You are on page 1of 6

Berita Kedokteran Masyarakat 

(BKM Journal of Community Medicine and Public Health) 


journal.ugm.ac.id/bkm 

Analisis pelaksanaan kebijakan program keluarga


berencana: studi kasus di Malinau
Analysis of implementation of family planning program policies:
case study in Malinau
2
Priscilla Bawing1, Siswanto Agus Wilopo​1​, Retna Siwi Padmawati

Abstract
Purpose: This study analyze the implementation of family planning program
policy in Malinau. ​Method: Case study through in-depth interview on 18
Dikirim: ​5 Juli 2017 
Diterbitkan: ​1 Desember 2017 
participants. ​Results: The policy of government in Malinau is four children
better. Differences in perceptions between stakeholders, providers and users
about family planning affecting social, economic, cultural, beliefs have an
impact on contraceptive use in Malinau. The use of contraception is not
prohibited for people with medical indications for using contraception, but
peo​ple should access the contraception independently in the private sector.
Conclusion: The policy of the Ma​linau government to stop the supply of
contraceptives to government health facilities since 2012 is an effort by local
governments to increase the number of inland and border populations. The
unavailability of con​traceptives in government health facilities and the
limitations of family planning information, communica​tion and education
lead to differences in perceptions between stakeholders, service providers
and users. Therefore, the researcher recommends that the relevant regional
apparatus unit do advocacy to legislative and executive board in Malinau.
The local government shall ensure the availability and quality of family
planning services for the community on the basis of reproductive health
rights. 

Keywords:​ policy, supply, demand, contraceptive use 

1
Departemen Biostatistik, Epidemiologi dan Kesehatan Populasi, Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada 
(Email: bawingpriscilla@yahoo.co.id) 
2
Departemen Perilaku Kesehatan, Lingkungan dan Kedokteran Sosial, Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada 

817
BKM Journal of Community Medicine and Public Health, Volume 33 No. 12 Tahun 2017 

daerah  Malinau.  Program  promotif  dan  preventif  KB 


PENDAHULUAN
terbatas  pada  penyuluhan  keluarga  sehat  sejahtera. 
Program  keluarga  berencana  ada  di  setiap  negara  Penyuluhan  alat  dan  obat  kontrasepsi  secara  spesifik 
berkembang  (1).  Program  tersebut  sekaligus  sebagai  tidak  boleh  dilakukan  oleh  ​provider  ​di  sektor 
kunci  pembangunan  sosial  ekonomi  (2).  Hambatan  pemerintah. 
penggunaan  kontrasepsi  akibat  tekanan  sosial  dan  Stakeholder  yang  menganggap  KB  bertentangan 
gender  (3).  Paradigma  kesehatan  reproduksi  berubah  dengan  agama  menjadi alasan KB dibatasi namun tetap 
menjadi  lebih  menghormati  hak  reproduksi  setiap  terkendali.  Penggunaan  KB  direkomendasikan  secara 
individu  (4).  Penggunaan  kontrasepsi  di  Indonesia  khusus bagi masyarakat yang memiliki indikasi medis. 
menurunkan 75% fertilitas karena suplai alokon (5). 
“…Kalau  kontrasepsi  yang  buat  kan  manusia.  setiap  sel
Otonomi  daerah  menjadi  langkah  kongkrit  untuk 
sekian  juta  itu,  1-2  yang  masuk,  yang  jadi  berapa,  ya 
manajemen  program  KB  (6).  Sementara,  pemerintah  itulah  titah  Tuhan,  lalu  kita  buat  itu  hentikan  semua, 
daerah  Kabupaten  Malinau  menghentikan  suplai  apa  namanya  membunuh  kan..  itu  sebabnya  orang 
alokon  karena  dianggap  tidak  cocok  (7).  Kekurangan  Kristen  ndak  setuju,  saya  tidak  setuju.  orang  katolik 
suplai  menjadi  hambatan  program  KB  (4).  Akses  sampai  hari  ini  tidak  setuju  dengan  KB  itu,  kenapa.. 
melanggar  aturan  coba  baca  Alkitab,  baca  dalam 
layanan sulit jika infrastruktur lemah (8). 
Yeremia,  carilah  suami,  carilah  istri  bagi  anakmu 
Badan  pusat  statistik  di  Malinau  melaporkan  sehingga  bertambah-tambahlah  keturunanmu  seperti 
penurunan  penggunaan  alat  KB  sebesar  49,28%  dan  bintang di langit…” ​(YT)
penduduk  yang  menggunakan  alat  KB  juga  menurun 
Pemerintah  daerah  membuka  kampung  KB  di  desa 
19,17%  pada  tahun  2015.  Studi  ini  bertujuan  untuk 
Malinau  Hilir.  Namun  terkendala  alat  dan  obat 
menganalisis  pelaksanaan  kebijakan  program keluarga 
kontrasepsi,  sehingga  ​provider  mengadakan  alokon 
berencana,  melihat  bagaimana  pelaksanaan  program 
sendiri  dengan  dana  pribadi,  oleh  karena  itu  jumlah 
KB,  suplai alokon dan hambatan ​demand ber-KB setelah 
dan jenis nya terbatas. 
perubahan kebijakan program KB di Malinau. 
Upaya  SKPD  dalam  menyediakan  alokon  melalui 
kegiatan  pelayanan  KB  dan  alat  kontrasepsi  untuk 
METODE keluarga  miskin  serta  KIE  KB.  Namun  yang  didanai 

