You are on page 1of 11

Marine Fisheries ISSN 2087-4235

Vol. 8, No. 2, November 2017


Hal: 223-233

ANALISIS KERENTANAN PERIKANAN TANGKAP AKIBAT PERUBAHAN


IKLIM PADA SKALA PROVINSI

Province Scaled Fisheries Vulnerability on Climate Change

Oleh:
Allasay Kitsash Addifisyuka Cintra1* , Isdradjad Setyobudiandi2, Achmad Fahrudin2

1 Mahasiswa Program Magister Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Lautan, Departemen Manajemen Sumber daya
Perairan, FPIK-IPB
2Dosen Departemen Manajemen Sumber daya Perairan, FPIK-IPB

*Korespondensi: allsay.cintra@gmail.com

Diterima: 11 April 2017; Disetujui: 17 Oktober 2017

ABSTRACT
Fisheries has significant roles for the Indonesian economy. Climate change influences
Indonesian fisheries through a range of direct and indirect pathaway. A scientific based approach
such as vulnerability is needed to determine the risks of climate change and adaptation strategies.
Therefore, this study was conducted to analyze the vulnerability of fisheries to climate change on
province scaled in Indonesia. Vulnerability index (VI) is obtained with composite index of exposure
(EI), sensitivity (SI) and adaptive capacity (ACI) of ten provinces representing the eastern and
western parts of Indonesia by using purposive sampling method. Source of data for indices
variables were using recorded datas from relevant institutions. The results showed that fisheries
status of North Sulawesi (VI = 0.78), Central Sulawesi (VI = 0.72) and Gorontalo (VI = 0.61) were
very vulnerable despite the composition of constituent vulnerability index was different. This
difference determined the specific policies to be taken to each province to reduce vulnerability.
Short term policies are taken to reduce the vulnerability of the most vulnerable areas on Sulawesi
Utara, Sulawesi Tengah, and Gorontalo. Medium term policy is carried out in high sensitivity areas,
namely Kepulauan Riau, Sulawesi Utara, and Kalimantan Timur and in low adaptive capacity areas
such as Jambi, Gorontalo and Bangka Belitung. Long term policy is conducted for areas with high
exposure such as Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara and Kalimantan Timur.
Keywords: Climate change, fisheries, vulnerability, province

ABSTRAK
Perikanan tangkap memiliki peranan penting bagi perekonomian Indonesia. Adanya
perubahan iklim akan berdampak merugikan secara langsung maupun tidak langsung pada
perikanan tangkap Indonesia. Suatu pendekatan ilmiah diperlukan untuk menentukan risiko
perubahan iklim dan strategi adaptasi perikanan tangkap, salah satunya adalah analisis
kerentanan (Vulnerability). Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk menganalisis kerentanan
perikanan tangkap akibat perubahan iklim pada skala provinsi di Indonesia. Indeks kerentanan (VI)
didapatkan dengan mengkompositkan indeks keterpaparan (EI), kepekaan (SI) dan kapasitas
adaptif (ACI) dari sepuluh provinsi yang mewakili bagian timur dan barat Indonesia dengan metode
purposive sampling. Sumber variabel penyusun indeks variabel menggunakaan rekaman data dari
instansi terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa provinsi Sulawesi Utara (VI=0,78), Sulawesi
Tengah (VI=0,72) dan Gorontalo (VI=0,61) berstatus sangat rentan walaupun komposisi penyusun
indeks kerentanannya tidak sama. Perbedaan ini menentukan bahwa jenis kebijakan yang diambil
menjadi spesifik pada tiap provinsi untuk mengurangi kerentanan. Short term policy diambil untuk
224 Marine Fisheries 8(2): 223-233, November 2017

mengurangi dapak di daerah yang paling rentan yaitu Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan
Gorontalo. Medium term policy dilakukan pada daerah yang kepekaannya tinggi yaitu Kepulauan
Riau, Sulawesi Utara, dan Kalimantan Timur dan kapasitas adaptifnya rendah yaitu Jambi,
Gorontalo dan Bangka Belitung. Long term policy dilakukan untuk daerah yang keterpaparannya
tinggi yaitu Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara dan Kalimantan Timur.
Kata kunci: kerentanan, perikanan tangkap, perubahan iklim, provinsi

