Professional Documents
Culture Documents
Abstract
Indigenous people of Tengger residing in Ngadas and Ranu Pani Village altogether with forest officials (in
this case, forest rangers) have different views and interest in the utilization of conservation forest. These
differences affect different behaviour of the people as well. In terms of indigenous people, the forest
utilization is done to meet the necessities of life, such as cooking, heating rooms, building houses, and holding
ceremonies. On the other hand, the forest rangers utilize the forest according to the Regulation no 6 of 2007,
which was later refined into Regulation no 3 of 2008, which emphasizes more on the group interests. This
would result in conflict of interest and the utilization of forest resources among local residents as well as
between local residents and forest rangers.
The steps taken are (1) determining the location of the study purposively, which is in Ngadas and Ranu Pani
Village. Both areas have great respect and strong emotional bond with Bromo Mountain and Tengger Sea
Sand area. (2) Data Collection: (a) observation and (b) in-depth interview, (3) Informants: the individuals
who have the knowledge and experience of the problems examined, and lastly (4) Data Analysis.
The result of the study is expected to provide benefits that the behavioral patterns in the form of interaction,
information, and action in creating justice by way of cultural resolution are developed. This cultural
resolution emphasizes more on the formation aspect, rather than static and monolithic state.
Abstrak
Masyarakat adat Tengger yang berada di desa Ngadas dan desa Ranu Pani maupun petugas kehutanan
(dalam hal ini adalah polisi hutan), memiliki pandangan dan kepentingan yang berbeda dalam
pemanfaatan hutan konservasi. Pandangan dan kepentingan yang berbeda ini mempengaruhi tingkah
laku yang berbeda pula. Dari segi masyarakat adat, pemanfaatan hutan karena terdorong untuk
memenuhi kebutuhan hidup seperti memasak, penghangat ruangan, membangun rumah dan upacara
adat, sedangkan polisi hutan melakukan pemanfaatan hutan sesuai apa yang tercantum dalam PP no 6
tahun 2007 yang kemudian disempurnakan dalam PP no 3 tahun 2008 yang lebih menekankan pada
kepentingan kelompok. Hal ini akan berdampak adanya konflik kepentingan penguasaan dan
pemanfaatan sumber daya hutan antar warga penduduk setempat maupun dengan polisi hutan.
Ada beberapa tahapan yang digunakan adalah (1) penentuan lokasi penelitian : ditentukan secara
purposif yaitu di desa Ngadas dan desa Ranu Pani. Kedua wilayah ini sangat menghormati dan
mengeramatkan, serta memiliki ikatan emosional yang kuat dengan kawasan Gunung Bromo dan Laut
Pasir Tengger. (2) Pengumpulan Data yang meliputi : (a) pengamatan ; dan (b) wawancara mendalam. (3)
Informan : adalah individu-individu yang memiliki pengetahuan dan pengalaman tentang permasalahan
yang diteliti, teknik (4) Analisa Data :.Hasil penelitian memberikan manfaat Pembentukan Balai Mediasi
Desa merupakan suatu media dalam proses belajar untuk membiasakan dan memperoleh sesuatu yang
baru untuk melakukan suatu tindakan dalam menghasilkan suatu penyelesaian konflik. Dalam proses
pembentukan Balai Mediasi Desa ini dikembangkan pola-pola perilaku dalam bentuk interaksi, informasi
dan tindakan dalam menciptakan keadilan dengan cara penyelesaian budaya (cultural resolution).
K
Pendahuluan Taman Nasional laut Sepanjang dan
daya hutan antar warga penduduk ada di desa Ngadas dan Desa Ranu
setempat maupun dengan polisi hutan. Pani. Dataran tinggi Bromo Tengger
Taman Nasional Bromo Tengger alam yang unik yaitu kaldera di dalam
dan informasi yang empirik, maka antara warga dengan polisi hutan. (2)
Ngadas dan Ranu Pani masyarakat adat yang telah melakukan konflik dan
Gunung Bromo dan Laut Pasir Tengger, indepth interview. Wawancara ini
Ngadas maupun Ranu Pani memiliki berkonflik warga dengan polisi hutan,
sekitar mereka. Desa Ngadas dan Ranu Informan meliputi : dukun adat, polisi
konservasi. Selain itu, desa Ngadas dan tokoh masyarakat yang memahami
Ranu Pani pada masyarakat Suku nilai-nilai lokal yang berkaitan dengan
anti rayap. Misalnya saja kayu ini tidak batang, dan daunnya sebagi obat-
akan hancur meskipun dipendam di obatan. Kegiatan mencari tumbuhan
tanah selama 5 tahun. obat-obatan di hutan ini disebut
Sebagaimana telah dijelaskan, busuran. Tumbuhan obat-obatan yang
manfaat kayu sebagai bahan bakar. dapat ditemui di hutan misalnya
Ternyata sebagian masyarakat juga seperti suri pandak, permenan, jenggot
mengusahakan kayu bakar untuk wesi, akar sempretan, jahe wana,
dijual. Tumbuhan yang sering dijual sumber etan, krangean, daun po’o,
sebagai kayu bakar adalah jenis akasia. kalitus, pronojiwo, dan sebagainya.
