Professional Documents
Culture Documents
HEART FAILURE
Oleh :
Kelompok E
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2011
History of illness
Mr Rudy has been admitted to the ER because of shortness of breath. He is known to have prior
MI 3 years ago and has since been hospitalized twice ithin one year period because of chest
discomfort. Since then he has been seeing a cardiologist but not on a regular basis. Consequently
his history of hypertension and dyslipidemia has not been under control. Over the past year, he
has been noticing some shortness of breath when climbing 1 flight of stairs and has been
frequently waken at night due to sensation of lack of air. These became progressively worse until
he is breathless even at rest, resulting in his current admission.
Physical examination
BP 100/60mmHg, HR 126bpm, RR 36x/m. his jugular venous pressure was elevated and
auscultation the first and second heart sounds are soft. There is a S3 gallop and a low grade (2/6)
holosystolic murmur heard at the apex. Rales can be heard throughout both lungs. His liver is
just palpable and there are signs of pretibial pitting edema.
Chest X Ray
His electrocardiogram shows atrial fibrillation qith Q waves in the precordial leads V1-V6.
Laboratory examination
Therapy
He is given oxygen through a non rebreathing face mask and a slow IV bolus of NA bicarbonate
initiated to correct his metabolic acidosis. He is also given a 40 mg IV Furosemide with a repeat
of 40 mg given 30 minutes later and 2.5 mg IV morphine, o.25 mg IV Digoxin is given for his
He continued to improve, medications were switch to oral drugs ( Furosemide, Digoxin, and
slow release of potassium chloride). He was discharged on the 8th day after admission. He was
asked to regularly visit the cardiology outpatient clinic for follow up and adjustment of the drug
dose.
1. Impuls syaraf tiba pada terminal axon motor neuron dan memicu pengeluaran ACh dari
vesicle.
2. ACh berdifusi melewati celah synaptic, terikat pada reseptor dan memicu aksi potensial
otot.
3. Aksi potensial mengeluarkan calcium melalui calcium channel dari terminal sisternae.
Ion kalsium memenuhi cytosol dan terikat pada troponin, merubah konformasi troponin-
tropomyosin complex. Konformasi ini membuka binding site actin.
4. ATP menempel pada myosin head dan kemudian dihidrolisis oleh ATPase menjadi ADP
+ Pi (inorganic phosphate). Myosin head yang memiliki energy menempel pada myosin-
binding site pada aktin. Penempelan myosin pada actin selama contraction disebut
crossbridges.
5. Setelah crossbridges terbentuk, terjadilah pendorongan thin filament ke arah centre
sarcomere. Pergerakan ini disebut power strokes. Ketika power strokes terjadi, ADP
masih menempel dan energinya diubah menjadi mechanical energy untuk kontraksi.
CARDIAC OUTPUT
Cardiac output merupakan volume darah yang diejeksikan dari left ventricle (atau right ventricle)
ke aorta (atau pulmonary trunk) setiap menitnya. Cardiac output sama dengan stroke volume
(SV) yaitu volume darah yang diejeksikan oleh ventricle setiap berkontraksi dikali dengan heart
rate (HR), yaitu jumlah dari detak jantung permenit.
CO = SV X HR
Cardiac reserve merupakan perbedaan antara person’s maximum cardiac output dan cardiac
output di saat istirahat. Rata-rata cardiac reserve adalah 4 atau 5 kali resting value.
Pada saat istirahat, stroke volume berjumlah 50-60 % dari end diastolic volume karena 40-50 %
tetap didalam ventricle setelah setiap kontraksi (end systolic volume). Ada 3 faktor yang
mengatur stroke volume dan memastikan left dan right ventricle memompa jumlah yang sama
dari darah yaitu:
Semakin banyak preload (stretch) pada cardiac muscle fiber sebelum kontraksi akan
meningkatkan kekuatan kontaksinya. Dengan kata lain, semakin banyak jantung diisi oleh darah
selama diastole, semakin besar kekuatan kontraksinya selama systole. Hubungan ini dikenal
sebagai Frank starling law of the heart. Preload sebanding dengan volume darah yang mengisi
ventricle pada akhir diastole, yaitu end diastolic volume (EDV). Secara normal, semakin banyak
EDV, semakin kuat kontraksi selanjutnya.