Studi  kasus  ini  menggunakan pendekatan kualitatif.  pelaksanaannya  hanya  kegiatan  program  pembinaan 

Wawancara  mendalam  pada  18  partisipan,  meliputi  peran  serta  masyarakat  dalam  pelayanan  KB/KR 

Bupati,  Ketua  Komisi  I  DPR,  Kepala  Bapedda,  Kepala  mandiri.  Sampai  penelitian  ini  selesai,  belum  ada 

Pemberdayaan  Perempuan  dan  Keluarga  Berencana,  realisasi  pelaksanaan  penyediaan  alat  dan  obat 

Kepala  Dinas  Kesehatan,  Kepala  Pengendalian  kontrasepsi oleh SKPD terkait. 

Penduduk  dan  Keluarga  Berencana,  Kepala  Bidang  Program  KB  yang  menonjol  adalah  penghentian 

Pelayanan  Kesehatan,  Kepala  Seksi  Keluarga  suplai  alat  kontrasepsi  di  rumah  sakit  dan  puskesmas. 

Berencana,  tokoh  masyarakat,  bidan,  dokter,  akseptor  Tahun  2012,  pemerintah  daerah  menghimbau  agar 

KB non akseptor KB.  alokon tidak didistribusikan ke fasilitas kesehatan. 

“…Program  KB  di malinau sejak tahun 2012 sudah tidak


HASIL dapat dropping dari propinsi maupun pusat…” ​(AB)

Pengentian  distribusi  alat  dan  obat  kontrasepsi 


Pemerintah  daerah  menganggap  program  KB 
mengakibatkan  ​provider  mengalami  hambatan  dalam 
nasional  belum  prioritas  karena  jumlah  penduduk 
pelayanan  kesehatan.  Ada  tekanan  pengadaan 
terutama  di  daerah pedalaman dan perbatasan kurang. 
ketersediaan  alokon  di  puskesmas  dan  keluhan 
Penggunaan  KB  tidak  dilarang,  namun  peredaran  dan 
masyarakat. 
penggunaan  alat  kontrasepsi  dipantau  dan  perlu 
adanya penetapan standar keluarga sejahtera.  “…karena  yang  selalu  menjadi  bomerang  kan  antara
Suplai  alat  dan  obat  kontrasepsi  terhenti  karena  medis dengan masyarakat…” ​(WM)
permintaan  langsung  pemerintah  daerah  kepada 
Pembiayaan kontrasepsi jangka panjang. 
BKKBN  Pusat.  Distribusi  alokon  ke  fasilitas  kesehatan 
pemerintah  dihentikan  sejak  saat  itu sampai penelitian  Pemasangan  ​implant  dan  IUD  di  praktik  swasta  selain 
ini  dilaksanakan.  Laporan pengguna KB belum dikelola  susah  didapat,  harganya  mahal,  banyak  masyarakat 
dengan  baik  karena  masyarakat  mencari  kontrasepsi  berpendidikan  dan  memiliki  kemampuan  finansial 
secara  mandiri  di  sektor  swasta  dari  dalam  dan  luar  mengakses ke kota Tarakan. 

818
BKM Journal of Community Medicine and Public Health, Volume 33 No. 12 Tahun 2017 

alamiah  sebagai  kontrasepsi  alternatif  pilihan 


“Implant  atau  IUD  di  swasta  terus  terang,  itu  harganya 
cukup  mahal  dan  mungkin  akan  memberatkan  masyarakat. 
masyarakat…” ​(MU)  “…Karena  penggunaan  obat  kontrasepsi  yang 
Alokon  harus  tersedia  di  fasilitas  kesehatan  untuk  berlebihan  akhirnya  tidak  bisa  lagi  melahir..  kering… 
masyarakat  dengan  indikasi  medis.  Dinas  Kesehatan,  sudah  tebukti  banyak  orang  yang  sudah  menggunakan 
sampai  4-5 tahun, sudah tidak produktif lagi…karena itu 
Pengendalian penduduk dan Keluarga Berencana harus 
ya..  Ya,  harus  alami  juga  anunya  kan  gitu…  kalau 
memberikan  informasi  secara  jelas  kepada  pimpinan  kontrasepsi yang buat kan manusia…” ​(YT) 
berdasarkan analisis kebutuhan masyarakat. 
“…asal masyarakat tahu bagaimana cara mengatur, kan 
“…ketersediaan alat-alat itu harus tetap ada…” ​(CR)  secara alami ada caranya juga kan,..” ​(CR) 

