You are on page 1of 55

KAJIAN PELUANG IMPLEMENTASI PRODUKSI BERSIH

DI INDUSTRI PENGOLAHAN KARET


(Studi Kasus di PT CONDONG GARUT)

SKRIPSI

PRAMITA UMI HAPSARI


F 34080134

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

i
STUDY ON CLEANER PRODUCTION IMPLEMENTATION
IN RUBBER PROCESSING INDUSTRY
A CASE STUDY IN PT CONDONG GARUT

Pramita Umi Hapsari dan Anas Miftah Fauzi


Departemen of Agroindustry, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB
Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia.
Phone/ fax: 62 251862 5088, 62 251862 1974

ABSTRACT

Rubber processing industry uses the resources of large amounts of water. This causes the
rubber industry has to deal with various types of wastes in the form of liquid and solid wastes and the
generation of waste gas of pungent odor. Environmental problems, as a result of these activities can
be minimized by applying cleaner production. Cleaner production aims to increase the efficient use of
raw materials, minimize waste and the risk of direct contamination at the source. The cleaner
production alternatives which are potential to be applied are good housekeeping, collects rubber
particles in rubber trap, use of coagulant antibacteria, and giving incentive for industry that apply
cleaner production. The total investment of these option is Rp 660.000,- with payback period (PBP) of
0,28 bulan. The use Liqiud Smoke may reduce the RSS processing cost around 17,6%, and avoid
carbon dioxide pollution. The results of AHP suggests that the environment is the most important
factor in the implementation of cleaner production and the most important actor is the industry.
Strategy to implement good housekeeping is the most important strategies that are generated from the
AHP. This result indicates the similarity of field data analysis and expert survey that good
housekeeping is the most important proper strategy for implementing cleaner production at PT
Condong Garut.
Keyword : cleaner production, rubber industry, AHP

ii
Pramita Umi Hapsari. F34080134. Kajian Peluang Implementasi Produksi Bersih Di Industri
Pengolahan Karet (Studi Kasus di PT Condong Garut). Di bawah Bimbingan Anas Miftah Fauzi. 2012

RINGKASAN

Pembangunan di Indonesia harus didasarkan pada konsep pembangunan berkelanjutan dan


perlindungan lingkungan. Pembangunan yang merusak lingkungan bukanlah pembangunan,
melainkan bencana yang tertunda. Industri pengolahan karet alam termasuk salah satu sektor
agroindustri potensial bagi Indonesia, mengingat peranannya yang cukup penting sebagai penghasil
devisi subsektor perkebunan. Banyak manfaat dari penggunaan karet, salah satunya adalah untuk
bahan baku pembuatan ban. Industri pengolahan karet menggunakan sumber daya berupa air dalam
jumlah besar, hal ini menyebabkan industri karet harus menangani berbagai jenis limbah dalam bentuk
limbah cair dan padat serta timbulnya limbah gas berupa bau busuk menyengat. Permasalahan
lingkungan sebagai dampak dari kegiatan ini dapat ditangani dengan menerapkan produksi bersih.
Produksi bersih bertujuan meningkatkan efisiensi penggunaan bahan baku dan meminimalisir limbah
pencemaran dan resiko langsung pada sumbernya.
Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis peluang implementasi penerapan produksi
bersih di industri pengolahan karet dilihat dari berbagai aspek seperti aspek teknis, lingkungan, dan
ekonomi serta mendapatkan alternatif strategi. Metodologi yang digunakan adalah mengidentifikasi
proses produksi, mengidentifikasi munculnya limbah dan menganalisis penerapan produksi bersih.
Ribbed Smoked Sheet (RSS) merupakan lembaran karet yang diolah dengan cara khusus dan
dikeringkan dengan cara pengasapan. Proses pengolahan RSS di PT Condong Garut meliputi
penerimaan di pabrik, pengenceran lateks, pengumpalan, penggilingan, dan pengasapan. Sedangkan
Estate brown crepe merupakan jenis crepe yang dibuat dari bahan lump, scrap pohon, potongan-
potongan sisa dari RSS atau slab basah. Proses pengolahan estate brown crepe meliputi penerimaan
bahan baku, pencucian, sortasi bahan baku, pencacahan. pembentukan, finishing, dan pengeringan.
Limbah yang dihasilkan berupa limbah cair, limbah padat berupa lump busa, lump basah dan kotoran
serta bau busuk menyengat.
Alternatif penerapan produksi bersih yang dikaji baik melalui lapangan dari aspek teknis,
lingkungan, dan ekonomi maupun secara kualitatif dari pendapat pakar, menghasilkan suatu strategi
utama yang baik untuk diterapkan di PT Condong Garut. Strategi produksi bersih dan pengelolaan
lingkungan yang dapat diterapkan di PT Condong Garut terdiri dari penerapan good housekeeping
dengan cara pemantauan pemakaian air dan pembuatan bak penampung bokar. mengumpulkan
partikel yang terapung dalam rubber trap, penggunaan bahan penggumpal yang anti bakteri serta
pemberian insentif kepada pelaku industri yang menerapkan produksi bersih. Apabila strategi tersebut
dillaksanakan membutuhkan biaya investasi sebesar Rp 660.000,- dengan pay back period selama
0,28 bulan dan penggunaan koagulan anti bakteria akan menghemat biaya produksi RSS sebanyak
17,6% dibandingkan dengan menggunkana asam format dan dapat mengurangi polusi CO2 .
Hasil analisis AHP memperlihatkan bahwa lingkungan merupakan faktor terpenting dalam
penerapan produksi bersih di pengolahan karet, diikuti oleh teknis dan ekonomi. Sementara aktor yang
yang terpenting dalam pelaksanaan strategi produksi bersih adalah pelaku industri karena pelaku
industri sebagai pelaksana komitmen, kepemilikan modal, dan yang mengaplikasikan strategi yang
ditawarkan. Secara keseluruhan analisis AHP menghasilkan strategi good housekeeping sebagai
pilihan terbaik untuk penerapan produksi bersih, selanjutnya diikuti oleh pemanfaatan partikel karet
pada kolam rubber trap, penggantian bahan koagulan anti bakteria, dan pemberian insentif bagi

iii
pelaku industri yang menerapkan produksi bersih. Hasil dari kajian di lapangan sesuai dengan analisis
kualitatif dengan AHP yang berdasarkan dengan pendapat pakar.

iv
KAJIAN PELUANG IMPLEMENTASI PRODUKSI BERSIH
DI INDUSTRI PENGOLAHAN KARET
(STUDI KASUS DI PT CONDONG GARUT)

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Oleh
Pramita Umi Hapsari
F 34080134

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

v
Judul Skripsi : Kajian Peluang Implementasi Produksi Bersih Di Industri Pengolahan Karet (Studi
Kasus di PT Condong Garut)
Nama : Pramita Umi Hapsari
NIM : F34080134

Menyetujui,

Pembimbing Skripsi

(Prof. Dr. Ir. Anas Miftah Fauzi, M.Eng)


NIP. 19600419 198503 1 002

Mengetahui :
Ketua Departemen,

(Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti)


NIP 19621009 198903 2001

Tanggal lulus :

vi
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Kajian Peluang
Implementasi Produksi Bersih di Industri Pengolahan Karet (Studi Kasus di PT Condong
Garut) adalah hasil karya saya sendiri di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Anas Miftah Fauzi, M.Eng
serta belum pernah diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi
yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2012


Yang membuat pernyataan

Pramita Umi Hapsari


F 34080134

vii
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2012
Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari


Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak,
Fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

viii
RIWAYAT HIDUP

Pramita Umi Hapsari, dilahirkan di Semarang pada tanggal 5 Mei 1990


dari pasangan Suyono Haryanto dan Prasetiati Putri Utami. Penulis
merupakan anak ketiga dari empat bersaudara. Jenjang pendidikan penulis
dimulai dari TK Bhakti Pratiwi Semarang, kemudian dilanjutkan di SD
Negeri Manyaran 02 Semarang, SMP Negeri 1 Semarang dan SMA Negeri
5 Semarang. Pada tahun 2008, penulis melanjutkan pendidikan S1 di
Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor melalui SNMPTN.
Pada semester VI penulis melakukan praktek lapangan di PT Indesso Aroma dengan judul
“Mempelajari Penerapan Produksi Bersih pada Proses Black Tea Extract di PT Indesso Aroma
Cileungsi, Bogor”. Selama perkuliahan, penulis juga aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM)
Fakultas Teknologi Pertanian departemen Sosial dan Lingkungan serta menjadi anggota di Himpunan
Mahasiswa Teknologi Industri (HIMALOGIN).

ix
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas segala karunia dan
kasihNya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada
Nabi Muhammad SAW, keluarganya, kerabatnya serta pengikutnya hingga akhir Zaman. Penelitian
dengan judul Kajian Peluang Implementasi Produksi Bersih di Industri Pengolahan Karet (Studi
Kasus di PT Condong Garut) dilaksanakan di PT Condong Garut. Selama penelitian dan penulisan
skripsi ini penulis telah mendapat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, karena itu penulis ingin
berterima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Anas Miftah Fauzi, M.Eng selaku dosen pembimbing akademik di Departemen
Teknologi Industri Pertanian yang telah memberikan arahan serta bimbingan selama
penelitian dan penulisan skripsi.
2. Kedua orang tua (Suyono Haryanto dan Prasetyati Putri Utami) serta saudara-saudaraku
tercinta ( mas Andreas Ari Afriansyah, mas Bismark Noor Kudus, mbak Leny Dwi Hapsari,
mbak Wuri Indah, dan dek Catur Noor Febriansyah) atas segala doa dan motivasi yang telah
diberikan selama proses penelitian dan penulisan skripsi.
3. Sahabat serta teman-teman TIN 45 atas bantuan, dukungan serta semangat yang diberikan
selama proses penelitian dan penulisan skripsi.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak serta turut mengembangkan
ilmu pengetahuan di bidang teknologi industri pertanian.

