You are on page 1of 9

HUBUNGAN DURASI PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN STUNTING

PADA ANAK
Nurkarimah1, Oswati Hasanah2, Bayhakki3
Fakultas Keperawatan
Universitas Riau
Email: nurkarimah05@gmail.com

Abstract

Stunting is the short and very short state of body shown with the z-score height for age less than -2 SD due to
accumulated lack of nutrients from pregnancy to 24 months. Stunting becomes a health problem to be overcome
because it deals with an increased risk of morbidity, mortality, delayed motor development, and retardation of mental
growth children. The purpose of this research was to determine the relationship between the duration of exclusive
breastfeeding with incidence of stunting in children aged 624 months in Rejosari Pekanbaru Health Center with
correlation research design and cross-sectional approach. Population consists of 681 children, samples consists of 87
children taken by accidental sampling technique based on inclusions criteria: children age 624 month, living in work
area Rejosari Health Center, and children’s mother gives permit to become respondent. Univariate analysis showed
that stunting children were 37,9% with the most respondents were 54% men, the majority of children had normal birth
weight of 87,4%; most of the mother respondents were educated at senior high school 63,2%; the majority of mothers
were housewives 89,7%; and most of them were 31% minang ethnic. Bivariate analysis using Mann-Whitney obtained p
value (0,000) <α (0,05), so it can be concluded there is correlation between exclusive breastfeeding duration and
stunting incidence in children aged 624 months in work area of Rejosari Pekanbaru Health Center. Based on this
research it is advisable for mothers to breastfeed exclusively as recommended by WHO for 6 months in infants to
achieve optimal growth.

Keywords: Exclusive Breastfeeding, Exclusive breastfeeding duration, Stunting

PENDAHULUAN Menurut UNICEF, tahun 2011 ada 165


Masalah anak pendek (stunting) juta (26%) balita dengan stunting di seluruh
merupakan salah satu permasalahan yang dunia. Indonesia termasuk dalam 5 negara
dihadapi di dunia saat ini, khususnya di dengan angka balita stunting tertinggi yaitu
negara-negara miskin dan berkembang salah ada 7,5 juta balita (UNICEF, 2013). Menurut
satunya Indonesia (Unicef, 2013). Indonesia Kemenkes (2016), dibandingkan beberapa
menduduki peringkat kelima dunia dengan negara tetangga, prevalensi balita pendek di
jumlah anak pendek (stunting) terbanyak Indonesia juga tertinggi dibandingkan
(Trihono dkk, 2015). Stunting menjadi Myanmar (35%), Vietnam (23%), Malaysia
permasalahan karena berhubungan dengan (17%), Thailand (16%) dan Singapura (4%)
meningkatnya resiko terjadinya kesakitan dan (UNSD, 2014). Hasil Riset Kesehatan Dasar
kematian, perkembangan otak suboptimal (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi pendek
sehingga perkembangan motorik terlambat dan secara nasional adalah (37,2%), yang berarti
terhambatnya pertumbuhan mental. Stunting terjadi peningkatan dibandingkan tahun 2010
yaitu gangguan pertumbuhan dikarenakan (35,6%) dan 2007 (36,8%) (Badan Penelitian
adanya malnutrisi asupan zat gizi kronis dan dan Pengembangan Kesehatan, 2013).
atau penyakit infeksi kronis maupun berulang Persentase tertinggi pada tahun 2013 adalah di
yang ditunjukkan dengan nilai z-score tinggi Provinsi Nusa Tenggara Timur (51,7%),
badan menurut usia (TB/U) kurang dari –2 sedangkan terendah adalah Provinsi
standar deviasi (SD) berdasarkan standar Kepulauan Riau (26,3%), DIYogyakarta
World Health Organization (WHO) (WHO, (27,2%) dan DKI Jakarta (27,5%) (Kementrian
2010). Balita pendek (stunting) dapat diketahui Kesehatan RI, 2016).
apabila anak sudah diukur panjang atau tinggi Berdasarkan hasil Riskesdas Provinsi
badannya, lalu dibandingkan dengan standar, Riau tahun 2013 oleh Kementerian Kesehatan
dan didapatkan hasilnya dibawah normal. RI, prevalensi status gizi balita TB/U

