Professional Documents
Culture Documents
Jurnal KB 1
Jurnal KB 1
Abstract
Purpose: This study analyze the implementation of family planning program
policy in Malinau. Method: Case study through in-depth interview on 18
Dikirim: 5 Juli 2017
Diterbitkan: 1 Desember 2017
participants. Results: The policy of government in Malinau is four children
better. Differences in perceptions between stakeholders, providers and users
about family planning affecting social, economic, cultural, beliefs have an
impact on contraceptive use in Malinau. The use of contraception is not
prohibited for people with medical indications for using contraception, but
people should access the contraception independently in the private sector.
Conclusion: The policy of the Malinau government to stop the supply of
contraceptives to government health facilities since 2012 is an effort by local
governments to increase the number of inland and border populations. The
unavailability of contraceptives in government health facilities and the
limitations of family planning information, communication and education
lead to differences in perceptions between stakeholders, service providers
and users. Therefore, the researcher recommends that the relevant regional
apparatus unit do advocacy to legislative and executive board in Malinau.
The local government shall ensure the availability and quality of family
planning services for the community on the basis of reproductive health
rights.
1
Departemen Biostatistik, Epidemiologi dan Kesehatan Populasi, Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada
(Email: bawingpriscilla@yahoo.co.id)
2
Departemen Perilaku Kesehatan, Lingkungan dan Kedokteran Sosial, Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada
817
BKM Journal of Community Medicine and Public Health, Volume 33 No. 12 Tahun 2017
Wawancara mendalam pada 18 partisipan, meliputi peran serta masyarakat dalam pelayanan KB/KR
Bupati, Ketua Komisi I DPR, Kepala Bapedda, Kepala mandiri. Sampai penelitian ini selesai, belum ada
Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana, realisasi pelaksanaan penyediaan alat dan obat
Penduduk dan Keluarga Berencana, Kepala Bidang Program KB yang menonjol adalah penghentian
Pelayanan Kesehatan, Kepala Seksi Keluarga suplai alat kontrasepsi di rumah sakit dan puskesmas.
Berencana, tokoh masyarakat, bidan, dokter, akseptor Tahun 2012, pemerintah daerah menghimbau agar
818
BKM Journal of Community Medicine and Public Health, Volume 33 No. 12 Tahun 2017
Suplai alat kontrasepsi telah dihentikan, namun Persepsi stakeholder kesehatan dan provider, KB
masyarakat dapat mengakses alokon di sektor swasta bukan untuk menghalangi reproduksi, tetapi untuk
secara mandiri. Jumlah kunjungan bervariasi, ada yang menunda kehamilan, memberikan jarak kelahiran,
meningkat, ada yang menurun dan ada yang tetap, dengan harapan masa depan anak-anaknya terprogram
sebagaimana kutipan wawancara berikut: dengan baik. KB baik untuk kesehatan reproduksi
wanita, dapat menurunkan angka kesakitan dan
“…tetap saja ada yang mencari walaupun menurun…
kematian ibu dan anak.
tapi sekitar 2 bulan ini sudah tidak ada lagi …” (MY)
“…Ya lumayan banyak mbak ibu-ibu yang mau KB… ya “…Bukan membatasi jumlah kelahiran per orang atau
kurang lebih 40 sampai 50 perbulannya.… di puskesmas WUS atau ibu… akan tetapi mengatur jarak kelahiran
yang dilarang…susah… jadi ibu-ibunya… larinya ke agar ibunya sehat… bayinya selamat, agar ibunya
praktek berKB… kebanyakan…” (SY) sehat… dengan sendirinya terwujudlah keluarga sehat
sejahtera bahagia…” (HN)
Masyarakat mengetahui kontrasepsi hanya untuk
mencegah kehamilan yang tidak diinginkan dan “…KB untuk kesehatan tentunya, untuk mencegah,
untuk menurunkan angka kematian ibu, angka
mengatur jarak kelahiran, tetapi belum mengerti
kematian bayi, meningkatkan derajat kesehatan ibu,
penggunaan kontrasepsi efektif dan aman. Ketika kesehatan reproduksi ibu, kalau gizinya kurang, ya
masyarakat melahirkan di RSUD dan terindikasi tidak tentunya kita lihat ekonominya…” (NM)
memungkinkan untuk melahirkan, maka dikonseling
Masyarakat menganggap KB alamiah adalah cara
oleh dokter dan bidan untuk melakukan Metode
menjaga kehamilan. Namun KB alamiah tidak cukup,
Operasi Wanita (MOW).