Bogor, Juli 2012

Pramita Umi Hapsari


F34080134

x
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ........................................................................................................................ ix
DAFTAR ISI ....................................................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL .............................................................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................................................... xiv
I. PENDAHULUAN ............................................................................................................................ 1
A. Latar Belakang ............................................................................................................................ 1
B. Tujuan ......................................................................................................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................................... 3
A. Tanaman Karet dan Lateks ......................................................................................................... 3
B. Ribbed Smoked Sheet dan Estate Brown Crepe ......................................................................... 5
C. Bau Busuk Bahan Olahan Karet ................................................................................................. 5
D. Limbah Industri Karet................................................................................................................. 6
E. Produksi Bersih ........................................................................................................................... 7
II.METODE PENELITIAN ............................................................................................................... 10
A. Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................................................... 10
B. Tahapan Penelitian dan Pengumpulan Data .............................................................................. 10
IV.PROFIL INDUSTRI ...................................................................................................................... 12
A. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan .................................................................................... 12
B. Proses Produksi ......................................................................................................................... 12
V.HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................................................... 15
A. Proses Produksi Ribbed Smoked Sheet dan Estate Brown Crepe............................................. 15
B. Neraca Massa ............................................................................................................................ 16
C. Penanganan Limbah yang diterapkan ....................................................................................... 20
D. Penerapan Produksi Bersih yang Sudah diterapkan .................................................................. 20
E. Strategi Produksi Bersih yang dapat Diterapkan ....................................................................... 21
F. Analisis Alternatif Penerapan Produksi Bersih secara Kajian Lapangan .................................. 21
G. Analisis Alternatif Penerapan Produksi Bersih secara Kualitatif.............................................. 25
H. Implementasi Produksi Bersih .................................................................................................. 27
VI.KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................................................... 29
A. Kesimpulan ............................................................................................................................... 29
B. Saran ......................................................................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................................... 30
LAMPIRAN ........................................................................................................................................ 32

xi
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1.Pohon Industri Karet .............................................................................................................. 4
Gambar 2.Teknik – Teknik Produksi Bersih ........................................................................................... 8
Gambar 3. Struktur Hirarki dengan Analitycal Hierachy Process (AHP) ............................................. 11
Gambar 4.Diagram Alir Tahapan Penelitian ......................................................................................... 11
Gambar 5. Neraca Massa Proses Penerimaan Lateks ............................................................................ 16
Gambar 6. Neraca Massa Proses Pengenceran Lateks .......................................................................... 17
Gambar 7. Neraca Massa Proses Pembekuan Lateks ............................................................................ 17
Gambar 8. Neraca Massa Proses Penggilingan Sheet............................................................................ 17
Gambar 9. Neraca Massa Proses Pengasapan Sheet .............................................................................. 17
Gambar 10. Neraca Massa Proses Pencucian Dan Sortasi Bokar ......................................................... 18
Gambar 11. Neraca Massa Proses Pencacahan Bokar ........................................................................... 18
Gambar 12.Neraca Massa Proses Pembentukan Crepe ......................................................................... 18
Gambar 13.Neraca Massa Proses Finishing .......................................................................................... 19
Gambar 14.Neraca Massa Proses Pengeringan ..................................................................................... 19
Gambar 15.Struktur Hirarki dengan AHP Penerapan Produksi Bersih pada Pengolahan Karet ...........25
Gambar 16.Hasil Perhitungan Bobot Faktor dan Aktor dengan AHP ................................................... 26
Gambar 17.Hasil Perhitungan bobot Alternatif Strategi Produksi Bersih dengan AHP........................ 26

xii
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Kandungan Bahan - Bahan dalam Lateks Segar ..................................................................... 3
Tabel 2. Sistem Kesetimbangan Massa Proses Produksi Karet ............................................................. 19
Tabel 3. Karakteristik Limbah Hasil Pengolahan IPAL ........................................................................ 20
Tabel 4. Perbedaan Mutu Sheet yang Dihasilkan Antara Asam Format dan Asap Cair ........................ 23
Tabel 5. Perbandingan Biaya Penggunaan Koagulan Asap Cair dan Asam Format pada Pengolahan
RSS untuk Produksi Empat Ton Karet Kering ........................................................................ 23
Tabel 6. Pembobotan Opsi Penerapan Produksi Bersih ........................................................................ 27

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Alur Pembuatan RSS ........................................................................................................ 31
Lampiran 2.Alur Pembuatan Estate Brown Crepe ................................................................................ 31
Lampiran 3. Dokumentasi di Lapangan ............................................................................................... 32
Lampiran 4. Kuesioner AHP ................................................................................................................. 33

xiv
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan di Indonesia harus didasarkan pada konsep pembangunan berkelanjutan
dan perlindungan lingkungan. Pembangunan yang merusak lingkungan bukanlah pembangunan,
melainkan bencana yang tertunda. Untuk itu industri yang ada di Indonesia, termasuk industri
pengolahan karet haruslah menjalankan industrinya dengan tetap memperhatikan keseimbangan
lingkungan.
Industri pengolahan karet alam termasuk salah satu sektor agroindustri potensial bagi
Indonesia, mengingat peranannya yang cukup penting sebagai penghasil devisa subsektor
perkebunan. Data International Rubber Study Group (IRSG) menyebutkan, pada tahun 2011
konsumsi karet alam dunia sebesar 11,164 juta ton. Ekspor karet dan barang dari karet Indonesia
selama Januari - Maret 2011 mencapai 775.339 ton. Jumlah tersebut naik 17,2% dibanding periode
sama tahun 2010 yang sebesar 661.559 ton (BPS,2011). Meningkatnya produksi karet alam
Indonesia tidak terlepas dari meningkatnya permintaan akan karet alam untuk digunakan sebagai
bahan baku pada industri otomotif.
Selain itu meningkatnya produksi karet alam Indonesia juga tidak terlepas dari peran
perusahaan yang membudidayakan karet dan menghasilkan karet alam olahan. Industri pengolahan
karet alam yang diperankan oleh Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PBN) yang
biasa dikenal dengan PT. Perkebunan Nusantara, serta Perkebunan Besar Swasta (PBS)
membudidayakan tumbuhan karet dan memproduksi berbagai jenis produk karet alam, antara lain
Ribbed Smoked Sheet (RSS), lateks pekat, block rubber, tyre rubber, reclaimed rubber, dan crumb
rubber atau sering disebut Standard Indonesia Rubber (SIR).
Industri pengolahan karet berpotensi menimbulkan pencemaran, karena selama proses
produksinya industri karet menghasilkan limbah padat, cair dan gas. Limbah cair merupakan
limbah yang terbanyak terbentuk dari ketiga jenis limbah tersebut. Limbah cair industri karet
banyak mengandung padatan tersuspensi, terlarut maupun terendap. Peningkatan kadar bahan
organik yang diakibatkan limbah industri karet akan mengganggu ekosistem lingkungan yang
menerima air buangan, karena oksigen banyak digunakan oleh bakteri pengurai untuk
menghancurkan bahan organik tersebut. Kekurangan oksigen, matinya mahluk hidup dan
terdapatnya bahan organik di dalam air buangan, mengakibatkan timbulnya berbagai jasad renik
yang berpotensi menimbulkan penyakit.
Industri pengolahan karet telah melakukan usaha end of pipe untuk mengurangi
pencemaran yang ditimbulkan dari proses pengolahannya. Penanganan limbah dengan end of pipe
treatment pada industri pengolahan karet dirasa kurang tepat, hal ini disebabkan karena
penanganan dengan cara tersebut hanya mengubah bentuk limbah dari suatu bentuk kebentuk
lainnya. Industri pengolahan karet seharusnya mengambil langkah untuk mencegah terbentuknya
limbah, bukan lagi hanya mengatasi limbah yang sudah terbentuk. Salah satu alternatif yang dapat
dilakukan adalah dengan menerapkan strategi produksi bersih.
Produksi bersih adalah suatu pendekatan penanganan limbah yang bersifat preventif dan
terpadu, sehingga dapat mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan melalui pengurangan
jumlah limbah yang dihasilkan. Pendekatan penanganan limbah ini dilakukan melalui penanganan
siklus produksi dari penyediaan bahan baku sampai produk, dengan cara reduce, recycle, reuse
dan recovery. Dari pendekatan ini akan diperoleh limbah dalam jumlah yang sedikit sehingga akan
mengurangi dampak negatif bagi lingkungan. Selain memberikan manfaat bagi lingkungan,

1
 
produksi bersih ini juga dapat menghemat pengeluaran perusahaan karena adanya efisiensi
produksi dan pengelolaan limbah.

B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menganalisis peluang implementasi produksi bersih dilihat dari
aspek ekonomi, teknik, dan lingkungan serta menentukan alternatif strategi untuk penerapan
produksi bersih di industri pengolahan karet.