PENDAHULUAN spesies hewan tertentu (Runtuboi 2012), atau-


pun kerentanan akibat perubahan iklim pada
Perikanan tangkap memiliki peranan skala desa (KLHK 2015). Oleh karena itu, pe-
yang sangat penting bagi perekonomian dan nelitian ini dilakukan untuk menganalisis keren-
kesejahteraan masyarakat baik dalam skala tanan perikanan tangkap akibat perubahan
lokal maupun nasional. Perikanan tangkap di iklim pada skala provinsi di Indonesia.
laut merupakan penghasil utama komoditas
ikan karena 84,7% ikan tangkapan diperoleh
dari jenis usaha perikanan tangkap ini (KKP
2011). Selain itu tingginya ketergantungan ma-
METODE
syarakat terhadap sektor perikanan dapat dili- Pengambilan data dilaksanakan pada bu-
hat bahwa sektor perikanan tahun 2013 me- lan Juli 2016 hingga Januari 2017. Lokasi pene-
nyumbang PBD nasional sebesar 2,09-2,34% litian yang dipilih pada skala provinsi karena
sepanjang 2010-2014 (KKP 2015). kebijakan yang terkait sebagian besar diformu-
lasikan dan diimplementasikan pada skala pro-
Perubahan iklim menambah ancaman
vinsi, dan juga karena sebagian besar data
bagi perikanan tangkap selain faktor manusia
hanya tersedia pada skala ini (mengacu pada
(Feely et al. 2004; Halpern et al. 2008), over-
fishing, perusakan habitat dan polusi (Pitcher Allison et al. 2009). Lokasi penelitian berada
dan Cheung 2013). Lautan mengalami peru- pada 10 provinsi di WPP 711 (Kepulauan Riau,
Kalimantan Barat. Bangka Belitung, Sumatera
bahan karena emisi rumah kaca akibat aktivitas
Selatan, Jambi dan Riau) dan WPP 716 (Kali-
manusia sejak awal abad 20 (Stocker et al.
mantan Timur, Sulawesi Tengah, Gorontalo
2013). Lautan mengalami kenaikan suhu, peng-
dan Sulawesi Utara). Pro-vinsi di WPP 711 dan
asaman (Doney et al. 2009), pengurangan oksi-
gen dan berkurangnya tutupan es di daerah ku- WPP 716 dipilih untuk mewakili bagian barat
tub (Gattuso et al. 2015). Sehingga perubahan dan timur Indonesia (Gambar 1).
iklim akan mempengaruhi produksi perikanan Data yang digunakan dalam penelitian ini
secara langsung maupun tidak langsung (Bad- merupakan data sekunder yang diambil dari
jeck 2010; Brander et al. 2010). instansi terkait. Pengambilan data mengguna-
Dampak perubahan iklim terhadap per- kan metode purposive sampling dengan varia-
ikanan dapat dianalisis dengan analisis keren- bel yang diamati adalah kerentanan (vulnera-
bility) meliputi keterpaparan (exposure), kepe-
tanan (Vulnerability). Kerentanan merupakan
kaan (sensitivity) dan kemampuan adaptasi
suatu tingkatan dimana perubahan iklim mam-
(adaptive capacity).
pu merusak atau membahayakan sistem, ter-
gantung pada kepekaan sistem dan kemam- Analisis data dilakukan terhadap keterpa-
puan sistem dalam beradaptasi pada kondisi ik- paran (exposure), Kepekaan/ Sensitivitas (Sen-
lim yang baru (IPCC 2007). Kerentanan (vulne- sitivity), Kapasitas Adaptif (Adaptive Capacity)
rability) sangat dipengaruhi oleh tingkat bahaya dan Indeks Kerentanan.
yang terjadi, keterpaparan (exposure), kepeka-
an (sensitivity), dan kemampuan adaptasi
(adaptive capacity). Analisis kerentanan dapat Keterpaparan (exposure)
dijadikan dasar ilmiah untuk menentukan risiko
Keterpaparan dalam konteks penelitian
perubahan iklim dan strategi adaptasi yang
ini adalah tingkat perikanan tangkap terkena
diperlukan untuk mengurangi risiko tersebut.
dampak perubahan iklim (dimodifikasi dari
Penelitian kerentanan perikanan tangkap IPCC 2007). Suhu Permukaan Laut (SPL) di-
di mancanegara telah mencakup pada pem- pilih sebagai variabel keterpaparan karena pe-
bahasan skala komunitas pesisir (Islam et al. rubahannya memiliki dampak yang sangat
2014) hingga skala nasional (Allison et al. berpengaruh terhadap perikanan tangkap baik
2009). Namun sayangnya Indonesia belum ba- langsung (Brander 2007; Dulvy et al. 2008)
nyak melakukan penelitian kerentanan perika- maupun tidak langsung (Hoegh-Guldberg 2005,
nan tangkap. Di Indonesia penelitian ini masih 2007; Lehodey et al. 2006). Data suhu permu-
berkisar di pulau-pulau kecil (Tahir 2010), jenis kaan laut bersumber dari National Centers for
Cintra et al. – Analisis Kerentanan Perikanan Tangkap 225

Gambar 1 Lokasi penelitian analisis kerentanan

Environmental Prediction, National Weather Kepekaan/Sensitivitas (Sensitivity)


Service (NOAA) selama 10 tahun terakhir
(2003-2013) karena sudah cukup mewakili bila Kepekaan didefinisikan sebagai kondisi
terjadi perubahan suhu. Data dalam bentuk grid intrinsik baik biofisik, sosial dan ekonomi yang
format ASCII dengan skala spasial 10 x 10 dipengaruhi oleh tekanan ekstrinsik (IPCC
2007). Pada penelitian ini, kepekaan perikanan
geografis dan skala temporal harian. Lalu
dilakukan analisis temporal untuk melihat tren terhadap perubahan iklim adalah hasil tangkap-
suhu permukaan laut rerata beberapa wilayah an yang didaratkan dan jumlah nelayan. Asum-
tertentu (Syaifullah 2015). sinya bahwa besar jumlah nelayan atau hasil
tangkapan di suatu kawasan maka semakin
Tahapan perhitungan indeks keterpa- besar perubahan iklim berpengaruh pada kegi-
paran (EI): atan perikanan yang dilakukan nelayan terse-
but. Data hasil tangkapan provinsi dari tahun
1. Regresi linear SPL untuk mendapatkan nilai
2005 sampai tahun 2013 dan data jumlah nela-
koefisien regresi linear per provinsi
yan per provinsi dari 2003 sampai 2012 didapat
𝑦𝑖 = 𝑎 + 𝑏𝑖 𝑥
dari data stastistik dari Kementerian Kelautan
2. Standarisasi nilai koefisien regresi linear dan Perikanan Republik Indonesia.
provinsi
bi − min b Indeks kepekaan bernilai dari 0 hingga 1,
EIi = Sbi = nilai 0 menunjukkan kepekaan rendah dan 1
max b − min b
kepekaan tinggi. Formulasi indeks kepekaan
dengan: pada skala provinsi berdasarkan modifikasi dari
y : Suhu permukaan laut pada daerah i Allison et al. (2009) adalah sebagai berikut:
x : Tahun
𝑎 : Intersep 1. Merata ratakan tiap variabel per provinsi
𝑏 : Nilai koefisien regresi suhu permukaan 2. Standarisasi nilai tiap variabel per provinsi
laut
𝑏𝑖 : Nilai koefisien regresi suhu permukaan 3. Menjumlahkan variabel variabel
laut pada daerah i Sitotal = SJNi + SHTi
𝑆𝑏𝑖 : Standarisasi koefisien regresi suhu
permukaan laut pada daerah i 4. Menstandarisasi hasil penjumlahan dua vari-
𝐸𝐼𝑖 : Indeks keterpaparan pada daerah i abel untuk menghasilkan indeks kepekaan
Nilai akhir indeks keterpaparan adalah 0- Sitotal − min 𝑆𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
SIi = SSitotal =
1 (nilai 0 menunjukkan keterpaparan rendah max 𝑆𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 − min 𝑆𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
dan 1 keterpaparan tinggi).
226 Marine Fisheries 8(2): 223-233, November 2017

