You are on page 1of 11

Yunita Pangala / A031191177

Introduction to Economic Fluctuations

In this chapter, there are four objectives we want to learn :


 What the difference between short run and long run
 Introduction ro aggregate demand
 Aggregate supply in the short run and long run.
 How model of aggregate supply and demand can be used to analyze short run and
long run effects of “shocks”.

In long run, prices are flexible, respond to changes in supply or demand. In short run
many prices are “sticky” at some predetermined level. The economy behaves much
differently when prices are sticky. When prices are sticky, output and employment also
depend on demand for goods & services, which is affected by fiscal policy ( G and T ),
monetary policy ( M ), and other factors, like exogenous changes in C or I.

In classical macroeconomic theory, output is determined by the supply side (supplies of


capital, labor and technology). Changes in demand for goods & services ( C , I , G ) only
affect prices, not quantities. And complete price flexibility is a crucial assumption, so
classical theory applies in the long run.

The model of aggregate demand and supply


1) The paradigm that most mainstream economists & policymakers use to think
about economic fluctuations and policies to stabilize the economy,
2) Shows how the price level and aggregate output are determined ,
3) Shows how the economy’s behavior is different in the short run and long run.

The aggregate demand curve shows the relationship between the price level and the
quantity of output demanded. For this chapter’s intro to the AD/AS model, we use a simple
theory of aggregate demand based on the Quantity Theory of Money.

From Chapter 4, recall the quantity equation


MV=PY
and the money demand function it implies:
( M / P )d = k Y
where V = 1/ k = velocity.
For given values of M and V, these equations imply an inverse relationship between P and Y:
P = (M V) / Y

Below is the downward – sloping aggregate demand curve :

AD
Y
An increase in the price level causes a fall in real money balances ( M / P ), causing a
decrease in the demand for goods & services.

Sifting The Aggregate Demand Curve

P
P = (MV)/Y, Rise in M

AD2
AD1
Y

An increase in the money supply shifts the AD curve to the right.

Aggregate Supply in the Long Run


Recall from chapter 3: In the long run, output is determined by factor supplies and
technology :

Y = F (K, L)

Y is the full-employment or natural level of output, the level of output at which the
economy’s resources are fully employed. “Full employment” means that unemployment
equals its natural rate.

P LRA
S

Ῡ Y
The LRAS curve is vertical at the full-employment level of output.
P LRAS
The increase in M
shifts the AD curve
In the long run, P2 to the right.
the increases the
price level… P1 AD2
AD1

…but leaves output the same. Ῡ Y

Aggregate Supply in the Short Run


In the real world, many prices are sticky in the short run. For now (and throughout Chapters
9-12), we assume that all prices are stuck at a predetermined level in the short run and that
firms are willing to sell as much as their customers are willing to buy at that price level.
Therefore, the short-run aggregate supply (SRAS) curve is horizontal:
P

P` SRAS

The SRAS curve is horizontal: The price level is fixed at a predetermined level, and firms sell
as much as buyers demand.

From the short run to the long run


Over time, prices gradually become “unstuck.” When they do, will they rise or fall?
In the short run equilibrium, if Then over time, the price level will
Y>Ῡ Rise
Y<Ῡ Fall
Y=Ῡ Remain constant

How shocking!!!
Shocks: exogenous changes in aggregate supply or demand. Shocks temporarily push the
economy away from full-employment. An example of a demand shock: exogenous decrease
in velocity. If the money supply is held constant, then a decrease in V means people will be
using their money in fewer transactions, causing a decrease in demand for goods and
services.

Supply shocks
A supply shock alters production costs, affects the prices that firms charge (also called price
shocks). Examples of adverse supply shocks:

 Bad weather reduces crop yields, pushing up food prices.


 Workers unionize, negotiate wage increases.
 New environmental regulations require firms to reduce emissions. Firms charge
higher prices to help cover the costs of compliance.
( Favorable supply shocks lower costs and prices.)

