You are on page 1of 12
ISSN 2442-7659 — InfaDATIN PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI Situasi Glaukoma Secara Global dan Nasional Pada dekade terakhir, prevalensi glaukoma meningkat dengan cepat seiring dengan pertumbuhan populasi penduduk dan pertambahan usia mereka. Pada tahun 2010, jumlah penderita glaukoma mencapai 60,5 juta individu. Kejadian glaukoma secara global diperkirakan mencapai angka 76 juta di tahun 2020 dan 111,8 juta di tahun 2040 (Tham et al, 2014). Sebanyak 2,78% gangguan penglihatan di dunia disebabkan oleh glaukoma. Dalam kasus kebutaan, glaukoma menjadi penyebab kedua terbesar, setelah katarak, di dunia. Gambar 1. Jumiah Penderita Glaukoma berdasarkan Asia Selatan Regional Benua eae Tahun 2015 ‘Asia Tenggara ‘Aska Utara dan Timur Tengah Sumber tena Ageny ‘tka Barat Sub Sahara forthe Penton af ides Eropa Timur sin spats pbog ‘tka Timur Sub Sahara Amerika Latin Tengah Eropa Tengah ‘Amerika Latin Tropis -Aftka Tengah Sub Sahara ‘Afeka Selatan Sub Schara ‘Asia Tengah “Amerika Latin Andes Karibia Oceania Eropa Barat (Pendapatan Tingai) ‘Amerika Utara (Pendapatan Tinggi) Asia Pasifik (Pendapatan Tinggi) ‘Amerika Latin Selatan (Pendapatan Tinggi) ‘Australia (Pendapatan Tinggi) Berdasarkan Gambar 1 di atas, jumlah penderita glaukoma mayoritas berada di Asia Selatan dan Asia Timur. Sedangkan pada negara-negara dengan pendapatan tinggi (high income) jumlah penderita glaukoma cenderung lebih sedikit. Di Indonesia, menurut Riskesdas tahun 2007 prevalensi glaukoma sebesar 0,46%, artinya sebanyak 4 sampai 5 orang dari 1,000 penduduk Indonesia menderita glaukoma. Berdasarkan data aplikasi rumah sakit online (SIRS online), jumlah kunjungan glaukoma pada pasien rawat jalan di RS selama tahun 2015-2017 mengalami peningkatan. Gambar 2. Jumlah Kunjungan Glaukoma Pada Pasien Rawat Jalan Rumah Sakit di Indonesia Tahun 2015-2017 Sumber: SS ate, Die. earn eseatan KemlasAt 2019 427.091 2015 2016 2017 Pada tahun 2017, jumlah kasus baru glaukoma pada pasien rawat jalan di rumah sakit di Indonesia adalah 80.548 kasus. Berdasarkan jenis kelamin, penderita glaukoma wanita lebih banyak daripada laki-laki. Gambar 3. Jumiah Kasus Baru Glaukoma Pada Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit di Indonesia Tahun 2015-2017 43.413 37.995 ‘umber iol, Dien: eananeseatan Kemfes 2019 2015 2016 2017 Pada data pasien rawat jalan dan rawat inap di rumah sakit pada tahun 2017, glaukoma mayoritas diderita pada pasien kelompok umur 44 ~ 64 tahun, lebih dari 64 tahun, dan 24 ~ 44 tahun. Gambar 4. Jumlah Penderita Glaukoma Pada Pasien Rawat Jalan dan Rawat Inap berdasarkan Kelompok Umur di Rumah Sakit = di Indonesia Tahun 2017 Sumber IS one, Dien. Peayatanesetatan RemlasA 2019 mm Rawat Jalan mm Rawat Inap TSEFi hs Definisi Glaukoma Glaukoma merupakan penyakit kerusakan pada saraf mata yang menyebabkan menyempitnya lapangan pandang dan hilangnya fungsi penglihatan. Faktor risiko utama yang menyebabkan glaukoma adalah peningkatan pada bola mata. Di dalam bola mata terdapat cairan (aquos humor) yang berfungsi untuk memberikan nutrisi pada organ dalam bola mata. Cairan ini diproduksi dan dikeluarkan kembali dalam siklus yang seimbang sehingga tekanan pada bola mata tetap terjaga normal Pada mata penderita glaukoma, siklus cairan ini tidak seimbang dimana cairan diproduksi tetapi terdapat masalah dalam saluran pengeluaran. Hal ini menyebabkan tekanan pada bola mata meningkat sehingga terjadi penekanan pada papil saraf optik. Jika hal ini terus menerus terjadi, kerusakan saraf mata tidak dapat dihindari.. Gambar 5. Mekanisme Terjadinya Glaukoma Raersrene) Sumber tps ccndblg/S/lakama--pncar penton Peningkatan tekanan pada bola mata umumnya berlangsung perlahan sehingga tidak menimbulkan gejala yang berarti. Kerusakan pada saraf mata pusat baru akan terjadi dalam jangka waktu yang lama dan semakin lama akan semakin berat. Kerusakan saraf ini menyebabkan penyempitan lapangan