You are on page 1of 18

Prosiding PPI Standardisasi 2009 - Jakarta, 19 November 2009

CAPAIAN PROGRAM STANDARDISASI BIDANG BAHAN


KONSTRUKSI BANGUNAN DAN REKAYASA SIPIL DALAM
PENYELENGGARAAN INFRASTRUKTUR KE-PU-AN (2004 - 2008)
Oleh
Agus Taufik Mulyono1

Abstract
Standardization program is sistemic process consisting of formulation, dissemination,
application, monitoring, and evaluation of standards and guidelines which are be to
implemented in cooperation with all parties. Standardization program in the future is not only
the responsibility of related technical institutions, but must also be taken into consideration by
all stakeholders as the development of infrastructures is a complicated process in terms of :
(1) quality assurance from stages of study, design, construction, until operation and
maintenance; (2) awareness and uniformity of quality nationally; (3) development of
resources continuously in accordance with the development of science-technology and the
local autonomy. The number of national design standards (SNI) of Public Works related
infrastructure development today is 752 SNI, consisting of 436 SNI in the field of construction
materials and 326 SNI in civil engineering design (73 SNI in water resources, 70 SNI in roads
and highways, and 173 SNI in buildings). This paper evaluates the progress of the
standardization program (formulation, dissemination, application, and monitoring) of
construction materials and civil engineering of Public Works related infrastructure
development.
Data was obtained from field survey and interview to all stakeholders, and secondary
data (in the 2004-2008 period) from related institutions, namely Center for RD (research and
development) and Directorates General within Ministry of Public Works, local technical
institutions, professional associations, practitioners, universities, and NGOs.
The performance of SNI formulation can be seen from the progress that the number
of new and revised SNI agreed to be endorsed was not more than 50% of proposed new and
revised SNI which affects the delay of targeted 304 revisions of SNI or 60 SNI per year in the
2004 - 2008 period. The performance of dissemination program showed that the number of
locations of dissemination was not more than 51.5% of provinces or not more than 3.6% of
kabupatens/kotas. With respect to the number of dissemination participants the rate was not
more than 78% of targeted participants. The performance of the implementation of SNI
showed that the implementation rate was much lower than 50% of SNI used for references in
contract documents. The performance of monitoring program showed that the
implementation rate of SNI for laboratory tests of soils and rocks, construction materials, and
water were under 40% of recommended SNI. Besides, the monitoring also showed that
almost 50% of quality tests have not undertaken KAN proficiency tests.

Keywords : standardization, formulation, dissemination, implementation, SNI

1
Dosen Jurusan Teknik Sipil & Lingkungan FT-UGM dan Peneliti Senior Pusat Studi Transportasi dan
Logistik UGM

1
Prosiding PPI Standardisasi 2009 - Jakarta, 19 November 2009

I. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

Penyelenggaraan infrastruktur ke-PU-an (sumber daya air, ke-binamarga-an, ke-


ciptakarya-an, dan penataan ruang) sangat terkait dengan beberapa aspek sebagai
elemen penting dari infrastruktur itu sendiri, seperti SDM, peralatan, material, metode
kerja, kelembagaan, standardisasi beserta diseminasi dan distribusinya. Aspek-
aspek tersebut perlu dipersiapkan secara matang agar nantinya tercipta suatu
infrastruktur yang handal, aman, selamat, efisien, efektif dan berkesinambungan.
Sementara ini, Undang-Undang RI nomor 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi,
tidak menyebutkan secara tegas perlunya merujuk penggunaan SPM (SNI,
pedoman, manual) dalam pelaksanaan konstruksi. Undang-undang tersebut hanya
memberikan suatu isyarat perlunya penyelenggaraan konstruksi yang wajib
memenuhi ketentuan tentang keteknikan, keamanan, keselamatan dan kesehatan
kerja, perlindungan tenaga kerja serta tata lingkungan setempat untuk menjamin
terwujudnya tertib penyelenggaraannya. Namun demikian apa yang tersirat dalam
ketentuan tersebut sudah mengindikasikan perlunya kesamaan penjaminan mutu
konstruksi, sehingga langkah berikutnya dalam Keputusan Presiden (Keppres) RI
nomor 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, dalam
Pasal 40 (3) disebutkan bahwa dalam perjanjian kerjasama wajib mencantumkan
persyaratan penggunaan SNI atau standar lain yang berlaku dan/atau standar
internasional yang setara yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang. Oleh
karenanya diperlukan program penyelenggaraan standardisasi yang sistemik,
hierarkis dan komprehensif untuk mewujudkan infrastruktur ke-PU-an yang handal,
aman, selamat, efisien dan efektif serta berkelanjutan. Meskipun sudah 752 SNI
bidang bahan konstruksi bangunan dan rekaya sipil disahkan pemberlakuannya oleh
BSN, tetapi masih banyak fenomena penyimpangan mutu di lapangan, antara lain:
(1) sering terjadi ketidaktepatan pemberlakuan standar mutu sehingga berdampak
kegagalan mutu infrastruktur ke-PU-an; (2) mismanajemen dalam implementasi SPM
antara pelaksana, pengawas, dan pemilik pekerjaan; (3) kelemahan monitoring dan
evaluasi terhadap implementasi SPM, sehingga berdampak makin lemahnya
kesadaran, keseragaman, dan penjaminan mutu. Sementara ini, tantangan dan
kesulitan dalam implementasi program standardisasi, adalah: (1) keterbatasan
kompetensi SDM; (2) keterbatasan kehandalan alat uji mutu dan kualitas material
lokal; (3) intervensi kearifan lokal; (4) rendahnya tingkat kepatuhan penggunaan
SPM nasional; (6) belum tercapainya keseragaman mutu secara nasional pada jenis
konstruksi yang sama; dan (7) monitoring dan evaluasi masih dilakukan secara
parsial yang terpusat di wilayah tertentu. Dengan demikian, salah satu langkah awal
yang perlu dilakukan adalah menganalisis tingkat capaian program standardisasi
(perumusan, pemasyarakatan, penerapan, dan pemantauan) SNI periode 2004 -
2008. Hasil evaluasi capaian program standardisasi 2004 - 2008 tersebut dapat
menjadi umpan balik untuk perbaikan program standardisasi 5 (lima) tahun ke depan

