You are on page 1of 8

EduHumaniora: Jurnal Pendidikan Dasar | ISSN 2085-1243

Vol. 8. No.2 Juli 2016 | Hal 178-185

PENGGUNAAN MULTIMEDIA INTERAKTIF TERHADAP


PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN KOMUNIKASI
MATEMATIS, SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA
SEKOLAH DASAR
Oleh:
Setyarini Purnamasari1, Tatang Herman2
Universitas Pendidikan Indonesia

Abstract: The purpose of this research is to know the difference increase mathematical ability of
understanding and communication, as well as students who obtain independent learning using
multimedia interactive learning and conventional learning. Studies conducted using a quasi-
experimental method with pre-test and post-test control group design. This study was conducted at
two private schools in the city of Bandung, involving 60 students of class V as a research subject.
The research instrument used was a test of mathematical ability of understanding and
communication, learning independence questionnaires, observation sheets, and interviews. The
results showed that: (1) There are differences in upgrading mathematical understanding between
students who obtained using multimedia interactive learning with students who received
conventional learning; (2) There are differences in improvement of communication skills among
students acquire mathematical learning using interactive multimedia to students who received
conventional learning; (3) There is no difference in improvement of communication skills among
students acquire mathematical learning using interactive multimedia to students who received
conventional learning.
Keywords: interactive multimedia, and communication mathematical understanding of elementary
school students, independent learning.

Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan
pemahaman dan komunikasi matematis, serta kemandirian belajar siswa yang memperoleh
pembelajaran menggunakan multimedia interaktif dan pembelajaran konvensional. Penelitian yang
dilaksanakan menggunakan metode kuasi eksperimen dengan Pre-test dan Post-test Control Group
design. Penelitian ini dilakukan pada dua sekolah swasta di Kota Bandung dengan melibatkan 60
siswa kelas v sebagai subjek penelitian. Instrumen penelitian yang digunakan adalah tes kemampuan
pemahaman dan komunikasi matematis, angket kemandirian belajar, lembar observasi, dan
wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan
pemahaman matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran menggunakan multimedia
interaktif dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional; (2) Terdapat perbedaan
peningkatan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran
menggunakan multimedia interaktif dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional; (3)
Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang
memperoleh pembelajaran menggunakan multimedia interaktif dengan siswa yang memperoleh
pembelajaran konvensional.
Kata kunci: multimedia interaktif, pemahaman dan komunikasi matematis siswa sekolah dasar,
kemandirian belajar.

PENDAHULUAN meliputi hal berikut: (1) Memahami konsep


Matematika merupakan ilmu matematika, menjelaskan keterkaitan antar
pengetahuan yang memiliki peran penting konsep dan mengaplikasikan konsep atau
dalam kehidupan manusia. Tujuan algoritma secara luas, akurat, efisien, dan
pembelajaran matematika di sekolah tepat dalam pemecahan masalah; (2)
menurut Permendiknas No. 22 tahun 2006 Menggunakan pemahaman pada pola dan

1
Mahasiswa Pascasarjana Pendidikan Dasar UPI Bandung
2
Dosen Universitas Pendidikan Indonesia, Email: tatang_herman@upi.edu