dengan: 𝑆𝐽𝑃𝑃𝑖 : Standarisasi jumlah penyuluh


Sitotal : Kepekaan total pada daerah i perikanan pada daerah i
𝑆𝐽𝑁𝑖 : Standarisasi jumlah nelayan pada 𝑆𝐷𝐴𝐾𝑖 : Standarisasi dana alokasi khusus
daerah i pada daerah i
𝑆𝐻𝑇𝑖 : Standarisasi hasil tangkapan pada SACitotal : Standarisasi kapasitas adaptif total
daerah i pada daerah i
SSitotal : Standarisasi kepekaan total pada 𝐴𝐶𝐼𝑖 : Indeks kapasitas adaptif pada
daerah i daerah i
𝑆𝐼𝑖 : Indeks kepekaan pada daerah i
Berbeda dengan keterpaparan dan kepe-
kaan, kapasitas adaptif memiliki perbandingan
Kapasitas Adaptif (Adaptive Capacity) terbalik dengan kerentanan sehingga nilai in-
deks kapasitas adaptif harus disamakan deng-
Menurut Luers (2005), kapasitas adaptif/ an dua indeks lainnya. Nilai indeks kapasitas
daya adaptasi merujuk pada potensi untuk ber- adaptif yang dimasukan dalam perhitungan
adaptasi dan mengurangi kerentanan suatu sis- kerentanan adalah:
tem, sedangkan menurut Smith (2000) adalah
penyesuaian ekologi, sosial dan ekonomi suatu ACi Inverted = 1 − ACIi
sistem dalam merespon iklim yang seka-rang dengan:
ataupun akan datang. Variabel yang dipilih
AC𝑖 𝐼𝑛𝑣𝑒𝑟𝑡𝑒𝑑 : Indeks kapasitas adaptif yang
untuk kapasitas adaptif terdiri dari mangrove,
dimasukkan dalam perhitungan
terumbu karang, tempat pendaratan ikan (TPI),
kerentanan pada daerah i.
penyuluh perikanan dan Dana Alokasi Khusus
𝐴𝐶𝐼𝑖 : Indeks kapasitas adaptif pada
(DAK) perikanan tiap provinsi.
daerah i
Data luasan mangrove dan luasan te-
rumbu karang masing masing per provinsi pada
tahun 2015, data jumlah tempat pendaratan
Indeks Kerentanan
ikan per provinsi tahun 2014, data jumlah pe- Turner et al. (2003) menjelaskan bahwa
nyuluh perikanan per provinsi tahun 2008 hing- ketiga dimensi (E, S, dan AC) dapat dikom-
ga 2013 dan data dana alokasi khusus per pro- binasikan dengan beberapa cara, dimana ben-
vinsi tahun 2011 hingga 2013 didapat dari data tuk hubungan ketiganya sangat tergantung oleh
statistik dari Kementerian Kelautan dan Peri- konteksnya. Dalam penyusunan indeks keren-
kanan Republik Indonesia. tanan terdapat dua hal yang menjadi pertim-
bangan (Allison et al. 2009). Pertama adalah
Indeks kapasitas adaptif bernilai dari 0
pembobotan dari E, S dan AC. Menurut Brugu-
hingga 1, nilai 0 menunjukkan kapasitas adaptif
glio (1995) metode yang paling sederhana
dan 1 kapasitas adaptif. Indeks kapasitas adap-
adalah dengan mengkombinasikan subindeks
tif (AC) pada skala provinsi diformulasikan ber-
dimensi tersebut dengan bobot yang sama.
dasarkan modifikasi dari Allison et al. (2009)
Alternatif lain adalah dengan memberikan bobot
sebagai berikut:
yang berbeda beda pada masing masing sub-
1. Merata ratakan tiap variabel per provinsi indeks dengan mengasumsikan bahwa tiap
2. Standarisasi nilai tiap variabel per provinsi subindeks memberikan dampak yang berbeda
3. Menjumlahkan variabel variabel pada kerentanan. Namun hal ini harus memiliki
landasan apriori atau statistika yang kuat. Pe-
ACitotal = SMi + STKi + STPIi + SJPPi + SDAKi nelitian ini menggunakan dua metode dalam
mengkombinasikan E, S dan AC menjadi in-
4. Menstandarisasi hasil penjumlahan dua va- deks komposit yang mengacu pada Allison et
riabel untuk menghasilkan indeks kepe-kaan al. (2009) yaitu tanpa pembobotan dan dengan
pembobotan (setengah AC, seperempat E dan
𝐴𝐶itotal − min 𝐴𝐶𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 seperempat S). Hasil keduanya dibandingkan
ACIi = SACitotal = untuk mengetahui metode yang terbaik.
max 𝐴𝐶𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 − min 𝐴𝐶𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
Selanjutnya dalam penyusunan indeks
dengan: kerentanan mempertimbangkan penghitungan-
ACitotal : Kapasitas adaptif total pada daerah i nya, yaitu melalui pendekatan additive (dirata-
𝑆𝑀𝑖 : Standarisasi luas mangrove pada rata) atau multiplicative. Villa dan McLeod
daerah i (2002) menyebutkan bahwa apabila komponen
𝑆𝑇𝐾𝑖 : Standarisasi luas terumbu karang yang saling berinteraksi, maka hubungan anta-
pada daerah i ra sub indikator atau parameter akan lebih se-
𝑆𝑇𝑃𝐼𝑖 : Standarisasi jumlah tempat suai jika menggunakan perkalian (multiplica-
pendaratan ikan pada daerah i tive), sedangkan komponen yang tidak berin-
Cintra et al. – Analisis Kerentanan Perikanan Tangkap 227

teraksi lebih sesuai menggunakan penjumlahan Kepekaaan


(additive). Namun dijelaskan pula pada pende-
katan multiplicative lebih sensitif terhadap nilai Hasil analisis kepekaan terdiri dari jum-
ekstrim yang membuatnya sulit untuk diaplika- lah nelayan dan hasil tangkapan. Berdasarkan
sikan pada kondisi banyak data yang tidak analisis beberapa provinsi dengan jumlah
lengkap atau dengan ketidakpastiaan yang ting- nelayan paling tinggi adalah Kalimantan Timur,
gi. Hajkowicz (2006) dalam Allison et al. (2009) Kepulauan Riau dan Sulawesi Tengah (Tabel
menjelaskan bahwa dengan menggunakan 2). Adapun yang terendah adalah Jambi, Go-
pendekatan additive nilai akhir kerentanan ber- rontalo dan Sumatera Selatan. Provinsi dengan
gantung pada ketiga komponen (E, S dan AC) hasil tangkapan tertinggi adalah Sulawesi Uta-
masing masing secara berimbang, sedangkan ra. Provinsi dengan hasil tangkapan terendah
pada pendekatan multiplicative komponen yang adalah Jambi, Gorontalo dan Sumatera Selatan
memiliki nilai rendah memiliki kemungkinan ke- (Tabel 2). Kombinasi tanpa pembobotan dari
cil berperan pada nilai akhir kerentanan. Berda- dua variabel menghasilkan indeks kepekaan
sarkan pertimbangan di atas, maka pada pene- (SI). Provinsi dengan status kepekaan tertinggi
litian ini menggunakan additive, dengan persa- yakni Kepulauan Riau, Sulawesi Utara dan
maan sebagai berikut: Kalimantan Timur. Selanjutnya provinsi dengan
status kepekaan rendah yakni Jambi, Gorontalo
Persamaan pertama (tanpa pembobotan) dan Sumatera Selatan.
𝐸𝐼+𝑆𝐼+𝐴𝐶𝐼
𝑉𝐼 = Kemampuan Adaptasi
3