Stabilization policy
Stabilizationpolicy is policy actions aimed at reducing the severity of short-run economic
fluctuations. Example: Using monetary policy to combat the effects of adverse supply shocks.
Resume : Arah Pembangunan Indonesia
“Mewujudkan Pembangunan Inklusif dan Berkelanjutan”

Oleh : Yunita Pangala / A031191177

Adapun outline dalam resume ini yaitu :


1) Tantangan Perekonomian Nasional
2) Kinerja Ekonomi Indonesia
3) Asumsi dan Outlook Ekonomi Indonesia 2020
4) Strategi Pembangunan Ekonomi Nasional Inklusif
 Pengembangan SDM
 Pembangunan Infrastruktur
 Penyederhanaan Regulasi : Omnibus Law
 Bidang Usaha Prioritas (DNI)
 Insentif Fiskal, Jaminan, Bansos & Pembiayaan UMKM
 Meningkatkan Pengembangan Industri Orientasi Ekspor
 Meningkatkan Perdagangan Internasional
 Transformasi Ekonomi 2020-2024

Tantangan Perekonomian Nasional


Ada beberapa tantangan yang dihadapi dalam menjalankan perekonomian nasional, yaitu :

1. Perekonomian global dibayangi ketidakpastian dan berada pada tren melambat


Ekonomi dunia saat ini pertumbuhannya tidak begitu berarti, malahan mengalami
perlambatan, bukan hanya di negara berkembang, melainkan juga di negara maju.
Beberapa negara seperti Uni Eropa, Amerika Serikat, Singapura, India, Thailand,
Cina, Turki, Argentina, bahkan bahkan Mexico serta Paraguay pun terdampak
perlambatan ekonomi.
Perlambatan ini bertransmisi hingga ke perekonomian nasional meski cukup
minimal. Terjadi defisit pada sektor perdagangan dan pembayaran, yang
menyebabkan potensi melambatnya FDI, sehingga nilai tukar rupiah cenderung akan
fluktuatif.
Sumber ketidakpastian yang dimaksudkan ialah perang dagang antara Cina dan
AS yang tak kunjung redah, adanya ketegangan politik, melemahnya aktivitas di
bidang manufaktur, serta fluktuasi harga komoditas. Ketidakpastian ini membuat
proyeksi ekonomi global turun 0,1% pada Januari 2020 dibandingkan tahun
sebelumnya, tepatnya pada Oktober 2019. Ketidakpastian tersebut juga berdampak
pada volume perdagangan, yang mengalami penurunan pada tahun 2019 hingga 1,1%,
tapi mengalami perbaikan kembali hingga bisa meningkat pada 2020 yaitu 2,9%.

2. Meningkatnya resiko geopolitik


Di tahun 2020 ini, mewabahnya virus corona dan terjadinya ketegangan geopolitik
dunia berpotensi menimbulkan dampak yang negatif pada perokonomian. Virus
corona yang menyebar di Cina yang telah menelan banyak korban berpotensi
memperlambat laju pertumbuhan ekonomi global. Ketegangan antara Amerika Serikat
dan Iran, yang ditambah oleh terbunuhnya Komandan Pasukan Garda Revolusi Iran,
yang membuat ketegangan antara kedua pihak semakin panas. Begitupun dengan
ketegangan politik antara Jepang dan Korea Selatan, dimana Jepang mulai membatasi
ekspor 3 bahan kimia pembuat semikonduktor ke Korea Selatan serta menghapus
Korea Selatan dari daftar mitra dagang terpercaya. Hal ini membuat Korea Selatan
melakukan aksi boikot terhadap produk Jepang.

