You are on page 1of 125

GAMBARAN KEBIASAAN MEROKOK ANGGOTA KELUARGA

PADA KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT


(ISPA) BALITA DI PUSKESMAS BUNGAH KABUPATEN
GRESIK

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Oleh :

LILIS ZUHRIYAH

NIM : 1111104000055

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015 M/1436 H
ii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
SCHOOL OF NURSING
SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY OF JAKARTA
Undergraduate Thesis, July 2015

Lilis Zuhriyah, NIM : 1111104000055


Ilustration of Family Member Smoking Habit in Acute Respiratory Infection
(ARI) in Toddler at Puskesmas (Health Center) Bungah, Gresik.
xix + 80 pages + 13 tables + 2 schemes + 1 figure + 7 appendixes

ABSTRACT

Smoking habit of family member without regard to the surrounding environment not
only can cause problems for smokers themselves but also can make problems for
other people, including a toddler who lives with them. One of the problems which
often appears in young children due to the exposure of cigarette smoke is Acute
Respiratory Infection (ARI). ARI in toddler is a major cause of toddler health care
visits and toddler mortality in Indonesia. The purpose of this study is to describe
smoking habit of family member in ARI in the toddlers at the Puskesmas Bungah
Gresik. Samples of this study are 100 toddlers suffering from ARI and the technique
used is purposive sampling. This research employs descriptive quantitative method
and the instrument used is a questionnaire. The results show that from 100 toddler
respondents, male 56%, female 44%; aged ≤ 12 months 28%, 72% aged 13-59
months; malnourished nutrient status 6%, poor 15%, good 78%, overweight 1%;
Mother’s last education, primary school 5%, junior highschool/equal 24%, senior
highschool/equal 60%, 11% college; smoking habit of family members 73%, with no
smoking habit of family members 27%; smoking habits without regard to the
environment 58.90%, 41.10% attention to the environment (n = 73); 25.58% one
smoker, more than one person 74.42% (n=43); mild smoker (30.24), moderate
smoker 34.88%, 34.88% severe smoker (n=43). Results of this study are expected to
provide information about the dangers of cigarette smoke, especially for children, so
that the family can change their smoking habit.

Keywords : ARI, Smoking habit of family member, Toddler


References : 79 (2003-2015)

iii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Skripsi, Juli 2015

Lilis Zuhriyah, NIM : 1111104000055


Gambaran Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga Pada Kejadian Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Balita di Puskesmas Bungah Kabupaten
Gresik
xix + 80 halaman + 13 tabel + 2 skema + 1 gambar + 7 lampiran

ABSTRAK

Kebiasaan merokok anggota keluarga tanpa memperhatikan lingkungan sekitar selain


dapat menimbulkan masalah bagi perokok itu sendiri juga dapat menimbulkan
masalah bagi orang lain, termasuk balita yang tinggal bersama. Salah satu masalah
yang seringkali timbul pada balita akibat paparan asap rokok adalah Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA). ISPA pada balita menjadi penyebab utama kunjungan balita
ke pelayanan kesehatan dan kematian balita di Indonesia. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui gambaran kebiasaan merokok anggota keluarga pada kejadian ISPA
balita di Puskesmas Bungah Kabupaten Gresik. Sampel pada penelitian ini sebanyak
100 balita yang menderita ISPA dan teknik yang digunakan yaitu purposive
sampling. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif.
Instrumen yang digunakan adalah lembar kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan
dari 100 responden balita, laki-laki 56%, perempuan 44%; usia ≤ 12 bulan 28%, usia
13-59 bulan 72%; status gizi buruk 6%, kurang 15%, baik 78%, lebih 1%; pendidikan
terakhir ibu SD 5%, SMP/sederajat 24%, SMA/sederajat 60%, perguruan tinggi 11%;
kebiasaan merokok anggota keluarga 73%, tanpa kebiasaan merokok anggota
keluarga 27%; kebiasaan merokok tanpa memperhatikan lingkungan 58,90%,
memperhatikan lingkungan 41,10% (n=73); perokok satu orang 25,58%, lebih dari
satu orang 74,42% (n=43); perokok ringan (30,24), perokok sedang 34,88%, perokok
berat 34,88% (n=43). Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
tentang bahaya asap rokok khususnya bagi balita, sehingga keluarga dapat merubah
kebiasaan merokok yang dilakukan setiap hari.

Kata kunci : ISPA, Kebiasaan merokok anggota keluarga, Balita


Referensi : 79 (2003-2015)

iv
v
vi
vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : LILIS ZUHRIYAH

Tempat, tanggal Lahir : Gresik, 19 Maret 1993

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Alamat : Sampurnan 04 RT 012 RW 004 Bungah Gresik

HP : +6285782012787

Email : Lilis.zuhriyah@gmail.com

Fakultas/Jurusan : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan/

Program Studi Ilmu Keperawatan

PENDIDIKAN

1. TK Muslimat NU 03
2. MI Assa’adah Sampurnan Bungah 1999-2005
3. MTS Assa’adah 2 Sampurnan Bungah 2005-2008
4. MA Assa’adah Sampurnan Bungah 2008-2011
5. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2011-sekarang

ORGANISASI

1. PMII 2011-sekarang
2. CSS MORA 2011-sekarang
3. BEM IK 2011-2015

viii
KATA PENGANTAR

Bismillahhirrahmanirrahim. Alhamdulillah, Puji syukur penulis ucapkan


kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayahnya sehingga
penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Gambaran
Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga pada Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan
Akut (ISPA) Balita di Puskesmas Bungah Kabupaten Gresik”.

Penulis menyadari bahwasannya dalam proses penulisan skripsi ini seringkali


mengalami kesulitan. Namun berkat rahmat dan hidayah Allah SWT serta bantuan
dan bimbingan dari berbagai pihak sehingga penulis mampu mengatasi kesulitan
tersebut. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Dr. H. Arif Sumantri, S.KM., M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya
2. Maulina Handayani, S.Kp. MSc selaku Ketua Program Studi Ilmu
Keperawatan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang sudah membeikan
informasi tentang penulisan skripsi sehingga membuat penulis semangat
melakukan penulisan skripsi penelitian
3. Jamaludin, M.Kep selaku pembimbing I dan Yenita Agus,
M.Kep.,Sp.Mat.,PhD selaku pembimbing II yang sudah bersedia meluangkan
waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing penulis dengan sabar dan ikhlas
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi
4. Ns. Eni Nur’aini Agustini, S.Kep, M.Sc selaku Dosen Pembimbing Akademik
yang senantiasa memberi arahan, semangat, dan motivasi dari awal
perkuliahan sampai saat ini
5. Orang tua dan keluarga yang senantiasa memberikan doa, semangat, dan
motivasi yang membuat penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi
6. Sahabat-sahabat Rumah Jambu yang senantiasa memberikan dukungan dan
semangat untuk selalu rajin dan cepat menyelesaikan skripsi

ix
7. Teman-teman seangkatan PSIK 2011 yang selalu memotivasi

Atas segala bantuan dan dukungannya, penulis mengucapkan banyak terima


kasih. Kritik dan saran sangat diperlukan dalam skripsi ini, sehingga penulis dapat
memperbaiki dan meningkatkan kualitas skripsi ini. Akhir kata semoga kita semua
diberikan rahmat dan hidayah Allah SWT. Amiin.

Jakarta, Juli 2015

Penulis

x
DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul .................................................................................................... i

Pernyataan Keaslian Karya ................................................................................. ii

Abstract .............................................................................................................. iii

Abstrak ............................................................................................................... iv

Pernyataan Persetujuan ....................................................................................... v

Lembar Pengesahan ............................................................................................. vi

Daftar Riwayat Hidup .......................................................................................... viii

Kata Pengantar ..................................................................................................... ix

Daftar Isi ............................................................................................................. xi

Daftar Singkatan .................................................................................................. xiv

Daftar Tabel......................................................................................................... xvi

Daftar Bagan........................................................................................................ xvii

Daftar Gambar ..................................................................................................... xviii

Daftar Lampiran................................................................................................... xix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ......................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .................................................................................... 6
C. Pertanyaan Penelitian .............................................................................. 7

xi
D. Tujuan Penelitian .................................................................................... 8
1. Tujuan Umum ................................................................................... 8
2. Tujuan Khusus ................................................................................... 8
E. Manfaat Penelitian ................................................................................... 9
1. Bagi Pendidikan Ilmu Keperawatan ................................................... 9
2. Bagi Responden ................................................................................. 9
3. Bagi Praktisi Kesehatan ..................................................................... 10
4. Bagi Peneliti Selanjutnya .................................................................... 10
F. Ruang Lingkup Penelitian ....................................................................... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) .................................................. 11


1. Definisi ISPA .................................................................................... 11
2. Etiologi ISPA .................................................................................... 12
3. Tanda dan Gejala ISPA ...................................................................... 12
4. Klasifikasi ISPA ................................................................................ 13
5. Faktor Resiko ISPA ........................................................................... 15
B. Infeksi Saluran Pernafasan Akut Pada Balita ........................................... 24
1. Pengertian Balita ............................................................................... 24
2. Kejadian ISPA pada Balita ................................................................ 25
C. Mekanisme Tubuh Terhadap Paparan Asap Rokok .................................. 25
D. Penelitian Terkait .................................................................................... 27
E. Kerangka Teori ....................................................................................... 29

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep Penelitian .................................................................... 30


B. Definisi Operasional Penelitian ............................................................... 31

xii
BAB IV METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian ..................................................................................... 35


B. Waktu dan Lokasi Penelitian ................................................................... 35
C. Populasi dan Sampel Penelitian ............................................................... 35
D. Instrumen Penelitian ................................................................................ 37
E. Uji Validitas dan Reliabilitas .................................................................... 37
F. Metode Pengumpulan Data ...................................................................... 39
G. Pengolahan Data ...................................................................................... 40
H. Metode Analisis Data .............................................................................. 41
I. Etika Penelitian ....................................................................................... 42

BAB V HASIL PENELITIAN

A. Karakteristik Responden........................................................................... 44
B. Gambaran Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga ................................... 47
C. Gambaran Karakteristik Balita berdasarkan
Adanya Paparan Asap Rokok ................................................................... 50

BAB VI PEMBAHASAN

A. Analisis Univariat .................................................................................... 54


B. Keterbatasan Penelitian ........................................................................... 71

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan .............................................................................................. 73
B. Saran ....................................................................................................... 77

Daftar Pustaka

Lampiran

xiii
DAFTAR SINGKATAN

UIN : Universitas Islam Negeri


KBBI : Kamus Besar Bahasa Indonesia
Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar
GATS : Global Adults Tobacco Survey
ISPA : Infeksi Saluran Pernafasan Akut

ETS : Enviromental Tobacco Smoke


WHO : World Health Organization
ASEAN : Association of South East Asia Nation
Balita : Balita dibawah Lima Tahun
Puskesmas : Pusat Kesehatan Masyarakat
Depkes : Departemen Kesehatan
RSV : Respiratory Syncytial Virus

RI : Republik Indonesia
APA : American Psychological Association
ASI : Air Susu Ibu
BBLR : Berat Badan Lahir Rendah
BB/U : Berat Badan/Umur
PB/U : Panjang Badan/Umur

TB/U : Tinggi Badan/Umur


BB/PB : Berat Badan/Panjang Badan
BB/TB : Berat Badan/Tinggi Badan
IMT/U : Indeks Massa Tubuh/Umur
BCG : Bacille Calmette Guerin
DPT : Difteri, Pertusis, dan Tetanus

xiv
HB : Hepatitis B

OR : Odds Ratio
Ig : Immunoglobulin
IL : Interleukin
SD : Sekolah Dasar
SMP : Sekolah Menengah Pertama
SMA : Sekolah Menengah Atas

Bappeda : Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan


Daerah

xv
DAFTAR TABEL

Halaman

3.1 Definisi Operasional Penelitian 31

5.1 Distribusi Jenis Kelamin Balita 44

5.2 Distribusi Kelompok Usia Balita 45

5.3 Distribusi Status Nutrisi Balita 46

5.4 Distribusi Pendidikan Terakhir Ibu 46

5.5 Gambaran Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga 47

5.6 Gambaran Lokasi Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga 47

5.7 Gambaran Jumlah Anggota Keluarga dengan Kebiasaan Merokok 48

5.8 Gambaran Banyaknya Rokok yang Dihirup Setiap Hari Oleh 49

Anggota Keluarga

5.9 Distribusi Karakteristik Jenis Kelamin Balita Berdasarkan 50


Adanya Paparan Asap Rokok
5.10 Distribusi Karakteristik Usia Balita Berdasarkan Adanya 51
Paparan Asap Rokok

5.11 Distribusi Karakteristik Status Nutrisi Balita Berdasarkan 52

Adanya Paparan Asap Rokok


5.12 Distribusi Karakteristik Pendidikan Terakhir Ibu Balita 53
Berdasarkan Adanya Paparan Asap Rokok

xvi
DAFTAR BAGAN

Halaman

2.1 Kerangka Teori Penelitian 29

3.1 Kerangka Konsep Penelitian 30

xvii
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Pembagian ISPA Berdasarkan Lokasi Anatomi 14

xviii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumen Perizinan

Lampiran 2. Lembar Inform Consent

Lampiran 3. Lembar Persetujuan Responden

Lampiran 4. Kuesioner Penelitian

Lampiran 5. Hasil Uji Reliabilitas

Lampiran 6. Rekapitulasi Jawaban Responden

Lampiran 7. Hasil Analisis SPSS Univariat

xix
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rokok adalah gulungan tembakau yang berukuran kira-kira sebesar jari

kelingking dan biasanya bisa dibungkus dengan kertas atau daun nipah (KBBI, 2014).

Rokok adalah silinder dari kertas yang memiliki ukuran antara 70 mm sampai 120

mm dan diameter 10 mm yang didalamnya terdapat daun tembakau yang sudah di

cacah (Jaya, 2009 dalam Ambarwati dkk., 2014). Terdapat tiga zat yang paling

penting dalam rokok yang dapat menyebabkan kanker, yaitu tar yang merupakan

bahan kimia yang dapat merusak sel paru-paru dan menyebabkan kanker , nikotin

yang merupakan salah satu jenis obat perangsang yang dapat merusak jantung,

sirkulasi darah, dan menyebabkan kecanduan, dan karbon monoksida yakni gas

beracun yang dapat mengakibatkan berkurangnya kemampuan darah membawa

oksigen (Gunawan, 2006).

Terdapat dua jenis perokok, yaitu perokok aktif dan perokok pasif. Perokok

aktif adalah seseorang yang melakukan aktivitas merokok, sedangkan perokok pasif

adalah seseorang yang tidak merokok namun secara tidak sengaja mengisap asap

rokok dari orang lain (Rafael, 2006). Terdapat dua macam asap yang dikeluarkan

ketika batang rokok dibakar, yakni asap utama dan asap sampingan. Asap utama

adalah asap rokok yang terisap langsung dan masuk ke paru-paru perokok aktif,

sedangkan asap rokok sampingan yaitu asap rokok yang berasal dari ujung rokok

1
2

yang terbakar. Asap sampingan inilah yang dihisap oleh seorang perokok pasif

(Gunawan, 2006).

Perilaku merokok di Indonesia terus mengalami peningkatan. Pada tahun

2007, presentase penduduk Indonesia umur 10 tahun ke atas yang merokok sebesar

23.7% dan pada tahun 2013 sebesar 29.3% (Riskesdas, 2008, 2013). Berdasarkan

tingkat usia, proporsi terbanyak perokok aktif setiap hari di Indonesia terjadi pada

kelompok usia 30-34 tahun yaitu sebesar 33.4% dan kelompok usia 35-39 tahun

sebesar 32.2%. Jika berdasarkan kelompok jenis kelamin, perokok aktif setiap hari

pada laki-laki sebesar 47.5% dan pada perempuan sebesar 1.1% (Riskesdas, 2013).

Survei yang dilakukan oleh Global Adult Tobacco Survey (2011) menyebutkan

bahwa berdasarkan kelompok usia prevalensi tertinggi perokok di Indonesia yaitu

73.3% pada kelompok usia 25-44 tahun dan 72.4% pada kelompok usia 45-64 tahun.

Berdasarkan Riskesdas (2008) bahwa perokok aktif di Indonesia melakukan

aktivitas merokok di rumah ketika bersama anggota rumah tangga lain (85.4%).

Presentase terbesar yang menjadi perokok pasif adalah balita (59.1%) dengan

perbandingan antara laki-laki dan perempuan yang tidak begitu signifikan (L:59.2%,

P:59%). Pada tahun 2010 terjadi sedikit penurunan perokok pasif pada balita, yaitu

sebesar 56.8% (L:56.7%, P:56.9%). Namun angka tersebut masih terbilang tinggi,

karna perokok pasif pada balita berada pada peringkat ketiga perokok pasif setelah

kelompok usia 10-14 tahun (57.5%) dan 5-9 tahun (57.4%) ( Riskesdas, 2010, dalam

Buku Fakta Tembakau, 2012). Penelitian yang dilakukan oleh Pradono dan Kristanti

(2003) juga menyebutkan bahwa perokok pasif terbesar adalah anak balita dengan
3

prevalensi 69.5%. Tingginya prevalensi perokok pasif pada balita adalah karna

mereka masih tinggal satu rumah dengan orang dewasa, baik orang tua atau saudara,

yang merupakan perokok aktif.

Dampak negatif akibat rokok tidak hanya dirasakan oleh perokok aktif saja,

perokok pasif juga dapat terkena dampak tersebut. Hal tersebut dikarenakan perokok

pasif menghirup asap sampingan yang dikeluarkan oleh rokok yang dibakar. Salah

satu masalah yang seringkali terjadi pada balita yang terkena paparan asap rokok

adalah Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Penelitian yang dilakukan oleh

Cheragi dan Salvi (2009) menyebutkan bahwa terpaparnya anak terhadap asap rokok

lingkungan (Environmental Tobacco Smoke/ETS) berhubungan dengan

meningkatnya prevalensi infeksi saluran pernafasan atas, pernafasan wheezing, asma,

dan infeksi saluran pernafasan bawah.

Dampak yang ditimbulkan oleh paparan asap rokok tidak hanya

mempengaruhi balita ketika mereka lahir saja. Paparan asap rokok lingkungan sejak

kehamilan pada trimester ketiga juga berhubungan dengan kejadian asma dan

timbulnya gejala alergi pada anak usia preschool (Xepapadaki dkk, 2009). Selain

mempengaruhi kondisi fisik balita, paparan asap rokok di dalam rumah juga

mempengaruhi kondisi psikis balita dan ekonomi keluarga. Paparan asap rokok di

rumah berhubungan dengan penambahan pengeluaran keuangan rumah tangga

sebesar $117 yang digunakan sebagai biaya kesehatan karna terjadi gangguan pada

sistem pernafasan pada anak usia 0-4 tahun. Hal tersebut juga mempengaruhi kondisi
4

psikis anak. Anak (usia 1-4 tahun) akan menjalani hari “yang buruk” karna kondisi

infeksi pernafasan yang dialaminya (Hill dan Liang, 2008).