2
Prosiding PPI Standardisasi 2009 - Jakarta, 19 November 2009

(2010 - 2014) dalam rangka mempercepat kesadaran, keseragaman, dan


penjaminan mutu konstruksi.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Standardisasi adalah proses merumuskan, menetapkan dan merivisi standar, yang


dilaksanakan secara tertib dan bekerjasama dengan semua pihak (Peraturan
Pemerintah RI nomor 102 tahun 2000). Balitbang Dep.PU (2008;2009) telah
menjadikan program standarisasi sebagai salah satu tugas pokok yang meliputi
beberapa program aksi, antara lain: (1) perumusan standar; (2) pemasyarakatan
(sosialisasi dan diseminasi) standar; (3) penerapan (implementasi) standar, termasuk
advise teknik permasalahan standar di lapangan; dan (4) pemantauan (monitoring
dan evaluasi) standar.
Proses dan tahapan perumusan SNI telah mengikuti prosedur secara
berurutan, yaitu: (1) pencermatan kebutuhan SPM melalui diagram pohon (family
tree) bidang infrastruktur ke-PU-an; (2) kajian naskah akademik; (3) kajian subpantek
(rapat teknis dan konsensus); (4) pemutakhiran pantek dalam bentuk RSNI maupun
pedoman; (5) jajak pendapat (public hearing) terhadap stakeholder terkait; (6) proses
penetapan ke BSN; dan (7) pemberlakuan SNI. Mulyono (2007;2009) dan Aiken &
Cavallini (1994) menyimpulkan bahwa capaian program perumusan standardisasi
dapat diukur dari perbandingan jumlah SNI baru atau revisi yang disetujui sampai
tahapan penetapan terhadap jumlah SNI baru atau revisi yang diusulkan.
Beberapa aspek penting yang melatabelakangi sosialisasi atau diseminasi
SPM adalah kesenjangan antara percepatan perkembangan teknologi yang ada
dengan tingkat kebutuhan dan kemampuan masyarakat (para pengguna) yang
memerlukannya. Oleh karenanya perlu dibangun komunikasi yang baik dan langsung
antara NSPM (norma, standar, pedoman, manual) dan penyelenggara pembangunan
infrastruktur ke-PU-an agar diperoleh keseragaman mutu secara nasional, yang
tentunya harus melibatkan peranan Pemerintah Pusat, Pemerintah
Propinsi/Kabupaten/Kota serta pihak lain yang terkait. Mulyono (2007;2009) dan
Haryono (2005) merumuskan bahwa capaian program pemasyarakatan (sosialisasi)
standardisasi dapat diukur dari: (1) tingkat kehadiran jumlah peserta terhadap target;
(2) tingkat representasi lokasi penyelenggaraan sosialisasi terhadap cakupan
wilayah; (3) tingkat penyampaian jumlah modul sosialisasi terhadap modul yang
tersedia.
Penerapan standardisasi lebih ditekankan pada aspek penggunaan SPM
bidang bahan konstruksi bangunan dan rekayasa sipil sebagai standar rujukan
dalam dokumen kontrak pekerjaan penyelenggaraan infrastruktur ke-PU-an. Mulyono
(2007; 2009) dan Yates & Aniftos (1998) merumuskan bahwa capaian penerapan
standardisasi dapat diukur dari perbandingan jumlah penggunaan SPM sebagai
standar rujukan dalam dokumen kontrak terhadap jumlah SPM yang berlaku

3
Prosiding PPI Standardisasi 2009 - Jakarta, 19 November 2009

Kegiatan pemantauan SPM merupakan kegiatan monitoring dan evaluasi


terhadap penerapan SPM di lapangan, yang pada prinsipnya terdiri atas: (1) inspeksi
mendadak (sidak) untuk melakukan uji mutu di lapangan berdasarkan SNI tertentu;
(2) survei wawancara responden tentang kinerja implementasi SNI dan selanjutnya
dilakukan penilaian. Mulyono (2007;2009) merumuskan tingkat capaian monitoring
dan evaluasi standardisasi dapat diukur dari: (1) perbandingan jumlah SNI yang
dapat direkomendasikan terhadap utilisasi laboratorium uji mutu; (2) jumlah jenis
pengujian mutu yang mendapatkan sertifikasi profisiensi KAN (Komite Akreditasi
Nasional).

III. KEBUTUHAN DATA ANALISIS

Hasil analisis capaian program standardisasi dapat memberikan manfaat umpan


balik yang konstruktif bagi Balitbang Departemen Pekerjaan Umum dalam mencapai
efektivitas perumusan, pemasyarakatan, penerapan dan pemantauan SPM bidang
bahan konstruksi bangunan dan rekayasa sipil untuk mewujudkan penyelenggaraan
infrastruktur ke-PU-an yang handal dan berdaya saing tinggi. Oleh karenanya
diperlukan dukungan data dari institusi terkait khususnya di lingkungan Departemen
Pekerjaan Umum, antara lain: Balitbang (Puslitbang: Sumber Daya Air, Jalan dan
Jembatan, Permukiman, serta Sebranmas), Ditjen Sumber Daya Air, Ditjen Bina
Marga, Ditjen Cipta Karya, Ditjen Tata Ruang, dan BPK-SDM. Selain data sekunder,
juga dilakukan kompilasi data wawancara langsung dengan stakeholder yang
berkaitan dengan penyelenggaraan infrastruktur ke-PU-an di beberapa wilayah
provinsi yang merepresentasikan wilayah Indonesia.

IV. HASIL KAJIAN DAN PEMBAHASAN

Capaian Perumusan Standardisasi Penyelenggaraan Infrastruktur


ke-PU-an
Sampai akhir tahun 2009, jumlah SPM bidang bahan konstruksi bangunan adalah
492 standar (48,0%) dan bidang rekayasa sipil sejumlah 532 standar (52,0%),
sehingga yang sudah dirumuskan sejumlah 1024 standar. Jika ditinjau dari jenis
SPM, 1024 standar terdiri atas: 752 (73,0%) SNI, dan 272 (27,0%) Pedoman
Teknis. Hal ini menggambarkan bahwa standardisasi nasional sudah menunjukkan
perkembangan yang lebih baik karena jumlah SNI-nya lebih banyak daripada
pedoman teknis. Dari sejumlah 1024 standar tersebut, dapat dirinci berdasarkan
bidang kegiatan infrastruktur ke-PU-an yang terdiri atas: (1) bidang umum atau
bahan konstruksi bangunan sejumlah 492 standar (48,0%); (2) bidang sumber daya
air sejumlah 126 standar (12,0%); (3) bidang ke-binamarga-an sejumlah 126
standar (12,0%); (4) bidang ke-ciptakarya-an sejumlah 275 standar (27,0%); dan (5)
bidang penataan ruang sejumlah 5 standar (1,0%). Kondisi tersebut
mengindikasikan bahwa persyaratan mutu material bersifat mutlak, karenanya