2
 
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman Karet dan Lateks


Menurut Nazaruddin dan Paimin (2004), dalam dunia tumbuhan tanaman karet tersusun
dalam sistematika sebagai berikut :
Devisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Hevea
Spesies : Hevea brasiliensis

Tanaman yang merupakan tanaman daerah tropis ini, cocok ditanam pada zone antara 15o
LS sampai 15o LU. Curah hujan tahunan yang cocok untuk pertumbuhan tanaman karet tidak
kurang dari 2.000 mm, dan paling optimal antara 2.500 – 4.000 mm/tahun yang terbagi dalam 100
– 150 hari hujan.
Tanaman karet tumbuh optimal di dataran rendah, yakni pada ketinggian sampai 200
meter diatas permukaan laut (Setyamidjaja, 2011). Getah dari tanaman karet atau sering disebut
sebagai lateks, berpotensi menghasilkan berbagai macam produk, seperti yang ditampilkan pada
Gambar 1.
Menurut Suwardin (1989), lateks merupakan suatu dispersi partikel karet hidrokarbon
dalam fase cair yang disebut sebagai serum. Kandungan karet dalam lateks bervariasi, tergantung
dari klon, umur tanaman, pemupukan, musim, dan sistem eksploitasi yang dilakukan. Secara
umum komposisi lateks disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan bahan-bahan dalam lateks segar


No Komponen Presentasi
(%)
1 Kandungan karet 35,62
2 Resin 1,65
3 Protein 2,03
4 Abu 0,70
5 Zat gula 0,34
6 Air 59,62
Sumber : Setyamidjaja (1993)

3
 
Gambar 1. Pohon industri karet (BPTK,2001)

Menurut Goutara (1985) umumnya kadar karet di dalam lateks berkisar 20-35 % dan
bentuknya berupa butir yang sangat halus. Masing-masing butir karet diselubungi oleh protein dan
lipid serta tersebar dalam serum. Butir-butir karet tersebut bermuatan negatif sehingga saling tolak
menolak dan tidak menggumpal. Muatan listrik negatif pada butir karet tersebut dapat ditingkatkan
dengan menambahkan suatu basa seperti amoniak. Tetapi apabila lateks ditambahkan suatu asam
akan mengurangi muatan listrik negatif yang akan menyebabkan lateks menggumpal.
Penggumpalan lateks sangat dipengaruhi oleh kandungan protein di dalam lateks. Protein
di dalam lateks dapat menstabilkan larutan koloid lateks, karena muatan listrik dalam partikel
dapat dipertahankan. Apabila protein dihilangkan maka keseimbangan muatan akan terganggu
sehingga partikel karet dalam lateks akan menggumpal. Untuk mencegah penggumpalan sebelum
lateks tersebut diolah di pabrik maka pada lateks perlu ditambahkan anti koagulan. Anti koagulan
yang banyak digunakan pada industri karet antara lain berupa amoniak, soda, formaldehida,
natrium sulfat, boraks dan asam borat. Jumlah anti koagulan yang digunakan tergantung dari

4
 
keadaan lateks. Pada umumnya harus dimulai dengan jumlah serendah mungkin dan bila ternyata
belum mencukupi, maka jumlahnya diperbesar.

B. Ribbed Smoked Sheet dan Estate Brown Crepe


Karet sheet asap atau yang lebih dikenal Ribbed Smoked Sheet (RSS) adalah lembaran
karet yang diolah dengan cara khusus dan dikeringkan dengan cara pengasapan. Mutu karet RSS
yang baik adalah yang mempunyai sifat: kering, bersih, terlihat kuat, pengasapan merata sehingga
warnanya rata, bebas dari cacat dan bahan-bahan lainnya (Suseno dan Suwari, 1989).
Dalam rangkaian pengolahan RSS, pengumpalan lateks, pengasapan dan pengeringan
sheet merupakan tahapan penting yang menentukan kualitas RSS. Pada umumnya perkebunan
besar pengolahan karet alam menggunakan asam format sebagai bahan koagulan lateks. Asam
format (HCOOH) dengan nama sistematis asam metanoat adalah asam karboksilat yang paling
sederhana. Asam karboksilat merupakan jenis asam lemah, sebab hanya sebagian kecil yang
terionisasi apabila dilarutkan ke dalam air (Fessenden, 1986). Di alam, asam format ditemukan
pada sengatan dan gigitan banyak serangga dari ordo hymenoptera, misalnya semut dan lebah.
Penggunaan asam format didasarkan pada kemampuannya yang cukup baik dalam menurunkan pH
lateks.
Pengasapan dan pengeringan sheet sampai saat ini masih dilakukan secara konvensional,
yaitu langsung dari pembakaran kayu. Perlakuan ini mempunyai kelemahan dalam pengendalian
faktor – faktor yang berpengaruh terhadap proses pengasapan dan pengeringan seperti; konsentrasi
konstituen asap, waktu yang optimal dan suhu pengasapan tidak dapat dipertahankan tetap selama
pengasapan berlangsung. Disamping itu penggunaan kayu tidak praktis karena harus selalu dijaga
agar terus menghasilkan asap dan panas sesuai kebutuhan, proses pengolahan yang memerlukan
waktu yang lama, dan kemungkinan terjadi kebakaran, serta isu penting lingkungan saat ini yakni
timbulnya pencemaran CO2 ke udara. Setiap batang kayu karet memiliki kandungan karbon
sebanyak 70 kg/pohon dan jika dibakar akan menghasilkan asap dengan konsentrasi CO2 sebesar
46% b/b (Silvakumaran,et al 2000). Kyoto Protocol tahun 1997 menjelaskan bahwa negara –
negara industri mempunyai kewajiban untuk megurangi emisi CO2 di udara oleh mereka atau
memberikan proyek kepada negara lain yang dapat mengurangi CO2 atau dengan membeli
sertifikasi pengurangan CO2 dari negara lain.
Estate Brown crepe adalah jenis crepe yang dibuat dari bahan lump, scrap pohon,
potongan-potongan sisa dari RSS atau slab basah. Proses pertama adalah penerimaan bahan baku
di ruang produksi. Bahan baku brown crepe berasal dari lump mangkok dari perkebunan, lump
busa, scrap pohon, dan serpihan sisa pengolahan RSS.

C. Bau Busuk Bahan Olahan Karet


Selain memberikan dampak positif bagi perkembangan perekonomian Indonesia, di lain
pihak industri karet juga berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat selama proses
kegiatan produksinya, salah satunya adalah emisi gas penyebab bau tak sedap (polusi bau).
Sumber emisi gas yang menimbulkan bau tak sedap berasal dari beberapa kegiatan pengolahan,
salah satunya adalah kegiatan penyimpanan bahan olahan karet yang berupa lump. Lump yang
dikumpulkan dan disimpan dalam gudang penyimpanan akan mengalami penumpukan jika tidak
dapat diolah pada hari yang sama. Perkebunan besar biasa menyimpan lump karena kapasitas
produksi yang terbatas atau digunakan sebagai penyangga bahan baku produksi berikutnya.
Selama proses penyimpanan, lump mengalami reaksi aerob dan anaerob akibat aktivitas bakteri
yang menguraikan bahan organik serta menghasilkan gas-gas yang berbau busuk dan sangat

5
 
menyengat terutama amoniak, hidrogen sulfida serta senyawa organik lainnya yang mudah
menguap (Purwati, 2005).
Amoniak adalah senyawa dari nitrogen dan hidrogen dengan formula NH3 hasil
transformasi N-organik melalui proses amonifikasi (Jenie dan Rahayu 1993). Pada suhu dan
tekanan standar amoniak berbentuk agas. Amoniak memiliki bau yang tajam, bersifat toksik dan
korosif untuk beberapa bahan. Amoniak tidak berwarna dan berbau menyengat. Amoniak dapat
mencair pada suhu -33,70C dan menjadi padat pada suhu -750C berupa masa kristal putih. Gas
amoniak sangat berbahaya bagi manusia baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang serta
dapat menurunkan mutu akhir produk yang dihasilkan.
Hidrogen sulfida (H2S) adalah gas tidak berwarna, toksik, mudah terbakar dan
menyebabkan bau busuk. H2S dihasilkan ketika bakteri menguraikan bahan protein pada kondisi
anaerob. H2S mempunyai bau seperti telur busuk dan kadang lebih toksik dibandingkan karbon
dioksida (Lens dan Pol, 2000). Pada konsentrasi yang tinggi dapat menyebabkan diantaranya sakit
kepala, mual, dan muntah, pingsan serta pada konsentrasi lebih dari seribu ppm, akan
menyebabkan kehilangan kesadaran sampai kematian.