Ketika heart rate melebihi 160 beat/menit, stoke volume biasanya menurun karena short filling
time. Pada heart rate yang meningkat, EDV menjadi sedikit dan preload menjadi lebih rendah.
Frank starling law of heart merupakan persamaan dari output right dan left ventricle dan menjaga
volume aliran darah yang sama mengalir ke systemic & pulmonary circulation.
Contractility
Faktor kedua yang mempengaruhi stroke volume adalah myocardial conractility yang merupakan
kekuatan kontraksi pada setiap preload. Substansi yang memperkuat kontraktilitas disebut
positive inotropic agent, sedangkan substansi yang menurunkan kontraktilitas disebut negative
inotropic agent. Untuk preload yang konstan, stroke volume akan meningkat ketika terdapat
positive inotropic agent. Positive inotropic agent memudahkan inflow Ca2+ selama cardiac action
potential yang memperkuat kekuatan kontraksi selanjutnya. Stimulasi dari sympathetic division
of autonomic nervous system (ANS), hormon seperti epinephrine dan norepinephrine,
peningkatan kadar Ca2+ pada interstitial fluid dan drug digitalis semuanya mempunyai efek
Afterload
Ejeksi darah dari jantung bermula ketika tekanan pada right ventricle melebihi tekanan pada
pulmonary trunk (sekitar 20 mmHg) dan ketika tekanan pada left ventricle melebihi tekanan
pada aorta (sekitar 80 mmHg). Pada titik ini, semakin tinggi tekanan pada ventricle akan
menyebabkan darah ditekan ke semilunar valve yang terbuka. Tekanan yang harus dilewati
sebelum semilunar valve dapat terbuka dinamakan afterload. Pada preload sebelumnya,
peningkatan afterload menyebabkan stroke volume menurun dan lebih banyak darah yang berada
pada ventricle pada akhir systole.
Pada seseorang yang sehat, cardiac output seimbang dengan metabalisme dibutuhkan secara
total. Cardiac output merupakan hasil perkalian antara stroke volume dalam tiap kontraksi
dengan heart rate.
CO = SV x HR
Ada tiga penentu dari stroke voulme yaitu preload, afterload dan myiocardial contractility.
Contractility Preload Afterload
+ + -
+ +
CARDIAC OUTPUT
OUTPUT
Dari kurva tersebut (figure 9.3), adanya korelasi penngukuran cardiac performance (CO
atau SV) pada axis vertikal terhadap fungsi preload pada axis horizontal. Seperti yang
telah disebutkan sebelumnya, preload dapat mengindikasikan fiber myocardial pada end
diastolic sesaat sebelum kontraksi. Pengukuran tersebut korelasi dengan keregangan
myocardial dan sering digunakan untuk mengindikasikan preload pada horizontal axis
dengan ventricular diastolic volume atau end diastolic pressure.
σ =
2h
dimana P = ventricular pressure, r = ventricular chamber radius dan h = ventricular wall
thickness. Peningkatan ventricular wall stress sebgai respon terhadap tingginya pressure
load (hypertension) atau tingginya ukuran chamber (dilatasi LV). Sebaliknya, dari
LaPlace’s relationship, peningkatan pada ketebalan dinding merupakan peran
compensatory dalam pengurangi wall stress, karena kekuatan merupakan terbaginya
besarnya massa perunit area permukaan dari ventricular muscle.
3. Contractility
Adalah nilai dari otot jantung dimana jumlahnya untuk merubah kekuatan kontraksi,
terlepas dari preload dan afterload.
Jika dihubungkan dengan kurva (figure 9.3), pengukuran cardiac performance (CO atau
SV) terhadap preload (EDV atau EDP), setiap kurva frank-starling merupakan refleksi
dari inotropic state jantung. Efek pada SV oleh perubahan preload direfleksikan dengan
peruabahan posisi sepanjang curve frank-starling. Perubahan kontraktilitas, pada satu sisi
pergeseran seluruh kurva di atas atau dibawah. Jika kontraktilitas secara farmakologi
ditingkatkan maka ventricular peerformance akan meningkat. Sebaliknya, jika obat yang
menurunkan kontraktilitas atau fungsi ventrikel kontraktilitas terganggu maka kurva akan
menurun yang menyebabkan stroke volume dan cardiac output berkurang.