Persamaan kedua (dengan pembobotan) Provinsi dengan kemampuan adaptasi


paling tinggi adalah Kalimantan Barat, Kaliman-
1 1 1 tan Timur dan Riau (Tabel 3). Adapun yang
𝑉𝐼 = 𝐸𝐼 + 𝑆𝐼 + 𝐴𝐶𝐼 masuk dalam kategori sangat rendah adalah
4 4 2
Jambi diikuti Gorontalo dan Bangka Belitung.
Setelah itu ditentukan tingkat kerentan-
annya. Penentuan tingkat kerentanan mengacu
pada Doukakis (2005) membagi menjadi empat Kerentanan
bagian berdasarkan kuartil yaitu rendah-se- Berdasarkan hasil analisis indeks keren-
dang-tinggi-sangat tinggi. tanan (VI) dengan pembobotan dan tanpa pem-
bobotan menghasilkan perbedaan pada urutan/
rangking VI (Tabel 4). Status kerentanan per-
HASIL ikanan tangkap menggunakan dua metode ter-
sebut berbeda pada provinsi Jambi dan Kali-
Keterpaparan
mantan Timur. Meskipun begitu kedua nilai VI
Hasil pengolahan menunjukkan indeks (dengan dan tanpa pembobotan) sangat beko-
keterpaparan terbesar berada di Sulawesi relasi (r Pearson = 0,929). Sehingga pada pe-
Tengah, Sulawesi Utara dan Kalimantan Timur nelitian ini menitik-beratkan pada metode tanpa
(Tabel 1) yang ketiganya terletak pada WPP pembobotan yang lebih sederhana. Sulawesi
716 di daerah timur Indonesia. Selanjutnya Utara, Gorontalo dan Sulawesi Tengah terma-
yang paling rendah di Bangka Belitung, Suma- suk dalam quartil atas kerentanan. Provinsi
tera Selatan, Jambi, Kalimantan Barat dan Ke- yang termasuk dalam quartil bawah kerentanan
pulauan Riau, yang terletak pada WPP 711 di adalah Kalimantan Barat, Sumatera Selatan
daerah Indonesia sebelah barat. dan Riau.

Tabel 1 Indeks keterpaparan (EI) perikanan tangkap skala provinsi


Provinsi EI Status Keterpaparan
Sulawesi Tengah 1,00 Sangat Tinggi
Sulawesi Utara 0,91 Sangat Tinggi
Kalimantan Timur 0,75 Sangat Tinggi
Gorontalo 0,73 Tinggi
Riau 0,15 Tinggi
Bangka Belitung 0,09 Rendah
Sumatera Selatan 0,09 Rendah
Jambi 0,09 Rendah
Kalimantan Barat 0,07 Rendah
Kepulauan Riau 0,00 Rendah
228 Marine Fisheries 8(2): 223-233, November 2017

Tabel 2 Indeks kepekaan (SI) perikanan tangkap skala provinsi


Variabel S
Status
Provinsi Jumlah Hasil S Total SI
Kepekaan
Nelayan Tangkapan
Kepulauan Riau 0,76 0,83 1,59 1,00 Sangat tinggi
Sulawesi Utara 0,40 1,00 1,40 0,88 Sangat tinggi
Kalimantan Timur 1,00 0,33 1,33 0,84 Sangat tinggi
Sulawesi Tengah 0,61 0,64 1,25 0,78 Tinggi
Bangka Belitung 0,44 0,64 1,09 0,68 Tinggi
Riau 0,24 0,28 0,53 0,33 Sedang
Kalimantan Barat 0,28 0,21 0,49 0,31 Sedang
Sumatera Selatan 0,14 0,12 0,26 0,17 Rendah
Gorontalo 0,06 0,12 0,17 0,11 Rendah
Jambi 0,00 0,00 0,00 0,00 Rendah

Tabel 3 Indeks kapasitas adaptif (ACI) perikanan tangkap skala provinsi


Variabel AC
Status
Luas Tempat Jumlah Dana AC
Provinsi Luas ACI Kapasitas
Terumbu Pend. Penyuluh Alokasi Total
Mangrove Adaptif
Karang Ikan Perikanan Khusus
Sangat
Kalimantan Barat 0,67 0,03 1,00 0,59 0,56 2,85 1,00
tinggi
Kalimantan Sangat
0,82 0,30 0,00 0,53 0,94 2,58 0,89
Timur tinggi
Sangat
Riau 1,00 0,00 0,04 0,49 1,00 2,52 0,86
tinggi
Kepulauan Riau 0,22 1,00 0,13 0,17 0,85 2,36 0,79 Tinggi
Sumatera
0,69 0,00 0,02 1,00 0,56 2,27 0,76 Tinggi
Selatan
Sulawesi Tengah 0,15 0,70 0,02 0,59 0,54 1,99 0,63 Sedang
Sulawesi Utara 0,00 0,17 0,20 0,73 0,49 1,59 0,46 Sedang
Bangka Belitung 0,26 0,11 0,18 0,00 0,57 1,11 0,26 Rendah
Gorontalo 0,00 0,09 0,02 0,23 0,22 0,55 0,02 Rendah
Jambi 0,01 0,00 0,04 0,46 0,00 0,51 0,00 Rendah

Tabel 4 Indeks kerentanan (VI) perikanan tangkap skala provinsi


Tanpa Pembobotan Dengan Pembobotan
No. Provinsi EI SI ACI Status Status
VI VI
Kerentanan Kerentanan
1. Sulawesi Utara 0,91 0,88 0,46 0,78 Sangat Tinggi 0,72 (1)* Sangat Tinggi
2. Sulawesi Tengah 1,00 0,78 0,63 0,72 Sangat Tinggi 0,63 (3) Sangat Tinggi
3. Gorontalo 0,73 0,11 0,02 0,61 Sangat Tinggi 0,70 (2) Sangat Tinggi
4. Kalimantan Timur 0,75 0,84 0,89 0,57 Tinggi 0,45 (6) Sedang
5. Bangka Belitung 0,09 0,68 0,26 0,51 Tinggi 0,57 (4) Tinggi
6. Kepulauan Riau 0,00 1,00 0,79 0,40 Sedang 0,35 (7) Sedang
7. Jambi 0,09 0,00 0,00 0,36 Sedang 0,52 (5) Tinggi
8. Riau 0,15 0,33 0,86 0,21 Rendah 0,19 (8) Rendah
9. Sumatera Selatan 0,09 0,17 0,76 0,17 Rendah 0,19 (9) Rendah
10. Kalimantan Barat 0,07 0,31 1,00 0,13 Rendah 0,10 (10) Rendah
*angka dalam kurung merupakan urutan VI dengan perhitungan menggunakan pembobotan.