ISPA merupakan kepanjangan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut. Infeksi

Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan infeksi yang menyerang saluran

pernafasan yang biasanya dibagi menjadi dua bagian, yaitu infeksi saluran pernafasan

bagian atas dan infeksi saluran pernafasan bagian bawah (Djojodibroto, 2009).

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) masih menjadi permasalahan kesehatan

dunia, khususnya pada balita. Angka kematian balita di Indonesia menjadi peringkat

pertama dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Pada tahun 2011, 2012 dan

2013 angka kematian balita sebesar 162.000, 149.000, dan 136.000. Penyebab

pertama kematian balita di Indonesia yaitu Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) .

Pada tahun 2011, 28.7% kejadian ISPA menjadi penyebab kematian pada balita.

Pada dua tahun berikutnya tidak terjadi perubahan presentase yang signifikan yaitu

29.1% pada tahun 2012 dan 28.2% pada tahun 2013 (WHO,2014).

Tingginya kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada balita di

Indonesia dapat dilihat dari alasan banyaknya kunjungan balita ke pelayanan

kesehatan. WHO (2014) menyebutkan bahwa pada tahun 2012, sebanyak 75.3%

kunjungan balita ke pelayanan kesehatan karna adanya gejala Infeksi Saluran

Pernafasan Akut (ISPA). Angka insidensi Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di

Indonesia pada tahun 2007 dan 2013 tidak jauh berbeda. Pada tahun 2007 prevalensi

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) sebesar 25.5% dengan insidensi paling

banyak pada kelompok usia 1-4 tahun (42.53%), dan pada tahun 2013 sebanyak 25 %
5

dengan insidensi paling banyak juga pada kelompok usia 1-4 tahun (25.8%)

(Riskesdas, 2008, 2013).

Salah satu faktor dari insidensi Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

adalah adanya anggota keluarga yang merokok. Retna dan Fajri (2015) dalam

penelitiannya menyebutkan bahwa dari 26 pasien pneumonia, 23 diantaranya

memiliki anggota keluarga perokok aktif. Penelitian yang lain juga menyebutkan

bahwa perilaku merokok berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah

kerja Puskesmas Sempor II (Winarni, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Baker

(2006) juga menyebutkan bahwa balita dengan ibu yang merokok pada masa prenatal

dan orang dewasa lainnya yang merokok dapat meningkatkan jumlah infeksi saluran

pernafasan akut bawah.

Hasil berbeda terjadi pada penelitian yang dilakukan oleh Kristensen dan

Olsen (2006) yang menyebutkan bahwa kepadatan rumah dan kondisi kehidupan

secara umum merupakan faktor penting terhadap kejadian ISPA, pemberian ASI

menjadi faktor protektif terhadap ISPA. Terdapat beberapa faktor yang kurang

memiliki hubungan terhadap insisdensi ISPA pada balita, yaitu pendidikan ibu yang

rendah, jenis kelamin dan perilaku merokok. Penelitian yang dilakukan di asrama

tentara Sokanagara Kabupaten Banyumas tahun 2005 menyebutkan bahwa perilaku

merokok yang dilakukan anggota keluarga tidak memiliki hubungan dengan kejadian

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada balita (Hidayati, 2005).


6

Pendataan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Gresik pada

tahun 2010, jumlah insidensi Infeksi Saluran Pernafasan Akut Pneumonia pada Balita

sebanyak 4.643 insidensi (Profil Kesehatan Kabupaten Gresik, 2011). Data sekunder

yang diperoleh dari Puskesmas Bungah Gresik, dari bulan Januari sampai Oktober

2014 ditemukan kejadian ISPA pneumonia pada balita sebanyak 347 kejadian dan

ISPA bukan pneumonia sebanyak 3.311 kejadian.

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan dengan menggunakan kuesioner

modifikasi Riskesdas tahun 2013 pada 14 balita di desa Bungah yang menderita

ISPA didapatkan hasil bahwa dari 14 balita yang menderita ISPA 12 diantaranya

memiliki anggota keluarga yang merokok.

B. Rumusan Masalah

Retna (2015) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa dari 26 pasien

pneumonia, 23 diantaranya memiliki anggota keluarga perokok aktif . Hasil

penelitian lain menyebutkan bahwa perilaku merokok orang tua dan anggota keluarga

yang tinggal dalam satu rumah berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita di

wilayah kerja Puskesmas Sempor II (Winarni, 2010). Hasil studi pendahuluan juga

menyebutkan bahwa dari 14 balita yang menderita ISPA 12 diantaranya memiliki

anggota keluarga yang merokok.

Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang,

bagaimana “Gambaran Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga pada Kejadian Infeksi

Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Balita di Puskesmas Bungah Kabupaten Gresik”.


7

C. Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan penelitian pada penelitian ini adalah :

1. Bagaimana gambaran jenis kelamin balita yang menderita Infeksi Saluran

Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas Bungah?

2. Bagaimana gambaran usia balita yang menderita Infeksi Saluran

Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas Bungah?

3. Bagaimana gambaran status nutrisi balita yang menderita Infeksi Saluran

Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas Bungah?

4. Bagaimana gambaran pendidikan ibu balita yang menderita Infeksi

Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas Bungah?

5. Bagaimana gambaran anggota keluarga yang memiliki kebiasaan merokok

pada balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di

Puskesmas Bungah?

6. Bagaimana gambaran kebiasaan merokok anggota keluarga berdasarkan

lokasinya pada balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut

(ISPA) di Puskesmas Bungah?

7. Bagaimana gambaran kebiasaan merokok anggota keluarga berdasarkan

jumlah anggota keluarga yang merokok pada balita yang menderita Infeksi

Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas Bungah?

8. Bagaimana gambaran kebiasaan merokok anggota keluarga berdasarkan

banyaknya rokok yang dihirup setiap hari pada balita yang menderita

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas Bungah?


8

9. Bagaimana gambaran karakteristik balita berdasarkan paparan asap rokok

pada balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di

Puskesmas Bungah?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan umum dan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Tujuan Umum

Mengetahui gambaran kebiasaan merokok yang dilakukan anggota

keluarga pada balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut

(ISPA) di Puskesmas Bungah

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran jenis kelamin balita yang menderita Infeksi

Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas Bungah

b. Mengetahui gambaran usia balita yang menderita Infeksi Saluran

Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas Bungah

c. Mengetahui gambaran status nutrisi balita yang menderita Infeksi

Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas Bungah

d. Mengetahui gambaran pendidikan ibu balita yang menderita Infeksi

Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas Bungah

e. Mengetahui gambaran anggota keluarga yang memiliki kebiasaan

merokok pada balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut

(ISPA) di Puskesmas Bungah


9

f. Mengetahui gambaran kebiasaan merokok anggota keluarga

berdasarkan lokasi merokok pada balita yang menderita Infeksi

Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas Bungah

g. Mengetahui gambaran kebiasaan merokok anggota keluarga

berdasarkan jumlah anggota keluarga yang merokok pada balita yang

menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas

Bungah

h. Mengetahui gambaran kebiasaan merokok anggota keluarga

berdasarkan banyaknya rokok yang dihirup setiap hari pada balita

yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas

Bungah

i. Mengetahui gambaran karakteristik balita berdasarkan paparan asap

rokok pada balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut

(ISPA) di Puskesmas Bungah

E. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagi Pendidikan Ilmu Keperawatan

a. Hasil penelitian dapat menambah daftar literatur dan dapat

dijadikan rujukan tentang gambaran kebiasaan merokok anggota

keluarga pada balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan

Akut (ISPA)
10

b. Memberikan informasi tentang gambaran kebiasaan merokok

anggota keluarga pada balita yang menderita Infeksi Saluran

Pernafasan Akut (ISPA)

2. Bagi Responden

a. Memberikan informasi pada responden tentang gambaran kebiasaan

merokok anggota keluarga pada balita yang menderita Infeksi

Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

b. keluarga dapat merubah kebiasaan merokok bertujuan untuk

memaksimalkan proses tumbuh-kembang balita.

3. Bagi Praktisi Kesehatan

Memberikan pelayanan yang komprehensif khususnya memberikan

pendidikan kesehatan terhadap keluarga yang berobat dan masyarakat

sekitar untuk merubah perilaku merokok.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi tambahan dan

rujukan untuk penelitian lain untuk perkembangan ilmu pengetahuan

berhubungan dengan gambaran kebiasaan merokok anggota keluarga

pada balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA).

F. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kebiasaan merokok

anggota keluarga pada balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA).

Jenis penelitian ini yaitu penelitian kuantitatif dengan desain studi descriptive. Data

dari penelitian ini diperoleh dengan menggunakan instrumen kuesioner. Subjek


11

penelitian ini adalah balita yang datang ke puskesmas dan didiagnosa ISPA oleh

tenaga kesehatan. Waktu penelitian ini pada tanggal 9 April-5 Mei 2015.

Pengambilan sampel yang digunakan adalah dengan Purposive Sampling dan analisis

datanya menggunakan analisis univariat untuk mengetahui distribusi karakteristik

balita dan kebiasaan merokok anggota keluarga.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Infeksi Saluran Pernafasan Akut

1. Definisi ISPA

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan suatu infeksi yang

bersifat akut yang menyerang salah satu atau lebih saluran pernafasan mulai

dari hidung sampai alveolus termasuk adneksanya (sinus, rongga telinga

tengah, pleura) (Depkes, 2011). Djojodibroto (2009) menyebutkan bahwa

ISPA dibagi menjadi dua bagian, yaitu infeksi saluran pernafasan bagian atas

dan infeksi saluran pernafasan bagian bawah .

Infeksi Saluran Pernafasan Akut mempunyai pengertian sebagai

berikut (Depkes, 2005, dalam Fillacano, 2013) :

a. Infeksi adalah proses masuknya kuman atau mikroorganisme

lainnya ke dalam tubuh manusia dan akan berkembang biak

sehingga akan menimbulkan gejala suatu penyakit

b. Saluran pernafasan adalah suatu saluran yang berfungsi dalam

proses respirasi mulai dari hidung hingga alveolus beserta

adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah, dan pleura.

c. Infeksi akut merupakan suatu proses infeksi yang berlangsung

sampai 14 hari. Batas 14 hari menunjukkan suatu proses akut

12
13

meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan ISPA

ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.

2. Etiologi ISPA

Etiologi ISPA terdiri dari agen infeksius dan agen non-infeksius.

Agen infeksius yang paling umum dapat menyebabkan infeksi saluran

pernafasan akut adalah virus, seperti Respiratory Syncytial Virus (RSV),

Nonpolio enterovirus (coxsackieviruses A dan B), Adenovirus,

Parainfluenza, dan Human metapneumoviruses. Agen infeksius selain virus

juga dapat menyebabkan ISPA, seperti β-hemolytic streptococci,

Staphylococcus, Haemophilus influenza, Chlamydia trachomatis,

Mycoplasma, dan Pneumococcus (Hockenberry dan Wilson, 2013)

Misnadiarly (2008) menyebutkan bahwa selain agen infeksius, agen

non-infeksius juga dapat menyebabkan ISPA seperti aspirasi makanan dan

cairan lambung, dan inhalasi zat-zat asing seperti racun atau bahan kimia,

asap rokok, debu, dan gas.

3. Tanda dan Gejala ISPA

Saluran Pernafasan merupakan bagian tubuh yang seringkali terjangkit

infeksi oleh berbagai jenis mikroorganisme. Tanda dan gejala dari infeksi

yang terjadi pada saluran pernafasan tergantung pada fungsi saluran

pernafasan yang terjangkit infeksi, keparahan proses infeksi, dan usia

seseorang serta status kesehatan secara umum (Porth, 2011).

Djojodibroto (2009) menyebutkan tanda dan gejala ISPA sesuai

dengan anatomi saluran pernafasan yang terserang, yaitu :


14

a. Gejala infeksi saluran pernafasan bagian atas. Gejala yang sering

timbul yaitu pengeluaran cairan (discharge) nasal yang berlebihan,

bersin, obstruksi nasal, mata berair, konjungtivitis ringan, sakit

tengorokan yang ringan sampai berat, rasa kering pada bagian

posterior palatum mole dan uvula, sakit kepala, malaise, lesu,

batuk seringkali terjadi, dan terkadang timbul demam.

b. Gejala infeksi saluran pernafasan bagian bawah. Gejala yang

timbul biasanya didahului oleh gejala infeksi saluran pernafasan

bagian atas seperti hidung buntu, pilek, dan sakit tenggorokan.

Batuk yang bervariasi dari ringan sampai berat, biasanya dimulai

dengan batuk yang tidak produktif. Setelah beberapa hari akan

terdapat produksi sputum yang banyak; dapat bersifat mukus tetapi

dapat juga mukopurulen. Pada pemeriksaan fisik, biasanya akan

ditemukan suara wheezing atau ronkhi yang dapat terdengan jika

produksi sputum meningkat.

4. Klasifikasi ISPA

a. Berdasarkan Lokasi Anatomi

1) Infeksi Saluran Pernafasan Akut Atas

Infeksi saluran pernafasan akut atas merupakan infeksi yang

menyerang saluran pernafasan bagian atas (faring). Terdapat

beberapa gejala yang ditemukan pada infeksi ini yaitu demam,

batuk, sakit tenggorokan, bengkak di wajah, nyeri telinga,

ottorhea, dan mastoiditis (Parthasarathy (ed), et al, 2013).


15

Beberapa penyakit yang merupakan contoh infeksi saluran

pernafasan akut atas yaitu sinusitis, faringitis, dan otitis media

akut (Ziady and Small, 2006).

2) Infeksi Saluran Pernafasan Akut Bawah

Infeksi saluran pernafasan akut bawah merupakan infeksi yang

menyerang saluran pernafasan bagian bawah. Seseorang yang

terkena infeksi pada saluran pernafasan bawah biasanya akan

ditemukan gejala takipnea, retraksi dada, dan pernafasan wheezing

(Parthasarathy (ed), et al, 2013). Beberapa penyakit yang

merupakan contoh infeksi saluran pernafasan akut bawah yaitu

bronchiolitis, bronchitis akut, dan pneumonia (Chang, et al, 2006).

Gambar 1. Pembagian ISPA berdasarkan lokasi


anatomi

Sumber : Lauralee Sherwood (2011)


16

b. Berdasarkan Kelompok Umur (Depkes, 2011)

1) Kelompok Umur Kurang dari 2 Bulan

a) Pneumonia Berat : selain batuk dan atau sukar bernafas,

ditemukan nafas cepat (>60 kali/menit) atau tarikan kuat

dinding dada bagian bawah ke dalam.

b) Bukan Pneumonia : hanya ditemukan batuk dan atau sukar

bernafas, namun tidak ditemukan nafas cepat (nafas <60

kali/menit) dan tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam.

2) Kelompok Umur 2 bulan - < 5 Tahun

a) Pneumonia Berat : selain batuk dan atau sukar bernafas juga

ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam

(Chest Indrawing)

b) Pneumonia : tidak ditemukan tarikan dinding dada bawah ke

dalam, namun ditemukan nafas cepat sesuai golongan umur (2

bulan - < 1 tahun : 50 kali atau lebih/menit; 1-<5 tahun : 40

kali atau lebih/menit).

c) Bukan Pneumonia : tidak ditemukan nafas cepat dan tarikan

dinding dada bagian bawah ke dalam, namun hanya

ditemukan batuk dan atau sukar bernafas.

5. Faktor Resiko ISPA

a. Faktor Lingkungan

Beberapa faktor lingkungan yang dapat meningkatkan resiko

kejadian ISPA yaitu luas ventilasi kamar, tipe lantai rumah, dan
17

kepadatan hunian (Pramudiyani dan Prameswari, 2011). Faktor

lingkungan lainnya yang mampu meningkatkan ISPA yaitu tingkat

kelembaban kamar (Yuwono, 2008).

1) Luas Ventilasi Kamar

Ventilasi adalah suatu lubang udara di dalam rumah yang

berfungsi untuk perputaran udara keluar masuk ruangan, sehingga

terjadi perputaran udara secara bebas (KBBI, 2014). Ventilasi

berfungsi untuk menjaga udara didalam ruangan supaya tetap

segar, sehingga keseimbangan oksigen ruangan sesuai dengan

kebutuhan penghuninya. Disamping itu, kurangnya ventilasi dapat

meyebabkan peningkatan kelembaban lingkungan yang nantinya

akan meningkatkan pertumbuhan bakteri di dalam ruangan (Suryo,

2010). Luas ventilasi dalam rumah sangat penting supaya fungsi

ventilasi dapat dicapai secara maksimal. Peraturan Menteri

Kesehatan RI Nomor 1077/MENKES/PER/V/2011 tentang

pedoman penyehatan udara dalam ruang rumah menyebutkan

bahwa luas ventilasi rumah yang sehat yaitu minimal 10% luas

lantai.

2) Tipe Lantai Rumah

Lantai rumah yang sehat adalah lantai yang kedap air, tidak

lembab, bahan lantai yang mudah dibersihkan, dalam keadaan

kering, dan tidak menghasilkan debu (Depkes RI, 2002, dalam

Pramudiyani dan Prameswari, 2011). Lantai rumah kedap air


18

dapat menghindarkan kondisi rumah menjadi lembab dan berdebu,

sehingga dapat mencegah pertumbuhan bakteri di dalam rumah

dan mencegah terhisapnya debu oleh saluran pernafasan sehingga

dapat mencegah iritasi. Iritasi dapat menyebabkan pergerakan silia

menjadi lambat sehingga mekanisme pembersihan saluran nafas

dapat terganggu, akibatnya apabila terdapat benda asing atau

mikroorganisme masuk tidak dapat dikeluarkan dan dapat

menimbulkan infeksi (Sugihartono dan Nurjazuli, 2012).

3) Kepadatan Hunian

Jumlah orang yang tinggal dalam satu rumah harus

disesuaikan dengan luas lantai rumah tersebut. Hal tersebut

bertujuan supaya tidak terjadi overload penghuni dalam rumah.