3. Defisit neraca pembayaran dan perdagangan terus membayangi


Defisit neraca pembayaran terjadi akibat adanya surplus transaksi modal dan
keuangan yang tidak mampu menutup defisit transaksi perdagangan. Selama tahun
2019, defisit neraca perdagangan barang non migas dan migas bahkan mencapai USD
3,2 Milyar, meskipun mengalami perbaikan dibanding tahun sebelumnya yang
mencapai defisit 8,7%.
Kinerja ekspor pun mengalami penurunan di tahun 2019 seiring melambatnya
ekonomi global dan meningkatnya resiko geopolitik. Beberapa komoditas yang
mengalami penurunan ekspor, yaitu bahan bakar mineral, lemak dan minyak
hewan/nabati, mesin dan perlengkapan elektrik, karet dan barang dari karet, mesin
dan peralatan mekanis, pakaian dan aksesorinya, alas kaki,dan beberapa komoditas
lainnya. Penurunannya dibandingkan tahun sebelumnya mencapai 7,79%.

Kinerja Ekonomi
Berbicara tentang kinerja ekonomi, bila dihubungkan dengan ketidakpastian
global yang telah dibahas di atas, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tetap mampu untuk
tumbuh sekitar 5% dengsn kualitas yang baik, dimana inflasi masih tergolong rendah dan
stabil (2,72%), menurunnya angka kemiskinan (9,22%), pengangguran (5,28%), serta
kesenjangan ekonomi/rasio gini (0,380%). Hal ini membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia
Q2-2019 berada di peringkat kedua setelah Cina di antara negara-negara G20.
Persepsi iklim investasi yang mulai membaik juga turut mendukung kualitas
pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Tercatat oleh Global Competitiveness Indeks (CGI),
Indonesia berada pada peringkat 50 dengan nilai 64,6. Hal ini didorong oleh perbaikan nilai
Indonesia, diantaranya institution, infrastructure, macroeconomic stability, financial system,
market size, business dynamism, dan innovation capability. Begitupun dengan daya saing
perekonomian Indonesia, baik di bidang bisnis (+11) maupun digital (+6), keduanya
mengalami peningkatan.
Menurut laporan Ease of Doing Business (EODB), Indonesia berada pada posisi
73 dari 190 negara di tahun ini. Adanya reformasi beberapa indicator yang dilakukan turut
berkontribusi pada kenaikan skor sebesar 1,64. Indicator yang dimaksud, yaitu :

 Starting a business (increase 1,8, rank -6)


 Getting electricity (increase 0,9)
 Paying taxes (increase 7,4, rank +31)
 Enforcing contracts (increase 1,9, rank +7)
 Trading across borders (increase 1,0)

Selain itu, realisasi investasi tercatat sampai dengan triwulan 3-2019 mengalami
peningkatan. Realisasi investasi mencapai Rp 205.7 Trilium, yang meningkat sebesar 18,4%
dibandingkan tahun sebelumnya pada periode yang sama. Realisasi ini berdasar pada 5 sektor
usaha, yaitu trasportasi, gudang dan telekomunikasi (39,3%), listrik, gas, dan air (39,1%),
konstruksi (16,9%), perumahan, kawasan industri, dan perkantoran (16,4%), serta tanaman
pangan, perkebunan, dan peternakan (15,6%).

Begitupun dengan realisasi PMDN yang naik 18,9% mencapai Rp 100,7 Triliun serta
realisasi PMA naik 17,8% mencapai Rp 105 Triliun. Melalui proyek PMDN, sebanyak
109.475 tenaga kerja telah terserap, dan pada proyek PMA terserap 103.108 tenaga kerja.

Asumsi Makro APBN 2020 dan Outlook Ekonomi Indonesia 2020


Dalam rangka mencapai sasaran pembangunan 2020, pertumbuhan ekonomi
diharapkan dapat mencapai 5,3 %, melalui peningkatan produktivitas, investasi yang
berkelanjutan, perbaikan pasar tenaga kerja, peningkatan kualitas SDM dan implementasi
kebijakan untuk penguatan perekonomian Indonesia.