PEMBAHASAN tangkap memberi suatu titik awal untuk pene-


litian selanjutnya dan untuk adaptasi dan miti-
Penelitian ini sebagai suatu pionir dalam gasi perikanan tangkap terhadap perubahan
membentuk framework awal untuk menduga iklim.
kerentanan suatu sistem yaitu perikanan tang-
kap akibat perubahan iklim pada skala provinsi. Penelitian ini memetakan status keter-
Pemahaman mengenai kombinasi komponen paparan dari provinsi yang diamati, meski
yang mempengaruhi kerentanan perikanan belum secara mendetail menjelaskan seberapa
Cintra et al. – Analisis Kerentanan Perikanan Tangkap 229

besar kenaikan suhu permukaan lautnya. Sta- dan sumber daya manusia (Hughes et al.
tus keterpaparan yang sangat tinggi terjadi pro- 2012). Luasan mangrove dan luasan terumbu
vinsi Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara dan karang adalah aset alami yang memberikan
Kalimantan Timur yang ketiga provinsi tersebut manfaat ekologis pada perikanan tangkap.
perairannya berhubungan dengan Selat Makas- Kedua ekosistem ini memegang peranan pen-
sar. Menurut Habibie dan Nuraeni (2014) jalur ting dalam kelanjutan produktivitas perikanan
yang dialalui Arus Lintas Indonesia (ARLINDO) inshore dan offshore. Keduanya berkontribusi
seperti Selat Makassa terindikasi mengalami sebagai penyumbang nutrient dan sumber ma-
tren SPL meningkat. Daerah lain yang terletak kanan bagi detritivor, sebagai tempat perlin-
dekat Selat Makassar yaitu Gorontalo juga dungan, pemijahan dan pengasuhan berbagai
memiliki nilai keterpaapran yang tinggi, namun biota (ikan, udang), dan memelihara keseim-
masuk dalam status keterpaparan tinggi. bangan ekologi (Brander et al. 2012; Faunce
dan Serafy 2006). Besarnya nilai kedua varia-
Keterpaparan terhadap suhu permukaan
bel ini menunjukkan bahwa perikanan tangkap
laut harus dipertimbangkan sebagai ancaman
di provinsi tersebut akan memiliki suatu pelin-
yang serius terhadap kegiatan perikanan tang-
dung alami dari perubahan iklim. Luasan mang-
kap. Pengaruh suhu berdampak pada sumber-
rove terbesar dimiliki Riau, sedangkan luas te-
daya perikanan melewati beberapa aspek.
rumbu karang terbesar dimiliki oleh Kepulauan
Perubahan suhu mempengaruhi perubahan
Riau.
struktur komunitas plankton yang mengaki-
batkan mismatch waktu ekologi yang berhubu- Variabel lain yang merupakan aset ada-
ngan dengan survival juvenil ikan yang menye- lah tempat pendaratan ikan yaitu aset fisik
babkan turunnya populasi ikan (Ji et al. 2010). (man-made) dan Dana Alokasi Khusus (DAK)
Adapun secara fisiologis, sumber daya perikan- bidang kelautan dan perikanan yaitu aset finan-
an sangat bergantung pada suhu lingkungan sial untuk membantu mendanai kegiatan pem-
terutama ikan-ikan di daerah tropis yang memi- bangunan fisik bidang kelautan dan perikanan.
liki rentang toleransi suhu yang sempit. Pening- Provinsi dengan jumlah tempat pendaratan ikan
katan suhu perairan akan direspon dengan per- terbanyak adalah Kalimantan Barat, sedangkan
ubahan distribusi ikan ke daerah yang suhunya untuk nilai DAK tertinggi adalah provinsi Riau.
lebih cocok (Cheung dan Pauly 2016). Misalnya Variabel penyuluh perikanan merupakan salah
dengan bermigrasi ke daerah di posisi lintang satu usaha dari pihak pemerintah untuk me-
tinggi atau ke perairan yang lebih dalam (Nye et ningkatkan sumber daya manusia nelayan, be-
al. 2009). Hal ini akan menyebabkan berku- saran variabel ini menunjukan bahwa adanya
rangnya spesies tangkapan (Cheung et al. information sharing dalam kegiatan perikanan
2009) dan mempengaruhi kelimpahan dan tangkap untuk menghadapi perubahan iklim.
distribusi ikan (Perry et al. 2005; Dulvy et al. Provinsi dengan jumlah penyuluh perikanan ter-
2009). Indonesia diramalkan akan mengalami banyak adalah Sumatera Selatan. Komposit
penurunan hasil tangkapan potensial di atas dari kelima variabel tersebut membentuk indeks
20% pada tahun 2055 (Cheung et al. 2010). kapasitas adaptif (ACI), provinsi dengan ACI
tertinggi adalah Kalimantan Barat, Kalimantan
Kepekaan perikanan tangkap terhadap
Timur dan Riau. Tingginya nilai ACI menunjuk-
perubahan iklim direpresentasikan dengan
kan bahwa perikanan tangkap di provinsi terse-
kombinasi dari jumlah nelayan dan hasil tang-
but memiliki kemampuan dalam merespon dan
kapan. Nelayan dan hasil tangkapan meru-
mengurangi dampak dari perubahan iklim.
pakan suatu variabel yang paling pertama ter-
kena dampak perubahan iklim. Peningkatan Kombinasi ketiga subindeks mempenga-
suhu permukaan laut akan mengakibatkan per- ruhi kerentanan perikanan tangkap dengan be-
geseran pola distribusi, pola reproduksi ikan berapa cara. Provinsi yang kurang mampu ber-
tangkapan yang akan meningkatkan biaya ope- adaptasi belum tentu menjadi daerah yang pa-
rasional penangkapan (Sumaila et al. 2011), ling rentan, dikarenakan pengaruh dari rendah-
kapal, bahan bakar, alat tangkap yang lebih se- nya keterpaparan ataupun rendahnya kepeka-
suai. Adanya perubahan tersebut akan mem- annya, misal Provinsi Jambi. Hal ini berarti per-
pengaruhi jumlah nelayan dan hasil tangkapan. ubahan iklim memiliki dampak yang tidak sama
Nelayan akan beralih mata pencaharian dan pada tiap provinsi (Islam et al. 2014). Namun di
hasil tangkapan akan berkurang. Hasil analisis provinsi yang keterpaparannya tinggi disertai
SI menunjukkan bahwa perikanan tangkap dengan tingginya kepekaan dan rendahnya
yang terkena dampak perubahan iklim paling kapasitas adaptif akan menghasilkan kerentan-
besar adalah Kepulauan Riau, Sulawesi Utara an yang tinggi, misal Gorontalo.
dan Kalimantan Timur.
Provinsi Sulawesi Tengah, Sulawesi Uta-
Kapasitas adaptif tersusun dari lima va- ra dan Gorontalo memiliki status kerentanan
riabel yang mewakili aset alam, fisik, finansial sangat tinggi, namun memiliki perbedaan kom-
230 Marine Fisheries 8(2): 223-233, November 2017

