You are on page 1of 11

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)

Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)


http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

ANALISIS KEBUTUHAN PENDIDIKAN KESEHATAN REPRODUKSI


PADA SISWA SMP DI WILAYAH KECAMATAN PEDURUNGAN
SEMARANG

Indira Krisma Rusady, Zahroh Shaluhiyah, Besar Tirto Husodo


Bagian Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Diponegoro
Email: diraindirakr@gmail.com

ABSTRACT

The incidence of pregnancy outside marriage among adolescents aged junior


high school in Semarang from 2014 until June 2016 have continued to rise. Low
education of reproductive health is one of the reason. Reproductive health
education in 6 schools has not been going according to the needs of the
students. This research aims to analyze the needs of reproductive health
education in Junior High School students at Pedurungan Semarang.
This research uses a quantitative with cross sectional approach. The populations
are 6 junior high school in Pedurungan with multistage sampling technique was
obtained 100 samples. This research use univariate and bivariat.
The research showed that more than half of the respondents are female (55%),
12-14 years old (82%), most menarche age is 12 years old (30%) and most wet
dream age is 13 years old (20%). More than half of the respondents (53%)
require reproductive health education, the material of interest is puberty, how to
care for reproductive organs and healthy courtship provided through video media
and or artificial bodies followed by discussion and or role play are provided by
health workers. The chi-square test showed that sexual behavior (p=0,001),
access to pornographic media (p=0,010) and locus of control (p=0,000) are
related to reproductive health education needs. While the variables of age
(p=0,287), knowledge (p=0,724), attitude (p=1,000), religiosity (p=0,229) and self
esteem (p=0,052) are not related to reproductive health education needs.
It is advisable to provide material about puberty are done in a comprehensive
manner through the medium of the video continued with the discussion that given
by health workers, support school infrastructure and optimize the role of health
workers.

Keyword : Need analysis, Junior High School, Reproductive Health

PENDAHULUAN
Remaja yang berada di tatanan senang bereksperimen dan
pendidikan menengah pertama bereksplorasi; mempunyai banyak
termasuk kedalam kategori remaja khayalan serta kecenderungan untuk
awal yaitu dengan rentang usia 12- membentuk kelompok. (2) Salah satu
16 tahun. (1) Karakteristik remaja usia hal yang menarik jika membahas
SMP adalah sudah mulai berfikir mengenai remaja adalah
secara kritis; mampu berfikir secara menyangkut kesehatan reproduksi
abstrak; emosi yang meluap-luap; dimana itu merupakan hal yang