Suplai  alat  kontrasepsi  telah  dihentikan,  namun  Persepsi  ​stakeholder  kesehatan  dan  ​provider​,  KB 
masyarakat  dapat  mengakses  alokon  di  sektor  swasta  bukan  untuk  menghalangi  reproduksi,  tetapi  untuk 
secara  mandiri. Jumlah kunjungan bervariasi, ada yang  menunda  kehamilan,  memberikan  jarak  kelahiran, 
meningkat,  ada  yang  menurun  dan  ada  yang  tetap,  dengan harapan masa depan anak-anaknya terprogram 
sebagaimana kutipan wawancara berikut:  dengan  baik.  KB  baik  untuk  kesehatan  reproduksi 
wanita,  dapat  menurunkan  angka  kesakitan  dan 
“…tetap  saja  ada  yang  mencari  walaupun  menurun… 
kematian ibu dan anak. 
tapi sekitar 2 bulan ini sudah tidak ada lagi …”​ (MY) 

“…Ya  lumayan  banyak  mbak  ibu-ibu  yang  mau  KB…  ya  “…Bukan  membatasi  jumlah  kelahiran  per  orang  atau 
kurang  lebih  40  sampai  50  perbulannya.…  di  puskesmas  WUS  atau  ibu…  akan  tetapi  mengatur  jarak  kelahiran 
yang  dilarang…susah…  jadi  ibu-ibunya…  larinya  ke  agar  ibunya  sehat…  bayinya  selamat,  agar  ibunya 
praktek berKB… kebanyakan…” ​(SY)  sehat…  dengan  sendirinya  terwujudlah  keluarga  sehat 
sejahtera bahagia…” ​(HN) 
Masyarakat  mengetahui  kontrasepsi  hanya  untuk 
mencegah  kehamilan  yang  tidak  diinginkan  dan  “…KB  untuk  kesehatan  tentunya,  untuk  mencegah, 
untuk  menurunkan  angka  kematian  ibu,  angka 
mengatur  jarak  kelahiran,  tetapi  belum  mengerti 
kematian  bayi,  meningkatkan  derajat  kesehatan  ibu, 
penggunaan  kontrasepsi  efektif  dan  aman.  Ketika  kesehatan  reproduksi  ibu,  kalau  gizinya  kurang,  ya 
masyarakat  melahirkan  di  RSUD  dan  terindikasi  tidak  tentunya kita lihat ekonominya…” ​(NM) 
memungkinkan  untuk  melahirkan,  maka  dikonseling 
Masyarakat  menganggap  KB  alamiah  adalah  cara 
oleh  dokter  dan  bidan  untuk  melakukan  Metode 
menjaga  kehamilan.  Namun  KB  alamiah  tidak  cukup, 
Operasi Wanita (MOW). 
karena  bisa  saja  terjadi  kegagalan  jika  salah 
“…Ya  kalau  saya,  nda  pake  KB  kan  ndak  bagus  juga…  menghitung  masa  subur.  KB  alamiah  ini  dijadikan 
ndak bisa kontrol jumlah anak…” ​(YU)  sebagai  sebuah  solusi  ketika  masyarakat  mengalami 
“…Takut  operasi,  takut  beresiko.  Takut  resiko  tinggi  keluhan  akibat  penggunaan  kontrasepsi.  ​Provider 
karena  operasi. Kita ambil pil dan suntik, yang resikonya  mengatakan  KB  alamiah  bila  diterapkan  masyarakat 
ndak tinggilah…” ​(ND)  yang tidak paham berpotensi gagal. 
Permintaan  KB  meningkat  di  masyarakat  dan  perlu    “…Ada  yang  coba-coba  kalender..  ujung-ujung  nanti 
pemberian  kontrasepsi  untuk  masyarakat  dengan  hamil…  nda bisa kita ngitung 1 bulan mendadak… harus 
indikasi  medis,  maka  ​provider  ​menyimpan  dan  kita  survey  masa  subur  kita  6  bulan  minimal…  jadi 
menyiapkan alokon secara sembunyi-sembunyi,  banyak  yang  gagal…  baru  mau  coba  1  kali  ujung-ujung 
berikutnya sudah 2 bulan hamil…” ​(MU) 
“…kita  juga tidak bisa menutup mata, tenaga-tenaga kita 
Pemerintah  daerah  menganggap  pro  dan  kontra 
secara  tanda  kutip…  secara  sembunyi-sembunyi 
menyediakan,  kita  tau  ada  kebijakan  di  satu sisi… tetapi  adalah  sesuatu  yang  lumrah.  Pemerintah  memberikan 
kompetensi,  profesionalisme  tenaga  kesehatan,  masih  dana  bantuan  melahirkan  Rp  4.000.000,-/kelahiran 
terus  dijunjung  dengan  menyediakan  pada  untuk masyarakat yang mendukung kebijakannya. 
kelompok-kelompok  yang  beresiko…  ya  tentu dengan e... 
sedikit resiko kalo ketahuan bisa kena marah...” ​(JF)  “…Bagi  saya  persoalan  mereka  yang  tidak  mendukung 
atau  bagi  yang  mendukung,  adalah  hal  yang  lumrah, 
Laporan  penggunaan  kontrasepsi  belum  terdata  kalau  bagi  yang  mendukung  saya  beri  program 
dengan  baik.  Tidak  ada  evaluasi  karena  penggunaan  optimalisasi  kelahiran,  kalau  melahirkan  saya  bantu 
kontrasepsi  dilaksanakan  secara  mandiri.  Persepsi  kasi  biaya  melahirkan,  rata-rata  4  juta  saya kasih, saya 
stakeholder  ​non  kesehatan  adalah  penggunaan  ambil  dari  dana  operasional  saya,  berapa  ratus  sudah 
yang  saya  bantu  melahirkan,  tujuannya  apa?  Kebaikan 
kontrasepsi  berlebih  dapat  menimbulkan  kemandulan. 
untuk  masa  depan,  merekalah yang meneruskan kita ini 
Oleh  sebab  itu  pemerintah  daerah  menganggap  KB  nanti,  mereka  juga  yang  kawin  sama  anak  cucu  kita 

