You are on page 1of 69

OPTIMASI EKSTRAKSI RUMPUT LAUT (Eucheuma cottonii) UNTUK

MENGHASILKAN KARAGINAN MURNI DENGAN


METODE RESPON PERMUKAAN

(Skripsi)

Oleh

HENI LESTARI

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
ABSTRACT

OPTIMIZATION OF REFINED CARRAGEENAN EXTRACTION


FROM (Eucheuma cottonii) SEAWEED USING
RESPONSE SURFACE METHODOLOGY

By

HENI LESTARI

Indonesia is the first seaweed-producer in the world. Eucheuma cottonii is one

type of seaweed containing kappa carrageenan which contains more than 34%

anhidro 3,6-D-galactose and 25% ester sulfate. Extraction of refined carrageenan

from Eucheuma cottonii is affected by several variables. The objectives of this

research were (1) to determine the effects of three independent variables (NaOH

concentration, temperature extraction and KCl concentration) on the yield and

properties of refined carrageenan, as well as (2) to find out the optimum

conditions of refined carrageenan extraction which was able to result in the

highest yield. To achieve the objectives, Response Surface Methodology (RSM)

experimental design was implement in this research with three free variable,

namely concentrations of NaOH (0,6N, 0,9N, and 1,2N), the temperatures of

extraction (80oC, 85oC, and 90oC) and concentration of KCl (0,4%, 0,6%, and

0,8%). After extraction, the refined carrageenan was analyzed its gel strength,

i
viscosity, ash content, acid insoluble ash content, and sulfate content. The

research results showed that (1) the NaOH concentration affected significantly on

all parameters except on its acid in soluble ash content; KCl concentration also

affected significantly on all parameters except on its gel strength; extraction

temperatures only affected significantly on gel strength, viscosity, and acid

insoluble ash content; and (2) the optimum condition of refined carrageenan

extraction occurred at the NaOH concentration of 1.5 N, the extraction

temperature of 93oC, and the KCl concentration of 0.7%. The refined carrageenan

yield at the optimum extraction condition was 68.82% and it properties as follow:

613.87 g/cm2 gel strength, 5.08 cPs viscosity, 15.38% ash content, 2.15% acid

insoluble ash content, and 35.16% sulfate content. These properties fulfilled the

refined carrageenan quality standard of FAO.

Keywords: Eucheuma cottonii seaweed, extraction, KCl, refined carrageenan,

response surface methodology (RSM).

ii
ABSTRAK

OPTIMASI EKSTRAKSI RUMPUT LAUT (Eucheuma cottonii) UNTUK


MENGHASILKAN KARAGINAN MURNI DENGAN
METODE RESPON PERMUKAAN

Oleh

HENI LESTARI

Indonesia merupakan produsen rumput laut nomor 1 dunia. Rumput laut

Eucheuma cottonii merupakan salah satu jenis rumput laut penghasil kappa

karaginan yang mengandung lebih dari 34% 3,6 anhidro-D-galaktosa dan 25%

ester sulfat. Rumput laut Eucheuma cottonii dapat menghasilkan karaginan

dengan cara ekstraksi. Ekstraksi rumput laut dipengaruhi oleh pelarut alkali, suhu

ekstraksi, dan pengendap. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh

tiga variabel bebas (konsentrasi NaOH, suhu ekstraksi dan konsentrasi KCl)

terhadap rendemen, sifat fisik, dan kimia karaginan murni, serta mendapatkan

kondisi optimum proses ekstraksi rumput laut Eucheuma cottonii menjadi

karaginan murni dan rendemen bermutu tinggi. Rancangan percobaan yang

digunakan untuk menentukan kondisi optimum masing-masing variabel adalah

metode respon permukaan (Response Surface Methodology atau RSM).

Penelitian ini menggunakan tiga faktor yaitu konsentrasi NaOH (0,6N, 0,9N, dan

iii
1,2N), suhu ekstraksi (80OC, 85OC, dan 90OC) dan konsentrasi KCl (0,4%, 0,6%,

dan 0,8%). Setelah ekstraksi, karaginan murni dianalisis kekuatan gel, viskositas,

kadar abu, kadar abu tidak larut asam, dan kadar sulfat. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa konsentrasi NaOH berpengaruh pada semua parameter selain

kadar abu tidak larut asam; konsentrasi pengendap KCl berpengaruh nyata pada

semua parameter selain kekuatan gel; dan suhu ekstraksi hanya berpengaruh pada

kekuatan gel, viskositas, dan kadar abu tidak larut asam. Kondisi optimum terjadi

apabila ekstraksi rumput laut menggunakan konsentrasi pelarut NaOH 1,5N pada

suhu 93OC dengan konsentrasi pengendap KCl 0,7% dapat menghasilkkan

rendemen karaginan murni maksimal yaitu sebesar 68,82%. Karakteristik mutu

karaginan murni yang dihasilkan yaitu kekuatan gel 613,87 gram/cm2, viskositas

5,08 cps, kadar abu 15,38%, kadar abu tidak larut asam 2,15%, dan kadar sulfat

35,16%. Karaginan murni ini memenuhi standar mutu FAO.

Kata kunci : ekstraksi, karaginan murni, KCl, response surface methodology

(RSM), rumput laut Eucheuma cottonii.

iv
OPTIMASI EKSTRAKSI RUMPUT LAUT (Eucheuma cottonii) UNTUK
MENGHASILKAN KARAGINAN MURNI DENGAN
METODE RESPON PERMUKAAN

Oleh

HENI LESTARI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar


SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada

Jurusan Teknologi Hasil Pertanian


Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDARLAMPUNG
2017
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Simpang Pematang, Kecamatan Simpang

Pematang, Kabupaten Mesuji, pada tanggal 17 April 1993. Penulis merupakan

anak ketiga dari empat bersaudara, buah hati dari pasangan Bapak Suharyono dan

Ibu Painem. Penulis menyelesaikan pendidikan : Sekolah Dasar di SDN 01

Simpang Pematang Mesuji pada tahun 2006; Sekolah Menengah Pertama di

SMPN 01 Simpang Pematang Mesuji pada tahun 2009; Sekolah Menengah Atas

di SMAN 01 Simpang Pematang Mesuji pada tahun 2012.

Pada bulan September 2012, penulis diterima sebagai mahasiswi Jurusan

Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian melalui jalur Penerimaan

Mahasiswa Perluasan Akses Pendidikan (PMPAP) Universitas Lampung. Selama

menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Pengemasan dan

Penggudangan pada tahun 2016. Penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Jurusan

(HMJ) Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung

sebagai anggota. Pada tahun 2015 penulis pernah mengikuti Program Kreatifitas

Mahasiswa dalam bidang Penelitian (PKM-P) sebagai anggota dan proposalnya

dibiayai oleh DIKTI dengan judul “Pemanfaatan Limbah Kulit Pisang (Musa

sapientum) untuk Substitusi Tepung Terigu dalam Pembuatan Brownies sebagai

Pangan Fungsional”. Pada tahun 2016 penulis mengikuti kembali Program

ix
Kreatifitas Mahasiswa dalam bidang Penelitian (PKM-P) sebagai ketua dan

proposalnya dibiayai oleh DIKTI dengan judul “Pemanfaatan Karaginan Rumput

Laut sebagai Bahan Pengemas Pangan Aktif untuk Mengawetkan Bakso Ikan”.

Pada bulan Juli 2015, penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di PT.

Great Giant Pineapple Departemen Cannery, Terbanggi Besar Lampung Tengah

dengan judul “Mempelajari Pengendalian Kualitas Nanas Kaleng Di PT. Great

Giant Pineapple Terbanggi Besar Lampung Tengah”. Pada bualan Januari 2016,

penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) dengan tema Pos

Pemberdayaan Masyarakat (POSDAYA) di Desa Kurnia Agung Kecamatan

Rawajitu Utara Kabupaten Mesuji Lampung.


SANWACANA

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat serta

karunia-Nya penulis mampu menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas Pertanian

Universitas Lampung atas bantuan dalam memperlancar proses penyusunan

skripsi ini.

2. Ibu Ir. Susilawati, M.Si., selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Universitas Lampung atas bantuan dalam memperlancar proses penyusunan

skripsi ini.

3. Bapak Dr. Ir. Sutikno, M.Sc., selaku Dosen Pembimbing Utama dan Dosen

Pembimbing Akademik atas segala bantuan, pengarahan, nasihat, masukan, saran

selama penulis menjadi mahasiswa THP, dan penyusunan skripsi ini.

4. Ibu Dr. Dewi Sartika, S. T. P., M. Si., selaku Dosen Pembimbing Kedua atas

segala bantuan, pengarahan, masukan, dan saran selama penyusunan skripsi ini.

5. Ibu Ir. Zulferiyenni, M. T. A., selaku Pembahas atas segala pengarahan, nasihat,

masukan, dan saran selama penyusunan skripsi ini.

xi
6. Kedua orangtua tercinta Bapak Suharyono dan Ibu Painem, kakak Imam Susanto,

dan Agus Suseno, serta adik Arisah Suhartini, terimakasih banyak atas segala doa,

kasih sayang, motivasi, dukungan, dan semangat yang diberikan untukku.

7. Keluargaku yang selalu memberikan bantuan dan motivasi selama kuliah sampai

penyusunan skripsi.

8. Seluruh Bapak dan Ibu dosen pengajar, staff administrasi dan laboratorium di

Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung atas

ilmu dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis selama menjadi mahasiswa

THP.

9. Keluarga THP 2012, kakak–kakak, mba–mba 2011, 2010, 2009 dan adik-adik

2013, 2014, terimakasih atas segala kebersamaan, semangat, dan motivasi serta

dukungan yang diberikan selama ini.

Penulis berharap semoga Allah SWT membalas semua kebaikan mereka dan

penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan bangsa Indonesia.

Bandar Lampung, Februari 2017

Penulis

Heni Lestari
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ..................................................................................... xv

DAFTAR GAMBAR................................................................................. xvii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xx

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ............................................................................. 1

1.2. Tujuan Penelitian .......................................................................... 4

1.3. Kerangka Pemikiran...................................................................... 4

1.4. Hipotesis ....................................................................................... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Rumput Laut (Eucheuma cottonii)............................................... 8

2.2. Ekstaksi Karaginan dari Rumput Laut......................................... 11

2.3. Karaginan ..................................................................................... 13

2.4. Metode Respon Permukaan (Response Surface Methodology) ... 24

III.BAHAN DAN METODE

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian...................................................... 29

3.2. Bahan dan Alat............................................................................. 29

3.3. Metode Penelitian ........................................................................ 30

3.4. Pelaksanaan Penelitian................................................................. 32

xiii
3.4.1. Persiapan Bahan Baku ...................................................... 32
3.4.2. Persiapan Pelarut NaOH ................................................... 34
3.4.3. Ekstraksi Karaginan dari Rumput Laut ............................ 34

3.5. Pengamatan .................................................................................. 36

3.5.1. Rendemen.......................................................................... 36
3.5.2. Kekuatan Gel..................................................................... 36
3.5.3. Viskositas .......................................................................... 37
3.5.4. Kadar Abu ......................................................................... 38
3.5.5. Kadar Abu Tidak Larut Asam........................................... 40
3.5.6. Kadar Sulfat ...................................................................... 40

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Rendemen Karaginan Murni......................................................... 41

4.2. Kekuatan Gel ................................................................................ 49

4.3. Viskositas ...................................................................................... 54

4.4. Kadar Abu ..................................................................................... 59

4.5. Kadar Abu Tidak Larut Asam....................................................... 63

4.6. Kadar Sulfat ................................................................................. 67

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan .................................................................................. 72

5.2. Saran ............................................................................................. 73

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 74

LAMPIRAN............................................................................................... 80

xiv
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Spesifikasi mutu karaginan .................................................................. 18

2. Faktor, kode, dan taraf kode metode RSM secara faktorial 23 dengan
3 variabel bebas pada proses pembuatan karaginan murni dari
rumput laut Eucheuma cottonii. .......................................................... 31

3. Desain percobaan 23 faktorial dengan 3 variabel bebas....................... 32

4. Hasil perhitungan rendemen karaginan murni ..................................... 42

5. Hasil desain respon surface ................................................................. 43

6. Hasil analisis ragam full quadratic response surface rendemen


karaginan murni. .................................................................................. 44