JOM FKp, Vol. 5 No. 2 (Juli-Desember) 2018 184


menunjukkan bahwa anak pendek (sangat pendek (Stunting) difokuskan pada usia
pendek dan pendek) di Riau sebesar (34,1%). tersebut karena tindakan perbaikan gizi efektif
Prevalensi anak pendek tertinggi ditemukan di dilakukan pada usia tersebut guna mengejar
kabupaten Rokan Hulu yaitu sebesar (59,0%) pertumbuhan dan perkembangan yang optimal
dan terendah di kota Dumai sebesar (34,1%), (Scalling Up Nutrition, 2013). Salah satu
sedangkan di kota Pekanbaru sebesar (34,7%). upaya intervensi tersebut adalah memberikan
Menurut WHO 2010, prevalensi balita pendek ASI saja (ASI Eksklusif) pada bayi sampai
menjadi masalah kesehatan masyarakat jika dengan usia 6 bulan (Kementrian Kesehatan
prevalensinya 30% atau lebih (Badan RI, 2016).
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, ASI eksklusif menurut WHO adalah
2013). Karenanya persentase balita pendek di pemberian ASI saja pada bayi tanpa tambahan
Indonesia masih tinggi dan merupakan cairan ataupun makanan padat lain bahkan air
masalah kesehatan yang harus ditanggulangi. putih sekalipun, kecuali cairan rehidrasi oral,
Periode 0-24 bulan merupakan periode atau tetes/sirup, vitamin, mineral atau obat-
yang menentukan kualitas kehidupan sehingga obatan (WHO, 2018). Menyusui eksklusif
disebut dengan “golden periode”. Dampak menurut Kemenkes RI (2014) adalah tidak
buruk yang dapat ditimbulkan oleh masalah memberikan bayi makanan atau minuman lain
gizi pada 1.000 HPK salah satunya masala selain ASI termasuk air putih kecuali obat-
stunting, dampak stunting dalam jangka obatan dan vitamin atau mineral tetes (ASI
pendek adalah perkembangan otak, perah juga diperbolehkan).
kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik, dan Pemberian ASI secara eksklusif bagi
metabolisme tubuh yang terganggu, bayi di Indonesia yaitu sejak bayi lahir sampai
sedangkan dalam jangka panjang adalah dengan bayi berusia 6 bulan dan dianjurkan
kemampuan kognitif dan prestasi belajar yang dilanjutkan sampai anak berusia 2 tahun
menurun, menurunnya kekebalan tubuh (Menteri Kesehatan RI, 2004). Hal ini sesuai
sehingga mudah sakit, resiko tinggi untuk dengan dengan rekomendasi dari WHO
munculnya penyakit tidak menular, serta (2018), yang merekomendasikan durasi
kualitas kerja yang tidak kompetitif yang pemberian ASI eksklusif pada bayi selama 6
berakibat pada rendahnya produktivitas bulan pertama kehidupan, setelah itu bayi
ekonomi (Kementrian Kesehatan RI, 2016). harus terus mendapatkan ASI hingga usia 2
Penelitian kohort prospektif di Jamaika, tahun atau lebih.
dilakukan pada kelompok usia 9-24 bulan, Bayi yang diberikan ASI eksklusif
diikuti perkembangan psikologisnya ketika dapat mencapai pertumbuhan, perkembangan,
berusia 17 tahun, diperoleh bahwa remaja dan kesehatan yang optimal (WHO, 2018).
yang terhambat pertumbuhannya lebih tinggi Penelitian oleh Indrawati (2016) tentang
tingkat kecemasan, gejala depresi, dan hubungan pemberian ASI eksklusif dengan
memiliki harga diri (self esteem) yang rendah kejadian stunting pada anak usia 2-3 tahun di
dibandingkan dengan remaja yang tidak Desa Karangrejek Wonosari Gunungkidul
terhambat pertumbuhannya. Anak-anak yang menunjukkan bahwa sebagian besar responden
terhambat pertumbuhannya sebelum berusia 2 dalam kategori sangat pendek tidak
tahun memiliki hasil yang lebih buruk dalam mendapatkan ASI eksklusif (7,7%).
emosi dan perilakunya pada masa remaja akhir Responden dalam kategori pendek sebagian
(Walker dkk, 2007), penurunan prestasi besar mendapatkan ASI eksklusif (13,8%).
akademik serta peningkatan risiko penyakit Sedangkan yang dalam kategori normal
degeneratif (Picauly & Toy, 2013), sebagian besar mendapatkan ASI eksklusif
meningkatkan risiko obesitas (Timaeus, 2012) (70,8%), dengan p-value (0,000) < (0,05)
dan lebih rentan terhadap penyakit tidak sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat
menular (Unicef Indonesia, 2013). hubungan pemberian ASI eksklusif dengan
Deteksi dini stunting diperlukan untuk kejadian stunting pada balita 2-3 tahun.
mengejar pertumbuhan normal anak sesuai Data yang diperoleh oleh peneliti di
dengan prinsip Scalling Up Nutrition (SUN), Puskesmas Rejosari Pekanbaru selama tahun
upaya intervensi gizi spesifik untuk balita 2017, didapatkan sebanyak 17 anak dengan