 
819
BKM Journal of Community Medicine and Public Health, Volume 33 No. 12 Tahun 2017 

yang  lain,  kalau  kalian  liat  kasus  di  perbatasan  kalian  komunikasi  yang  efektif  kepada  penentu  kebijakan 
akan paham maksud saya…” ​(YT)  daerah dari SKPD terkait. 
Upaya  SKPD  dalam  mengawal  kebijakan  daerah  Pemerintah  daerah  perlu  mensosialisasikan  secara 
seperti  optimalisasi  tumbuh  kembang  anak  untuk  jelas  untuk  mengutamakan  kesehatan  reproduksi 
mendukung keluarga besar sejahtera di pedalaman dan  wanita.  Kebijakan mencakup tindakan atau faktor yang 
perbatasan (APBD TA. 2015).  mempengaruhi  kebijakan,  termasuk  dida​lamnya  akses 
dan  perlakuan  yang  adil;  sumber  daya  yang  memadai; 
”…Alat  kontrasepsi  itu  silahkan  dijalankan  untuk 
manajemen  dan  akuntabilitas,  dan  aksesibilitas, 
kasus-kasus  tertentu…  Saya  tetap  mengutamakan 
masyarakat  yang  sehat  tapi  tolong  dicernai  juga  penerimaan,  kualitas  informasi  dan  layanan  keluarga 
prospektif  kependudukan  kita….  kasusnya  saja  terjadi  berencana (27). 
disini,  kebetulan  yang  bicara  itu  berani,  ya di daerah ini,  Provider  harus  menyadari  kebutuhan  kontrasepsi 
yang  lain  ndak  berani…  Jangan  diartikan  dihentikan  ya,  wanita,  dengan  menyediakan  metode  kontrasepsi, 
tapi  di  tata  ulang…  jangan kita semata-mata mau bicara 
informasi  yang  lengkap,  dan  meningkatkan 
keluarga  berencana berhasil, tapi mengorbankan banyak 
hal……  kalau  suatu  saat  tidak  ada  produktivitas  kemampuan  ​provider  ​(11).  Pemerintah  daerah  harus 
didaerah  itu,  apa  kita  berpikir...  bahwa  setiap  manusia  memperhatikan  hak  asasi  manusia  dan  kesehatan 
itu  punya  hak  untuk  bertumbuh,  keluarga  berencana  ini  masyarakat  itu  saling  melengkapi  dalam menghormati, 
masih  tetap  tidak  menguntungkan  kita  secara  melindungi,  dan  memenuhi  hak  individu.  Semakin 
menyeluruh...  didaerah  pedalaman-pedalaman  tidak 
banyak  wanita  yang  memiliki  akses  terhadap 
menguntungkan” ​(​YT) 
kontrasepsi  tidak  akan  meniadakan  fokus  hak 
reproduksi (27). 
PEMBAHASAN
Kebijakan  penghentian  suplai  alat  kontrasepsi 
Kebijakan  program KB hanya berupa himbauan dan  kurang  bijaksana,  karena dapat merugikan masyarakat 
disosialisasikan  sejak  tahun  2012.  Proses  perubahan  sekaligus  pemerintah  daerah  dari  segi  pembiayaan 
sosial  tunduk  pada  faktor  lokal  dan  penting  secara  kesehatan.  Pemerintah  daerah  harus  memberikan 
kultural  (21).  Pemerintah  daerah  menganggap  lebih  dari  dukungan  moral  untuk  memperbaiki 
kebijakan  di  Indonesia tidak dapat diberlakukan secara  program  KB.  Meskipun  beberapa  pemimpin  tahu 