7. Hasil analisis ragam full quadratic response surface kekuatan gel


karaginan murni. .................................................................................. 51

8. Hasil analisis ragam full quadratic response surface viskositas


karaginan murni. ................................................................................. 56

9. Hasil analisis ragam full quadratic response surface kadar abu


karaginan murni ................................................................................... 61

10. Hasil analisis ragam full quadratic response surface kadar abu tidak
larut asam karaginan murni.................................................................. 65

11. Hasil analisis ragam full quadratic response surface kadar sulfat
karaginan murni. .................................................................................. 68

12. Model statistik rendemen karaginan murni.......................................... 81

13. Hasil perhitungan kekuatan gel karaginan murni................................. 82

14. Model statistik kekuatan gel karaginan murni. .................................... 83

xv
15. Hasil perhitungan viskositas karaginan murni. .................................... 85

16. Model statistik viskositas karaginan murni.......................................... 85

17. Hasil perhitungan kadar abu karaginan murni ..................................... 86

18. Model statistik kadar abu karaginan murni. ......................................... 87

19. Hasil perhitungan kadar abu tidak larut asam karaginan murni........... 88

20. Model statistik kadar abu tidak larut asam karaginan murni. .............. 89

21. Hasil perhitungan kadar sulfat karaginan murni. ................................. 90

22. Model statistik kadar sulfat karaginan murni....................................... 91

xvi
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Rumput laut Eucheuma cottonii basah dan kering............................... 9

2. Struktur karaginan ................................................................................ 14

3. Permukaan respon orde I dan jalur Steepest Ascent............................. 26

4. CCD yang rotabelnya untuk dua variabel (orde II).............................. 27

5. Permukaan respon titik maksimum, titik minimum, dan titik pelana .. 28

6. Diagram alir proses persiapan bahan baku........................................... 33

7. Diagram alir proses persiapan pelarut NaOH ...................................... 34

8. Diagram alir proses ekstraksi karaginan dari rumput laut Euchema


cottonii.................................................................................................. 35

9. Alat penetrometer................................................................................. 37

10. Alat falling ball viscosimeter and viscobalance................................... 38

11. Alat oven dan alat pengabuan tanur. .................................................... 39

12. Permukaan respon rendemen karaginan murni dalam bentuk dua


dan tiga dimensi antara konsentrasi NaOH dan suhu ekstraksi pada
proses pembuatan karaginan murni dari rumput laut Eucheuma
cottonii.................................................................................................. 46

13. Grafik pengoptimalan respon rendemen karaginan murni................... 47

14. Permukaan respon kekuatan gel karaginan murni dalam bentuk dua
dan tiga dimensi antara konsentrasi NaOH dan suhu ekstraksi pada
proses pembuatan karaginan murni dari rumput laut Eucheuma
cottonii.................................................................................................. 53

xvii
15. Permukaan respon viskositas karaginan murni dalam bentuk dua dan
tiga dimensi antara konsentrasi KCl dan konsentrasi NaOH pada
proses pembuatan karaginan murni dari rumput laut Eucheuma
cottonii.................................................................................................. 58

16. Permukaan respon kadar abu karaginan murni dalam bentuk dua
dan tiga dimensi antara konsentrasi NaOH dan suhu ekstraksi pada
proses pembuatan karaginan murni dari rumput laut Eucheuma
cottonii.................................................................................................. 62

17. Permukaan respon kadar abu tidak larut asam karaginan murni
dalam bentuk dua dan tiga dimensi antara konsentrasi NaOH dan
suhu ekstraksi pada proses pembuatan karaginan murni dari rumput
laut Eucheuma cottonii......................................................................... 66

18. Permukaan respon kadar sulfat karaginan murni dalam bentuk dua
dan tiga dimensi antara konsentrasi NaOH dan suhu ekstraksi pada
proses pembuatan karaginan murni dari rumput laut Eucheuma
cottonii.................................................................................................. 70

19. Penimbangan rumput laut..................................................................... 92

20. Perendaman rumput laut....................................................................... 92

21. Penyaringan rumput laut. ..................................................................... 92

22. Ekstraksi rumput laut. .......................................................................... 92

23. Penyaringan hasil ekstraksi. ................................................................. 93

24. Pengendapan karaginan dengan larutan KCl. ...................................... 93

25. Karaginan basah. .................................................................................. 93

26. Pengeringan karaginan. ........................................................................ 93

27. Karaginan murni kering. ...................................................................... 93

28. Karaginan murni kering di simpan dalam plastik clipclock................. 93

29. Analisis kekuatan gel karaginan murni dengan alat penetrometer....... 94

30. Analisis viskositas karaginan murni dengan alat haake L.................... 94

31. Analisis kadar abu karaginan murni dengan alat pengabuan tanur...... 95

32. Analisis kadar abu tidak larut asam dengan alat pengabuan tanur....... 95

xviii
33. Analisis kadar sulfat karaginan murni dengan alat pengabuan tanur... 96

xix
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Data model statistik rendemen karaginan murni.................................. 81

2. Data uji kekuatan gel karaginan murni ................................................ 82

3. Data uji viskositas karaginan murni..................................................... 84

4. Data uji kadar abu karaginan murni. .................................................... 86

5. Data uji kadar abu tidak larut asam karaginan murni .......................... 88

6. Data uji kadar sulfat karaginan murni.................................................. 90

7. Gambar proses ekstraksi karaginan murni dari rumput laut


(Eucheuma cottonii) ............................................................................. 92

8. Gambar analisis sifat fisik dan kimia karaginan murni........................ 94


1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Indonesia merupakan produsen rumput laut nomor 1 dunia. Produksi

rumput laut kering Indonesia jenis Eucheuma cottonii pada tahun 2014 mencapai

240.000 ton (Ditjen Industri Agro, 2016) dan meningkat mencapai 1.033.500 ton

pada tahun 2015 (Jaramaya, 2016). Sebagian besar (63%) rumput laut kering

diekspor dalam bentuk mentah. Hal ini menyebabkan nilai tambah yang diperoleh

petani rumput laut Indonesia rendah (Amna dan Sihombing, 2016).

Untuk meningkatkan nilai tambahnya, rumput laut perlu diolah menjadi

produk setengah jadi seperti agar, alginat, dan karaginan (Rhein–Knudsen et al.,

2015). Alginat dan agar-agar merupakan senyawa karbohidrat yang terdapat

dinding sel rumput laut, yang membedakan keduanya adalah pada komponen

penyusun. Agar–agar adalah senyawa fikokoloid yang tersusun atas campuran

agarosa dan agaropektin terdapat pada rumput laut merah jenis Glacilaria

chilensis (Utomo dan Satriyana, 2006), sedangkan alginat adalah asam alginat

yang berbentuk molekul linier tak bercabang tersusun dari asam β-D-monuronat

(M) dan α-L-guluronat (G), yang terdapat pada rumput laut coklat jenis

Sargassum sp. (Dela, 2016). Selain dari dua produk setengah jadi rumput laut

tersebut, terdapat pula produk lain yaitu karaginan. Menurut Fardhyanti dan
2

Julianur (2015) karaginan merupakan senyawa hidrokoloid yang terdiri atas ester

kalium, natrium, magnesium dan sulfat dengan galaktosa dan 3,6 anhydrogalakto

kopolimer, terdapat pada rumput laut merah jenis Eucheuma.

Ekstraksi rumput laut menghasilkan dua jenis karaginan yaitu semirefine

carrageenan (SRC) dan refine carrageenan (karaginan murni). Menurut Rizal

dkk. (2016) karaginan semi murni merupakan karaginan yang memiliki tingkat

kemurnian rendah, karena masih mengandung sejumlah kecil selulosa yang ikut

mengendap bersama karaginan, sedangkan karaginan murni merupakan karaginan

yang sudah bebas dari selulosa melalui proses pengendapan (Ega dkk., 2016).

Karaginan semi murni sering dimanfaatkan pada industri non pangan sebagai

bahan gelasi pada makanan hewan dalam kaleng, air freshner, shampo, sabun

mandi, dan pelapis gigi (Saputra, 2012). Pemanfaatan karaginan murni lebih luas

dalam bidang industri pangan (jelly, es krim, roti, dan lain-lain) dan non pangan

(kosmetik, cat, tekstil, dan lain-lain) (Arfini, 2011).

Untuk menghasilkan karaginan rumput laut perlu diekstraksi. Ekstraksi

rumput laut menjadi karaginan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu konsentrasi

alkali, suhu ekstraksi, waktu ekstraksi, jenis rumput laut, dan pengendapan.

Konsentrasi alkali yang tinggi dapat menghasilkan rendemen yang tinggi. Jati

(2012) melaporkan proses ekstraksi dengan konsentrasi NaOH 0,9 N

menghasilkan rendemen tertinggi sebesar 59,07%, sedangkan, penggunaan NaOH

0,08 N rendemen yang diperoleh hanya sebesar 39,71% (Yasita dan Rachmawati,

2009). Menurut Nasruddin dkk. (2016) penambahan larutan alkali (NaOH)

menyebabkan kemampuan mengekstrak semakin tinggi. Hal ini dapat membantu


3

ekstraksi polisakarida menjadi sempurna dan mempercepat terbentuknya 3,6-

anhidrogalaktosa selama proses ekstraksi berlangsung, sehingga rendemen

meningkatkan.

Suhu ekstraksi rumput laut sangat mempengaruhi mutu karaginan yang

dihasilkan. Suhu ekstraksi yang mendekati titik didih larutan (100OC)

mengakibatkan rumput laut terekstraksi secara sempurna dan mutu yang

dihasilkan tinggi. Ekstraksi rumput laut pada suhu 90OC menghasilkan rendemen

sebesar 33,01% (Hudha dkk., 2012), sedangkan pada suhu 80OC rendemen yang

dihasilkan sebesar 22,37% (Ningsih, 2014). Menurut Fathmawati dkk. (2013)

suhu ekstraksi yang rendah mengakibatkan karaginan bermutu rendah, karena

sulfat dalam rumput laut belum terekstraksi secara sempurna. Kandungan sulfat

mempengaruhi mutu kekuatan gel karaginan murni (Ega dkk., 2016). Hasil

ekstraksi rumput laut masih berupa karaginan semi murni, untuk menghasilkan

karaginan murni larutan hasil ekstraksi perlu diendapkan.

Pengendapan hasil ekstraksi rumput laut untuk mendapatkan karaginan

murni dapat menggunakan alkohol atau larutan Potassium Chloride (KCl).

Penelitian ini menggunakan Potassium Chloride (KCl). Ali et al. (2014)

menyatakan penggunaan pengendap KCl terbaik pada penelitiannya yaitu

konsentrasi 0,6% menghasilkan rendemen sebesar 85,82%. Pada penggunaan

alkohol 97% rendemen yang diperoleh hanya sebesar 35,56% (Distantina dkk.,

2012). Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan KCl sebagai pengendap lebih

efektif dari pengendap alkohol. Namun penggunaan KCl dalam pengendapan

karaginan murni belum banyak digunakan dan penggunaan KCl yang melebihi
4

batas akan menghasilkan rendemen rendah, disebabkan ion kalium dalam KCl

terlalu jenuh untuk berikatan dengan larutan karaginan. Oleh karena itu, untuk

menghasilkan karaginan murni dari rumput laut Eucheuma cottonii dengan

pengendap KCl, kondisi optimumnya perlu diteliti dan ditemukan.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui pengaruh tiga variabel bebas (konsentrasi NaOH, suhu ekstraksi

dan konsentrasi KCl) terhadap rendemen, sifat fisik, dan sifat kimia pada

pembuatan karaginan murni dari rumput laut Eucheuma cottonii.

2. Mendapatkan kondisi optimum pada ekstraksi rumput laut Eucheuma cottonii

untuk menghasilkan karaginan murni.

1.3 Kerangka Pemikiran

Proses ekstraksi rumput laut Eucheuma cottonii untuk menghasilkan

karaginan murni masih menemui banyak kendala seperti rendemen dan kekuatan

gel yang dihasilkan masih rendah. Rendahnya mutu karaginan murni tersebut

diakibatkan oleh tingginya kandungan sulfat yang terdapat dalam rumput laut

Eucheuma cottonii (Wulandari, 2010). Untuk mengurangi kandungan sulfat

rumput laut Eucheuma cottonii perlu dilakukan proses ekstraksi menggunakan

pelarut alkali panas bersuhu tinggi dengan pengendap KCl. Namun, kondisi
5

ekstaksi yang optimal pada pembuatan karaginan murni dari rumput laut

Eucheuma cottonii belum diketahui.