1010
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

sensitif dan sangat pribadi untuk banyak yang menyesatkan. Menurut


dibicarakan secara umum. pakar psikologi yang dikemukakan
Dari data Dinas Kesehatan Kota oleh Windya, pendidikan kesehatan
Semarang diketahui bahwa kejadian reproduksi idealnya sudah diberikan
hamil di luar nikah pada remaja sejak anak usia 2,5 tahun yang
umur 10-19 tahun terus meningkat kemudian diperdalam lagi pada
yakni; pada tahun 2014 sebesar jenjang yang lebih tinggi yaitu SD,
0,042%, tahun 2015 sebesar SMP serta SMA. (6) Alasan sekolah
0,066%, dan tahun 2016 sampai menjadi salah satu yang berperan
dengan Juni sebesar 0,023% remaja dalam pendidikan kesehatan
mengalami hamil di luar nikah. (3) reproduksi karena sebagian besar
Meningkatnya kasus hamil diluar waktu remaja dihabiskan pada
nikah di kalangan remaja karena aktivitas di sekolah selain itu juga
ketidaktahuan mereka mengenai menjadi salah satu institusi yang
kesehatan reproduksi yang benar. memiliki kesempatan menjangkau
Melihat data dari SKRRI Tahun 2007 remaja dalam jumlah yang banyak.
maka dapat diketahui bahwa hanya Beberapa pihak menganggap
26% remaja perempuan yang sekolah dan guru mampu
mengetahui tentang masa subur. memberikan materi kesehatan
Sebanyak 88% remaja perempuan reproduksi kepada remaja.
mengalami menarche ketika berusia Sebagaimana kebijakan
13 tahun, remaja laki-laki mengalami Kementerian Pendidikan, materi
mimpi basah sebelum usia 13 tahun kesehatan reproduksi dapat
sebesar 6%. Usia tersebut diberikan melalui pelajaran Biologi,
merupakan usia pendidikan sekolah Olahraga dan Agama. Sementara
menengah pertama. Sementara itu konsultasi dapat dilakukan melalui
di provinsi Jawa Tengah tahun 2007, guru Bimbingan dan Konseling (BK).
sebanyak 19,5% remaja tidak Materi yang disampaikan guru
mengetahui perubahan fisik pada seharusnya tidak hanya membahas
masa pubertas dan 48,7% remaja kesehatan reproduksi secara fisik
tidak mengetahui tentang risiko dan biologis tetapi juga secara
kehamilan setelah mengalami psikologis dan sosial sehingga
(4)
pubertas. Sebuah penelitian SMP materi mengenai kesehatan
di Kota Semarang tahun 2010 reproduksi remaja dapat diterima
menemukan bahwa pengetahuan siswa secara menyeluruh. (7)
siswi mengenai menstruasi, penyakit Menurut Anderson, analisis
kelamin dan KB masih kebutuhan diartikan sebagai suatu
memprihatinkan. Hanya ada 1,4% proses kebutuhan menentukan
siswa yang memiliki pengetahuan prioritas untuk mengetahui
baik. (5) perbedaan antara kondisi yang
Melihat data-data tersebut diharapkan dengan kodisi yang ada.
(8)
masalah yang kini dihadapi adalah Setiap siswa memiliki kebutuhan
orang tua menolak membicarakan yang berbeda-beda, hal ini perlu
kesehatan reproduksi. Alasannya diidentifikasi untuk menentukan
adalah takut anak tergugah untuk kebutuhan mana yang akan menjadi
melakukan hal yang tidak diinginkan. potensial dan pada akhirnya menjadi
Akibatnya anak mencari informasi kebutuhannya. (9)
sendiri dimana perkembangan Berdasarkan data BPS
teknologi komunikasi tidak selalu Semarang tahun 2016, Kecamatan
membawa dampak positif bahkan Pedurungan memiliki jumlah remaja

1011
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

usia 10-19 tahun terbanyak yaitu melaksanakan pembelajaran yang


sebanyak 33.203 remaja. (10) Selain berbasis kurikulum tanpa
itu berdasarkan data dari Dinas memperhatikan kebutuhan, potensi
Kesehatan Kota Semarang tahun serta hambatan dari siswanya
2011-2015 di wilayah tersebut sehingga masih terdapat
pernah terdapat kasus kehamilan kesenjangan antara apa yang
diluar nikah yang dialami yaitu pada diharapkan dan kenyataan. Padahal
tahun 2011 terjadi 8 kasus dan pada jika analisis kebutuhan dilaksanakan
tahun 2012 terdapat 7 kasus. (3) SMP maka akan bermanfaat bagi sekolah
Negeri 34, SMP Negeri 14, SMP tersebut sebagai dasar
Negeri 15, SMP PL Bonifasio, SMP pengembangan strategis model
Empu Tantular dan SMP Walisongo pendidikan kesehatan reproduksi.
2 merupakan sekolah yang berada Oleh karena itu peneliti tertarik
di wilayah Kecamatan Pedurungan. untuk menganalisis kebutuhan
Berdasarkan survey pendidikan kesehatan reproduksi
pendahuluan, pemberian materi pada siswa SMP di Wilayah
kesehatan reproduksi masih belum Kecamatan Pedurungan Semarang
maksimal karena siswa masih serta faktor-faktor yang
merasa bahwa metode dan atau berhubungan dengan pendidikan
media ajar yang dilakukan oleh guru kesehatan reproduksi.
mereka cenderung kurang menarik.
Metode pengajaran yang digunakan METODE PENELITIAN
cenderung sama yaitu ceramah dan Penelitian ini bersifat deskriptif
tanya jawab. Materi yang diajarkan analitik dengan pendekatan
mayoritas adalah mengenai anatomi kuantitatif rancangan cross
organ reproduksi baik laki-laki sectional. Pengumpulan data
maupun perempuan dan terkadang dilakukan melalui wawancara
mengenai masa pubertas,. Media menggunakan kuesioner. Populasi
ajarnya yaitu menggunakan dalam penelitian ini adalah seluruh
slideshow namun untuk beberapa siswa kelas VIII di enam SMP yang
sekolah masih kekurangan sarana menjadi lokasi penelitian sejumlah
dan prasarana sehingga terkadang 1.101 siswa. Sampel menggunakan
tanpa menggunakan media. Teknik Multistage Random Sampling
Sekolah-sekolah tersebut juga dengan rumus Lemeshow
belum memiliki ekstrakurikuler yang didapatkan sampel sebanyak 100
khusus membahas mengenai siswa. Penelitian menggunakan teori
kesehatan reproduksi. Andersen dengan melibatkan factor
Perilaku pacaran yang semakin predisposisi dan factor kebutuhan.
berani menuntut guru untuk pandai Variabel penelitian meliputii
dalam memberikan pemahaman pengetahuan, sikap, perilaku
seksualitas. Namun masih saja seksual, religiusitas, akses media
muncul keluhan dari pendidik bahwa pornografi, locus of control dan self
perilaku dan sikap siswanya masih esteem. Karakteristik responden
kurang baik dan belum sesuai meliputi umur, jenis kelamin dan usia
dengan harapan. Dari uraian diatas pubertas. Analisis data dilakukan
maka dapat disimpulkan bahwa dengan uji statistic univariat dan
keenam sekolah tersebut belum bivariat dengan chi-square (α=5%)
melaksanakan analisis kebutuhan
pendidikan kesehatan reproduksi
karena sekolah tersebut hanya

