTech, 4(2), hlm. : 638 – 645.
adanya suatu standar baku yang mengatur klikkonsul. (2016). Mampukah UU ITE Menjawab
mengenai mutu e-commerce, keamanan dan Tantangan Perkembangan E-Commerce di
kehandalan sistem yang dibangun, masalah Indonesia? Artikel dikutip dari
bandwidth, dan kriteria spesifikasi web server. https://dailysocial.id/post/mampukah-uu-ite-
Keterbatasan dari segi non-teknologi di menjawab-tantangan-perkembangan-e-
antaranya belum adanya peraturan pemerintah commerce-di-indonesia diakses pada tanggal
mengenai mekanisme transaksi perdagangan 14 Agustus 2016.
melalui e-commerce, adanya persepsi bahwa e- Kompastekno. (2013). 4 Isu Utama Bisnis Toko
commerce tidak aman dan mahal, dan banyak Online di Indonesia. Artikel dikutip dari
pelaku bisnis yang menunggu e-commerce http://tekno.kompas.com/read/2013/05/08/13
menjadi stabil sebelum ikut berpartisipasi. 01300/4.isu.utama.bisnis.toko.online.di.indon
Kendala-kendala inilah yang menjadi tugas dan esia diakses pada tanggal 15 Agustus 2016.
tanggung jawab pemerintah Indonesia untuk Mochón, F. & Gonzalvez, J.C. (2015). Special
dibenahi jika ingin memajukan bidang e- Issue on Digital Economy. International
commerce dan meningkatkan kontribusinya Journal of Artificial Intelligence and
terhadap perekonomian negara. Interactive Multimedia, 3(2), hlm. 1 – 3.
Myilswamy, K. (2016). Digital Economy.
International Journal of Multidisciplinary
Research and Development, 3(3), hlm.14 -
16.
StartUpBisnis.com. (2014). Data Statistik
Mengenai Pertumbuhan Pangsa Pasar E-
Commerce di Indonesia Saat Ini. Artikel
dikutip dari http://startupbisnis.com/data-
statistik mengenai-pertumbuhan-pangsa-
pasar-e-commerce-di-indonesia-saat-ini/
diakses pada tanggal 14 Agustus 2016.
Somantri, G.R. (2005). Memahami Metode
Kualitatif. Jurnal Makara Sosial Humaniora.

135
Jurnal Masyarakat Telematika dan Informasi
Volume: 8 No. 2 (Oktober - Desember 2017) Hal.: 127-136

Vol. 9, No. 2. (Desember, 2005).Hlm: 57 –


65.
Thierer. (2012). 15 Years On, President Clinton's 5
Principles for Internet Policy Remain the
Perfect Paradigm. Artikel dikutip dari
http://www.forbes.com/sites/adamthierer/201
2/02/12/15-years-on-president-clintons- 5-
principles-for-internet-policy-remain-the-
perfect-paradigm/#37e241f0184c diakses
pada tanggal 14 Agustus 2016
Traver & Laudon. (2014). E-commerce : Business,
Technology, Society. Global Edition. Tenth
Edition. Edinburgh Gate : Pearson Education.

136

You might also like