JOM FKp, Vol. 5 No. 2 (Juli-Desember) 2018 185


masalah pendek dan sangat pendek yang karakteristik dari responden dan ibu
tersebar pada 9 posyandu di wilayah kerja responden, sebagai berikut:
Puskesmas Rejosari, dimana pendek dan 1. Karakteristik Anak
sangat pendek ini termasuk dalam kategori Tabel 1
stunting. Hasil studi pendahuluan yang Distribusi Karakteristik Anak
dilakukan oleh peneliti pada 10 orang anak
usia 6-24 bulan yang tersebar pada 3 Karakteristik Jumlah Persentase (%)
posyandu, didapatkan 5 orang anak mengalami Jenis kelamin:
stunting, 2 orang anak diantaranya pernah
Laki-laki 47 54
mendapat ASI eksklusif kurang dari 6 bulan
Perempuan 40 46
karena sudah pernah diberi susu formula
sebelum usia 6 bulan, 3 orang anak mengalami Total 87 100
stunting meskipun sudah mendapatkan ASI Berat badan
eksklusif selama 6 bulan dan 5 orang anak lahir:
lainnya berada pada kategori perkembangan Normal 76 87,4
normal serta mendapat ASI eksklusif selama 6 BBLR 11 12,6
bulan. Total 87 100
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui hubungan durasi pemberian ASI
Tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah
eksklusif dengan kejadian stunting pada anak.
responden terbanyak adalah laki-laki (54%),
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
selanjutnya distribusi responden menurut berat
memberikan informasi dan meningkatkan
badan lahir menunjukkan bahwa mayoritas
promosi kesehatan tentang durasi pemberian
anak memiliki berat badan lahir normal
ASI eksklusif dengan kejadian stunting pada
(87,4%).
anak dalam upaya pencegahan stunting pada
anak. 2. Karakteristik Ibu Responden
Tabel 2
METODOLOGI PENELITIAN Distribusi Karakteristik Ibu Responden
Penelitian ini dilakukan di wilayah Karakteristik Jumlah Persentase
Puskesmas Rejosari Pekanbaru yang dimulai (%)
Pendidikan terakhir
dari bulan Februari sampai Juli 2018. Desain
ibu:
penelitian ini adalah penelitian korelasi dengan Tidak sekolah 2 2,3
menggunakan pendekatan cross sectional. SD 4 4,6
Responden pada penelitian adalah anak usia SMP 13 14,9
624 bulan sebanyak 87 orang yang diambil SMA 55 63,2
menggunakan teknik accidental sampling Perguruan tinggi 13 14,9
dengan kriteria inklusi antara lain yaitu anak
Total 87 100
usia 6-24 bulan, berdomisili di wilayah
Puskesmas Rejosari Pekanbaru, dan ibu Pekerjaan ibu:
memberikan izin untuk menjadi responden . IRT 78 89,7
Alat pengumpul data yang digunakan Pegawai Negeri 3 3,4
pada penelitian ini adalah kuesioner dan tabel Swasta 3 3,4
standar tinggi badan menurut umur yang Wiraswasta 3 3,4
dikeluarkan oleh WHO untuk penilaian status Total 87 100
gizi (stunting) pada anak. Analisa data
Suku:
penelitian secara univariat dan bivariat dengan
Melayu 17 19,5
menggunakan uji alternatif Mann-Whitney.
Minang 27 31
Batak 19 21,8
HASIL PENELITIAN Jawa 20 23
A. Analisa Univariat Nias 4 4,6
Analsis univariat pada penelitian ini
digunakan untuk melihat distribusi Total 87 100

JOM FKp, Vol. 5 No. 2 (Juli-Desember) 2018 186


Tabel 2, menunjukkan distribusi (0,000) < α (0,05) yang berarti bahwa ada
pendidikan terakhir ibu responden, sebagian hubungan antara durasi pemberian ASI
besar adalah berpendidikan SMA (63,2%). eksklusif (ASI saja) dengan kejadian stunting
Distribusi pekerjaan ibu responden Berdasarkan hasil penelitian ini dianjurkan
menunjukkan bahwa mayoritas ibu adalah ibu bagi ibu untuk memberikan ASI secara
rumah tangga (89,7%), dan sebagian besar eksklusif (ASI saja) selama 6 bulan kepada
bersuku minang (31%). anak untuk mengurangi risiko anak mengalami
stunting dan tercapai pertumbuhan yang
3. Durasi Pemberian ASI eksklusif optimal.
Tabel 3
Distribusi Durasi Pemberian ASI eksklusif PEMBAHASAN
Variabel Mean SD Minimal- A. Karakteristik Responden
Maksimal 1. Anak
Durasi 4,5 2,1 06 Distribusi responden menurut jenis
Pemberian kelamin menunjukkan bahwa dari 87
ASI responden, mayoritas adalah laki-laki (54%).
Eksklusif Hal ini sesuai dengan jumlah data yang
peneliti dapatkan dari Puskesmas Rejosari,
dimana jumlah anak laki-laki besarnya
Berdasarkan tabel 5, rata-rata durasi
(51,8%) lebih banyak dibandingkan dengan
pemberian ASI eksklusif adalah 4,5 bulan,
jumlah anak perempuan (48,2%). Penelitian
dengan standar deviasi 2,1 bulan. Durasi
oleh Akombi (2017) mengatakan bahwa anak
minimum pemberian ASI eksklusif adalah 0
laki-laki lebih mungkin mengalami stunting
bulan, dan durasi maksimum pemberian ASI
jika dibandingkan dengan anak perempuan.
eksklusif adalah 6 bulan.
Jenis kelamin menentukan besarnya kebutuhan
4. Kejadian Stunting
bagi seseorang sehingga adanya keterkaitan
Tabel 4
antara status gizi dengan jenis kelamin.
Distribusi Kejadian Stunting
Kategori Stunting Jumlah Persentase
Hasil analisa data Berat Badan Lahir
(%) didapatkan bahwa mayoritas anak memiliki
Stunting 33 37,9 berat badan lahir normal (>2500 gram)
Tidak Stunting 54 62,1 (87,4%). Berat lahir memiliki dampak atau
Total 87 100,0 pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan,
perkembangan, dan tinggi badan anak
selanjutnya. Berat badan lahir merupakan
Berdasarkan tabel 4, distribusi kejadian salah satu indikator kesehatan pada bayi yang
stunting didapatkan hasil bahwa (62,1%) anak baru lahir.
termasuk dalam kategori tidak stunting. 2. Ibu responden
Hasil analisa univariat distribusi
B. Analisis Bivariat karakteristik ibu responden mennjukkan
Tabel 4 bahwa pendidikan ibu sebagian besar adalah
Hubungan Durasi Pemberian ASI Eksklusif SMA (63,2%), mayoritas adalah sebagai ibu
dengan Kejadian Stunting rumah tangga (89,7%), terbanyak adalah suku
N Median P minang (31%). Tingkat pendidikan ibu
(Min- value
Maks) memiliki peranan penting dalam menentukan
Durasi status gizi pada balita. Tingkat pendidikan ibu
pemberian secara tidak langsung akan mempengaruhi
Stunting 33 3 (0-6)
ASI kemampuan dan pengetahuan ibu mengenai
eksklusif 0,000 perawatan kesehatan terutama pengetahuan
Tidak
stunting
54 6 (1-6) mengenai gizi (Aridiyah et al, 2015). Tingkat
pendidikan ibu yang hanya menengah (SMA)
Berdasarkan tabel 4, hasil uji alternatif pada penelitian ini menyebabkan angka
Mann-Whitney didapatkan pada kategori anak kejadian stunting masih tinggi di wilayah kerja
stunting dan tidak stunting p value sebesar Puskesmas Rejosari Pekanbaru.

