You are on page 1of 8

p-ISSN 2476-9886 Jurnal EDUCATION

e-ISSN 2477-0302 Jurnal Pendidikan Indonesia


DOI: https://doi.org/10.29210/XXXXXXX

Volume X Nomor X, Juni 201X, Hlm XX-XX Akses Online :


http://jurnal.iicet.org

Dipublikasikan oleh :
Indonesian Institute for Counseling, Education and Therapy (IICET)

Info Artikel:

Diterima: 27/05/201X Direvisi: 03/06/201X Dipublikasikan: 06/06/201X

Kegunaan Teknik Desentisasi Sistematis (Sytematic Desensitazation) dalam


mereduksi Gangguan Kecemasan Klien saat Pandemi Covid 19

Desep Pria Pandri1, , Prayitno2, Yeni Karneli3


123
Universitas Negeri Padang

Abstrak

In the Covid Pandemic Period 19 It is part of the counselor that our profesision can take the role
of the frontline in handling specifically psychic to increase endurasethe effects of excessive stress, then in
this case aims to determine the application of systematic desensitzation technigues in reducing client
anxiety disorders when the covid pandemic 19 that was not only experienced by clients but all the people.
The research method used is Derect Action Research (PTL). Based on the data found that in this case it
can be with 3 cycles with the accumulation of achieved 35-45 % achievement of the desired change
indicator. In the second cycle accumulition of achievement indicators change of 65-85 % and in the third
cycle all indicators of change achieved 95-100 % of the data from observations and interviews. Based on
the achievent of changes in indicators tecnique is effective in reducing anxiety disorders and also the
effectiveness of this technique needs to be supported by channeling to overcome the disorders they
experience.

Keywords: Worry, Sytematic desensitization technique, & covid-19

This is an open access article distributed under the Creative Commons 4.0 Attribution License, which permits unrestricted use,
distribution, and reproduction in any medium, provided the original work is properly cited. ©2019 by author.

PENDAHULUAN
Klien berinisial R adalah seorang siswa disalah satu sekolah yang ada di kota
Padang sedang mengalami gangguan kecemasan dan hambatan dalam aktualisasi
diri, kesulitan berinteraksi, kesulitan mengikuti diskusi dan berbagai aktifitas di
luar rumah, serta tidak hanya itu R juga teringat pada musibah yang menimpah
ayah kandungnya pada beberapa tahun silam karena virus flu burung, terkait
dengan hal tersebut sekarang R juga di takutkan dengan virus baru yaitunya
pandemi Covid-19 yang bisa jadi akan melanda bencana baru didalam keluarga R
dan menambah korban khusus didalam keluarganya kembali. Gangguan
kecemasan ini disebabkan R memiliki sakit asma dan trauma ketika dimana saja

2
dan pemikiran negatif yang dikembangkan. Terkait dengan pandemi Virus
Covid-19 yang mana virus ini berkembang pada Desember 201, kasus
penemonia yang sangat misterius pertamakali dilaporkan di Wuhan Provinsi
Hubei. Covid 19 sumber penularan kasus wabah pandemi ini masih belum
diketahui pasti, tetapi kasus pertama dikaitkan dengan pasar ikan di Wuhan.

Pada tanggal 18 desember hingga sampai 29 desember 2019, terdapat lima


pasien yang dirawat dengan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) sejak
31 desember 2019 hingga 3 January 2020 kasus ini meningkat pesat, ditandai
dengan dilaporkannya sebanyak 44 kasus. Tidak Sampai Satu bulan, penyakit
ini telah menyebar di berbagai provinsi lain di China setelah beberapa bulan
berikutnya menyebar dengan cepat ke seluruh negera-negara lain, sebut saja
Thailand, Jepang, Korea Selatan, serta akhirnya sampai ke negara kita
Indonesia.

, Berdasarkan data pandemi covid 19 yang telah berkembang di negara kita


Inidnesia serta banyak memakan korban sampai ribuan yang meninggal dunia ini
sangat memperhatikan latar belakang klien (R) membuat tingakatan kecemasan yang
dialami R semakin tidak terkontrol, apalagi pada waktu beberapa tahun yang lalu R
sudah kehilangan orang yang sangat dia sayangi yaitunya Ayah, dan sekarang wabah
pandemi baru covid 19 datang seakan mebawa malapetaka baru. Maka dari itu konselor

KONSELOR, Open Access Journal: http://ejournal.unp.ac.id/index.php/konselor


4

berusaha membantu mengurangi kecemasan dan membimbing pola perilaku R


menggunakan teknik desensitisasi sistematik (Systematic Desensitization) yaitu
mereduksi perilaku cemas yang terkondisikan dengan melakukan aktivitas yang
berlawanan dengan respon kecemasan secara bertahap, sedikit demi sedikit dalam
suasana rileks sehingga lambat laun R dapat merespon faktor-faktor penyebab
kecemasannya secara wajar.