178 EduHumaniora: Vol. 8 No. 2, Juli 2016


sifat, melakukan manipulasi matematika pemberian rumus-rumus saja. Dalam
dalam membuat generalisasi, menyusun pembelajaran matematika di dalam kelas,
bukti, atau menjelaskan gagasan dan siswa cenderung hanya diarahkan pada
pernyataan matematika; (3) memecahkan kemampuan cara menggunakan rumus,
masalah yang meliputi kemampuan menghafal rumus, jadi matematika hanya
memahami masalah, merancang model untuk mengerjakan soal. Akibatnya sering
matematika, menyelesaikan model dan terjadi kesalahan dalam mengerjakan soal,
menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) karena tidak memahami konsepnya.
Mengkomunikasikan gagasan dengan Selain memberi prioritas pada
simbol, tabel, diagram, atau media lain pengembangan kemampuan pemahaman
untuk memperjelas keadaan atau masalah; dalam upaya mengembangkan sikap ilmiah
(5) Memiliki sikap menghargai kegunaan siswa, juga diperlukan adanya kemampuan
matematika dalam kehidupan, yaitu komunikasi. Karena melalui komunikasi,
memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan seseorang akan dapat mengungkapkan
minat dalam mempelajari matematika, serta gagasan, temuan atau bahkan perasaannya
sikap ulet dan percaya diri dalam terhadap orang lain (Alam, 2012).
pemecahan masalah. Sedangkan tujuan Kemampuan komunikasi matematis
pembelajaran matematika yang dirumuskan sebagai aktivitas sosial maupun sebagai alat
oleh National Council of Teacher of bantu berpikir yang direkomendasi para
Mathematics (1989), yaitu pakar agar terus ditumbuh kembangkan
mengembangkan kemampuan siswa dalam oleh para siswa (Umar, 2012). Pemahaman
memecahkan masalah matematis matematis erat kaitannya dengan
(mathematical problem solving), penalaran komunikasi matematis. Siswa yang sudah
matematis (mathematical reasoning), dan mempunyai kemampuan pemahaman
komunikasi matematis (mathematical matematis dituntut juga untuk bisa
communication). mengkomunikasikannya, agar
Berdasarkan tujuan diatas, pemahamannya bisa dimanfaatkan oleh
kemampuan pemahaman dan komunikasi orang lain. Dengan kemampuan
matematis merupakan kompetensi yang komunikasi matematis siswa juga dapat
harus dikembangkan dalam diri siswa. memanfaatkan konsep-konsep matematika
Kemampuan pemahaman matematis yang sudah dipahami orang lain. Dengan
merupakan landasan penting untuk berpikir mengkomunikasikan ide-ide matematisnya
dalam menyelesaikan permasalahan kepada orang lain, seseorang dapat
matematika atau permasalahan sehari-hari. meningkatkan pemahaman matematisnya.
Siswa yang dapat memahami konsep Selain kemampuan kognitif yang
matematis dengan baik, akan lebih mudah harus siswa miliki, kemampuan afektif pun
mengaplikasikannya dalam berbagai tidak kalah pentingnya, salah satunya
masalah kehidupan. Menurut Ompusunggu adalah kemandirian belajar. Seperti yang
(2014, hlm. 97) belajar matematika dengan disebutkan dalam tujuan pembelajaran
cara menghafal adakalanya perlu, tetapi matematika yaitu memiliki sikap
belajar tanpa pemahaman merupakan salah menghargai kegunaan matematika dalam
satu penyebab kesulitan siswa dalam kehidupan, diantaranya memiliki rasa ingin
mempelajari matematika, akhirnya muncul tahu, perhatian dan minat dalam
kesimpulan bahwa matematika itu sulit mempelajari matematika, serta sikap ulet
untuk dipelajari. Kariuki dan Morris (2013, dan percaya diri dalam pemecahan masalah
hlm.5) berpendapat bahwa standar dalam (KTSP, 2006). Sumarmo (2012, hlm.2)
belajar matematika sekarang berfokus pada mengatakan dalam pembelajaran
pemerolehan pemahaman konsep, bukan matematika pembinaan ranah afektif seperti
hanya mengajarkan metodologi atau di atas memerlukan kemandirian belajar