4
Prosiding PPI Standardisasi 2009 - Jakarta, 19 November 2009

jumlah standar bidang bahan konstruksi bangunan jauh lebih banyak daripada
standar bidang rekayasa sipil, sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 1. Jika
ditinjau dari jenis SNI, maka 752 SNI yang telah dirumuskan masih didominasi jenis
Metode Uji sejumlah 424 (56,0%), diikuti Tata Cara 184 (25,0%) dan Spesifikasi 144
(19,0%), hal ini menggambarkan bahwa standar metode uji lebih banyak digunakan
untuk menguji standar kualitas bahan konstruksi bangunan yang berlaku di semua
bidang infrastruktur ke-PU-an, sedangkan Tata Cara dan Spesifikasi lebih fokus
mendominasi keperluan standardisasi pelaksanaan metode kerja di lapangan (lihat
Gambar 2). Jika ditinjau dari bidang infrastruktur ke-PU-an, maka dari 752 SNI yang
sudah dirumuskan, dapat dirinci bahwa: hampir 60,0% pada bidang bahan
konstruksi bangunan, sisanya (40,0%) akan dipenuhi oleh bidang ke-ciptakarya-an
sebesar 23,0%; dikuti bidang sumber daya air sebesar 10,0%; dan bidang ke-
binamarga-an sebesar 9,0% (lihat Gambar 3). Secara umum hasil perumusan
standardisasi belum mampu menjawab proses perkembangan rekayasa sipil di
lapangan, beberapa indikator capaiannya adalah: (1) dari 752 SNI yang ada, lebih
dari 50,0% SNI yang ada merupakan SNI umum (bahan konstruksi bangunan)
sehingga SNI yang berkaitan dengan SIDCOM (rekayasa sipil) masih jauh dari yang
diharapkan. Kekurangan SNI bidang rekayasa sipil harus segera dituntaskan agar
ada kepastian penjaminan dan keseragaman mutu konstruksi untuk mensukseskan
performance based contract dengan target rekayasa konstruksi dapat mencapai
performance related standard.

Gambar 1 Distribusi SPM Berdasarkan Bidang Pekerjaaan Infrastruktur


ke-PU-an

Gambar 2 Distribusi Jenis SNI Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa


Sipil

5
Prosiding PPI Standardisasi 2009 - Jakarta, 19 November 2009

Gambar 3 Distribusi SNI Berdasarkan Bidang Infrastruktur ke-PU-an

Perkembangan permasalahan teknis di lapangan berdampak perubahan dan


pemutakhiran SPM, khususnya peningkatan mutu substansi SNI yang dikaitkan
dengan kebijakan otonomi daerah yang sering mengintervensi utilisasi material dan
alat berat. Jika dilihat dari perbandingan usulan SNI baru dan revisi terhadap
abolisinya, pada tiap bidang infrastruktur ke-PU-an menunjukkan bahwa revisi SNI
lebih mendominasi hampir 7x daripada usulan SNI baru dan abolisi SNI (lihat Tabel
1). Dalam periode 2004-2008, telah dilakukan usulan 41 SNI baru, usulan revisi 304
SNI lama,dan abolisi 59 SNI lama. Jika dilihat proses perumusan yang harus dilalui
dari rapat konsesus sampai tahapan penetapan oleh BSN (lihat Tabel 2), ternyata
tingkat capaian jumlah SNI baru atau revisi yang disetujui sampai tahapan
penetapan tidak lebih dari 50,0% terhadap sejumlah SNI baru atau revisi yang
diusulkan. Tingkat capaian proses penetapan terendah adalah SNI bidang sumber
daya air (8,0%), diikuti bidang binamarga (44,0%), dan bidang ciptakarya (46,0%),
sehingga berdampak keterlambatan untuk revisi 304 SNI atau 60 SNI per tahun
selama periode 2004-2008. Beberapa faktor penyebab rendahnya tingkat capaian
proses penetapan SNI tersebut, adalah: (1) belum semua stakeholder
merepresentasikan kepentingannya dalam merumuskan substansi SNI; (2)
perwakilan akademisi maupun asosiasi profesi belum mencerminkan kualitas jenjang
pendidikan yang sama antar wilayah di Indonesia; (3) sering rapat pembahasan tidak
dihadiri quorum tim perumus yang disyaratkan; (4) proses perumusan standar sering
tidak sempat disosialisasikan kepada masyarakat standar (mastan); dan (5) kesulitan
mencari kesediaan pakar sebagai pantek dan subpantek perumusan standar, karena
adanya keterbatasan dana dan waktu penyelenggaraannya yang belum dapat
disepakati.
Tabel 1 Perbandingan Usulan SNI Baru, Revisi dan Abolisi SNI
Subbidang Usulan SNI Usulan Revisi Usulan Abolisi
Infrastruktur Baru Sni SNI
sumber daya air 15 126 16
bina marga 14 125 10
cipta karya 12 53 33
jumlah 41 304 59
Sumber: Balitbang Dep.PU (2004 – 2008), diolah (2009)

6
Prosiding PPI Standardisasi 2009 - Jakarta, 19 November 2009

Tabel 2 Perbandingan Capaian Jumlah SNI pada Tiap Proses Perumusan


Standardisasi
Belum Diproses Rapat Rapat Jajak Penetapan
subbidang
(%) Konsensus Pantek Pendapat BSN
Infrastruktur
(%) (%) (%) (%)
sumber daya air 22,0 40,0 18,0 12,0 8,0
bina marga 31,0 0,0 14,0 11,0 44,0
cipta karya 5,0 0,0 41,0 8,0 46,0
Sumber: Balitbang Dep. PU (2004 – 2008), diolah (2009)

