Professional Documents
Culture Documents
net/publication/338945580
CITATIONS READS
0 755
5 authors, including:
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
Diversifikasi jenis dan penyempurnaan sifat bambu dan rotan alternatif untuk bahan baku industri bambu dan rotan (Species diversification and quality enhancement
of lesser used bamboo and rattan for industries’ raw materials). View project
47. Wood quality of young fast grown plantation teak and the relationships among ultrastructural and structural characteristics with selected wood properties (PhD
Thesis) View project
All content following this page was uploaded by Gunawan Pasaribu on 14 April 2020.
Gunawan Pasaribu, Novitri Hastuti, Lisna Efiyanti, Totok K. Waluyo, & Gustan Pari
ABSTRACT
Porang (Amorphophallus muelleri Blume) as a non-timber forest product (NTFP) has many advantages
compared to other food crops. In order to the cultivation aspect and excellence of the flour, it made this commodity a
food sources in the future. Today, technical post-harvest processing become the current problems especially in getting
optimum glucomannan. With increasing levels of glucomannan, it made the utilization and marketing of flour will be
wider. This study aims to optimize of purification techniques of glucomannan. The research method is through soaking
techniques with ethanol (30%, 40% and 50%) and sodium bisulfite (2%, 3% and 4%). The results showed that the
leaching technique ethanol made a significant effect on the increase in glucomannan levels. The immersion technique with
50% ethanol and 2% sodium bisulfite can increase glucomannan from 32.65% to 83.96%. The process of soaking
with ethanol not affects the content of ferrum (Fe) and calcium (Ca) in porang flour.
ABSTRAK
Porang (Amorphophallus muelleri Blume) sebagai salah satu jenis hasil hutan bukan kayu (HHBK)
memiliki berbagai keunggulan dibandingkan dengan tanaman pangan lainnya. Berdasarkan aspek
budidaya dan kandungan tepungnya, jenis komoditi ini bisa dimanfaatkan sebagai sumber pangan masa
depan. Teknik pengolahan pasca panen menjadi permasalahan saat ini terutama dalam mendapatkan
kadar glukomanan optimal. Ragam pemanfaatan dan pemasaran tepung porang akan semakin terbuka
lebar dengan meningkatnya kadar glukomanan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan teknik
pemurnian glukomanan yang optimal. Metode penelitian adalah melalui teknik perendaman dengan
etanol (30%, 40%, dan 50%) dan natrium bisulfit (2%, 3%, dan 4%). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa teknik perendaman dengan etanol yang dilakukan berpengaruh nyata terhadap peningkatan
kadar glukomanan. Pencucian dengan etanol 50% dan NaHSO3 2% dapat meningkatkan glukomanan
dari 32,65% menjadi 83,96%. Proses perendaman dengan etanol tidak mempengaruhi kandungan zat
besi (Fe) dan kalsium (Ca) tepung porang.
202
Optimasi Teknik Pemurnian Glukomanan pada Tepung Porang (Amorphophallus muelleri Blume)
(Gunawan Pasaribu, Novitri Hastuti, Lisna Efiyanti, Totok K. Waluyo, & Gustan Pari)
Keripik Porang
(Porang chips)
Uji glukomanan
(Glucomanan test)
203
Penelitian Hasil Hutan Vol. 37 No. 3, November 2019: 201-208
signfikan (Tabel 1). Setelah melewati pencucian sehingga dapat dikemukakan bahwa proses
dengan etanol dan perendaman dengan natrium kimiawi yang dilakukan tidak akan mengurangi
bisulfit, tepung porang mengalami peningkatan kadar zat besi dan kalsium dari tepung porang.
kadar air, kadar protein dan kadar lemak. Akan Zat besi berperan dalam reaksi oksidasi dan
tetapi, terjadi penurunan kadar abu dan kadar reduksi. Secara kimia, zat besi merupakan unsur
karbohidrat. Penurunan kadar karbohidrat pada yang sangat reaktif sehingga mampu berinteraksi
tepung porang ini diduga karena proses terjadinya dengan oksigen. Zat besi juga berperan dalam
proses pencucian saat perendaman dengan etanol. proses respirasi sel, yaitu sebagai kofaktor bagi
Karbohidrat dapat larut selama proses pencucian enzim yang terlibat dalam reaksi oksidasi-reduksi.