D. Limbah Industri Pengolahan Karet


Di proses pengolahan karet selain dihasilkan produk-produk yang diinginkan juga
dihasilkan produk lain berupa limbah. Limbah cair merupakan limbah terbesar yang dihasilkan
pada industri pengolahan karet. Dalam industri pengolahan karet, air digunakan sebagai bahan
pengencer lateks, pembuatan larutan-larutan kimia, pencuci hasil pembekuan dan alat yang
digunakan, serta mendinginkan mesin-mesin.
Limbah cair pabrik karet mengandung komponen karet (protein, lipid, karotenoid, dan
garam anorganik), lateks yang tidak terkoagulasi dan bahan kimia yang ditambahkan selama
pengolahan . Karakteristik limbah cair pabrik karet tersebut yaitu berwarna keruh dan berbau tidak
enak. Adanya bahan-bahan organik tersebut menyebabkan nilai BOD dan COD menjadi tinggi.
Limbah dengan karakteristik tersebut dapat mencemari lingkungan, baik pencemaran udara
maupun pencemaran air (Yulianti et al, 2005).
Selain itu, limbah yang dihasilkan pada industri pengolahan karet antara lain serum dari
hasil pemggumpalan lateks yang relatif bebas dari butir-butir karet dan limbah berupa lateks yang
sangat encer dan biasanya merupakan hasil pencucian tangki pengangkut dan penampung lateks di
tempat pengolahan (Nazaruddin dan Paimin,1992).
Menurut Sudibyo (1996), mengingat keterbatasan sumber air, baik air permukaan
(sungai) maupun air tanah (sumur arteris), maka industri karet sudah saatnya untuk melakukan
penghematan penggunaan air dengan cara melakukan kalkulasi menyeluruh kebutuhan air untuk
setiap tahapan proses, dan mempertimbangkan kemungkinan penggabungan proses atau
menghilangkan proses pencucian yang kurang perlu, serta memanfaatkan air buangan proses (daur
ulang air proses) dengan tanpa mengurangi mutu produk yang dihasilkan. Selain keterbatasan
sumber air, langkah penghematan air tersebut juga akan mengurangi debit air limbah yang
dihasilkan, sehingga secara langsung akan mengurangi beban pencemaran lingkungan yang
diakibatkan dari proses pengolahan.

6
 
E. Produksi Bersih
Pada tahun 1989/1990 UNEP (United Nations Environment Program) memperkenalkan
konsep Produksi Bersih yang didefinisikan sebagai : "Suatu strategi pengelolaan lingkungan yang
bersifat preventif dan terpadu yang perlu diterapkan secara terus menerus pada proses produksi
dan daur hidup produk dengan tujuan untuk mengurangi resiko terhadap manusia dan lingkungan."
Produksi bersih adalah suatu program strategis yang bersifat proaktif yang diterapkan
untuk menselaraskan kegiatan pembangunan ekonomi dengan upaya perlindungan lingkungan.
Strategi konvensional dalam pengelolaan limbah didasarkan pada pendekatan pengelolaan limbah
yang terbentuk (end-of pipe treatment). Pendekatan ini terkonsentrasi pada pembuangan limbah
dan upaya pengolahannya. Strategi ini dinilai kurang efektif karena bobot pencemaran dan
kerusakan lingkungan terus meningkat.
Menurut BAPEDAL (1996) dalam Indrasti dan Fauzi (2009) kendala yang muncul dalam
penerapan end of pipe treatment diantaranya adalah :
a. Sifat pendekatan adalah reaktif, artinya bereaksi setelah limbah terbentuk.
b. Limbah tetap terbentuk sehingga memberi peluang pengembangan teknologi pengolahan
limbah, tetapi upaya mengurangi limbah pada sumbernya cenderung tidak dilakukan.
c. Tidak efektif memecahkan masalah lingkungan karena sering kali kegiatan pengelolaan limbah
ini hanya mengubah bentuk limbah dan memindahkannya dari satu media ke media lain.
d. Upaya ini meningkatkan biaya produksi, tetapi tidak setinggi upaya perbaikan kerusakan dan
pencemaran.
e. Peraturan perundang-undangan yang ada masih terpusat pada pembuangan limbah, belum
mencakup upaya pencegahan.
Produksi bersih bertujuan mengefisienkan penggunaan sumber daya (bahan baku, energi,
dan air) dan mengurangi limbah industri. Teknologi produksi bersih merupakan gabungan antara
teknik pengurangan limbah pada sumber pencemar dan teknik daur ulang. Dalam produksi bersih,
limbah yang dihasilkan dalam keseluruhan proses produksi merupakan indikator ketidakefisienan
proses produksi. Oleh karena itu, apabila dilakukan optimasi proses, limbah yang dihasilkan juga
akan berkurang (Indrasti dan Fauzi, 2009).
Produksi bersih diterapkan antara lain pada :
a. Proses produksi meliputi penghematan bahan baku dan energi, penggantian bahan baku yang
bersifat racun, dan mengurangi jumlah dan kandungan bahan berbahaya pada limbah dan
emisi yang dihasilkan
b. Desain dan pengembangan produk meliputi pengurangan dampak negatif yang meliputi siklus
hidup dari suatu produk dari bahan baku hingga pembuangan akhir, dan
c. Industri jasa meliputi penerapan pertimbangan aspek lingkungan dalam desain dan pengadaan
layanan atau jasa (Indrasti dan Fauzi, 2009).
Beberapa upaya dan teknik yang dapat dilakukan dalam penerapan produksi bersih
disajikan pada Gambar 2.
Menurut Indrasti dan Fauzi (2009), secara garis besar, pemilihan penerapan produksi
bersih dapat dikelompokan menjadi lima bagian, yaitu:
a. Good house-keeping
Mencakup tindakan prosedural, administratif maupun instutusional yang dapat
digunakan perusahaan untuk mengurangi terbentuknya limbah dan emisi.

7
 
b. Perubahan material input
Bertujuan mengurangi atau menghilangkan bahan berbahaya dan beracun yang
digunakan dalam proses produksi. Perubahan material ini juga termasuk pemurnian bahan dan
substitusi bahan.
c. Perubahan teknologis
Mencakup modifikasi proses dan peralatan yang dilakukan untuk mengurangi limbah
dan emisi. Selain perubahan peralatan, perubahan teknologi ini juga dapat mencakup
perubahan tata letak pabrik, penggunaan peralatan otomatis dan perubahan kondisi proses.
d. Perubahan produk
Meliputi substitusi produk, konservasi produk, dan perubahan komposisi produk.
e. On-site reuse
Merupakan upaya penggunaan kembali bahan-bahan yang terkandung dalam limbah,
baik digunakan kembali pada proses awal maupun sebagai material input dalam proses yang
lain.

TEKNIK
PRODUKSI
BERSIH

Pengurangan Daur Ulang


Sumber Pencemar

Pengubahan Pengendalian Pengambilan Penggunaan


Produk Sumber Kembali Kembali
• Penggantian Pencemar Diproses untuk: • Pengembalian ke
produk • Mendapatkan proses asal
• Pengubahan kembali bahan asal • Penggantian
Komposisi • Memperoleh produk bahan baku untuk
Produk samping proses lain

Pengubahan Material Pengubahan Teknologi Tata Cara Operasi


Input • Pengubahan Proses • Tindakan-tindakan prosedural
• Pemurnian material • Pengubahan tata letak, • Pencegahan kehilangan
• Penggantian material peralatan atau perpipaan • Pemisahan aliran limbah
• Pengubahan tatanan dan • Peningkatan penanganan
ketentuan operasi • Penjadwaln produksi
• Otomatisasi peralatan

Gambar 2. Teknik - Teknik Produksi Bersih


Sumber : USAID (1997)

8
 
Penerapan produksi bersih di suatu industri dapat dikatakan pula sebagai upaya
minimisasi limbah. Menurut UNEP dan ISWA (2002) dalam Indrasti dan Fauzi (2009), ada tiga
tahapan utama dalam penerapan minimisasi limbah pada industri, yaitu:
1. Perencanaan dan struktur organisasi
Hal-hal yang dilakukan pada tahap ini adalah membentuk kesepakatan manajemen,
membuat program perencanaan, menentukan tujuan dan prioritas serta membentuk tim audit.
2. Mengidentifikasi limbah
Tahapan untuk mengidentifikasi limbah adalah mengidentifikasi proses produksi,
menetapkan input proses, menetapkan output proses, membuat neraca massa, mengidentifikasi
peluang, dan membuat studi kelayakan.
3. Penerapan, pengawasan dan pengontrolan
Hal-hal yang perlu dilakukan diantaranya adalah menyiapkan rencana pelaksanaan,
mengidentifikasi sumber, melaksanakan pengukuran, dan mengevaluasi kinerja yang telah
dilakukan.

9
 
III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian dilakukan selama dua bulan, dimulai pada bulan April 2012. Penelitian
dilakukan di industri pengolahan karet PT Condong Garut, Jawa Barat.

B. Tahapan Penelitian dan Pengumpulan Data


1. Tahap Persiapan
Tahap persiapan ini merupakan kegiatan menentukan lokasi penelitian, menetapkan
tujuan awal dan mencari referensi dan literatur yang berkaitan dengan kegiatan yang
dilakukan. Pencarian dan pembelajaran jurnal, buku, atau laporan yang berkaitan dengan
tema dan aspek-aspek penelitian.

2. Pengumpulan Data
Data primer diperoleh dari sumber data dengan menggunakan metode survei, dengan
melakukan wawancara secara langsung dan tidak langsung. Metode kedua adalah dengan
melakukan observasi, pengambilan data dengan melakukan pengukuran, pengamatan
proses produksi dan penggunaan bahan, air, energi secara langsung di lapangan. Metode
ketiga adalah metode penyebaran kuisioner kepada pihak-pihak yang bersangkutan seperti
manager dan pekerja.
Data sekunder yaitu data pendukung yang diperoleh dari penelitian sebelumnya, dan
data di industri pengolahan karet. Data juga diperoleh dari lembaga-lembaga yang
berhubungan dengan industri pengolahan karet seperti pusat penelitian dan pengembangan
karet.

3. Identifikasi Proses Produksi dan Analisis Munculnya Limbah


Pada tahapan identifikasi proses produksi dilakukan kegiatan menetapkan input
produksi, teknologi proses produksi, menetapkan output produksi dan menghitung neraca
massa pada setiap stasiun proses. Dari setiap proses produksi tersebut kemudian dilakukan
analisis terbentuknya limbah dan menentukan karakteristik secara kuantitas limbah yang
dihasilkan setiap proses.