Capaian Pemasyarakatan Standardisasi Penyelenggaraan Infrastruktur


ke PU-an
Pemasyarakatan standardisasi bidang bahan konstruksi bangunan dan rekayasa
sipil dilakukan dengan penyebaran simpul layanan informasi SPM dan sosialisasi
SPM langsung kepada stakeholder. Penetapan lokasi penyelenggaraan sosialisasi
SPM didasarkan atas permintaan pemerintah provinsi yang dikaitkan dengan
beberapa kendala dan tantangan di wilayah (daerah), antara lain: (1) keterbatasan
SDM dalam penguasaan materi standar-standar teknis dalam penyelenggaraan
infrastruktur ke-PU-an; (2) banyaknya temuan kesalahan teknis dan kesalahan
prosedur kerja oleh tim audit; (3) banyaknya kasus-kasus lapangan yang secara
teknik sangat memerlukan advise dan peningkatan capacity building bidang
infrastruktur ke-PU-an; (4) kesulitan mencapai keseragaman mutu konstruksi dalam
satu wilayah yang ditangani. Tabel 3 menyajikan lokasi penyelenggaraan sosialisasi
SPM tahun 2006 - 2008 di beberapa ibukota provinsi. Ke depan, alangkah tepatnya
jika sosialisasi SPM dapat dilakukan di kabupaten/kota sehingga pencapaian
keseragaman mutu makin berakar sampai di tingkat daerah. Jika dilihat dari sebaran
lokasi tersebut, mengindikasikan bahwa sosialisasi SPM belum merata di semua
wilayah, misalnya di Sulawesi, hanya dilaksanakan dalam satu tempat saja, yaitu
Makasar (2007), sementara wilayah kepulauan tersebut memiliki kompleksitas
permasalahan infrastruktur yang lebih kompleks daripada Mataram dan Kupang.
Tingkat capaian lokasi penyelenggaran sosialisasi SPM baru mencapai 51,5% dari
seluruh wilayah propinsi atau 3,6% dari seluruh wilayah kabupaten/kota. Hal ini
mengindikasikan masih besar tantangan sosialisasi SPM atau makin panjang
langkah untuk mencapai keseragaman mutu secara nasional, sehingga perlu
penekanan wajib penggunaan SPM nasional sebagai standar teknis di negeri
sendiri.
Tabel 3 Capaian Lokasi Penyelenggaraan Sosialisasi SPM
Wilayah Kepulauan 2006 2007 2008
Sumatera Bengkulu - Banda Aceh
Jambi (Tanjung Jabung) Padang
Jawa dan Bali Semarang Jakarta Jakarta
Jakarta Surabaya Surakarta

7
Prosiding PPI Standardisasi 2009 - Jakarta, 19 November 2009

Wilayah Kepulauan 2006 2007 2008


Yogyakarta
Bali
Kalimantan - Banjarmasin -
Sulawesi Samarinda Makasar -
Kepulauan wilayah -
timur Kupang Mataram -
Jumlah Lokasi 6 5 6
Tingkat capaian lokasi penyelenggaraan terhadap jumlah provinsi = 51 ,5 %
Tingkat capaian lokasi penyelenggaraan terhadap jumlah kabupaten / kota = 3,6 %
Sumber : Balitbang Dep.PU (2004-2008), diolah (2009)

Tabel 4 menunjukkan bahwa selama periode tahun 2004 - 2008, sosialisasi


SPM dilaksanakan dalam 3 (tiga) kelas utama, kelas SDA, kelas BMG, dan kelas
CKA. Kelas SDA membahas aspek teknis yang berkaitan dengan infrastruktur ke-
air-an, dalam 3 (tiga) kali penyelenggaraannya telah diikuti 335 peserta, sehingga
tingkat capaiannya 77,5%. Kelas BMG membahas aspek teknis yang berkaitan
dengan infrastruktur ke-binamarga-an, dalam 3 (tiga) kali penyelenggaraannya telah
diikuti 251 peserta, sehingga tingkat capaiannya 69,7%. Kelas CKA membahas
aspek teknis yang berkaitan dengan infrastruktur ke-ciptakarya-an, dalam 3 (tiga)
kali penyelenggaraannya telah diikuti 406 peserta, sehingga tingkat capaiannya
80,6%. Sebelum dilaksanakan sosialiasi per bidang infrastruktur ke-PU-an, diawali
dengan kelas penjelasan umum tentang bahan konstruksi bangunan dan rekayasa
sipil, selama 3 (tiga) kali penyelenggaraaan sosialisasi sudah diikuti 595 peserta,
sehingga tingkat capaiannya 50,1%. Dari ketiga kelas tersebut yang paling baik
tingkat capaiannya adalah kelas CKA karena infrastruktur ke-ciptakarya-an
berkaitan langsung dengan kebutuhan primer papan hidup manusia sehingga
peserta sangat antusias untuk mengikutinya mulai standar dasar sampai teknik
terinci. Jumlah modul sosialisasi SPM yang tersedia sejumlah 83 modul, sementara
yang direalisasikan hanya 53 modul, sehingga tingkat capaian penyampaian modul
sosialisasi SPM tidak lebih dari 63,1%.
Tabel 4 Capaian Distribusi Peserta Sosialisasi SPM
Wilayah Materi Sosialisasi
Tahun
Kepulauan Umum SDA BMG CKA
Sumatera:
Banda Aceh 2008 - - - 39
Padang 2008 - - - 40
Bengkulu 2006 0 25 20 32
Jambi 2006 63 3 4 5
Jawa dan Bali:
Jakarta 2006 38 15 18 18
Jakarta 2007 90 - - -
Jakarta 2008 - - - 60
Semarang 2006 7 23 28 12

8
Prosiding PPI Standardisasi 2009 - Jakarta, 19 November 2009

Wilayah Materi Sosialisasi


Tahun
Kepulauan Umum SDA BMG CKA
Surakarta 2008 - 50 - -
Yogyakarta 2008 - - - 37
Surabaya 2007 105 30 36 43
Bali 2008 - 33 - -
Kalimantan:
Samarinda 2006 28 45 42 13
Banjarmasin 2007 90 35 30 35
Sulawesi:
Makasar 2007 85 27 30 28
Kepulauan wilayah
timur:
Mataram 2007 82 28 17 38
Kupang 2006 7 21 26 6
Jumlah Peserta 595 335 251 406
Tingkat capaian peserta
50,1 % 77,5 % 69,7 % 80,6 %
terhadap target
Sumber : Balitbang Dep.PU, diolah (2009)