Asumsi makro APBN di tahun 2020, yaitu :


 Harga minyak mentah (63 USD/barel)
 Oil lifting (755.000 barel/hari)
 Suku Bunga (5,4%)
 Gas lifting (1,911 ribu barel/hari)
 Kurs (14.400 Rp/USD)
 Inflasi (3,1% YoY)
 Pertumbuhan ekonomi (5,3%)

Adapun outlook perekonomian Indonesia tahun 2020, yaitu :

 Konsumsi rumah tangga, memberikan kontribusi utama


 Investasi, menjadi prasyarat penting untuk mencapai percepatan pertumbuhan
 Inflasi tetap terkendali pada level rendah dan stabil
 Sektor eksternal masih akan dipengaruhi sentiment ketidakpastian global.

STRATEGI PEMBANGUNAN NASIONAL INKLUSIF

Visi-misi, Arahan Presiden, dan Agenda Pembangunan RPJMN 2020-2024

7 (Tujuh) Visi-Misi Presiden :


1) Peningkatan Kualitas Manusia Indonesia
2) Struktur Ekonomi yang Produktif, Mandiri,dan Berdaya Saing
3) Pembangunan yang Merata dan Berkeadilan
4) Mencapai Lingkungan Hidup yang Berkelanjutan
5) Kemajuan Budaya yang Mencerminkan Kepribadian Bangsa
6) Penegakan Sistem Hukum yang Bebas Korupsi, Bermartabat, dan Terpercaya
7) Perlindungan bagi Segenap Bangsa dan Memberikan Rasa Aman pada Seluruh
Warga
8) Pengelolaan Pemerintahan yang Bersih, Efektif, dan Terpercaya
9) Sinergi Pemerintah Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan

5 (Lima) Arahan Presiden :


1) Pembangunan SDM
2) Pembangunan Infrastruktur
3) Penyederhanaan Regulasi
4) Transformasi Ekonomi

7 (Tujuh) Agenda Pembangunan RPJMN :


1) Memperkuat Ketahanan Ekonomi untuk Pertumbuhan yang Berkualitas
2) Mengembangkan Wilayah untuk Mengurangi Kesenjangan dan Menjamin
Pemerataan
3) Meningkatkan Sumber Daya Manusia yang Berkualitas dan Berdaya Saing
4) Revolusi Mental dan Pembangunan Kebudayaan
5) Memperkuat Infrastruktur untuk Mendukung Pengembangan Ekonomi dan
Pelayanan Dasar
6) Membangun Lingkungan Hidup, Meningkatkan Ketahanan Bencana, dan Perubahan
Iklim
7) Memperkuat Stabilitas Polhukhankam dan Transformasi Pelayanan Publik

Pembangunan SDM :Pengembangan Vokasi


Membangun kompetensi SDM yang memenuhi syarat di era industri 4.0 melalui 5
strategi pengembangan pendidikan dan pelatihan kejuruan dengan berfokus pada 3 lembaga
kejuruan, terutama untuk sektor-sektor prioritas, yaitu agribisnis, manufaktur, pariwisata,
pekerja migran, tenaga kesehatan, dan ekonomi digital.

Pemerintah memperkenalkan kartu Prakerja dalam upaya meningkatkan kualitas SDM


Indonesia. “Program Kartu Prakerja adalah bantuan pelatihan vokasi yang ditujukan untuk
pencari kerja, pekerja/buruh aktif dan/atau pekerja/buruh yang terkena pemutusan hubungan
kerja yang membutuhkan peningkatan kompetensi.” Adapun target dari kartu Prakerja yaitu
2 juta peserta pada tahun 2020.