4. Analisis Penerapan Produksi Bersih secara Teknik, Ekonomi dan Lingkungan


Analisis teknik menjelaskan mengenai kemudahan dalam segi teknik alternatif yang
dipilih. Analisis ekonomi memperkirakan biaya dan kemungkinan penghematan dan
keuntungan yang dapat diperoleh dari penerapan pilihan produksi bersih dan pengelolaan
lingkungan industri pengolahan karet di Garut. Analisis lingkungan merujuk kepada
dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan jika mengambil alternatif yang dipilih.

5. Analisis Penerapan produksi bersih secara kualitatif


Analisis penerapan produksi bersih secara kualitatif menggunakan metoda
Analytical Hierarchi Process (AHP), untuk mendapatkan prioritas penerapan alternatif
produksi bersih pada pengolahan karet. Menurut Marimin (2005), Analytical Hierarchi
Process (AHP) adalah metode yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan suatu
masalah yang disederhanakan dalam suatu kerangka berpikir yang terorganisir, sehingga
memungkinkan dalam pengambilan keputusan yang efektif. Prinsip kerja AHP adalah

10
 
penyederhanaan suatu kompleks yang tidak terstruktur, strategik, dan dinamik menjadi
bagian-bagiannya, serta menatanya dalam suatu hirarki. Tingkat kepentingan setiap elemen
diberi nilai numerik secara subjektf tentang arti penting elemen tersebut secara relatif
dibandingkan dengan elemen yang lain. Sintesa kemudian dilakukan untuk menetapkan
elemen yang memiliki prioritas tinggi dan mempengaruhi hasil pada sistem. Software yang
digunakan untuk mengolah data nilai tingkat kepentingan dengan metode AHP adalah
Expert Choice 2000.
Gambar 3 menunjukkan bagan struktur hirarki dari AHP yang akan digunakan.
Setiap elemen dalam struktur hirarki yang terdiri atas faktor, aktor, dan strategi ditentukan
secara mandiri. Responden untuk penelitian ini terdiri dair karyawan industri karet yang
mengerti akan proses produksi, pegawai dari Kementerian Lingkungan Hidup, dan Peneliti
dari Pusat Penelitian Karet Bogor. Alur penelitian, dapat dilihat pada Gambar 4.

TUJUAN

Ekonomi Lingkungan Ekonomi

Pelaku industri Litbang Lembaga pemerintah

Strategi 1 Strategi 2 Strategi 3

Gambar 3. Struktur Hirarki dengan Analitycal Hierachy Process (AHP)

Mulai

Persiapan

Identifikasi Proses
Produksi dan Analisis
Munculnya Limbah

Analisis Penerapan Produksi


Bersih secara Teknik, Ekonomi,
dan Lingkungan

Analisis Penerapan
Produksi Bersih secara
Kualitatif

Selesai

Gambar 4. Diagram Alir Tahapan Penelitian

11
 
IV. PROFIL INDUSTRI

A. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan


Pada awalnya perkebunan Condong Garut merupakan perkebunan swasta Inggris yang
berkedudukan di London, sedangkan kepengurusannya dilaksanakan oleh NV J.A. WATTIE &
CO. Ltd yang berkedudukan di Jakarta, perkebunan ini dibuka sejak tahun 1900 namun secara
resmi akte pendiriannya baru pada tahun 1910 dengan tanaman karet sebagai tanaman pokok pada
saat itu. Sejak tahun 1963 sampai dengan sekarang, perkebunan Condong Garut telah beberapa
kali berganti nama serta pemilik. Mulai perkebunan Condong P.P. Dwikora V sampai kini di
bawah pemilik PT. Rejosari Bumi dan Hutomo Mandala Putra di bawah pimpinan Bapak H. Herry
Sunardi.
Komoditas Karet ditanam di atas lahan seluas 2529.43 Ha dan areal lahan pembibitan
seluas 9.67 Ha. Pabrik pengolahan dibangun pada tahun 1987 dengan luas pabrik 0.85 Ha, dapat
menghasilkan karet kering sebanyak 4-5 ton per hari. Produk yang dihasilkan adalah RSS dan
estate brown crepe. Kualitas karet terdiri dari RSS I, RSS II, dan Cutting serta estate brown crepe
I, II, III, dan cutting

B. Proses Produksi
a. Ribbed Smoked Sheet (RSS)
Ribbed Smoked Sheet (RSS) adalah salah satu produk yang paling baik dari suatu
pabrik pengolahan getah karet atau lateks. Produk ini merupakan lembaran karet tipis,
berwarna kuning kecoklatan dan agak transparan serta mempunyai kelenturan yang sangat
baik.
Proses pengolahan RSS di PT Condong Garut dimulai dengan penerimaan lateks di
pabrik. Lateks dari tangki pengangkut dimasukkan ke dalam bak penampung, terlebih dahulu
diambil contohnya untuk pembuatan monster atau contoh. Lateks yang telah diterima
kemudian dialirkan dari tangki pengangkut ke bak penampungan dan dilakukan penyaringan.
Penyaringan lateks ini dilakukan untuk memisahkan lateks dari kotoran-kotoran yang ikut
bersama lateks serta memisahkan lateks dari lump busa. Penyaringan dilakukan di atas bak
penampung dengan menggunakan saringan kasar (60 mesh).
Proses selanjutnya adalah pengenceran yang merupakan perlakuan mengubah kadar
karet kering (KKK) kebun menjadi KKK baku yang dikehendaki. Dengan adanya
pengenceran ini maka akan diperoleh koagulum yang mempunyai kekuatan yang sama,
sehingga penggilingan berjalan lancar. Air yang digunakan pada proses pengenceran ini
tergantung kepada kepekatan lateks awal dan kepekatan yang diminta untuk proses
pengolahan selanjutnya.
Proses selanjutnya pembekuan yang bertujuan untuk mempersatukan butir-butir karet
yang terdapat dalam cairan lateks, sehingga menjadi satu gumpalan atau koagulum. Tingkat
kekerasan koagulum tergantung pada KKK, lama pembuatan, dan jumlah asam yang
ditambahkan. Semakin tinggi KKK dalam lateks akan semakin keras pula gumpalannya.
Semakin lama proses pembekuan berlangsung dan semakin banyak asam yang ditambahkan,
akan semakin keras pula koagulum yang dihasilkan
Sebelum penambahan asam format, dilakukan penyaringan dengan menggunakan
saringan halus 40 mesh, busa yang berada di permukaan lateks dibuang. Pembuangan dengan
menggunakan plat aluminium yang dibengkokkan. Sesudah asam format ditambahkan ke
dalam lateks kemudian diaduk dengan menggunakan pengaduk. Hasil pengadukan ini

12
 
menimbulkan busa sehingga busa dibuang kembali untuk kedua kalinya. Setelah busa dibuang
semua, kemudian dipasang sekat. Sebelum sekat-sekat itu dipasang, sekat dibasahi terlebih
dahulu dengan air agar tidak ada udara yang terjepit dan tidak ada gelembung udara dalam
RSS yang dihasilkan. Proses pembekuan ini biasanya berlangsung sekitar 1-2 jam.
Proses selanjutnya adalah penggilingan yang bertujuan untuk memisahkan sebagian
besar air yang terkandung dalam gumpalan. Dengan cara penggilingan permukaan sheet
menjadi lebih lebar, sehingga akan mempercepat pengeringan. Dengan adanya alur pada sheet
juga akan berpengaruh pada pengemasan, karena sheet tidak mudah melekat antara sheet satu
dengan lainnya. Di atas gilingan-gilingan tersebut dilengkapi dengan saluran air bersih yang
disemprotkan untuk pencucian lembaran karet selama penggilingan.
Lembaran karet setelah digiling, dicuci dalam bak berisi air bersih sehingga lembaran
bersih dari serum dan tidak melekat satu sama lainnya, serta untuk menghindarkan
penampakan yang menghitam pada karet keringnya dan menghambat pertumbuhan jamur.
Pencucian juga dapat menyebabkan warna karet menjadi muda dan jernih.
Lembaran karet setelah dicuci digantung untuk membiarkan air menetes paling lama
satu jam. Penetesan tidak boleh terlalu lama, sebab dapat mengakibatkan kesalahan-kesalahn
seperti timbulnya noda merah pada sheet kering. Penetesan dilakukan pada tempat yang
berangin dan teduh.
Proses selanjutnya adalah pengasapan dan pengeringan bertujuan agar bahan–bahan
yang ada di dalam asap yang mempunyai sifat pengawet diserap oleh permukaan karet yang
masih basah. Selain sebagai pengawet, asap juga berfungsi sebagai pengering. Mutu sheet
yang baik dapat diperoleh dengan cara mengatur jumlah asap, suhu dan sirkulasi udara yang
diperlukan dengan baik dan tepat.