Capaian Penerapan Standardisasi Penyelenggaraan Infrastruktur


ke-PU-an
Jumlah SPM yang digunakan sebagai standar rujukan dalam dokumen kontrak telah
dikompilasi dari sejumlah 60 dokumen kontrak dari tiap kelompok pekerjaan sesuai
bidang infrastruktur ke-PU-an yang diteliti. Tabel 5 menjelaskan tentang tingkat
capaian rata-rata pemakaian SPM sebagai standar rujukan dalam dokumen kontrak
terhadap jumlah SPM sejenis yang tersedia, masing-masing untuk bidang sumber
daya air, ke-binamarga-an, dan ke-ciptakarya-an. Tingkat capaian rata-rata
penggunaan SNI umum jenis Tata Cara pada bidang sumber daya air sebesar
43,96% memiliki perbedaan yang cukup signifikan dibandingkan dengan
penggunaan jenis SNI yang lain. Berbeda dengan bidang ke-binamarga-an, tingkat
capaian rata-rata penggunaan SNI khusus jenis Metode Uji, Tata Cara, dan
Spesifikasi, masing-masing berimbang satu sama lain, yaitu: 37,54%; 35,76%;
36,47%; dan cukup signifikan jika dibandingkan dengan penggunaan jenis SNI yang
lain.
Pola pada bidang ke-binamarga-an, juga diikuti oleh bidang ke-ciptakarya-an.
Tingkat capaian rata-rata penggunaan SNI khusus jenis Metode Uji pada bidang ke-
ciptakarya-an sebesar 42,89% memiliki perbedaan yang cukup signifikan
dibandingkan dengan penggunaan jenis SNI yang lain. Pekerjaan bidang sumber
daya air memiliki tingkat capaian penggunaan SNI umum yang lebih signifikan (rata-
rata 39,78%) daripada bidang ke-binamarga-an (rata-rata 21,05%) dan ke-
ciptakarya-an (rata-rata 23,22%). Sebaliknya tidak terjadi demikian pada tingkat
capaian penggunaan SNI khusus (rekayasa sipil). Pekerjaan bidang ke-binamarga-
an memiliki tingkat capaian penggunaan SNI khusus yang lebih signifikan (rata-rata
36,59%) daripada bidang sumber daya air (rata-rata 22,87%) dan ke-ciptakarya-an

9
Prosiding PPI Standardisasi 2009 - Jakarta, 19 November 2009

(rata-rata 32,73%). Dengan demikian secara berurutan dapat disimpulkan bahwa


tingkat capaian penggunaan SNI rekayasa sipil dalam dokumen kontrak bidang ke-
binamarga-an lebih baik daripada ke-ciptakarya-an dan sumber daya air.
Sedangkan SNI bahan konstruksi bangunan, tingkat capaian penggunaannya pada
bidang sumber daya air jauh lebih baik daripada bidang ke-ciptakarya-an dan
bidang ke-binamarga-an.
Jika ditinjau dari penggunaan Pedoman Teknis dalam dokumen kontrak,
tingkat capaian penggunaan Pedoman umum (berkaitan bahan konstruksi
bangunan) yang paling signifikan pada bidang sumber daya air (48,97% dari jumlah
pedoman umum yang tersedia) dariapada bidang ke-binamarga-an (13,29% dari
jumlah pedoman umum yang tersedia) dan bidang ke-ciptakarya-an (12,39% dari
jumlah pedoman umum yang tersedia). Demikian juga penggunaan Pedoman
khusus (berkaitan dengan rekayasa sipil), tingkat capaian penggunaannya yang
paling signifikan pada bidang sumber daya air (44,44%) daripada bidang ke-
binamarga-an (26,20%) dan ke-ciptakarya-an (18,76%).
Secara umum menunjukkan bahwa tingkat capaian penggunaan SNI dan
atau Pedoman sebagai standar rujukan dalam dokumen kontrak jika dibandingkan
dengan jumlah SNI dan atau Pedoman sejenis yang tersedia, masih jauh di bawah
50,0%. Kondisi tersebut telah mengindikasikan bahwa masih banyak kendala dan
tantangan ke depan dalam menerapkan SNI dan atau Pedoman untuk menjadi tuan
rumah penjaminan mutu di negeri sendiri.
Tabel 5 Tingkat Capaian Rata-rata Penggunaan SPM Sebagai Standar Rujukan
dalam dokumen Kontrak Terhadap Jumlah SPM Sejenis yang Tersedia
SNI SNI SNI SNI
Umum Umum SNI Umum Khusus Khusus SNI Khusus Pedoman Pedoman
Bidang Metode Tata Spesifikasi Metode Tata Spesifikasi Umum Khusus
Uji Cara (%) Uji Cara (%) (%) (%)
(%) (%) (%) (%)
SDA 37.15 43.96 38.24 18.71 21.32 28.57 48.97 44.44
Bina
25.00 15.58 22.57 37.54 35.76 36.47 13.29 26.20
Marga
Cipta
25.48 20.69 23.51 42.89 31.08 24.2 12.39 18.76
Karya
Sumber : Balitbang Dep.PU (2004-2008), diolah (2009)

Capaian Pemantauan Standardisasi Penyelenggaraan Infrastruktur


ke-PU-an
Sampai tahun 2009, judul SNI dan Pedoman Teknik yang sudah dipublikasikan
mencapai sejumlah 1024 standar dan pedoman. Namun demikian, hasil capaian
penerapan SNI dan Pedoman tersebut dalam dokumen kontrak pekerjaan
infrastruktur ke-PU-an masih jauh di bawah 50,0%. Sementara ini, Pemerintah telah
melakukan upaya serius untuk melakukan diseminasi SPM kepada SDM dinas