Pengembangan SDM : Super Tax Deduction


Mendorong Peran DUDI dalam kegiatan Pengembangan SDM Indonesia melalui
kegiatan vokasi dengan insentif pajak berupa fasilitas pemotongan pajak hingga 200% dari
biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan vokasi. Insentif fiscal untuk mendorong daya saing,
super deduction 200% untuk vokasi. Hal ini diatur dalam PMK No.128/PMK.010/2019
tentang pengurangan penghasilan bruto untuk kegiatan vokasi. Adapun pokok-pokok yang
diatur dalamnya, yaitu subjek penerima, jenis biaya yang diberi fasilitas, bentuk insentif yang
diberikan, dan mekanismenya.
Pembangunan Infrastruktur : Proyek Strategis Nasional (PSN) dan Pengembangan
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
Pemerintah telah menyusun Proyek Strategis Nasional (PSN) yang terdiri dari 223
proyek dan 3 program, dengan total nilai investasi mencapai Rp4.183 triliun dan tersebar di
seluruh wilayah Indonesia. Secara total, ada 92 Proyek Strategis Nasional yang selesai pada
2016 - 2019 dengan nilai investasi Rp 467,4T. Pembangunan infrastruktur secara merata
bermanfaat besar menstimulasi pertumbuhan dan distribusi ekonomi masyarakat serta
meningkatkan daya saing negara.
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) menciptakan pusat-pusat penggerak perekonomian
baru yang tersebar di seluruh wilayah indonesia. Komitmen Investasi yang telah masuk
senilai Rp 104 triliun dan menciptakan tenaga kerja hingga 10.700 orang.

Penyederhanaan Regulasi : Omnibus Law


Hal ini dilatarbelakangi oleh banyaknya Peraturan Perundang-undangan yang saling
disharmoni yang menjadi masalah regulasi. Saat ini, Indonesia masih tumpang tindih soal
regulasi dan inefisiensi birokrasi. Masih terdapat 7 juta orang pengangguran serta 57%
pekerja yang bekerja secara informal. Regulasi dan institusi inilah yang menjadi hambatan
utama Indonesia untuk tumbuh. Dengan adanya Omnibus Law sebagai strategi reformasi
regulasi agar penataan dilakukan secara sekaligus terhadap banyak Peraturan Perundang-
undangan, diharapkan akan menghilangkan tumpang tindih antar PUU, efisiensi proses
perubahan/pencabutan PUU , dan menghilangkan ego sektoral.

Arahan Presiden Jokowi dalam berbagai kesempatan, untuk meningkatkan iklim


investasi dan daya saing Indonesia, Pemerintah mengajukan 2 (dua) Rancangan Undang-
Undang (RUU) kepada DPR :
1) RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja
a) Penyederhanaan Perizinan,
b) Persyaratan Investasi,
c) Ketenagakerjaan,
d) Kemudahan, Pemberdayaan, dan Perlindungan UMK-M,
e) Kemudahan Berusaha,
f) Dukungan Riset dan Inovasi,
g) Administrasi Pemerintahan,
h) Pengenaan Sanksi,
i) Pengadaan Lahan,
j) Investasi dan Proyek Pemerintah, dan
k) Kawasan Ekonomi
Telah teridentifikasi 79 Undang-Undang dan 1.239 pasal yang akan disederhanakan melalui
metode Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.

2) RUU Omnibus Law Perpajakan


a) Pendanaan Investasi
b) Sistem Teritori
c) Subjek Pajak Orang Pribadi
d) Kepatuhan Wajib Pajak
e) Keadilan Iklim Berusaha
f) Fasilitas.

Daftar Prioritas Investasi


Saat ini pemerintah (melalui Menko Perekonomian) sedang menyusun Daftar
Prioritas Investasi (DPI) yang merupakan bagian dari upaya merelaksasi bidang usaha yang
diatur dalam Daftar Negatif Investasi (DNI). Investasi di Indonesia sangat tertutup
dibandingkan negara- negara ASEAN. Jumlah bidang usaha yang tertutup maupun bidang
usaha terbuka dengan persyaratan – terbanyak diantara negara ASEAN. Hingga 2014,
jumlah bidang usaha yang diatur dalam Daftar Negatif Investasi (DNI) terus bertambah.
Pada 2016, Pemerintah mulai merelaksasi bidang usaha yang diatur dalam DNI .