b. Estate Brown Crepe


Estate Brown crepe adalah jenis crepe yang dibuat dari bahan lump, scrap pohon,
potongan-potongan sisa dari RSS atau slab basah. Proses pertama adalah penerimaan bahan
baku di ruang produksi. Bahan baku brown crepe berasal dari lump mangkok dari
perkebunan, lump busa, scrap pohon, dan serpihan sisa pengolahan RSS.
Bahan baku tersebut ditimbang terlebih dahulu kemudian bahan baku dimasukkan ke
dalam bak yang sebelumnya sudah diisi air untuk dilakukan pencucian. Pencucian dilakukan
untuk menghilangkan berbagai macam kotoran pada bahan baku. Dalam waktu bersamaan,
dilakukan juga proses sortasi bahan baku. Proses sortasi bahan baku ini untuk memisahkan
bahan baku yang masih dalam kondisi baik dan yang jelek. Bahan baku yang baik biasanya
berasal dari lump busa dan sisa pengolahan RSS (slab basah), sedangkan bahan baku yang
jelek berasal dari lump mangkok ataupun scraps yang biasanya terkontaminasi oleh daun,
ranting ataupun kerikil.
Proses selanjutnya adalah proses pencacahan yang bertujuan untuk menghancurkan
padatan dan menghancurkan kotoran dan lendir pada bahan baku. Kemudian dilanjutkan
proses pembentukan crepe, dimana dibentuk lembaran kasar dengan ketebalan sampai 5 mm.
Pada proses pembentukan ini lump cacahan akan dipres dan dibentuk menjadi lembaran
setengah jadi (lembaran kasar). Pada proses ini digunakan cairan H2SO4 (Asam Sulfat) untuk
membentuk lembaran crepe yang mantap. Kemudian dilanjutkan proses finishing yakni
membentuk lembaran dengan penggiling dengan ketebalan 2-5 mm.
Setelah semua lembaran crepe selesai terbentuk kemudian ditimbang dan dilakukan
proses pengeringan dengan bantuan matahari. Proses pengeringan dilakukan selama 30-45

13
 
hari lamanya. Setelah lembaran crepa kering merata, maka dilakukan sortasi crepe dimana ada
tiga mutu yakni brown crepe I, brown crepe II, brown crepe III, dan cutting.

14
 
V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Proses Produksi Ribbed Smoked Sheet dan Estate Brown Crepe


Lateks hasil sadapan dari kebun diangkut ke tiap afdeling. Lateks dikumpulkan disebuah
bak yang ada tiap afdeling yang sebelumnya dilakukan penyaringan untuk membuang kotoran-
kotoran yang terbawa saat penyadapan. Kemudian lateks yang sudah terkumpul tersebut diukur
volumenya dan dimasukkan ke dalam tangki dan dibawa ke pabrik. Setibanya di pabrik, dilakukan
pengukuran volume dan selalu terjadi pengurangan volume karena selama di perjalanan terjadi
goncangan yang menyebabkan lateks berbusa.
Lateks kebun yang memiliki nilai Kadar Karet Kering (KKK) 25-30 % dilakukan
pengenceran. Pengenceran tersebut dilakukan dengan tujuan untuk menurunkan nilai KKK hingga
mencapai 14% agar warna lateks yang dihasilkan lebih cerah. Pengenceran dengan cara
menambahkan air tersebut, bertujuan untuk memudahkan penghilangan gelembung udara atau gas
yang terdapat di dalam lateks, serta dapat melunakkan bekuan lateks sehingga mengurangi tenaga
yang diperlukan untuk proses penggilingan.
Selama proses pencampuran di tahap ini menghasilkan limbah, limbah terbentuk pada
saat penyaringan lateks ke dalam bak pencampuran. Limbah yang dihasilkan berupa lump busa
yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan estate brown crape.
Pada proses pembekuan, lateks yang telah diencerkan, dicampurkan dengan larutan asam
format. Banyaknya asam format yang digunakan pada tahap ini, sangat tergantung dari jumlah
campuran lateks yang akan dibekukan. Semakin tinggi jumlah lateks yang akan dibekukan
semakin tinggi pula larutan asam format yang dibutuhkan untuk membantu mempercepat proses
pembekuan. Pada proses ini juga dihasilkan limbah berupa lump busa ketika dilakukan proses
pengadukan saat menghomogenkan lateks dan asam format.
Proses penggilingan yang bertujuan untuk menipiskan bekuan serta mengeluarkan sisa
bahan kimia dan air yang masih terkandung dalam bekuan, dilakukan dengan bantuan dua operator
untuk menarik bekuan menuju mesin sheeter. Dalam proses ini memperlihatkan adanya
penggunaan air dalam jumlah besar yang bertujuan untuk memudahkan bekuan untuk mengapung,
sehingga meringankan tenaga operator dalam menarik bekuan. Air dialirkan melalui talang air
menuju bak pembekuan kemudian bekuan diambil dari bak dan dialirkan menuju mesin
penggilingan. Proses penggilingan dengan sheeter menghasilkan limbah cair berwarna putih pekat.
Air limbah langsung dialirkan menuju kolam IPAL, dimana limbah tersebut terdiri dari air yang
digunakan untuk mengapungkan bekuan dan air ataupun bahan kimia yang keluar dari bekuan
setelah diberi tekanan oleh sheeter.
Sheet tersebut kemudian dimasukkan dalam rumah asap selama 4-6 hari. Dimana suhu
dalam rumah asap selalu dikontrol oleh petugas agar proses pengeringan sheet dapat sempurna.
Selama di dalam rumah asap sheet akan mengalami penurunan bobot, akibat proses pematangan
yang menghilangkan kandungan air yang terkandung dalam sheet.
Pada proses produksi estate brown crepe dimulai dari proses pencucian yang
dimaksudkan untuk menyingkirkan benda selain bahan baku, misalnya daun, plastik, ranting kayu
serta benda dan kotoran lainnya yang terikut dalam tumpukan lump. Pada proses ini lump
direndam dalam bak penampungan. Selain itu pada tahap ini lump dikelompokkan, dimana lump
yang sudah jelek yang berwarna coklat kehitaman dipisahkan dengan lump yang masih segar yang
berwarna putih.
Limbah yang dihasilkan berupa limbah cair dari air sisa pencucian dan limbah padat.
Limbah cair tersebut langsung dibuang ke saluran IPAL yang berada di samping pabrik. Lump

15
 
yang telah dicuci dan disortasi kemudian dilakukan pencacahan oleh mesin pencacah. Pencacahan
ini bertujuan untuk menghancurkan padatan dan menghancurkan kotoran dan lendir yang tidak
terambil ketika pencucian di awal. Pada proses ini air harus selalu dialirkan sebagai pendingin dan
untuk membersihkan kotoran. Pada proses ini dihasilkan limbah berupa limbah cair dan limbah
berupa kotoran.
Pada proses pembentukan, lump yang berbentuk bongkahan-bongkahan dibentuk
lembaran kasar dengan ketebalan 5 cm dengan menggunakan cairan H2SO4 (asam sulfat) untuk
membentuk lembaran crepe yang mantap. Pada proses ini air juga harus terus dialirkan sebagai
pendingin agar karet tidak panas dan lengket. Limbah yang dihasilkan adalah limbah cair yang
mengandung asam sulfat..
Proses ini membentuk lembaran-lembaran krep yang memiliki ketebalan 5 cm digiling
hingga memiliki ketebalan 1-2 cm. Pada proses ini tidak lepas dari penggunaan air untuk
menghindari panas yang disebabkan oleh mesin. Oleh karena itu dihasilkan juga limbah cair yang
tidak sedikit. Selain limbah cair yang dihasilkan dari mesin, pekerja juga terkadang
menyemprotkan air ke lantai untuk mencegah timbulnya bau dan mengeringnya lateks dilantai.
Hal ini menyebakan banyak air menggenang di lantai. Crepe yang telah selesai digiling kemudian
ditimbang dan dilakukan proses pengeringan. Pengeringan dilakukan secara alami dengan bantuan
matahari selama 30-45 hari.

B. Neraca Massa
Analisis penerapan produksi bersih bertujuan untuk mengetahui potensi penerapan produksi
bersih di PT Condong Garut. Sebelum melakukan analisis, neraca massa harus dihitung dan dikaji
terlebih dahulu. Neraca massa dapat membantu untuk mengetahui sumber limbah dan dapat
membantu dalam analisis untuk menetukan pilihan produksi bersih yang tepat untuk
meminimalkan bahan baku, energi, dan limbah yang terbuang. Perhitungan neraca massa ini
dilakukan berdasarkan penelitian dari Samuel Saortua Manullang (2006) dan dari pengamatan di
lapangan.

a. Ribbed Smoked Sheet


1. Stasiun Penerimaan

Lateks Kebun
9000 kg Penerimaan Lateks Bersih
8820 kg

Lump Busa (±2% dari lateks kebun)


180 kg

Gambar 5. Neraca massa proses penerimaan lateks

16
 
2. Stasiun Pengenceran

Lateks Kebun
8820 kg

Air Pengenceran Campuran Lateks


7560 kg 16216,4 kg

Limbah (±1% dari input)


163,8 kg

Gambar 6. Neraca massa proses pengenceran lateks

3. Stasiun Pembekuan

Campuran Lateks
16216,4 kg

Asam Format Bekuan


32,40 kg Pembekuan 16086,31 kg

Lump Busa (± 1% dari input)