Setyarini Purnamasari & Tatang Herman: Penggunaan Multimedia Interaktif 179


yang kemudian akan membentuk Karena tidak dipungkiri lagi bahwa
kecenderungan yang kuat yang dinamakan ketertarikan siswa terhadap teknologi saat
disposisi matematis (Mathematics ini sangat besar. Hal ini dapat kita lihat dari
dispotition) yaitu keinginan, kesadaran, dan anak-anak usia sekolah, yang kehilangan
dedikasi yang kuat pada diri siswa untuk waktu belajar karena mereka asyik dengan
berpikir dan berbuat dengan cara yang dunia teknologinya, seperti bermain game,
positif. Hargis (dalam Sumarmo, 2012, handphone, dan komputer. Asosiasi
hlm.5) melaporkan bahwa siswa yang Penyelenggara Jasa Internet Indonesia
memiliki kemandirian belajar yang tinggi (APJII) melakukan survey terhadap pemain
cenderung belajar lebih baik dalam game online aktif di Indonesia, hasilnya
pengawasannya sendiri, mampu memantau, adalah terdapat sekitar 6 juta pemain game
mengawasi, dan mengatur belajarnya secara online. Ini membuktikan bahwa anak
efektif, menyelesaikan waktu dalam Indonesia memiliki ketertarikan terhadap
menyelesaikan tugasnya, dan mengatur game. Peningkatan mutu pembelajaran
belajar dan waktu secara efisien. dengan penerapan ICT (Information
Kemandirian belajar dikatakan penting, Communication and Technology) dilakukan
karena salah satu aspek perilaku yang dapat dengan mengembangkan aplikasi
membuat sekolah sukses adalah pembelajaran dalam model pembelajaran
kemandirian belajar siswa (Blair, 2003, interaktif yang menyenangkan dan
hlm.2; Vrieling, 2012 hlm.103). Sejalan mengasyikan bagi siswa (Warsihna, 2005,
dengan pendapat Boekaerts, dkk. (dalam hlm.63). Sifat yang dinamis dari
Azizah, dkk., 2014, hlm. 156) bahwa penggunaan komputer merupakan kunci
keberhasilan dalam bidang pendidikan penting untuk memperkenalkan kegiatan
didasarkan pada tingkat kemandirian bermain kognitif (Olive, 2000, hlm.242).
seseorang, motivasi, dan kreatifitas. Penelitian menunjukkan bahwa
Berdasarkan permasalahan di atas prestasi matematika masih rendah karena
guru hendaknya memiliki cara pandang kurangnya motivasi dalam diri siswa (Leh,
yang modern dalam proses belajar J.M, 2012, hlm. 68). Beberapa penelitian
mengajar, karena pada hakekatnya telah dilakukan tentang penggunaan
matematika tidak terletak pada penguasaan komputer untuk pembelajaran matematika,
matematika sebagai ilmu saja, tetapi bahwa pembelajaran dengan multimedia
bagaimana menggunakan matematika itu interaktif terbukti dapat meningkatkan
untuk mencapai keberhasilan hidup. Guru antusias atau motivasi dan hasil belajar serta
tidak lagi menjadi satu-satunya sumber membuat siswa nyaman dalam belajar
belajar, dan peranannya telah bergeser lebih (Nuryadi, 2010; Seo & Bryant, 2010;
banyak ke arah sebagai fasilitator (Hidayat, Steelman, 2005; Milovanoviu, 2013).
2013, hlm. 122). Salah satu strategi yang Adanya perubahan kurikulum di
dapat digunakan guru dalam pembelajaran Indonesia dari kurikulum 2006 (Kurikulum
matematika untuk meningkatkan Tingkat Satuan Pendidikan) menjadi
keterlibatan siswa secara aktif, Kurikulum 2013, memberikan berbagai
meningkatkan kemampuan pemahaman dan dampak bagi proses pembelajaran, salah
komunikasi matematis, serta kemandirian satunya adalah pada mata pelajaran
belajar adalah dengan memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi
teknologi yaitu menggunakan multimedia (TIK). Yang semula ada dalam KTSP, pada
interaktif. kurikulum 2013 mata pelajaran TIK
Pembelajaran dengan menggunakan ditiadakan, artinya tidak berdiri sendiri
media, merupakan strategi pembelajaran melainkan dilebur atau disatukan dengan
yang disenangi oleh siswa, terutama media mata pelajaran lain. Dalam kurikulum SD
yang berhubungan dengan teknologi. perlu dimasukkan mata pelajaran yang