Insentif Fiskal : Ragam Insentif


Guna mendorong masuknya investasi, terciptanya industri pioneer, pemerintah
mengeluarkan berbagai insentif fiskal. Harapannya defisit CAD bisa ditekan, tenaga kerja
terserap, dan pertumbuhan ekonomi meningkat melalui pemberian fasilitas perpajakan yang
trust dan verofy serta simplicity dan certainty. Beberapa insetif tersebut, yaitu : tax holiday,
tax allowance, super deduction vokasi dan Litbang, serta investment allowance. Sampai
dengan 31 Desember 2019 telah disetujui tax holiday dari 60 wajib pajak dengan nilai
rencana investasi sebesar Rp1.045.

Jaminan, Bantuan Sosial, dan Pembiayaan UMKM


Perluasan program jaminan dan bantuan sosial merupakan komitmen pemerintah
dalam rangka meningkatkan daya saing dan penguatan kualitas SDM, serta untuk
mempercepat penanggulangan kemiskinan dan ketimpangan pendapatan. Melalui dukungan
jaminan dan bantuan sosial, total manfaat tidak hanya diterima oleh pekerja, namun juga
dirasakan oleh keluarga pekerja. Di akhir periode tahun 2018, dengan meningkatnya bantuan
sosial, tingkat kemiskinan serta indeks gini menurun.
Terkait dengan dukungan pemerintah untuk UMKM, kedepannya pembiayaan
UMKM diarahkan dengan mengintegrasikan seluruh jenis pembiayaan UMKM. Usaha mikro
dan kecil yang unbankable dibina dan dikembangkan melalui CSR dan program kemitraan
dan bina lingkungan (PKBL), hingga kemudian naik kelas pada pola pembiayaan terakhir,
yaitu kredit komersial. Program kemitraan dan bina lingkungan (PKBL) dari BUMN dan
dana CSR dari perusahaan swasta dapat dimanfaatkan untuk penerima yang masih un-
bankable. Bentuk fasilitas pembiayaan yang diberikan akan menyesuaikan seiring dengan
kemajuan usaha hingga pada akhirnya unit usaha tersebut hanya layak diberikan pembiayaan
komersial.

Meningkatkan Pengembangan Industri Berorientasi Ekspor


Kebijakan industri berorientasi ekspor diprioritaskan untuk industri 4.0 dan industri
lainnya dengan menyelesaikan akar permasalahan industri prioritas tersebut, seperti
modernisasi permesinan untuk industri makanan dan TPT, serta pemberian insentif industri
lainnya yang membutuhkan. Pengembangan industri ini dilakukan melalu industri
berorientasi ekspor, hilirisasi industri, industri substitusi, industri berbasis. Industri lainnya.
Transformasi Ekonomi : Penguatan Neraca Perdagangan
Untuk meningkatkan produk ekspor dan mendorong industri substitusi impor,
pemerintah menjalankan berbagai kebijakan untuk memperkuat neraca perdagangan, yaitu :
1) Implementasi Mandatori B3O
a) Terlaksananya Implementasi Mandatori B30 pada tahun 2020, dengan
penyaluran FAME sebesar 9,6 juta kL.
b) Penghematan devisa USD 4,8 Miliar.
c) Menjamin ketersediaan Bahan Bakar Minyak (BBM jenis biosolar) di dalam
negeri yang berbasis sumber daya lokal (minyak sawit).

2) Gasifikasi batubara
a) Mengurangi ketergantungan impor melalui substitusi LPG sebesar 1,08 juta
ton/tahun atau ± Rp 9 Trilyun / USD 648 juta dengan asumsi harga LPG 600
USD/ton.
b) Mempercepat pembangunan pabrik gasifikasi dengan kapasitas ton/tahun
DME Tanjung Enim dan 450 ribu batubara 1,8 juta (proyek Peranap),
ton/tahun polypropelene (proyek Tanjung Enim), dan 570 ribu ton/tahun
pupuk urea (proyek Tanjung Enim).

