You are on page 1of 6

Edukasi Urgensi Laktasi sebagai Upaya Peningkatan Imunitas

pada Anak di Kelurahan Nusukan


Arianti Maisyaroh
Program Studi Kedokteran, Fakultas Kedokteran,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia
arianti.maisyaroh@student.uns.ac.id

Abstract

Background and Objective: Exclussive breastfeeding is one of the major factors that
contribute to improving public health because breast milk contains an immune
component that form infant’s immune system thereby reducing the risk of infection and
infant mortality. This study was aiming to determine the effectiveness of doctors in
educating mothers about the importance of breastfeeding to form infant’s immunity.
Method: This was a qualitative descriptive study whose data was obtained from a
observation and semi-structured interviews purposively in Nusukan village to a doctor
and three respondents who had breastfed their children. Observations are carried out by
observing the education process by the doctor to the respondents. Then, the researcher
conducted interviews with the informant (doctor) and respondents to determines the level
of effectiveness education that has been done. Result: Education conducted by doctor to
the mothers about the urgency of breastfeeding as an effort to increase children immunity
in Nusukan village was quite effective because when educating mothers, doctor used
tools such as pictures, brochures, and posters to make it easier for mothers to understood
the material. In this case, three respondents who were educated by doctors had a good
understanding about the importance of breastfeeding and its function to form the
children’s immune system. Conclusion: Breastfeeding is absolutely necessary since
breastmilk serves to increase children immunity and prevent children from the infection,
so that appropriate education is needed from health workers to encourage mothers to
breastfeed their babbies. Moreover from this study, the activeness from both sides is also
needed since in this case, doctor only educates mothers if they actively ask the doctor.

Keywords: breastfeeding, breastmilk, children, education, immunity.

I. PENDAHULUAN

Pemberian nutrisi pada awal kehidupan anak pasca dilahirkan memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Menurut WHO, sebanyak 60 % kasus
kematian anak di dunia disebabkan karena kekurangan nutrisi dan dua pertiganya diperkirakan
disebabkan oleh pemberian makanan yang tidak tepat selama tahun pertama (Acharya & Khanal, 2015).
Salah satu nutrisi yang tepat untuk bayi yang baru lahir ialah ASI eksklusif. ASI eksklusif berkontribusi
dalam peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit pada anak (Kapti,R. 2016). Praktik pemberian
ASI ekslusif telah dilakukan oleh berbagai lapisan masyarakat di seluruh dunia. Pemberian ASI ekslusif
memberikan banyak keuntungan bagi ibu maupun bayi karena selain kandungan gizinya yang lengkap,
ASI juga memberikan perlindungan kepada bayi terhadap bahaya infeksi yang seringkali menyebabkan
kematian neonatal (Camilia, R. , 2016).
UNICEF dan WHO merekomendasikan pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan untuk
mengurangi angka penyakit dan kematian pada anak (Kemenkes, 2014). Secara alamiah, bayi yang baru
lahir masih mendapat zat imunitas dari ibunya melalui plasenta, namun lama – kelamaan zat tersebut
kadarnya akan semakin berkurang sehingga diperlukan ASI eksklusif untuk membentuk imunitas jangka
panjang (Kapti, R. 2016). ASI adalah sumber makanan yang mengandung nutrisi alami untuk bayi
(Jackson & Nazar, 2006). ASI eksklusif merupakan sumber gizi yang ideal dengan komposisi seimbang
sesuai dengan kebutuhan bayi pada masa pertumbuhan (Mufdlilah, 2016). ASI mengandung berbagai
molekul bioaktif yang mampu melindungi bayi dari reaksi infeksi dan berperan penting dalam
membentuk imunitas tubuh, kolonisasi mikroba yang sehat, serta mempercepat pertumbuhan dan
perkembangan fungsi organ.