180 EduHumaniora: Vol. 8 No. 2, Juli 2016


disatukan dengan pelajaran komputer Kecamatan Sukajadi Kota Bandung yang
(Guha & Leonard, 2002). Oleh karena itu berjumlah 60 siswa. Setiap sekolah diambil
guru harus dapat menciptakan metode satu kelas yaitu kelas V. Pemilihan sampel
pembelajaran yang dapat memanfaat yang dilakukan oleh peneliti menggunakan
teknologi seperti komputer sebagai media metode purposive sampling artinya peneliti
dalam proses pembelajaran. dengan sengaja memilih sampel dan tempat
Sejalan dengan permasalahan di atas penelitian untuk mempelajari fenomena
maka tujuan dari peneltian ini adalah yang ada (Cresswel, 2012, hlm. 206), jadi
mengetahui perbedaan peningkatan sampel tidak diambil secara acak. Data
kemampuan pemahaman dan komunikasi yang dibutuhkan untuk penelitian ini
matematis, serta kemandirian belajar siswa diperoleh dari tes hasil belajar untuk
yang memperoleh pembelajaran melihat kemampuan pemahaman dan
menggunakan multimedia interaktif dan komunikasi matematis, sedangkan untuk
pembelajaran konvensional. mendapatkan data mengenai kemandirian
belajar siswa menggunakan angket, lembar
METODOLOGI PENELITIAN observasi, dan wawancara. Wawancara
Penelitian ini merupakan penelitian hanya dilakukan terhadap beberapa siswa
kuantitatif dengan metode kuasi eksperimen yang data angketnya tidak sesuai dengan
dengan desain “Pre-test dan Post-test data hasil observasi. Tes tulis dan angket
Control Group design”. Subjek penelitian diberikan sebelum dan sesudah
ditempatkan ke dalam dua kelompok kelas pembelajaran diberikan.
yaitu kelompok eksperimen yang diberikan
perlakuan dengan melakukan pembelajaran HASIL PENELITIAN DAN
multimedia interaktif, dan kelompok PEMBAHASAN
kontrol yang melakukan proses belajar Setelah dilakukan pretes dan postes
secara konvensional. Subyek penelitian ini maka diperoleh statistik deskriptif sebagai
yaitu dua sekolah swasta yang terdapat di berikut:

Tabel 1
Statistik Deskriptif Kemampuan Pemahaman Matematis
Eksperimen Kontrol
Nilai N Xmin Xmax Sd N Xmin Xmax Sd

Pemahaman Pretes 29 3 23 14,72 5,73 31 6 23 14,39 4,16


Postes 29 13 32 24,00 4,88 31 13 26 21,09 2,99
N-gain 29 0,18 0,78 0,442 0,16 31 0,00 0,50 0,301 0,12

Pada tabel 1, jika dilihat dari rata- masing. Sebelum siswa diberikan materi
rata N-gain, maka peningkatan kemampuan sifat-sifat bangun datar, siswa diberikan
pemahaman kelas eksperimen lebih baik aktivitas terlebih dahulu untuk menemukan
daripada kelas kontrol. Hal ini dikarenakan sendiri sifat-sifat bangun datar tersebut,
Dalam pembelajaran menggunakan dalam bentuk soal-soal pertanyaan. Setelah
multimedia interaktif, memberikan siswa membaca materi, siswa diberikan
kesempatan kepada siswa untuk latihan-latihan soal dan diberikan
menemukan sendiri pengetahuan atau penguatan berupa skor. Melalui multimedia
informasi mengenai sifat-sifat bangun komputer dapat ditunjukkan gambaran
datar. Karena dalam multimedia interaktif nyata hal-hal yang mendukung dan
ini, terlebih dahulu siswa belajar secara memperjelas penyampaian materi
mandiri menggunakan komputer masing- matematika dalam bentuk slide-slide grafis.