Konsentrasi pelarut alkali sangat mempengaruhi proses ekstraksi rumput

laut. Menurut Hudha dkk. (2012) pelarut alkali sangat diperlukan dalam proses

ekstraksi rumput laut menjadi karaginan, karena pelarut alkali dapat

meningkatkan daya larut karaginan dalam air dan mencegah terjadinya reaksi

hidrolisis ikatan glikosidik pada molekul karaginan. Reaksi hidrolisis ikatan

glikosidik dapat menyebabkan karaginan kehilangan sifat fisiknya, seperti

kelarutannya dalam air. Semakin tinggi konsentrasi pelarut alkali (NaOH) maka,

semakin tinggi rendemen yang dihasilkan. Ningsih (2014) melaporkan rendemen

yang dihasilkan berkisar antara 37,33%–68,67% yang dihasilkan dari penggunaan

konsentrasi NaOH 8% dan terendah konsentrasi NaOH 4%. Tingginya rendemen

karaginan murni diperoleh selama proses alkalisasi berlangsung. Proses ini

menyebabkan pH semakin tinggi, sehingga kemampuan NaOH dalam

mengekstrak semakin besar dan rendemen karaginan murni meningkat.

Selain itu, suhu ekstraksi dan kandungan sulfat juga mempengaruhi

kekuatan gel karaginan. Suhu ekstraksi berpengaruh terhadap kekuatan gel yang

dihasilkan. Hal ini sesuai dengan peningkatan sulfat yang terjadi dimana suhu

ekstraksi yang rendah dapat mengakibatkan rumput laut semakin lama terekstraksi

dan kandungan sulfat semakin besar, akibatnya nilai kekuatan gel rendah (Desiana

dan Hendrawati, 2015). Menurut Ega dkk. (2016) suhu ekstraksi yang baik

digunakan antara 80–100OC atau mendekati titik didih. Suhu yang semakin tinggi

saat proses ekstraksi berlangsung dapat melarutkan rumput laut secara sempurna.
6

Paranginangin dkk. (2011) melaporkan proses ekstraksi pada suhu ekstraksi 85OC

selama 2 jam menghasilkan kekuatan gel sebesar 2.058,76 gram/cm2.

Pada penelitian sebelumnya, proses ekstraksi yang dapat menghasilkan

karaginan murni bermutu tinggi yaitu pada perlakuan konsentrasi NaOH 0,9 N

pada suhu 90OC menghasilkan rendemen 59,07%, kadar sulfat 10,62%, kadar abu

35%, dan viskositas 6,46 cps dengan bahan baku rumput laut Eucheuma spinosum

(Jati, 2012). Distantina dkk. (2012) menunjukkan bahwa ekstraksi rumput laut

Eucheuma cottonii menggunakan konsentrasi NaOH 1,0 N pada suhu 80OC

menghasilkan rendemen 35,56%, kadar sulfat 14,75%, dan kekuatan gel 80,90

gram/cm2. Selain itu, Yasita dan Rachmawati (2009) melaporkan bahwa

karaginan yang diperoleh memiliki kekuatan gel 632,084 gram/ cm2 yang

diekstraksi menggunakan pelarut NaOH 0,08 N dengan bahan baku Eucheuma

cottonii.

Proses ekstraksi rumput laut untuk menghasilkan karaginan murni selain

perlakuan alkali dan suhu ekstraksi, juga membutuhkan pengendap yang sesuai.

Karaginan hasil ekstraksi biasanya diendapkan menggunakan larutan alkohol atau

KCl. Penelitian ini menggunakan pengendap KCl. Hal ini disebabkan, karaginan

yang dihasilkan rumput laut Eucheum cottonii sensitif terhadap ion kalium

sehingga ketika bereaksi dengan ion kalium akan membentuk polimer karaginan

lebih optimal. Pembentukan polimer yang optimal dapat meningkatkan mutu

karaginan. Menurut Ali et al. (2014) konsentrasi KCl yang terbaik pada

penelitiannya yaitu pada konsentrasi 0,6% yang dapat menghasilkan kekuatan gel

sebesar 313, 5 gram/cm2. Waktu ekstraksi rumput laut juga mempengruhi mutu
7

karaginan murni. Hudha dkk. (2012) melaporkan bahwa pada proses ekstraksi

selama 2,5 jam pada suhu 90OC menghasilkan rendemen sebesar 33, 01%.

Penelitian ini akan dilakukan pencarian kondisi optimum proses ekstraksi

rumput laut Euchuma cottonii untuk menghasilkan karaginan murni. Penelitian

Jati (2012) kondisi optimum ekstraksi karaginan murni dari rumput laut

Eucheuma cottonii, yaitu menggunakan pelarut NaOH 0,9 N yang diekstraksi

pada suhu 90OC selama 120 menit, kemudian diendapkan dengan Potassium

Chloride (KCl 0,6%) selama 30 menit (Ali et al., 2014). Dengan menggunakan

acuan tersebut, dalam penelitian ini digunakan konsentrasi NaOH (0,4N, 0,6N,

0,9N, 1,2N, dan 1,4N) pada suhu ekstraksi (77OC, 80OC, 85OC, 90OC, dan 93OC)

selama 120 menit, kemudian diendapkan menggunakan Potassium chloride (KCl

0,3%, 0,4%, 0,6%, 0,8%, dan 0,9%) selama 30 menit.

1.4 Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah :

1. Terdapat pengaruh tiga variabel bebas (konsentrasi NaOH, suhu ekstraksi dan

konsentrasi KCl) terhadap rendemen, sifat fisik, dan sifat kimia pada

pembuatan karaginan murni dari rumput laut Eucheuma cottonii.

2. Terdapat kondisi proses ekstraksi rumput laut Eucheuma cottonii optimum

yang menghasilkan karaginan murni.


8

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Rumput Laut (Eucheuma cottonii)

Rumput laut atau algae merupakan tumbuhan laut yang tidak dapat

dibedakan antara akar, daun, dan batang, sehingga seluruh tubuhnya disebut

thallus. Berdasarkan kandungan pigmen yang terdapat dalam thallus, rumput laut

terdiri atas Chlorophyceae (Alga Hijau), Rhodophyceae (Alga merah), dan

Phaeophyceae (Alga coklat) (Soenardjo, 2011). Ketiga golongan rumput laut ini

yang sering dimanfaatkan adalah Rhodophyceae (alga merah) dan yang paling

banyak dibudidayakan di Indonesia seperti spesies Eucheuma (Saputra, 2012).

Eucheuma merupakan rumput laut makroskopik, terdapat dua jenis Eucheuma

yang cukup komersial yaitu Eucheuma spinosum (Eucheuma denticulatum),

merupakan penghasil iota karaginan dan Eucheuma cottonii (Kapaphycus

alvarezzii) sebagai penghasil kappa karaginan (Anggadiredja, 2004).

Rumput laut Eucheuma cottonii merupakan salah satu jenis rumput laut

merah (Rhodophyceae) dan berubah nama menjadi Kappaphycus alvarezii karena

karaginan yang dihasilkan termasuk fraksi kappa karaginan. Eucheuma cottonii

selain memiliki daya tahan terhadap penyakit, juga mengandung karaginan

kelompok kappa karaginan dengan kandungan yang relatif tinggi, yakni sekitar 50

% atas dasar berat kering (Rizal dkk., 2016). Eucheuma cottonii atau alga merah
9

merupakan kelompok alga yang memiliki berbagai bentuk dan variasi warna.

Salah satu indikasi dari alga merah adalah terjadi perubahan warna dari warna

aslinya menjadi ungu atau merah apabila alga tersebut terkena panas atau sinar

matahari secara langsung.

Gambar 1. Rumput laut Eucheuma cottonii basah (a) dan kering (b)
(Ariyanto, 2016).

Menurut Ega dkk. (2016) rumput laut Eucheuma cottonii memiliki ciri-ciri

seperti keadaan warna selalu tetap, kadang-kadang berwarna hijau, hijau kuning,

abu-abu, atau merah sering terjadi hanya karena faktor lingkungan. Umumnya

Eucheuma cottonii tumbuh dengan baik di daerah pantai terumbu (reef). Habitat

khasnya adalah daerah yang memperoleh aliran air laut. Kondisi perairan yang

sesuai untuk budidaya rumput laut Eucheuma cottonii yaitu perairan terlindung

dari terpaan angin dan gelombang yang besar, kedalaman perairan 7,65–9,72 m,

salinitas 33–35 ppt, suhu air laut 28–30OC, kecerahan 2,5–5,25 m, pH 6,5–7, dan

kecepatan arus 22–48 cm/detik (Wiratmaja dkk., 2011).


10

Menurut Anggadiredja dkk. (2008) klasifikasi rumput laut Eucheuma

Cottonii adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Kelas : Gigartinales

Ordo : Gigartinales

Familiy : Solieriaceae

Genus : Eucheuma

Spesies : Eucheuma cottonii

Rumput laut Eucheuma cottonii beberapa ciri-ciri fisik yaitu thallus silindris,

permukaan licin, cartilogineus (lunak seperti tulang rawan), warna hijau, hijau

kuning, dan merah. Penampakan thallus bervariasi mulai dari bentuk sederhana

sampai kompleks. Duri-duri pada thallus runcing memanjang, agak jarang-jarang

dan tidak bersusun melingkari thallus (Atmadja, 1996). Percabangan thallus

berujung runcing atau tumpul, ditumbuhi nodulus (tonjolan-tonjolan) dan duri

lunak/tumpul untuk melindungi gametangia. Percabangan bersifat dichotomus

(percabangan dua-dua) atau trichotomus (sistem percabangan tiga-tiga). Habitat

rumput laut Eucheuma cottonii memerlukan sinar matahari untuk proses

fotosintesis dalam pertumbuhan cabang yang saling melekat ke substrat dengan

alat perekat berupa cakram. Cabang-cabang pertama dan kedua tumbuh

berbentuk rumpun yang rimbun dengan ciri-ciri khusus mengarah ke arah

datangnya sinar matahari (Anggadireja dkk., 2008).

Rumput laut memiliki kandungan karbohidrat, protein, sedikit lemak, dan

abu yang sebagian besar merupakan senyawa garam natrium dan kalium. Selain

itu, rumput laut juga mengandung vitamin-vitamin (A, B-1, B2, B6, B12, dan C),
11

betakaroten, serta mineral (kalium, kalium fosfor, natrium, zat besi, dan yodium).

Beberapa jenis rumput laut mengandung lebih banyak vitamin dan mineral

penting, seperti kalsium dan zat besi bila dibandingkan dengan sayuran dan buah-

buahan. Beberapa jenis rumput laut juga mengandung protein yang cukup tinggi,

zat-zat tersebut sangat baik untuk dikonsumsi sehari-hari karena mempunyai

fungsi dan peran penting untuk menjaga dan mengatur metabolisme tubuh

manusia (Saputra, 2012).

2.2. Ekstraksi Karaginan dari Rumput Laut

Proses produksi karaginan pada dasarnya terdiri atas proses penyiapan

bahan baku, ekstraksi karaginan menggunakan bahan pengekstrak, pemurnian

dengan cara pengendapan menggunakan alkohol atau KCl, pengeringan dan

penepungan. Penyiapan bahan baku meliputi proses pencucian rumput laut untuk

menghilangkan pasir, garam mineral, dan benda asing yang masih melekat pada

rumput laut (Anggadiredja, 2009). Ekstraksi adalah metode pemisahan suatu

komponen solute (cair) dari campurannya menggunakan sejumlah massa solven

(pelarut) sebagai tenaga pemisah. Proses ekstraksi terdiri dari tiga langkah besar,

yaitu proses pencampuran, proses pembentukan fasa setimbang, dan proses

pemisahan fasa setimbang (Aprilia, 2006).