Umumnya, bayi diberikan ASI eksklusif mulai usia 0-6 bulan. Kemudian proses laktasi dapat
dilanjutkan hingga usia 2 tahun (Ballard. O, 2014). Ketika proses laktasi pertama setelah bayi lahir, ASI
mengandung zat yang tidak terdapat dalam susu lain, yaitu kolostrum. Kolostrum pada laktasi pertama
jumlahnya mencapai 5x106 sel per mL dan jumlahnya semakin menurun 10 kali lipat di dalam ASI
matur. Kolostrum mengandung immunoglobulin A (IgA), lactoferrin, dan leukosit yang penting untuk
melindungi tubuh bayi terhadap serangan infeksi, terutama pada saluran pernafasan dan pencernaan.
Leukosit yang terkandung di dalam kolostrum terutama terdiri atas makrofag dan neutrophil yang
memfagositosis mikroba yang bersifat patogen. Sebanyak 10 % dari leukosit disusun oleh limfosit,
termasuk sel T, sel natural killer, dan sel antibodi yang memproduksi sel B (Jackson & Nazar, 2006).
Selain IgA juga terdapat immunoglobulin lain seperti IgD, IgE, IgG, IgM yang dipindahkan dari ibu ke
bayi melalui ASI (Praveen, Jordan, Priami, & Morine, 2015).

Menurut hasil survey dari lembaga Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia, jumlah
pemberian ASI eksklusif semakin menurun setiap tahunnya. Pemberian ASI Eksklusif secara global pada
bayi usia <6 bulan dilaporkan masih di bawah 40% (Kemenkes, 2014). Anjuran WHO agar ibu menyusui
bayinya hingga usia 6 bulan masih belum dapat tercapai. Hal ini terjadi karena beberapa hal, antara lain
masih rendahnya pengetahuan ibu mengenai pentingnya pemberian ASI eksklusif, kesibukan ibu dalam
bekerja, maupun kurangnya dukungan dari pasangan dan keluarga, (Carolina, 2010).

Bayi yang tidak diberikan ASI eksklusif, sumber makanannya dapat diganti dengan makanan
prelaktal seperti susu formula, madu, air tajin, dan air nasi (Kemenkes, 2014). Namun, makanan ini
kurang aman karena bisa menggantikan kolostrum sebagai sumber makanan bayi paling awal. Hal ini
dapat memicu timbulnya masalah pencernaan pada tubuh bayi, seperti diare dan intoleransi protein
sehingga dapat menimbulkan reaksi alergi pada bayi yang berpotensi menimbulkan kematian (Gale et al.,
2012).

Edukasi yang komprehensif mengenai pentingnya menyusui bagi para ibu untuk memaksimalkan
kesiapan ibu dalam mengelola laktasi fisiologi mutlak dilakukan. Dalam hal ini diperlukan peranan dari
penyedia layanan kesehatan dalam mengedukasi serta memotivasi para Ibu untuk memberikan ASI
eksklusif kepada bayinya agar bayi tidak mudah terserang penyakit (Burgio et al., 2016). Dengan adanya
edukasi diharapkan kesadaran Ibu untuk menyusui anak semakin meningkat serta dapat mengurangi
pemberian susu formula kepada anak. Selain itu, melalui edukasi yang dilakukan, setelah melahirkan
diharapkan para ibu memiliki pengetahuan yang optimal mengenai cara memberikan perawatan yang baik
kepada anak (Parry, Tully, Moss, & Sullivan, 2017).