Kepadatan hunian yang tidak memenuhi syarat dapat

menyebabkan berkurangnya konsumsi oksigen bagi seseorang dan

apabila salah satu anggota keluarga terjangkit suatu penyakit maka

transmisi penyakit ke anggota yang lain dapat lebih mudah terjadi

(Suryo, 2010). Kepadatan hunian rumah yang sehat menurut

Keputusan Menteri Kesehatan RI No.829/Menkes/SK/VII/1999

tentang persyaratan kesehatan rumah, kepadatan hunian ruang

tidur minimal luasnya 8 m2 dan tidak dianjurkan digunakan lebih

dari 2 orang kecuali anak dibawah umur 5 tahun.


19

4) Tingkat Kelembaban

Kelembaban adalah tingkat kadar kandungan uap air pada

udara. Jumlah uap air dalam udara dipengaruhi oleh cuaca dan

suhu lingkungan (Gertrudis, 2010, dalam Fillacano, 2013).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

1077/MENKES/PER/V/2011 menyebutkan bahwa tingkat

kelembaban rumah sehat yaitu berkisar antara 40-60 % Rh.

Apabila kelembaban udara kurang dari 40%, maka dapat

dilakukan upaya penyehatan dengan menggunakan alat untuk

meningkatkan kelembaban (misal : humidifier), membuka jendela

rumah, menambah jumlah dan luas jendela rumah, dan

memodifikasi fisik bangunan. Namun apabila kelembaban udara

lebih dari 60%, maka dapat dilakukan upaya penyehatan dengan

memasang humidifier dan memasang genteng kaca.

b. Status Sosial dan Ekonomi

Penelitian yang dilakukan oleh Prietsch, et al (2008) menyebutkan

bahwa status sosial ekonomi yang menjadi faktor resiko terhadap

kejadian ISPA pada balita yaitu tingkat pendidikan orang tua dan

pendapatan keluarga setiap bulannya.

1) Tingkat Pendidikan Orang Tua

Pendidikan yaitu proses pengubahan sikap dan tata laku

seseorang atau kelompok orang dalam usaha untuk mendewasakan

manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan baik


20

formal maupun informal meliputi segala hal yang memperluas

pengetahuan manusia tentang dirinya sendiri dan tentang dunia

tempat mereka hidup (Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-

UPU, 2007). Tingkat menurut KBBI (2014) berarti jenjang. Jadi

tingkat pendidikan berarti jenjang pendidikan yang telah dilalui

seseorang melalui upaya pengajaran dan pelatihan.

2) Pendapatan Keluarga

Keluarga dengan pendapatan rendah, yang berhubungan

dengan rendahnya status sosial ekonomi, biasanya berbanding

lurus dengan rendahnya tingkat pendidikan, kemiskinan, dan

rendahnya status kesehatan. Kondisi tersebut tentunya akan

mempengaruhi kehidupan setiap anggota keluarga termasuk

didalamnya balita yang masih menggantungkan kehidupan kepada

orang tua mereka (American Psychological Association,2014).

c. Faktor Individu Balita

Beberapa faktor resiko ISPA jika dilihat dari individu balita sebagai

yang terjangkit penyakit yaitu status nutrisi, status imunisasi, dan

riwayat pemberian ASI ekslusif (Sugihartono dan Nurjazuli, 2012).

Wiwoho (2005) dalam penelitiannya menambahkan bahwa Bayi

Berat Lahir Rendah (BBLR) juga menjadi faktor resiko terjadinya

ISPA pada balita.


21

1) Status Nutrisi

Nutrisi atau gizi adalah zat-zat penting yang berasal dari

makanan yang telah dicerna dan dimetabolisme oleh tubuh

menjadi zat-zat yang berfungsi untuk membentuk dan memelihara

jaringan tubuh, memperoleh tenaga, mengatur sistem fisiologis

tubuh dan melindungi tubuh dari serangan penyakit (Chandra,

2006). Tidak adekuatnya intake nutrisi dapat menyebabkan sistem

kekebalan tubuh menjadi lebih rentan terhadap serangan penyakit

(Berman, et al, 2009).

Metode yang paling sering digunakan untuk melihat status

gizi balita adalah dengan pengukuran antropometri. Indikator yang

dapat digunakan untuk menilai status gizi balita adalah Berat

Badan menurut Umur (BB/U), Panjang atau Tinggi Badan

menurut Umur (PB/U atau TB/U), Berat Badan menurut Panjang

Badan atau Tinggi Badan (BB/PB atau BB/TB), dan Indeks Massa

Tubuh menurut Umur (IMT/U) (Sunarti, 2004).

2) Status Imunisasi

Imunisasi merupakan suatu usaha memberikan kekebalan

pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh

agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit

tertentu supaya bayi dan balita bertujuan supaya dapat tumbuh

dalam keadaan sehat (Hidayat, 2008a). Terdapat lima imunisasi

dasar yang harus diberikan pada balita sesuai dengan jadwal, yaitu
22

imunisasi HB (HB0, HB1, HB2, Hb3, dan HB4), BCG, Polio

(Polio 1, 2 ,3, dan 4), DPT (DPT 1, DPT 2, DPT 3), dan Campak

(Depkes, 2009).

3) Riwayat Pemberian ASI Eksklusif

ASI adalah Air Susu Ibu. ASI eksklusif merupakan

pemberian ASI sedini mungkin setelah persalinan, diberikan tanpa

jadwal, tidak diberikan makanan lain, meskipun hanya air putih

dan diberikan sampai bayi berusia 6 bulan (Purwanti, 2004).

Manfaat ASI akan meningkat jika bayi hanya diberikan ASI saja

pada 6 bulan pertama kehidupannya serta lamanya pemberian ASI

bersama-sama makanan pendamping lainnya setelah bayi berumur

6 bulan (Nurheti, 2010).

4) Berat Badan Lahir Rendah

Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah

bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2.500 gram

(Manuaba, 2007). Terdapat beberapa gangguan yang mungkin

timbul pada bayi akibat berat badan lahir rendah yaitu hipotermi,

hipoglikemia, hiperbilirubinemia, masalah pemberian ASI, infeksi

atau curiga sepsis, dan sindroma aspirasi mekonium (Waspodo,

2005).

d. Faktor Perilaku

Terdapat dua faktor perilaku yang dapat meningkatkan kejadian

ISPA pada balita, yaitu perilaku merokok orang tua dan kebiasaan
23

membuka jendela saat pagi dan siang hari (Pramudiyani dan

Prameswari, 2011).

1) Perilaku Merokok Anggota Keluarga

Rokok merupakan salah satu hasil dari produk industri dan

komoditi internasional yang mengandung kurang lebih 1500

bahan kimia. Beberapa unsur kimiawi yang terdapat pada rokok

yaitu tar, nikotin, benzopyrin, metil-kloride, aseton, amonia, dan

karbon monoksida (Bustan, 2007). Terdapat dua jenis perokok,

yaitu perokok aktif dan perokok pasif. Perokok aktif adalah

seseorang yang melakukan aktivitas merokok, sedangkan

perokok pasif adalah seseorang yang tidak merokok namun

secara tidak sengaja mengisap asap rokok dari orang lain (Romy

Rafael, 2006). Berikut ini perilaku merokok :

a) Jumlah anggota keluarga yang merokok

Polusi udara di dalam rumah bisa berasal dari asap hasil

pembakaran bahan bakar dan asap rokok. Penelitian

yang dilakukan oleh Irva et al (2007) menyebutkan

bahwa setelah melakukan penyesuain terhadap musim,

temperatur, dan variabel lainnya, angka bronkhitis

meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi

polusi udara. Peningkatan polusi udara dapat meningkat

seiring dengan peningkatan sumber polusi udara

tersebut. Imran Lubis (1991) dalam Kusumawati (2010)


24

menyebutkan bahwa semakin tinggi jumlah perokok

dalam rumah dan jumlah rokok yang dihisap

berhubungan dengan Infeksi Saluran Pernafasan Akut

(ISPA) yang diderita oleh balita.

b) Jumlah rokok yang dihisap setiap hari

Smet (1994) dalam Hasnida (2005) mengklasifikasikan

perokok menjadi tiga tipe berdasarkan jumlah rokok

yang dihisap setiap harinya. Tiga tipe tersebut adalah :

perokok berat apabila menghisap lebih dari 15 batang

rokok dalam sehari, perokok sedang apabila menghisap

5-14 rokok dalam sehari, dan perokok ringan apabila

menghisap 1-4 rokok dalam sehari.

c) Kebiasaan merokok di dalam atau diluar rumah

Penelitian yang dilakukan oleh Sugihartono dan

Nurjazuli (2012) mengelompokkan perilaku merokok

berdasarkan area merokok, yakni di dalam atau di luar

rumah. Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa

dari 87 responden yang merokok, 79 responden

merokok di dalam rumah. Penelitian ini menunjukkan

bahwa terjadi hubungan yang signifikan antara perilaku

merokok anggota keluarga yang dilakukan di dalam

rumah dengan kejadian pneumonia balita dengan nilai

OR 5,743.
25

2) Perilaku Membuka Jendela pada pagi dan siang hari

Perilaku membuka jendela di pagi hari dan di siang hari

sangat penting untuk pertukaran udara di dalam kamar dan

berguna untuk mencegah ruangan menjadi lembab dan pengap

sehingga mikroorganisme penyebab ISPA dapat dicegah

(Pramudiyani dan Prameswari, 2011).

B. Infeksi Saluran Pernafasan Akut pada Balita

1. Pengertian Balita

Balita adalah anak yang berusia 0-59 bulan (Depkes, 2014). Usia

balita merupakan suatu periode penting dalam proses tumbuh kembang anak

yang nantinya mempengaruhi perkembangan anak pada tahap selanjutnya

(Febry dan Marendra, 2008).

Imunitas atau sistem pertahanan tubuh merupakan suatu mekanisme

perlindungan yang bertugas untuk mempertahankan integritas tubuh terhadap

serangan agens asing (Otto, 2005). Fungsi sistem imun adalah melindungi

tubuh dari patogen dan menghancurkan sel-sel yang dianggap sebagai zat

asing (James et al, 2008). Terdapat beberapa cara untuk meningkatkan daya

tahan tubuh pada balita, yaitu, pertama dengan cara pemberian gizi yang

adekuat, mulai dari pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan, pemberian ASI

sampai usia 2 tahun dengan makanan pendamping ASI yang lengkap akan

kebutuhan karbohidrat, protein, lemak, mineral, dan vitamin. Kedua yaitu

dengan meningkatkan aktivitas sehari-hari bertujuan supaya tubuh tetap

bugar dan tahan terhadap serangan berbagai penyakit. Ketiga yaitu dengan
26

cara menjaga kebersihan badan balita dan kebersihan lingkungan sekitar

balita. Keempat yaitu dengan pemberian imunisasi untuk menghindari

serangan berbagai penyakit tertentu (Widjaja, 2008).

2. Kejadian ISPA pada Balita

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) masih menjadi permasalahan

kesehatan dunia, khususnya pada balita. Menurut WHO (2014), angka

kematian pada anak usia dibawah lima tahun (balita) pada tahun 2013 sebesar

6.3 juta atau sekitar 17.000 balita meninggal dunia setiap hari. Penyebab

kematian balita yaitu pneumonia (13%), Diare (9%), malaria (7%), dan

anomali kongenital dan penyakit tidak menular (7%). Kejadian ISPA pada

Indonesia pun masih cukup terbilang tinggi. Tahun 2007 prevalensi Infeksi

Saluran Pernafasan Akut (ISPA) sebesar 25.5% dengan insidensi paling

banyak pada kelompok usia 1-4 tahun (42.53%), dan pada tahun 2013

sebanyak 25 % dengan insidensi paling banyak juga pada kelompok usia 1-4

tahun (25.8%) (Riskesdas, 2008, 2013).

C. Mekanisme tubuh terhadap paparan asap rokok

Kum-Nji et al (2006) dalam penelitiannya menjelaskan mekanisme

bagaimana nikotin dalam asap rokok dapat menyebabkan depresi sistem imun

tubuh. Berikut penjelasan tentang mekanisme tersebut :

1. Paparan asap rokok dan fungsi fagositosis

Nikotin pada asap rokok akan menyebabkan penekanan atau menghambat

mekanisme fagositosis yang dilakukan oleh neutrofil atau monosit

melalui penghambatan superoksida anion, peroksida, dan produksi


27

oksigen radikal. Fagositosis sel paru alveolar secara signifikan berkurang

pada seorang perokok dibandingkan dengan bukan perokok (Harris dan

Rothi, 1984 dalam, Kum-Nji et al, 2006). Penelitian yang dilakukan oleh

Pabst et al (1995) dalam Kum-Nji et al (2006) juga menyebutkan bahwa

aktivitas mengunyah tembakau dapat menghambat aktivitas fagosit dari

neutrofil dan monosit dari mukosa mulut.

2. Paparan asap rokok, fungsi sel T, dan produksi immunoglobulin

Kandungan nikotin pada asap rokok telah terbukti mampu meneken sel

produksi sel Th1 (bertanggungjawab untuk produksi Ig) namun selektif

merangsang fungsi sel Th2 untuk memproduksi berbagai sitokin atau

imterleukin, seperti IL-4, IL-5, IL-10, dan IL-13 . Produksi sitokin ini

memberikan efek timbulnya manifestasi klinis yang sering terlihat pada

penyakit atopik seperti asma, eksim, rhinitis alergi dan gangguan alergi

lainnya. Nikotin juga merangsang sel B untuk beralih memproduksi IgE.

Supresi nikotin terhadap Th1 dapat menyebabkan penurunan produksi

immunogobulin, khususnya IgA dan IgG . Hasil pengamatan yang

menarik adalah nikotin belum terbukti untuk menekan produksi IgM,

namun menekan aktivitas sel sitotoksik melalui penghambatan sel

pembunuh alami.

3. Paparan asap rokok dan perlekatan bakteri pada epitel mukosa

Asap rokok yang masuk ke dalam paru-paru menyebabkan penempelan

komponen rokok secara pasif pada epitel saluran pernafasan yang dapat

menyebabkan peningkatan perlekatan bakteri patogen. Nikotin juga dapat


28

menyebabkan penghambatan atau penekanan terhadap mekanisme

pertahanan saluran pernafasan yang dilakukan oleh silia-silia.

D. Penelitian Terkait

1. Retna, Rusfita, dan Umi Nur Fajri (2015) dalam penelitiannya yang berjudul

“Gambaran Karakteristk Kejadian Pneumonia pada balita di Puskesmas

Wanadadi I Kabupaten Banjarnegara Tahun 2014”. Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui gambaran karakteristik kejadian pneumonia di wilayah

kerja Puskesmas Wanadadi I Kabupaten Banjarnegara. Penelitian ini

merupakan penelitian deskriptif dengan teknik pengambilan sampel total

sampling. Adapun sampel penelitian ini adalah 26 balita. Hasil penelitian nya

menunjukkan sebagian besar responden adalah usia 1-4 tahun (16

responden), tingkat pendidikan ibu sebagian besar pendidikan menengah (17

responden), luas ventilasi rumah memenuhi syarat sesuai (15 responden),

penggunaan bahan bakar kayu bakar dan gas (16 responden), balita tidak

diberikan ASI Eksklusif (19 responden), dan adanya anggota keluarga yang

perokok aktif (23 responden).

2. Winarni, Basirun Al Ummah, dan Safrudin Agus Nur Salim (2010) dalam

penelitian nya yang berjudul “ Hubungan antara Perilaku Merokok Orang

Tua dan Anggota Keluarga yang Tinggal dalam Satu Rumah dengan

Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sempor II

Kabupaten Kebumen Tahun 2009”. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui hubungan antara perilaku merokok orang tua dengan insidensi

ISPA pada anak dibawah usia 5 tahun. Penelitian ini merupakan penelitian
29

korelasi dengan pendekatan cross sectional dan menggunakan teknik

pengambilan sampel purposive sampling. Analisis data yang digunakan

adalah dengan uji Chi Square bertujuan untuk menemukan hubungan antara

perilaku merokok orang tua dan anggota keluarga lain dirumah dengan

kejadian ISPA pada balita. Hasil dari penelitian ini menyebutkan bahwa ada

hubungan antara perilaku merokok orang tua dan anggota keluarga lain di

dalam rumah dengan kejadian ISPA pada balita dengan nilai p=0.000.
30

E. Kerangka Teori

Faktor Lingkungan :

1. Luas ventilasi kamar


2. Tipe lantai rumah
3. Kepadatan hunian
4. Tingkat kelembapan udara

Etiologi :

Faktor Individu Balita :


Agen non-infeksius :
1. Status Nutrisi
2. Status Imunisasi 1. Aspirasi makanan dan
3. Riwayat pemberian ASI eksklusif cairan lambung
4. Riwayat BBLR 2. Inhalasi zat asing (
ISPA
misal : racun, debu,
gas, asap rokok)

Faktor Perilaku : Agen infeksius :


1. Kebiasaan merokok anggota 1. Virus
keluarga 2. bakteri
2. Kebiasaan membuka jendela
setiap pagi dan siang hari Agen infeksius :

3. Virus
Faktor Sosial Ekonomi : 4. bakteri

1. Tingkat pendidikan orang tua Agen infeksius :


2. Pendapatan orang tua
5. Virus
6. bakteri

Bagan 2.1 : Kerangka Teori Penelitian

Kombinasi Teori Hockenberry & Wilson (2013); Misnadiarly (2008);


Pramudiyani dan Prameswari (2011); Yuwono ( 2008); Prietsch et al (2008);
Sugihartono dan Nurjazuli (2012); Wiwoho (2005)
BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep Penelitian

Konsep adalah abtraksi dari suatu realitas agar dapat dikomunikasikan dan

membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antarvariabel (Riyanto,2011).