Pelarut merupakan faktor terpenting dalam proses ekstraksi, sehingga

pemilihan pelarut perlu diperhatikan. Pelarut harus saling melarutkan terhadap

salah satu komponen murninya, sehingga diperoleh dua fase rafinat. Proses

ekstraksi dapat berjalan dengan baik bila pelarut ideal memenuhi syarat–syarat
12

yaitu selektivitasnya tinggi, memiliki perbedaan titik didih dengan cairan cukup

besar, bersifat inert (tidak mudah bereaksi), perbedaan densiti cukup besar, tidak

beracun, tidak bereaksi secara kimia, viskositasnya kecil, tidak bersifat korosif,

tidak mudah terbakar, murah, dan mudah didapat. Beberapa faktor yang

berpengaruh dalam proses ekstraksi adalah temperatur, waktu kontak,

perbandingan cairan, faktor ukuran partikel, pengadukan dan waktu dekantasi

(Aprilia, 2006).

Ekstraksi karaginan dilakukan dengan menggunakan air panas atau larutan

alkali panas. Suasana alkalis dapat diperoleh dengan menambahkan larutan basa

misalnya larutan NaOH atau KOH sehingga pH larutan mencapai 8-10, volume

air yang digunakan dalam ekstraksi sebanyak 30-40 kali dari berat rumput laut.

Ekstraksi biasanya mendekati suhu didih yaitu sekitar 80OC–95OC selama satu

sampai beberapa jam. Penggunaan alkali mempunyai dua fungsi, yaitu membantu

ekstraksi polisakarida menjadi lebih sempurna dan mempercepat eliminasi 6-

sulfat dari unit monomer menjadi 3,6-anhidro-D-galaktosa sehingga dapat

meningkatkan kekuatan gel dan reaktivitas produk terhadap protein (Ega dkk.,

2016). Penelitian yang dilakukan Hudha dkk. (2012) menunjukkan bahwa

ekstraksi karaginan menggunakan NaOH berpengaruh terhadap kenaikan

rendemen dan mutu karaginan yang dihasilkan. Pemisahan karaginan dari bahan

pengekstrak dilakukan dengan cara penyaringan dan pengendapan. Penyaringan

ekstrak karaginan umumnya masih menggunakan penyaringan konvensional yaitu

kain saring dan filter press, dalam keadaan panas yang dimaksudkan untuk

menghindari pembentukan gel. Pengendapan karaginan dapat dilakukan antara


13

lain dengan metode gel press, KCl freezing, KCl press, etanol atau pengendapan

dengan alkohol.

Pada umumnya ekstraksi rumput laut menjadi karaginan dapat dilakukan

dengan menimbang rumput laut (Eucheuma cottonii) kering sebesar 5–10 gram.

Rumput laut (Eucheuma cottonii) direndam rumput laut ke dalam air suling

dengan perbandingan 1:40 gram/mL selama 15 menit. Rumput laut (Eucheuma

cottonii) disaring menggunakan kain saring, kemudian dimasukkan dalam gelas

piala. Selanjutnya diekstraksi pada suhu 80OC–95OC menggunakan larutan NaOH

dengan konsentrasi tertentu selama 2 jam dengan perbandingan pelarut dan bahan

baku 1:40 gram/mL. Hasilnya disaring dan filtratnya ditambahkan HCl hingga

pH-nya netral (pH 7). Filtrat yang pH-nya sudah netral ditambahkan pengendap

(KCl atau etanol) dengan perbandingan tertentu dan diaduk-aduk kemudian

didiamkan selama 15 menit. Endapan disaring kemudian dikeringkan pada suhu

60OC selama 24 jam, lalu hasilnya ditimbang (Yasita dan Rachmawati, 2009).

2.3. Karaginan

Karaginan (carrageenan) adalah hidrokoloid yang merupakan senyawa

polisakarida rantai panjang yang diekstraksi dari rumput laut karaginofit/

carrageenophyte (penghasil karaginan), seperti Eucheuma sp., Kappaphycus,

Chondrus sp., Hypnea sp., dan Gigartina sp. Karaginan merupakan polisakarida

berantai linier atau lurus dan merupakan molekul galaktan dengan unit-unit

utamanya berupa galaktosa (Ghufran, 2011). Polisakarida tersebut disusun dari

sejumlah unit galaktosa dengan ikatan α (1,3) D-galaktosa dan β (1,4) 3,6-
14

anhidrogalaktosa secara bergantian, baik mengandung ester sulfat atau tanpa

sulfat (Anggadiredja, 2009). Struktur karaginan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur karaginan (Distantina dkk., 2010).

Keterangan :
- G4S = Galaktosa-4-sulfat - D2S,6S = Galaktosa-4-sulfat, 6-sulfat
- D6S = D-galaktosa-6-sulfat - DA2S = Anhidro-D-galaktosa-2-sulfat
- DA = Anhidro-D-galaktosa - G2S = Galaktosa-2-sulfat

Senyawa hidrokoloid karaginan terdiri atas ester kalium, natrium,

magnesium dan kalsium sulfat. Pada beberapa atom hidroksil, terikat gugus sulfat

dengan ikatan ester. Karaginan dapat diperoleh melalui proses pengendapan hasil

ekstraksi rumput laut menggunakan alkohol, lalu dikeringkan dengan drum dryer

serta dilanjutkan dalam proses pembekuan. Alkohol yang digunakan terbatas

pada methanol, etanol dan isopropanol. Etanol yang digunakan dalam


15

pengendapan alkohol dapat dimurnikan kembali sehingga bias untuk

dimanfaatkan lagi (Distantina dkk., 2012). Karagenan sangat stabil pada pH 7

atau lebih tinggi dari 7, sedangkan pada pH yang lebih rendah dari 7 maka

stabilitas karaginan menurun khususnya dengan adanya peningkatan suhu.

Widyaningtyas dan Susanto (2015) menyatakan karaginan memiliki fungsi yang

sangat beragam salah satunya sebagai bahan untuk mengawetkan produk dan

memiliki kemampuan untuk meningkatkan kekenyalan suatu produk pangan

karena mampu berinteraksi dengan makromolekul sehingga dapat membentuk gel.

Karaginan yang dapat membentuk gel dengan baik adalah jenis karaginan kappa

karena kappa paling baik diantara iota dan lambda (Fauziah dkk., 2015).

Karaginan merupakan hasil ekstraksi rumput laut genus Kappaphycus,

Gigartina, Eucheuma, Chondrus, dan Hypnea (Rhein-Knudsen et al., 2015).

Rumput laut ini menggandung lebih kurang 50% (w/w) berat kering karaginan.

Karaginan berfungsi sebagai stabilisator (pengatur keseimbangan), thickner

(bahan pengental) dan pembentuk gel dalam bidang industri pengolahan makanan.

Ekstraksi karaginan dapat dilakukan secara fisik seperti pemasakan pada suhu 70–

100oC (Sutikno dkk., 2015) secara kimia seperti dengan menggunakan KOH,

NaOH, KCl ( Moses et al., 2015) dan secara enzimatis seperti menggunakan

enzim selulase, sulfatase, dan k carrageenase (Rhein-Knudsen et al., 2015).

Karaginan yang sering digunakan pada berbagai industri seperti farmasi

dan kosmetika adalah sebagai bodying agent dan pensuspensi dalam industri cat,

pestisida dan keramik dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :


16

1. Semi Refined Carrageenan (SRC)

Rumput laut dapat diolah untuk menghasilkan karaginan dengan cara tertentu.

Karaginan yang dihasilkan dimanfaatkan dalam berbagai industri, seperti

industri makanan dan kosmetika. Semi refined carrageenan (SRC) merupakan

salah satu produk karaginan dengan tingkat kemurnian yang rendah karena

masih mengandung sejumlah kecil selulosa yang ikut mengendap bersama

karaginan. Semi refined carrageenan (SRC) secara komersial diproduksi dari

rumput laut jenis Eucheuma cottonii melalui proses ekstraksi menggunakan

larutan alkali (Kalium hidroksida) (Rizal dkk., 2016).

Karaginan semi murni dibuat dengan memanfaatkan proses pemanasan dalam

larutan alkali. Kappaphycus alvarezii dipanaskan pada larutan alkali selama 2-

3 jam. Jika suhu pemanasan di bawah 80OC, maka rumput laut tidak akan larut

dan konversi kappa tidak akan terjadi. Bagian hidroksi dari reagen akan

menurunkan jumlah sulfat pada karaginan, meningkatkan 3,6-anhidro-D-

galaktosa yang menyebabkan kekuatan gel karaginan pada rumput laut

meningkat. Bagian potasium pada reagen bercampur dengan karaginan untuk

membuat gel dan mencegah karaginan larut pada larutan panas. Residu yang

masih terlihat seperti rumput laut dicuci beberapa kali untuk menghilangkan

alkali dan kotoran yang dapat larut dalam air. Alkali panas dan pencucian akan

menghilangkan residu mineral, protein, dan lemak, serta meninggalkan

karaginan yang dikonversi dan beberapa residu selulosa dari dinding sel

(Febrina, 2008) .
17

2. Refine Carrageenan

Selain semi refine, hasil olahan rumput laut karaginofit yaitu refine

carrageenan atau karaginan murni. Proses produksi untuk mendapatkan

karaginan murni melalui proses ekstraksi karaginan dari rumput laut. Ada dua

metode proses produksi karaginan, yaitu metode alkohol (alcohol method) dan

metode tekan (pressing method). Pembuatan karaginan murni terdiri dari tiga

tahap, yaitu ekstraksi, penyaringan dan pengeringan. Karaginan yang murni

biasanya tanpa warna (bening), tanpa rasa, tak berbau, dan akan membentuk

gel yang tidak beraturan di dalam air. Karaginan murni biasanya digunakan

untuk industri farmasi dan makanan (Arfini, 2011).

Pembuatan karaginan murni biasanya dilakukan dengan penggunaan larutan

alkali sebagai larutan pemasak. Larutan pengekstrak biasanya mengandung 1-

2% karaginan. Larutan tersebut kemudian disaring secara bertingkat untuk

mendapatkan filtrat yang bebas dari selulosa dan padatan lainnya. Filtrat yang

diperoleh kemudian dicampurkan dengan alkohol atau garam seperti KCl untuk

menghasilkan presipitat karaginan. Koagulan ini kemudian dipisahkan dengan

cara mekanik atau juga dengan cara pengeringan (Tarigan, 2010).

Standar mutu karaginan dalam bentuk tepung adalah 99% lolos pada

saringan 60 mesh dan memiliki densitas 0,7 (yang diendapkan oleh alkohol).

Penggunaan ini biasanya dilakukan pada konsentrasi kation yang terdapat dalam

sistem (Winarno, 2002). Pembuatan tepung karaginan dari alga laut secara umum

terdiri atas penyiapan bahan baku, proses ekstraksi, penyaringan, pengendapan

dan pengeringan. Karaginan merupakan tepung berwarna putih atau kekuningan,


18

tidak berbau dan memiliki rasa getah (mucilaginous). Karaginan larut dalam air

pada suhu sekitar 80OC dan membentuk larutan kental.

Di Indonesia sampai saat ini belum ada standar mutu karaginan. Standar

mutu karaginan yang telah diakui dikeluarkan oleh Food Agriculture

Organization (FAO), Food Chemicals Codex (FCC), dan European Economic

Community (EEC). Spesifikasi mutu karaginan menurut cP Kelco ApS, (2004)

dapat dilihat pada Tabel 1.

Table 1. Spesifikasi mutu karaginan.

No. Spesifikasi FAO FCC EEC


1. Sulfat (%) 15 – 40 18 – 40 15 – 40
2. Viskositas (cps) Min 5 Min 5 Min 5
3. Kadar abu (%) 15 – 40 Maks 35 15 – 40
4. Kadar abu tidak larut asam (%) Maks 2 Maks 1 Maks 2
5. Logam berat :
Pb (mg/L) Maks 10 Maks 10 Maks 10
As (mg/L) Maks 3 Maks 3 Maks 3

Sumber : (cP Kelco ApS, 2004).

Berdasarkan spesifikasi mutu karaginan tersebut, dapat dijelaskan peranan

peting dalam pembuatan karaginan yang menghasilkan sesuai dengan standar

mutu yang ada. Spesifikasi mutu karaginan yang sering menjadi standar mutu

karaginan yang baik ada tiga yaitu kadar sulfat yang mempengaruhi rendemen dan

kekuatan gel, kadar abu yang mempengaruhi kadar abu tidak larut asam adalah

tingkat kebersihan pada pengolahan rumput laut menjadi karaginan. Spesifikasi

mutu karaginan dapat dijelaskan sebagai berikut :


19

1. Kadar sulfat

Kadar sulfat merupakan parameter untuk berbagai jenis polisakarida yang

terdapat dalam alga merah (Winarno, 1996). Kadar sulfat pada kappa dan iota

karaginan mempengaruhi sifat fisik seperti viskositas dan kekuatan gel.