Dengan mengetahui pentingnya pemberian ASI pada bayi dan manfaatnya dalam peningkatkan
kesehatan dan pencegahan penyakit, maka peneliti mencoba untuk mengetahui bagaimana edukasi yang
tepat oleh dokter kepada para ibu sebagai upaya meningkatkan imunitas dan daya tahan tubuh anak di
Kelurahan Nusukan.
II. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif- kualitatif. Pengambilan data dilakukan melalui
observasi dan wawancara semi-terstruktur yang diambil secara purposif terhadap salah satu dokter di
Kelurahan Nusukan sebagai narasumber dan 3 ibu yang menyusui anaknya sebagai responden. Observasi
dilakukan untuk mengamati proses edukasi yang dilakukan oleh narasumber kepada responden, kemudian
peneliti melakukan wawancara kepada narasumber mengenai metode edukasi yang dilakukan. Selain itu,
peneliti juga mewawancarai responden untuk mengetahui tingkat keefektifan edukasi dalam
meningkatkan pemahaman responden mengenai pentingnya pemberian ASI kepada anak. Peneliti maupun
informan memiliki keleluasaan untuk mengungkapkan pendapat dari sudut pandang pribadi. Wawancara
direkam kemudian ditranskripsikan ke dalam naskah. Data yang terkumpul kemudian dikelompokkan
dalam 6 tema pertanyaan yang menjelaskan pemahaman responden mengenai pentingnya laktasi,
kemudian dianalisis. Hasil penelitian divalidasi dan diverifikasi dengan data yang didapat dari wawancara
dan literatur terkait.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Peneliti melakukan wawancara terhadap narasumber yaitu dokter dan 3 responden yang
merupakan ibu yang pernah menyusui anaknya dan berdomisili di Kelurahan Nusukan. Dari hasil
wawancara dan observasi yang telah dilakukan oleh peneliti terkait dengan edukasi dokter mengenai
urgensi laktasi terhadap imunitas anak, didapatkan hasil bahwa menurut pendapat narasumber yaitu
dokter, pemberian ASI eksklusif sangat penting karena di dalamnya terdapat kolostrum yang membantu
pembentukan imunitas bayi. walaupun begitu, dokter menyatakan bahwa ASI eksklusif tidak selalu
berpengaruh signifikan terhadap kekebalan tubuh anak kedepannya, sebab selain ASI juga dibutuhkan
asupan gizi yang cukup untuk menjaga anak agar tidak mudah terserang penyakit. Maka dari itu, dokter
menyarankan agar para ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif pada bayinya untuk mengoptimalkan
pemberian asupan gizi pada anak setelah usia 6 bulan. Sementara itu, edukasi dilakukan oleh dokter
terhadap para ibu ketika ibu sedang mengandung dan setelah melahirkan. Biasanya edukasi dilakukan
saat ibu mengecek kehamilan setiap bulannya. Dokter mengedukasi ibu untuk mempersiapkan dan
melakukan massage pada puting agar dapat menghasilkan ASI yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi bayi. Selain itu dokter juga menyarankan agar ibu selalu rileks dan menjaga kondisi psikisnya
tetap baik agar tidak mengganggu kondisi janin dalam kandungan dan menghambat produksi ASI dalam
tubuh ibu.

Apabila ibu dalam kondisi tidak dapat menyusui bayinya, maka dokter menyarankan agar ibu
memberi makanan pengganti ASI seperti susu formula atau air tajin untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
bayi selama masa pertumbuhan. Akan tetapi pemberian makanan pengganti ASI tersebut disarankan
hanya dalam kondisi mendesak saja, karena makanan yang terbaik untuk bayi tetaplah ASI karena di
dalamnya terdapat kandungan kolostrum yang tidak dapat digantikan oleh zat apapun dalam membentuk
imunitas dan daya tahan tubuh bayi. Untuk ibu yang hanya mampu menghasilkan ASI dalam jumlah
sedikit, dokter mengharapkan agar ibu tetap menyusui bayinya semaksimal mungkin dan membiarkan
bayinya untuk menghisap puting Ibu. Hal ini karena hisapan bayi mampu merangsang hormon yang ada
di otak untuk menghasilkan ASI di dalam areola mammae ibu, sehingga apabila puting tidak digunakan
untuk menyusui lama – kelamaan puting tidak mampu lagi mengeluarkan ASI.

Dalam proses edukasi ini, dokter memberi edukasi hanya apabila ibu aktif bertanya saja.
Sehingga apabila ibu kurang aktif, maka dokter tidak melakukan edukasi kepada para ibu. Selain itu
menurut dokter, edukasi tersebut akan efektif apabila ibu memperhatikan nutrisi bayinya. Namun apabila
ibu kurang peduli dengan nutrisi untuk pertumbuhan bayinya, maka edukasi tersebut akan kurang efektif.
Untuk mempermudah pemahaman ibu mengenai pentingnya ASI eksklusif, dokter menggunakan alat
bantu seperti poster, brosur, dan gambar ilustrasi. Dengan adanya alat bantu yang menarik, diharapkan
dapat meningkatkan keaktifan ibu dalam proses edukasi oleh dokter.