1012
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

HASIL PENELITIAN kebutuhan yang tinggi mengenai


Tabel 1. Hasil Univariat pendidikan kesehatan reproduksi
Karakteristik Responden (53%).
Karakterist Kategori F % Tabel 3. Hasil Univariat
ik Kebutuhan Pendidikan Kesehatan
Jenis Perempua 5 55 Reproduksi
kelamin n 5 No Kebutuhan Pendidikan F %
Laki-laki 4 45 . Kesehatan Reproduksi
5 1. Metode Pendidikan
Umur Remaja 8 82 Diskusi 57 57
Awal 2 Bermain peran 50 50
Remaja 18 18 Ceramah 42 42
Madya Belajar Kelompok 40 40
Usia Pubertas Tanya Jawab 39 39
Perempuan 7 tahun 1 1,7 Bimbingan dan Konseling 36 36
11 tahun 1 24, Karyawisata 28 28
4 1 Seminar 17 17
12 tahun 3 51, Pemberian Tugas 14 14
0 7 Demonstrasi 8 8
13 tahun 1 22, Simulasi 8 8
3 4 Belajar Perorangan 6 6
Laki-laki 10 tahun 2 4,7 2. Media pendidikan
11 tahun 3 7,1 Video 62 62
12 tahun 7 16, Benda Tiruan 50 50
7 Leaflet 48 48
13 tahun 2 47, Slideshow 45 45
0 2 Foto/gambar 33 33
14 tahun 9 21, Film 28 28
4
Benda asli 26 26
15 tahun 1 2,3
Tanpa media 23 23
Hasil distribusi frekuensi Papan tulis 23 23
karakteristik responden (tabel 1.)
Lembar balik 8 8
menunjukkan lebih dari separuh
3. Materi pendidikan
responden adalah perempuan
Masa pubertas 76 76
(55%), berusia 12-14 tahun (82%),
usia menarche 12 tahun (51,7%) Cara merawat organ 60 60
dan usia mimpi basah 13 tahun reproduksi
(47,2%). Pacaran yang sehat 58 58
Proses terjadinya 53 53
Tabel 2. Distribusi Frekuensi menstruasi
Kebutuhan Pendidikan Kesehatan Anatomi organ reproduksi 48 48
Reproduksi laki-laki
Kebutuhan Jumlah Anatomi organ reproduksi 47 47
Responden Frekuensi % wanita
Rendah 47 47 Dampak perilaku seksual 46 46
Tinggi 53 53 pranikah
Total 100 100 Kehamilan remaja dan 40 40
Dilihat pada tabel 2. akibatnya
menunjukkan bahwa lebih dari Sistem reproduksi (masa 39 39
separuh responden memiliki subur)

1013
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

No Kebutuhan Pendidikan F % No Kebutuhan Pendidikan F %


. Kesehatan Reproduksi . Kesehatan Reproduksi
Penyakit menular seksual 37 37 Guru BK 63 63
Gangguan menstruasi 35 35 Guru IPA 51 51
Aborsi dan risikonya 30 30 Orang tua 51 51
Penyakit sistem reproduksi 30 30 Guru Agama 47 47
Kekerasan seksual 28 28 Teman Sebaya 18 18
Hubungan seksualitas 17 17 Guru penjasorkes 12 12
remaja Dari tabel 3. Didapatkan urutan
4. Pemateri pendidikan kebutuhan mengenai metode,
Petugas kesehatan 66 66media, materi dan pemateri
pendidikan kesehatan reproduksi.