merata.  Kebijakan  yang  sama juga pernah dilakukan di  bahwa hambatan budaya, institusi keluarga tradisional, 
Cina.  Penduduk  dilarang  mempunyai  anak  lebih  dari  dan  oposisi  politik  membuat  program  KB  tidak 
satu  namun  memberlakukan  kembali  program  “dua  mungkin  berhasil  di  negara  mereka  sendiri  (29). 
anak” karena penurunan angkatan kerja (22).  Kemitraan  yang  kuat  akan  mengisi  kesenjangan  sesuai 
Kebijakan  program  KB  dilatarbelakangi  karena  kebutuhan  dengan  memperkuat  kemitraan  dan 
pertimbangan  religius,  kependudukan  dan  budaya.  organisasi  anggotanya  dalam  memajukan  kebijakan 
Perbedaan  persepsi  diantara  ​stakeholder​,  ​provider  dan  dan eksekusi strategi (30). 
masyarakat  tentang  KB  menjadi  hambatan  krusial.  Suplai  alat  kontrasepsi  dipengaruhi  oleh  beberapa 
Masalah  ketersediaan  alokon,  tekanan  sosial  budaya  faktor, Suplai alokon Keluarga Berencana juga dibentuk 
dan  ekonomi,  persepsi  terhadap  efek  samping  oleh  sistem  politik  dan  administratif  dimana  program 
penggunaan  KB,  hak  masyarakat  dalam  mengakses  ini  beroperasi  (17).  Dukungan  politik  atau  kebijakan, 
kesehatan  reproduksi  menjadi  topik  yang  sering  pendanaan  program  serta  hukum  dan  peraturan 
muncul  (23).  Kebijaksanaan  program  dan  kegiatan  KB  mempengaruhi  kesuksesan  program  KB.  Kondisi 
membutuhkan  pertimbangan  kedaulatan  bangsa,  ketersediaan  alokon  di  Kabupaten  Malinau  terkendala 
konsisten dengan peraturan perundang-undangan yang  dengan  tidak  adanya  distribusi  dari  pemerintah  pusat 
ada  dan  prioritas  pembangunan  bangsa,  serta  ke  Kabupaten  Malinau.  Sehingga  masyarakat  hanya 
menghargai  pertimbangan  religius,  nilai  etis,  dan  latar  bisa  mengakses  kontrasepsi  secara  mandiri  di  sektor 
belakang  budaya  bangsa,  dengan  tetap  menjunjung  swasta.  Ketersediaan  kontrasepsi  dalam  lingkungan 
tinggi hak asasi manusia.  layanan lokal memainkan peran penting dalam ​demand 
Kebijakan  desentralisasi  di  Indonesia  bertujuan  ber KB dan penggunaan metode kontrasepsi (31). 
untuk  memudahkan  akses  dan  meningkatkan  kualitas  Advokasi  merupakan  upaya  mengingatkan  dan 
pelayanan  (26).  Kekurangan  komitmen  pemerintah  mendesak  pemerintah  untuk  konsisten  dan 
daerah  dalam  menyediakan  alokon  dan  kekurangan  bertanggung  jawab  melindungi  seluruh  warganya.  Ini 
KIE  mengenai  alat  dan  obat  kontrasepsi  menjadi  berarti  sebuah  tanggung  jawab  para  pelaksana 
kendala  utama  yang  membutuhkan  advokasi  dan  advokasi  untuk  berperan  serta  dalam  menjalankan 
fungsi  pemerintahan  dan  negara  (32).  Sesuai  dengan 