Harga kayu bakar, 1 bentel = 1 pikul = Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa
Rp 15.000. Bila membeli kayu bakar pada bagian-bagian tertentu, seperti
dalam jumlah banyak, misalnya 10 akar, batang dan daun mempunyai
pikul, dimana 1 pikulnya dihargai Rp khasiat sebagai obat-obatan. Misalnya
5000. Selain itu, kayu sebagai bahan daun po’o itu bisa dimanfaatkan untuk
bangunan juga dijual. Seperti kayu obat sakit kepala dan obat sakit perut.
barus, kayu sembung, dan sebagainya. Pada umumnya masyarakat
Masyarakat sering membeli jenis-jenis mempunyai pengetahuan tentang
kayu tersebut karena memiliki kualitas tumbuhan obat-obatan. Pengetahuan
yang sangat baik dan tahan lama. itu diperoleh secara turun-temurun.
Meskipun kegiatan seperti ini dilarang Dari beberapa informan yang
oleh negara, namun kenyataannya diwawancarai menunjukkan mereka
banyak masyarakat yang mengetahui tentang manfaat obat-
melakukannya. obatan meskipun tidak terlalu
mendetail. Tetapi hanya pada jenis-
Pemanfaatan Hasil Nonkayu
jenis tertentu dan kecenderungan
Selain kayu sebagai hasil utama
masyarakat untuk menggunakan obat-
hutan, juga terdapat hasil ikutan atau
obatan tradisional.
hasil nonkayu. Diantaranya:
Pengetahuan tentang hal tersebut
1) Obat-obatan
pada umumnya dikuasai oleh dukun.
Tumbuh-tumbuhan yang hidup di
Seperti dukun Bambang yang
hutan dapat dimanfaatkan akar,
seringkali mengenalkan tumbuhan
obat dan manfaatnya pada masyarakat ada yang digunakan untuk keperluan
Tengger. Pak dukun Bambang makanan ternak milik sendiri ataupun
memberikan contoh tentang tumbuhan untuk dijual. Bila dijual, harga 1 pikul
obat. Misalnya obat tradisional untuk rumput sebesar Rp 5. 000.
sakit perut dengan menggunakan kulit Berdasarkan penjelasan yang
manggis tua, kulit kerbau, gula batu, telah diuraikan, dapat diketahui bahwa
buah jambe, dan gula merah. masyarakat memanfaatkan hasil hutan
Kemudian semuanya itu digoreng yang terutama adalah kayu. Manfaat
tanpa minyak sampai gosong atau kayu untuk menghangatkan tubuh
hangus. Setelah itu dihancurkan (gegeni), bahan bakar seperti
sampai halus dengan cara dideplok, memasak, membangun rumah, dan
dan nantinya akan berupa bubuk yang membuat arang. Sedangkan untuk hasil
dicampur air lalu diminum. nonkayu, yaitu tanaman obat-obatan
dan rumput.