Grafiks tersebut mengilustrasikan faktor yang menentukan fungsi jantung, ventricular pressure-
volume loop (figure 9.4) yang bertanggung jawab terhadap cardiac cycle. Chamber left
ventricular mulai terisi setelah mitral valve terbuka pada awal diastol (point a). Kurva diantara
point a dan b menunjukkan diastolic filling. Peningkatan volume selama diastol, berhubungan
dengan sedikit peningkatan pressure, sesuai dengan panjangnya tekanan secara pasif dari
myocardium atau compliance.
Selanjutnya, onset dari left ventricular systolic contraction menyebabkan ventricular pressure
meningkat. Ketika pressure di LV melebihi LA (point b), mitral valve tertutup. Pressure
selanjutnya terus meningkat, volume ventrikel sesaat belum berubah karena aortic valve belum
terbuka, dan fase in disebut isovolumetric contraction. Ketika pressure ventrikel mencapai
aortic diastolic pressure, oaorta valve terbuka (point c) dan mengejeksikan darah ke aorta.
Selama ejeksi, volume dalam ventrikel menurun, tapi tekanan terus meningkat sampai
ventricular relaksasi dimulai. Tekanan melawan ventrikel mengejeksikan darah (afterload)
terlihat pada kurva cd. Ejeksi berakhir selama fase relaksasi, dimana ventrikel kehilangan
pressure dibawah pressure aorta dan aortic valve tertutup (point d).
Selanjutnnya ventrikel relaksasi, pressure menurun dan chamber terisis dengan volume sisa
selama mitral valve belum terbuka (isovolumetric relaxation). Ketika pressure ventrikel
dibawah atrium, mitral valve terbuka (point a) dan siklus berulang kembali.
Sebagai catatan, point b menunjukkan pressure dan volume pada end diastolic, sedangkan point
d menunjukkan pressure dan volume pada endsystolic. Perbedaan antara end diastolic volume
dan end sistolic volume menujukkan jumlah darah yang di ejeksikan selama kontraksi.
Perubahan faktor penentu dari fungsi jantung direfleksikan dengan perubahan pada pressure-
volume loop. Hasil analisis perubahan efek pada tiap parameter (preload, afterload dan
contractility) pada pressure-volume relationship, menghasilkan perubahan ventricular pressure
dan stroke volume (figure 9.5).
Jika afterload dan contractility tetap constant, tetapi preload mengalami peningkatan maka LV
EDV akan meningkat juga. Peningkatan preload menambah stroke volume via frank-starling
mechanism tetapi end systolic volume tetap maka akan meningkatkan preload selanjutnya.
Artinya, LV normal untuk melakukan stroke volume dan secara efektif mengosongkan isi sampai
diastolic filling volume, sementara itu contractility dan afterload tetap menjaga kekonstanannya.
Jika preload dan contractility tetap constant dan afterload bertambah, maka tekanan selanjutnya
selama LV mengejeksikan darah akan bertambah. Keadaan ini membuat ventrikel kerja lebih
kuat melawan resistensi untuk mengejeksikan dan fiber menjadi lebih pendek. Peningkatan
afterload menghasilkan end systolic volume meningkat dan lebih besar dari end sistolic volume
yang normal. Maka peningkatan afterload ini akan mengurangi jumlah stroke volume (EDV-
ESV).
Peningkatan end sistolic volume pada peningkatan afterload tergambarkan linear : besarnya
afterload meningkatkan end sistolic volume. Hubungan tersebut menggambarkan end-systolic
preessure volume relation (ESPVR).
Slope-nya ESPVR line pada grafik pressure volume loop merupakan fungsi cardiac contractility.
Pada kondisi peningkatan contractility, ESPVR slope menjadi lebih curam, dimana pergeseran
ke atas dan ke kiri. Karena preload dan afterload, ventrikel mengosongkan isinya secara lengkap
dan hasilnya lebih kecil dari normal end sistolic volume. Sebaliknya pengurangan contractility,
ESPVR line menggeser ke bawah, sesuai dengan penurunan stroke volume dan peningkatan end
systolic volume. Selanjunya, end systolic volume tergantung afterload dimana ventrikel
kontraksi dan inotropic state tapi tidak tergantung dari end diastolic volume sebelum kontraksi.
EJECTION FRACTION
Ejeksi fraksi adalah fraksi dari end diastolic volume yang diejeksikan dari ventrikel pada setiap
kontraksi sistolik.