Karaginan yang memiliki kualitas baik apabila kandungan sulfatnya rendah,

sehingga kekuatan gel karaginan dapat meningkat. Kadar sulfat yang tinggi

diakibatkan oleh lama ekstraksi, suhu ekstraksi dan jenis bahan yang

digunakan. Ekstraksi yang singkat dengan suhu dibawah titik didih (±40 OC)

akan menghasilkan kadar sulfat yang tinggi, karena gugus sulfat tidak dapat

hilang pada suhu rendah. Hal ini dapat diatasi dengan proses ekstraksi yang

lama pada suhu tinggi (±80OC) sehingga sulfat terlepas dari unit monomernya

dan membentuk 3,6-anhidrogalaktosa yang dapat menurunkan kadar sulfat

pada karaginan. Penurunan kadar sulfat diakibatkan terjadinya reduksi sulfat

menjadi sulfit yang dapat mengakibatkan sifat gel karaginan meningkat.

2. Kadar Abu

Abu adalah zat organik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kadar abu

adalah bagian dari analisis proksimat yang bertujuan untuk mengevalusi nilai

gizi suatu bahan pangan terutama total mineral. Mineral yang terdapat dalam

suatu bahan pangan berupa garam, yaitu garam organik dan garam anorganik

(Sudarmadji dkk., 2007). Penentuan kadar abu merupakan cara pendugaan

kandungan mineral bahan secara kasar. Bobot abu yang diperoleh sebagai

perbedaan bobot cawan berisis abu dan cawan kosong. Di dalam abu tersebut

terdapat garam atau oksida dari K, P, Na, Mg, Ca, Fe, Mn dan Cu. Selain itu,

terdapat juga bentuk lain dalam kadar yang sangat kecil, yaitu Al, Ba, Sr, Pb,
20

Li, Ag, Ti, As dan lain–lain. Penentuan kadar abu dapat dilakukan pada suhu

tinggi, yaitu suhu 500–600OC. Waktu pengabuan pada suatu bahan berbeda,

biasanya berkisar antara 2–8 jam. Analisis kadar abu dilakukan di dalam tanur.

Pengabuan dianggap selesai apabila diperoleh sisa pembakaran yang umumnya

berwarna putih abu–abu dan beratnya konstan dengan selang waktu selama 30

menit. Penimbangan terhadap bahan dilakukan dalam keadaan dingin, dengan

cara pengambilan cawan petri dari dalam tanur dan dimasukkan ke dalam oven

suhu 105OC. Selanjutnya, cawan petri dimasukkan ke dalam desikator sampai

dingin dan hasil pengabuannya di timbang sampai berat konstan (Widodo,

2010).

3. Kadar abu tidak larut asam

Abu tidak larut asam adalah suatu garam–garam klorida yang tidak larut asam.

Garam klorida yang sebagian berupa garam–garam logam berat dan silica.

Kadar abu tidak larut asam merupakan salah satu kriteria dalam pengukuran

tingkat kebersihan dalam proses pengolahan bahan pangan (Peranginangin

dkk., 2011). Penentuan kadar abu tidak larut asam dapat dilakukan dengan

penambahan bahan kimia berupa larutan asam kuat, seperti HCl. Bahan

pangan yang telah diabukan didihkan dengan penambahan asam kauat (HCI)

selama 5 menit. Bahan-bahan tidak terlarut disaring dengan kertas saring

menggunakan kertas saring yang tidak berabu. Kertas saring diabukan dengan

cara yang sama dalam proses pengabuan setelah menjadi abu kemudian

didinginkan dalam desikator dan selanjutnya ditimbang. Kelebihan pengabuan

tidak larut asam adalah tidak membutuhkan waktu yang lama, suhu yang

digunakan relative rendah, dengan penambahan bahan kimia dapat


21

mempercepat proses pengabuan dan lain–lain, sedangkan kelemahannya adalah

reagen yang digunakan berbahaya (Widodo, 2010).

4. Rendemen

Rendemen adalah perbandingan jumlah (kuantitas) karaginan yang dihasilkan

dari ekstraksi rumput laut. Rendemen menggunakan satuan persen (%).

Semakin tinggi nilai rendemen yang dihasilkan menandakan nilai karaginan

yang dihasilkan semakin benyak. Peningkatan rendemen atau perbandingan

jumlah karaginan yang dihasilkan dapat dilakukan dengan dua pendekatan.

Pendekatan yang terbaik yaitu proses budi daya rumput laut dan proses

pembuatan karaginan. Kualitas karaginan yang dihasilkan biasanya

berbanding terbalik dengan jumlah rendamen yang dihasilkan (Wiraswanti,

2008). Semakin tinggi nilai rendamen yang dihasilkan maka semakin rendah

mutu yang di dapatkan.

5. Kekuatan gel

Kekuatan gel merupakan sifat fisik karaginan yang utama, karena kekuatan gel

menunjukkan kemampuan karaginan dalam pembentukan gel salah satu sifat

fisik yang penting pada karaginan adalah kekuatan untuk membentuk gel yang

disebut sebagai kekuatan gel. Kekuatan gel dari karaginan sangat dipengaruhi

oleh konsentrasi KOH, pH, suhu dan waktu ekstraksi. Tingginya kekuatan gel

pada karaginan komersial disebabkan kandungan sulfatnya lebih rendah

dibandingkan karaginan Eucheuma cottonii (Wulandari, 2010). Peningkatan

kekuatan gel berbanding lurus dengan 3,6 anhidrogalaktosa dan berbanding

terbalik dengan kandungan sulfatnya. Semakin kecil kandungan sulfatnya


22

semakin kecil pula viskositasnya tetapi konsistensi gelnya semakin meningkat.

Hal lain yang menyebabkan tingginya kekuatan gel pada karaginan komersial

diduga karena kondisi bahan baku, umur panen, metode ekstraksi dan bahan

pengekstrak (Wulandari, 2010).

Rumput laut jenis Kappa karaginan merupakan fraksi yang mampu membentuk

gel dalam air dan bersifat reversible yaitu meleleh jika dipanaskan dan

membentuk gel kembali jika didinginkan. Proses pemanasan dengan suhu

yang lebih tinggi dari suhu pembentukan gel akan mengakibatkan polimer

karaginan dalam larutan menjadi acak. Bila suhu diturunkan, maka polimer

akan membentuk struktur double helix (pilinan ganda) dan apabila penurunan

suhu terus dilanjutkan polimer-polimer ini akan terikat silang secara kuat dan

dengan makin bertambahnya bentuk heliks akan terbentuk agregat yang

bertanggung jawab terhadap terbentuknya gel yang kuat (Saputra, 2012).

6. Viskositas

Viskositas (kekentalan) merupakan sifat suatu cairan yang menunjukkan

adanya tahanan dalam atau gesekan pada cairan yang bergerak. Menurut

Giancoli (1998) zat cair viskositas disebabkan oleh gaya kohesif antar

molekulnya, sedangkan pada gas viskositasnya berasal dari tumbukan-

tumbukan antar molekulnya. Pada prinsipnya pengukuran viskositas adalah

mengukur ketahanan gesekan cairan dua lapisan molekul yang berdekatan.

Viskositas yang tinggi dari suatu material disebabkan karena gesekan internal

yang besar sehingga cairan mengalir. Viskositas karaginan menurun drastis

dengan naiknya suhu (Arfini, 2011). Garam-garam akan menurunkan


23

viskositas karaginan dengan cara menurunkan tolakan elektrostatik diantara

gugus sulfat. Semakin kecil kandungan sulfat maka nilai viskositasnya

semakin kecil pula, tetapi konsentrasi gelnya semakin meningkat. Gaya tolak

menolak antar grup ester sulfat yang bermuatan sama (negatif) disepanjang

rantai polimer menyebabkan rangkaian molekul kaku dan tertarik kencang

sehingga menyebabkan meningkatnya viskositas (Ningsih, 2014).

Karaginan dapat dimanfaatkan dalam industri pangan dan industri non

pangan. Karaginan sangat penting peranannya sebagai stabilisator (pengatur

keseimbangan), thickener (bahan pengental), pembentuk gel, pengemulsi, koloid

pelindung, penggumpal, dan pencegah kristalisasi. Sifat ini sangat dimanfaatkan

dalam industri makanan, obat-obatan, kosmetik, tekstil, cat, pasta gigi, dan

industri lainnya (Arfini, 2011). Pada industri pangan karaginan digunakan untuk

pengental, pengemulsi, pensuspensi, dan penstabil. Aplikasi karaginan pada

pembuatan jeli, susu kental dan coklat digunakan sebagai pengental, dan pada

pembuatan es krim karaginan digunakan sebagai penstabil. Karaginan juga dapat

dikombinasikan dengan garam kalium, yang dapat digunakan sebagai gel pengikat

atau pelapis produk daging. Menurut Winarno (1996) dalam jumlah yang relatif

kecil, karaginan juga dipergunakan dalam produk makanan lainnya, misalnya

macaroni, jam jelly, sari buah, bir dan lain-lain.

Selain dari industri pangan karaginan juga dimanfaatkan dalam industri

farmasi, kosmetik, pakan ternak, cat, dan tekstil. Industri farmasi menggunakan

karaginan untuk pembuatan obat, sirup, tablet, pasta gigi, sampo, dan sebagainya.

Industri kosmetika menggunakan karaginan sebagai gelling agent (pembentuk


24

gel) atau binding agent (pengikat) pada pembuatan produk sabun, krim, pasta gigi

pewarna bibir, dan sebagainya. Sedangkan penggunaan karaginan dalam industri

non pangan, yaitu industri pakan ternak, cat, dan tekstil. Pada industri pakan

ternak karaginan digunakan sebagai penstabil dalam mempertahankan mutu

pellet, industri cat menggunakan karaginan sebagai penstabil dan perekat pada

permukaan dinding saat mongering dan industri tekstil menggunakan karaginan

sebagai perekat saat menenun benang (Peranginangin dkk., 2013).

2.4. Metode Respon Permukaan (Response Surface Methodology)

Metode respon permukaan (response surface methodology) adalah

sekumpulan teknik matematika dan statistika yang berguna untuk menganalisis

permasalahan, mengembangkan dan meningkatkan proses, dimana beberapa

variabel independen mempengaruhi variabel respon dengan tujuan akhirnya untuk

mengoptimalkan respon (Radojkovic et al., 2012). Response Surface

Methodology (RSM) tidak hanya mendefinisikan pengaruh variabel independen,

tetapi juga menghasilkan model matematis, yang menjelaskan proses kimia atau

biokimia. Menurut Iriawan dan Astuti (2006) metode ini memiliki tujuan utama

yaitu untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap respon, mendapatkan

model hubungan antara variabel bebas dan respon, serta mendapatkan kondisi

proses yang menghasilkan respon terbaik. Metode ini pertama kali diajukan sejak

tahun 1951 adalah saat ini telah banyak dimanfaatkan baik dalam dunia penelitian

maupun aplikasi industri. Kelebihan menggunakan metode ini adalah biaya


25

murah, mudah dioprasikan, tidak memerlukan data percobaan dalam jumlah yang

besar, dan tidak membutuhkan waktu lama (Iriawan dan Astuti, 2006).

Desain yang umum digunakan dalam RSM adalah Central Composite

Design (full factorial) dan Box-Behnken Design (fractional factorial). Pemodelan

dalam RSM ditunjukkan dengan regresi linier yang mengekspresikan hubungan

antara variabel respon dengan faktor. Menurut Montogmery (2009) kelebihan

program ini dapat digunakan untuk analisis dan pemodelan masalah dengan satu

atau lebih perlakuan dalam penelitian. Model RSM dianalisis dengan 2 tahap

pemodelan. Tahap pemodelan pertama yaitu model orde satu (Gambar 3). Titik

optimal pada model orde satu dapat dianalisis dengan uji lack-of-fit. Hipotesis nol

pada uji lack-of-fit mengindikasikan bahwa tidak terdapat lack-of-fit sehingga

model yang diuji sudah layak (sesuai). Apabila pada model orde satu

mengandung lack-of-fit, maka model orde satu akan diubah ke model orde dua

(Gambar 4). Apabila tidak terdapat lack-of-fit, maka eksperimen harus dijalankan

lagi dengan level yang lebih tepat dengan memasuki prosedur steepest ascent

(Montgomery, 2009). Persamaan untuk model orde satu dan orde dua dapat

dilihat pada persamaan berikut ini :

= + ( + ℇ)

Keterangan : : variabel dependen (respon).