10
Prosiding PPI Standardisasi 2009 - Jakarta, 19 November 2009

teknis daerah secara berkala dari tahun 2004-2008, serta pemberian advise teknik
di lapangan sesuai bidang infrastruktur yang dikelola. Beberapa hasil penelitian,
antara lain Mulyono (2007) menyebutkan bahwa peningkatan nilai investasi
pengelolaan jalan nasional tidak berpengaruh langsung terhadap peningkatan
kemantapan jalan karena banyak faktor-faktor eksternal dan internal yang tidak
diantisipasi selama pengelolaannya. Faktor internal lebih fokus pada bagaimana
mutu pelaksanaan dapat dicapai, sedangkan faktor eksternal lebih fokus bagaimana
pengendalian beban lalu lintas dan banjir spasial tidak menggenangi permukaan
jalan. Sejauh ini memang belum pernah dilakukan evaluasi pasca diseminasi SPM
terhadap kinerja SDM di daerah dikaitkan dengan performansi pelayanan
infrastruktur ke-PU-an, artinya apakah ada hubungan linier antara hasil diseminasi
SPM terhadap peningkatan mutu pelaksanaan konstruksi di daerah, sehingga biaya
pemeliharaannya menjadi lebih efisisen dan efektif.
Kegiatan pemantauan SPM merupakan kegiatan monitoring dan evaluasi
terhadap penerapan SPM di lapangan, yang pada prinsipnya terdiri atas:
(1) inspeksi mendadak (sidak) untuk melakukan uji mutu di lapangan berdasarkan
SNI tertentu; (2) survai wawancara responden tentang kinerja implementasi SNI
atau Pedoman Teknik dan selanjutnya dilakukan penilaian. Kegiatan inspeksi
mendadak (sidak) dilakukan untuk membina laboratorium daerah, yaitu dengan
menilai kinerja laboratorium dinas ke-PU-an di daerah yang meliputi laboratorium:
tanah dan batuan, bahan bangunan, dan air. Instansi yang dikunjungi adalah UPTD
Balai Pengujian dan Peralatan Konstruksi Balitbang maupun laboratorium dinas ke-
PU-an. Beberapa aspek yang dievaluasi adalah: (1) kondisi kinerja secara umum;
(2) peralatan dan bahan; (3) SDM atau teknisi laboratorium; (4) jenis pengujian yang
dapat direkomendasikan. Hasil evaluasi pemantauan SNI jenis Metode Uji bahan
konstruksi bangunan dapat ditunjukkan dalam Tabel 6.
Beberapa permasalahan penting yang dihadapi dalam monitoring dan
evaluasi penerapan SNI jenis Metode Uji, adalah: (1) pada umumnya hampir 50,0%
jenis pengujian mutu belum uji profisiensi KAN; (2) metode pengujian mutu hampir
25,0% masih menggunakan SNI versi lama, dan hampir 25,0% masih
memanfaatkan standar asing. Kondisi demikian mengindikasikan bahwa distribusi
informasi pemutakhiran SNI memang belum menyentuh sampai tatanan pelaksana
di lapangan dan masih banyak pengujian mutu yang belum terakreditasi sehingga
akurasi data belum merepresentasikan fenomena yang sesungguhnya.
Beberapa permasalahan pokok yang berkaitan dengan peralatan dan bahan
dalam evaluasi penerapan SNI metode uji, adalah: (1) pada umumnya hampir
50,0% dari peralatan uji mutu yang ada, belum pernah dikalibrasi; (2) tidak ada
program perbaikan dan pemeliharaan peralatan uji, secara reguler; (3) hampir
75,0% dari peralatan uji mutu yang ada, tidak memiliki rekaman tentang nama
pabrik, identifikasi tipe, nomor seri, spesifikasi teknis, tanggal dan nomor sertifikasi
kalibrasi; dan (4) hampir semua peralatan uji mutu belum memiliki buku rekam jejak
untuk mencatat kondisi alat setiap saat. Beberapa permasalahan pokok yang

11
Prosiding PPI Standardisasi 2009 - Jakarta, 19 November 2009

berkaitan dengan kondisi teknisi laboratorium dalam evaluasi penerapan SNI


metode uji, adalah: (1) umumnya jenjang pendidikannya masih jauh di bawah
diploma teknik, didominasi lulusan setingkat SLTA; (2) kompetensi keahlian cukup
baik untuk pelaksana uji mutu tetapi bukan keputusan analisisnya; (3) secara
keseluruhan menunjukkan bahwa jumlah teknisi belum cukup dengan kebutuhan
pengembangan laboratorium. Kondisi tersebut memperkuat dugaan penggunaan
SNI metode uji masih banyak versi lama, dengan capaian penggunaan SNI yang
masih di bawah 50,0%.
Hasil capaian monitoring dan evaluasi terhadap penerapan SNI metode uji
dalam pembinaan laboratorium di daerah, adalah:
Jika dibandingkan terhadap jumlah SNI metode uji yang tersedia di BSN
maka tingkat capaian SNI yang direkomendasikan untuk laboratorium tanah dan
batuan, bahan bangunan, dan air, masing-masing masih di bawah 40,0%
Jika dibandingkan terhadap jumlah SNI metode uji yang direkomendasikan
oleh tim evaluator, maka tingkat capaian SNI yang diterapkan untuk laboratorium
tanah dan batuan, bahan bangunan, dan air, masing-masing masih di bawah 75,0%
Jika dibandingkan terhadap jumlah SNI metode uji yang tersedia di BSN,
maka tingkat capaian SNI yang diterapkan untuk laboratorium tanah dan batuan,
bahan bangunan, dan air, masing-masing masih di bawah 20,0%
Hasil evaluasi tersebut mengindikasikan bahwa masih sangat rendah
penerpanan SNI khususnya jenis Metode Uji di laboratorium uji mutu di daerah,
karena: (1) lemahnya kompetensi dan jenjang pendidikan para teknisinya yang
didukung oleh kekurangan engineer pengendali mutu, sehingga masih banyak
penggunaan SNI versi lama; (2) lemahnya utilisasi alat uji mutu sehingga tuntutan
SNI tidak dapat dilakukan dengan peralatan yang tidak akurat; (3) banyak SNI
metode uji yang belum dikenal di laboratorium sehingga diperlukan program
capacity building bagi teknisinya melalui program training SPM; dan (4) SDM
penguji mutu di Daerah cenderung bersifat pasif, masih menunggu perintah Pusat,
sementara di dalam undang-undang terkait disebutkan harus sadar mutu.

Tabel 6 Evaluasi Pemantauan SNI di Laboratorium Pengujian Mutu di Daerah


Aspek Pemantauan Laboratorium Laboratorium
Laboratorium Air
Laboratorium Tanah dan Batuan Bahan Bangunan
Kinerja secara umum
Uji profisiensi KAN < 50% < 50% > 75%
Jenis pengujian mutu yang 6–8 8 – 10 8 – 10
didaftarkan KAN
SNI metode uji versi lama 25% 25% 30%
yang diterapkan
Standar asing yang 20% 20% 15%
diterapkan
Peralatan dan bahan
Uji kalibrasi alat < 50% < 50% > 75%