EF = SV / EDV
Normal EF adalah 55 – 75 %
Merupakan peristiwa yang terjadi pada jantung yang berawal dari permulaan sebuah
denyut jantung sampai berakhirnya denyut jantung berikutnya.
Setiap siklus dimulai oleh pembentukan potensial aksi di sinus node yang terletak di
dinding lateral superior atrium kanan dekat dengan tempat masuk superior vena cava dan
menjalar melalui kedua atrium dan kemudian melalui berkas AV ke ventrikel.
Siklus jantung terdiri dari 2 periode, yaitu periode relaksasi atau distol dan periode
kontraksi atau sistol.
Terjadi saat sistolik dimana darah berkumpul di atrium karena katup Av menutup.
Saat sistolik berakhir dan tekanan ventrikel menurun sampai ke diastolik terendah,
tekanan di atrium yang cukup tinggi membuat katup AV membuka dan darah masuk ke
ventrikel.
Pengisian cepat ventrikel terjadi saat sepertiga awal diastol.
Akhir ejeksi, katup semilunar menutup dan tekanan ventrikel menurun kembali ke nilai
tekanan diastolik.
Tekanan ventrikel menurun tetapi volume tetap sebesar 45 ml.
1. Pengaturan Intrinsik
Mekanisme Frank-Starling : “kemampuan intrinsik jantung untuk beradaptasi
terhadap volume yang berubah-ubah akibat aliran darah yang masuk.”
2. Pengaturab oleh Saraf Simpatis dan Parasimpatis
Simpatis meningkatkan kerja jantung.
Parasimpatis menurunkan kerja jantung.
3. Pengaruh Frekuensi Denyut Jantung
Frekuensi meningkat, maka stroke volume meningkat.
Tetapi peningkatan frekuensi diatas batas akan menurunkan kerja jantung karena
diastolik memendek dan waktu pengisian ventrikel menurun.
4. Pengaruh Ion Kalium dan Kalsium
Meningkatnya kalium menghambat kerja jantung.
Meningkatnya kalsium membuat spastisitas jantung.
5. Pengaruh Suhu
Suhu yang meningkat membuat permeabilitas terhadap ion meningkat sehingga
kerja jantung meningkat pula.
Fonokardiogram
S1 : penutupan secara tiba-tiba katup tricuspid dan mitral pada permulaan sistol ventrikel,
sedikit memanjang “lub”
S2 : penutupan katup pulmonal dan aortic lebih pendek “dip”
S3 : akibat pengisian ventrikel pasif, terdengar pada usia muda biasanya
Tujuan :
Mekanisme :
1. Frank-Starling
Kemampuan intrinsik jantung untuk beradaptasi terhadap volume yang berubah-
ubah akibat aliran darah masuk.
Semakin besar otot jantung direnggangkan selama pengisian, semakin besar
kekuatan kontraksi dan semakin besar pula jumlah darah yang dipompakan ke
aorta.
Perjalanan :
Definisi
(Lilly) Ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam kecepatan yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan metabolic tubuh [forward damage], atau kemampuan tersebut hanya dapat
dilakukan jika tekanan pengisian jantung secara abnormal tinggi (backward failure), atau
keduanya.
(Braunwald) Gangguan progresif yang terjadi setelah sebuah “peristiwa indeks” dimana terjadi
kerusakan otot jantung, yang mengakibatkan hilangnya fungsi myosit jantung, ataupun adanya
gangguan myocardium untuk menghasilkan gaya, sehingga jantung tidak dapat berkontraksi
dengan normal.
(Harisson) Sebuah sindrom klinis yang terjadi pada pasien, akibat abnormalitas struktur dan/atau
fungsi jantung baik yang didapat maupun diturunkan, berkembanglah sekumpulan gejala-gejala
klinis (dyspnea dan lelah) dan tanda-tanda (edema dan rales) yang mengakibatkan pasien
tersebut sering berobat ke RS, kualitas hidupnya buruk, dan angka harapan hidupnya memendek
Epidemiologi
HF merupakan masalah di seluruh dunia., dengan lebih dari 20 juta orang mengalami hal ini.
Prevalensi keseluruhannya pada populasi orang dewasa di negara berkembang adalah 2%.
Etiologi
Setiap kondisi yang menyebabkan perubahan dalam struktur atau fungsi ventrikel kiri. HF dapat
menjadi manifestasi akhir dan paling parah dari hampir semua penyakit jantung, termasuk
CAD,MI, valvular disease, hipertensi, CHD, dan cardiomyopati.