Tabel 4. Hasil Analisis Bivariat


Kebutuhan Pendidikan
Kesehatan Reproduksi p-
Variabel Kategori F %
Rendah Tinggi value
F % F %
Umur Remaja Awal 82 82 36 43,9 46 56,1 0,287
Remaja Madya 18 18 11 61,1 7 38,9
Jenis Kelamin Perempuan 55 55 29 52,7 26 47,3 0,286
Laki-laki 45 45 18 40 27 60
Pengetahuan Kurang 54 54 24 44,4 30 55,6 0,724
Baik 46 46 23 50 23 50
Sikap Tidak permisif 57 57 27 47,4 30 52,6 1,000
Permisif 43 43 20 46,5 23 53,5
Perilaku seksual Tidak berisiko 67 67 40 59,7 27 40,3 0,001
Berisiko 33 33 7 21,2 26 78,8
Religiusitas Kurang 50 50 20 40 30 60 0,229
Baik 50 50 27 54 23 46
Akses media pornografi Tidak pernah 29 29 20 69 9 31 0,010
Pernah 71 71 27 38 44 62
Locus of control Internal 51 51 15 29,4 36 70,6 0,000
Eksternal 49 49 38 77,6 11 22,4
Self esteem Negatif 59 59 33 55,9 26 44,1 0,052
Positif 41 41 14 34,1 27 65,9
Hasil uji chi-square (tabel 4.) variabel yang tidak berhubungan
menunjukkan ada tiga variabel yang karena p-value ≥ α (0,05).
berhubungan dengan kebutuhan
pendidikan kesehatan reproduksi PEMBAHASAN
yaitu perilaku seksual p-value = a. Kebutuhan Pendidikan
0,001; akses media pornografi p- Kesehatan Reproduksi
value = 0,010 dan locus of control Siswa SMP di wilayah
p-value = 0,000. Sedangkan variabel Kecamatan Pedurungan memiliki
yang tidak berhubungan meliputi kebutuhan yang tinggi terhadap
umur p-value= 0,287; jenis kelamin pendidikan kesehatan reproduksi
p-value=0,286; pengetahuan p- (53%). Hal ini diungkapkan oleh
value= 0,724; sikap p-value= 1,000; responden maupun pihak sekolah
religiusitas p-value= 0,229 dan self bahwa pendidikan kesehatan
esteem p-value= 0,052. Variabel- reproduksi memang penting