12
Prosiding PPI Standardisasi 2009 - Jakarta, 19 November 2009

Aspek Pemantauan Laboratorium Laboratorium


Laboratorium Air
Laboratorium Tanah dan Batuan Bahan Bangunan
Buku rekaman alat belum ada belum ada belum ada
Ketersediaan alat uji memadai memadai memadai
Ketersediaan bahan uji memadai memadai memadai
Teknisi Laboratorium
Jenjang pendidikan tertinggi D3 Teknik D3 Teknik D3 – Teknik
Kompetensi keahlian
Jumlah teknisi cukup cukup cukup
belum memadai belum memadai belum memadai
Jenis pengujian mutu yang
direkomendasikan
SNI metode uji yang 75 164 103
tersedia di BSN
SNI metode uji yang 16 43 42
direkomendasikan tim
evaluator
SNI metode uji yang 11 31 30
diterapkan di laboratorium
Capaian evaluasi
Capaian SNI metode uji 21,33% 25% 40,77%
yang direkomendasikan
Capaian SNI metode uji
yang diterapkan terhadap 68,75% 72,09% 71,43%
SNI yang
direkomendasikan
Capaian SNI metode uji
yang diterapkan terhadap 14,66% 18,90% 29,13%
SNI yang tersedia
Sumber : Balitbang Dep. PU (2004-2008), diolah (2009)

V. KESIMPULAN

Peningkatan program standardisasi bidang bahan konstruksi bangunan dan


rekayasa sipil harus mampu membangun budaya kesadaran, keseragaman dan
penjaminan mutu dalam penyelenggaraan infrastruktur ke-PU-an di semua wilayah
provinsi di Indonesia. Beberapa hasil capaian kinerja standardisasi yang dapat
dijadikan umpan balik dalam penyempurnaannya ke depan, dapat disimpulkan
sebagai berikut:
a) Kinerja perumusan standardisasi, menunjukkan bahwa: (1) tingkat capaian
jumlah SNI baru atau revisi yang disetujui sampai tahapan penetapan tidak
lebih dari 50,0% terhadap jumlah SNI baru atau revisi yang diusulkan; (2)
tingkat capaian proses penetapan terendah adalah SNI bidang sumber daya
air (8,0%), diikuti bidang ke-binamarga-an (44,0%), dan bidang ke-ciptakarya-
an (46,0%), sehingga berdampak keterlambatan untuk revisi 304 SNI atau 60
SNI per tahun selama periode 2004 - 2008; (3) dari 752 SNI yang ada, lebih

13
Prosiding PPI Standardisasi 2009 - Jakarta, 19 November 2009

dari 50,0% SNI merupakan SNI umum (bahan konstruksi bangunan) sehingga
SNI yang berkaitan dengan SIDCOM (rekayasa sipil) masih jauh dari yang
diharapkan.
b) Kinerja pemasyarakatan standardisasi, menunjukkan bahwa: (1) tingkat
capaian lokasi penyelenggaraan sosialisasi SPM terhadap jumlah provinsi
sebesar 51,5% atau 3,6% terhadap jumlah kabupaten/kota di Indonesia; (2)
tingkat capaian jumlah peserta sosialisasi SPM terhadap targetnya adalah: (i)
kelas umum (materi bahan konstruksi bangunan) mencapai 50,1%; (ii) kelas
SDA (materi ke-air-an) mencapai 77,5%; (iii) kelas BMG (materi ke-
binamarga-an) mencapai 69,7%; (iv) kelas CKA (materi ke-ciptakarya-an)
mencapai 80,6%; (3) tingkat capaian jumlah modul sosialisasi SPM sebesar
63,1% terhadap jumlah modul tersedia yang ditargetkan untuk
disosialisasikan.
c) Kinerja penerapan standardisasi, menunjukkan bahwa: (1) tingkat capaian
penggunaan SNI sebagai standar rujukan dalam dokumen kontrak masih
jauh di bawah 50,0% terhadap SNI sejenis yang berlaku; (2) rata-rata capaian
penggunaan SNI umum (bahan konstruksi bangunan) tertinggi pada bidang
sumber daya air sebesar 39,78%; (3) rata-rata capaian penggunaan SNI
khusus (rekayasa sipil) tertinggi pada bidang ke-binamarga-an dan ke-
ciptakarya-an, masing-masing 36,59% dan 32,73%.
d) Kinerja monitoring dan evaluasi standardisasi, menunjukkan bahwa: (1)
tingkat capaian penerapan SNI metode uji untuk laboratorium tanah dan
batuan, bahan bangunan, dan air, masing-masing di bawah 40,0% dari
sejumlah SNI metode uji yang direkomendasikan; (2) hasil pemantauan SNI
metode uji menunjukkan hampir 50,0% jenis pengujian mutu belum uji
profisiensi KAN pada laboratorium mutu di daerah; (3) metode pengujian mutu
di daerah hampir 25,0% masih menggunakan SNI metode uji versi lama, dan
hampir 25,0% masih menggunakan standar asing.

VI. SARAN TINDAK LANJUT

Secara umum hasil capaian program standardisasi bidang bahan konstruksi


bangunan dan rekayasa sipil masih jauh dari yang diharapkan sehingga diperlukan
saran tindak lanjut, antara lain: (1) penyusunan penajaman program standardisasi
(perumusan, pemasyarakatan, penerapan, pemantauan) bidang bahan konstruksi
bangunan dan rekayasa sipil dalam penyelenggaraan infrastruktur ke-PU-an; dan (2)
penyempurnaan family tree kebutuhan SPM dikaitkan dengan perkembangan
rekayasa ketekniksipilan di lapangan.