162,49 kg

Gambar 7. Neraca massa proses pembekuan lateks

4. Stasiun Penggilingan
Bekuan tebal
16086,31 kg

Air Bekuan tipis


Sheeter
45670,58 kg 8023,36 kg

Air Limbah Lump Basah


53688,53 kg 45 kg

Gambar 8. Neraca massa proses penggilingan sheet

5. Stasiun Pengasapan
Bekuan tipis RSS
Ruang Pengasapan 3209,35 kg
8023,36 kg

Uap Air
4814,01 kg

Gambar 9. Neraca massa proses pengasapan sheet

17
 
b. Estate Brown Crepe
1. Pencucian dan Sortasi

 
Lump Mangkok,lump busa,
  scraps dan slab basah
1000 kg 
 
 
  Pencucian Lump bersih
Air Dan 950 kg 
  850 Kg Sortasi
 
  Limbah cair Kotoran
850 kg  50 kg 

Gambar 10. Neraca massa proses pencucian dan sortasi bokar

2. Pencacahan

Lump bersih
950 kg 

Lump cacah
Air Pencacahan 910 kg
480 kg

Limbah cair
520 kg

Gambar 11. Neraca massa proses pencacahan bokar

3. Pembentukan
Lump cacah
910 kg

Air
550 kg Crepe tebal
Pembentukan  728 kg
H2SO4
3,5 L

Limbah cair
732 kg
Gambar 12. Neraca massa proses pembentukan crepe

18
 
4. Finishing

Crepe tebal
728 kg

Air Crepe tipis


480 kg Finishing 532 kg

Limbah cair
676 kg

Gambar 13. Neraca massa proses finishing

5. Pengeringan

  Crepe tipis Estate Brown Crepe


532 kg  Pengeringan 317 kg
 
  Uap air
532

Gambar 14. Neraca massa proses pengeringan

Tabel 2. Sistem Kesetimbangan Massa Proses Produksi Karet


Sumber Pilihan
Proses Input Produk Limbah
Data Produksi Bersih
A. RSS
• Penerimaan lateks Lateks kebun Lateks bersih Lump busa 2 Bahan baku EBC

• Pengenceran Lateks bersih Camp Lateks Lump busa 1 Bahan baku EBC
dan air
• Pembekuan Camp. Lateks Bekuan tebal Lump busa 3 Bahan baku EBC
dan asam format
• Penggilingan Bekuan tebal Bekuan tipis Slabs basah 3 Bahan baku EBC
dan Air dan air
• Pengeringan Bekuan tipis RSS Uap air 3 IPAL

B. Estate Brown Crepe


• Pencucian dan Lump, scrap dan Lump bersih Air dan
Sortasi 2 IPAL
slab basah kotoran
3 IPAL
• Pencacahan Lump bersih Lump cacah Air
3 IPAL
• Pembentukan Lump cacah dan Crepe tebal Air
asam sulfat
3 IPAL
• Finishing Crepe tebal dan Crepe tipis Air
asam sulfat
3 IPAL
• Pengeringan Crepe tipis Estate brown Uap Air
crepe

Keterangan
1. Pengukuran langsung
2. Informasi dari lapangan
3. Studi pustaka

19
 
C. Penanganan Limbah yang Diterapkan
Penanganan limbah PT Condong Garut sudah menggunakan Instalasi Pengolahan Air
Limbah (IPAL). Semua limbah cair dari proses produksi akhirnya akan masuk ke IPAL. Limbah
cair tersebut diolah sedemikan rupa hingga tidak mencemari sungai ketika dibuang. Proses
pengolahan limbah cair yang dihasilkan dari produksi RSS dan estate brown crape menggunakan
sistem pengolahan biologi yang terdiri dari kolam rubber trap, kolam aerasi, kolam pengendapan
dan kolam testimoni. Kolam rubber trap digunakan untuk memisahkan padatan dari limbah cair
yaitu partikel-partikel karet yang tidak menggumpal pada proses koagulasi.
Pengolahan biologi merupakan suatu teknik untuk pengolahan limbah cair yang
mengandung senyawa organik dengan memanfaatkan kemampuan purifikasi alamiah oleh
mikroba. Sistem proses biologi merupakan cara yang paling luas digunakan untuk mengolah
limbah cair yang mengandung senyawa organik dan untuk meningkatkan efektivitas pengolahan
limbah (Metcalf dan Eddy, 1991). Pengolahan biologi yang dilakukan oleh PT Condong Garut
dengan menggunakan sistem lumpur aktif.
Proses lumpur aktif adalah suatu sistem yang menguraikan senyawa organik dengan
menggunakan bakteri atau mikroba pengurai yang bersifat aerob dengan perbandingan keduanya
dikontrol agar selalu tetap. Dalam proses penguraian senyawa organik dengan lumpur aktif dibuat
bersinggungan dengan waktu yang memadai sambil diberikan pasokan oksigen (udara) sehingga
senyawa organik dalam limbah akan terurai.
Pada sistem lumpur aktif, berbagai macam bakteri, fungi, protozoa, dan metazoa hidup
dalam kumpulan didalamnya dan membentuk struktur piramida rantai makanan. Sistem lumpur
aktif terdiri dari kolam aerasi yaitu tempat lumpur aktif (kumpulan dari mikroba dan bakteri aerob)
dan limbah cair bercampur sambil diberi udara (oksigen). Di kolam ini senyawa organik (BOD,
COD) diuraikan oleh mikroba aerob. Setelah penguraian senyawa organik di dalam kolam aerasi
telah selesai, campuran lumpur dan air dialirkan ke kolam pengendapan untuk dilakukan
pemisahan air dan lumpur. Air yang terpisah yang kandungan BODdan COD sudah berkurang
dialirkan keluar ke kolam testimoni sedangkan lumpurnya dialirkan kembali ke kolam aerasi.
Dari pengolahan limbah cair karet dengan sistem lumpur aktif dihasilkan lumpur berlebih
yang berasal dari kolam pengendapan akhir dan padatan terapung (scum). Scum merupakan hasil
endapan melayang dari proses penguraian oleh bakteri. Scum tersebut dikeringkan dan
diaplikasikan di sekitar tanaman kelapa sawit karena dapat untuk memperbaiki sifat fisik-kimia
tanah.

D. Prinsip Produksi Bersih yang Sudah Diterapkan


Bahan baku berupa lateks kebun hasil sadapan yang diterima oleh pabrik, sebelum
dikirim ke pabrik untuk diolah telah mengalami penyaringan di stasiun penerimaan lateks yang
berada di areal perkebunan karet. Penyaringan tersebut menyebabkan lateks yang diterima oleh
pabrik, telah bebas dari limbah padat berupa ranting, daun ataupun bahan padat lain yang
tercampur dalam lateks. Usaha penyaringan lateks di stasiun dapat mengurangi beban limbah yang
akan ditangani oleh IPAL pabrik.
Selain itu usaha produksi bersih dilakukan dengan cara menggunakan kembali lump
mangkok, scraps dan serpihan sisa pengolahan RSS (slab basah) untuk bahan baku pembuatan
estate brown crape. Selain itu menggunakan kembali lump busa untuk diolah dan digunakan
sebagai pelapis RSS jenis cutting. Selain itu, tata letak di PT Condong Garut sudah sesuai urutan
proses produksi sehingga proses produksinya efisien dan lantai produksi juga sudah berupa
keramik sehingga keadaan ruangan produksi terlihat bersih.

20
 
Tabel 3. Karakteristik Limbah Hasil Pengolahan IPAL
Komponen Satuan Maksimum Sebelum IPAL Setelah IPAL
pH 6-9 6,27 7,19
BOD mg/l 100 1778 12
COD mg/l 250 2970 19,8
N-Nitrat mg/l 25 32,24 3,6
NH3-N mg/l 15 5,45 2,21
TSS mg/l 100 600 18

E. Strategi Produksi Bersih yang Dapat Diterapkan


Produksi bersih dapat meningkatkan efisiensi produksi dan memberikan manfaat positif
bagi lingkungan. Pada dasarnya PT Condong Garut sudah mengetahui pilihan-pilihan yang dapat
memperbaiki produksi karet. Namun hal ini belum dapat dilakukan karena berbagai alasan.
Pilihan produksi bersih yang dapat diterapkan oleh PT Condong Garut antara lain
penerapan good housekeeping yang meliputi penghematan air dengan adanya pemantauan air dan
membuat bak penampungan bahan baku bokar untuk meningkatkan kualitas produk estate brown
crepe yang dihasilkan. Produksi bersih juga dilakukan dengan penggantian bahan penggumpal
yang alami yakni asap cair yang berasal dari pirolisis cangkang kelapa sawit dan pemanfaatan
partikel karet yang terdapat pada kolam rubber trap untuk bahan baku alas kaki.

F. Analisis Alternatif Penerapan Produksi Bersih secara Kajian di Lapangan


Analisis alternatif penerapan produksi bersih didasarkan pada peninjauan secara langsung
terhadap industri pengolahan karet di PT Condong Garut. Analisis ini ditinjau dari beberapa aspek
yakni aspek teknis, aspek lingkungan dan aspek ekonomi. Aspek teknis artinya meninjau dari
kemudahan dalam penerapan teknologi dari pilihan yang diberikan. Aspek lingkungan artinya
meninjau dampak yang diakibatkan terhadap lingkungan, sedangkan aspek ekonomi adalah
meninjau penambahan pemasukan atau penghematan yang diberikan dari penerapan pilihan
produksi bersih tersebut.
1. Penerapan Good housekeeping
Terdapat beberapa macam pilihan dalam hal penerapan good housekeeping ini, antara
lain pemantauan pemakaian air ketika proses produksi berlangsung. Meskipun sumber air yang
digunakan berasal dari mata air pegunungan yang sangat melimpah, namun dengan melakukan
good housekeeping ini penggunaan air dapat terkendali.
Pembuatan bak penampung bokar juga dapat dilakukan untuk menjaga mutu bokar.
Selama ini, bokar yang diangkut dari kebun hanya diletakkan di lantai produksi yang tergenang
air. Hal tersebut dapat menyebabkan penurunan mutu bokar dan menyebabkan bau tidak yang
tidak enak. Oleh karena itu, perlu adanya penampungan bokar sebelum bokar di cuci.
Dari segi teknis, penerapan good housekeeping tersebut mudah dilakukan karena hanya
membutuhkan tambahan peralatan yang sederhana dan dibutuhkan pengontrolan produksi yang
baik. Penerapan good housekeeping ini akan berdampak pada jumlah limbah cair yang
ditangani oleh IPAL akan berkurang, mutu produk akan terjamin, dan kebersihan tempat
produksi akan terjaga.