binasi subindeks penyusunnya. Sulawesi Utara kan ini adalah provinsi yang memiliki kepekaan
dan Sulawesi Tengah menghadapi kombinasi yang tinggi, yaitu kepulauan Riau, Sulawesi
dari terkena kenaikan SPL, besarnya jumlah Utara, dan Kalimantan Timur dan yang memiliki
nelayan yang terkena dampak dan acaman kapasitas adaptif rendah yaitu Jambi, Gorontalo
berkurangnya hasil tangkapan serta kemam- dan Bangka Belitung. Pada skala nasional, me-
puan beradaptasi yang sedang. Gorontalo juga lakukan investasi di early warning system untuk
menghadapi kenaikan SPL namun tidak sebe- mengurangi keterpaparan dari bahaya cuaca
sar kedua provinsi tersebut, dan ancamannya buruk, melakukan perencanaan adaptasi (con-
terhadap jumlah nelayan dan hasil tangkapan tohnya Indonesia Climate Change Sectoral
rendah, namun kemampuan beradaptasi sang- Roadmap di Sektor Kelautan dan Perikanan)
at rendah. Pada kategori kerentanan rendah, dan investasi dalam pembangunan infrakstruk-
Riau meskipun memiliki keterpaparan yang tur.
tinggi terhadap kenaikan SPL namun dikom-
Long term policy pada skala lokal yaitu
pensasi dengan tingginya kemampuan ber-
memberlakukan kawasan preservasi atau ma-
adaptasi terhadap perubahan iklim baik secara
rine protected area dan melakukan sosialisasi,
finansial, ekologis maupun infrastruktur. Suma-
pendidikan, dan pembentukan komunitas yang
tera selatan dan Kalimantan Barat memiliki
menekankan keberlanjutan ekologi lingkungan
profil penyusun kerentanan yang hampir mirip
pesisir dan laut. Berdasarkan penelitian ini kebi-
yaitu rendahnya keterpaparan dan kemampuan
jakan ini ditekankan pada provinsi Sulawesi
adaptasi yang sangat tinggi. Perbedaan ini
Tengah, Sulawesi Utara dan Kalimantan Timur.
akan menentukan jenis kebijakan yang diambil
Pada skala nasional yaitu melakukan investasi
untuk mengurangi kerentanan.
di bidang energi alternatif untuk mengurangi pe-
Perbedaan dalam penyusunan kerentan- manasan global, investasi pada pendidikan, ke-
an menentukan kebijakan khusus berdasarkan terampilan dan pengetahuan pada nelayan dan
perbedaan dimensi dari kerentanan tersebut. peningkatan kualitas kerja pemerintahan di bi-
Misalnya suatu kebijakan khusus diambil untuk dang yang mengampu pada perikanan, kelaut-
mengurangi keterpaparan akan berbeda deng- an dan lingkungan hidup.
an kebijakan untuk membangun kemampuan
Sebagai suatu studi awalan dalam me-
beradaptasi. Cinner et al. (2012) menjelaskan
nyajikan kerangka untuk menduga kerentanan
beberapa kebijakan untuk mengurangi keren-
perikanan tangkap akibat perubahan iklim, ter-
tanan, i) Short term policy (kurang dari 1 tahun),
dapat banyak limitasi dan ruang untuk mening-
kebijakan yang ditekankan pada pengurangan
katkan penelitian di bidang ini di masa menda-
dampak di daerah yang paling rentan ii) Medi-
tang. terutama dalam variabel penyusun indeks
um term policy (kurang dari 5 tahun), kebijakan
maupun formulasi model indeks kerentanan
untuk meningkatkan kemampuan adaptasi dan
perikanan tangkap. Pada analisis ini pengaruh
mengurangi kepekaan dan iii) Long term policy,
perubahan iklim terhadap perikanan tangkap
mengurangi keterpaparan dengen cara mitigasi
hanya diwakili oleh satu variabel yaitu SPL. Be-
perubahan iklim. Ketiga kebijakan tersebut me-
berapa penelitian menyarankan penambahan
nurut Cinner et al. (2012) terbagi atas skala lo-
variabel yang lebih spesifik mempengaruhi per-
kal dan skala nasional. Berdasarkan penelitian
ikanan tangkap misalnya intensitas kejadian
ini skala lokal dapat disamakan dengan skala
alam ekstrem (ombak/badai) (Islam et al. 2014),
provinsi.
radiasi ultraviolet (UV), klorofil, arus permuka-
Beberapa contoh short term policy pada an, kecepatan angin, Photosyn-theticallly Active
skala lokal yang bisa dilakukan adalah pening- Radiation (PAR) (Cinner et al. 2012), dan pro-
katan sistem informasi perkiraan cuaca untuk duksi primer (Allison et al. 2009).
melaut, berpindah daerah penangkapan, dan
Kesulitan dalam pengumpulan data juga
penambahan atau modifikasi alat penangkapan
mempengaruhi penentuan variabel, misalnya
ikan. Kebijakan khususnya ini dapat diterapkan
variabel pendidikan nelayan akan mampu men-
pada provinsi Sulawesi Utara, Sulawesi Te-
jelaskan kondisi sumber daya manusia nelayan,
ngah, dan Gorontalo yang berstatus sangat
dan juga variabel ekologis lain yaitu padang
rentan. Pada skala nasional contohnya pembe-
lamun. Ketidaksediaan data tersebut dalam
rian pinjaman tanpa bunga dan subsidi bagi
skala provinsi maka maka tidak diikutsertakan
nelayan.
dalam variabel. Selain itu diperlukan suatu studi
Tindakan pada medium term policy untuk menentukan jenis sumber daya perikan-
misalnya memperkuat komunitas lokal dalam an tangkap yang dipengaruhi oleh suhu permu-
mengatur sumber daya perikanan dan ekosis- kaan laut. Pada penelitian ini sumber daya per-
tem, dan perbaikan dan pembangunan infra- ikanan meliputi semua jenis tangkapan laut
struktur kegiatan perikanan tangkap. Provinsi berdasarkan pengertian UU No 31 tahun 2004
yang diprioritaskan untuk menerapkan kebija- tentang perikanan. Berdasarkan Westernhagen
Cintra et al. – Analisis Kerentanan Perikanan Tangkap 231