: faktor-faktor yang berpengaruh terhadap variabel respon, i = 1,
2, …, k.
ℇ : komponen residual (error) yang bersifat random dan terdistribusi
secara identik dan saling bebas (Independent Identically
Distributed–IID) dengan distribusi Normal pada nilai rataan 0
dan varian σ2. Secara matematis dinyatakan dengan ℇ ≈ IID
Normal (0, σ2).
26

1
2

y=10 y=20 y=30 y=40 y=50

Gambar 3. Permukaan respon orde 1 dan jalur Steepest Ascent


(Montgomery, 2009).

Keterangan : 1 = Wilayah dari permukaan respon


2 = Jalur Steepest Ascent

Selanjutnya pada keadaan mendekati respon, model order dua atau lebih

biasanya disyaratkan untuk mendekati respon karena adanya lengkungan

(curvature) dalam permukaannya. Dalam banyak kasus, model order dua yang

dinyatakan dengan:

ỳ= + ( ˆ )+ ( ˆ )+ ( ˆ , i<j)

Estimasi dapat dilakukan dengan operasi matriks, sebagai berikut :

= (x’x)-1 x’y

Keterangan: = konstanta dalam regresi


= variabel independen (faktor)
ℇ = error dalam regresi
y = matriks variabel respon
x = matriks transpose variabel independen
27

Gambar 4. CCD yang rotabelnya untuk dua variabel (orde 2)


(Montgomery, 2009).

Analisis regresi pada RSM dilakukan dengan uji hipotesis secara serentak

dan individual. Uji serentak adalah uji secara keseluruhan. Uji individual

dilakukan masing–masing faktor. Hipotesis nol pada analisis regresi

menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh dari faktor yang diuji terharap variabel

respon yang dipilih. Titik optimum yang diestimasi oleh level yang ditentukan

saat eksperimen biasanya berada jauh dengan titik optimum sebenarnya.

Pergeseran level faktor dilakukan untuk mencari titik optimum yang sebenarnya.

Metode tersebut dikenal dengan metode steepest ascent atau steepest descent.

Metode steepest ascent adalah prosedur memindahkan level faktor dengan tujuan

untuk memaksimalkan respon. Metode steepest descent digunakan untuk

meminimalkan respon. Titik stasioner dicari setelah membangun model orde dua.

Titik stasioner merupakan lokasi dimana nilai respon adalah maksimum,

minimum, atau pelana (Gambar 5) (montgomery, 2009). Titik stasioner dapat

diketahui dengan rumus matriks pada persamaan berikut ini :

XS = – B-1 b

Keterangan : XS = titik stasioner


B-1 = invers matriks B
b = matriks koefisien regresi orde 1
28

B merupakan matriks bujur sangkar dengan elemen diagonalnya adalah

koefisien kuadratik. Koefisien diluar koefisien kuadratik adalah koefisien regresi

orde pertama yang dibagi dengan 2.

Gambar 5. Permukaan respon titik maksimum (a), titik minimum (b), dan titik
pelana (c) (Montgomery, 2009).

Setelah ditemukan titik stasioner, selanjutnya ditentukan karakteristik dari

permukaan respon yang artinya menentukan jenis titik stasioner apakah

merupakan titik maksimum, titik minimum dan titik pelana. Untuk

mempermudah pendeteksiannya maka digambarkan kontur dari permukaan

responnya. Peta kontur untuk analisis permukaan respon dalam menentukan

karakteristik dari permukaan respon yang dihasilkan dapat menggunakan program

komputer. Program computer yang dapat digunakan berupa minitab versi 17

(Montgomery, 2009).
29

III. BAHAN DAN METODE

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian

Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian dan Laboratorium Fisika

Dasar Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Lampung pada bulan April sampai dengan Oktober 2016.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini yaitu rumput laut

sebagai bahan pembuat karaginan. Rumput laut yang digunakan jenis Euchema

cottonii diperoleh dari PT. JPP, Desa Legundi, Kecamatan Ketapang, Lampung

Selatan. Bahan penunjang penelitian yaitu NaOH dan KCl didapatkan dari toko

Animo Tanjung Karang; akuades, HCl, AgNO3, HNO3Cl, dan BaCl2 didapatkan

dari Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan 4 digit

(Mattler M3000 Swiszerlan), gelas ukur 100 mL (pyrex), Erlenmeyer 100 mL

(pyrex), Erlenmeyer 250 mL (pyrex), spatula, thermometer 110OC (pyrex),

stopwatch (Casio), hot plate, kain saring, corong, Beaker glass 250 mL (pyrex),
30

tanur (Ney Vulcan D-550), oven blower 105OC (Memmert), cawan petri (pyrex),

cawan porselen (pyrex), loyang, penjepit, oven 60OC (Philip Harris Ltd),

desikator, kertas saring, lemari asam, furnace (suhu 600OC), refrigerator suhu

10OC (panasonic), penetrometer (Precision), dan Falling Ball Viscosmeter and

Viscobalance (Made In Germany).

3.3. Metode Penelitian

Penelitian ini disusun dalam rancangan percobaan metode respon

permukaan (Response Surface Methodology) untuk menentukan nilai optimum

pada percobaan pembuatan karaginan murni dari rumput laut Eucheuma cottonii.

Percobaan disusun dalam bentuk 23 faktorial dengan 3 variabel bebas yang

dicobakan yaitu konsentrasi NaOH (X1), suhu ekstraksi(X2), konsentrasi KCl (X3)

dengan variable responnya adalah rendemen, kekuatan gel, viskositas, kadar abu,

kadar abu tidak larut asam dan kadar sulfat. Satuan percobaan pada penelitian ini

terdiri atas 8 unit percobaan faktorial, 6 ulangan center point dan 6 pengaruh

kuadrat. Optimasi kondisi ekstraksi dilakukan dengan berbagai konsentrasi NaOH

(0,6N, 0,9N, dan 1,2N) dan suhu ekstraksi (80OC, 85OC, dan 90OC), serta

konsentrasi KCl (0,4%, 0,6%, dan 0,8%). Faktor, kode dan taraf kode perlakuan

dapat dilihat pada Tabel 2. Rancangan percobaan pada penelitian ini dengan

desain percobaan 23 dapat dilihat pada Tabel 3. Model persamaan kondisi

optimum dengan desain faktorial 23 untuk karaginan murni adalah:

Y = 0 + 1X1+ 2X2 + 3X3 + 12X1X2 +13X1X3+ 23X2X3+11X21 +22X22 +

33X23
31

Tabel 2. Faktor, kode, dan taraf kode metode RSM secara faktorial 23 dengan 3
variabel bebas pada proses pembuatan karaginan murni dari rumput laut
Eucheuma cottonii.

Taraf Kode
No. Faktor Kode -α Rendah Tengah Tinggi +α
-1,68 -1 0 +1 +1,68
1. Konsentrasi NaOH (N) X1 0,4 0,6 0,9 1,2 1,4
2. Suhu Ekstraksi (OC) X2 77 80 85 90 93
3. Konsentrasi KCl (%) X3 0,3 0,4 0,6 0,8 0,9

Keterangan:
α = ∜(2^k)
k = jumlah faktor atau variabel bebas
Jadi, α = ∜(2^3 ) = 1,682
-α= x – (titik tengah) x
(selisih pertaraf)
+α= x – (titik tengah) x
(selisih pertaraf)

Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu persiapan bahan baku,

pembuatan pelarut NaOH, dan ekstraksi karaginan murni. Parameter yang

diamati adalah rendemen, kekuatan gel, viskositas, kadar abu, kadar abu tidak

larut asam dan kadar sulfat. Data diolah menggunakan perangkat lunak Minitab

versi 17 untuk mendapatkan bentuk permukaan respon dan plot kontur serta

analisis keragaman dari respon penelitian.


32

Tabel 3. Desain percobaan 23 faktorial dengan 3 variabel bebas (Iriawan dan


Astuti, 2006).

Konsentrasi NaOH Suhu Ekstraksi Konsentrasi KCl


(X1) (X2) (X3)
Run
Taraf Taraf Taraf
Kode (N) Kode (OC) Kode (%)
1 -1 0,6 -1 80 -1 0,4
2 1 1,2 -1 80 -1 0,4
3 -1 0,6 1 90 -1 0,4
4 1 1,2 1 90 -1 0,4
5 -1 0,6 -1 80 1 0,8
6 1 1,2 -1 80 1 0,8
7 -1 0,6 1 90 1 0,8
8 1 1,2 1 90 1 0,8
9 -1,682 0,4 0 85 0 0,6
10 1,682 1,4 0 85 0 0,6
11 0 0,9 -1,682 77 0 0,6
12 0 0,9 1,682 93 0 0,6
13 0 0,9 0 85 -1,682 0,3
14 0 0,9 0 85 1,682 0,9
15 0 0,9 0 85 0 0,6
16 0 0,9 0 85 0 0,6
17 0 0,9 0 85 0 0,6
18 0 0,9 0 85 0 0,6
19 0 0,9 0 85 0 0,6
20 0 0,9 0 85 0 0,6

Keterangan :
-1,682 = titik terendah perlakuan
-1 = titik rendah perlakuan
0 = titik tengah perlakuan
+1 = titik tinggi perlakuan
1,682 = titik tertinggi perlakuan

3.4. Pelaksanaan Penelitian

3.4.1. Persiapan bahan baku

Bahan baku disiapkan dengan menggunakan metode Distantina dkk.

(2012) yang telah dimodifikasi. Bahan baku rumput laut Eucheuma cottonii yang

diperoleh dari PT. JPP, Desa Legundi, Kecamatan Ketapang, Lampung Selatan,
33

dikeringkan menggunakan oven pada suhu 105OC sampai kadar air rumput laut

konstan. Rumput laut kemudian dipotong kecil-kecil dengan ukuran ±1 cm

menggunakan gunting. Potongan rumput laut selanjutnya ditimbang 10 gram dan

direndam dalam akuades 1 : 30 (gram/mL) selama 15 menit. Setelah

mengembang, rumput laut disaring dengan kain saring dan siap untuk digunakan.

Diagram alir proses persiapan bahan baku (Gambar 6).

Rumput Laut

Pengeringan
( T = 105OC )

Pemotongan
( Ukuran = ± 1 cm )

Penimbangan
(10 gram)

Akuades Perendaman
1 : 30 (gram/mL) ( t = 15 menit )

Penyaringan

Selesai

Gambar 6. Diagram alir proses persiapan bahan baku (Distantina dkk., 2012)
yang telah dimodifikasi.
34

3.4.2. Pembuatan pelarut NaOH

Larutan NaOH dibuat dengan menggunakan metode Distantina dkk.

(2012) yang telah dimodifikasi. Bubuk NaOH ditimbang dengan konsentrasi

0,4N, 0,6N, 0,9N, 1,2N, dan 1,4N dimasukkan dalam labu Erlenmeyer.

Selanjutnya NaOH diencerkan menggunakan akuades sebanyak 150 mL. Pelarut

dipanaskan menggunakan hot plate pada suhu 80OC selama ± 30 menit dan

pelarut siap digunakan dalam keadaan panas. Diagram alir proses persiapan

pelarut NaOH (Gambar 7).

NaOH

Penimbangan
(0,4N, 0,6N, 0,9N, 1,2N, dan 1,4N)

Akuades Pengenceran
(V = 150 mL)

Pemanasan
( T = 80OC ; t = 30 menit )

Selesai

Gambar 7. Diagram alir proses persiapan pelarut NaOH (Distantina dkk.,


2012) yang telah dimodifikasi.

3.4.3. Ekstraksi karaginan murni dari rumput laut

Karaginan murni dari rumput laut Euchema cottnonii diekstraksi dengan

menggunakan metode Jati (2012) dan Ali et al. (2014) yang telah dimodifikasi.