Faktor Resiko
1. Hipertensi
2. Obesitas
3. Merokok
4. Stress, emosi, dll
Faktor Pencetus
Banyak pasien HF tetap asimptomatik dalam periode yang sangat lama, baik karena
gangguannya ringan, maupun karena disfungsi jantungnya dapat diseimbangkan oleh mekanisme
Patogenesa
Peristiwa indeks
(contoh: MI)
↓ ↓
↘ ↙
Dekompensasi jantung
Patofisiologi
Disfungsi ventrikel kiri penting (necessary) untuk terjadinya HF tetapi tidak cukup (not
sufficient) untuk menimbulkan gejala HF. Terdapat 2 jenis disfungsi dalam HF:
Kontraktilitas ↓
↙ ↘
Preload ↑
Kompensasi gagal
ESV tetap ↑
Pulmonary edema
Pulmonary edema
Gejala
Gejala cardinal HF: lelah (fatigue) dan nafas pendek (shortness of breath)/dyspnea
1. Systolic dysfunction
Akibat abnormalitas ventricular emptying, karena gangguan kontraktilitas atau
peningkatan afterload
Gangguan kontraktilitas myocard, bias karena destruksi miosit, abnormalitas fungsi
myosit, atau fibrosis, sehingga menyebabkan penurunan kapasitas ejeksi darah
2. Distolic dysfunction
Kelainan fundsi diastolic rata-rata sehingga terjadi gangguan early relaksasi diastolic,
dimana prosesnya seharusnya aktif, dan bergantung terhadap energy.
Atau karena terjadi peningkatan kekakuan dinding ventricle (pasif).
Atau bsa terjadi keduanya
Dinding vebtricle yang kaku (secara kronis)
Mekanisme:
1. Dyspnea
- Transudasi cairan ke interstitium pulmonary → kongesti parenkima paru → turunnya
compliance paru → kerja nafas meningkat untuk menggerakkan volume udara dengan
jumlah sama seperti pada kondisi normal
- Kelebihan cairan di interstitium → menekan dinding bronkiolus dan alveolus →
resistansi aliran udara ↑ → usaha respirasi ditingkatkan
- Akumulasi cairan di interstitium atau intra-alveolar → mengaktifkan reseptor
juxtacapillary J → stimulus nafas yang cepat dan dangkal (khas dyspnea cardiac)
Pada dyspnea on exertion, terdapat beberapa faktor yang ikut berkontribusi: penurunan
compliance paru, peningkatan resistansi jalan nafas, kelelahan otot respirasi dan/atau
diafragma, dan anemia
2. Ortophnea
Dyspnea saat berbaring yang dapat hilang dengan posisi duduk tegak atau tidur dengan
bantal yang tinggi (jumlah bantal banyak)
- Berbaring (terlentang) → redistribusi darah intravaskular dari sirkulasi bagian
tubuh yang bergantung gravitasi (sirkulasi splanchnic dan ekstremitas bawah) ke
sirkulasi sentral (paru-paru) → tekanan kapiler pulmonary ↑
3. PND
Episode akut dari dyspnea parah dan batuk yang umumnya terjadi saat malam hari dan
membuat pasien terbangun dari tidurnya, biasanya 1-3 jam setelah pasien tidur. Dyspnea
ini tidak hiang dengan posisi duduk tegak.
Prognosis
Komplikasi
HF KANAN
Ventrikel kanan sangat rentan mengalami kegagalan pada kondisi yang menyebabkan
peningkatan afterload yang tiba-tiba.