3) Penguatan TPPI
a) Meningkatkan produksi petrokimia di dalam negeri melalui pengembangan
PT TPI anak beserta 3 perusahaanya (TPPI, Polytama dan PON)
b) Dapat mengurangi impor produk petrokimia dan menghemat devisa negara
USD 1 Miliar/tahun.

4) Pembangunan smelter untuk hilirisasi produk tambang


a) Mendorong industri nikel untuk membangun fasilitas pengolahan. Sampai
dengan 2019, telah dibangun 21, smelter.
b) Menguatkan industrihilir alumunium yang terintegrasi dengan industri hulu
melalui sinergi dengan BUMN.

5) Green refinery di Plaju, Sumatera Selatan


a) PT Pertamina sedang mengembangkan greenfuel (diesel nabati dan bensin
nabati) yang berbasis minyak sawit di beberapa kilang Pertamina terutama di
kilang Plaju, Sumatra Selatan.
b) Pengembangan greenfuel ini masih dalam tahap penelitian dan percobaan
untuk menggantikan BBM berbasis fosil melalui mekanisme co-processing.

6) Kebijakan Bea Masuk Tindakan Pengamanan Sementara (BMTPS)


a) Kebijakan BMTPS ini ditujukan untuk melindungi produk dalam negeri dari
masuknya produk impor yang sejenis.
b) Jenis produk yang dikenakan BMTPS tertuang dalam Permenkeu nomor
PMK 161/PMK.010/2019, PMK 162/PMK.010/2019, dan PMK
163/PMK.010/2019.
Indonesia Trade Negotiations

Dari beberapa kesepakatan perdagangan yang dilakukan olehh Indonesia, ada 11 yang
sudah terimplementasi, misalnya Indonesia-Japan EPA (IJEPA) pada tahun 2008 dan
Indonesia-Pakistan PTA pada 1 Maret 2019 lalu. Sementara itu, masih ada 11 kesepakatan
yang masih dalam concluded/rafitication process, misalnya Indonesia-Mozambique PTA
yang ditandatangani pada 27 Agustus tahun lalu. Kesepakatan yang masih dalam tahap
negosiasi dan review ada sekitar 10, seperti ASEAN-Australia-New Zealand FTA
(AANZFTA) yang masih dalam tahap review, ditargetkan akan dimulai pada 2020 ini.

Transformasi Ekonomi : Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP)


RCEP merupakan konsolidasi lebih lanjut kesepakatan FTA 10 negara ASEAN
dengan 6 negara mitra FTA-nya (Cina, Korea, Jepang, India, Australia dan New Zealand).
Indonesia merupakan inisiator dan negara koordinator untuk perundingan RCEP yang
rencananya akan mulai diimplementasikan pada 2021/2022 mendatang.

Transformasi Ekonomi Dimulai Pada Tahun 2020-2024


Transformasi Ekonomi yang akan dilakukan pada tahun 2020-2024 diaharapkan akan
membuat Indonesia keluar dari middle income trap di tahun 2036 dengan PDP sekitar USD
13, per kapita. Investasi pada sektor industri yang bernilai tambah tinggi akan membuat rata-
rata pertumbuhan investasi sepanjang 2020-2024 mencapai 7.0%. Konsumsi IRT dan LNPRT
sekitar 5,6%, konsumsi pemerintah 4,9%, serta ekspor dan impor masing-masing 4,8%.
Rata-rata pertumbuhan pada tahun 2015-20145 mendatang diperkirakan 5,7% untuk
PDB riil serta 5,0% PDB riil per kapita. Indonesia sendiri menargetkan tahun 2045 sebagai
tahun loncatan untuk menjadi negara maju dan PDB terbesar ke-5 sekitar USD 7,4 Triliun,
serta peranan KTI menjadi 25%.

You might also like