karena bisa saja terjadi kegagalan jika salah
“…Ya kalau saya, nda pake KB kan ndak bagus juga… menghitung masa subur. KB alamiah ini dijadikan
ndak bisa kontrol jumlah anak…” (YU) sebagai sebuah solusi ketika masyarakat mengalami
“…Takut operasi, takut beresiko. Takut resiko tinggi keluhan akibat penggunaan kontrasepsi. Provider
karena operasi. Kita ambil pil dan suntik, yang resikonya mengatakan KB alamiah bila diterapkan masyarakat
ndak tinggilah…” (ND) yang tidak paham berpotensi gagal.
Permintaan KB meningkat di masyarakat dan perlu “…Ada yang coba-coba kalender.. ujung-ujung nanti
pemberian kontrasepsi untuk masyarakat dengan hamil… nda bisa kita ngitung 1 bulan mendadak… harus
indikasi medis, maka provider menyimpan dan kita survey masa subur kita 6 bulan minimal… jadi
menyiapkan alokon secara sembunyi-sembunyi, banyak yang gagal… baru mau coba 1 kali ujung-ujung
berikutnya sudah 2 bulan hamil…” (MU)
“…kita juga tidak bisa menutup mata, tenaga-tenaga kita
Pemerintah daerah menganggap pro dan kontra
secara tanda kutip… secara sembunyi-sembunyi
menyediakan, kita tau ada kebijakan di satu sisi… tetapi adalah sesuatu yang lumrah. Pemerintah memberikan
kompetensi, profesionalisme tenaga kesehatan, masih dana bantuan melahirkan Rp 4.000.000,-/kelahiran
terus dijunjung dengan menyediakan pada untuk masyarakat yang mendukung kebijakannya.
kelompok-kelompok yang beresiko… ya tentu dengan e...
sedikit resiko kalo ketahuan bisa kena marah...” (JF) “…Bagi saya persoalan mereka yang tidak mendukung
atau bagi yang mendukung, adalah hal yang lumrah,
Laporan penggunaan kontrasepsi belum terdata kalau bagi yang mendukung saya beri program
dengan baik. Tidak ada evaluasi karena penggunaan optimalisasi kelahiran, kalau melahirkan saya bantu
kontrasepsi dilaksanakan secara mandiri. Persepsi kasi biaya melahirkan, rata-rata 4 juta saya kasih, saya
stakeholder non kesehatan adalah penggunaan ambil dari dana operasional saya, berapa ratus sudah
yang saya bantu melahirkan, tujuannya apa? Kebaikan
kontrasepsi berlebih dapat menimbulkan kemandulan.
untuk masa depan, merekalah yang meneruskan kita ini
Oleh sebab itu pemerintah daerah menganggap KB nanti, mereka juga yang kawin sama anak cucu kita
819
BKM Journal of Community Medicine and Public Health, Volume 33 No. 12 Tahun 2017
yang lain, kalau kalian liat kasus di perbatasan kalian komunikasi yang efektif kepada penentu kebijakan
akan paham maksud saya…” (YT) daerah dari SKPD terkait.
Upaya SKPD dalam mengawal kebijakan daerah Pemerintah daerah perlu mensosialisasikan secara
seperti optimalisasi tumbuh kembang anak untuk jelas untuk mengutamakan kesehatan reproduksi
mendukung keluarga besar sejahtera di pedalaman dan wanita. Kebijakan mencakup tindakan atau faktor yang
perbatasan (APBD TA. 2015). mempengaruhi kebijakan, termasuk didalamnya akses
dan perlakuan yang adil; sumber daya yang memadai;
”…Alat kontrasepsi itu silahkan dijalankan untuk
manajemen dan akuntabilitas, dan aksesibilitas,
kasus-kasus tertentu… Saya tetap mengutamakan
masyarakat yang sehat tapi tolong dicernai juga penerimaan, kualitas informasi dan layanan keluarga
prospektif kependudukan kita…. kasusnya saja terjadi berencana (27).