2) Rumput
Dalam hal ini, masyarakat
Masyarakat Tengger dalam
Tengger memandang hutan sebagai
kesehariannya juga memelihara hewan
sumber kehidupan. Karena hutan
ternak, seperti sapi, kambing, kerbau,
dilihat sebagai sumber penyedia kayu,
dan babi. Hewan tersebut tentu saja
tanaman obat-obatan, binatang, dan
setiap hari membutuhkan makanan.
lain-lain. Maka dari itu, kelangsungan
Makanan itu salah satunya berupa
hidup masyarakat Tengger sangat
rumput. Untuk itu masyarakat Tengger
bergantung pada alam yaitu hutan
mengambil rumput di hutan. Kegiatan
sehingga mereka memanfaatkan
mengambil rumput ini disebut
keberadaan hutan. Dalam kebudayaan
krepelan.
masyarakat Tengger bahwa manusia
Kegiatan mencari rumput itu
harus dapat berusaha mencari
biasanya dilakukan oleh anak-anak
keselarasan dengan lingkungan alam,
setelah pulang sekolah. Kalaupun pagi
yaitu hutan. Keselarasan dengan
harinya, yaitu sebelum pulang sekolah,
lingkungan alam (hutan) diwujudkan
anak-anak mencari rumput hanya di
dengan cara memanfaatkan alam
sekitar ladang. Hasil dari rumput itu
secara sebaik-baiknya. Seperti kegiatan
persekutuan wilayah bukan hanya desa sendiri. Warga dari desa tetangga
merupakan persekutuan hukum belaka atau luar desa dilarang membeli tanah
saja, melainkan juga terutama di kawasan desa Ngadas dan Ranu
persekutuan usaha dengan tanah Pani. Karena itu tanah di desa tersebut
selaku modal; pada dasarnya semua tetap utuh dikelola masyarakat sendiri.
anggota persekutuan yang Itu juga menjadi salah satu faktor
bersangkutan mempunyai dan mengapa kebudayaan di Ngadas dan
memenuhi kewajiban dalam Ranu Pani tetap terjaga.
memelihara ekosistem lingkungannya. Hingga sekarang, tanah pertanian yang
Bagi persekutuan hukum Indonesia ada semuanya dikelola masyarakat.
yang kecil (bersifat territorial) dalam Tidak satu pun penduduk luar desa
hal ini masyarakat Tengger dan hampir yang mengelola. Walau diberi harga
seluruhnya bertitik tumpu pada yang sangat tinggi, aturan adat,
pertanian, suatu wilayah bukan hanya masyarakat tidak boleh menjualnya.
merupakan tempat mempertahankan Hanya boleh pada masyarakat yang
hidup semata, tetapi kepada wilayah ada di desa. Dalam hal hak purba
itulah orang juga terikat dalam persekutuan hukum di masyarakat
persekutuan hukum. Akan tetapi Tengger sangat kuat, maka hak
karena semua tanah dalam lingkungan menjual tanah itu dilarang.
persekutuan hukum itu bertujuan Hak-hak perorangan dalam
untuk dimanfaatkan demi kepentingan persekutuan hukum dapat juga
persekutuan hukum beserta para dipandang sebagai pelaksanaan dari
warganya masing-masing. hukum tanah itu oleh masing-masing
Di lingkungan hukum adat Tengger, anggota persekutuan. Hak-hak
campur tangan itu dilakukan oleh persekutuan dan hak-hah perorangan
kepala desa atau tokoh adat sebagai setiap anggotanya saling pengaruh-
tetua dari persekutuan hukum. Selain mempenaruhi. Hak persekutuan ini
bertugas menjalankan pemerintahan, disebut hak purba/hak pertuanan/hak
kades juga diminta menjaga adat ulayat
istiadat desa. Salah satunya menjaga Hak persekutuan hukum ialah hak
tanah desa tetap utuh dimiliki warga yang dipunyai oleh suatu suku
dari wilayah hak purba dengan izin dijelaskan dalam pasal 5 UUPA sebagai
an encounter with arms, a fight, a battle, hukum atau kebijakan dimana dua
a prolonged struggle. Secara ringkas, pihak saling berhadapan antara yang
definisi ini menjelaskan bahwa konflik mengklaim dan yang menolak (Merrils,
adalah suatu perjuangan manusia yang 1994 : 1).
menyangkut perbedaan berbagai prinsip Kriekhof dengan mengutip
pernyataan, pernyataan dan argumentasi pendapat Laura Nader dan Harry Todd,
yang berlawanan (Hadi, 2006 : 2). mengemukakan perbedaan antara
Sedangkan Black menyatakan bahwa konflik dengan sengketa (Kriekhoff,
sengketa (dispute) adalah 1993 : 225)
a) Pra-konflik adalah keadaan yang
”a conflict or controversy ; a conflict
of claim or right ; claim or demand mendasari rasa tidak puas
one side, met by contrary claims or
allegations on the other. The subject
seseorang.
of litigation” b) Konflik adalah keadaan dimana