1014
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

diberikan, dibutuhkan dan itu mereka bisa bertanya


diperlukan bagi remaja untuk mengenai hal-hal lainnya secara
mencegah terjadinya seks lebih detail dan bersifat medis.
pranikah, remaja lebih berhati-
hati dan bertanggungjawab b. Karakteristik Responden
terhadap kesehatan Remaja laki-laki mempunyai
reproduksinya dan tertanganinya tekanan untuk melakukan seksual
masalah-masalah tentang aktif dalam pembuktian sebagai
seksual dan kesehatan laki-laki dewasa. Sementara itu
reproduksi. remaja perempuan sering tidak
Dari hasil penelitian diketahui menyadari bahwa seks berisiko
bahwa materi yang diminati oleh berdampak lebih besar pada
remaja adalah masa pubertas, mereka secara sosial, ekonomi
cara merawat organ reproduksi dan kesehatan. (12) Kaitannya
dan pacaran sehat yang dengan penelitian ini adalah
disampaikan melalui media video remaja perempuan lebih
atau benda tiruan dan dilanjutkan membutuhkan pendidikan
dengan metode diskusi atau kesehatan reproduksi dan bukan
bermain peran serta diberikan berarti remaja laki-laki tidak
dan atau didampingi oleh petugas membutuhkan.
kesehatan. Secara teori, materi Usia merupakan faktor yang
yang diperuntukkan remaja usia mewakili tingkat kematangan
SMP salah satunya adalah seseorang. (13) Maka kaitannya
tumbuh kembang remaja, organ adalah semakin dewasa usia
reproduksi, pacaran sehat, anak, maka semakin
kebersihan dan kesehatan diri. (11) membutuhkan pendidikan
Sementara itu semakin banyak kesehatan reproduksi agar
indera yang digunakan maka bertambah pengetahuannya
semakin jelas pula pengetahuan seiring dengan pengalaman dan
yang diperoleh, hal ini sejalan kematangan dirinya. Pada
dengan teori Audio Visual variabel usia pubertas
Memory. Gambaran teori AVM menunjukkan ada satu responden
tampak pada banyaknya yang mengalami kematangan di
responden yang memilih video. usia dini.
Untuk metode yang diminati
adalah diskusi karena lebih bebas c. Pengetahuan
dalam mengekspresikan dirinya Lebih dari separuh
serta merasa bahwa teman satu responden memiliki pengetahuan
kelompoknya lebih mengerti yang kurang mengenai kesehatan
dirinya sehingga lebih terbuka, reproduksi dan seksualitas (54%).
metode bermain peran juga Pertanyaan pada sub bab
diminati karena terdapat unsur kehamilan sebagian besar
bermain untuk menghindari responden masih menjawab
kebosanan dan terasa lebih salah. Hal itu berarti bahwa
nyata. Sebagian besar responden remaja masih mempercayai
lebih senang jika pemberi materi mitos-mitos mengenai kehamilan
adalah petugas kesehatan yaitu yang masih beredar di
dokter yang masih muda dan masyarakat.
tampan. Hal itu bisa memberi Responden yang memiliki
semangat karena menarik, selain kebutuhan tinggi terhadap

1015
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

pendidikan kesehatan reproduksi square (1,000>0,05) artinya tidak


lebih banyak pada kelompok ada hubungan antara sikap
responden pengetahuan kurang dengan kebutuhan pendidikan
(55,6%) dibandingkan dengan kesehatan reproduksi. Hal ini
kelompok responden sejalan dengan penelitian yang
pengetahuan baik (50%). Uji dilakukan oleh Yuli Trisnawati
statistik chi-square (0,724>0,05) (2010) menyatakan bahwa
artinya tidak ada hubungan sebagian besar (88,2%) remaja
antara pengetahuan dengan yang memiliki sikap permisif
kebutuhan pendidikan kesehatan seksualitas mempunyai sikap
reproduksi. Namun demikian yang mendukung terhadap
dalam penelitian ini bukan berarti layanan kesehatan reproduksi
pengetahuan tidak penting, justru
sebaliknya karena remaja masih e. Perilaku Seksual
butuh pengetahuan yang benar Menurut L’Engle dalam Reno
tentang kesehatan reproduksi Ramalia, perilaku seksual terbagi
dan hal ini tetap merupakan salah ke dalam dua kategori yaitu tidak
satu alasan perlunya berisiko (menaksir, berkencan,
pengembangan pendidikan mengkhayal, berpegangan
kesehatan reproduksi. Penelitian tangan, berpelukan dan
ini sejalan dengan penelitian yang berciuman) dan perilaku seksual
dilakukan oleh Endang Sri Sutini berisiko (meraba dan mencium
(2009) p-value=0,079 tidak ada bagian sensitive, menempelkan
hubungan antara pengetahuan alat kelamin, oral seks dan
kesehatan reproduksi dengan senggama). Perilaku seksual
kebutuhan layanan kesehatan berisiko merupakan perilaku
reproduksi remaja berbasis seksual yang menyebabkan
sekolah. (14) dampak negatif bagi pelakunya
seperti KTD, PMS, aborsi hingga
d. Sikap putus sekolah. (15) Berdasarkan
Lebih dari separuh hasil analisis univariat lebih dari
responden memiliki sikap yang separuh responden memiliki
tidak permisif terhadap perilaku seksual tidak berisiko
seksualitas (57%). Responden (67%). Perilaku seksual pada
pada SMP Swasta memiliki sikap responden di SMP Swasta lebih
yang lebih permisif terhadap mengkhawatirkan dibandingkan
seksualitas. Hal ini bisa dilihat dengan SMP Negeri karena ada
bahwa sebanyak 54,5% dua responden yang sudah
responden SMP Swasta permisif melakukan oral seks dengan
jika melakukan hubungan seksual lawan jenis.
sebelum menikah asal ada Responden yang memiliki
komitmen menikah. kebutuhan tinggi terhadap
Responden yang memiliki pendidikan kesehatan reproduksi
kebutuhan tinggi terhadap lebih banyak pada responden
pendidikan kesehatan reproduksi perilaku seksual berisiko (78,8%)
lebih banyak pada responden dibandingkan dengan responden
sikap permisif terhadap perilaku seksual tidak berisiko
seksualitas (53,5%) dibandingkan (40,3%). Uji statistic chi-square
dengan responden sikap tidak (0,001<0,05) artinya ada
permisif (52,6%). Uji statistik chi- hubungan antara perilaku seksual