JOM FKp, Vol. 5 No. 2 (Juli-Desember) 2018 187


Pada penelitian ini sebagian besar ibu namun dikarenakan beberapa faktor seperti
tidak bekerja, sehingaa ibu yang tidak bekerja ASI yang belum keluar setelah
akan mempunyai waktu yang lebih banyak melahirkanmenyebabkan ibu tidak bisa
dengan anaknya dibandingkan dengan ibu memberikan ASI secara eksklusif sampai 6
yang bekerja sehingga akan mempengaruhi bulan pada bayinya.
kualitas gizi anaknya. Ibu yang tidak bekerja
akan memiliki banyak waktu untuk merawat C. Kejadian Stunting
bayinya termasuk untuk memberikan ASI Hasil analisis data didapatkan hasil
eksklusif (Indrawati, 2016). bahwa dari keseluran responden anak usia
Kota Pekanbaru yang merupakan Ibu 624 bulan di Puskesmas Rejosari, responden
Kota Provinsi Riau, dimana mayoritas yang stunting sebesar (37,9%), dan yang tidak
penduduknya merupakan pendatang dari luar mengalami stunting sebesar (62,1%). Hasil
provinsi seperti Sumatra Barat, Jawa, dan observasi peneliti pada responden, sebagian
Sumatra Utara. Sensus kota Pekanbaru, besar ibu responden adalah ibu rumah tangga,
kemajemukan etnis di Kota Pekanbaru dengan anak yang termasuk dalam kategori stunting
persentase terbanyak yaitu suku Minang pada penelitian ini rata-rata mempunyai orang
(37,7%), Melayu (26,1%), Jawa (15,1%), dan tua (ayah atau ibu) yang juga pendek.
Batak (10,8%) (Badan Pusat Statistik, 2015). Prevalensi stunting pada balita berdasarkan
Budaya, tradisi, atau kebiasaan yang ada hasil Riskesdas mengalami penurunan. Tahun
dalam suatu suku di masyarakat seperti 2016 prevalensi stunting sebanyak (27,6%)
pantangan makan, dan pola makan yang salah anak dan mengalami penurunan pada tahun
dapat mengakibatkan munculnya masalah gizi 2017 menjadi sebesar (20,1%) yang terdiri dari
pada balita yang kemudian akan berdampak (6,9%) sangat pendek dan (13,2%) pendek
pada pertumbuhan dan perkembangan balita (Kementrian Kesehatan RI, 2018). Stunting di
(Adriani & Wirjatmadi, 2012). Indonesia menjadi masalah yang harus
ditanggulangi karena prevalensinya masih di
B. Durasi Pemberian ASI Eksklusif atas ambang batas (cut-off) yang telah
Hasil analisis data didapatkan bahwa ditetapkan oleh WHO sebesar >20% dan
distribusi frekuensi durasi pemberian ASI merupakan masalah kesehatan masyarakat.
eksklusif pada anak 624 bulan dari total 87 Angka kejadian stunting pada
responden lebih dari setengah ibu sudah penelitian ini lebih tinggi daripada angka
memberikan ASI eksklusif (pemberian ASI kejadian stunting di Riau menurut data
saja) selama 6 bulan yaitu sebesar (55,17%). Riskesdas tahun 2017 sebesar (21,3%).
Hal ini telah sesuai dengan anjuran dari WHO Prevalensi ini juga lebih tinggi dibandingkan
dimana dikatakan durasi pemberian ASI dengan hasil penelitian Indrawati (2016),
eksklusif adalah selama 6 bulan pertama prevalensi stunting di Desa Karangrejek
kehidupan. Namun angka ini masih belum Wonosari Gunung Kidul, sebesar (26,9%) dan
memenuhi target pemberian ASI eksklusif penelitian Fitri (2012) prevalensi stunting di
oleh Kemenkes Riau yakni sebesar 80%. Hasil Sumatra sebesar (37,5%), namun prevalensi
wawancara dengan ibu responden, ibu yang stunting penelitian ini lebih rendah daripada
telah memberikan ASI eksklusif selama 6 penelitian oleh Rohmatun (2014) prevalensi
bulan di wilayah kerja Puskesmas Rejosari stunting di Desa Sidowarno Kecamatan
Pekanbaru ini dikarenakan ibu telah Wonosari Kabupaten Klaten sebesar (53,1%).
mengetahui pentingnya pemberian ASI Perbedaan prevalensi ini dapat disebabkan
ekslusif selama 6 bulan pada anak, juga karena karena perbedaan tempat penelitian serta
seringnya dilakukan penyuluhan oleh para jumlah sampel yang digunakan.
kader kesehatan kepada masyarakat tentang Penelitian ini dilakukan pada anak
pentingnya pemberian ASI eksklusif selama 6 usia 624 bulan, dimana pada usia tersebut
bulan pada anak. sedangkan ibu responden merupakan “periode emas” yang merupakan
yang tidak memberikan ASI eksklusif selama periode yang menentukan kualitas kehidupan
< 6 bulan menyatakan ingin memberikan ASI anak dimasa yang akan datang. Dampak buruk
secara eksklusif selama 6 bulan pada bayinya yang dapat ditimbulkan akibat masalah gizi