Berdasarkan latar belakang dan teori yang sudah dijelaskan oleh peneliti, maka

dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui gambaran kebiasaan merokok anggota

keluarga pada balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Berikut

kerangka konsep dalam penelitian ini :

Kebiasaan merokok anggota keluarga :

1. Lokasi merokok
2. Jumlah anggota keluarga yang
merokok
3. Banyaknya rokok yang dihirup
setiap hari

Bagan 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

31
32

B. Definisi Operasional Penelitian

Tabel 3.1 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
1. Umur Lamanya masa hidup Wawancara Kuesioner 1 = ≤ 12 bulan Nominal
balita dihitung mulai 2 = 13-59 bulan
dari tanggal lahir (Depkes, 2014)
sampai dengan hari
ulang tahun terakhir
2. Jenis Kelamin Identitas diri balita Wawancara Kuesioner 1 = Laki-laki Nominal
sesuai dengan kondisi 2 = Perempuan
biologis
3. Tingkat pendidikan Tingkat pendidikan Wawancara Kuesioner 1 = tidak lulus SD Ordinal
ibu formal kedua orang tua 2 = lulus SD
berdasarkan pada 3 = SMP/sederajat
ijazah terakhir yang 4 = SMA/sederajat
diterima 5 = perguruan tinggi
4. Status Nutrisi Kondisi atau keadaan Pengukuran Timbangan 1 = gizi buruk (<-3SD) Ordinal
33

No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
gizi balita pada saat 2 = gizi kurang (-3SD - <-
dilakukan pengambilan 2SD)
data yang diukur 3 = gizi baik (-2 SD – 2 SD)
berdasarkan BB/U 4 = gizi lebih (> 2 SD)
(Kemenkes, 2011)
5. Kebiasaan merokok Kebiasaan merokok Wawancara Kuesioner 1 = ada (bila ada anggota Nominal
anggota keluarga yang dilakukan oleh keluarga yang tinggal
anggota keluarga yang bersama yang memiliki
tinggal bersama kebiasaan merokok)
didalam rumah 2 = tidak ada ( bila tidak ada
anggota keluarga yang
tinggal bersama yang
memiliki kebiasaan
merokok)
6. Jumlah perokok Banyaknya anggota Wawancara Kuesioner 1 = bila terdapat lebih dari Nominal
keluarga yang tinggal satu anggota keluarga yang
bersama yang memiliki tinggal bersama yang
34

No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
Kebiasaan merokok memiliki kebiasaan
merokok
2 = bila ada satu anggota
keluarga yang tinggal
bersama yang memiliki
kebiasaan merokok
7. Jumlah rokok yang Jumlah rokok yang Wawancara Kuesioner 1 = berat (apabila jumlah Ordinal
dihirup dihirup setiap hari oleh rokok yang dihirup setiap
anggota keluarga hari ≥ 15 batang)
2 = sedang (apabila jumlah
rokok yang dihirup setiap
hari 5-14 batang)
3 = ringan (apabila jumlah
rokok yang dihirup setiap
hari 1-4 batang)
(Smet, 1994 dalam Hasnida,
2005)
35

No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
8. Lokasi merokok Lokasi kebiasaan Wawancara Kuesioner 1 = tanpa memperhatikan Nominal
merokok anggota lingkungan dengan balita
keluarga disekitar perokok
2 = memperhatikan
lingkungan tanpa ada balita
di sekitar perokok
9. Infeksi Saluran Merupakan infeksi Observasi Kuesioner 1 = ada ISPA Nominal
Pernafasan Akut saluran pernafasan akut 2 = tidak ada ISPA
(ISPA) yang terjadi pada balita
berdasarkan hasil
diagnosa oleh tenaga
kesehatan
BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain

deskriptif serta pendekatan retrospektif. Penelitian ini ingin mengetahui gambaran

kebiasaan merokok anggota keluarga pada balita yang menderita Infeksi Saluran

Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas Bungah Gresik.

B. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada 9 April-5 Mei 2015 di Puskesmas Bungah

Kabupaten Gresik. Alasan peneliti memilih lokasi penelitian adalah karna

berdasarkan data sekunder dari Puskesmas Bungah pada bulan Januari sampai

Oktober 2014 ditemukan kejadian ISPA pneumonia pada balita sebanyak 347

kejadian dan ISPA bukan pneumonia sebanyak 3.311 kejadian

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi merupakan seluruh subjek (seperti manusia, binatang

percobaan, data laboratorium, dan lain-lain) yang akan diteliti oleh

peneliti dan memenuhi kriteria yang sudah ditentukan oleh peneliti

(Riyanto,2011). Populasi dalam penelitian ini adalah ibu balita yang

36
37

datang ke Puskesmas Bungah dan dengan balita yang didiagnosa Infeksi

Saluran Pernafasan Akut (ISPA) oleh tenaga kesehatan. Oleh karena itu,

populasi dalam penelitian ini merupakan populasi tak terbatas.

2. Sampel Penelitian

Sampel pada penelitian ini berjumlah 100 responden. Hal tersebut

dikarenakan populasi dalam penelitian ini merupakan populasi tak

terbatas dan berdasarkan teori yang diungkapkan Cooper dan Shlinder

(2006) bahwa sampel 100 dari 5000 populasi secara kasar mempunyai

ketepatan hampir sama dengan ketepatan 100 sampel dari 200.000.000

populasi. Setelah itu dikalikan 10% jumlah sampel untuk mengantisipasi

hilangnya data atau ketidaklengkapan pengisian kuesioner, 100 x 10% =

10. Maka total sampel pada penenlitian ini adalah 110. Teknik

pengambilan sampel yang dipilih adalah purposive sampling dengan

kriteria inklusi dan eksklusi yang sudah ditentukan.

Sampel penelitian ini yaitu ibu balita karna ibu balita sebagi

sumber informasi pada penelitian ini. Namun pada penelitian ini sampel

lebih berfokus pada balita. sehingga kriteria inklusi dan eksklusi sampel

penelitian ini berhubungan dengan keadaan balita.

Berikut ini kriteria inklusi sampel penelitian :

1. Balita yang berusia 0-59 bulan

2. Balita yang datang ke Puskesmas Bungah

3. Balita yang didiagnosa ISPA oleh tenaga kesehatan


38

Berikut ini kriteria eksklusi sampel penelitian :

1. Balita yang memiliki riwayat alergi

D. Instrumen Penelitian

Perolehan data atau informasi dari responden dalam suatu penelitian

membutuhkan suatu alat atau yang sering disebut dengan instrumen. Dalam

penelitian ini, peneliti menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner.

Kuesioner merupakan suatu alat pengumpul data dengan cara memberikan daftar

pertanyaan kepada responden untuk selanjutnya responden bisa memberikan jawaban

atas pertanyaan tersebut (Umar,2011). Beberapa pertanyaan yang ada dalam

kuesioner penelitian ini adalah tentang data individu balita, pendidikan orang tua,

dan kebiasaan merokok anggota keluarga.

E. Uji Validitas dan Reliabilitas

1. Uji Validitas

Valid merupakan ketepatan atau kecermatan suatu alat atau

instrumen dalam melakukan pengukuran atau dalam menjalankan

fungsinya. Uji validitas suatu instrumen dilakukan dengan cara

melakukan korelasi antara masing-masing item pertanyaan dengan skor

totalnya. Suatu skor variabel (pertanyaan) dikatakan valid apabila

memiliki korelasi secara signifikan dengan skor totalnya (Riyanto,2011)

Pada penelitian ini tidak dilakukan uji validitas kepada responden.

Hal tersebut dikarenakan kuesioner yang digunakan pada penelitian ini


39

menggunakan skala guttman. Uji validitas yang digunakan pada

penelitian ini yaitu dengan menggunakan validitas isi yang dilakukan oleh

Jamaludin, M.Kep dan Yenita Agus, M.Kep.,Sp.Mat.,PhD

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas yaitu suatu indeks yang menunjukkan apakah suatu

instrumen dapat dipercaya atau diandalkan (Notoatmodjo, 2010). Uji

reliabilitas suatu instrumen bertujuan untuk mengetahui apakah instrumen

akan memiliki kesamaan hasil apabila suatu instrumen (dalam penelitian

ini berupa kuesioner) tersebut dilakukan sebagai alat ukur terhadap

responden atau waktu yang berbeda (Setiadi, 2007).

Uji reliabilitas yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan

menggunakan rumus uji Spearman Brown. Hal tersebut dikarenakan pada

penelitian ini instrumen yang digunakan adalah menggunakan skala

guttman dan jumlah pertanyaan yang ada di dalam kuesioner ini berjumlah

4 pertanyaan (genap). Suatu instrumen dikatakan reliabel apabila nilai

korelasi antara belahan genap dan belahan ganjil lebih besar dari nilai r

tabel (Siregar, 2013).

Uji reliabilitas pada penelitian ini menggunakan bantuan aplikasi

SPSS 16 dan didapatkan nilai korelasi antara belahan genap dan belahan

ganjil 0,700. Nilai r tabel yang digunakan adalah 0,361 karna responden

uji reliabilitas pada penelitian ini berjumlah 30 orang. Selanjutnya hasil

yang didapatkan dari uji reliabilitas dibandingkan dengan nilai r tabel.


40

Karna hasil yang didapatkan lebih besar dari r tabel maka dapat dikatakan

kuesioner penelitian ini sudah reliabel.

F. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dari penelitian ini adalah data primer yang diperoleh

melalui kuesioner dan data sekunder yang diperoleh dari puskesmas. Berikut ini

adalah beberapa tahap yang dilakukan dalam pengambilan data dalam penelitian ini :

1. Pertama peneliti menentukan tema, subjek, tempat, tujuan dan manfaat,

dan judul penelitian. Setelah itu peneliti membuat surat perizinan studi

pendahuluan dari Fakultas untuk nantinya diserahkan ke puskesmas

Bungah.

2. Peneliti melakukan studi pendahuluan di dua tempat, yakni di puskesmas

dan di masyarakat desa Bungah. Studi pendahuluan di puskesmas

bertujuan untuk mendapatkan data sekunder tentang kejadian Infeksi

Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada balita di wilayah kerja Puskesmas.

Studi pendahuluan di masyarakat bertujuan untuk mengetahui distribusi

keluarga dengan kejadian ISPA pada balita dan kebiasaan merokok

anggota keluarga.

3. Setelah proposal skripsi selesai, peneliti membuat surat perizinan untuk

uji reliabilitas dari Fakultas.

4. Peneliti lalu melakukan uji reliabilitas kuesioner pada 30 responden.

5. Setelah instrumen dinyatakan reliabel, selanjutnya peneliti melakukan

perizinan ke Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan


41

Pengembangan Daerah dan Dinas Kesehatan kabupaten Gresik untuk

melakukan penelitian di Puskesmas Bungah

6. Peneliti mendapatkan izin dan calon responden yang sesuai dengan

kriteria, peneliti memberikan informed consent terhadap calon responden.

7. Jika calon responden setuju dan menandatangani form persetujuan,

responden diberikan kuesioner penelitian.

8. Waktu pengisian kuesioner sekitar 10 menit untuk setiap responden.

Setelah kuesioner lengkap diisi oleh responden, selanjutnya peneliti

mengumpulkan semua kuesioner untuk diolah dan dilakukan analisis

data.

G. Pengolahan Data

Setiadi (2007) menyebutkan bahwa terdapat 6 kegiatan yang dilakukan

peneliti dalam proses pengolahan data, yaitu :

1. Editing. Kegiatan editing dilakukan dengan cara memeriksa setiap poin

pertanyaan kuesioner yang sudah diisi oleh responden. Terdapat tiga hal

yang harus diperiksa oleh peneliti yaitu kelengkapan jawaban (setiap

pertanyaan sudah ada jawaban), keterbacaan tulisan, dan relevansi

jawaban.

2. Coding. Kegiatan ini dilakukan dengan cara mengelompokkan jawaban

yang diberikan responden kedalam bentuk kategori. Hasil

pengelompokkan tersebut diberi tanda atau kode berbentuk angka pada

masing-masing jawaban.
42

3. Sorting. Mensortir merupakan kegiatan yang dilakukan dengan memilih

atau mengelompokkan data menurut jenis yang dikehendaki (klasifikasi

data).

4. Entry Data. Jawaban responden yang sudah diberi kode kategori

kemudian dimasukkan dalam tabel atau database komputer untuk

kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau bisa juga dengan

membuat tabel kontigensi (Hidayat, 2008b).

5. Cleaning. Pembersihan data dilakukan untuk melihat data yang sudah

dimasukkan sudah benar atau belum. Proses ini dilakukan untuk

mengetahui kemungkinan kesalahan atau ketidaklengkapan data untuk

selanjutnya bisa dilakukan koreksi (Notoatmodjo, 2010).

6. Mengeluarkan Informasi. Kegiatan ini disesuaikan dengan tujuan

penelitian yang dilakukan

H. Metode Analisis Data

Analisis univariat merupakan analisis yang dilakukan pada setiap variabel

penelitian dan bertujuan untuk mengetahui deskripsi karakteristik setiap variabel

dalam penelitian (Notoatmodjo, 2010). Analisis univariat dalam penelitian ini

bertujuan untuk memberikan gambaran distribusi karakteristik jenis kelamin, usia,

status nutrisi, dan pendidikan ibu balita serta gambaran kebiasaan merokok anggota

keluarga berdasarkan lokasi merokok, jumlah anggota keluarga yang merokok dan

banyaknya rokok yang dihirup setiap hari, dan gambaran karakteristik balita

berdasarkan ada atau tidaknya paparan asap rokok terhadap balita.


43

I. Etika Penelitian

Masalah etika dalam suatu penelitian sangatlah penting, khususnya dalam

penelitian ilmu keperawatan dikarenakan dalam penelitian keperwatan seringkali

berhubungan dengan manusia (Hidayat, 2008b). Berikut ini adalah prinsip etik yang

peneliti gunakan selama proses penelitian (Hidayat, 2008b, dan Notoatmodjo, 2010) :

1. Informed Consent

Informed Consent merupakan suatu informasi yang harus dijelaskan oleh

peneliti terlebih dahulu kepada calon responden. Tujuan dari adanya

informed consent adalah supaya calon responden mengetahui maksud dan

tujuan dari penelitian. Jika calon responden bersedia menjadi responden,

maka peneliti memberikan lembar persetujuan dan responden harus

menandatanganinya. Jika calon responden tidak bersedia, maka peneliti

harus menghormati keputusan dan tidak boleh memaksa.

2. Anonimity (tanpa nama)

Masalah etika dalam penelitian keperawatan yakni memberikan jaminan

dalam penggunaan data responden dengan cara tidak mencantumkan

nama responden pada instrumen dan hanya menuliskan kode pada lembar

pengumpulan data.

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Prinsip etika confidentiality adalah menjamin kerahasiaan setiap

informasi yang diperoleh dari responden. Informasi yang didapat hanya

akan digunakan sebagai data penelitian dan ketika dilakukan pengolahan


44

data, informasi yang didapatkan bukanlah informasi individual melainkan

dalam bentuk data kelompok.

4. Privacy

Selama proses penelitian, responden mempunyai hak untuk memperoleh

privasi atau kebebasan pribadinya.

5. Memperoleh imbalan atau kompensasi

Peneliti sebagai pihak yang membutuhkan informasi dari responden

sudah seharusnya memberikan imbalan kepada responden atas informasi

yang sudah diperoleh.


BAB V

HASIL PENELITIAN

Hasil yang disajikan dalam penelitian ini berupa analisis univariat. Analisis

univariat merupakan analisis yang dilakukan pada setiap variabel penelitian dan

bertujuan untuk mengetahui deskripsi karakteristik setiap variabel dalam penelitian

(Notoatmodjo, 2010). Analisis univariat yang dilakukan pada penelitian ini adalah

untuk mengetahui distribusi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, usia,

status nutrisi, pendidikan terakhir ibu, presentasi anggota keluarga yang memiliki

kebiasaan merokok, kebiasaan merokok anggota keluarga berdasarkan lokasi

merokok, jumlah anggota keluarga yang memiliki kebiasaan merokok, dan

banyaknya rokok yang dihirup setiap hari oleh anggota keluarga. Berikut ini hasil

analisis univariat dalam penelitian ini :

A. Karakteristik Responden

1. Distribusi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin

Berdasarkan hasil yang diperoleh, berikut ini distribusi karakteristik

responden berdasarkan jenis kelamin :

Tabel 5.1 Distribusi Jenis Kelamin Balita

Jenis Kelamin Frekuensi Presentase


Laki-laki 56 56%
Perempuan 44 44%
Jumlah 100 100%

45
46

Tabel 5.1 menunjukkan bahwa dari 100 responden balita yang

menderita ISPA dalam penelitian ini terdapat 56 balita dengan jenis kelamin

laki-laki (56%) dan 44 balita dengan jenis kelamin perempuan (44%).

Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa balita laki-laki pada

penelitian ini lebh banyak daripada balita perempuan.

2. Distribusi karakteristik responden berdasarkan kelompok usia

Berdasarkan hasil yang diperoleh, berikut ini distribusi karakteristik

responden berdasarkan usia :

Tabel 5.2 Distribusi Kelompok Usia Balita

Kelompok Usia Frekuensi Presentase


≤ 12 bulan 28 28%
13-59 bulan 72 72%
Jumlah 100 100%

Tabel 5.2 menunjukkan bahwa dari 100 responden balita yang

menderita ISPA dalam penelitian ini terdapat 28 balita yang berusia kurang

dari 12 bulan (28%) dan 72 balita yang berusia 13-59 bulan (72%).

Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa balita pada penelitian

ini lebih banyak pada kelompok usia 13-59 bulan daripada balita kelompok

usia ≤ 12 bulan.

3. Distribusi karakteristik responden berdasarkan status nutrisi

Berdasarkan hasil yang diperoleh, berikut ini distribusi karakteristik

responden berdasarkan status nutrisi :


47

Tabel 5.3 Distribusi Status Nutrisi Balita

Status Nutrisi Frekuensi Presentase


Gizi Buruk 6 6%
Gizi Kurang 15 15%
Gizi Baik 78 78%
Gizi Lebih 1 1%
Jumlah 100 100%

Tabel 5.3 menunjukkan bahwa dari 100 balita yang menderita ISPA

dalam penelitian ini, terdapat 6 balita dengan status gizi buruk (6%), 15

balita dengan status gizi kurang (15%), 78 balita dengan status gizi baik

(78%), dan 1 balita dengan status gizi lebih (1%). Berdasarkan hasil tersebut,

dapat disimpulkan bahwa balita pada penelitian ini paling banyak memiliki

status nutrisi baik dan paling sedikit memiliki status nutri lebih.

4. Distribusi karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir ibu

Tabel 5.4 Distribusi Pendidikan Terakhir Ibu

Pendidikan Terakhir Frekuensi Presentase


SD 5 5%
SMP/sederajat 24 24%
SMA/sederajat 60 60%
Perguruan Tinggi 11 11%
Jumlah 100 100%

Tabel 5.4 menunjukkan bahwa dari 100 balita yang menderita ISPA

dalam penelitian ini, terdapat 5 ibu dengan pendidikan terakhir SD (5%), 24

ibu dengan pendidikan terakhir SMP/sederajat (24%), 60 ibu dengan


48

pendidikan terakhir SMA/sederajat (60%), dan 11 ibu dengan pendidikan

terakhir perguruan tinggi (11%). Berdasarkan hasil tersebut dapat

disimpulkan bahwa pendidikan terakhir ibu pada penelitian ini paling banyak

dengan pendidikan terakhir SMA/sederajat dan paling sedikit dengan

pendidikan terakhir SD.