pandang yang biasanya bermula dari sisi tepi sehingga penderita tidak mengalami keluhan dalam menjalankan kegiatan sehari-hari. Penyempitan ini terjadi secara bertahap hingga akhirnya penderita hanya seperti melihat dari lubang kunci. Pada tahap selanjutnya glaukoma dapat menyebabkan kebutaan. Gambar 6. su 0 Gambaran Penglihatan ‘ Penderita Glaukoma Sumber tps taphorg Penglihatan mata sehat Penglihatan penderita glaukoma Penglihatan penderita glaukoma tingkat lanjut Jenis-jenis ( a Glaukoma Glaukoma dapat diklasifikasikan menjadi glaukoma primer dan sekunder. Glaukoma primer adalah penyakit glaukoma yang tidak berhubungan dengan kelainan mata lainnya atau sistemik sedangkan glaukoma sekunder berhubungan dengan kelainan atau penyakit pada mata atau sistemik lain. Glaukoma primer adalah glaukoma yang tidak diketahui penyebabnya dan merupakan jenis glaukoma terbanyak secara global. Glaukoma primer terbagi menjadi glaukoma primer sudut terbuka (GPSta) dan glaukoma primer sudut tertutup (GPSTp). GPSta memiliki ciri sudut bilik mata depan terbuka atau tampak normal, tetapi terdapat penyumbatan pada aliran keluar cairan bola mata. Penyumbatan ini terjadi secara perlahan dan mengakibatkan peningkatan tekanan pada bola mata. Glaukoma jenis ini bersifat kronis dengan progresivitas lambat dan tanpa gejala sehingga penderita tidak akan menyadari sampai terjadinya penyempitan lapangan pandangan dan penglihatan yang menurun tajam. Pada fase ini glaukoma sudah memasuki tahap lanjut dengan kerusakan saraf pusat yang progresif. Glaukoma jenis ini yang sering disebut dengan silent blinding disease atau sneak thief of sight (pencuri penglihatan). Jenis kelainan pada sudut tertutup primer terbagi menjadi Primary Angle Closure Suspect (PACS), Primary Angle Closure (PAC), glaukoma primer sudut tertutup (GPSTp), dan Acute Angle Closure Glaucoma (AACG). GPSTp memiliki ciri sudut bilik mata depan yang sempit sehingga menghambat cairan keluar dari bola mata. Glaukoma jenis ini dapat bersifat akut dengan gejala nyeri pada daerah mata, sakit kepala, mata merah, peningkatan tekanan bola mata secara tiba-tiba, penurunan penglihatan secara tajam, dan terkadang disertai mual muntah. Gambar 7. Perbedaan Glaukoma Sudut Tertutup dan Terbuka Sumber tp:onnlaxona.rg Sudut tertutup Sudut terbuka Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang terjadi akibat penyakit mata lain seperti pada penderita peradangan mata yang berulang, komplikasi dari penyakit katarak, dan trauma atau benturan benda tumpul pada mata. Glaukoma sekunder juga terjadi akibat komplikasi pada penderita diabetes dan hipertensi atau akibat penggunaan bat golongan kortikosteroid dalam jangka panjang tanpa pengawasan dokter. Selain jenis glaukoma di atas, terdapat juga glaukoma kongenital, normotensi, dan absolut. Glaukoma kongenital adalah glaukoma yang terjadi pada bayi baru lahir yang biasanya disebabkan karena kegagalan fungsi sistem ekskresi bilik mata depan Glaukoma normotensi (normal tension glaukoma) merupakan kondisi dimana terjadi kerusakan saraf pusat mata meskipun tekanan pada bola mata masih dalam rentang normal. Sedangkan glaukoma absolut merupakan hasil akhir dari suatu glaukoma yang tidak terkontrol dengan ciri mengerasnya bola mata dan berkurangnya penglihatan sampai dengan nol. Kondisi ini dapat disertai nyeri atau tanpa nyeri Glaukoma absolut biasanya terjadi 1-2 tahun setelah pertama kali menderita glaukoma jika tidak adanya penanganan. Penderita glaukoma memerlukan pengobatan dan pelaksanaan evaluasi yang berkesinambungan. Namun di Indonesia, sebagian besar penderita glaukoma belum terdeteksi dan terdiagnosis. Hal ini mengakibatkan banyak pasien glaukoma yang belum mendapatkan tata laksana yang tepat. Gejala glaukoma seringkall tidak disadari penderita atau menyerupai gejala penyakit lain. Kebanyakan penderita glaukoma baru terdiagnosis ketika telah berada di stadium lanjut, ataupun telah terjadi kebutaan