JOM FKp, Vol. 5 No. 2 (Juli-Desember) 2018 188


pada periode tersebut, dalam jangka pendek eksklusif dengan kejadian stunting pada balita.
adalah perkembangan otak dan kecerdasan Penelitian oleh Ni’mah dan Nadhiroh (2015)
terganggu, gangguan pertumbuhan fisik dan dengan sampel 68 balita usia 1259 bulan,
metabolisme tubuh. Sedangkan dalam jangka tentang faktor-faktor yang berhubungan
panjang adalah menurunnya kemampuan dengan kejadian stunting pada balita di
kognitif dan prestasi belajar, menurunnya wilayah kerja Puskesmas Tanah Kali
kekebalan tubuh sehingga mudah sakit, dan Kedinding, Surabaya salah satunya adalah
resiko tinggi untuk munculnya beberapa riwayat ASI eksklusif.
penyakit tidak menular (Kementrian Hasil yang didapatkan dalam penelitian
Kesehatan RI, 2016). Stunting ketika usia ini, juga sejalan dengan penelitian dari Ayisi
balita pada umumnya sering tidak disadari dan Wakoli (2014) yang menggunakan sampel
oleh keluarga dan berdampak pada 334 bayi usia 06 bulan, dimana didapatkan
kemampuan kognitif dan produktivitas jangka hasil terdapat hubungan antara pemberian ASI
panjang, bahkan bisa berdampak pada eksklusif dengan pertumbuhan dan stunting
kematian (Oktarina & Sudiarti, 2014). pada bayi 0-6 bulan. Penelitian oleh
Stunting merupakan hal yang Kuchenbecker dkk (2015), pada 196 sampel
dianggap orang tua sebagai sesuatu yang biasa, anak usia 0 sampai <6 bulan, juga mengatakan
dan banyak orang tua yang tidak mengetahui bahwa pemberian ASI eksklusif (pemberian
tentang stunting dan dampaknya bagi anak. ASI saja tanpa minuman atau makan kecuali
Pendidikan orang tua pada penelitian ini yang vitamin, mineral atau obat-obatan) pada bayi
hanya menengah (SMA) juga menyebabkan berhubungan dengan stunting pada bayi.
kurangnya pengetahuan ibu mengenai stunting Namun hasil penelitian ini tidak sejalan
dan juga karena masih kurangnya penyuluhan dengan penelian dari Putra (2016) pada 61
yang dilakukan oleh kader kesehatan anak usia 12-60 bulan yang menyatakan
mengenai stunting pada anak. Orang tua bahwa pemberian ASI Eksklusif selama 6
menganggap bahwa anak mereka masih bisa bulan tidak berhubungan dengan kejadian
mengalami pertumbuhan sebab usianya masih stunting pada balita, akan tetapi jika tidak
balita padahal bila stunting tidak terdeteksi memberikan ASI Eksklusif selama 6 bulan
secara dini, minimal sebelum berusia 2 tahun, akan meningkatkan risiko sebesar 2 kali
maka perbaikan untuk gizinya akan terhadap kejadian stunting.
mengalami keterlambatan untuk tahun Pengan (2015) menyatakan bahwa
berikutnya. anak yang diberi ASI saja sejak lahir sampai 6
bulan bulan, menunjukkan nilai p value
D. Hubungan Durasi Pemberian ASI (0,003) < (0,05) dengan nilai OR= 3,750
Eksklusif dengan Kejadian Stunting berarti terdapat hubungan antara riwayat
Hasil analisis data mengunakan uji pemberian ASI eksklusif dengan kejadian
alternatif Mann-Whitney didapatkan nilai p stunting. Anak yang tidak mendapat ASI
value (0,000) < α (0,05), hal ini berarti bahwa eksklusif berisiko 3,7 kali mengalami stunting
terdapat hubungan yang bermakna antara dibandingkan anak yang mendapatkan ASI
durasi pemberian ASI eksklusif (ASI saja) eksklusif sampai 6 bulan. ASI sangat
selama 06 bulan dengan kejadian stunting dibutuhkan untuk kesehatan bayi serta untuk
pada anak usia 624 bulan. Hasil penelitian mendukung pertumbuhan dan perkembangan
ini sejalan dengan penelitian dari (Pengan bayi secara optimal (Sulistyoningsih, 2011)
tahun 2015) pada 88 anak tentang hubungan Penelitian oleh Fitri (2017)
antara riwayat pemberian ASI eksklusif mendapatkan hasil bahwa balita yang
dengan kejadian stunting pada anak usia 12-36 diberikan ASI eksklusif selama 6 bulan
bulan di wilayah kerja Puskesmas Luwuk pertama lebih beresiko kecil mengalami
Sulawesi Selatan. Hasil penelitian yang stunting. Memberikan ASI pada bayi sekaligus
dilakukan oleh Fitri (2017) dengan responden memberikan susu formula memang dapat
75 balita juga sejalan dengan hasil penelitian memenuhi kebutuhan zat gizi bayi sehingga
yang dilakukan oleh peneliti dimana dikatakan tidak terganggu pertumbuhannya, tetapi susu
juga terdapat hubungan antara pemberian ASI formula tidak mengandung zat gizi sebaik ASI