Selain melakukan wawancara terhadap narasumber (dokter), untuk membuktikan keefektifan dari
edukasi yang dilakukan oleh dokter, wawancara juga dilakukan terhadap tiga responden. Wawancara
dilakukan dengan pertanyaan semi-terstruktur sebanyak 6 pertanyaan. Pertanyaan dan jawaban dari ketiga
responden dirangkum dalam tabel sebagai berikut :

Responde Responde Responden


n1 n2 3
Memahami dan mampu menjelaskan pengertian dan urgensi
V V V
pemberian ASI eksklusif.
Sumber informasi pengetahuan mengenai ASI berasal dari
V V V
dokter
Memahami edukasi yang dilakukan oleh dokter V V V
Mengetahui fungsi ASI untuk membentuk imunitas tubuh anak V V V
Mendapat dukungan yang baik dalam proses laktasi V V V
Pemberian ASI eksklusif dilakukan saat anak usia 0-6 bulan
V V V
dan dilanjutkan hingga anak berusia 2 tahun
Penggunaan susu formula sebagai makanan pengganti ASI X V X

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dirangkum dalam tabel diatas, ketiga responden mampu
memahami dan menjawab semua pertanyaan yang diajukan oleh pewawancara dengan baik. Ketiga
responden memahami dengan baik pengertian dan urgensi pemberian ASI eksklusif kepada bayi. Ketiga
ibu juga mendapat pengetahuan mengenai pentingnya ASI dari sumber yang terpercaya yaitu dari dokter
saat sedang mengecek kehamilan setiap bulannya. Selain dari dokter, responden 1 juga mendapat
pengetahuan mengenai urgensi laktasi dari keluarga yang sudah berpengalaman menyusui. Sementara
responden 2 mendapat pengetahuan tambahan dari buku. Saat diedukasi oleh dokter, ketiga responden
mengaku sangat memahami penjelasan dokter dan ketika ditanya oleh pewawancara, responden mampu
mengulangi penjelasan dokter dengan baik dengan bahasanya sendiri. Ketiga responden juga mampu
menjelaskan fungsi ASI untuk bayi dan menyebutkan fungsi utama ASI untuk membentuk kekebalan dan
meningkatkan imunitas bayi.

Ketika responden ditanya mengenai faktor penghambat dan pendukung dalam memberikan ASI
untuk anak, ketiga responden menjelaskan bahwa tidak ada faktor yang menghambat mereka dalam
pemberian ASI. Sementara untuk faktor pendukungnya, ketiga responden rata – rata menjawab bahwa
faktor utama yang mendorong pemberian ASI kepada bayi ialah pemahaman yang didapat ketiga
responden dari edukasi dokter mengenai manfaat ASI. Selain itu dukungan keluarga dan pasangan juga
memberikan motivasi kepada ketiga responden untuk menyusui.

Dari hasil wawancara, diketahui bahwa ketiga responden sama – sama memberikan ASI ekslusif
sejak anak usia 0 hingga 6 bulan, kemudian proses menyusui dilanjutkan hingga anak berusia 2 tahun
dengan didampingi makanan seperti susu formula, biskuit, atau bubur bayi. Hal ini karena saat anak usia
6 bulan, anak sudah mulai membutuhkan tambahan asupan gizi yang lain dan tidak cukup bila hanya
mengandalkan ASI saja. Untuk penggunaan susu formula sebagai pendamping ASI, 2 responden, yaitu
responden 1 dan responden 3 menyatakan bahwa mereka tidak memberikan susu formula kepada anak
sebagai pendamping ASI, sementara responden 2 menggunakan susu formula sebagai pendamping ASI.
Responden 1 dan responden 3 tidak memberikan susu formula kepada anak karena menurut mereka
pemberian ASI kepada anak selain bisa menghemat pengeluaran juga memiliki kandungan zat yang lebih
aman dan bergizi dibandingkan dengan susu formula. Bahkan saat berpergian pun kedua responden tetap
memberikan ASI kepada buah hatinya. Sementara itu responden 2 menjelaskan bahwa ia menggunakan
susu formula hanya dalam keadaan mendesak saja, misalnya saat berpergian karena menurutnya lebih
praktis daripada harus menyusui anak di tempat umum.