PEMBAHASAN
A. Kecemasan (Worry)

Menurut Freud kecemasan yaitu suatu perasaan yang sifatnya umum,


dimana seseorang merasa ketakutan atau kehilangan kepercayaan diri yang tidak
jelas asal maupun wujudnya (Wiramihardja, 2007: 67 ). Freud juga menyebutkan
bahwa yang dimaksud cemas adalah suatu keadaan perasaan, dimana individu merasa
lemah sehingga tidak berani dan tidak mampu untuk bertindak dan bersikap secara
rasional sesuai dengan seharusnya. Kecemasan merupakan hasil dari konflik psikis
yang tidak disadari.

Kecemasan menjadi tanda terhadap ego untuk mengambil aksi penurunan


cemas. Ketika mekanisme pertahanan diri berhasil, kecemasan menurun dan rasa
aman datang kembali. Namun, apabila konflik terus berkepanjangan, maka
kecemasan ada pada tingkat tinggi. Arkoff menjelaskan kecemasan adalah anxiety
as a state of arousal caused by threat to well-being (Sundari, 2005: 50).

Kecemasan mempunyai segi yang didasari rasa takut, terkejut, tidak berdaya,
rasa berdosa/bersalah, terancam, dan sebagainya. Kecemasan adalah emosi yang
tidak menyenangkan yang ditandai istilah-istilah seperti “kekhawatiran,”
“keprihatinan,” dan “rasa takut,” yang kadang-kadang kita alami dalam tingkat
yang berbeda-beda (Daradjat, 1988: 27).

Menurut pendapat Atkinson(1996:214) kecemasan adalah “emosi yang tidak


menyenangkan yang ditandai dengan istilah seperti kekhawatiran, ketakutan,
ketegangan, kegelisahan, keprihatinan, sulit berkonsentrasi yang kadang-kadang
dialami dalam tingkat yang berbeda-beda”.

(Desep Pria Pandri)


Sedangkan menurut Davidoff (1991:61) kecemasan adalah emosi yng ditandai

oleh perasaan akan bahaya yang akan diantisipasikan, termasuk juga ketegangan dan

stress yang menghadang dan oleh bangkitnya system saraf simpatetik”.

Berdasarkan beberapa pengertian kecemasan menurut pendapat para ahli


maka dapat disimpulkan bahwa kecemasan merupakan salah satu bentuk emosi yang
ditandai dengan perasaan kekhawatiran berlebih, ketegangan, hiperaktivitas syaraf,
dan kewaspadaan berlebih dalam menghadapi situasi yang dirasakan mengancam
tanpa adanya objek yang jelas

B. Teknik Desentisasi Sistematis (Sytematic Desensitazation)

1. Pengertian Teknik Desentisasi Sistematis

Desensitisasi sistematis adalah suatu teknik yang paling luas digunakan dalam
terapi tingkah laku. Desensitisasi sistematis digunakan untuk menghapus tingkah laku
yang diperkuat secara negatif, dan menyertakan pemunculan tingkah laku atau
respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang hendak dihapuskan. Desensitisasi
merupakan pendekatan yang dilakukan konselor untuk mengubah tingkah laku
melalui perpaduan beberapa teknik yang terdiri dari memikirkan sesuatu, rileks dan
membayangkan sesuatu agar klien dapat mengurangi ketakutan atau ketegangan
dalam suasana tertentu.

Desensitisasi sistematis adalah salah satu teknik yang paling luas


digunakan dalam terapi tingkah laku yang digunakan untuk menghapus tingkah laku
yang diperkuat secara negatif, dan menyertakan pemunculan tingkah laku atau respon
yang berlawanan dengan tingkah laku yang hendak dihapuskan itu (dalam
Corey,2009:208). Jadi teknik ini penerapannya dengan memunculkan respon yang
berlawanan dengan tingkah laku yang dialami oleh klien.

Menurut Willis (2004: 96) desensitisasi sistematis adalah suatu teknik untuk
mengurangi respon emosional yang menakutkan, mencemaskan atau tidak
menyenangkan melalui aktivitas-aktivitas yang bertentangan dengan respon yang
menakutkan itu.

KONSELOR, Open Access Journal: http://ejournal.unp.ac.id/index.php/konselor


6

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa desensitisasi sistematis adalah salah satu
teknik dalam terapi tingkah laku yang digunakan untuk mengurangi sensitifitas
emosional yang menakutkan, mencemaskan, atau tidak menyenangkan dengan cara
memikirkan atau membayangkan sesuatu dan menenangkan diri untuk mencapai
keadaan rileks (tenang).