B. Gambaran Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga

1. Gambaran kebiasaan Merokok anggota keluarga

Tabel 5.5 Gambaran Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga

Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga Frekuensi Presentase


Ada 73 73%
Tidak 27 27%
Jumlah 100 100%

Tabel 5.5 menunjukkan bahwa terdapat 73 balita yang menderita ISPA

dalam penelitian ini memiliki anggota keluarga yang tinggal bersama dengan

kebiasaan merokok (73%), dan 23 balita memiliki anggota keluarga yang

tinggal bersama tanpa kebiasaan merokok (27%). Berdasarkan hasil tersebut

dapat disimpulkan bahwa sebagian besar balita pada penelitian ini memiliki

anggota keluarga dengan kebiasaan merokok.

2. Gambaran lokasi kebiasaan merokok anggota keluarga

Tabel 5.6 Gambaran Lokasi Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga

Lokasi Merokok Frekuensi Presentase


Tanpa memperhatikan lingkungan 43 58,90%
dengan balita disekitar perokok
Memperhatikan lingkungan dengan tidak 30 41,10%
ada balita di sekitar perokok
Jumlah 73 100%
49

Tabel 5.6 menunjukkan bahwa dari 73 balita yang menderita ISPA

memiliki anggota keluarga yang tinggal bersama dengan kebiasaan merokok,

terdapat 43 anggota keluarga yang memiliki kebiasaan merokok tanpa

memperhatikan lingkungan dengan balita disekitar perokok (58,90%), dan

30 anggota anggota keluarga yang memiliki kebiasaan merokok dengan

memperhatikan lingkungan dengan tidak ada balita di sekitar perokok

(41,10%). Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa balita yang

memiliki anggota keluarga dengan kebiasaan merokok sebagian besar

mendapatkan paparan asap rokok akibat lokasi merokok yang dilakukan

tanpa memperhatikan lingkungan sekitar.

3. Gambaran jumlah anggota keluarga yang memiliki kebiasaan merokok

Tabel 5.7 Gambaran Jumlah Anggota Keluarga dengan Kebiasaan

Merokok

Jumlah anggota keluarga dengan kebiasaan


Frekuensi Presentase
merokok
Satu orang 11 25,58%%
Lebih dari satu orang 32 74,42%
Jumlah 43 100%

Tabel 5.7 menunjukkan bahwa dari 43 anggota keluarga yang memiliki

kebiasaan merokok tanpa memperhatikan lingkungan dengan balita disekitar

perokok, terdapat 11 balita yang memiliki jumlah anggota keluarga dengan

kebiasaan merokok hanya satu orang (25,58%), dan 32 balita yang memiliki

jumlah anggota keluarga dengan kebiasaan merokok sebanyak lebih dari

satu orang (74,42%). Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa


50

balita yang mendapat paparan asap rokok pada penelitian ini memiliki

anggota keluarga dengan kebiasaan merokok lebih dari satu orang perokok

aktif lebih banyak daripada hanya satu anggota keluarga yang memiliki

kebiasaan merokok.

4. Gambaran banyaknya rokok yang dihirup setiap hari oleh anggota keluarga

Tabel 5.8 Gambaran Banyaknya Rokok yang Dihirup Setiap Hari

Oleh Anggota Keluarga

Jumlah rokok yang dihirup setiap hari Frekuensi Presentase


Ringan (1-4 batang rokok setiap hari) 13 30,24%
Sedang (5-14 batang setiap hari) 15 34,88%
Berat ( ≥15 batang setiap hari) 15 34,88%
Jumlah 43 100%

Tabel 5.8 menunjukkan bahwa dari 43 anggota keluarga yang memiliki

kebiasaan merokok tanpa memperhatikan lingkungan dengan balita disekitar

perokok, terdapat 13 balita yang memiliki anggota keluarga dengan kebiasaan

merokok kategori ringan (1-4 batang rokok setiap hari) (30,24%), 15 balita

yang memiliki anggota keluarga dengan kebiasaan merokok kategori sedang

(5-14 batang rokok setiap hari) (34,88%), dan 15 balita yang memiliki

anggota keluarga dengan kebiasaan merokok kategori berat( ≥ 15 batang

rokok setiap hari) (34,88%). Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan

bahwa balita yang mendapatkan paparan asap rokok pada penelitian ini

memiliki anggota keluarga dengan kebiasaan merokok kategori berat dan

sedang lebih banyak daripada kebiasaan merokok kategori ringan.


51

C. Gambaran karakteristik balita berdasarkan adanya paparan asap rokok

1. Distribusi karakteristik jenis kelamin balita berdasarkan adanya paparan asap

rokok

Tabel 5.9 Distribusi Karakteristik Jenis Kelamin Balita berdasarkan

Adanya Paparan Asap Rokok

Paparan Asap Rokok


Total
Ya Tidak
N 25 31 56
Laki-laki
Jenis % 44.6% 55.4% 100%
kelamin N 18 26 44
Perempuan
% 40.9% 59.1% 100%
N 43 57 100
Total
% 43% 57% 100%

Tabel 5.9 menunjukkan bahwa balita yang menderita ISPA pada

penelitian ini terdapat 43 balita (43%) yang terpapar asap rokok dan 57 balita

(57%) tidak terpapar asap rokok. Sebanyak 25 balita laki-laki (44.6%)

terpapar asap rokok dan 31 balita laki-laki (55.4%) tidak terpapar asap rokok.

Sedangkan dari 44 balita perempuan, terdapat 18 balita (40.9%) yang

terpapar asap rokok dan 26 balita (59.1%) tidak terpapar asap rokok.

Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa jumlah balita laki-laki

yang tidak terpapar asap rokok lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah

balita perempuan yang tidak terpapar asap rokok


52

2. Distribusi karakteristik usia balita berdasarkan adanya paparan asap rokok

Tabel 5.10 Distribusi Karakteristik Usia Balita berdasarkan Adanya

Paparan Asap Rokok

Paparan Asap Rokok


Total
Ya Tidak

N 13 15 28
≤12 bulan
% 46.4% 53.6% 100 %
Usia Balita
N 30 42 72
13-59 bulan
% 41.7% 58.3% 100%

N 43 57 100
Total
% 43% 57% 100%

Tabel 5.10 dari 28 balita yang berusia ≤12 bulan, terdapat 13 balita

(46.4%) terpapar asap rokok dan 15 balita (53.6%) tidak terpapar asap rokok.

Sedangkan dari 72 balita berusia 13-59 bulan, terdapat 30 balita (41.7%)

terpapar asap rokok dan 42 balita (58.3%) tidak terpapar asap rokok.

Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa proporsi balita berusia

13-59 bulan pada balita yang tidak terpapar asap rokok lebih banyak jika

dibandingkan dengan proporsi balita yang berusia ≤12 bulan yang tidak

terpapar asap rokok.


53

3. Distribusi karakteristik status nutrisi balita berdasarkan adanya paparan asap

rokok

Tabel. 5.11 Distribusi Karakteristik Status Nutrisi Balita berdasarkan

Adanya Paparan Asap Rokok

Paparan Asap
Rokok Total
Ya Tidak
N 3 3 6
Gizi Buruk
% 50% 50% 100%
N 4 11 15
Gizi Kurus
Status Nutrisi % 26.7% 73.3% 100%
Balita N 35 43 78
Gizi Baik
% 44.9% 55.1% 100%
N 1 0 1
Gizi Lebih
% 100% 0% 100%
N 43 57 100
Total
% 43% 57% 100%

Tabel 5.11 menunjukkan bahwa dari 6 balita dengan status gizi buruk

terdapat 3 balita(50%) terpapar asap rokok dan 3 balita (50%) yang tidak

terpapar asap rokok; 15 balita dengan status gizi kurang terdapat 4 balita

(26.7%) yang terpapar asap rokok dan 11 balita (73.3%) yang tidak terpapar

asap rokok; dari 78 balita dengan status gizi baik terdapat 35 balita (44.9%)

terpapar asap rokok dan 43 balita (55.1%) tidak terpapar asap rokok; dan

terdapat 1 balita (100%) dengan gizi lebih yang terpapar asap rokok.

Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaaan

yang signifikan pada balita dengan status gizi baik pada kelompok terpapar

asap rokok dan tidak terpapar asap rokok, sedangkan pada balita dengan status
54

gizi kurang proporsi balita yang tidak terpapar asap rokok lebih banyak jika

dibandingkan dengan balita yang terpapar asap rokok.

4. Distribusi karakteristik pendidikan terakhir ibu balita berdasarkan adanya

paparan asap rokok

Tabel. 5.12 Distribusi karakteristik pendidikan terakhir ibu balita

berdasarkan adanya paparan asap rokok

Paparan Asap
Rokok Total
Ya Tidak
N 3 2 5
SD
% 60% 40% 100%
N 15 9 24
Pendidikan SMP/sederajat
% 62.5% 37.5% 100%
Terakhir
N 22 38 60
Ibu SMA/sederajat
% 36.7% 63.3% 100%
N 3 8 11
Perguruan Tinggi
% 27.3% 72.7% 100%
N 43 57 100
Total
% 43% 57% 100%
Tabel 5.11 menunjukkan bahwa dari 5 balita memiliki ibu dengan

pendidikan terakhir SD terdapat 3 balita(60%) yang terpapar asap rokok dan

2 balita (40%) yang tidak terpapar asap rokok; dari 24 balita memiliki ibu

dengan pendidikan terakhir SMP/sederajat terdapat 15 balita (62.5%)

terpapar asap rokok dan 9 balita (37.5%) yang tidak terpapar asap rokok; 60

balita memiliki ibu dengan pendidikan terakhir SMA/sederajat terdapat 22

balita (36.7%) terpapar asap rokok dan 38 balita (63.3%) tidak terpapar asap

rokok; dan dari 11 balita memiliki ibu dengan pendidikan terakhir perguruan

tinggi terdapat 3 balita (27.3%) terpapar asap rokok dan 8 balita (72.7%)
55

tidak terpapar asap rokok. berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan

bahwa pada kelompok balita yang tidak terpapar asap rokok memiliki ibu

dengan pendidikan terakhir SMA/sederajat dan perguruan tinggi lebih banyak

dibandingkan dengan balita yang terpapar asap rokok.


BAB VI

PEMBAHASAN

A. Analisis Univariat

1. Distribusi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin

Perbedaan proporsi jenis kelamin balita ISPA pada penelitian ini tidak

begitu signifikan, yakni 56 balita(56%) dengan jenis kelamin laki-laki dan

44 balita (44%) dengan jenis kelamin perempuan.

Penelitian yang dilakukan oleh Sugihartono dan Nurjazuli (2012)

menunjukkan hasil yang serupa. Balita laki-laki yang menderita ISPA

Pneumonia sebanyak 31 kejadian (57.4%) sedangkan balita perempuan yang

menderita ISPA pneumonia sebanyak 23 kejadian (42.6%). Marlina (2014)

dalam penelitian nya juga menyebutkan bahwa dari 100 balita yang menderita

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), 52 (52%) diantaranya balita dengan

jenis kelamin laki-laki dan 48 balita dengan jenis kelamin perempuan (48%).

Hasil serupa juga dapat dilihat dari penelitian yang dilakukan oleh Goel et al

(2012), yaitu dari 234 balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut

(ISPA) terdapat 126 balita (53,84%) dengan jenis kelamin laki-laki dan 108

balita (46,18%) dengan jenis kelamin perempuan. Perbedaan jenis kelamin

balita yang menderita ISPA yang tidak begitu signifikan ini dapat disebabkan

56
57

karna distribusi jenis kelamin balita dalam penelitian ini (n=450) hampir sama

antara laki-laki (52%) dan perempuan (48%).

Perbedaan proporsi antara balita laki-laki dan perempuan yang

menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dalam penelitian ini sesuai

dengan kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) balita di Puskesmas

Bungah. Proporsi balita laki-laki yang mengalami Infeksi Saluran Pernafasan

Akut (ISPA) di Puskesmas Bungah pada bulan Januari-Oktober 2014 sebesar

50,25% (1.664 kejadian) dan balita perempuan menderita Infeksi Saluran

Pernafasan Akut (ISPA) sebanyak 49,75% (1647 kejadian).

2. Distribusi karakteristik responden berdasarkan kelompok usia

Distribusi karakteristik balita pada penelitian ini berdasarkan usia

responden paling banyak pada kelompok usia 13-59 bulan sebanyak 72 balita

(72%).

Hasil penelitian serupa juga dapat dilihat pada penelitian yang

dilakukan oleh Goel et al (2012). Hasil penelitian tersebut menyebutkan dari

126 responden yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), 53

(42.06%) balita berusia usia ≤ 12 bulan dan 73 (57.93%) balita berusia

kurang dari 13-59 bulan. Suyami dan Sunyoto (2006) dalam penelitian nya

membagi usia balita dalam tiga kelompok, yaitu 2 bulan- < 1 tahun, 1 tahun- <

2 tahun, dan 2-5 tahun. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa dari 40 balita

yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), 3 balita berusia 2


58

bulan- < 1 tahun, 5 balita berusia 1 tahun- < 2 tahun, dan 32 balita berusia 2-5

tahun. Tingginya kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada balita

usia 1 tahun – 5 tahun disebabkan karna balita sudah mulai banyak kontak

dengan lingkungan luar dan kontak dengan penderita Infeksi Saluran

Pernafasan Akut (ISPA) lainnya.

Hasil penelitian ini juga menyebutkan bahwa kejadian Infeksi Saluran

Pernafasan Akut (ISPA) lebih banyak terjadi pada balita usia 13-59 bulan. Hal

tersebut terjadi karna balita sudah mulai mengenal dunia luar dan kontrol

orang tua terhadap balita tidak begitu ketat. Hal tersebut dapat menyebabkan

balita lebih mudah terpapar dengan faktor penyebab Infeksi Saluran

Pernafasan (ISPA) lainnya, seperti debu, asap kendaraaan, kontak dengan

penderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) lainnya, dan makan

makanan yang dapat meningkatkan resiko terkena Infeksi Saluran Pernafasan

Akut (ISPA).

3. Distribusi karakteristik responden berdasarkan status nutrisi

Status nutrisi balita pada yang menderita ISPA pada penelitian ini

paling banyak pada balita dengan status baik yaitu sebanyak 78 balita (78%).

Sedangkan hanya 6 balita (6%) dengan status gizi buruk yang menderita

ISPA.

Penelitian yang dilakukan oleh Utami (2013) juga menyebutkan

bahwa dari 52 responden balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan


59

Akut (ISPA), 49 balita memiliki status gizi baik (94%), 2 balita dengan status

gizi kurang (4%), dan 1 balita dengan status gizi buruk (2%). Utami (2013)

menyebutkan bahwa balita dengan status gizi buruk disebabkan karna adanya

flek pada paru-paru balita dan rendahnya status ekonomi keluarga balita

tersebut. Sinaga dkk (2015) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa dari 15

balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), 14 balita

diantaranya memiliki status nutrisi normal (25%) dan 1 balita dengan status

nutrisi kurang (20%). Sedangkan dari 46 balita yang tidak menderita Infeksi

Saluran Pernafasan Akut (ISPA), 42 balita diantaranya memiliki status nutrisi

normal (75%) dan 4 balita dengan status nutrisi kurang (80%). Hasil

penelitian yang dilakukan oleh Sinaga (2015) menyebutkan bahwa tidak ada

hubungan antara status nutrisi balita dengan kejadian Infeksi Saluran

Pernafasan Akut (ISPA) balita.

Banyaknya balita dengan status gizi baik yang menderita ISPA serta

sedikitnya balita dengan status gizi kurang dan buruk yang menderita Infeksi

Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dapat disebabkan karna sedikitnya balita

yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Bungah yang memiliki status gizi

kurang dan buruk. Tahun 2010 tercatat hanya 9 balita (0,24%) yang memiliki

status gizi bawah garis merah dan 4 balita dengan status gizi buruk (0,11%).

Wilayah kerja Puskesmas Bungah juga memiliki status bebas gizi buruk

(Dinas Kesehatan Gresik, 2011).


60

4. Distribusi karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir ibu

Karakteristik balita dilihat pada penelitian ini berdasarkan pendidikan

terakhir ibu paling banyak pada ibu balita dengan pendidikan terakhir

SMA/sederajat yakni 60 balita (60%).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hariani dkk (2014) juga

menyebutkan bahwa dari 54 responden balita yang menderita Infeksi Saluran

Pernafasan Akut (ISPA), 15 ibu balita (27.8%) memiliki pendidikan terakhir

SD, 10 ibu balita (18.5%) memiliki pendidikan terakhir SMP, 23 ibu balita

(42.6%) memiliki pendidikan terakhir SMA, dan 6 ibu balita (11.1%)

memiliki pendidikan terakhir perguruan tinggi. Retna dan Fajri (2015) dalam

penelitian nya menyebutkan bahwa dari 26 responden balita yang menderita

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Pneumonia, 6 (23%) diantaranya

memiliki ibu dengan pendidikan terakhir dasar (SD), 17 (65%) balita memiliki

ibu dengan pendidikan terakhir menengah (SMA/sederajat-- SMP/sederajat)

dan 3 (12%) balita dengan pendidikan terakhir perguruan tinggi.

Tingginya proporsi ibu balita yang memiliki pendidikan terakhir

minimal SMA/sederajat dapat disebabkan karna di wilayah kerja puskesmas

Bungah banyak instansi pendidikan yang mudah dijangkau oleh masyarakat

desa Bungah dan dapat juga disebabkan karna tingginya kesadaran

masyarakat akan pentingnya pendidikan formal.


61

5. Distribusi karakteristik responden berdasarkan kebiasaan merokok anggota

keluarga

Dilihat dari kebiasaan merokok anggota keluarga, sebanyak 73 balita

(73%) yang menderita ISPA dalam penelitian ini memiliki anggota keluarga

dengan kebiasaan merokok.

Penelitian yang dilakukan oleh Goel et al (2012) menyebutkan bahwa

dari 234 balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), 183

balita (78.20%) memiliki orang tua dengan kebiasaan merokok dan 51 balita

(21.8%) memiliki orang tua tanpa kebiasaan merokok. Tingginya proporsi

kebiasaan merokok orang tua pada balita yang menjadikan Infeksi Saluran

Pernafasan Akut menjadi dasar bahwa kebiasaan merokok orang tua menjadi

salah satu faktor yang bertanggungjawab terhadap kejadian Infeksi Saluran

Pernafasan Akut (ISPA) pada balita yang tinggal bersama.

Akbar dkk (2013) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa dari 33

balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), 20 balita

(87%) diantaranya tinggal bersama dengan keluarga yang memiliki kebiasaan

merokok dan 13 balita (54.2%) tinggal bersama dengan keluarga tanpa

kebiasaan merokok. Sedangkan dari 14 balita yang tidak menderita Infeksi

Saluran Pernafasan Akut (ISPA), 3 balita (23%) tinggal bersama dengan

keluarga yang memiliki kebiasaan merokok dan 11 balita (45.8%) tinggal

bersama dengan keluarga tanpa kebiasaan merokok. Hasil penelitian ini


62

menyebutkan bahwa keberadaan anggota keluarga yang memiliki kebiasaan

merokok menjadi faktor resiko terjadinya Infeksi Saluran Pernafasan Akut

(ISPA) pada balita.