JOM FKp, Vol. 5 No. 2 (Juli-Desember) 2018 189


sehingga bayi lebih rawan terkena penyakit, wilayah kerja Puskesmas Rejosari Pekanbaru,
karena kandungan zat di dalam ASI sangat yang artinya H0 ditolak.
berbeda dengan kandungan zat yang SARAN
lainnya. Diharapkan petugas kesehatan dapat
Penelitian oleh Ni’mah dan Nadhiroh meningkatkan peran aktif dengan memberikan
(2015) menemukan bahwa balita yang tidak pendidikan kesehatan mengenai pentingnya
mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan ASI eksklusif dan pendidikan kesehatan
pertama lebih banyak mengalami stunting tentang stunting dan dampaknya terhadap
(88,2%) dibandingkan dengan kelompok balita anak.
normal (68,1%) dengan nilai OR sebesar
4,643. Rendahnya pemberian ASI eksklusif UCAPAN TERIMAKASIH
menjadi salah satu pemicu terjadinya stunting Terima kasih yang tak terhingga atas bantuan
pada anak balita yang disebabkan oleh dan bimbingan dari berbagai pihak dalam
kejadian masa lalu dan akan berdampak penyelesaian laporan penelitian ini.
1
terhadap masa yang akan datang, sebaliknya Nurkarimah: Mahasiswa Fakultas
pemberian ASI yang cukup oleh ibu akan Keperawatan Universitas Riau, Indonesia
2
membantu menjaga keseimbangan gizi anak Oswati Hasanah, M.Kep., Sp.Kep.An:
sehingga tercapai pertumbuhan anak yang Dosen Departemen Keperawatan Anak
optimal (Aridiyah dkk, 2015). Fakultas Keperawatan Universitas Riau,
Pemberian ASI adalah penentu penting Indonesia
3
status gizi anak yang akhirnya mempengaruhi Ns. Bayhakki M.Kep., Sp.KMB., PhD:
pertumbuhannya dan perkembangan. Bayi Dosen Departemen Keperawatan Medikal
yang mendapat ASI yang cukup akan Bedah Fakultas Keperawatan Universitas
memperkecil risiko bayi tersebut terserang Riau, Indonesia
penyakit infeksi (Anisa, 2012). Stunting
merupakan gangguan pertumbuhan disebabkan DAFTAR PUSTAKA
adanya masalah malnutrisi dan atau penyakit Adriani, M., dan Wirjatmadi, B. (2012).
infeksi kronis maupun berulang (WHO, 2010). Pengantar gizi masyarakat. Jakarta:
Inilah yang menyebabkan ada kaitannya antara Kharisma Putra Utama.
pemberian ASI eksklusif dengan kejadian Akombi, B. J., Agho, K. E., Hall, J, J., Merom,
stunting pada balita. Berdasarkan hasil D., Astell-Burt, T., & Renzaho, A. M.
penelitian ini dan beberapa penelitian terkait, N. (2017). Stunting and severe stunting
maka dianjurkan bagi ibu untuk memberikan among children under-5 years in
ASI secara eksklusif bagi bayi selama 6 bulan Nigeria: A multilevel analysis.
umur bayi dan tetap terus diberikan sampai Diperoleh tanggal 23 Juli 2018 dari
bayi berusia 2 tahun. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc.arti
cles/PMC5237247/
Alrahmad, A. H., Miko, A., & Hadi, A.
SIMPULAN
Hasil analisis statistik dapat diambil (2010). Kajian Stunting pada anak
simpulan dari penelitian ini yaitu hasil analisa balita ditinjau dari pemberian ASI
univariat didapatkan hasil bahwa jumlah ekslusif, MP-ASI, status imunisasi dan
kejadian stunting pada 87 anak usia 624 karakteristik keluarga di kota Banda
bulan di wilayah kerja Puskesmas Rejosari Aceh. Jurnal Kesehatan Ilmiah
Pekanbaru adalah sebesar (37,9%), dan yang Nasuwakes. (Volume.6, No.2),
tidak stunting (62,1%), dengan jumlah 169184. Diperoleh tanggal 25 Juni
terbanyak pada anak laki-laki. Analisisis 2018 dari
statistik bivariat menggunakan uji alternatif http://nasuwakesaceh.ac.id/gudang/file/
Mann-Whitney didapatkan hasil p value pdf/jurnal-pdf-8j3ofmBubGZcnDrd.pdf
(0,000) < α (0,05). Hal ini berarti bahwa Anisa, P. (2012). Faktor-faktor yang
terdapat hubungan yang bermakna antara berhubungan dengan kejadian Stunting
durasi pemberian ASI eksklusif dengan pada balita usia 25–60 bulan di
kejadian stunting pada anak usia 624 bulan di kelurahan Kalibaru Depok Tahun