 
820
BKM Journal of Community Medicine and Public Health, Volume 33 No. 12 Tahun 2017 

arah  kebijakan  dan  strategi  nasional  pembangunan  untuk  menjelaskan  efek  samping  suatu  metode 
kependudukan  dan  keluarga  berencana  yang  tertera  kontrasepsi pada kelompok umur tertentu (39). 
pada  RPJMN  2015-2019  maka  pemerintah  daerah wajib 
mengupayakan  sarana  dan  prasarana  serta  jaminan  KESIMPULAN
ketersediaan  alokon  yang  memadai  di  setiap  fasilitas 
Pemerintah  daerah  yang  menyarankan optimalisasi 
kesehatan,  pendayagunaan  fasilitas  kesehatan  untuk 
kelahiran  dengan  4  anak  lebih  baik  berdampak 
pelayanan  KB  (6).  Pemerintah  pusat  dan  pemerintah 
rendahnya  pemenuhan  kebutuhan  hak  kesehatan 
daerah  diharapkan  dapat  memenuhi  kewajiban 
reproduksi  dan  hak  asasi  manusia  yang  seharusnya 
sebagaimana  UU  No.  36  tahun  2009,  sehingga  peserta 
diperoleh  masyarakat  khususnya  akseptor  KB  melalui 
KB  lebih  menyadari  hak  dan  kewajiban  normatifnya 
pelayanan  KB  berkualitas.  Ketidaktersediaan  alokon  di 
dalam prosedur pelaksanaannya secara kongkrit. 
fasilitas  kesehatan  pemerintah,  larangan  pemberian 
Kondisi  geografi  yang  sulit  di  daerah  Kabupaten 
KIE  tentang  kontrasepsi  dan  perbedaan  persepsi 
Malinau  menjadi  salah  satu  kendala  dalam  hal  akses. 
mengenai  keluarga berencana, menyebabkan pendapat 
Wanita  yang  tinggal  di  daerah  pedesaan  dan  terpencil 
yang  berbeda  diantara  ​stakeholder,  provider  dan  ​user 
lebih  besar  mengalami  hambatan  dalam  mengakses 
dalam pelaksanaan program KB. 
penggunaan  kontrasepsi  (33).  Selain  hambatan  akses, 
biaya  kontrasepsi  umumnya  lebih  tinggi  di  pedesaan 
Abstrak 
(34).  Akses  terhadap  kontrasepsi merupakan intervensi 
Tujuan:  Penelitian  ini  menganalisis  pelaksanaan 
kesehatan  reproduksi  yang  membantu  mengurangi 
kebijakan  program  keluarga  berencana  di  Kabupaten 
kematian  ibu  (18).  Pemerintah  perlu  memperbarui 
Malinau.  ​Metode:  Studi  kasus  melalui  wawancara 
komitmen  dari  para  pemangku  kepentingan  dan 
mendalam  pada  18  responden​.  ​Hasil​:  Kebijakan 
menetapkan  prioritas  untuk  perbaikan  di  masa  depan 
pemerintah  daerah  Malinau  adalah  empat  anak  lebih 
(35).  Advokasi  keluarga  berencana  yang  berkelanjutan 
baik.  Perbedaan  persepsi  antara  ​stakeholder,  pro​vider 
dapat  memacu  perubahan  baru  dan  mengurangi 
dan  user  mengenai  KB  dapat  mempengaruhi  sosial, 
hambatan terhadap keluarga berencana (36). 
ekonomi,  budaya,  keyakinan  berdampak  ter​hadap 
Permintaan  KB  menentukan  dampak  dari  program 
penggunaan  kontrasepsi  di  Malinau.  Penggunaan 
pada  populasi  target.  Kendala  adalah  tidak 
kontrasepsi  tidak  dilarang  bagi  masyarakat  yang 
terdokumentasinya  pencatatan dan pelaporan program 
memiliki  indikasi  medis  untuk  ber  KB,  namun 
KB  dengan  baik,  sehingga  berdampak  terhadap  data 
masyarakat  harus  mengakses  kontrasepsi  secara 
pengguna  KB  yang  tidak  terdeteksi  dengan  baik, 
mandiri  di  sektor  swasta.  ​Kesimpulan​:  Kebijakan 
sementara  minat  masyarakat  tinggi  terhadap  KB. 
pemerintah  daerah  Malinau  dalam  menghentikan 
Terbatasnya  pilihan  metode  kontrasepsi  dan  masalah 
suplai  alokon  ke  fasilitas  kesehatan  pemerintah  sejak 
biaya  keuangan  merupakan  hambatan  yang 
tahun  2012  merupakan  upaya  pemerintah  daerah 
menghambat  kemampuan  perempuan  untuk 
untuk  meningkatkan  jumlah  penduduk  di  wilayah 
menghindari kehamilan yang tidak diinginkan (12). 
pedalaman  dan  perbatasan.  Ketidaktersediaan  alat 
Provider  ​harus  menyadari  kebutuhan  kontrasepsi 
kontrasepsi  di  fasilitas  kesehatan  pemerintah  dan 
wanita  dengan  tingkat  pendidikan  dan  paritas. 
terbatasnya  pemberian  KIE  KB  menimbulkan  persepsi 
Hambatan  demografis,  sosial  ekonomi,  budaya  dan 
yang  berbeda  antara  ​stakeholder,  provider​,  dan  ​user. 
faktor  kesehatan  memengaruhi  penggunaan  layanan 
SKPD  perlu  mengadvokasi  kepada  DPRD  Malinau  dan 
keluarga  berencana  (11).  Permintaan  masyarakat 
Bupati.  Pemerintah  daerah  wajib  menjamin 
untuk  metode kontrasepsi jangka panjang di kabupaten 
ketersediaan  dan  pelayanan  KB  yang  berkualitas  bagi 
Malinau  hanya  diakses  oleh  masyarakat 
masyarakat atas dasar hak kesehatan reproduksi.  
berpendidikan.  Hal  ini  sesuai  dengan  penelitian 
Odongo,  responden  MKJP  mempunyai  pengetahuan  KB  Kata  kunci:  ​kebijakan;  suplai;  ​demand​;  penggunaan 
lebih baik.  kontrasepsi 
Persepsi  infertilitas  akibat  penggunaan  kontrasepsi 
yang  berlebihan,  sebagai  kekhawatiran  mengenai  PUSTAKA
penyebab  terhambatnya  regenerasi  kependudukan  di 
1. Marmi. Pelayanan KB. Yogyakarta: Pustaka Pelajar;
daerah  pedalaman.  Lebih  banyak  wanita  yang  sudah  2016.
menikah  tidak  ingin  segera  hamil  sehingga  2. Solo  J,  Luhanga  M,  Wohlfahrt  D.  Repositioning
menggunakan  kontrasepsi  (38).  Konseling  diperlukan  Faily  Planning-Zambia  Case  Study:  Ready  For
Change  New  York:  USAID,  The  Acquire  Project;
2005 September 2005.