Setyarini Purnamasari & Tatang Herman: Penggunaan Multimedia Interaktif 181


Sehingga dimungkinkan siswa tidak cepat Sehingga kemampuan pemahaman
bosan dan akan lebih tertarik dalam belajar matematis siswa masih rendah. Sebelum
matematika. Sedangkan siswa kelas kontrol guru memberikan latihan pada siswa, guru
yang memeperoleh pembelajaran menjelaskan materi dan memberikan
konvensional hanya mendengarkan contoh soal. Setelah itu guru memberikan
penjelasan guru dan mengerjakan latihan- latihan soal dan biasanya soal-soal latihan
latihan soal yang diberikan oleh guru. yang diberikan persis dengan contoh soal,
Aktivitas pembelajaran yang seperti ini hal ini mengakibatkan siswa kesulitan jika
mengakibatkan siswa hanya menghapal saja diberikan soal yang berbeda atau yang lebih
tanpa memahami konsep bangun datar. kompleks.

Tabel 2
Statistik Deskriptif Kemampuan Komunikasi Matematis
Eksperimen Kontrol
Nilai N Xmin Xmax Sd N Xmin Xmax Sd
Pretes 29 2 13 7,55 2,32 31 2 11 6,77 2,20
Komunikasi
Postes 29 5 19 13,07 3,89 31 6 18 11,32 2,55
N- 29 0,08 0,91 0,485 0,25 31 0,07 0,78 0,344 0,17
gain
Pada tabel 2 dapat dilihat bahwa mengajukan beberapa pertanyaan, secara
rata-rata peningkatan kemampuan tidak langsung kegiatan ini akan
komunikasi matematis kelas eksperimen meningkatkan komunikasi matematis
lebih besar daripada kelas kontrol. Pada siswa. Program multimedia interaktif yang
kelas eksperimen yang memperoleh dibuat menyajikan latihan-latihan soal yang
pembelajaran menggunakan multimedia menuntut siswa berlatih mengungkapkan
interaktif memberikan kesempatan kepada ide matematis melalui gambar.
siswa untuk melihat bentuk-bentuk bangun Rata-rata kemampuan komunikasi
datar serta mengidentifikasi ciri-ciri bangun siswa kelas kontrol dikatakan rendah
datar tersebut berdasarkan gambar yang disebabkan kerena dalam pembelajaran
disajikan. Dengan bekerja secara mandiri konvensional kurang memfasilitasi siswa
menggunakan multimedia interaktif siswa untuk melatih mengkomunikasikan ide-ide
akan merasa bebas untuk mengungkapkan matematisnya. Pada pembelajaran
gagasannya. Meskipun pada kelas konvensional siswa cenderung diberikan
eksperimen belajar dengan satu komputer informasi dari guru mengenai materi
satu siswa, tidak membatasi siswa untuk tertentu, lalu guru memberikan contoh soal
melakukan diskusi. Siswa diberi dengan cara menjawabnya. Setelah itu
kesempatan untuk malakukan diskusi siswa diberikan latihan-latihan soal. Siswa
untuk berbagi pengetahuan atau informasi tidak dibiasakan untuk menemukan sendiri
yang sudah dimilikinya. Karena menurut informasi baru. Siswa hanya memperoleh
Brener (dalam Qohar, 2013, hlm.59) selama informasi yang diberikan oleh guru,
diskusi di kelompok kecil, siswa sehingga jika diberikan soal dalam bentuk
termotivasi dan didorong untuk yang berbeda, siswa cenderung kesulitan.