1016
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

dengan kebutuhan pendidikan pengetahuan dari ceramah


kesehatan reproduksi. Penelitian ataupun kajian mengenai
ini tidak sejalan dengan penelitian seksualitas sehingga cenderung
Yusni Igirisa (2009) uji chi-square mematuhi aturan agama yang
p-value=0,258 artinya tidak ada melarang seseorang untuk tidak
hubungan antara pengalaman berbuat dosa. Hasil dari
seksualitas responden laki-laki penelitian ini sejalan dengan
dengan pola pencarian informasi. penelitian yang dilakukan oleh
(16)
Lisa Theresia (2011) diperoleh
koefisien korelasi (r) < 0,05 yang
f. Religiusitas artinya tidak ada hubungan
Religiusitas adalah sikap antara religiusitas dengan
batin setiap manusia dihadapan perilaku seksual remaja
(18)
Tuhan yang merupakan misteri berpacaran.
bagi orang lain. (17) Hasil dari
penelitian ini adalah persentase g. Akses Media Pornografi
responden yang memiliki tingkat Lebih dari separuh
religiusitas baik dan buruk adalah responden (71%) pernah
sama yaitu 50%. Kegiatan- mengakses media pornografi
kegiatan tidak wajib baik yang setidaknya satu kali. Responden
dilaksanakan baik di dalam di SMP Swasta memiliki proporsi
maupun luar tempat ibadah yang lebih tinggi. Kegiatan yang
seperti pengajian, misa pagi, pernah dilakukan adalah melihat
pendalaman Al-Kitab, film/gambar porno dan membuka
sembahyangan, kegiatan situs porno di internet.
organisasi keagamaan masih Responden yang memiliki
jarang dilakukan bahkan tidak kebutuhan tinggi terhadap
pernah dilaksanakan oleh pendidikan kesehatan reproduksi
responden. Responden di SMP lebih banyak pada responden
Swasta yang merupakan sekolah yang pernah mengakses (62%)
berkategori agama memiliki dibandingkan dengan responden
tingkat religiusitas yang lebih yang tidak pernah mengakses
rendah dibandingkan responden (31%). Uji statistic chi-square
SMP Negeri. (0,010<0,05) artinya ada
Responden yang memiliki hubungan antara akses media
kebutuhan tinggi terhadap pornografi dengan kebutuhan
pendidikan kesehatan reproduksi pendidikan kesehatan reproduksi.
lebih banyak pada responden Penelitian ini sejalan dengan Euis
religiusitas kurang (60%) Supriati (2008) 19,78% remaja
dibandingkan dengan responden SMPN di Kota Pontianak yang
religiusitas baik (46%). Uji mengalami efek paparan
statistic chi-square (0,229>0,05) pornografi berada pada tahap
artinya tidak ada hubungan adiksi dan 36 orangnya (69,2%)
antara religiusitas dengan berada pada tahap
kebutuhan pendidikan kesehatan eskalasi/peningkatan kebutuhan
reproduksi. Hal ini bukan berarti terhadap materi seks yang lebih
bahwa remaja dengan religiusitas berat, lebih eksplisit dan lebih
baik kurang membutuhkan sensasional. (19)
pendidikan kesehatan reproduksi,
namun mereka mendapatkan