Rumput laut basah dimasukkan dalam Erlenmeyer yang berisi pelarut NaOH
35

panas. Rumput laut diekstraksi dengan cara dimasak pada suhu (77OC, 80OC,

85OC, 90OC, dan 93OC) selama 120 menit. Setelah itu, sampel disaring

menggunakan kain saring ditampung dalam Erlenmeyer berisi 150 mL larutan

KCl (0,3%, 0,4%, 0,6%, 0,8% dan 0,9%). Pengendapan dengan KCl dilakukan

selama 30 menit, dan serat yang timbul disaring serta dicuci dengan air mengalir.

Sampel diletakkan dalam cawan petri dan dikeringkan menggunakan oven pada

suhu 60OC selama 24 jam sampai diperoleh karaginan murni kering. Diagram alir

proses ekstraksi karaginan dari rumput laut Euchema cottonii (Gambar 8).

Rumput laut
basah

pemasakan
NaOH panas (T = 77 C, 80 C, 850C, 900C, 930C ; t = 120m)
0 0

Penyaringan

KCl (0,3%, 0,4%,


Pengendapan
0,6%, 0,8%, 0,9%)
( t = 30 menit )
( V = 150 mL )

Penyaringan

Pencucian

Pengeringan
( T = 600C, t = 24 jam )

Karaginan Murni

Gambar 8. Diagram alir proses ekstraksi karaginan dari rumput laut Euchema
cottonii (Jati, 2012) dan (Ali et al., 2014) yang telah dimodifikasi.
36

3.5. Pengamatan

Pengamatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah rendemen

karaginan, kekuatan gel, viskositas, kadar abu, kadar abu tidak larut asam dan

kadar sulfat.

3.5.1. Rendemen (AOAC, 2005)

Rendemen karaginan merupakan rasio bobot karaginan murni kering

terhadap bobot rumput laut kering. Perhitungan rendemen adalah sebagai berikut:

Rendemen (%) = 100%

3.5.2. Kekuatan gel (Distantina dkk., 2010)

Karaginan murni kering dilarutkan dengan konsentrasi 1,5% yaitu 1,5

gram bubuk karaginan murni dalam 100 mL air dipanaskan dalam bak air

mendidih sambil diaduk secara teratur sampai suhu mencapai 76–77OC. Untuk

menentukan kekuatan gel, larutan sebanyak 10 mL dituang dalam wadah

(diameter 3 cm) dengan ketinggian larutan berkisar 1,2–1,4 cm. Setelah dingin

kemudian di simpan dalam refrigerator pada suhu 100C selama 12 jam.

Selanjutnya dilakukan pengukuan kekuatan gel dengan menggunakan alat

penetrometer. Cara pengoprasiannya dengan meletakkan sampel dibawah jarum

dan ditekan tombol penekan, maka akan didapatkan angka hasil dari penekanan.

Angka hasil penekanan ini yang digunakan untuk mendapatkan kekuatan gel.
37

Pengukuran sampel dilakukan sebanyak tiga kali ulangan. Berikut ini adalah alat

penetrometer (Gambar 9).

Gambar 9. Alat penetrometer.

3.5.3. Viskositas (AOAC, 2005)

Larutan karaginan dengan konsentrasi 1,5% yaitu 1,5 gram bubuk

karaginan murni dalam 100 mL air dipanaskan dalam bak air mendidih sambil

diaduk secara teratur sampai suhu mencapai 76–77OC. Viskositas diukur

menggunakan alat Haake Viscosimeters dan bola kaca. Bola kaca dipanaskan

dengan suhu 80OC dan dilap smapai kering. Bola kaca ditimbang untuk

mengetahui massa bola dan diukur diameter bola kaca menggunakan mikrometer

untuk mengetahui volume bola. Alat Haake Viscosimeters dan bola kaca siap

untuk digunakan (Gambar 10). Sampel dimasukkan kedalam tabung Haake

Viscosimeters, selanjutnya bola kaca dimasukkan dan disumbat bagian atas

(usahakan agar sampel dalam tabung bebas gelembung udara dan dihomogenkan

sampel dengan cara membalikkan satu kali tabung Haake Viscosimeters). Ukur
38

waktu jatuh bola kaca dari atas (A) ke bawah (B) (TAB) jarak dapat dibaca pada

tabung Haake Viscosimeters. Waktu jatuh bola diukur dengan menggunakan

stopwatch. Selanjutnya tentukan konstanta balik bola. Pengukuran ini dilakukan

sebanyak tiga kali ulangan.

Perhitungan konstanta balik bola adalah sebagai berikut :

×
Kbalik=

Perhitungan viskositas sampel adalah sebagai berikut :


k( 1 − 2)t
=
2!
Keterangan :
= Viskositas (mPa.S)
k = Konstanta bola (mPa.S.cm3/g.S)
1 = Density bola (cm3/g)
2 = Density cairan (cm3/g)
t = Waktu jatuh bola (S)

Gambar 10. Alat falling ball viscosimeter and viscobalance.

3.5.4. Kadar abu (AOAC, 2005)

Analisis kadar abu dilakukan menggunakan metode oven. Prinsipnya

adalah pembakaran bahan-bahan organik yang diuraikan menjadi air (H2O) dan
39

karbondioksida (CO2) tetapi zat anorganik tidak terbakar. Prosedur analisis kadar

abu yaitu cawan yang akan digunakan dipanaskan terlebih dahulu dalam oven

pada suhu 100-105ºC (Gambar 11 a) selama 30 menit. Cawan didinginkan dalam

desikator selama 15 menit untuk menghilangkan uap air dan ditimbang (A).

Sampel ditimbang sebanyak 2 gram dalam cawan yang sudah dikeringkan (B),

kemudian dibakar di atas nyala pembakar sampai tidak berasap dan dilanjutkan

dengan pengabuan di dalam furnace bersuhu 550-600ºC selama 2 jam (Gambar 11

b). Sampel yang sudah diabukan didinginkan selama 15 menit dalam desikator

dan ditimbang (C). Tahap pembakaran dalam tanur diulangi sampai didapat bobot

yang konstan. Penentuan kadar abu dihitung dengan rumus sebagai berikut.

Kadar abu (%) = X 100%

Keterangan :
A : berat cawan kosong (g)
B : berat cawan + sampel awal (g)
C : berat cawan + sampel kering (g)

A B

Gambar 11. Alat oven (A) dan alat pengabuan tanur (B).
40

3.5.5. Kadar abu tidak larut asam (AOAC, 2005)

Untuk menentukan kadar abu tidak larut asam, karaginan yang telah

diabukan dididihkan menggunakan larutan HCI 10% dengan volume 25 mL

selama 5 menit. Bahan-bahan tidak terlarut disaring dengan kertas saring

menggunakan kertas saring yang tidak berabu. Kertas saring diabukan dengan

cara yang sama dalam proses pengabuan menggunakan alat tanur (Gambar 11 b).

Setelah menjadi abu kemudian didinginkan dalam desikator dan selanjutnya

ditimbang. Perhitungan kadar abu tidak larut asam adalah sebagai berikut :

Kadar abu tidak larut asam (%)= 100%

3.5.6. Kadar sulfat (Distantina dkk., 2010)

Sampel karagenan murni ditimbang sebanyak 0,5 gram dan dimasukkan ke

dalam Erlenmeyer yang ditambahkan 50 mL larutan HCI 0,1 N. Sampel

dipanaskan pada suhu 90OC selama 15 menit, dan ditambahkan 10 mL larutan

BaCl2 0,25 M diatas penangas air selama 5 menit. Larutan didinginkan selama 2

jam dan endapan yang terbentuk disaring dengan kertas saring. Endapan dicuci

dengan akuades panas hingga bebas klorida. Sampel dibakar dalam alat tanur

(Gambar 11 b) pada suhu 600OC selama 2 jam. Berat abu putih merupakan berat

BaS04. Perhitungan kadar sufat adalah sebagai berikut :

( , )
Kadar Sulfat (%)= 100%

Keterangan :
0,4116 = Massa atom relatif S04 dibagi dengan massa atom relatif BaS04
P = Berat endapan BaS04 (gram)
72

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka dapat

diambil kesimpulan bahwa :

1. Konsentrasi pelarut NaOH berpengaruh nyata terhadap kekuatan gel,

viskositas, kadar abu, dan kadar sulfat; konsentrasi pengendap KCl sangat

berpengaruh nyata untuk semua parameter selain kekuatan gel; sedangkan suhu

ekstraksi hanya berpengaruh pada kekuatan gel, viskositas, dan kadar abu tidak

larut asam karaginan murni dari rumput laut Eucheuma cottonii.

2. Kondisi optimum proses ekstraksi terjadi apabila konsentrasi pelarut NaOH

1,5N pada suhu 93OC dengan konsentrasi pengendap KCl 0,7% dapat

menghasilkan rendemen karaginan murni maksimal yaitu sebesar 68,82%.

Karakteristik mutu karaginan murni yang dihasilkan yaitu kekuatan gel 613,87

gram/cm2, viskositas 5,08 cps, kadar abu 15,38%, kadar abu tidak larut asam

2,15%, dan kadar sulfat 35,16%; dan ini memenuhi standar mutu FAO.
73

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian disarankan adalah optimasi proses ekstraksi

rumput laut Eucheuma cottonii untuk menghasilkan karaginan murni dengan

kombinasi pelarut alkali yang lain (selain NaOH) dan pengendap KCl dengan

proses pengendapan secara tertutup.


74

DAFTAR PUSTAKA

Ali, M. K. M., M. H. Ruslan, J. Sulaiman, and S. M. Yasir. 2014. Optimization of


Process Condition of Refined Carrageenan (RC) Produced from Seaweed
Kappaphycus striatum Using Response Surface Methodology (RSM) In
Malaysia. International Symposium on Processing of Foods, Vegetables
and Fruits. Hal : 154–159.

Amna, M. A. dan M. Sihombing. 2016. Rumput Laut : Produsen Terbesar Ekspor


Indonesia Barang Mentah. http://m.bisnis.com/industry/2016/03/rumput-
laut-produsen-terbesar-ekspor-indonesia-barang-mentah.html. Diakses 4
Januari 2017.

Anggadiredja, J. T. 2004. Deversity of Antibacterial Subtance from Selected


Indonesian Seaweeds (Desertation). University of Indonesia. Jakarta. Hal :
377-389.

Anggadiredja, J. T., A. Zatnika, H. Purwoto, dan S. Istini. 2008. Rumput Laut.


Penebar Swadya. Jakarta.

Anggadiredja, J. T. 2009. Rumput Laut. Penebar Swadaya. Jakarta.

Angka, S. L. dan T. S. Suhartono. 2000. Bioteknologi Hasil Laut. Pusat Kajian


Sumber Daya Pesisir dan Lautan. Institusi Pertanian Bogor. Bogor. Hal :
45-56

Aprilia, I. A. 2006, Ekstraksi Karaginan dari Rumput Laut Jenis Eucheuma


cottonii. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia. 24 : 1-6.

Arfini, F. 2011. Optimasi Proses Ekstraksi Pembuatan Karaginan dari Rumput


Laut Merah (Eucheuma cottonii) serta Aplikasinya sebagai Penstabil pada
Sirup Markisa. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor. 99 hlm.

Ariyanto, N. 2016. Cara Memilih Lokasi untuk Budidaya Rumput Laut Eucheuma
cottonii. http://Saungmuslim.com/2016/05/cara-memilih-lokasi-untuk-
budidaya.html. Diakses 15 Mei 2016.

Association of Official Analytical Chemists (AOAC). 2006. Official Methods of


Analysis. Association of Official Analytical Chemists 18th ed. Chemist Inc.
New York.
75

Atmadja, W. S. 1996. Pengenalan Jenis Alga Merah. Di dalam: Pengenalan Jenis-


Jenis Rumput Laut Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Oseanologi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta.

Aulawi, T. dan R. Ninsix. 2009. Sifat Fisik Bakso Daging Sapi dengan Bahan
Pengenyal dan Lama Penyimpanan yang Berbeda. Jurnal Peternakan.
6 (2) : 44–52.

Basmal, J., B. B. Sedayu, dan S. B. Utomo. 2009. Effect of KCl on the


Precipitation of Carrageenan from Eucheuma cottonii Extract. Journal of
Marine and Fisheries Postharvest and Biotechnology-special Edition.
Balai Basar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan
Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan.