A. Theurapeutic strategy
Tujuan :
- Menstabilkan kekacauan hemodinamik yang menimbulkan symptom
- Identifikasi dan mentreatment reversible factor yang jadi pencetus dekompensasi
- Mengembalikan keefektifan medical regiment untuk mencegah progresi penyakit
Nilai karakteristiknya :
No Yes
No Profile A Profile B
“Warm & Dry” “Warm & Wet”
Low perfussion
Profile L Profile C
“Cold & Dry” “Cold& Wet”
HEART FAILURE BY GROUP E CVS 2010/2011 Page 39
Yes
B. Pharmacological intervention
- Diuretik
- Vasodilator
- Positive inotropic agent
- nitrat
- morfin
C. Medical & surgical intervention
- Jika pharmacological intervention
- Mencakup : intra aortic balloon counter pulsation, cardiac transplantation
D. Planning for the hospital discharge
- Patient education selama hospitalization : focus salt status & fluid status, medication
schedules, rata- rata rehospitalized 3-6 bulan
- Home : stable fluid status (pantau 24 jam), Bp, Renal function (melalui oral regimen)
ASPIRIN
- Farmakodinamik :
- Farmakokinetik : Absorbsi cepat di lambung. Kadar tertinggi dicapai 2 jam setelah pemberian
MORPHIN
- Analgesic Drug
- MOA : > Mengikat opioid receptor pada CNS dan GI yang menyebabkan hiperpolarisasi sel
saraf dan menghambat presynaptic transmitter release
- Therapeutic Use :
Eksitasi
Depresi napas
Mual,muntah
- Indikasi : Infark myocard, neoplasma, perikarditis akut, luka bakar, fraktur, batuk, sesak, anti
diare
> Morfin oral diberikan dalam bentuk larutanndiberikan teratur dalam tiap 4 jam. Dosis anjuran
untuk menghilangkan nyeri sedang 0,1-0,2 mg/kgBB, nyeri hebat 1-2 mg intravena dan dapat
diulang sesuai kebutuhan
CAPTOPRIL
Angiotensinogen
Renin
hambat
AT
1
rec ACE inhibitor
ept
or
↑ retensi Na
Indikasi :
- pasien hipertensi
- penatalaksanaan HF
- terapi standar setelah infark miokard
Efek samping :
- hipotensi
- hipokalemia
- batuk
- ruam, pruritus
Kontra indikasi :
dosis :
dosis awal 12,5 mg 3x/hari, dapat ditingkatkan bertahap sampai dengan 25 mg 3x/hari
Diagnosis of HF confirmed
I-IV
beta blocker
persistent ARB
digoxin
DYSPNEA
1. Orthopnea : dyspnea yang terjadi saat tubuh sedang berada pada posisi terbaik untuk
bernapas (berbaring).
2. Resting dyspnea / Paroksimal Nokturna Dyspnea : dyspnea yang terjadi pada saat
penderita sedang beristirahat (tidur) pada malam hari.
3. Talking Dyspnea : dyspnea yang terjadi saat penderita sedang berbicara
4. Dyspnea on Exertion : dyspnea yang terjadi saat atau setelah penderita melakukan
aktivitas fisik
Mekanisme dispnea
Pengetahuan tentang sensor yang dipergunakan dan fungsi yang terintegrasi dari otak diperlukan
sekali untuk memahami mekanisme terjadinya sesak nafas (dyspnea). Elemen berikut ini
haruslah ada untuk menganalisa terjadinya dyspnea tersebut, yaitu : reseptor sensoris, koneksi
neurologi ke otak, pusat integrasi pada otak yang memproses informasi, koneksi kortikal dalam
menginterpretasikan sensasi yang dirasakan, meskipun teori yang menjelaskan tentang dyspnea
telah berkembang, namun kebenaran teori tersebut belumlah dapat diterima sepenuhnya sebagai
hal yang benar. Pada tulisan dibawah ini dipaparkan tentang rangkaian stimulasi yang dapat
menyebabkan atau membantu terjadinya sesak nafas (dyspnea), dinyatakan secara urutan
numerical sebagai berikut :
4. Otot pada dinding dada, persendian, costosternal junction dan diafragma memberikan respon
berupa regangan, gerakan dan propriosepsi.
POTTASIUM CHLORIDE
Merupakan suatu obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin, baik
penambahan volume atau jumlah pengeluaran zat-zat terlarut dan air.
Fungsi utamanya adalah memobilisasi cairan edem yang berarti mengubah keseimbangan
cairan sedemikian rupa sehingga volume ekstrasel kembali normal.
Dibagi menjadi 2 golongan :
1. Penghambatan mekanisme kerja transport elektrolit di dalam tubulus ginjal.
a) penghambatan karbonik anhidrase
b) diuretik kuat / loop
c) tiazid
d) diuretik hemat kalium
2. Diuretik osmotik
3) Tiazid
obat yang banyak digunakan.
derivat sulfonamid dan strukturnya berhubungan dengan penghambatan karbonik
anhidrase.
contoh : klorotiazid,hidroklorotiazid, klortalidon, metalazon.
mekanisme : bekerja di tubulus distal dengan menghambat kotransport ion Na/Cl pada
membran lumen, sehingga ekskresi ion Na ditingkatkan. Selain itu, ekskresi ion kalsium
diturunkan.
efek : ekskresi ion Na dan Cl dinaikkan, hipokalemia jangka waktu lama, ekskresi ion
kalsium diturunkan, tahanan perifer vaskular diturunkan.