JOM FKp, Vol. 5 No. 2 (Juli-Desember) 2018 190


2012. Diperoleh tanggal 28 Juni 2018 Jurnal Endurance. (Volume.3, No.1),
dari 131-137. Diperoleh tanggal 23 Juni
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20320 2018 dari
460-S-Paramitha%20Anisa.pdf http://ejournal.kopertis10.or.id/index.p
Aridiyah, F. K., Rohmawati, N., & Ririanty, hp/endurance/article/viewFile/1767/93
M. (2015). Faktor yang mempengaruhi 0
Stunting pada Balita di Pedesaan dan Indrawati, S. (2016). Hubungan pemberian
Perkotaan. e-Jurnal Pustaka ASI ekslusif dengan kejadian stunting
Kesehatan. (vol. 3, No.1). Diperoleh pada anak usia 2-3 tahun di desa
tanggal 28 Juni 2018 dari karangrejek wonosari gunungkidul.
https://jurnal.unej.ac.id/index.php/JPK/ Diperoleh tanggal 19 Januari 2018 dari
article/download/2520/2029 http://digilib.unisayogya.ac.id/2480/1/d
Ayisi, R. K., & Wakoli, A. B. (2014). ira%20Naskah%20Publikasi%20.pdf
Exclusive breastfeeding practice: its Kementrian Kesehatan RI. (2016). Infodatin.
implications on nutritions status, Situasi Balita Pendek. Diperoleh
growth and morbidity pattern among tanggal 23 Desember 2018 dari
infant aged 06 months. Global http://www.depkes.go.id/resources/dow
Journal of Biology, Agriculture & nload/pusdatin/infodatin/situasi-balita-
Health Science. (Volume 3, Issue 1). pendek-2016.
Diperoleh tanggal 23 Juli 2018 dari Kementrian Kesehatan RI. (2018). Data dan
https://pdfs.semanticscholar.org/6706/7 Informasi: Profil Kesehatan Indonesia
48e2d1f46f50a7da0f7a77684138d3d28 2017. Diperoleh tanggal 27 Juli 2018
80.pdf dari
Badan Penelitian dan Pengembangan http://www.pusdatin.kemkes.go.id/reso
Kesehatan. (2013). Pokok-pokok hasil urces/download/pusdatin/profil-
Riskesdas Provinsi Riau 2013. Jakarta: kesehatan-indonesia/Data-dan-
BALITBANGKES Kemenkes RI. Informasi_Profil-Kesehatan-Indonesia-
Badan Penelitian dan Pengembangan 2017.pdf
Kesehatan. (2013). Riset Kesehatan Kuchenbecker, J., dkk. (2015). Exclusive
Dasar (RISKESDAS) 2013. Laporan breastfeeding and its effect on growth
Nasional 2013, 1–384. Diperoleh of Malawian infants: results from a
tanggal 23 Desember 2017 dari cross-sectional study. Paediatrics and
http://www.depkes.go.id/resources/dow International Child Health Journal.
nload/general/Hasil%20Riskesdas%20 35(1), 14-23. Diperoleh tanggal 27 Juli
2013.pdf 2018 dari
Badan Pusat Statistik Kota Pekanbaru. (2015). http://journal.fkm.ui.ac.id/kesmas/articl
Kemajemukan suku bangsa di Kota e/download/882/487
Pekanbaru. Pekanbaru: BPS Kota Menteri Kesehatan RI. (2004). Keputusan
Pekanbaru. menteri kesehatan republik Indonesia
Cakrawati, D., & Mustika, N,H. (2014). Bahan nomor 450/menkes/sk/iv/2004 tentang
Pangan, Gizi, dan Kesehatan. pemberian air susu ibu (ASI) secara
Bandung: Alfabeta. eksklusif pada bayi di indonesia.
Fitri. (2012). Berat lahir sebagai faktor Diperoleh tanggal 20 April 2018 dari
dominan terjadinya stunting pada http://jdih.pom.go.id/showpdf.php?u=8
balita (1259 bulan) di Sumatera 2gYe7894n%2FuwyvH8GOZ7wMLfQ
(Analisis data Riskesdas 2010). L6ICu5Bo9ZyTDUhjw%3D
Diperoleh tanggal 24 Juni 2018 dari Millennium Challenge Account-Indonesia.
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20298 (2014). Proyek kesehatan dan gizi
098-T30071-Fitri.pdf berbasis masyarakat untuk mengurangi
Fitri, L. (2018). Hubungan BBLR dan ASI stunting. Diperoleh tanggal 27 Juli
eksklusif dengan kejadian stunting di 2018 dari http://www.mca-
Puskesmas Lima Puluh Pekanbaru.