Basmal, J. dan B. B. Sedayu. 2011. Pengaruh Perlakuan Kombinasi Larutan KOH


dan KCl Terhadap Kualitas Semi Refined Carrageenan (SRC). Prosiding
Seminar Nasional Teknologi Pengolahan Produk dan Bioteknologi
Kelautan dan Perikanan-III. Hal : 27-35.

cP Kelco Aps. 2004. Carrageenan. Denmark. http://www.cPKelco.com. Diakses


18 Juli 2016.

Dela, S. D. I. 2016. Studi Pembuatan Natrium Alginat dari Sargassum sp.


Menggunakan Metode Ekstraksi Modifikasi dengan Penambahan Natrium
Karbonat dan Karakterisasinya. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar
Lampung. 43 hlm.

Direktorat Jendral Industri Agro. 2016. Produk Rumput Laut Dioptimalkan.


http://kemenperin.go.id/artikel/15492/produk-rumput-laut-dioptimalkan.
Diakses 07 Juni 2016.

Desiana, E. dan T. Y. Hendrawati. 2015. Pembuatan Karaginan dari Eucheuma


cottonii dengan Ekstraksi KOH Menggunakan Variabel Waktu Ekstraksi.
http://jurnal.ftumj.ac.id/index.php/semn.astek.html. Diakses 12 April 2016.

Distantina, S., Fadilah, Rochmadi, M. Fahrurrozi, dan Wiratni. 2010. Proses


Ekstraksi Karaginan dari Eucheuma cottonii. Prosiding Seminar Rekayasa
Kimia dan Proses. Hal : 21 : 1-6.

Distantina. S., Rochmadi, Wiratni, dan M. Fahrurrozi. 2012. Mekanisme Proses


Tahap Ekstraksi Karaginan dari Eucheuma cottonii Menggunakan Pelarut
Alkali. Jurnal Agritech. 32 (4) : 397–402.

Ega. L., C. G. C. Lopulalan, dan F. Meiyasa. 2016. Artikel Penelitian Kajian


Mutu Karaginan Rumput Laut Eucheuma cottonii Berdasarkan Sifat
Fisiko-Kimia pada Tingkat Konsentrasi Kalium Hidroksida (KOH) yang
Berbeda. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. 5 (2) : 38–44.
76

Eko, K. S., N. M. Novan, dan N. R. Taufiqu. 2013. Optimasi Proses Ektraksi


Karaginan dari Kappapycus alvarezii serta Aplikasinya sebagai Balsam
Analgesik. Universitas Brawijaya. Malang.

Fardhyanti, D. S. dan S. S. Julianur. 2015. Karakterisasi Edible Film Berbahan


Dasar Ekstrak Karaginan dari Rumput Laut (Eucheuma cottonii). Jurnal
bahan alam terbarukan. 4 (2) : 48-56.

Fathmawati, D., M. R. P. Abidin, dan A. Roesyadi. 2014. Studi Kinetika


Pembentukan Karaginan dari Rumput Laut. Jurnal Teknik Pomits. 3 (1) :
1-6.

Fauzi, A., D. Ali, dan G. W. Santosa. 2013. Pengaruh Konsentrasi KOH yang
Berbeda Terhadap Kualitas Alginat Rumput Laut Coklat Sargassum
duplicatum J. G. Agardh. Journal of Marine Research. 2 (1) : 7–14.

Fauziah, E., E. Widowati, dan W. Atmaka. 2015. Karakteristik Sensoris dan


Fisiko-Kimia Fruit Leather Pisang Tanduk (Musa corniculata) dengan
Penambahan Berbagai Konsentrasi Karaginan. Jurnal Aplikasi Teknologi
Pangan. 4 (1) : 11-16.

Febrina, H. 2008. Kappa Karaginan Semimurni Kappaphycus alvarezii sebagai


Cryoprotectant pada Surimi Ikan Nila (Oreochromis niloticus). (Skripsi).
Institut Pertanian Bogor. Bogor. 62 hlm.

Ghufran, M. K. 2011. Kiat Sukses Budi Daya Rumput Laut Di Laut dan Tambak.
Andi Offset. http://dutailmu.co.id/product13435-kiat-sukses-budidaya-
rumput-laut-di-laut-dan-tambak.html. Diakses 23 September 2016.

Giancoli, D. C. 1998. Fisika. Edisi ke-5 Terjemahan Yuhilza Hanum dan Irwan
Arifin. Erlangga. Jakarta.

Harun, M., R. I. Mantolalu, dan I. K. Suwetja. 2013. Karakteristik Fisika Kimia


Karaginan Rumpur Laut Jenis Kappaphycus alvarezii pada Umur Panen
yang Berbeda Di Perairan Desa Thengo Kabupaten Gorontalo Utara.
Jurnal Media Teknologi Hasil Perikanan. 1 (1) : 7–12.

Hudha, M. I., R. Sepdwiyanti, dan S. D. Sari. 2012. Ekstraksi Karaginan dari


Rumput Laut (Eucheuma spinosum) dengan Variasi Suhu Pelarut dan
Waktu Operasi. Berkala Ilmiah Teknik Kimia. 1 (1) : 17–20.

Iriawan, N. dan S. P. Astuti. 2006. Mengolah Data Statistik dengan Mudah


Menggunakan Minitab 14. Penerbit Andi. Yogyakarta.

Jati, R. L. 2012. Ekstraksi, Identifikasi dan Produksi Karaginan Rumput Laut


Merah Eucheuma spinosum. Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga.
77

Jaramaya, R. 2016. Petani Keluhkan Serapan Rumput Laut Di dalam Negeri


Rendah. republika.co.id. Nidia Zuraya. http://www.republika.co.id/berita/
ekonomi/makro/16/02/17/o2or2b383-petani-keluhkan-serapan-rumput-
laut-di-dalam-negeri-rendah. Diakses 17 Februari 2016.

Montgomery, D. C. 2009. Design and Analysis of Experimental. John Wiley and


Sons Inc. New York.

Moses, J., R. Anandhakumar, and M. Shanmugam. 2015. Effect of Alkaline


Treatment on the Sulfate Content and Quality of Semi-Refined
Carrageenan Prepared from Seaweed Kappaphycus alvarezii Doty Farmed
In Indian Waters. African Journal of Biotechnology. 14 (18) : 1584–1589.

Mustamin, S. T. F. 2012. Studi Pengaruh Konsentrasi KOH dan Lama Ekstraksi


Terhadap Karakteristik Karaginan dari Rumput Laut (Eucheuma cottonii).
(Skripsi). Universitas Hasanudin. Makassar. 79 hlm.

Nasruddin, A. N., Asikin, dan I. Kusumaningrum. 2016. Pengaruh Konsentrasi


KOH Terhadap Karakteristik Karaginan dari Kappaphycus alvarezii.
Jurnal Ilmu Perikanan Tropis. 21 (2) : 55–63.

Ningsih, F. L. 2014. Jenis dan Konsentrasi Alkali dengan Presipitasi KCl yang
Berbeda Terhadap Mutu Karaginan dari Rumput Laut Kappaphycus
alvarezii Asal Pulo Panjang Serang Banten. (Skripsi). Universitas Ageng
Tirtayasa. Serang. 70 hlm.

Parwata, P. dan V. Oviantari. 2007. Optimalisasi Produksi Semi-refined


Carrageenan (SRC) dari Rumput Laut Eucheuma cottonii dengan Variasi
Teknik Pengeringan dan Kadar Air Bahan Baku. Lembaga Penelitian
Universitas Pendidikan Ganesha. Singaraja.

Peranginangin, R., A. Rahman, dan H. E. Irianto. 2011. Pengaruh Perbandingan


Air Pengekstrak dan Penambahan Celite Terhadap Mutu Kappa
Karaginan. Balai Besar Reset Pengolahan Produk dan Bioteknologi
Kelautan dan Perikanan. Jakarta.

Peranginangin, R., E. Sinurat, dan M. Darmawan. 2013. Memproduksi Karaginan


dari Rumput Laut. Penebar Swadaya. Jakarta.

Pregiwati, L. A. 2015. Komoditas Rumput Laut Kian Strategis Kepala Pusat Data
Statistik dan Infromasi. Jakarta.

Radojkovic, M., Z. Zekovic, S. Jokic, and S. Vidovic. 2012. Determination of


Optimal Extraction Parameters of Mulberry Leaves Using Response
Surface Methodology (RSM). Journal Romanian Biotechnological Letters.
17 (3) : 7295–7308.
78

Rhein-Knudsen, N., M. T. Ale, and A. S. Meyer. 2015. Seaweed Hydrocolloid


Production: an Update on Enzyme Assisted Extraction and Modification
Technologies. Mar. Drugs. 13 : 3340–3359.

Rizal, M., Mappiratu, dan A. R. Razak. 2016. Optimalisasi Produksi Semi Refined
Carrageenan (SRC) dari Rumput Laut (Eucheuma cottonii). Jurnal
Kovalen. 2 (1) : 33–38.

Saputra, R. 2012. Pengaruh Konsentrasi Alkali dan Rasio Rumput Laut-Alkali


Terhadap Viskositas dan Kekuatan Gel Semi Refined Carrageenan (SRC)
dari Rumput Laut Eucheuma Cottonii. (Skripsi). Universitas Hasanuddin.
Makassar. 53 hlm.

Soenardjo, N. 2011. Aplikasi Budidaya Rumput Laut Eucheuma cottonii (Weber


van Bosse) dengan Metode Jaring Lepas Dasar (Net Bag) Model Cidaun. J.
Buletin Oseanografi Marina. 1 : 36–44.

Sudarmadji, S., H. Bambang, dan Suhardi. 2007. Analisis Bahan Makanan dan
Pertanian. Liberty Yogyakarta. Yogyakarta.

Sutikno, Marniza, dan R. M. Sari. 2015. Effects of Seaweed (Eucheuma cottonii)


Extraction and Hydrolysis on Reducing Sugar for Bioethanol Production.
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi VI Lembaga Penelitian
Universitas Lampung. Diakses 3 Maret 2016.

Tarigan, J. P. 2010. Prarancangan Pabrik Pembuatan Kappa Karaginan dari


Kappaphycus alvarezii dengan Proses Murni dengan Kapasitas Produksi 6
Ton/Jam. (Skripsi). Universitas Sumatera Utara. Medan. 111 hlm.

Utomo, B. S. B. dan N. Satriyana. 2006. Sifat Fisiko-Kimia Agar-agar dari


Rumput Laut Glacilaria chilensis yang Diekstrak dengan Jumlah Air
Berbeda. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. 13 (1) : 45-
50.

Wenno. M. R., J. L. Thenu, dan C. G. C. Lopulalan. 2012. Karakteristik Kappa


Karaginan dari Kappaphycus alvarezii pada Berbagai Umur Panen. JPB
Perikanan. 7 (1) : 61–67.

Widodo, S. Didik, dan A. L. Retno. 2010. Kimia Analisis Kuantitatif Dasar


Penguasaan Aspek Eksperimental. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Widyaningtyas, M. dan W. H. Susanto. 2015. Pengaruh Jenis dan Konsentrasi


Hidrokoloid (Carboxy Methyl Cellulose, Xanthan Gum, dan Karaginan)
Terhadap Karakteristik Mie Kering Berbasis Pasta Ubi Jalar Varietas Ase
Kuning. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 3 (2) : 417–423.

Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
79

Winarno, F. G. 1996. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Pustaka Sinar


Harapan. Jakarta.

Wiraswanti, I. 2008. Pemanfaatan Karagenan dan Kitosan dalam Pembuatan


Bakso Ikan Kurisi (Nemipterus nematophorus) pada Penyimpanan Suhu
Dingin dan Beku. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor. 95 hlm.

Wiratmaja, I. G., Kusuma, I. B.W. Gusti, Winaya, dan I. S. Nyoman. 2011.


Pembuatan Etanol Generasi Kedua dengan Memanfaatkan Limbah
Rumput Laut Eucheuma cottonii sebagai Bahan Baku. Jurnal Ilmiah
Teknik Mesin. 5 (1) : 75-84.

Wulandari, R. 2010. Pembuatan Karaginan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii


dengan Dua Metode. (Skripsi). Universitas Sebelas Maret. Surakarta. 48
hlm.

Yasita, D. dan I. D. Rachmawati. 2009. Optimasi Proses Ekstraksi pada


Pembuatan Karaginan dari Rumput Laut Eucheuma cottoni untuk
Mencapai Foodgrade. Universitas Diponegoro. Semarang.
https://webcache.googleusercontent.com/html. Diakses 13 Agustus 2016.

You might also like