total. Berdasarkan data pasien di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta tahun 2005 - 2006, sebesar 51,4% pasien GPSTa dan 41,4% pasien GPSTp datang dalam kondisi sudah lanjut, bahkan 13,5% telah mengalami buta total akibat GPSTa dan 26,4% akibat GPSTp (Kemkes RI, 2015). Pada tahun 2020, diperkirakan bahwa 58 juta orang akan mengalami GPSTa, dengan 10% diantaranya menderita kebutaan pada kedua matanya (Quigley & Broman, 2006). Meskipun kebutaan merupakan keluaran komplikasi yang paling ditakuti, gangguan penglihatan juga dapat mempengaruhi kualitas kehidupan seseorang. Lebih dari 10% pasien terdiagnosis glaukoma yang menjalani pengobatan dan evaluasi rutin masih mengalami gangguan fungsi penglihatan yang signifikan dalam kehidupan sehari-harinya (McKean-Cowdin et al., 2007). Oleh karena sifat kerusakan yang ditimbulkan irreversible (tidak dapat sembuh kembali), sangatlah penting untuk mendeteksi glaukoma sedini mungkin, sehingga resiko gangguan penglihatan dan morbiditas yang terkait dapat diminimalisasi Fakto r Semua orang berisiko untuk menderita glaukoma, tetapi ada beberapa golongan Ri tk dengan risiko lebih tinggi untuk us Oo menderita glaukoma, diantaranya: Orang dengan riwayat Ros Afrika dan Asia Penderita rabun jauh keluarga menderite ? ‘atau rabun dekat glavkora merilikrisiko dengan ukuron lensa Bali lebih besar untuk Onna yang tinggi rang dengan enacts cues bilik mata depan isiko terbezar po ere kakak beradikkemudian —-"'9 90nd hubungan orangtve dan canak-anak Pengguna cobot-obatan steroid @ Kelompok sia di ator 40 tahun Penderita cedera mata Penderita penyakit degeneratif seperti diabetes melitus, hipertensi, hipotensi, dan kelainan kardiovaskuler. ° (© Penderita migrain © Vasospasme (penyempitan pembuluh darah) Pencegahan Glaukoma eo eS i * 2b 4 va & Pemeriksaan skrining Pemeriksaanskrining _—_ Pemeriksaan skrining setiap 2-4 tahun setiap 2 tahun setiap 1 tahun pada pada kelompok usia pada kelompok usia kelompok dengan di bawah 40 tahun di atas 40 tahun iwayat keluarga menderita glaukoma Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah glaukoma adalah dengan deteksi dini ‘melalui skrining. Pemeriksaan skrining biasanya dilakukan setiap 2-4 tahun pada kelompok usia di bawah 40 tahun, setiap 2 tahun pada kelompok usia di atas 40 tahun, dan setiap 1 tahun pada kelompok dengan riwayat keluarga menderita glaukoma. Selain itu gaya hidup sehat perlu diterapkan untuk mencegah terjadinya glaukoma Diet gizi seimbang, istirahat yang cukup, dan pengelolaan stress yang baik adalah beberapa cara untuk menghindari glaukoma. Untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap glaukoma, penting dilakukan edukasi. Setiap tahun diadakan pekan peringatan glaukoma atau World Glaucoma Week pada pekan kedua bulan Maret. Pada tahun 2019, World Glaucoma Week diadakan pada 10-16 Maret 2019. Kegiatan yang dilakukan dalam pekan tersebut adalah seminar, webinar, poster, dan edukasi melalui media sosial. Kegiatan World Glaucoma Week didukung oleh World Glaucoma Association, World Glaucoma Patient Association, organisasi kesehatan dunia, organisasi profesi dokter spesialis mata (Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia atau Perdami di Indonesia), dan komunitas yang peduli terhadap glaukoma lainnya. ‘Ada beberapa pemeriksaan yang harus dilakukan dalam mendiagnosa glaukoma. Hal ini disebabkan jika seseorang sudah dinyatakan menderita glaukoma maka ia akan menjalani terapi pengobatan seumur hidup. Oleh karena itu, diagnosa awal harus tepat untuk menghindari penggunaan obat-obatan yang tidak peru. Pemeriksaan yang dilakukan dalam menegakkan diagnosa glaukoma diantaranya: A Pemeriksaan tekanan bola mata dengan tes tonometri Pemeriksaan dilakukan setelah pasien diberi obat tetes anastesi yan membuat mata menjadi mati rasa. Proses pemeriksaan ini adalah dengan menyentuh sebagian kecil bola mata atau dengan semburan udara. Evaluasi struktur mata Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan obat tetes midriasil untuk melebarkan pupil sehingga detail saraf mata dapat terlihat dengan jelas. Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk melihat ada tidaknya tanda-tanda glaukoma dan untuk mengevaluasi progresivitas penyakit. . Pemeriksaan luas lapangan pandang dengan tes perimetri Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat luas penglihatan berupa pemetaan daerah yang bisa dilihat oleh pasien. Pemeriksaan ini harus dilakukan dalam kondisi tenang dan penuh konsentrasi. . Pemeriksaan sudut bilik mata depan dengan tes gonioskopi Seperti tes tonometri, pemeriksaan ini diawali dengan pemberian obat tetes anestesi pada pasien. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan lensa kontak gonioskopi yang ditempelkan pada bola mata. . Pemeriksaan ketebalan kornea mata dengan tes pakimetri Pakimetri bertujuan untuk mengukur ketebalan kornea yaitu jaringan bening yang berada paling depan dari bola mata. Pemeriksaan ini penting dilakukan paling tidak satu kali, karena ketebalan kornea dapat mempengaruhi penghitungan tekanan bola mata. Pengobatan Glaukoma Saat ini belum ada terapi yang dapat mengobati glaukoma secara total. Terapi yang dilakukan hanya untuk mempertahankan fungsi penglihatan yang tersisa saat pemeriksaan dan meningkatkan kualitas hidup. Cara yang dilakukan adalah dengan menurunkan tekanan pada bola mata yang merupakan faktor risiko utama. Terapi yang dilakukan dengan obat-obatan, tindakan laser, dan tindakan bedah. Obat-obatan yang diberikan berfungsi untuk menurunkan produksi cairan bola mata atau untuk memperlancar aliran keluar cairan sehingga dapat menurunkan tekanan pada bola mata. Obat-obatan diberikan dalam jangka waktu yang lama dan terus- menerus sehingga perlu diperhatikan kepatuhan penderita dalam melaksanakan pengobatan. Penderita akan dirujuk ke dokter spesialis mata di pelayanan tingkat sekunder atau tersier jika tekanan bola mata tetap di atas 21 mmHg. Tindakan laser dilakukan jika terapi obat tidak memberikan hasil. Tindakan laser juga dilakukan sebagai pencegahan pada mata yang sehat jika mata sebelahnya sudah menderita glaukoma. Tindakan bedah dilakukan sebagai langkah terakhir jika terapi obat dan tindakan laser masih belum menurunkan tekanan pada bola mata. Tindakan bedah juga dilakukan pada penderita glaukoma tahap lanjut dengan tekanan bola mata sangat tinggi dengan kerusakan saraf pusat mata yang progresif. Infodatia Glaukoma Penanggung Jawab Didixechonto, Redaktor Rudy Kurniowan Penyunting Winne Widiontini Penvlis Eke Satriani Sokts Desainer/ Layouter Hira Habib Kontributor ‘Andika Prost Srtestan Fristka Mildya GLAUKOMA Adalah kerusakan pada saraf mata. yangmenyebabkan penyempitan tapangan. Pandang dan hilangnya fungst penglihatan. Risiko utama yang menyebabkan glaukoma adalah | peningkatan tekanan pada bola mata hal ini disebabkan itersumbatnyasaluran pengeluarancairanaques humor. tkatidek seqeraditangani, 4S orang.dari Ado 60.548 kawus bary menyebabkan penurunen 1.000 penduduk glavkoma pada pasien Eatictendreverinte ick indonesLimenderta “row alen al RS a SapatKembasepert semua)” "glaukoma. Indonesia pada tahun 2017 Yengdapatmendjukebutcon (Raendor tur) inSenlne Dien Tones as ‘Ada beberopa golongan dengan riko lebih tinggi untuk menderitaglavkoma, diantarany @ Ros Afrika dan Asia © Orang dengan bilik mata depan yang dangkal @ Kelompok vsia di atas 40 tahun @ Orang dengan tlwayat keluarga menderite glavkoma memilik ris ko & kali lebih bess Ristko terberar pada kakak beradik kemudian hubungan orangtva dan angk-anak Pengguna obat-obatan steroi @ Penderita cedera mata {@ Penderita rabun jauh atav rabun dekat dengan vkuran lensa yang tinggi @ Penderita migrain 1 rendertapenyaitdegeneraif diabetes melts, hipertns-hipotent don kalainan iowaskul _@ Vasospasme (penyempitan pembuluh darah) Seer eee mere Seger! skrining biewanyadlakukan stiop 2-4 tahun

You might also like