dengan etanol (Faridah & Widjanarko, 2013). Selain itu, sebagian besar zat besi berada dalam
Kadar lemak sebelum dan setelah perlakuan hemoglobin (Hb). Hb di dalam darah membawa
terlihat meningkat, namun tetapi nilai kadar oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh
lemak ini masih lebih kecil dari 1,00, dimana dan membawa kembali karbon dioksida dari
kadar lemak glukomanan standar 0,79% (Faridah, seluruh sel ke paru-paru untuk dikeluarkan dari
Widjanarko, Sutrisno, & Susilo, 2012). Kadar tubuh. Zat besi juga berperan dalam imunitas
lemak tepung porang ini lebih rendah dibanding dalam pembentukan sel-sel limfosit (Almatsier,
dengan penelitian terdahulu yang berada pada 2006). Kalsium merupakan mineral yang penting
kisaran 3% (Pasaribu et al., 2016). Berbeda dengan untuk manusia, 99 persen kalsium didalam tubuh
penelitian Faridah dan Widjanarko (2013), kadar manusia terdapat di tulang. Sebanyak 1% kalsium
lemak menurun dari 1,49% menjadi 0,45%. Kadar terdapat di dalam cairan tubuh seperti serum
lemak tepung porang sampel sebelum dan setelah darah, di sel-sel tubuh, dalam cairan ekstra seluler
perlakuan antara 0,6−0,8%. Kadar ini cukup dan intra seluler. Kebutuhan kalsium orang
rendah jika dibandingkan dengan kadar lemak dewasa sekitar 700 mg per hari (Pravina, Sayaji,
pada tepung jagung sebesar 3,99−5,46%. Namun & Avinash, 2013).
demikian kadar protein dari tepung jagung lebih
tinggi (mencapai 12,9%) dibandingkan tepung B. Pencucian dengan Etanol
porang (Badan Litbang Pertanian, 2015). Kandungan glukomanan sebelum perlakuan
Kadar Fe mengalami peningkatan setelah dan setelah proses pencucian dengan Etanol
perlakuan, akan tetapi kadar Ca mengalami disajikan pada Tabel 2. Berbeda dengan penelitian
penurunan. Penurunan kadar Ca diduga dalam terdahulu, bahwa pada penelitian ini dilakukan
proses perendaman, komponen mineral ikut proses pengadukan secara terus menerus pada
terekstrak dalam tepung porang. Perubahan saat proses perendaman dengan etanol. Ternyata
kandungan Fe dan Ca tepung porang sebelum proses pengadukan memberi kontribusi yang
dan setelah perlakuan tidak jauh berbeda,
204
Optimasi Teknik Pemurnian Glukomanan pada Tepung Porang (Amorphophallus muelleri Blume)
(Gunawan Pasaribu, Novitri Hastuti, Lisna Efiyanti, Totok K. Waluyo, & Gustan Pari)
besar pada peningkatan kadar glukomanan. etanol pada penelitian (Harmayani, Aprilia, &
Menurut Irawan dan Widjanarko (2013), adanya Marsono, 2014). Namun jika dibandingkan dengan
proses pengadukan selama pencucian mampu hasil penelitian Yanuriati, Marseno, Rochmadi,
mempermudah lepasnya komponen-komponen dan Harmayani (2017), kadar glukomanan hasil
yang berada di permukaan granula glukomanan studi kali ini lebih rendah. Yanuriati et al. (2017)
dan larut pada etanol. menghasilkan kadar glukomanan sebesar 90,98%
Penelitian Wardhani, Nugroho, Muslihudin, dengan menggiling umbi segar porang di dalam
dan Aryanti (2016) dapat menghasilkan etanol sebanyak tujuh kali penggilingan. Cara ini
glukomanan dengan kadar maksimal sebesar dirasa efektif untuk menghilangkan pati, protein
72% dengan berbagai gabungan perlakuan dan lemak di dalam umbi porang sehingga
yang dicobakan. Perlakuan yang dilakukan menghasilkan kadar glukomanan yang lebih
berupa perbedaan suhu, waktu, konsentrasi tinggi.
pelarut 2-propanol. Dilaporkan bahwa Pada Tabel 3 disajikan analisis keragaman dari
pelarut 2-propanol dapat lebih efektif dalam berbagai perlakuan yang dibuat. Dalam tabel ini
menghilangkan pengotor pada tepung porang. ditunjukkan perlakuan etanol dan NaHSO3 dan
Kadar glukomanan yang dihasilkan dari interaksi keduanya pada berbagai variasi memberi
penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan pengaruh yang nyata. Dari hasil sidik ragam
kadar glukomanan Amorphopallus oncophyllus yang terlihat pengaruh yang nyata (nilai P(0,00) < α(0,05)
diekstraksi menggunakan air dan aluminium pada perlakuan kadar etanol yang digunakan,
sulfat 10% (w/w) pada suhu 55°C selama 1,5 jam konsentrasi NaHSO3 dan interaksi keduanya
yang dilanjutkan dengan pencucian menggunakan dalam meningkatkan kadar glukomanan. Hasil uji
205
Penelitian Hasil Hutan Vol. 37 No. 3, November 2019: 201-208
lanjut beda nyata terkecil (BNT) menunjukkan dan 18 detik, kecepatan pengadukan pada
bahwa perlakuan etanol 50% dan 2% NaHSO3 443,45 rpm dan rasio pelarut tepung adalah
memberikan respon yang paling baik dalam 8,92 ml/g. Dengan kondisi ini, hasil percobaan
meningkatkan kadar glukomanan (Tabel 4). kandungan glukomanan dan kalsuim oksalat
Hasil penelitian Saputro, Lefiyanti, dan adalah 79,19% dan 0,08%, mendekati nilai
Mastuti (2014), yang melakukan riset pencucian prediksi masing-masing sebesar 79,26% dan
tepung porang dengan etanol 40%, 50%, 0,07%
dan 60% menunjukkan bahwa semakin besar
konsentrasi pelarut etanol yang digunakan (60%) IV. KESIMPULAN DAN SARAN
maka semakin besar pula kadar glukomanan yang
dihasilkan. Sementara untuk variasi rasio bahan A. Kesimpulan
dengan pelarut diperoleh kecenderungan bahwa Pencucian tepung porang dengan etanol
semakin banyak pelarut yang digunakan (1:15), 50% dan NaHSO3 2% dapat meningkatkan
maka semakin besar pula kadar glukomanan yang kadar glukomanan dari 32,65% menjadi 83,96%.