disini, kebetulan yang bicara itu berani, ya di daerah ini, Provider harus menyadari kebutuhan kontrasepsi
yang lain ndak berani… Jangan diartikan dihentikan ya, wanita, dengan menyediakan metode kontrasepsi,
tapi di tata ulang… jangan kita semata-mata mau bicara
informasi yang lengkap, dan meningkatkan
keluarga berencana berhasil, tapi mengorbankan banyak
hal…… kalau suatu saat tidak ada produktivitas kemampuan provider (11). Pemerintah daerah harus
didaerah itu, apa kita berpikir... bahwa setiap manusia memperhatikan hak asasi manusia dan kesehatan
itu punya hak untuk bertumbuh, keluarga berencana ini masyarakat itu saling melengkapi dalam menghormati,
masih tetap tidak menguntungkan kita secara melindungi, dan memenuhi hak individu. Semakin
menyeluruh... didaerah pedalaman-pedalaman tidak
banyak wanita yang memiliki akses terhadap
menguntungkan” (YT)
kontrasepsi tidak akan meniadakan fokus hak
reproduksi (27).
PEMBAHASAN
Kebijakan penghentian suplai alat kontrasepsi
Kebijakan program KB hanya berupa himbauan dan kurang bijaksana, karena dapat merugikan masyarakat
disosialisasikan sejak tahun 2012. Proses perubahan sekaligus pemerintah daerah dari segi pembiayaan
sosial tunduk pada faktor lokal dan penting secara kesehatan. Pemerintah daerah harus memberikan
kultural (21). Pemerintah daerah menganggap lebih dari dukungan moral untuk memperbaiki
kebijakan di Indonesia tidak dapat diberlakukan secara program KB. Meskipun beberapa pemimpin tahu
merata. Kebijakan yang sama juga pernah dilakukan di bahwa hambatan budaya, institusi keluarga tradisional,
Cina. Penduduk dilarang mempunyai anak lebih dari dan oposisi politik membuat program KB tidak
satu namun memberlakukan kembali program “dua mungkin berhasil di negara mereka sendiri (29).
anak” karena penurunan angkatan kerja (22). Kemitraan yang kuat akan mengisi kesenjangan sesuai
Kebijakan program KB dilatarbelakangi karena kebutuhan dengan memperkuat kemitraan dan
pertimbangan religius, kependudukan dan budaya. organisasi anggotanya dalam memajukan kebijakan
Perbedaan persepsi diantara stakeholder, provider dan dan eksekusi strategi (30).
masyarakat tentang KB menjadi hambatan krusial. Suplai alat kontrasepsi dipengaruhi oleh beberapa
Masalah ketersediaan alokon, tekanan sosial budaya faktor, Suplai alokon Keluarga Berencana juga dibentuk
dan ekonomi, persepsi terhadap efek samping oleh sistem politik dan administratif dimana program
penggunaan KB, hak masyarakat dalam mengakses ini beroperasi (17). Dukungan politik atau kebijakan,
kesehatan reproduksi menjadi topik yang sering pendanaan program serta hukum dan peraturan
muncul (23). Kebijaksanaan program dan kegiatan KB mempengaruhi kesuksesan program KB. Kondisi
membutuhkan pertimbangan kedaulatan bangsa, ketersediaan alokon di Kabupaten Malinau terkendala
konsisten dengan peraturan perundang-undangan yang dengan tidak adanya distribusi dari pemerintah pusat
ada dan prioritas pembangunan bangsa, serta ke Kabupaten Malinau. Sehingga masyarakat hanya
menghargai pertimbangan religius, nilai etis, dan latar bisa mengakses kontrasepsi secara mandiri di sektor
belakang budaya bangsa, dengan tetap menjunjung swasta. Ketersediaan kontrasepsi dalam lingkungan
tinggi hak asasi manusia. layanan lokal memainkan peran penting dalam demand
Kebijakan desentralisasi di Indonesia bertujuan ber KB dan penggunaan metode kontrasepsi (31).
untuk memudahkan akses dan meningkatkan kualitas Advokasi merupakan upaya mengingatkan dan
pelayanan (26). Kekurangan komitmen pemerintah mendesak pemerintah untuk konsisten dan
daerah dalam menyediakan alokon dan kekurangan bertanggung jawab melindungi seluruh warganya. Ini
KIE mengenai alat dan obat kontrasepsi menjadi berarti sebuah tanggung jawab para pelaksana
kendala utama yang membutuhkan advokasi dan advokasi untuk berperan serta dalam menjalankan
fungsi pemerintahan dan negara (32). Sesuai dengan
820
BKM Journal of Community Medicine and Public Health, Volume 33 No. 12 Tahun 2017
arah kebijakan dan strategi nasional pembangunan untuk menjelaskan efek samping suatu metode
kependudukan dan keluarga berencana yang tertera kontrasepsi pada kelompok umur tertentu (39).