1017
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

h. Locus of Control kesehatan reproduksi. Penelitian


Locus of control disebut juga ini tidak sejalan dengan penelitian
dengan pusat kendali. Analisis sample yang dikutip oleh Conny
univariat diketahui bahwa lebih R.Semiawan bahwa bila harga
dari separuh responden memiliki diri seseorang meningkat maka
locus of control internal. Hal ini peserta didik akan
dapat disimpulkan bahwa memperlihatkan kecenderungan
responden mempersepsikan menjelajahi materi dengan lebih
segala hal yang terjadi pada aktif dan tekun. (22) Jadi harga diri
dirinya ditentukan oleh dirinya yang meningkat akan semakin
sendiri bukan oleh orang lain atau meningkatkan kebutuhan siswa
nasib. Sebenarnya locus of dalam mencari informasi.
control itu bersifat continuum
artinya setiap orang pasti memiliki KESIMPULAN
kedua sisi tersebut, yang 1. Lebih dari separuh responden
membedakan adalah sisi mana memiliki kebutuhan tinggi
yang paling mendominasi. terhadap pendidikan kesehatan
Responden yang memiliki reproduksi (53%).
kebutuhan tinggi lebih banyak a. Materi yang paling diminati
pada responden locus of control adalah masa pubertas (76%),
internal (70,6%) dibandingkan cara merawat organ
dengan responden locus of reproduksi (60%), pacaran
control eksternal (22,4%). Uji sehat (58%), proses terjadinya
statistic chi-square (0,000<0,05) menstruasi (53%) dan anatomi
artinya ada hubungan antara organ reproduksi laki-laki
locus of control dengan (48%), yang kurang diminati
kebutuhan pendidikan kesehatan hubungan seksualitas remaja
reproduksi. Penelitian ini sejalan (17%).
dengan Joko Widodo (2007) b. Media yang paling diminati
bahwa individu dengan locus of adalah video (62%), benda
control internal lebih tiruan (50%), leaflet (48%),
membutuhkan informasi tentang slideshow (45%) dan
masalah-masalah. (20) (21) foto/gambar (33%), yang
kurang diminati adalah lembar
i. Self Esteem balik (8%).
Secara singkat, harga diri c. Metode yang paling diminati
adalah “personal judgement” adalah diskusi (57%), bermain
mengenai perasaan berharga. peran (50%) dan ceramah
Lebih dari separuh responden (42%), yang kurang diminati
memiliki self esteem negatif adalah simulasi (8%) dan
(59%). belajar perorangan (6%).
Responden yang memiliki d. Pemateri yang paling diminati
kebutuhan tinggi lebih banyak adalah petugas kesehatan
pada responden self esteem (66%), guru BK (63%), guru
positif (65,9%) dibandingkan IPA (51%), orang tua (51%)
dengan responden self esteem dan guru Agama (47%), yang
negatif (44,1%). Uji statistic chi- kurang diminati adalah guru
square (0,052>0,05) artinya tidak Penjasorkes (12%).
ada hubungan antara self esteem 2. Karakteristik responden: Lebih
dengan kebutuhan pendidikan dari separuh responden