IV. SIMPULAN

Dari wawancara yang telah dilakukan kepada dokter dan tiga responden yang merupakan ibu
yang pernah menyusui di kelurahan Nusukan, didapatkan hasil bahwa edukasi yang dilakukan oleh dokter
mengenai urgensi pemberian ASI eksklusif terhadap para ibu di kelurahan Nusukan memiliki keefektifan
yang cukup baik, meskipun dalam hal ini keaktifan dokter dirasa masih kurang karena edukasi hanya
dilakukan ketika ada ibu yang bertanya. Sementara itu, ketiga responden yang diedukasi oleh dokter
memiliki pemahaman yang memadai mengenai ASI eksklusif dan manfaatnya dalam meningkatkan
imunitas dan daya tahan tubuh anak. Penggunaan alat bantu seperti brosur, gambar, dan poster oleh
dokter dalam melakukan edukasi mempermudah responden dalam memahami edukasi yang dilakukan.

V. SARAN

Edukasi pentingnya menyusui anak oleh tenaga kesehatan kepada para ibu sangat dibutuhkan
untuk memberikan pemahaman dan motivasi kepada ibu untuk menyusui anak. Keaktifan dari kedua
belah pihak yaitu tenaga kesehatan, dalam hal ini yaitu dokter dan ibu dalam kegiatan edukasi ini juga
dibutuhkan agar edukasi dapat dilakukan dengan optimal. Dokter sebaiknya selalu memberikan edukasi
kepada ibu yang sedang mempersiapkan kelahiran bayinya tanpa diminta. Sementara itu, para ibu juga
harus aktif dalam mempersiapkan kelahiran bayi dan nutrisinya setelah lahir, sehingga ketika bayi lahir
ibu telah siap untuk memberikan ASI eksklusif untuk membentuk imunitas bayi.

VI. DAFTAR PUSTAKA

Buku

Kementerian Kesehatan RI. (2014). Situasi dan Analisis Asi Eksklusif. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan
Kesehatan Ibu Anak.

Mufdlilah. (2016). Sukses ASI Ekslusif 2016. 0–38.Yogyakarta

Jurnal dan Artikel

Acharya, P., & Khanal, V. (2015). The effect of mother ’ s educational status on early initiation of
breastfeeding : further analysis of three consecutive Nepal Demographic and Health Surveys. BMC
Public Health. https://doi.org/10.1186/s12889-015-2405-y

Ballard, O. (2014). NIH Public Access. 60(1), 1–24. https://doi.org/10.1016/j.pcl.2012.10.002.Human

Burgio, M. A., Laganà, A. S., Sicilia, A., Porta, P., Porpora, M. G., Frangež, H. B. A. N., & Di, G.
(2016). Breastfeeding Education : Where Are We Going ? A Systematic Review Article. 45(8), 970–
977.

Camilia R. Martin, P.-R. L. and G. L. B. (2016). Review of Infant Feeding : Key Features of Breast Milk
and Infant Formula. 1–11. https://doi.org/10.3390/nu8050279

Carolina, S. (2010). NIH Public Access. 19(4), 268–278.


https://doi.org/10.1016/j.whi.2009.03.005.REASONS

Gale, C., Logan, K. M., Santhakumaran, S., Parkinson, J. R. C., Hyde, M. J., & Modi, N. (2012). Effect of
breastfeeding compared with formula feeding on infant body composition : a systematic review and
meta-analysis 1 – 3. (3), 656–669. https://doi.org/10.3945/ajcn.111.027284.INTRODUCTION

Jackson, K. M., & Nazar, A. M. (2006). Breastfeeding , the Immune Response , and Long-term Health.

Parry, K. C., Tully, K. P., Moss, S. L., & Sullivan, C. S. (2017). GEM No . 568 Innovative Prenatal
Breastfeeding Education Curriculum : Ready , Set , BABY. Journal of Nutrition Education and
Behavior, 49(7), S214-S216.e1. https://doi.org/10.1016/j.jneb.2017.05.348

Praveen, P., Jordan, F., Priami, C., & Morine, M. J. (2015). The role of breast-feeding in infant immune
system : a systems perspective on the intestinal microbiome. Microbiome, 1–12.
https://doi.org/10.1186/s40168-015-0104-7

Kapti, R. (2016). DIARE DAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT ( ISPA ) PADA BAYI USIA 6-
12 BULAN ( The Correlation between Providing Exclusive Breast Feeding through diarrhea and
Acute Respiratory Infection to Baby at 6-12 Months ) Rinik Eko Kapti Jurusan Ilmu Keperawatan
Fa. 1(2), 97–101.

You might also like