pada RPJMN 2015-2019 maka pemerintah daerah wajib
mengupayakan sarana dan prasarana serta jaminan KESIMPULAN
ketersediaan alokon yang memadai di setiap fasilitas
Pemerintah daerah yang menyarankan optimalisasi
kesehatan, pendayagunaan fasilitas kesehatan untuk
kelahiran dengan 4 anak lebih baik berdampak
pelayanan KB (6). Pemerintah pusat dan pemerintah
rendahnya pemenuhan kebutuhan hak kesehatan
daerah diharapkan dapat memenuhi kewajiban
reproduksi dan hak asasi manusia yang seharusnya
sebagaimana UU No. 36 tahun 2009, sehingga peserta
diperoleh masyarakat khususnya akseptor KB melalui
KB lebih menyadari hak dan kewajiban normatifnya
pelayanan KB berkualitas. Ketidaktersediaan alokon di
dalam prosedur pelaksanaannya secara kongkrit.
fasilitas kesehatan pemerintah, larangan pemberian
Kondisi geografi yang sulit di daerah Kabupaten
KIE tentang kontrasepsi dan perbedaan persepsi
Malinau menjadi salah satu kendala dalam hal akses.
mengenai keluarga berencana, menyebabkan pendapat
Wanita yang tinggal di daerah pedesaan dan terpencil
yang berbeda diantara stakeholder, provider dan user
lebih besar mengalami hambatan dalam mengakses
dalam pelaksanaan program KB.
penggunaan kontrasepsi (33). Selain hambatan akses,
biaya kontrasepsi umumnya lebih tinggi di pedesaan
Abstrak
(34). Akses terhadap kontrasepsi merupakan intervensi
Tujuan: Penelitian ini menganalisis pelaksanaan
kesehatan reproduksi yang membantu mengurangi
kebijakan program keluarga berencana di Kabupaten
kematian ibu (18). Pemerintah perlu memperbarui
Malinau. Metode: Studi kasus melalui wawancara
komitmen dari para pemangku kepentingan dan
mendalam pada 18 responden. Hasil: Kebijakan
menetapkan prioritas untuk perbaikan di masa depan
pemerintah daerah Malinau adalah empat anak lebih
(35). Advokasi keluarga berencana yang berkelanjutan
baik. Perbedaan persepsi antara stakeholder, provider
dapat memacu perubahan baru dan mengurangi
dan user mengenai KB dapat mempengaruhi sosial,
hambatan terhadap keluarga berencana (36).
ekonomi, budaya, keyakinan berdampak terhadap
Permintaan KB menentukan dampak dari program
penggunaan kontrasepsi di Malinau. Penggunaan
pada populasi target. Kendala adalah tidak
kontrasepsi tidak dilarang bagi masyarakat yang
terdokumentasinya pencatatan dan pelaporan program
memiliki indikasi medis untuk ber KB, namun
KB dengan baik, sehingga berdampak terhadap data
masyarakat harus mengakses kontrasepsi secara
pengguna KB yang tidak terdeteksi dengan baik,
mandiri di sektor swasta. Kesimpulan: Kebijakan
sementara minat masyarakat tinggi terhadap KB.
pemerintah daerah Malinau dalam menghentikan
Terbatasnya pilihan metode kontrasepsi dan masalah
suplai alokon ke fasilitas kesehatan pemerintah sejak
biaya keuangan merupakan hambatan yang
tahun 2012 merupakan upaya pemerintah daerah
menghambat kemampuan perempuan untuk
untuk meningkatkan jumlah penduduk di wilayah
menghindari kehamilan yang tidak diinginkan (12).
pedalaman dan perbatasan. Ketidaktersediaan alat
Provider harus menyadari kebutuhan kontrasepsi
kontrasepsi di fasilitas kesehatan pemerintah dan
wanita dengan tingkat pendidikan dan paritas.
terbatasnya pemberian KIE KB menimbulkan persepsi
Hambatan demografis, sosial ekonomi, budaya dan
yang berbeda antara stakeholder, provider, dan user.