2. Penggunaan Teknik Desensitisasi Sistematis

Umumnya penggunaan teknik desensitisasi sistematis digunakan jika klien

mengalami suatu kecemasan dan dibenarkan jika klien mempunyai kemampuan

atau keterampilan menangani situasi. Munro, dkk (Abimanyu &

Manrihu,1996:333) menyatakan bahwa desensitisasi sistematis adalah pendekatan

yang dimaksudkan untuk menngubah tingkah laku melalui perpaduan beberapa

teknik yang terdiri dari memikirkan sesuatu, menenangkan diri dan

membayangkan sesuatu. Desensitisasi sistematis adalah satu teknik yang

paling luas digunakan dalam terapi tingkah laku. Teknik desensitisasi sistematis

digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperkuat secara negatif dan

menyertakan pemunculan tingkah laku atau respon yang berlawanan dengan

tingkah laku yang hendak dihapuskan. Desensitisasi diarahkan kepada mengajar

klien untuk menampilkan suatu respon yang tidak konsisten dengan kecemasan.

(Desep Pria Pandri)


Desensitisasi sistematis juga melibatkan teknik-teknik relaksasi. Klien di
latih untuk santai dan mengasosiasikan keadaan santai dengan
pengalaman- pengalaman pembangkit kecemasan yang dibayangkan atau
divisualisasi.Tingkatan stimulus penghasil kecemasan dipasangkan secara
berulang-ulang dengan stimulus penghasil keadaan santai sampai kaitan antara
stimulus penghasil kecemasan dan respon kecemasan itu akan terhapus.

Wolpe (Jayanti,2009:20) mencatat tiga penyebab kegagalan dalam pelaksanaan

desensitisasi sistematis:

1. Kesulitan-kesulitan dalam relaksasi yang bisa jadi menunjuk kepada kesulitan-


kesulitan dalam berkomunikasi antara terapis dengan klien atau kepada
keterhambatan yang ekstrem yang dialami klien.

2. Tingkatan-tingkatan yang menyesatkan klien atau tidak relevan yang ada


kemungkinan melibatkan penanganan tingkatan yang keliru.

3. Ketidak memadai dalam membayangkan.

KONSELOR, Open Access Journal: http://ejournal.unp.ac.id/index.php/konselor


8

Dari penjelasan diatas kegagalan dalam pelaksanaan desensitisasi sistematis ini

disebabkan karena komunikasi yang kurang antara konselor dengan klien, kemudian

kesulitan klien dalam membayangkan keadaan yang bisa menghilangkan

kecemasan klien, dan hirarki kecemasan yang disusun kurang relevan. Hal ini dapat

menhambat teratasinya atau menghilangnya kecemasan yang dialami individu.

Desensitisasi sistematis yang didasarkan pada prinsip kondisioning klasik adalah satu

dari prosedur terapi behavioural yang diteliti secara empiris dan digunakan secara luas.

Asumsi dasar yang mendasari teknik ini adalah bahawa respon terhadap kecemasan itu

dapat dipelajari, dikondisikan, dan dicegah dengan memberi subtitusi berupa suatu

aktivitas yang sifatnya memusuhi. Prosedur ini digunakan terutama bagi reaksi

kecemasan.

KESIMPULAN

Dalam penempatan kegunaan Teknik Desensitisasi Sistematis ditinjau dari perspektif


berbagai sumber para ahli terutama Sigmund Freud yang paling sesuai adalah perpaduan
antara penangan tingkat kecemasan yang dialami oleh R yangbegitu berlebihan dan dapat
pula membahayakan mondisi fisik serta mental dari individu tersebut (R). Perpaduan dan
pencocokan antara kasus yang ditemukan dilapangan terkait wabah pandemi covid 19 dan
menimbulkan kecemasan maka salah satu teknik yang bisa kita lakukan sebagai seorang
konselor dalam antisipasi efek psikologis yaitu teknik desentisasi sisetematis (Sytematic
Desensitazation) Apalagi dalam kondisi pandemi Covid 19 Individu setiap orang yang tidak
hanya R tetapi setiap orang pasti mengalami kecemasan, akan tetapi bagaimana kita bisa
menyeimbangi dengan cerdas bagaimana kita bisa menjaga sehat pskis/imun dari efek
pandemi covid-19 ini, sehingga kita tetap beraktifitas walapun terbatas seperti biasa.
Maka dari itu sebagai Konselor terkhusus pada saat pandemi wabah covid-19 ini kita
memahami betul serta menjadi peran penting dalam menjembatani peran kita dan juga bisa
menejadi garda terdepan dalam pelayanan psikis pada klien kita.

(Desep Pria Pandri)


REFRENSI
Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian: Su-atu pendekatan praktik, edisi revisi.

Jakarta: Rineka Cipta. Azwar, S. (2010). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Creswell, J.W. (2010). Educational Research:planning, conducting, and


evaluating quatitative and qualitative research (3rd Ed). New Jersey. Pearson
Merill Prentice Hall

Nielsen, C. (2005). “Therapy For a New Age”. Australian Counselling Association


Journal. 5 (2): 38-42. Saripurnawan, D., Syukroni, N., Kuncoro, W.A., Gusweni,
N., & Zulkarnaen. (2010). Bangkik Basamo
Sanang Anak Nagari: Situasi anak sumatera barat pasca gempa 30 september
2009. Jakarta: Plan
Indonesia.

KONSELOR, Open Access Journal: http://ejournal.unp.ac.id/index.php/konselor

You might also like