1018
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

perempuan (55%), umur Semarang : DKK Semarang,


responden 12-14 tahun (82%), 2013-2016.
usia menarche usia 12 tahun 4. Badan Pusat Statistik. Survei
(51,7%), usia mimpi basah usia Kesehatan Reproduksi Remaja
13 tahun (47,2%). Indonesia Tahun 2007. Jakarta :
3. Pengetahuan responden kurang Depkes RI, 2008.
mengenai kehamilan. Sikap 5. Winaryati E., Iriyanto S.
responden di SMP Swasta lebih Kerentanan Fungsi Reproduksi:
permisif. Responden di SMP Sebuah Realita Tingkat
Swasta memiliki perilaku seksual Pengetahuan dan Perilaku
yang lebih berisiko, hal ini dapat Kesehatan Reproduksi serta
dilihat ada 2 responden yang Gizi dan Status Gizi pada Siswi
sudah melakukan oral seks. SMP Muhammadiyah Se-Kota
Religiusitas responden SMP Semarang. Semarang : Seminar
Swasta lebih baik dibandingkan Nasional UNIMUS, 2010.
dengan SMP Negeri. Akses 6. W., Novita. Serba-Serbi Anak.
media pornografi responden SMP Jakarta : PT Elex Media
Swasta lebih mengkhawatirkan. Komputindo, 2007.
Responden di SMP Negeri 7. A., Muflihati. Pelaksanaan
memiliki locus of control internal Program Pendidikan Kesehatan
dan self esteem positif, demikian Reproduksi Remaja Berbasis
sebaliknya pada SMP Swasta. Sekolah: Studi Kasus Program
4. Variabel yang berhubungan Penyuluhan dan Konseling
dengan kebutuhan pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja
kesehatan reproduksi: perilaku di SMA Muhammadiyah 2
seksual (p=0,001), akses media Yogyakarta. Jakarta :
pornografi (p=0,010) dan locus of Universitas Indonesia.
control (p=0,000). 8. Bruce Joyce dkk. Models of
5. Variabel yang tidak berhubungan Teachng (Eight Edition).
dengan kebutuhan pendidikan Jakarta : Pustaka Pelajar, 2009.
kesehatan reproduksi: umur 9. Trianto. Mendesain Model
(p=0,287), jenis kelamin Pembelajaran Inovatif-Progresif
(p=0,286), pengetahuan Konsep Landasan, dan
(p=0,724), sikap (p=1,000), Implementasi pada Kurikulum
religiusitas (p=0,229) dan self Tingkat Satuan Pendiidikan.
esteem (p=0,052). Jakarta : Kencana, 2009.
10. BPS. Kota Semarang dalam
DAFTAR PUSTAKA Angka. Semarang : s.n., 2016.
1. Sundari, Sri Rumini dan Siti. 11. PKBI. Proses Belajar Aktif
Perkembangan Anak dan Kesegatan Reproduksi Remaja
Remaja. Jakarta : PT Rineka unuk Orangtua Remaja dan
Cipta, 2004. Guru SLTP/SMU. Jakarta : s.n.,
2. Suyono, Hariyanto. Belajar dan 2004.
Pembelajaran. Bandung : 12. Kartikawati, Diana Teresa
Remaja Rosdakarya, 2011. Pakasi dan Reni. Antara
3. Dinas Kesehatan Kota Kebutuhan dan Tabu:
Semarang. Laporan Dinas Pendidikan Seksualitas dan
Kesehatan Kota Semarang Kesehatan Reproduksi bagi
Program Kesehatan Remaja. Remaja di SMA. 2, Depok :

1019
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 5, Oktober 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

Makara Seri Kesehatan, 2013, 18. Khairunnisa, Ayu. Hubungan


Makara Seri Kesehatan, Vol. 17. Religiusitas dan Kontrol Diri
13. Sunarto, Hartono. dengan Perilaku Seksual
Perkembangan Peserta Didik. Pranikah Remaja MAN 1
Jakarta : Rineka Cipta, 2008. Samarinda. 2, Samarinda : E-
14. Sutini, Endang Sri. Analisis Journal Psikologi FISIP UNMUL,
Determinan Kebutuhan Layanan 2013, Vol. 1.
Kesehatan Reproduksi Remaja 19. Fikawati, Euis Supriati dan
Sekolah Menengah Berbasis Sandra. Efek Paparan
Sekolah di Kabupaten Pati. Pornografi Pada Remaja SMP
Semarang : Magister Promosi Negeri Kota Pontianak Tahun
Kesehatan UNDIP, 2009. 2008. 1, Pontianak : Makara,
15. L'Engle, Kelly Ladin et al. The Sosial Humaniora, 2008, Vol.
Mass Media are an Important 13.
Context for Adolescent's Sexual 20. Widodo, Joko. Hubungan Antara
Behavior. Journal of Adolescent Locus of Control dengan Coping
Health, 2006, Vol. 38. Pada Remaja. Yogyakarta :
16. Igirisa, Yusni. Pola Pencarian Fakultas Psikologi UII, 2007.
Informasi Seksualitas dan 21. W., Smet. Psikologi Kesehatan.
Kesehatan Reproduksi Remaja Jakarta : Rasindo, 1994.
Pada Siswa SMA Negeri di Kota 22. Semiawan, Conny. Landasan
Gorontalo. Semarang : Magister Pembelajaran dalam
Promkes Undip, 2013. Perkembangan Manusia.
17. Dister, N.S. Pengalaman Jakarta : Pusat Pengembangan
Beragama dan Motivasi Manusia, 2007.
Beragama. Yogyakarta :
Kanisius, 1988.

1020

You might also like