821
BKM Journal of Community Medicine and Public Health, Volume 33 No. 12 Tahun 2017 

3. Farmer  DB,  Berman  L,  Ryan  G,  Habumugisha  L, 23. Wilopo  SA.  Arah  dan  Implementasi Kebijaksanaan
Basinga  P,  Nutt  C,  et  al.  Motivations  and Program  Keluarga  Berencana  di  Indonesia.
Constraints to Family Planning: A Qualitative Study Jakarta: 1997 0853 - 0262.
in  Rwanda’s  Southern  Kayonza  District.  Global 24. Handayani  L,  Suharmiati  S,  Hariastuti  I,  Latifah  C.
Health: Science and Practice. 2015;3(2):242-54. Peningkatan  Informasi  tentang  KB: Hak Kesehatan
4. Mugisha  JF,  Reynolds  H.  Provider  perspectives  on Reproduksi  yang  perlu  Diperhatikan oleh Program
barriers  to  family  planning  quality  in  Uganda:  a Pelayanan  Keluarga  Berencana.  Buletin  Penelitian
qualitative  study.  Journal  of  Family  Planning  and Sistem Kesehatan. 2012;15(3 Jul).
Reproductive Health Care. 2008;34(1):37-41. 25. Suyono  H.  Kesehatan  reproduksi  dan  keluarga
5. Prata  N.  The  Need  for Family Planning. Population berencana:  implikasi  program  aksi  Kairo  di
and Environment. 2007;28(4/5):212-22. Indonesia. Jurnal Populasi. 1997;8(1).
6. BKKBN.  Rencana  Strategis  Badan  Kependudukan 26. Purwaningsih  SS.  Desentralisasi Program Keluarga
dan  Keluarga  Berencana  Nasional  tahun  2015  - Berencana:  Tantangan  dan  Persoalan  kasus-kasus
2019 Jakarta: BKKBN; 2015. provinsi  Kalimatan  Barat.  Jurnal  Kependudukan
7. Susanto  P.  Setahun  Tak  Ada  Bayi  Lahir,  Bupati Indonesia. 2016;7(2):109-25.
Yansen  Stop  Program  KB  Selama 10 Tahun: Tribun 27. Hardee  K,  Kumar  J,  Newman  K,  Bakamjian  L,
Kaltim; 2016. Harris  S,  Rodr,  et  al.  Voluntary,  Human
8. Kols  A.  Reducing  unmet  need  for  family  planning: Rights—Based  Family  Planning:  A
evidence-based  strategies  and  approaches. Conceptual  Framework.  Studies  in  Family
Outlook. 2008;25(1):1. Planning. 2014;45(1):1-18.
9. Mbizvo  MT,  Phillips  SJ.  Family  planning:  Choices 28. Williamson  RT,  Duvall  S,  Goldsmith  AA,  Hardee  K,
and  challenges  for  developing  countries.  Best Mbuya-Brown R. The Effects of Decentralization
Practice  &  Research  Clinical  Obstetrics  & 29. Freedman  R.  The  Contribution  of  Social  Science
Gynaecology. 2014;28(6):931-43. Research  to  Population Policy and Family Planning
10. Ugaz  J,  Banke  K,  Rahaim  S,  Chowdhury  W, Program  Effectiveness.  Studies  in  Family
Williams  J.Private  providers'  knowledge,  attitudes Planning.1987;18(2):57-82.
and  misconceptions  related  to  long-acting  and 30. Lipsky  AB,  Gribble  JN,  Cahaelen  L,  Sharma  S.
permanent  contraceptive  methods:  a  case  study  in Partnerships  for  Policy  Development: A Case Study
Bangladesh. Contraception. 2016;94(5):505-11. From  Uganda’s  Costed  Implementation  Plan  for
11. Saima  H,  Stephenson  R.  Provider  and  Health Family  Planning.  Global  Health:  Science  and
Facility  Influences  on  Contraceptive  Adoption  in Practice. 2016;4(2):284-99.
Urban  Pakistan.  International  Family  Planning 31. Skiles  MP,  Cunningham  M,  Inglis  A,  Wilkes  B,
Perspectives. 2006;32(2):71-8. Hatch  B,  Bock  A,  et  al.  The  Effect  of  Access  to
12. Campbell  M,  Sahin-Hodoglugil  NN,  Potts  M. Contraceptive  Services  on  Injectable  Use  and