182 EduHumaniora: Vol. 8 No. 2, Juli 2016


Tabel 3
Deskripsi Skor Kemandirian Belajar Siswa
Kelas Data N Sd
Eksperimen Prescale 29 75,72 8,46
Postscale 29 78,72 7,47
N-Gain 29 0,086 0,27
Kontrol Prescale 31 74,37 8,49
Postscale 31 77,13 11,23
Sedangkan kemandirian belajar Azwar (2012, hlm.3) bahwa respon yang
siswa, jika dilihat pada tabel 3 rata-rata diberikan oleh subjek terhadap stimulus
kelas eksperimen dan kelas kontrol tidak dalam skala psikologi dipengaruhi variabel-
terlalu berbeda. Hasil uji perbedaan rata- variabel yang tidak relevan seperti suasana
rata dengan menggunakan uji t’, dimana hati, gangguan kondisi, situasi sekitar, dan
hasilnya adalah H0 diterima. Ini berarti semacamnya.
tidak terdapat perbedaan kemandirian
belajar siswa yang memperoleh KESIMPULAN
pembelajaran menggunakan multimedia Berdasarkan hasil analisis dan
interaktif dengan siswa yang memperoleh pembahasan sebagaimana diuraikan pada
pembelajaran konvensional. Hal ini bab IV, maka sejumlah kesimpulan dapat
disebabkan karena waktu penelitian yang diutarakan sebagai berikut:
dilakukan relatif singkat hanya lima kali 1. Terdapat perbedaan peningkatan
pertemuan. Sehingga aspek-aspek kemampuan pemahaman matematis
kemandirian belajar yang diinginkan sulit antara siswa yang memperoleh
untuk dikembangkan. Ada dua faktor yang pembelajaran menggunakan
mempengaruhi kemandirian belajar siswa multimedia interaktif dengan siswa
yaitu faktor dari dalam dan dari luar. Faktor yang memperoleh pembelajaran
dari dalam diri siswa yaitu kebiasan siswa, konvensional. Peningkatan
kondisi fisiologis, dan psikologis. kemampuan pemahaman matematis
Meskipun guru menciptakan suasana siswa yang memperoleh pembelajaran
belajar semenarik mungkin, jika siswa menggunakan multimedia interaktif
tersebut belum siap menerima pelajaran lalu lebih baik daripada siswa yang
dipaksakan, yang ada hanya rasa bosan atau memperoleh pembelajaran secara
kejenuhan. Sedangkan faktor yang datang konvensional.
dari luar adalah lingkungan, baik di sekolah, 2. Terdapat perbedaan peningkatan
rumah, dan di masyarakat. Seperti yang kemampuan komunikasi matematis
disampaikan oleh Ormord (2009, hlm. 5) antara siswa yang memperoleh
bahwa belajar merupakan sutu proses pembelajaran menggunakan
internal yang mungkin atau mungkin juga multimedia interaktif dengan siswa
tidak menghasilkan perubahan perilaku, yang memperoleh pembelajaran
dapat diartikan bahwa hasil pembelajaran konvensional. Peningkatan
yang baru tidak selalu terlihat saat itu juga, kemampuan komunikasi matematis
melainkan bisa tercermin dalam perilaku siswa yang memperoleh pembelajaran
siswa kelak di kemudian hari. Selain itu, menggunakan multimedia interaktif
kondisi siswa pada saat mengisi angket juga lebih baik daripada siswa yang
turut berpengaruh terhadap hasil yang memperoleh pembelajaran secara
diperoleh. Seperti yang dikemukakan oleh konvensional.