faktor kesehatan memengaruhi penggunaan layanan
SKPD perlu mengadvokasi kepada DPRD Malinau dan
keluarga berencana (11). Permintaan masyarakat
Bupati. Pemerintah daerah wajib menjamin
untuk metode kontrasepsi jangka panjang di kabupaten
ketersediaan dan pelayanan KB yang berkualitas bagi
Malinau hanya diakses oleh masyarakat
masyarakat atas dasar hak kesehatan reproduksi.
berpendidikan. Hal ini sesuai dengan penelitian
Odongo, responden MKJP mempunyai pengetahuan KB Kata kunci: kebijakan; suplai; demand; penggunaan
lebih baik. kontrasepsi
Persepsi infertilitas akibat penggunaan kontrasepsi
yang berlebihan, sebagai kekhawatiran mengenai PUSTAKA
penyebab terhambatnya regenerasi kependudukan di
1. Marmi. Pelayanan KB. Yogyakarta: Pustaka Pelajar;
daerah pedalaman. Lebih banyak wanita yang sudah 2016.
menikah tidak ingin segera hamil sehingga 2. Solo J, Luhanga M, Wohlfahrt D. Repositioning
menggunakan kontrasepsi (38). Konseling diperlukan Faily Planning-Zambia Case Study: Ready For
Change New York: USAID, The Acquire Project;
2005 September 2005.
821
BKM Journal of Community Medicine and Public Health, Volume 33 No. 12 Tahun 2017
3. Farmer DB, Berman L, Ryan G, Habumugisha L, 23. Wilopo SA. Arah dan Implementasi Kebijaksanaan
Basinga P, Nutt C, et al. Motivations and Program Keluarga Berencana di Indonesia.
Constraints to Family Planning: A Qualitative Study Jakarta: 1997 0853 - 0262.
in Rwanda’s Southern Kayonza District. Global 24. Handayani L, Suharmiati S, Hariastuti I, Latifah C.
Health: Science and Practice. 2015;3(2):242-54. Peningkatan Informasi tentang KB: Hak Kesehatan
4. Mugisha JF, Reynolds H. Provider perspectives on Reproduksi yang perlu Diperhatikan oleh Program
barriers to family planning quality in Uganda: a Pelayanan Keluarga Berencana. Buletin Penelitian
qualitative study. Journal of Family Planning and Sistem Kesehatan. 2012;15(3 Jul).
Reproductive Health Care. 2008;34(1):37-41. 25. Suyono H. Kesehatan reproduksi dan keluarga
5. Prata N. The Need for Family Planning. Population berencana: implikasi program aksi Kairo di
and Environment. 2007;28(4/5):212-22. Indonesia. Jurnal Populasi. 1997;8(1).
6. BKKBN. Rencana Strategis Badan Kependudukan 26. Purwaningsih SS. Desentralisasi Program Keluarga
dan Keluarga Berencana Nasional tahun 2015 - Berencana: Tantangan dan Persoalan kasus-kasus
2019 Jakarta: BKKBN; 2015. provinsi Kalimatan Barat. Jurnal Kependudukan
7. Susanto P. Setahun Tak Ada Bayi Lahir, Bupati Indonesia. 2016;7(2):109-25.
Yansen Stop Program KB Selama 10 Tahun: Tribun 27. Hardee K, Kumar J, Newman K, Bakamjian L,
Kaltim; 2016. Harris S, Rodr, et al. Voluntary, Human
8. Kols A. Reducing unmet need for family planning: Rights—Based Family Planning: A
evidence-based strategies and approaches. Conceptual Framework. Studies in Family
Outlook. 2008;25(1):1. Planning. 2014;45(1):1-18.
9. Mbizvo MT, Phillips SJ. Family planning: Choices 28. Williamson RT, Duvall S, Goldsmith AA, Hardee K,
and challenges for developing countries. Best Mbuya-Brown R. The Effects of Decentralization
Practice & Research Clinical Obstetrics & 29. Freedman R. The Contribution of Social Science
Gynaecology. 2014;28(6):931-43. Research to Population Policy and Family Planning
10. Ugaz J, Banke K, Rahaim S, Chowdhury W, Program Effectiveness. Studies in Family
Williams J.Private providers' knowledge, attitudes Planning.1987;18(2):57-82.
and misconceptions related to long-acting and 30. Lipsky AB, Gribble JN, Cahaelen L, Sharma S.
permanent contraceptive methods: a case study in Partnerships for Policy Development: A Case Study
Bangladesh. Contraception. 2016;94(5):505-11. From Uganda’s Costed Implementation Plan for
11. Saima H, Stephenson R. Provider and Health Family Planning. Global Health: Science and
Facility Influences on Contraceptive Adoption in Practice. 2016;4(2):284-99.