Barriers  to  Fertility  Regulation:  A  Review  of  the Demand  for  Family  Planning  in  Malawi.
Literature.  Studies  in  Family  Planning. International  Perspectives  on  Sexual  and
2006;37(2):87-98. Reproductive Health. 2015;41(1):20-30.
13. Magnani  RJ,  Hotchkiss  DR,  Florence  CS,  Shafer  LA. 32. Siyoto  S.  Perilaku  Kesehatan  Keluarga
The  Impact  of  the  Family  Planning  Supply Berpenghasilan  Rendah (Low Income Community).
Environment  on  Contraceptive  Intentions  and  Use Yogyakarta: Indomedia Pustaka; 2016.
in  Morocco.  Studies  in  Family  Planning. 33. Ortayli  N, Malarcher S. Equity Analysis: Identifying
1999;30(2):120-32. Who  Benefits  from  Family  Planning  Programs.
14. Greene  E,  Stanback  J.  Old  barriers  need  not  apply: Studies in Family Planning. 2010;41(2):101-8.
opening  doors  for  new  contraceptives  in  the 34. Tuoane  M,  Janet  MN,  Ian  D.  Provision  of  Family
developing world. Contraception. 2012;85(1):11-4. Planning  Services  in  Lesotho.  International Family
15. Nugroho  R.  Public  Policy:  Teori,  Manajemen, Planning Perspectives. 2004;30(2):77-86.
Dinamika,  Analisis,  Konvergensi  dan  Kimia 35. Kuang  B,  Brodsky  I.  Global  Trends  in  Family
Kebijakan.  Jakarta:  PT  Elex  Media  Komputido; Planning  Programs,  1999–2014. 
2014. International  Perspectives  on  Sexual  and 
16. Ayuningtyas  D.  Kebijakan  Kesehatan:  Prinsip  dan Reproductive Health. 2016;42(1):33-44. 
Praktik.  1  ed.  1,  editor.  Jakarta:  PT  RajaGrafindo 36. Smith  E,  Musila  R,  Murunga  V,  Godbole  R.  An
Persada; 2015 Juni 2015. Assessment  of  Family  Planning  Decision  Makers'
17. Bertrand  JT,  Magnani  RJ,  Rutenberg  N.  Evaluating And  Advocates'  Needs  and  Strategies  In Three East
Family  Planning  Programs  -  With  Adaptations  For African  Countries.  International  Perspectives  on
Reproductive Health1996 September 1996. Sexual and Reproductive Health. 2015;41(3):136-44.
18. Ganatra  B,  Faundes  A. Role of birth spacing, family 37. Tibaijuka L, Odongo R, Welikhe E, Mukisa W, Lilian
planning  services,  safe  abortion  services  and K,  Busingye  I,  et  al.  Factors  influencing  use  of
post-abortion  care  in  reducing  maternal mortality. long-acting  versus  short-acting  contraceptive
Best  Practice  &  Research  Clinical  Obstetrics  & methods  among  reproductive-age  women  in  a
Gynaecology. 2016;36:145-55. resource-limited  setting.  Department  of  Obstetrics
19. Yin  RK.  Studi  Kasus:  Desain  &  Metode.  1,  editor. and  Gynecology,  Mbarara  University  of  Science
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada; 2015. and Technology, Mbarara, Uganda. 2017.
20. Yansen.  Revolusi  Dari  Desa.  Mawardi  D,  editor. 38. Bongaarts  J.  The  impact  of  family  planning
Jakarta: PT. Elex Media Komputindo 2014. programs  on  unmet  need  and  demand  for
21. Cammack  M,  Heaton  TB.  Regional  Variation  in contraception.  Studies  in  Family  Planning.
Acceptance  of  Indonesia's  Family  Planning 2014;45(2):247-62.
Program.  Population  Research  and  Policy  Review. 39. Mendoza  N,  Soto  E,  Sánchez  R-B.  Do  women  aged
2001;20(6):565-85. over  40  need  different  counseling
22. Rostiani  y.  Pemerintah  Cina  Hapus  Kebijakan Satu oncombinedhormonalcontraception?journalhome
Anak Jakarta: Republika.co,id; 2017. page: ​wwwelseviercom​. 2016

822

You might also like