dan Schanck (2001) perubahan suhu tidak se- DAFTAR PUSTAKA


lalu berakibat sama pada tiap stok ikan, juga
berbeda pada jenis organisme lainnya, sehing- Adger WN. 2006. Vulnerability. Global Environ-
ga untuk penelitian selanjutnya perlu dipisah- mental Change Journal. 16(3): 268-281.
kan kerentanan pada tiap jenis hasil tangkapan. Allison EH, Perry AL, Badjeck MC, Adger WN,
Brown K, Conway D, Halls AS, Pilling
GM, Reynold JD, Andrew JD. 2009.
KESIMPULAN Vulnerability of National Economies to
the Impact of Climate Change on Fish-
Berdasarkan penelitian ini kesimpulan
eries. Fish and Fisheries Journal Compil-
yang bisa diambil adalah sebagai berikut:
ation. 10(2): 173-196.
• Indeks kerentanan didapat dengan meng- Badjeck MC, Allison EH, Halls AS, Dulvy NK.
kombinasikan subsindeks keterpaparan (EI), 2010. Impacts of Climate Variability and
kepekaan (SI) dan kapasitas adaptif (ACI). Change on Fishery-Based Livelihoods.
Status kerentanan perikanan tangkap sang- Marine Policy. 34: 375-383.
at tinggi pada Sulawesi Utara (VI= 0,78), Su-
lawesi Tengah (VI=0,72) dan Gorontalo Brander K. 2007. Global Fish Production and
(VI=0,61). Meskipun memiliki status keren- Climate Change. Proceeding of the Na-
tanan yang sama namun komposisi subin- tional Academy of Sciences.104: 19709-
deks penyusunnya berbeda. 19714.
• Sulawesi Utara memiliki keterpaparan dan Brander K, Jennings S. 2010. Predicting the Ef-
kepekaan yang sangat tinggi dan kapasitas fects of Climate Change on Marine Com-
adaptif yang sedang. Sedangkan Gorontalo munities and the Consequences for Fish-
memiliki keterpaparan yang tinggi, kepekaan eries. Journal of Marine Systems. 79:
dan kapasitas adaptif yang rendah. Perbe- 418-426.
daan ini akan berpengaruh pada strategi ke- Brander LM, Wagtendonk AK, Hussain SS,
bijakan yang diambil. McVittie A, Verburg PH, de Groot R, Van
• Strategi kebijakan terbagi atas Short term der Ploeg S. 2012. Ecosystem Service
policy yaitu kebijakan yang ditekankan pada Values for Mangrove in Southeast Asia:
pengurangan dampak di daerah yang pa- A Meta-Analysis and Value Transfer Ap-
ling rentan terutama di provinsi Sulawesi plication. Ecosystem Services. 1: 62-69.
Utara, Sulawesi Tengah, dan Gorontalo, Bruguglio L. 1995. Small Islands State and
Medium term policy yaitu kebijakan untuk Their Economic Vulnerabilities. World
meningkatkan kemampuan adaptasi teruta- Development 23: 1615-1632.
ma di provinsi Jambi, Gorontalo dan Bangka
Belitung dan mengurangi kepekaan yaitu di Cheung WWL, Lam VWY, Sarmiento JL, Kear-
Kepulauan Riau, Sulawesi Utara, dan Kali- ney K, Watson R, Zeller D, Pauly D.
mantan Timur dan Long term policy yaitu 2009. Projecting Global Marine Biodiver-
mengurangi keterpaparan dengan cara miti- sity Impacts Under Climate Change Sce-
gasi perubahan iklim terutama di provinsi narios. Fish Fish. 10: 235–251.
Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara dan Kali- Cheung WWL, Lam VWY, Sarmiento JL, Kear-
mantan Timur ney K, Watson R, Zeller D, Pauly D.
2010. Large Scale Distribution of Maxi-
mum Fiheries Catch Potential on the Glo-
SARAN bal Ocean Under Climate Change. Glo-
Dalam pengembangan lebih lanjut pene- bal Change Biology. 16: 24-35.
litian ini, beberapa variabel perlu ditambahkan. Cheung WWL, Pauly D. 2016. Impacts and Ef-
Seperti intensitas kejadian alam ekstrim (om- fects of Ocean Warming on Marine Fish-
bak/badai), radiasi ultraviolet (UV), klorofil, arus es. Di dalam: Laffoley D, dan Baxter JM,
permukaan, kecepatan angin, Photosyntheti- editor. Explaining Ocean Warming: Caus-
callly Active Radiation (PAR ), produksi primer, es, scale, Effects and Consequences.
luasan padang lamun dan pendidikan nelayan. Gland (CH): IUCN. hlm 239-253.
Untuk penelitian selanjutnya disarankan mela-
kukan pemisahan kerentanan per jenis sumber Cinner JE, McClanahan TT, Graham NAJ, Daw
daya ikan untuk mengetahui dampak perubah- TM, Maina J, Stead SS, Wamukota A,
an iklim pada jenis ikan secara mendetail. Brown K, Bodin O. 2012. Vulnerability of
232 Marine Fisheries 8(2): 223-233, November 2017

Coastal Communities to Key Impacts of Hughes S, You A, Max L, Petrovic N, Daveport


