Professional Documents
Culture Documents
In long run, prices are flexible, respond to changes in supply or demand. In short run
many prices are “sticky” at some predetermined level. The economy behaves much
differently when prices are sticky. When prices are sticky, output and employment also
depend on demand for goods & services, which is affected by fiscal policy ( G and T ),
monetary policy ( M ), and other factors, like exogenous changes in C or I.
The aggregate demand curve shows the relationship between the price level and the
quantity of output demanded. For this chapter’s intro to the AD/AS model, we use a simple
theory of aggregate demand based on the Quantity Theory of Money.
AD
Y
An increase in the price level causes a fall in real money balances ( M / P ), causing a
decrease in the demand for goods & services.
P
P = (MV)/Y, Rise in M
AD2
AD1
Y
Y = F (K, L)
Y is the full-employment or natural level of output, the level of output at which the
economy’s resources are fully employed. “Full employment” means that unemployment
equals its natural rate.
P LRA
S
Ῡ Y
The LRAS curve is vertical at the full-employment level of output.
P LRAS
The increase in M
shifts the AD curve
In the long run, P2 to the right.
the increases the
price level… P1 AD2
AD1
P` SRAS
The SRAS curve is horizontal: The price level is fixed at a predetermined level, and firms sell
as much as buyers demand.
How shocking!!!
Shocks: exogenous changes in aggregate supply or demand. Shocks temporarily push the
economy away from full-employment. An example of a demand shock: exogenous decrease
in velocity. If the money supply is held constant, then a decrease in V means people will be
using their money in fewer transactions, causing a decrease in demand for goods and
services.
Supply shocks
A supply shock alters production costs, affects the prices that firms charge (also called price
shocks). Examples of adverse supply shocks:
Stabilization policy
Stabilizationpolicy is policy actions aimed at reducing the severity of short-run economic
fluctuations. Example: Using monetary policy to combat the effects of adverse supply shocks.
Resume : Arah Pembangunan Indonesia
“Mewujudkan Pembangunan Inklusif dan Berkelanjutan”
Kinerja Ekonomi
Berbicara tentang kinerja ekonomi, bila dihubungkan dengan ketidakpastian
global yang telah dibahas di atas, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tetap mampu untuk
tumbuh sekitar 5% dengsn kualitas yang baik, dimana inflasi masih tergolong rendah dan
stabil (2,72%), menurunnya angka kemiskinan (9,22%), pengangguran (5,28%), serta
kesenjangan ekonomi/rasio gini (0,380%). Hal ini membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia
Q2-2019 berada di peringkat kedua setelah Cina di antara negara-negara G20.
Persepsi iklim investasi yang mulai membaik juga turut mendukung kualitas
pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Tercatat oleh Global Competitiveness Indeks (CGI),
Indonesia berada pada peringkat 50 dengan nilai 64,6. Hal ini didorong oleh perbaikan nilai
Indonesia, diantaranya institution, infrastructure, macroeconomic stability, financial system,
market size, business dynamism, dan innovation capability. Begitupun dengan daya saing
perekonomian Indonesia, baik di bidang bisnis (+11) maupun digital (+6), keduanya
mengalami peningkatan.
Menurut laporan Ease of Doing Business (EODB), Indonesia berada pada posisi
73 dari 190 negara di tahun ini. Adanya reformasi beberapa indicator yang dilakukan turut
berkontribusi pada kenaikan skor sebesar 1,64. Indicator yang dimaksud, yaitu :
Selain itu, realisasi investasi tercatat sampai dengan triwulan 3-2019 mengalami
peningkatan. Realisasi investasi mencapai Rp 205.7 Trilium, yang meningkat sebesar 18,4%
dibandingkan tahun sebelumnya pada periode yang sama. Realisasi ini berdasar pada 5 sektor
usaha, yaitu trasportasi, gudang dan telekomunikasi (39,3%), listrik, gas, dan air (39,1%),
konstruksi (16,9%), perumahan, kawasan industri, dan perkantoran (16,4%), serta tanaman
pangan, perkebunan, dan peternakan (15,6%).
Begitupun dengan realisasi PMDN yang naik 18,9% mencapai Rp 100,7 Triliun serta
realisasi PMA naik 17,8% mencapai Rp 105 Triliun. Melalui proyek PMDN, sebanyak
109.475 tenaga kerja telah terserap, dan pada proyek PMA terserap 103.108 tenaga kerja.
2) Gasifikasi batubara
a) Mengurangi ketergantungan impor melalui substitusi LPG sebesar 1,08 juta
ton/tahun atau ± Rp 9 Trilyun / USD 648 juta dengan asumsi harga LPG 600
USD/ton.
b) Mempercepat pembangunan pabrik gasifikasi dengan kapasitas ton/tahun
DME Tanjung Enim dan 450 ribu batubara 1,8 juta (proyek Peranap),
ton/tahun polypropelene (proyek Tanjung Enim), dan 570 ribu ton/tahun
pupuk urea (proyek Tanjung Enim).
3) Penguatan TPPI
a) Meningkatkan produksi petrokimia di dalam negeri melalui pengembangan
PT TPI anak beserta 3 perusahaanya (TPPI, Polytama dan PON)
b) Dapat mengurangi impor produk petrokimia dan menghemat devisa negara
USD 1 Miliar/tahun.
Dari beberapa kesepakatan perdagangan yang dilakukan olehh Indonesia, ada 11 yang
sudah terimplementasi, misalnya Indonesia-Japan EPA (IJEPA) pada tahun 2008 dan
Indonesia-Pakistan PTA pada 1 Maret 2019 lalu. Sementara itu, masih ada 11 kesepakatan
yang masih dalam concluded/rafitication process, misalnya Indonesia-Mozambique PTA
yang ditandatangani pada 27 Agustus tahun lalu. Kesepakatan yang masih dalam tahap
negosiasi dan review ada sekitar 10, seperti ASEAN-Australia-New Zealand FTA
(AANZFTA) yang masih dalam tahap review, ditargetkan akan dimulai pada 2020 ini.