Ketahanan saluran pernafasan terhadap infeksi, partikel dan gas yang

di udara tergantung pada tiga unsur alami yang ada pada orang sehat, yakni

keutuhan epitel mukosa dan gerak mukosilia, makrofag alveolus dan antibodi.

Sel makrofag sangat banyak terdapat di alveolus paru-paru dan nantinya akan

dimobilisasi ke tempat lain jika terjadi infeksi oleh benda asing. Adanya

paparan asap rokok pada paru-paru dapat menyebabkan makrofag alveolus

terhambat melakukan fungsinya sebagai fagositosis ( Pugud, 2008, dalam

Kusumawati, 2010).

Asriati (2014) menyebutkan bahwa adanya paparan asap rokok dapat

merusak ketahanan lokal paru, seperti kemampuan pembersihan zat asing

yang dilakukan oleh mukosiliaris. Pergerakan silia menjadi lambat dan kaku

bahkan dapat berhenti sehingga tidak dapat membersihkan saluran pernafasan

akibat iritasi oleh bahan pencemar. Paparan asap rokok juga dapat

menyebabkan produksi lendir meningkat sehingga menyebabkan penyempitan

saluran pernafasan dan rusaknya sel pembunuh bakteri di saluran pernafasan.

Kondisi-kondisi tersebut lah yang nantinya akan memudahkan terjadinya

infeksi saluran pernafasan pada balita yang terpapar asap rokok.


63

Adanya kebiasaan merokok anggota keluarga ini meningkatkan resiko

balita yang tinggal bersama terpapar oleh asap rokok yang mengandung

banyak sekali bahan kimia berbahaya. Balita yang terpapar dengan asap rokok

juga akan memiliki peningkatan resiko terhadap berbagai masalah kesehatan,

termasuk diantaranya Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA).

6. Distribusi karakteristik responden berdasarkan lokasi kebiasaan merokok

anggota keluarga

Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa terdapat 43 balita (58,90%)

yang menderita ISPA mendapat paparan asap rokok akibat adanya kebiasaan

merokok yang dilakukan oleh anggota keluarga tanpa memperhatikan

lingkungan dengan balita disekitar perokok.

Penelitian yang sama dilakukan oleh Maryani (2012) tentang

kebiasaan merokok dengan kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

pada balita. Hasil dari penelitian tersebut menyebutkan bahwa dari 52 balita

yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), 47 balita (66.2%)

memiliki anggota keluarga dengan kebiasaan merokok dekat balita dan 5

balita (25%) memiliki anggota keluarga tanpa kebiasaan merokok. Sedangkan

dari 39 balita yang tidak menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA),

24 balita (33.8%) memiliki anggota keluarga dengan kebiasaan merokok dekat

balitadan 15 balita (75%) memiliki anggota keluarga tanpa kebiasaan

merokok.
64

Penelitian yang dilakukan oleh Hariani dkk (2014) juga memiliki hasil

yang serupa. Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut menyebutkan

bahwa dari 30 balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA),

16 balita (29.6%) terpapar oleh asap rokok dan 14 balita (25.9%) tidak

terpapar asap rokok. Sedangkan dari 24 balita yang tidak menderita Infeksi

Saluran Pernafasan Akut (ISPA), 13 balita (24.1%) terpapar asap rokok dan

11 balita tidak terpapar asap rokok (20.4%). Asriati (2014) dalam

penelitiannya menambahkan bahwa balita yang terpapar asap rokok memiliki

resiko 7,8 kali lebih besar untuk terkena Infeksi Saluran Pernafasan Akut

(ISPA) dibandingkan dengan balita yang tidak terkena paparan asap rokok.

Kebiasaan merokok yang dapat menjadi faktor resiko dari Infeksi

Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada balita yakni kebiasaan merokok dengan

adanya paparan asap rokok terhadap balita. Adanya paparan asap rokok atau

tidak dapat dinilai dari lokasi anggota keluarga tersebut merokok. Anggota

keluarga yang merokok tanpa memperhatikan lingkungan dengan balita di

sekitar perokok dapat menjadikan balita terpapar oleh asap rokok dari

perokok.

7. Distribusi karakteristik responden berdasarkan jumlah anggota keluarga yang

memiliki kebiasaan merokok

Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa dari 43 balita ISPA yang

memiliki anggota keluarga dengan kebiasaan merokok tanpa memperhatikan


65

lingkungan dengan balita di sekitar perokok, sebanyak 32 balita (74,42%)

memiliki lebih dari satu anggota keluarga dengan kebiasaan merokok tanpa

memperhatikan lingkungan dengan balita di sekitar perokok.

Penelitian yang dilakukan oleh Kusumawati (2010) menyebutkan

bahwa jumlah perokok yang lebih dari satu orang dalam anggota keluarga

balita yang tinggal bersama dapat menyebabkan memperparahnya kondisi

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dan memperlama waktu

penyembuhannya (r = 0,61 ; p = 0,000). Hal tersebut dikarenakan semakin

banyak jumlah anggota keluarga yang memiliki kebiasaan merokok tanpa

memperhatikan lingkungan dengan balita di sekitar perokok dapat

menyebabkan paparan asap rokok lingkungan terhadap balita semakin

meningkat.

Trisnawati dan Juwarni (2012) dalam penelitiannya membagi

kebiasaan merokok keluarga menjadi 2 kategori, yaitu ringan dan sedang.

Hasil penelitian menyebutkan bahwa dari 51 balita pada kelompok kasus

(menderita ISPA), 41 balita memiliki keluarga dengan kebiasaan merokok

kategori berat. Sedangkan pada 51 balita kelompok kontrol, 39 balita memiliki

keluarga dengan kebiasaan merokok kategori ringan. Dilihat dari hasil

tersebut dapat menunjukkan adanya kecenderungan kebiasaan merokok

keluarga yang semakin berat maka semakin besar pula potensi balita untuk

menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA).


66

Jumlah anggota keluarga yang memiliki kebiasaan merokok tanpa

memperhatikan lingkungan dengan balita di sekitar perokok lebih dari satu

orang dapat menyebabkan paparan asap rokok terhadap balita yang tinggal

dalam satu rumah semakin besar. Besarnya paparan asap rokok juga nantinya

akan meningkatkan kemungkinan terjadinya gangguan pada balita tersebut,

salah satunya Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA).

8. Distribusi karakteristik responden berdasarkan banyaknya rokok yang dihirup

setiap hari oleh anggota keluarga

Hasil dalam penelitian ini menyebutkan bahwa dari 43 balita ISPA

yang memiliki anggota keluarga dengan kebiasaan merokok tanpa

memperhatikan lingkungan dengan balita di sekitar perokok, terdapat 2

kelompok kebiasaan merokok anggota keluarga dengan presentase yang sama,

yaitu 15 balita (34,88%) memiliki anggota keluarga dengan kebiasaan

merokok berat, 15 balita (34,88%) memiliki anggota keluarga dengan

kebiasaan merokok sedang. Peningkatan polusi asap rokok dalam rumah dapat

menyebabkan meningkatnya paparan asap rokok terhadap balita. Tingginya

paparan asap rokok itu pula yang dapat meningkatkan resiko balita yang

tinggal dalam satu rumah untuk menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut

(ISPA).

Milo dkk (2015) dalam penelitiannya tentang hubungan kebiasaan

merokok dengan kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) balita juga
67

menyebutkan hasil yang serupa. Responden penelitian ini terdiri dari 17 balita

dengan diagnosis Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) sedang dan 34

balita dengan diagnosis Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) ringan. 17

balita dengan diagnosis ISPA sedang, 12 balita memiliki anggota keluarga

dengan kebiasaan merokok berat dan 5 balita memiliki anggota keluarga

dengan kebiasaan merokok sedang. Sedangkan dari 34 balita dengan diagnosis

ISPA ringan, 10 balita memiliki anggota keluarga dengan kebiasaan merokok

berat, 9 balita memiliki anggota keluarga dengan kebiasaan merokok sedang,

dan 15 balita memiliki anggota keluarga dengan kebiasaan merokok ringan.

Hasil penelitian tersebut dapat menunjukkan bahwa semakin berat kebiasaan

merokok anggota keluarga, maka semakin besar dan berat pula kemungkinan

balita menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Meskipun pada

keluarga dengan kebiasaan merokok berat terdapat balita dengan diagnosis

ISPA ringan, maka banyak faktor lain yang dapat menyebabkan hal tersebut

terjadi seperti faktor lingkungan yang baik.

Seperti halnya jumlah perokok aktif dalam keluarga, jumlah rokok

yang dihisap setiap hari oleh anggota keluarga juga dapat mempengaruhi

besar kecilnya paparan asap rokok terhadap balita. Semakin banyak rokok

yang dihisap oleh anggota keluarga atau semakin parah kategori perokok

keluarga dapat meningkatkan paparan asap rokok terhadap balita. Maka

semakin tingginya tingkat paparan asap rokok pada balita dapat meningkatkan

kemungkinan balita untuk menderita ISPA.


68

9. Distribusi Karakteristik Jenis Kelamin Balita Berdasarkan Adanya Paparan

Asap Rokok

Hasil penelitian menyebutkan bahwa pada balita yang terpapar asap

rokok dan tidak terpapar asap rokok tidak terdapat perbedaan proporsi yang

signifikan berdasarkan jenis kelamin dan juga jumlah balita laki-laki yang

tidak terpapar asap rokok lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah

balita perempuan yang tidak terpapar asap rokok.

Sinaga dkk (2015) menyebutkan bahwa dari 61 balita yang menderita

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) terdapat 37 balita (60,7%) dengan

jenis kelamin laki-laki dan 24 balita (39,3%) dengan jenis kelamin

perempuan. Penelitian yang dilakukan oleh Milo dkk (2015) menyebutkan

bahwa dari 51 balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut

sebanyak 29 balita (56,9%) dengan jenis kelamin laki-laki dan 22 balita

(43,1%) dengan jenis kelamin perempuan. Berdasarkan hasil tersebut dapat

disimpulkan bahwa balita laki-laki lebih beresiko terkena Infeksi Saluran

Pernafasan (ISPA) dibandingkan dengan balita perempuan. Balita laki-laki

yang lebih sering bermain dan berinteraksi dengan lingkungan, apalagi

lingkungan yang kotor sangat rentan menyebabkan terjadinya penyakit.

Perbedaan proporsi yang tidak begitu signifikan pada penelitian ini

berdasarkan jenis kelamin balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan

Akut (ISPA) sesuai dengan kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

balita di Puskesmas Bungah. Proporsi balita laki-laki yang mengalami Infeksi

Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas Bungah pada bulan Januari-


69

Oktober 2014 sebesar 50,25% (1.664 kejadian) dan balita perempuan

menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) sebanyak 49,75% (1647

kejadian). Selain itu jumlah balita laki-laki yang menderita ISPA yang tidak

terpapar asap rokok lebih banyak daripada perempuan dapat disebabkan karna

tingkat aktivitas yang dilakukan oleh balita laki-laki. Balita laki-laki biasanya

cenderung lebih aktif daripada balita perempuan, sehingga mereka lebih besar

kemungkinan untuk terpapar oleh lingkungan yang lebih beresiko untuk

menyebabkan terjadinya ISPA seperti lingkungan yang tidak sehat bahkan

berinteraksi dengan penderita ISPA lain.

10. Distribusi Karakteristik Usia Balita Berdasarkan Adanya Paparan Asap Rokok

Hasil penelitin ini menyebutkan bahwa terdapat perbedaan proporsi

yang signifikan berdasarkan usia balita ≤ 12 bulan dan usia 13-59 bulan pada

balita yang tidak terpapar asap rokok.

Sugihartono dan Nurjazuli (2012) dalam penelitiannya menyebutkan

bahwa dari 54 responden balita yang menderita pneumonia, 14 balita (25.9%)

berusia usia ≤ 12 bulan dan 40 balita (74.1%) berusia 13-59 bulan. Retna dan

Fajri (2015) dalam penelitiannya membagi usia balita menjadi dua kelompok,

yaitu balita usia < 1 tahun dan 1-4 tahun. Hasil penelitian menyebutkan bahwa

dari 26 balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

pneumonia terdapat 10 balita (38%) berusia < 1 tahun dan 16 balita (62%)

berusia 1-4 tahun. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) lebih banyak

menyerang balita. Hal tersebut bisa berhubungan dengan faktor kekebalan

tubuh balita tersebut. Balita memiliki kekebalan tubuh yang belum sempurna,
70

sehingga mereka masih rentan terhadap berbagai penyakit infeksi termasuk

salah satunya Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) ( Baker et al, 2006).

Perbedaan proporsi balita yang signifikan berdasarkan usia balita pada

kelompok yang tidak terpapar asap rokok dapat disimpulkan bahwa kejadian

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) yang terjadi pada balita dapat terjadi

karna faktor lain selain paparan asap rokok. Rendahnya balita yang berusia ≤

12 bulan yang menderita ISPA dan tidak terpapar asap rokok dapat

disebabkan karna faktor aktivitas yang dilakukan oleh balita tersebut belum

terlalu banyak dan segala aktivitas yang mereka lakukan lebih diperhatikan

oleh orang tua mereka. Sehingga meskipun daya tahan tubuh balita ≤12 bulan

belum sempurna, namun terdapat faktor lain yang menjadi protektif bagi

mereka untuk terpapar faktor-faktor yang dapat menyebabkan infeksi.

Sebaliknya pada balita berusia 13-59 bulan dengan daya tahan tubuh yang

belum sempurna tapi mereka memiliki aktivitas yang lebih banyak daripada

balita usia ≤ 12 bulan. Sehingga kemungkinan mereka terpapar oleh faktor-

faktor penyebab infeksi lebih besar jika dibandingkan dengan balita yang usia

≤12 bulan.

11. Distribusi Karakteristik Status Nutrisi Balita Berdasarkan Adanya Paparan

Asap Rokok

Hasil penelitian menyebutkan bahwa balita dengan status gizi kurang

pada balita yang tidak terpapar asap rokok lebih banyak daripada pada balita

yang terpapar asap rokok.


71

Penelitian yang dilakukan oleh Utami (2013) juga menyebutkan

bahwa dari 52 responden balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan

Akut (ISPA), 49 balita memiliki status gizi baik (94%), 2 balita dengan status

gizi kurang (4%), dan 1 balita dengan status gizi buruk (2%). Suyami dan

Sunyoto (2006) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa dari 40 balita yang

menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) terdapat 17 balita (42,5%)

dengan status gizi buruk, 7 balita (17,5%) dengan status gizi kurang, 11 balita

(27,5%) dengan status gizi sedang, dan 5 balita (12,5%) dengan status baik.

hal tersebut dapat dikarenakan anak dengan status gizi buruk memiliki daya

tahan tubuh yang menurun baik sistemik maupun lokal, efektifitas barier dari

epitel dan respon batuk menurun sehingga balita lebih mudah untuk terkena

infeksi.

Jumlah balita yang menderita status gizi kurang pada balita yang tidak

terpapar asap rokok lebih banyak daripada balita yang terpapar asap rokok

dapat disimpulkan ada faktor lain yang menyebabkan balita tersebut

menderita menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) selain faktor

paparan asap rokok. Faktor lain tersebut yakni status nutrisi yang kurang.

Status nutrisi yang kurang dapat disebabkan oleh tidak adekuatnya asupan

nutrisi dari makanan ataupun dari vitamin yang didapatkan oleh balita. Tidak

adekuatnya asupan nutrisi tersebut dapat menyebabkan tidak maksimalnya

bagian-bagian tubuh balita bekerja maksimal, termasuk sistem imun balita.

Hal tersebut dapat menyebabkan balita dengan status gizi kurang dapat

dengan lebih mudah terjangkit infeksi.


72

12. Distribusi Karakteristik Pendidikan Terakhir Ibu BalitaBerdasarkan Adanya

Paparan Asap Rokok

Perbandingan pendidikan terakhir ibu tingkat SMA/sederajat dan

perguruan tinggi pada balita yang tidak terpapar asap rokok lebih banyak

dibandingkan dengan balita yang terpapar asap rokok, yakni pada pendidikan

terakhir SMA/sederajat sebanyak 38 balita pada kelompok tidak terpapar asap

rokok dan 22 balita pada kelompok terpapar asap rokok; dan pada pendidikan

terakhir perguruan tinggi sebanyak 8 balita pada kelompok tidak terpapar asap

rokok dan 3 balita pada kelompok terpapar asap rokok.

Pendidikan yaitu proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang

atau kelompok orang dalam usaha untuk mendewasakan manusia melalui

upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan baik formal maupun informal

meliputi segala hal yang memperluas pengetahuan manusia tentang dirinya

sendiri dan tentang dunia tempat mereka hidup (Tim Pengembang Ilmu

Pendidikan FIP-UPU, 2007). Dalam pengetahuan terdapat adopsi perilaku dan

perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada

perilaku yang tidak didasari pengetahuan (Notoadmodjo, 2003, dalam Retna

dan Fajri, 2015).

Tingkat pendidikan ini nantinya akan mempengaruhi pengetahuan

seseorang dalam bersikap hidup yang bersih dan sehat serta sikap dalam

memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada disekitarnya. Tingkat

pendidikan yang tinggi akan memudahkan seseorang untuk menyerap

informasi dan mengimplementasikan dalam perilaku dan gaya hidup sehari-


73

hari, khususnya yang berhubungan dengan kesehatan ( Notoadmodjo, 2007,

dalam Milo, 2015).

Pendidikan terakhir ibu balita tingkat SMA/sederajat dan perguruan

tinggi yang lebih banyak pada kelompok balita yang tidak terpapar asap rokok

dapat menyebabkan perbedaan kebiasaan merokok yang dilakukan oleh

anggota keluarga. Tingginya tingkat pendidikan seorang ibu dalam rumah

tangga dapat menjadi kontrol tersendiri terhadap kebiasaan merokok yang

dilakukan oleh anggota keluarga. Ibu balita mengetahui efek yang didapatkan

apabila kebiasaan merokok dilakukan bersama balita. Tingkat pendidikan ibu

inilah yang dapat menentukan perubahan kebiasaan merokok yang dilakukan

oleh anggota keluarga, sehingga dapat menyebabkan balita yang tinggal dalam

satu rumah dapat terpapar asap rokok ataupun tidak terpapar asap rokok.