Urban Pakistan. International Family Planning 31. Skiles MP, Cunningham M, Inglis A, Wilkes B,
Perspectives. 2006;32(2):71-8. Hatch B, Bock A, et al. The Effect of Access to
12. Campbell M, Sahin-Hodoglugil NN, Potts M. Contraceptive Services on Injectable Use and
Barriers to Fertility Regulation: A Review of the Demand for Family Planning in Malawi.
Literature. Studies in Family Planning. International Perspectives on Sexual and
2006;37(2):87-98. Reproductive Health. 2015;41(1):20-30.
13. Magnani RJ, Hotchkiss DR, Florence CS, Shafer LA. 32. Siyoto S. Perilaku Kesehatan Keluarga
The Impact of the Family Planning Supply Berpenghasilan Rendah (Low Income Community).
Environment on Contraceptive Intentions and Use Yogyakarta: Indomedia Pustaka; 2016.
in Morocco. Studies in Family Planning. 33. Ortayli N, Malarcher S. Equity Analysis: Identifying
1999;30(2):120-32. Who Benefits from Family Planning Programs.
14. Greene E, Stanback J. Old barriers need not apply: Studies in Family Planning. 2010;41(2):101-8.
opening doors for new contraceptives in the 34. Tuoane M, Janet MN, Ian D. Provision of Family
developing world. Contraception. 2012;85(1):11-4. Planning Services in Lesotho. International Family
15. Nugroho R. Public Policy: Teori, Manajemen, Planning Perspectives. 2004;30(2):77-86.
Dinamika, Analisis, Konvergensi dan Kimia 35. Kuang B, Brodsky I. Global Trends in Family
Kebijakan. Jakarta: PT Elex Media Komputido; Planning Programs, 1999–2014.
2014. International Perspectives on Sexual and
16. Ayuningtyas D. Kebijakan Kesehatan: Prinsip dan Reproductive Health. 2016;42(1):33-44.
Praktik. 1 ed. 1, editor. Jakarta: PT RajaGrafindo 36. Smith E, Musila R, Murunga V, Godbole R. An
Persada; 2015 Juni 2015. Assessment of Family Planning Decision Makers'
17. Bertrand JT, Magnani RJ, Rutenberg N. Evaluating And Advocates' Needs and Strategies In Three East
Family Planning Programs - With Adaptations For African Countries. International Perspectives on
Reproductive Health1996 September 1996. Sexual and Reproductive Health. 2015;41(3):136-44.
18. Ganatra B, Faundes A. Role of birth spacing, family 37. Tibaijuka L, Odongo R, Welikhe E, Mukisa W, Lilian
planning services, safe abortion services and K, Busingye I, et al. Factors influencing use of
post-abortion care in reducing maternal mortality. long-acting versus short-acting contraceptive
Best Practice & Research Clinical Obstetrics & methods among reproductive-age women in a
Gynaecology. 2016;36:145-55. resource-limited setting. Department of Obstetrics
19. Yin RK. Studi Kasus: Desain & Metode. 1, editor. and Gynecology, Mbarara University of Science
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada; 2015. and Technology, Mbarara, Uganda. 2017.
20. Yansen. Revolusi Dari Desa. Mawardi D, editor. 38. Bongaarts J. The impact of family planning
Jakarta: PT. Elex Media Komputindo 2014. programs on unmet need and demand for
21. Cammack M, Heaton TB. Regional Variation in contraception. Studies in Family Planning.
Acceptance of Indonesia's Family Planning 2014;45(2):247-62.
Program. Population Research and Policy Review. 39. Mendoza N, Soto E, Sánchez R-B. Do women aged
2001;20(6):565-85. over 40 need different counseling
22. Rostiani y. Pemerintah Cina Hapus Kebijakan Satu oncombinedhormonalcontraception?journalhome
Anak Jakarta: Republika.co,id; 2017. page: wwwelseviercom. 2016
822