5) Diuretik osmotik
contoh : manitol, urea, gliserin, isosorbid.
zat-zat tersebut di cairan tubulus atau lumen akan meningkatkan tekanan osmotik
sehingga banyak air dan elektrolit diekskresikan.
bermanfaat untuk pasien oligouria akut akibat syok hipovolemik, reaksi transfusi, dan
nekrosis tubulus.
manitol digunakan untuk profilaksis gagal ginjal akut dan menurunkan tekanan okuler.
FUROSEMIDE
1. Class : diuretics
2. Indikasi dan dosis :
a) Hipertensi :
SODIUM BICARBONATE
Drug Category
Sodium bicarbonate dengan cepat menetralkan HCl lambung karena daya larutnya yang
tinggi. Karbon dioksida yang terbentuk dalam lambung akan menimbulkan sendawa.
Main Effect
Menurunkan pH darah.
Side Effect
Alkalosis sistemik.
Edema.
Perforasi lambung.
Pharmacokinetic
Sodium bicarbonate tersedia dalam bentuk tablet 500 mg dengan dosis sebanyak 1-4
gram/hari
Indication
PEMERIKSAAN
a.Antero-septal V1 dan V2
b.Anterior V3 dan V4
c.Lateral V5 dan V6
Keterangan : tanda * Gelombang R yang tinggi dan depresi segmen ST di V1 – V2 sebagai mirror
image dari perubahan sandapan V7 - V9
Jawan : karena untuk membantu kebutuhan O2 nya dan mempermudah jalan pernapasannya juga
memperbaiki keluhan- keluhan sesak nafasnya,memperbaiki oksigenisasi, memperbaiki perpusi
organ dan hemodinamik
Klasifikasi berikut merupakan klasifikasi tekanan darah untuk orang dewasa (≥18 tahun) dari
berbagai sumber, diantaranya:
Tabel diatas merupakan perubahan klasifikasi tekanan darah dari JNC 6 (1997) ke JNC 7 (2004).
Tabel di bawah merupakan kalasifikasi tekanan darah JNC 7 (2004).
Hypertensi pada anak didefinisikan sebagai rerata tekanan darah sistol dan tekanan darah diastole
≥95th persentil untuk sex, usia dan tinggi badan setelah tiga atau lebih pengulangan (National
Heart, Lung and Blood Institute). Jadi, klasifikasi tekanan darah pada anak bergantung pada jenis
kelamin, usia, persentil tingi badan, yang terangkum dalam beberapa kategori, yaitu (NHLBI, 2004) :
Primary prevention CAD merupakan pencegahan yang dilakukan pada orang yang belum
memiliki CAD, namun memiliki factor resiko. Secara prinsip, pencegahan yang dilakukan adalah
dengan mengurangi factor resiko. Faktor resiko untuk CAD adalah :
1. Penurunan LDL sampai 100-129 mg/dl (normal) ataupun sampai <100 mg/dl (optimal).
2. Modifikasi asupan makanan
3. Berhenti merokok
4. Pemberian LDL lowering drugs
ECHOCARDIOGRAPHY
Pemeriksaan penunjang jantung yang mampu menampilkan gambaran jantung secara akurat
dengan menggunakan gelombang ultrasound.
Prinsip:
Tipe:
M-Mode Echocardiography
2D Echocardiography
Doppler Imaging
Transesophageal Echocardiography
Transducer dengan ukuran yang lebih kecil dimasukkan kedalam esophagus untuk
memancarkan dan menerima gelombang dari dalam esophagus.
Dapat melihat struktur jantung dans ekitarnya seperti aorta, juga dapat digunakan untuk
melihat adanya thrombus.
TEE sangat berguna untuk melihat abnormalitas aorta dan atrium.
Contrast Echocardiography
Ejection Fraction:
Dapat diketahui dengan echocardiography, dengan mengukur perubahan dari area, panjang, luas
dan volume LV pada systole dan diastole.