Setyarini Purnamasari & Tatang Herman: Penggunaan Multimedia Interaktif 183


3. Tidak terdapat perbedaan peningkatan Kariuki, P. N. & Morris, D. K. (2013). The
kemandirian belajar antara siswa yang Relationship between Reading
memperoleh pembelajaran Comprehension and Conceptual
menggunakan multimedia interaktif Mathematics of Third Grade
dengan siswa yang memperoleh Students at a Selected Elementary
pembelajaran konvensional. School. The Annual Conference of
The Mid South Educational
DAFTAR PUSTAKA Research Association. (hlm. 1-24).
Alam, B. I. (2012). Peningkatan Florida.
kemampuan pemahaman dan Leh, J. M., & Jitendra, A. K. (2012). Effects
komunikasi matematika siswa SD of computer-mediated versus
melalui pendekatan Realistic teacher-mediated instruction on the
Mathematics Education (RME). mathematical word problem-solving
Seminar Nasional Matematika dan performance of third-grade students
Pendidikan Matematika (Hlm. 149- with mathematical difficulties.
164). Yogyakarta: UNY. ISBN: Learning Disability Quarterly,
978-979-16353-8-7. 36(2), 68-79. DOI:
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet 10.1177/0731948712461447.
Indonesia. 2015. Statistik Pengguna Milovanovik, M., Obradovic, J., & Milajic,
Game Online di Indonesia. A. (2013). Application of interactive
[Online], diakses dari multimedia tools in teaching
www.apjii.or.id. mathematics – examples of lessons
Azwar, S. (2012). Penyusunan Skala from geometry. The Turkish Online
Psikologi edisi 2. Yogyakarta: Journal of Educational Technology,
Pustaka Pelajar. 12 (1), 12-31.
Blair, C. (2003). Self-Regulation and Nuryadi. (2010). Pembelajaran Matematika
School Readiness. ERIC Berbasis IT menuju ke
Clearinghouse on Elementary and Pembelajaran e-Learning untuk
Early Childhood Education menciptakan pembelajaran yang
Champaign IL. [Online], diakses aktif, konstruktif dan lingkungan
dari www.eric.ed.gov. anak yang “melek teknologi”.
Creswell, J. W. (2012). Educational Seminar nasional Pendidikan UNM,
Research: Planning, Conducting, (hlm. 1-14).
and Evaluating Quantitative and Ompusunggu, V.D. (2014). Peningkatan
Qualitative Research. Boston: kemampuan pemahaman matematik
Pearson. dan sikap positif terhadap
Depdiknas. 2006. Peraturan Menteri matematika siswa SMP Nasrani 2
Pendidikan Nasional RI No. 22 Medan melalui pendekatan Problem
Tahun 2006 Tentang Standar Isi Posing. Jurnal Saintech, 6(4), 93-
untuk Satuan Pendidikan Dasar dan 105. ISSN: 2086-9681.
Menengah. Jakarta: Depdiknas. Ormord, J. E. (2008). Psikologi Pendidikan
Guha, S. & Leonard, J. (2002). Motivation Membantu Siswa Tumbuh dan
in elementary mathematics: How Berkembang Edisi Keenam.
students and teachers benefit from (Terjemahan oleh Prof. Dr. Amitya
computers. TechTrends, 46 (1), 40- Kumara). Educational Psychology
43. Developing Learners. Jakarta:
Hidayat, S. (2013). Pengembangan Erlangga.
Kurikulum Baru. Bandung: PT. Qohar, A. dan Sumarmo, U. (2013).
Remaja Rosdakarya. Improving mathematical

184 EduHumaniora: Vol. 8 No. 2, Juli 2016


communication ability and self Disposisi Matematik dalam
regulation learning of yunior Pembelajaran Matematika. Seminar
students by using reciprocal Pendidikan Matematika. NTT.
teaching. IndoMS.J.M.E, 4(1), 59- Umar, W. (2012). Membangun
74. Kemampuan Komunikasi
Seo, Y. J. & Bryant, D. (2010). Multimedia Matematis dalam Pembelajaran
CAI Program for Students with Matematika. Jurnal Ilmiah Program
Mathematics Difficulties. Remedial Studi Matematika STKIP Siliwangi
and Special Education, 33 (4), 217- Bandung, 1 (1), 1-9.
225. DOI: Vrieling, Emmy. (2012). Consequences of
10.1177/0741932510383322. increased self-regulated learning
Steelman. (2005). Multimedia Make it opportunities on student teachers’
Mark. Learning and Leading with motivation and use of metacognitive
Technology, hal. 16-19. skills. Australian Journal of
Sumarmo, U. (2012). Pendidikan Karakter Teacher Education. 37 (6), 102-117.
serta Pengembangan Berpikir dan

Setyarini Purnamasari & Tatang Herman: Penggunaan Multimedia Interaktif 185

You might also like