JOM FKp, Vol. 5 No. 2 (Juli-Desember) 2018 191


indonesia.go.id/assets/uploads/media/p nloads/Binder_Volume1.pdf
df/HN_Factsheet_New_ID-mail.pdf Timaeus, I. M. (2012). Stunting and obesity in
Pengan, J. (2015). Hubungan antara riwayat childhood: are assessment using
pemberian ASI eksklusif dengan longitudinal data from South Africa.
kejadian stunting pada anak usia 12-36 International Journal of Epidemiology.
bulan di wilayah kerja puskesmas (Volume. 41, Issue 3). Diperoleh
luwuk kecamatan luwuk selatan tanggal 12 Januari 2017 dari:
kabupaten banggai Sulawesi tengah. https://academic.oup.com/ije/article/41/
Diperoleh tanggal 27 Juni 2018 dari 3/764/832489
http://fkm.unsrat.ac.id/wp- Umboh, A. (2013). Berat lahir rendah dan
content/uploads/2015/05/JURNAL- tekanan darah pada anak. Jakarta:
JOHAN-1.pdf Sagung Seto.
Picauly, I., & Toy, S. M. (2013). Analisis Unicef Indonesia. (2013). Ringkasan kajian
determinan dan pengaruh stunting gizi ibu dan anak, Oktober 2012.
terhadap prestasi belajar anak sekolah Diperoleh tanggal 12 Desember 2017
di Kupang dan Sumba Timur, NTT. dari
Jurnal Gizi Dan Pangan, 8(1), 55–62. https://www.unicef.org/indonesia/id/A
Diperoleh tanggal 23 Desember 2018 6_-_B_Ringkasan_Kajian_Gizi.pdf
dari UNICEF. (2013). Improving child
http://journal.ipb.ac.id/index.php/jgizip nutrition: The achievable imperative
angan/article/view/7254 for global progress. Division of
Putra, O. (2016). Pengaruh bblr terhadap Communication, UNICEF. USA.
kejadian stunting pada anak usia 12- Diperoleh tanggal 19 Januari 2018 dari
60 bulan di wilayah kerja puskesmas www.unicef.org/media/files/nutrition_r
pauh pada tahun 2015. Diperoleh eport_2013.
tanggal 19 Januari 2018 dari Walker, S. P., Chang, S. M., Powell, C. A.,
http://scholar.unand.ac.id/12188/5/T Simonoff, E., & McGregor, S. M.
A%20UTUH.pdf (2007). Early childhood stunting is
Rohmatun,N.Y. (2014). Hubungan tingkat associated with poor psychological
pendidikan ibu dan pemberian ASI functioning in late adolescence and
eksklusif dengan kejadian stunting effects are reduced by psychosocial
pada balita di Desa stimulation. Journal Nutrition. (137:
SidowarnoKecamatan Wonosari 2464–2469) Diperoleh tanggal 19
Kabupaten Klaten. Diperoleh tanggal Januari 2018 dari
28 Juni 2018 dari https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/
http://eprints.ums.ac.id/31231/22/NAS 17951486
KAH_PUBLIKASI.pdf WHO. (2010). Nutrition landscape
SUN Movement. (2012). Scaling Up Nutrition information system (NLIS) country
(SUN) Movement Strategy [2012- profile indicators: interpretation guide.
2015]. Imperial College, London, Switzerland: WHO press.
1(September 2012). Diperoleh tanggal WHO. (2018). Exclusive breastfeedingfor
22 Desember 2017 dari optimal growth, development, and
http://scalingupnutrition.org/wp- health of infant. Diperoleh tanggal 20
content/uploads/2012/10/SUN- April 2018 dari
MOVEMENT-STRATEGY-ENG.pdf
Tim Nasional Percepatan Penanggulangan http://www.who.int/elena/titles/exclusi
Kemiskinan. (2017). 100 ve_breastfeeding/en/
Kabupaten/kota prioritas untuk
intervensi anak kerdil (stunting):
Ringkasan. (Cetakan 1). Jakarta.
Diperoleh tanggal 12 Januari 2018 dari
www.tnp2k.go.id/images/uploads/dow

JOM FKp, Vol. 5 No. 2 (Juli-Desember) 2018 192

You might also like