B. Keterbatasan Penelitian

Peneliti menyadari adanya keterbatasan penelitian dalam pelaksanaan

penelitian ini. Keterbatasan penelitian tersebut antara lain adalah sebagai berikut:

1. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini masih sangat sederhana.

Sehingga kurang begitu bisa mengetahui secara detail tentang karakteristik

responden dan kebiasaan merokok yang dilakukan oleh anggota keluarga.

2. Diagnosis Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dalam penelitian ini

masih bersifat umum dan tidak dikaji lebih dalam lagi tentang tingkat
74

keparahan ISPA dan jenis ISPA nya, yakni ISPA pneumonia dan ISPA

non pneumonia.

3. Adanya kemungkinan bias dalam penilaian tentang kebiasaan merokok

anggota keluarga. Hal tersebut dikarenakan peneliti tidak melakukan

observasi kebiasaan merokok anggota keluarga secara langsung melainkan

melakukan penilaian melalui kuesioner.

4. Responden mengetahui bahwa dirinya sedang menjadi subjek suatu

penelitian, sehingga dapat mempengaruhi jawaban yang diberikan

responden.
BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan beberapa pembahasan yang telah dijabarkan

pada bab-bab sebelumnya, maka peneliti dapat memberikan beberapa kesimpulan

dari penelitian yang sudah dilakukan sebagai berikut :

1. Distribusi karakteristik balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan

Akut (ISPA) berdasarkan jenis kelamin pada penelitian ini antara proporsi

jenis kelamin laki-laki dan perempuan tidak jauh berbeda. Responden 100

balita yang menderita ISPA, 56 balita (56%) diantaranya dengan jenis

kelamin laki-laki dan 44 (44%) balita dengan jenis kelamin perempuan.

2. Distribusi karakteristik balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan

Akut (ISPA) berdasarkan kelompok usia balita pada penelitian ini paling

banyak pada kelompok usia balita 13-59 bulan, yakni sebanyak 72 balita

(72%). Sedangkan 28 balita (28%) merupakan balita dengan kelompok

usia ≤ 12 bulan.

3. Distribusi karakteristik balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan

Akut (ISPA) berdasarkan status nutrisi balita pada penelitian ini paling

banyak pada balita dengan status gizi baik, yakni sebanyak 78 balita

(78%). Selanjutnya pada balita dengan status gizi kurang sebanyak 15

75
76

balita (15%), balita dengan status gizi buruk sebanyak 6 balita (6%), dan

balita dengan status gizi lebih sebanyak satu balita (1%).

4. Distribusi karakteristik balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan

Akut (ISPA) berdasarkan pendidikan terakhir ibu balita didapatkan hasil

bahwa balita paling banyak menderita ISPA memiliki ibu dengan

pendidikan terakhir SMA/sederajat yakni sebanyak 60 balita (60%).

Selanjutnya balita menderita ISPA memiliki ibu dengan pendidikan

terakhir SMP/sederajat sebanyak 24 balita (24%), balita dengan

pendidikan terakhir ibu Perguruan Tinggi sebanyak 11 balita (11%), dan

balita dengan pendidikan terakhir ibu SD sebanyak 5 balita (5%).

5. Responden 100 balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut

(ISPA) pada penelitian ini, 73 balita (73%) memiliki anggota keluarga

yang tinggal bersama dengan kebiasaan merokok dan 27 balita (27%)

memiliki anggota keluarga yang tinggal bersama tidak dengan kebiasaan

merokok.

6. Kebiasaan merokok anggota keluarga yang dapat mempengaruhi kondisi

kesehatan balita yakni kebiasaan yang dapat menimbulkan paparan asap

rokok pada balita. Kebiasaan yang dapat menimbulkan paparan asap

rokok terhadap balita yakni kebiasaan merokok yang dilakukan dengan

tanpa memperhatikan lingkungan sekitar dengan balita disekitar perokok.

73 balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) yang

memiliki anggota keluarga yang tinggal bersama dengan kebiasaan

merokok, 43 balita (58,90%) diantaranya memiliki anggota keluarga


77

dengan kebiasaan merokok tanpa memperhatikan lingkungan dengan

balita disekitar perokok dan 30 balita (41,10%) memiliki anggota keluarga

dengan kebiasaan merokok dengan memperhatikan lingkungan tanpa

balita disekitar perokok.

7. Jumlah anggota keluarga yang memiliki kebiasaan merokok akan

menentukan banyak atau tidaknya paparan asap rokok terhadap balita

yang bisa mempengaruhi kondisi kesehatan balita tersebut. 43 balita yang

menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) yang memiliki anggota

keluarga dengan kebiasaan merokok tanpa memperhatikan lingkungan

dengan balita disekitar perokok, 11 balita (25,58%) diantaranya hanya

memiliki satu anggota keluarga dengan kebiasaan merokok dan 32 balita

(74,42%) memiliki jumlah lebih dari satu anggota keluarga yang memiliki

kebiasaan merokok.

8. Banyaknya rokok yang dihirup setiap hari oleh anggota keluarga juga

akan menentukan banyak atau tidaknya paparan asap rokok terhadap balita

yang bsa mempengaruhi kondisi kesehatan balita tersebut. 43 balita yang

menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) yang memiliki anggota

keluarga dengan kebiasaan meroko tanpa memperhatikan lingkungan

dengan balita di sekitar perokok, 13 balita (30,24%) memiliki anggota

keluarga dengan kebiasaan merokok kategori perokok ringan, 15 balita

(34,88%) memiliki anggota keluarga dengan kebisaaan merokok kategori

sedang, dan 15 balita (34,88%) memiliki anggota keluarga dengan

kebiasaan merokok kategori berat.


78

9. Dari 56 balita laki-laki sebanyak 25 balita (44.6%) terpapar asap rokok

dan 31 balita (55.4%) tidak terpapar asap rokok. Sedangkan dari 44 balita

perempuan, terdapat 18 balita (40.9%) yang terpapar asap rokok dan 26

balita (59.1%) tidak terpapar asap

10. Dari 28 balita yang berusia ≤12 bulan, terdapat 13 balita (46.4%) terpapar

asap rokok dan 15 balita (53.6%) tidak terpapar asap rokok. Sedangkan

dari 72 balita berusia 13-59 bulan, terdapat 30 balita (41.7%) terpapar asap

rokok dan 42 balita (58.3%) tidak terpapar asap rokok

11. Dari 6 balita dengan status gizi buruk terdapat 3 balita (50%) terpapar

asap rokok dan 3 balita (50%) yang tidak terpapar asap rokok; 15 balita

dengan status gizi kurang terdapat 4 balita (26.7%) yang terpapar asap

rokok dan 11 balita (73.3%) yang tidak terpapar asap rokok; dari 78 balita

dengan status gizi baik terdapat 35 balita (44.9%) terpapar asap rokok dan

43 balita (55.1%) tidak terpapar asap rokok; dan terdapat 1 balita (100%)

dengan gizi lebih yang terpapar asap rokok

12. Dari 5 balita memiliki ibu dengan pendidikan terakhir SD terdapat 3

balita(60%) yang terpapar asap rokok dan 2 balita (40%) yang tidak

terpapar asap rokok; dari 24 balita memiliki ibu dengan pendidikan

terakhir SMP/sederajat terdapat 15 balita (62.5%) terpapar asap rokok dan

9 balita (37.5%) yang tidak terpapar asap rokok; 60 balita memiliki ibu

dengan pendidikan terakhir SMA/sederajat terdapat 22 balita (36.7%)

terpapar asap rokok dan 38 balita (63.3%) tidak terpapar asap rokok; dan

dari 11 balita memiliki ibu dengan pendidikan terakhir perguruan tinggi


79

terdapat 3 balita (27.3%) terpapar asap rokok dan 8 balita (72.7%) tidak

terpapar asap rokok

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan yang sudah

dijelaskan sebelumnya, berikut ini beberapa saran yang dapat diberikan kepada

berbagai pihak yang berhubungan dengan penelitian ini :

1. Bagi Responden

Responden penelitian ini, yakni orang tua balita, diharapkan dapat

mengetahui bahaya yang dapat ditimbulkan oleh asap rokok, baik bagi

dirinya sendiri ataupun orang lain termasuk balita. Sehingga dapat

diharapkan keluarga dapat merubah kebiasaan merokok yang dilakukan

setiap harinya.

2. Bagi Puskesmas

Tenaga kesehatan dari puskesmas dan juga kader diharapkan dapat

menjadi sumber informasi bagi masyarakat sekitar tentang bahaya asap

rokok terhadap diri sendiri dan orang lain termasuk balita, bisa dilakukan

dengan melakukan pendidikan kesehatan kepada masyarakat sekitar baik

secara langsung maupun tidak langsung.

3. Bagi Peneliti

a. Penelitian selanjutnya disarankan peneliti dapat mengkaji lebih dalam

tentang diagnosa Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada balita,


80

yakni tingkat keparahan ISPA dan jenis ISPA, yaitu ISPA Pneumonia

dan ISPA non Pneumonia.

b. Penelitian selanjutnya disarankan dapat mengkaji juga kondisi

lingkungan rumah balita yang dapat meningkatkan kejadian Infeksi

Saluran Pernafasan Akut (ISPA) balita.


Daftar Pustaka

Akbar, dkk (2013). Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA pada Balita di
Puskesmas Pulau Sembilan Kabupaten Sinjai. <
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/download/7643/7208> diakses
02 Juni 2015 pukul 17.48 WIB

Ambarwati, dkk. (2014). Media Leaflet, Video dan Pengetahuan Siswa SD tentang
Bahaya Merokok ( Studi pada Siswa SDN 78 Sabrang Lor Mojosongo
Surakarta). Jurnal Kesehatan Masyarakat, 10 (1) : 7-13

Asriati, dkk (2014). Analisis Faktor Resiko Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut
Pada Anak Balita, Medula, 1 (2) : 57-63

Baker, Rebecca J., et al. (2006). Coal Home Heating and Environmental Tobacco
Smoke in Relation to Lower Respiratory Illness in Czech Children, from Birth
to 3 Years of Age. Environmental Health Perspective, 114(7) : 1126-1132.

Berman, Audrey., et al. (2009). Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis Kozier & ERB
Ed. 5. Jakarta : EGC

Buku Fakta Tembakau 2012. < http://tcsc-indonesia.org/wp-


content/uploads/2012/12/Buku-Fakta-Tembakau.pdf > diakses 01 November
2014 pukul 09.11 WIB.

Bustan, M.N. (2007). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta : Rineka Cipta

Chandra, Budiman. (2009). Ilmu Kedokteran Pencegahan & Komunitas. Jakarta :


EGC

Chang, Esther., et al. (2006). Pathophysiology : Applied to Nursing Practice.


Australia : Mosby Elsevier

Cheragi, Maria dan Sundeep Salvi. (2009). Environmental Tobacco Smoke (ETS)
and Respiratory Health in Children (Abstract). European Journal of Pediatrics,
h168 (8) : 897-905

Cooper, Donald R., dan Pamela S. Schlinder. (2006). Marketing Research. New
York: McGraw-Hill

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Riset Kesehatan Dasar (


RISKESDAS ) 2007. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Buku Kesehatan Ibu dan Anak.
Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Dinas Kesehatan Pemerintah Kabupaten Gresik. (2011). Profil Dinas Kesehatan


Kabupaten Gresik Tahun 2010. Gresik : Dinas Kesehatan Pemerintah
Kabupaten Gresik

Djojodibroto, Darmanto. (2009). Respirologi ( respiratory medicine ). Jakarta : EGC

Febry, Ayu Bulan., dan Zulfito Marendra. (2008). Buku Pintar Menu Balita. Jakarta :
Wahyu Media

Fillacano, Rahmayatul. (2013). Hubungan Lingkungan dalam Rumah Terhadap ISPA


pada Balita di Kelurahan Ciputat Kota Tangerang Selatan tahun 2013,
Unpublished Skripsi, Program Studi Kesehatan Masyarakat, Universitas Islam
negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta

Global Adult Tobacco Survey : Fact Sheet Indonesia 2011. <


http://www.who.int/tobacco/surveillance/survey/gats/indonesia/en/ > diakses 30
Oktober 2014 pukul 08.25 WIB.

Goel, Kapil., et al. (2012). A Cross Sectional Study on Prevalence of Acute


Respiratory Infections (ARI) in Under-Five Children of Meerut District, India.
J Community Medical & Health Education, 2(9) : 1-4

Gunawan, Weka. (2006). Keren Tanpa Narkoba. Jakarta : Grasindo

Hariani, dkk (2014). Hubungan Status Imunisasi, Status Gizi, dan Asap Rokok
dengan Kejadian ISPA pada Anak di Puskesmas Segeri Pangkep, Jurnal Ilmiah
Kesehatan Diagnosis, 5 (5) : 639-643

Hasnida dan Indri Kemala. (2005). Hubungan Antara Stres dan Perilaku Merokok
pada Remaja Laki-Laki. Psikologia, 1(2) : 105-111

Hidayat, A Aziz Alimul. (2008a). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan
Kebidanan. Jakarta : Penerbit Salemba Medika

Hidayat, A Aziz Alimul. (2008b). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik


Analisis Data. Jakarta : Penerbit Salemba Medika

Hidayati, Asih. (2005). Hubungan Kondisi Rumah dengan Kejadian Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita di Asrama Tentara Sokanagara Kabupaten
Banyumas Tahun 2005. (abstrak). <http://eprints.undip.ac.id/28671/> diakses
pada 19 Januari 2015 pukul 12.18 WIB.

Hill, S C, dan Lan Liang. (2008). Smoking in The Home and Children’s Health
(abstract). Tobacco Control, 17(1) : 32-7

Hockenberry, Marilyn J., and David Wilson (ed). 2013. Wong’s Essentials of
Pediatric Nursing. United States of America : Mosby Elsevier

http://www.apa.org/pi/ses/resources/publications/factsheet-cyf.aspx diakses pada 22


November 2014 Pukul 15.10 WIB

Irva, Hertz-Picciotto., et al. (2007). Early Childhood Lower Respiratory Illness and
Air Pollution, Environmental Health Perspectives, 115(10) : 1510-8

James, Joyce., et al. (2008). Prinsip-Prinsip Sains untuk Keperawatan. Jakarta :


Penerbit Erlangga

Kamus Besar Bahasa Indonesia (online). 2014. < http://kbbi.web.id/ > diakses pada
19 November 2014 pukul 20.35 WIB

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Pedoman Pengendalian Infeksi


Saluran Pernafasan Akut. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Profil Kesehatan Indonesia


Tahun 2013. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Riset Kesehatan Dasar (


RISKESDAS ) 2013. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Keputusan Menteri Kesehatan RI No.829/Menkes/SK/VII/1999


<http://bpkimi.kemenperin.go.id/bpkimi/extension/panduan_iso/doc/uu/J10-
1999-00829.pdf> diakses pada 22 November 2014 pukul 14.45 WIB

Kristensen, Ines A., Jorn Olsen. ( 2006). Determinants of acute respiratory infections
in Soweto – a population-based birth control. SAMJ, 96 (7) : 633-640

Kum-Nji, Philip., et al. (2006). Environmental Tobacco Smoke Exposure :


Prevalence and Mechanisms of Causation of Infections in Children. Pediatrics,
117(5) :1745-1754

Kusumawati, Ita. (2010). Hubungan Antara Status Merokok Anggota Keluarga


Dengan Lama Pengobatan ISPA Balita di Kecamatan Jenawi. Unpublished
Thesis, Program Pasca Sarjana Kedokteran Keluarga, Universitas Sebelas
Maret, Surakarta

Manuaba, Ida Bagus Gde. (2007). Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC

Marlina, Lenni (2014). Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Kejadian Infeksi


Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Anak Balita di Puskesmas
Panyabunganjae Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2014. Unpublished
Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Universitas Sumatera
Utara, Medan

Milo, dkk (2015). Hubungan Kebiasaan Merokok di Dalam Rumah dengan Kejadian
ISPA pada Anak Umur 1-5 Tahun di Puskesmas Sario Kota Manado, ejournal
Keperawatan, 3 (2): 1-7

Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka


Cipta

Nurheti, Yulianti. (2010). Keajaiban ASI : Makanan Terbaik untuk Kesehaan,


Kecerdasan, dan Kelincahan Si Kecil Ed. 1. Yogyakarta : ANDI

Otto, Shirley E. (2005). Buku Saku Keperawatan Onkologi. Jakarta : EGC

Parthasarathy, A (ed)., et al. (2013). Textbook of Pediatric Infectious Diseases. India :


jaypee Brothers Medical Publishers

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1077/MENKES/PER/V/2011


<http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_permenkes/PMK%20No.%201077%
20ttg%20Pedoman%20Penyehatan%20Udara%20Dalam%20Ruang%20Rumah
.pdf> diakses pada 22 November 2014 pukul 15.00 WIB

Porth, Carol. (2011). Essentials of Pathophysiology : Concepts of Altered Health


States 3rd ed. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins

Pradono, Julianty, dan Ch M. Kristanti. (2003). Perokok Pasif Bencana yang


Terlupakan. Buletin Penelitian Kesehatan, 31(4) : 211-222

Pramudiyani, Novita A., dan Galuh Nita P. (2011). Hubungan Antara sanitasi Rumah
dan Perilaku dengan Kejadian Pneumonia Balita. Jurnal Kesehatan
Masyarakat, 6 (2) : 71-78
Prietsch, Silvio O.M., et al. (2008). Acute lower respiratory illnes in under-five
children in Rio Grande, Rio Grande do Sul State, Brazil; prevalence and risk
factors. Cad. Saude Publica, 24(6) : 1429-1438

Purwanti, Hubertin Sri. (2004). Konsep Penerapan ASI Eksklusif : Buku Saku untuk
Bidan. Jakarta : EGC

Rafael, Romy. (2006). Hipnoterapi : Quit Smoking!. Jakarta : Gagas Media

Riyanto, Agus. (2011). Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta :


Nuha Medika

Retna dan Fajri (2015). Gambaran Karakteristik Kejadian Pneumonia pada Balita di
Puskesmas Wanadadi I Kabupaten Banjarnegara Tahun 2014, Jurnal Medsains,
1 (1) : 18-22

Setiadi. (2007). Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu

Sherwood, Lauralee. (2011). Fisiologi Manusia : dari Sel ke Sistem Ed. 6. Jakarta :
EGC

Sinaga, Purnama dkk (2015). Hubungan Status Gizi dan Status Imunisasi dengan
Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Soposurung Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir Tahun
2014, Jurnal Gizi, Kesehatan Reproduksi dan Epidemiologi, 1 (1) : 1-9

Siregar, Sofyan. (2013). Statistik Para,etrik untuk Penelitian Kuantitatif dilengkapi


dengan perhitungan manual dan aplikasi SPSS versi 17. Jakarta : Bumi Aksara

Sugihartono dan Nurjazuli. (2012). Analisis Faktor Resiko Kejadian Pneumonia pada
Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sidorejo Kota Pagar Alam, Jurnal
Kesehatan Lingkungan Indonesia, 11 (1) : 82-86

Sunarti, Euis. (2004). Mengasuh Dengan Hati. Jakarta : PT Elex Komputindo

Suryo, Joko. (2010). Herbal Penyembuh Gangguan Sistem Pernapasan. Yogyakarta :


B First

Suyami dan Sunyoto (2006). Karakteristik Faktor Resiko ISPA pada Anak Usia
Balita di Puskesmas Pembantu Krakitan, Bayat, Klaten, Jurnal Ilmu Kesehatan,
1(2)

Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI.( 2007). Ilmu & Aplikasi Pendidikan :
Bagian 3 Pendidikan Disiplin Ilmu. Bandung : PT. Imperial Bhakti Utama
Trisnawati dan Juwarni (2012). Hubungan Perilaku Merokok Orang Tua dengan
Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Rembang Kabupaten
Purbalingga 2012.
<http://journal.akbideub.ac.id/index.php/jkeb/article/view/111/110> diakses
pada 03 Juni 2015 pukul 09.33 WIB

Umar, Husein. (2011). Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta :
Rajawali Pers

Utami, Sari (2013). Hubungan Studi Deskriptif Pemetaan Faktor Resiko ISPA pada
Balita Usia 0-5 Tahun yang Tinggal di Rumah Hunian Akibat Bencana Lahar
Dingin Merapi di Kecamatan Salam Kabupaten Magelang, Unpublished
Skripsi, Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Negeri Semarang,
Semarang

Waspodo, Djoko., dkk. (2005). Pelatihan Pelayanan Kegawatdaruratan Obstetri dan


Neonatal Esensial Dasar ( Buku Acuan). Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia

World Health Organization ( WHO ) : Global Health Observatory Causes of Child


Mortality<http://www.who.int/gho/child_health/mortality/mortality_under_five
/en/ > diakses 02 November 2014 pukul 02.08 WIB.