dihasilkan. Untuk variasi lama pengadukan tidak Perlakuan macam pelarut berupa etanol, kadar
diperoleh kecenderunganpengaruh terhadap NaHSO3 dan interaksinya masing-masing
kadar glukomanan tepung yang dihasilkan. Kadar memberikan pengaruh yang nyata terhadap
glukomanan yang diperoleh setelah dilakukan peningkatan kadar glukomanan. Kandungan
pemurnian berkisar pada 36,69−64,22% dengan Fe dan Ca tepung porang sebelum dan setelah
kadar glukomanan tepung sebelum pemurnian perlakuan tidak jauh berbeda, sehingga proses
sebesar 28,76%. Pada percobaan dengan variasi pencucian dengan etanol tidak akan mengurangi
konsentrasi pelarut etanol 60%, lama pengadukan kadar zat besi dan kalsium dari tepung porang.
30 menit, dan rasio jumlah bahan dengan pelarut
1:15 diperoleh kadar glukomanan tertinggi yaitu B. Saran
64,22%.
Teknik pencucian ini perlu diujicobakan pada
Lebih lanjut Faridah dan Widjanarko (2013)
skala pilot.
mengembangkan model untuk mengetahui faktor-
faktor yang berpengaruh pada proses pencucian
KONTRIBUSI PENULIS
melalui Respon Surface Methodology (RSM), Central
Composite Design (CCD) pada tiga variabel bebas Ide, desain dan rancangan percobaan dilakukan
waktu pencucian (X1 ), kecepatan pengadukan oleh PG, NH, LE, TKW, GP. Pengambilan data
(X2 ) dan rasio pelarut terhadap tepung (X3 ) dilakukan oleh PG, NH, LE, TKW, GP. Analisis
terhadap respon kandungan glukomanan dan data dilakukan oleh PG, TKW, dan penulisan
kalsium oksalat. Respon model yang dihasilkan manuskrip dilakukan oleh PG, NH, LE, TKW,
adalah kuadratik dengan kondisi optimal sebagai GP. Perbaikan dan finalisasi manuskrip dilakukan
berikut: waktu pencucian adalah 4 jam 6 menit oleh PG, NH, LE, TKW, GP.
206
Optimasi Teknik Pemurnian Glukomanan pada Tepung Porang (Amorphophallus muelleri Blume)
(Gunawan Pasaribu, Novitri Hastuti, Lisna Efiyanti, Totok K. Waluyo, & Gustan Pari)
207
Penelitian Hasil Hutan Vol. 37 No. 3, November 2019: 201-208
Standar Nasional Indonesia (SNI). (2013). Yanuriati, A., Marseno, D. W., Rochmadi, &
Serpih porang (SNI 7939-2013). Badan Harmayani, E. (2017). Characteristics of
Standardisasi Nasional, Jakarta. glucomannan isolated from fresh tuber
Tester, R., & Al-Ghazzewi, F. (2017). of porang (Amorphophallus muelleri Blume).
Glucomannans and nutrition. Food Carbohydrate Polymers, 156, 56–63. doi:
Hydrocolloids, 68, 246–254. doi: 10.1016/j. 10.1016/j.carbpol.2016.08.080.
foodhyd.2016.05.017. Zhang, Y. Q., Xie, B. J., & Gan, X. (2005).
Wardhani, D. H., Nugroho, F., Muslihudin, M., Advance in the applications of konjac
& Aryanti, N. (2016). Application of glucomannan and its derivatives.
response surface method on purification Carbohydrate Polymers, 60(1), 27–31. doi:
of glucomannan from Amorphophallus 10.1016/j.carbpol.2004.11. 003.
oncophyllus by using 2-propanol. Scientific
Study and Research: Chemistry and Chemical
Engineering, Biotechnology, Food Industry, 17(1),
63–74.
208