Climate Change on Coral Reef Fisheries. F, Marshall M, McClanahan TR, Allison
Global Environmental Change. 22: 12-20. EH, Cinner JE. 2012. A Framework to
Assess National Level Vulnerability from
Doney SC, Fabry VJ, Feely RA, Kleypas JA.
the Prespective of Food Security: The
2009. Ocean Acidification: The Other
Case of Coral Reef Fisheries. Envinron-
CO2 Problem. Annual Review of Marine
mental Science and Policy. 23: 95-108.
Science. 1: 169–192.
[IPCC] The Intergovernmental Panel on Climate
Doukakis E. 2005. Coastal Vulnerability and
Change. 2007. Climate Change 2007:
Risk Parameter. Europian Water. 11(12):
Impacts, Adaptation, and Vulnerability.
3-7.
Contribution of Working Group II to the
Dulvy NK, Rogers SI, Jennings S, Stelzenmul- Third Assessment Report of the Intergo-
ler V, Dye SR, Skjoldal HR. 2008. Cli- vermental Panel on Climate Change.
mate Change and Deepening of the Parry ML, Canziani OF, Palutikof JP, van
North Sea Fish Assemblage: A Biotic In- der Linden, Hanson CE, editor. Cam-
dicator of Regional Warming. Journal Of bridge (UK): Cambridge University Press.
Applied Ecology. 45: 1029–1039.
Islam MM, Sallu S, Hubacek K, Paavola. 2014.
Dulvy NK, Hyde K, Heymans JJ, Chassot E, Vulnerability of Fishery-Based Liveli-
Platt T, Sherman K. 2009. Climate hoods to the Impacts of Climate Variabi-
Change, Ecosystem Variability and Fish- lity and Change: Insights from Coastal
eries Productivity. In: Remote Sensing in Bangladesh. Reg Environ Change. 14:
Fisheries and Aquaculture: The Societal 281-294.
Benefits. T. Platt, M.-H. Forget dan V.
Ji R. 2010. Marine Plankton Phenology and Life
Stuart, editor. Dartmouth: International
History in Changing Climate: Current
Ocean Colour Coordinating Group.
Research and Future Direction. J.
Faunce CH, Serafy JE. 2006. Mangrove as Fish Plankton Res. 32: 1355-1368.
Habitat: 50 Years of Field Studies. Mar.
[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Ecol.Prog.Ser. 21: 1-16.
2011. Kelautan dan Perikanan dalam
Feely RA, Sabine CL, Lee K, Berelson W, Kley- Angka 2011. Jakarta: Pusat Data Sta-
pas J, Fabry VJ. 2004. Impact of Anthro- tistik dan Informasi.
pogenic CO2 on the CaCO3 System in
[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan.
the Oceans. Science. 305(5682): 362.
2015. Kelautan dan Perikanan dalam
Gattuso JP, Magnan A, Billé R, Cheung WWL, Angka 2015. Jakarta (ID): Pusat Data
Howes E, Joos F, Allemand D, Bopp L, Statistik dan Informasi.
Cooley S, Eakin C. 2015. Contrasting Fu-
[KLHK] Kementerian Lingkungan Hidup dan Ke-
tures for Ocean and Society From Dif-
hutanan. 2015. SIDIK Sistem Informasi
ferent Anthropogenic CO2 Emissions
Data Indeks Kerentanan. Jakarta (ID):
Scenarios. Science. 349: 4722.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Ke-
Habibie MN, Nuraeni TA. 2014. Karakteristik hutanan.
dan Tren Perubahan Suhu Permukaan
Lehodey P, Alheit J, Barange M. 2006. Climate
Laut di Indonesia Periode 1982-2009.
Variability, Fish and Fisheries. Journal of
Jurnal Meteorologi Dan Geofisika. 15(1):
Climate. 19: 5009-5030.
37-49.
Luers A. 2005. The Surface of Vulnerability: An
Halpern BS, Walbridge S, Selkoe KA, Kappel
Analytical Framework for Examining En-
CV, Micheli F, D’Agrosa C, Bruno JF,
avironmental Change. Global Environ-
Casey KS, Ebert E, Fox HE. 2008. A
mental Change. 15: 214-223.
Global Map of Human Impact on Ma-rine
Ecosystem. Science. 319: 948-952. Nye JA, Link JS, Hare JA, Overholtz WJ. 2009.
Changing Spatial Distribution of Fish
Hoegh-Guldberg O. 2005. Low Coral Cover in a
Stocks in Relation to Climate and
High-CO2 World. Journal of Geophysical
Population Size on the Northeast United
Research C: Oceans. 110: 1–11.
States Continental Shelf. Mar. Ecol.
Hoegh-Guldberg, O, Mumby PJ, Hooten AJ. Prog. Ser. 393: 111–129.
2007. Coral Reefs Under Rapid Climate
Perry AL, Low PJ, Ellis JR, Reynolds JD. 2005.
Change And Ocean Acidification. Scien-
Climate Change and Distribution Shifts in
ce. 318: 1737–1742.
Cintra et al. – Analisis Kerentanan Perikanan Tangkap 233

Marine Fishes. Science. 308: 1912– of World Fisheries. [Ulasan]. Nature Cli-
1915. mate Change. 1: 449-456.
Pitcher TJ, Cheung WWL. 2013. Fisheries: Syaifullah MD. 2015. Suhu Permukaan Laut
Hope or Despair?. Marine Pollution Bu- Perairan Indonesia dan Hubungannya
lletin. 74: 506-516. dengan Pemanasan Global. Jurnal Se-
gara. 11(2): 103-113.
Runtuboi F. 2012. Analisis Kerentanan Populasi
Penyu Belimbing (Dermochelys coria-cea Tahir A. 2010. Formulasi Indeks Kerentanan
vrandelli 1761) di Pantai Jamursba Medi- Lingkungan Pulau-Pulau Kecil kasus Pu-
aan Wermon sebagai indikator Keberlan- lau Kusu Kota Batam, Pulau Barang
jutan Kawasan Konservasi Laut Daerah Lompo Kota Makasar dan Pulau Saonek
A-bun Kabupaten Tambrauw Papua Kabupaten Raja Ampat. [Disertasi]. Bo-
Barat. [Tesis]. Bogor (ID) : Institut gor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Pro-
Pertanian Bogor. Program Pascasarjana. gram Pascasarjana
Smith K, Barrett CB, Box PW. 2000. Participa- Turner BL, Kasperson RE, Matsone PA. 2003.
tory Risk Mapping for Targeting Re- A Framework for Vulnerability Analysis in
search and Assistance: With an Example Sustainability Science. Proceedings of
from East African Pastoralists. World De- the National Academy Of Sciences of the
velopment. 28: 1945–1959. United States of America. 100: 8074–
8079.
Stocker T, Qin D, Plattner G, Tignor M, Allen S,
Boschung J, Nauels A, Xia Y, Bex B, Villa F, McLeod H. 2002. Environmental Vul-
Midgley B. 2013. IPCC, 2013: Climate nerability Indicator for Environmetal
Change 2013: the Physical Science Ba- Planning and Decision-Making: Guide-
sis. Contribution of Working Group I to lines and Application. Environmental Ma-
the Fifth Assessment Report of the Inter- nagement. 29: 335-348.
governmental Panel on Climate Change.
Westernhagen HV, Schanck D. 2001. The Ef-
Cambridge (UK): Cambridge University
fect of Climate Change on Fish Popu-
Press.
lation. Di dalam: Lozen, Grassl, dan Hup-
Sumaila UR, Cheung WWL, Lam WYL, Pauly fer, editor. Climate of the 21st Century:
D, Herrick S. 2011. Climate Change Im- Change and Risks. Hamburg (DE): Wis-
pacts on the Biophysics and Economics senschaftliche Auswertungen.

You might also like