World Health Organization ( WHO ) : Global Health Observatory Data Repository by


Country Indonesia < http://apps.who.int/gho/data/view.main.ghe300-
IDN?lang=en > diakses 02 November 2014 pukul 03.40 WIB.

World Health Organization ( WHO ) : Global Health Observatory Data Repository


Care of Children Data by Country < http://apps.who.int/gho/data/node.main.38
> diakses 02 November 2014 pukul 03.44 WIB.

World Health Organization ( WHO ) : Global Health Observatory Under-Five


Mortality<http://www.who.int/gho/child_health/mortality/mortality_under_five
/en/ > diakses 02 November 2014 pukul 02.13 WIB.

World Health Organization ( WHO ) : Global Health Observatory Data Repository


Under-Five Mortality Data by Country <
http://apps.who.int/gho/data/node.main.525 > diakses 02 November 2014
pukul 02.55 WIB.

Widjaja. (2008). Mencegah dan Mengatasi Demam pada Balita. Jakarta : Kawan
Pustaka
Winarni, dkk. (2010). Hubungan Antara Perilaku Merokok Orang Tua dan Anggota
Keluarga yang Tinggal dalam Satu Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita
di Wilayah Kerja Puskesmas Sempor II Kabupaten Kebumen Tahun 2009.
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, 6(1) : 16-21

Wiwoho, Sadono., dkk (2005). Bayi Berat Lahir Rendah Sebagai Salah Satu Faktor
Resiko Infeksi Saluran Pernafasan Akut pada Bayi ( Studi Kasus di Kabupaten
Blora). (abstrak). <http://eprints.undip.ac.id/5249/> diakses pada 22 November
2014 pukul 22.59 WIB

Xepapadaki, Paraskevi, et al. (2009). Association of Passive Exposure of Pregnant


Women to Environmental Tobacco Smoke with Asthma Symptoms in Children
(Abstract). Pediatric Allergy and Immunology, 20 (5) : 423-429

Yuwono, Tulus Aji. (2008). Faktor-faktor lingkungan fisik rumah yang berhubungan
dengan kejadian pneumonia pada anak balita di wilayah kerja puskesmas
kawunganten kabupaten cilacap, Unpublished Thesis, Program Pasca Sarjana,
Universitas Diponegoro, Semarang

Ziady, L E., dan Nico Small. (2006). Prevent and Control Infection : Application
Made Easy. South Africa : Juta and Company Ltd.
Lampiran 2

INFORMED CONSENT

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Dengan hormat,

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Lilis Zuhriyah

NIM : 1111104000055

Alamat : Jl. Jambu 1 No 23 Pisangan Ciputat Tangerang Selatan

adalah mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang sedang

melakukan penelitian dengan tema “ Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada

Balita”.

Dalam penelitian ini, saya selaku peneliti akan merahasiakan identitas dan
jawaban yang diberikan Bapak/Ibu. informasi tersebut hanya untuk keperluan
penelitian saja. Bersama surat ini saya lampirkan lembar persetujuan menjadi
responden penelitian dan Bapak/ibu dipersilahkan menandatangani lembar
persetujuan apabila Bapak/Ibu bersedia menjadi responden penelitian.

Besar harapan saya agar Bapak/Ibu bersedia menjadi responden dalam


penelitian ini. Saya harap kuesioner yang saya berikan nanti diisi dengan sejujur-
jujurnya sesuai dengan apa yang dipertanyakan sehingga hasil yang didapatkan dalam
penelitian dapat memberikan hasil yang baik.

Atas kesediaan dan kerjasamanya, saya ucapkan terima kasih.


Lampiran 3

Lembar Persetujuan Menjadi Responden

Saya yang bertanda tangan dibawah ini bersedia menjadi responden dalam
penelitian yang dilakukan oleh :

Nama : Lilis Zuhriyah

NIM : 1111104000055

Alamat : Jl. Jambu 1 No 23 Pisangan Ciputat Tangerang Selatan

Saya sudah mendapatkan penjelasan dari peneliti tentang tujuan dari penelitian
ini. Saya mengerti bahwa identitas saya dan semua informasi yang saya berikan akan
dijaga kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk keperluan penelitian.

Demikian surat pernyataan ini saya tandatangani tanpa adanya suatu paksaan.
Saya bersedia menjadi responden dalam penelitian ini secara sukerela.

Ciputat, April 2015

( )
Lampiran 4

Kuesioner Penelitian

No :

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita

Tujuan :

Kuesioner ini dirancang untuk mengidentifikasi Infeksi Saluran Pernafasan Akut

(ISPA) pada balita di Puskesmas Bungah Kabupaten Gresik

Petunjuk :

1. Baca dengan cermat dan berilah jawaban pada semua pertanyaan

2. Berilah tanda (√) pada jawaban yang sesuai dengan kondisi sebenarnya

3. Isilah titik-titik pada pertanyaan kuesioner

A. Data Identitas Anak

1. Umur Balita : ………………..

2. Berat Badan : ………………..

3. Tinggi Badan/ Panjang Badan : ………………..

4. Riwayat Alergi ( ) Ya ( ) Tidak

B. Data Demografi/ Identitas Ibu

1. Pendidikan Terakhir :

( ) Tidak Tamat SD

( ) SD

( ) SMP/Sederajat
( ) SMA/Sederajat

( ) Perguruan Tinggi

C. Perilaku Merokok

1. Apakah ada anggota keluarga yang mempunyai kebiasaan merokok?

( ) Ya ( ) Tidak

( jika “Tidak” maka pertanyaan selesai, lanjut ke poin D)

2. Bagaimana Kebiasaan anggota keluarga ibu/bapak ketika merokok :

( ) tanpa memperhatikan lingkungan dengan balita disekitar perokok

( ) memperhatikan lingkungan dengan tidak ada balita disekitar perokok

( jika “memperhatikan lingkungan” maka pertanyaan selesai)

3. Berapa anggota keluarga ibu yang mempunyai kebiasaan merokok yang

tanpa memperhatikan lingkungan dengan balita disekitar perokok : ……..

4. Berapa batang jumlah rokok yang dihirup setiap hari yang tanpa

memperhatikan lingkungan dengan balita disekitar perokok :

( ) 1-4 batang setiap hari

( ) 5-14 batang setiap hari

( ) ≥ 15 batang setiap hari


Lampiran 5

Hasil Uji Reliabilitas

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 30 100.0


a
Excluded 0 .0

Total 30 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the


procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha Part 1 Value .820

N of Items 2a

Part 2 Value .791


b
N of Items 2

Total N of Items 4

Correlation Between Forms .700

Spearman-Brown Coefficient Equal Length .824

Unequal Length .824

Guttman Split-Half Coefficient .794

a. The items are: presentasi anggota keluarga yang memiliki kebiasaan merokok, kebiasaan merokok
anggota keluarga.

b. The items are: jumlah rokok yang dihisap anggota keluarga dekat dengan balita, banyaknya
anggota keluarga yang mmpy kebiasaan merokok dekat balita.
Lampiran 6

Rekapitulasi Jawaban Responden

No Jenis Kelamin Umur Pendidikan Status Nutrisi Kebiasaan Lokasi Jumlah Banyak Paparan
1 1 2 4 3 2 3 3 4 2
2 1 2 2 2 2 3 3 4 2
3 2 2 2 2 1 2 3 4 2
4 1 2 4 3 2 3 3 4 2
5 2 2 4 3 1 2 3 4 2
6 2 2 4 3 1 1 2 2 1
7 2 2 4 3 1 1 2 1 1
8 1 2 4 3 1 1 2 3 1
9 1 2 5 3 1 2 3 4 2
10 1 2 3 3 1 1 2 3 1
11 2 1 3 3 1 2 3 4 2
12 2 2 4 3 2 3 3 4 2
13 1 1 3 3 1 1 1 3 1
14 2 2 4 2 1 2 3 4 2
15 2 2 4 3 1 1 1 3 1
16 1 2 3 3 1 1 2 1 1
17 2 2 2 3 1 1 2 2 1
18 1 1 3 3 1 2 3 4 2
19 1 2 4 3 2 3 3 4 2
20 1 1 3 3 1 1 2 3 1
21 2 2 4 3 1 2 3 4 2
22 2 2 3 3 2 3 3 4 2
23 2 2 4 3 2 3 3 4 2
24 2 2 4 3 1 1 2 1 1
25 2 2 4 3 1 1 2 1 1
26 2 1 2 3 1 1 2 1 1
27 1 2 4 3 1 1 2 1 1
28 2 2 5 3 2 3 3 4 2
29 2 2 3 3 2 3 3 4 2
30 1 2 4 1 1 1 2 2 1
31 1 2 3 3 1 2 3 4 2
32 1 2 4 3 2 3 3 4 2
33 2 2 3 3 1 1 1 2 1
34 1 1 3 3 2 3 3 4 2
35 1 2 4 2 1 1 1 2 1
36 2 1 4 2 2 3 3 4 2
37 1 2 5 3 1 1 2 3 1
38 1 2 3 3 2 3 3 4 2
39 1 1 3 3 1 2 3 4 2
40 2 2 3 3 1 1 1 3 1
41 1 2 4 1 1 1 2 3 1
42 1 1 4 3 1 1 2 3 1
43 1 2 2 3 1 1 2 2 1
44 1 2 4 3 1 1 2 1 1
45 2 1 4 3 1 2 3 4 2
46 1 2 4 3 1 2 3 4 2
47 1 2 4 3 2 3 3 4 2
48 1 1 3 3 1 1 2 1 1
49 1 2 4 3 1 2 3 4 2
50 2 2 4 3 1 2 3 4 2
51 1 1 5 1 2 3 3 4 2
52 1 1 4 3 2 3 3 4 2
53 2 2 4 2 1 2 3 4 2
54 1 2 5 3 2 3 3 4 2
55 2 2 5 2 2 3 3 4 2
56 2 2 4 2 2 3 3 4 2
57 2 1 4 3 2 3 3 4 2
58 2 2 4 2 1 1 2 3 1
59 2 2 3 2 1 1 2 1 1
60 1 2 4 3 1 1 2 3 1
61 1 1 3 3 1 1 2 2 1
62 1 2 5 3 1 1 1 2 1
63 2 2 4 3 1 2 3 4 2
64 2 2 4 1 1 1 2 3 1
65 2 2 5 3 1 1 2 1 1
66 1 2 3 3 1 1 2 2 1
67 1 1 3 3 1 1 1 1 1
68 2 2 4 2 1 2 3 4 2
69 1 1 4 3 1 2 3 4 2
70 1 2 4 2 1 2 3 4 2
71 1 2 4 2 1 2 3 4 2
72 1 2 5 3 2 3 3 4 2
73 2 2 4 1 1 2 3 4 2
74 2 1 5 3 1 2 3 4 2
75 2 2 4 3 2 3 3 4 2
76 2 1 4 3 1 1 2 2 1
77 1 2 4 2 1 1 2 2 1
78 1 2 4 3 1 2 3 4 2
79 1 1 3 4 1 1 2 1 1
80 2 2 3 3 1 1 2 2 1
81 2 1 4 3 1 1 1 2 1
82 1 2 4 3 1 2 3 4 2
83 1 1 3 3 1 1 2 3 1
84 2 2 4 3 1 2 3 4 2
85 2 1 4 3 1 2 3 4 2
86 1 2 4 1 2 3 3 4 2
87 1 2 4 3 2 3 3 4 2
88 1 2 4 3 2 3 3 4 2
89 2 2 4 3 1 1 2 1 1
90 1 1 4 3 1 2 3 4 2
91 1 1 4 3 1 1 2 1 1
92 1 1 4 3 1 1 1 2 1
93 1 2 4 3 1 2 3 4 2
94 1 2 3 3 1 1 1 2 1
95 1 1 3 3 2 3 3 4 2
96 2 2 4 3 1 2 3 4 2
97 2 2 4 3 1 1 1 1 1
98 1 2 4 2 2 3 3 4 2
99 1 2 4 3 1 2 3 4 2
100 2 1 5 3 1 2 3 4 2
Lampiran 7

Hasil Analisis SPSS Univariat

Statistics

jenis kelamin pendidikan status nutrisi


balita usia balita terakhir orangtua balita

N Valid 100 100 100 100

Missing 0 0 0 0

Statistics

jumlah anggota
keluarga yang
kebiasaan kebiasaan merokok memiliki kebiasaan banyaknya rokok yang
merokok anggota keluarga merokok tanpa dihirup setiap hari tanpa
anggota berdasarkan lokasi memperhatikan memperhatikan
keluarga merokok lingkungan lingkungan

N Valid 100 100 100 100

Missing 0 0 0 0

jenis kelamin balita

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid laki-laki 56 56.0 56.0 56.0

perempuan 44 44.0 44.0 100.0

Total 100 100.0 100.0


usia balita

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid kurang dari 12 bulan 28 28.0 28.0 28.0

13 - 59 bulan 72 72.0 72.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

pendidikan terakhir ibu

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid SD 5 5.0 5.0 5.0

SMP/sederajat 24 24.0 24.0 29.0

SMA/sederajat 60 60.0 60.0 89.0

perguruan tinggi 11 11.0 11.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

status nutrisi balita

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid sangat kurus 6 6.0 6.0 6.0

kurus 15 15.0 15.0 21.0

normal 78 78.0 78.0 99.0

gizi lebih 1 1.0 1.0 100.0

Total 100 100.0 100.0


kebiasaan merokok anggota keluarga

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid ada kebiasaan merokok 73 73.0 73.0 73.0

tidak ada kebiasaan


27 27.0 27.0 100.0
merokok

Total 100 100.0 100.0

kebiasaan merokok anggota keluarga berdasarkan lokasi merokok

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid kebiasaan merokok tanpa


43 43.0 43.0 43.0
memperhatikan lingkungan

kebiasaan merokok dengan


30 30.0 30.0 73.0
memperhatikan lingkungan

tidak ada kebiasaan


27 27.0 27.0 100.0
merokok

Total 100 100.0 100.0

jumlah anggota keluarga yang memiliki kebiasaan merokok tanpa memperhatikan lingkungan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid lebih dari satu perokok dekat


11 11.0 11.0 11.0
dengan balita

satu perokok dekat dengan


32 32.0 32.0 43.0
balita

tidak ada paparan 57 57.0 57.0 100.0

Total 100 100.0 100.0


banyaknya rokok yang dihirup setiap hari tanpa memperhatikan lingkungan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid berat 15 15.0 15.0 15.0

sedang 15 15.0 15.0 30.0

ringan 13 13.0 13.0 43.0

tidak ada paparan 57 57.0 57.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

jenis kelamin balita * paparan asap rokok Crosstabulation

paparan asap rokok

ya tidak Total

jenis kelamin balita laki-laki Count 25 31 56

% within jenis kelamin balita 44.6% 55.4% 100.0%

perempuan Count 18 26 44

% within jenis kelamin balita 40.9% 59.1% 100.0%

Total Count 43 57 100

% within jenis kelamin balita 43.0% 57.0% 100.0%

usia balita * paparan asap rokok Crosstabulation

paparan asap rokok

ya tidak Total

usia balita kurang dari 12 bulan Count 13 15 28

% within usia balita 46.4% 53.6% 100.0%

13 - 59 bulan Count 30 42 72

% within usia balita 41.7% 58.3% 100.0%

Total Count 43 57 100

% within usia balita 43.0% 57.0% 100.0%


status nutrisi balita * paparan asap rokok Crosstabulation

paparan asap rokok

ya tidak Total

status nutrisi balita sangat kurus Count 3 3 6

% within status nutrisi balita 50.0% 50.0% 100.0%

kurus Count 4 11 15

% within status nutrisi balita 26.7% 73.3% 100.0%

normal Count 35 43 78

% within status nutrisi balita 44.9% 55.1% 100.0%

gizi lebih Count 1 0 1

% within status nutrisi balita 100.0% .0% 100.0%

Total Count 43 57 100

% within status nutrisi balita 43.0% 57.0% 100.0%

pendidikan terakhir ibu * paparan asap rokok Crosstabulation

paparan asap rokok

ya tidak Total

pendidikan SD Count 3 2 5
terakhir ibu
% within pendidikan terakhir ibu 60.0% 40.0% 100.0%

SMP/sederajat Count 15 9 24

% within pendidikan terakhir ibu 62.5% 37.5% 100.0%

SMA/sederajat Count 22 38 60

% within pendidikan terakhir ibu 36.7% 63.3% 100.0%

perguruan tinggi Count 3 8 11

% within pendidikan terakhir ibu 27.3% 72.7% 100.0%

Total Count 43 57 100

% within pendidikan terakhir ibu 43.0% 57.0% 100.0%

You might also like