14
Prosiding PPI Standardisasi 2009 - Jakarta, 19 November 2009

VII. DAFTAR PUSTAKA

1. Aiken, R.J., and Cavallini, J.S. 1994. Standards: When Is It Too Much of a Good
Thing? Standard View, Vol. 2 (2), pp. 110-119
2. Badan Penelitian dan Pengembangan Dep. PU. 2009. Daftar SNI Bidang Bahan
Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil, Departemen Pekerjaan Umum.
Jakarta
3. -------. 2008. Pengkajian Efektivitas Penerapan Standar dalam Penyelenggaraan
Infrastruktur Bidang Pekerjaan Umum, Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta
4. -------. 2008. Pemutakhiran Standar, Pedoman dan Manual, Departemen
Pekerjaan Umum. Jakarta
5. -------. 2008. Diseminasi Standar, Pedoman dan Manual Bidang Bahan
Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil, Departemen Pekerjaan Umum.
Jakarta
6. -------. 2007. Evaluasi dan Monitoring Penerapan Standar, Departemen
Pekerjaan Umum. Jakarta
7. -------. 2007. Diseminasi Standar, Pedoman dan Manual Bidang Bahan
Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil, Departemen Pekerjaan Umum.
Jakarta
8. -------. 2007. Penyusunan SPM Terjemahan Standar Asing dan Hasil Litbang,
Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan, Departemen
Pekerjaan Umum. Jakarta
9. -------. 2007. Diseminasi SPM dan Hasil Litbang dalam Rangka Peningkatan
SDM Daerah, Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan,
Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta
10. -------. 2007. Evaluasi Manfaat Penggunaan NSPM dalam Pekerjaan Jalan dan
Jembatan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan,
Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta
11. -------. 2007. Perumusan dan Kaji Ulang SPM yang Sudah Berumur di Atas 5
(Lima) Tahun, Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan,
Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta
12. -------. 2007. Laporan Kegiatan Penyusunan Sistem Mutu sesuai SNI 19-9001-
2001 (ISO 9001-2000), Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta
13. -------. 2007. Laporan Kegiatan Penyelenggaraan Laboratorium (Pembinaan Lab.
Daerah) Sub. Keg. Pemahaman Ketidakpastian Pengukuran, Departemen
Pekerjaan Umum. Jakarta
14. -------. 2007. Laporan Kegiatan Penyelenggaraan Laboratorium (Pembinaan Lab.
Daerah) Sub. Keg. Rekomendasi Kelayakan Operasional Lab. Pengujian
Daerah, Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta
15. -------. 2006. Diseminasi NSPM dan Hasil Litbang dalam Rangka Pembinaan
SDM Daerah, Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan,
Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta

15
Prosiding PPI Standardisasi 2009 - Jakarta, 19 November 2009

16. Badan Standardisasi Nasional. 2003. Pedoman Pemberlakuan Standar


Nasional Indonesia (SNI). Jakarta
17. -------. 2008. Sistem Standardisasi Nasional. Jakarta
18. Deputi Bidang Konstruksi, Kementrian Negara PU. 2000. Perumusan Kebijakan
Pengembangan Standar Pelaksanaan Pekerjaan di Bidang Konstruksi, Kantor
Menteri Negara Pekerjaan Umum. Jakarta
19. Haryono, T. 2005. SNI on Line dan Dampaknya terhadap Permintaan Standar,
Jurnal Standardisasi, Volume 7, No.2: 45-49. Badan Standardisasi Nasional.
Jakarta
20. Mulyono, A.T. 2007. Persepsi Pakar: Verifikasi Variabel yang Mempengaruhi
Pemberlakuan Standar Mutu Perkerasan Jalan. Dinamika Teknik Sipil, Vol. 7,
No.1, hal. 72-86. Surakarta
21. -------. 2007. Variabel Pengaruh yang Dominan terhadap Subsistem Input
Pemberlakuan Standar Mutu Perkerasan Jalan. Media Komunikasi Teknik Sipil,
Tahun 15, No. 2, hal. 117-136, BMPTTSSI-PII. Semarang
22. -------. 2007. Perbandingan Tingkat Kepentingan Antar Kriteria terhadap Faktor
Sumber Daya Manusia dalam Pemberlakuan Standar Mutu Perkerasan Jalan.
Dinamika Teknik Sipil, Vol. 7, No. 2. Surakarta
23. -------. 2007. Model Monitoring dan Evaluasi Pemberlakuan Standar Mutu
Perkerasan Jalan Berbasis Pendekatan Sistemik, Disertasi Doktor
24. -------. 2006. “Model Monitoring dan Evaluasi Pemberlakuan Standar Mutu
Perkerasan Lentur Jalan Nasional dan Propinsi Berbasis Pedekatan Sistematik“,
Seminar Progress Pelaksanaan Penelitian Disertasi
25. -------. 2006. Kinerja Pemberlakuan Standar Mutu Perkerasan pada Peningkatan
dan Pemeliharaan Jalan Nasional – Propinsi, Media Komunikasi Teknik Sipil,
Vol. 14, No. 3, Edisi XXXVI, hal. 309-328, BMPTTSSI-PII. Semarang
26. -------. 2006. “Pemantauan Pemberlakuan Standar Mutu Perkerasan Jalan
Nasional dan Propinsi Berbasis Pendekatan Sistemik“, Naskah Diskusi pada
Workshop Jalan Pantura Jawa: Problem dan Solusi, Proyek Induk Pantura
Jawa, Ditjen Bina Marga. Semarang
27. Mulyono, A.T., dan Suraji, A. 2005. “Pemodelan Monitoring dan Evaluasi
Pemberlakuan Standar Mutu Jalan Raya“, Prosiding pada Peringatan 25 Tahun
Pendidikan MRK di Indonesia. ITB. Bandung
28. Mulyono, A.T. 2009. “Penajaman Program Standardisasi (Perumusan,
Pemasyarakatan, Penerapan, Pemantauan) Bidang Bahan Konstruksi
Bangunan dan Rekayasa Sipil dalam Penyelenggaraaan Infrastruktur ke-PU-an”,
Workshop dan FGD Nasional. Balitbang Departemen Pekerjaan Umum,
Yogyakarta
29. Mulyono, A.T., Santosa, W., Kurniawan, A., Saputra, A. 2009. “Tingkat
Penggunaan SPM Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil dalam
Dokumen Kontrak Kerjasama Penyelenggaraaan Infrastruktur ke-PU-an”,
Prosiding Seminar Nasional Pembangunan Infrastruktur untuk Semua. Bandung

16
Prosiding PPI Standardisasi 2009 - Jakarta, 19 November 2009

30. Oksada, S., Ruthowski, A., Spring, M., and O’Donnell, J. 1996. The Structure of
IT Standardization, Standard View, 4 (1), pp. 9-22
31. Rukmana, DW. 2006. Strategic Partnering for Educational Management, PT
Alfabeta. akarta
32. Sekretariat Negara. 2000. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 102
Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4020. Jakarta
33. Sjahdanulirwan. 2006. “Kebijakan Pengembangan NSPM Bidang Bina Marga
untuk Mendukung Profesionalisme dalam Praktek Profesi”, Prosiding Dialog
Interaktif dalam Konferensi Regional Teknik Jalan Ke-9 Wilayah Timur.
Makassar
34. Yates, J., K., and Aniftos, S. 1998. Developing Standards and International
Standards Organizations, Journal of Management in Engineering, Volume 14,
Number 4: 57-63. American Society of Civil Engineers (ASCE

17
Prosiding PPI Standardisasi 2009 - Jakarta, 19 November 2009

18

You might also like