Aspek Ekonomi
a. Biaya pembelian bak penampung dari aluminium dengan volume 2 m3 dengan asumsi
biaya = Rp 400.000,00 (sumber harga dari PT Condong Garut)

21
 
b. Asumsi dengan adanya bak penampung bokar akan terjadi peningkatan mutu untuk
estate brown crepe I sebesar 5% (PT Condong Garut). Peningkatan mutu ini diartikan
bokar lebih terjaga kebersihannya sehingga tidak terjadi kontaminasi dengan mikroba
yang menyebabkan penurunan mutu berupa bau dan kerusakan partikel karet di dalam
bokar.
Pada tahun 2011 PT Condong Garut rata-rata menghasilkan 20.000 kg estate brown
crepe/bulan dengan komposisi 17% mutu I, 51% mutu II, 25% mutu III dan 7% mutu
cutting.
Peningkatan mutu dari mutu II menjadi mutu I (5%X51%) X 20.000kg/bulan = 510
kg/bulan
Keuntungan : 510 kg/bulan X Rp 3000,00 (selisih harga mutu I dan II, PT Condong
Garut) = Rp 1.530.000/bulan

Paybackperiod= = = 0,26 bulan

2. Penggantian Bahan Penggumpal yang Anti Bakteri


Proses penggumpalan RSS di PT Condong Garut dilakukan dengan menggunakan zat
kimia berupa asam format. Penggunaan asam format tersebut bisa digantikan dengan
menggunakan bahan yang lebih ramah lingkungan yakni asap cair atau Deorub. Deorub adalah
cairan berwarna cokelat dengan pH sekitar 2,5 yang diproduksi melalui proses pirolisis
tempurung kelapa sawit dalam suatu reaktor tertutup pada suhu 300-4000C selama 8-10 jam
(Solichin, 2007).
Asam asetat yang terdapat di dalam asap cair dapat digunakan sebagai penggumpal lateks
kebun (Solichin, 2003), sedangkan senyawa-senyawa fenolik terbukti sebagai anti oksidan, anti
bakteri, dan anti jamur (Darmadji dan Rahardjo, 2002). Sifat anti oksidan yang akan
melindungi molekul karet dari oksidasi pada suhu tinggi sehingga nilai PRI akan tetap tinggi.
Sifat anti bakteri tidak hanya mencegah pertumbuhan bakteri tetapi juga membunuh bakteri, di
dalam lateks atau koagulum, sehingga mencegah terjadinya bau busuk dari koagulum yang
diberi koagulum, sementara sifat anti jamur mencegah pertumbuhan jamur pada sheet kering
dan senyawa karbonil akan memberikan warna cokelat yang seragam pada sheet kering.
Penggantian bahan penggumpal ini cukup memungkinkan diterapkan di industri
pengolahan karet PT Condong Garut. Dari segi teknis proses penggantian ini mudah dilakukan
karena prosesnya tidak jauh berbeda dengan penggunaan asam format. Penggunaan asap cair
ini juga dapat dilakukan untuk mengurangi bau busuk bokar pada saat pengolahan estate brown
crepe. Asap cair tersebut hanya disemprotkan saja ke tumpukan bokar. Cairan tersebut dapat
mengurangi bau busuk pada bokar karena dapat mengurangi pertumbuhan mikroba dan bakteri
yang hidup di bokar. Perbedaan mutu sheet yang dihasilkan antara asam format dan asap cair
dapat dilihat pada Tabel 3.
Penentuan nilai Plasticity Retention Index (PRI) adalah ukuran dari besarnya sifat
keliatan (plastisitas) karet mentah sebelum (Po) dan sesudah (Pa) pengusangan pada suhu
1400C selama 30 menit. Nilai PRI yang tinggi menunjukan ketahanan yang tinggi terhadap
degradasi oleh oksidasi serta tingkat kekuatan produk. Dengan mengetahui nilai PRI dapat
diperkirakan mudah atau tidaknya karet menjadi lengket selama penyimpanan atau jika
dipanaskan. Viscositas Rubber (VR) ) merupakan panjangnya rantai molekul karet atau BM
serta derajat pengikatan silang rantai molekulnya. Semakin tinggi BM hidrokarbon karet

22
 
semakin panjang rantai molekul dan semakin tinggi tahanan terhadap aliran, dengan kata lain
karetnya semakin viskos dan keras.
Tabel 4. Perbedaan mutu sheet yang dihasilkan antara asam format dan asap cair
No Parameter Asam format Asap cair

1 Dosis 55 ml larutan 2% 80 ml larutan 5%


2 Kecepatan beku 12 menit 16 menit
3 Warna bekuan Putih Coklat krem
4 Bau Bau busuk Bau asap
5 Serum Putih Coklat jernih
Mutu
6 Po 46 49
7 Pa 40 43
8 PRI 85 89
9 VR 75 80
Sumber : Balai Penelitian Sumbawa, 2005

Aspek Ekonomi
Keunggulan asap cair untuk penggumpalan lateks pada pengolahan RSS dibandingkan
dengan menggunakan asam format adalah dapat mengurangi waktu pengeringan dari 120 – 144
jam atau 5 – 6 hari menjadi 36 – 48 jam atau 1,5 – 2 hari (Solichin, 2007). Penghematan waktu
disebabkan karena dengan menggunakan koagulan asap cair maka waktu pengasapan yang
berfungsi sebagai proses pengawetan dapat dihilangkan. Proses pengawetan tersebut terjadi
pada saat pembekuan sehingga pengasapan hanya berfungsi sebagai pengering sheet saja.
Dengan demikian jumlah kayu karet yang digunakan sebagai bahan bakar untuk menghasilkan
asap dan panas dapat dikurangi. Perbandingan biaya pengolahan tersebut adalah seperti
dipaparkan pada Tabel 5.

Tabel 5. Perbandingan biaya penggunaan koagulan asap cair dan asam format pada pengolahan
RSS untuk produksi empat ton karet kering di PT Condong Garut menggunakan
formula perhitungan menurut Solichin (2007)
Biaya per kg karet kering (Rp)
Uraian
Asap cair Asam format
Asam format 6 ml/kg karet kering Rp - 288.000
12.000/liter
Asap cair 75 ml/kg karet kering Rp 1.260.000 -
4.200/liter
Kebutuhan kayu karet untuk 6 hari - 2.080.000
pengeringan (4m3/ton karet kering harga Rp
130.000/m3)
Kebutuhan kayu karet untuk 2 hari 691.600 -
3
pengeringan (1,33m /ton karet kering harga
Rp 130.000/m3)
Jumlah biaya 1.951.600 2.368.000
Penghematan biaya/kg karet kering Rp (%) 410.400 (17,6%)

23
 
3. Pemanfaatan Partikel – Partikel Karet pada Kolam Rubber Trap
Proses pengolahan limbah cair di IPAL, pada kolam rubber trap masih terkandung
partikel-partikel karet yang masih dapat digunakan sebagai bahan baku alas kaki (Utomo,
2006). Partikel-partikel karet tersebut akan terapung di permukaan kolam dan apabila sudah
menumpuk, partikel tersebut dapat diambil dan dimasukkan ke dalam wadah dan kemudian
dijual ke industri alas kaki. Dari segi teknis pemanfaatan partikel ini mudah dilakukan karena
hanya mengambil partikel yang terapung tanpa ada perlakuan yang sulit. Industri yang akan
memanfaatkan partikel karet ini akan mendapatkan bahan baku yang lebih bersih karena ada
penampungan awal untuk mengumpulkan partikel sehingga terhindar dari kotoran seperti
tanah. Penggunaan kembali atau daur ulang partikel karet di kolam rubber trap penting
dilakukan karena dengan daur ulang ini akan mengurangi kandungan karet yang terkandung
dalam air limbah buangan sehingga bahaya terhadap lingkungan dapat diminimalkan.

Aspek Ekonomi
a. Biaya pembelian alat pengutip limbah = Rp 110.000,- (sumber dari
alatcleaning.com)
b. Biaya pembuatan bak penampung dengan volume 1,5 m3 dengan asumsi biaya
pemasangan batu bata sebesar Rp 100.000/m3. Jadi biaya pembuatan bak sebesar 1,5
m3 X Rp 100.000/m3. = Rp 150.000,00 (sumber dari narasumber di PT Condong
Garut)
Total biaya investasi = Rp 260.000,00
c. Biaya pembelian karung = Rp 1000/karung X 8 karung/bulan = Rp 8.000,00 (dengan
asumsi seminggu sekali pengambilan limbah dan banyaknya limbah 50 kg dengan
ukuran karung 25 kg, harga bersumber dari tokopedia.com)
Biaya penjualan limbah partikel karet = Rp 5000/kg X 50 kg/minggu X 4
minggu/bulan = Rp 800.000/bulan (harga bersumber dari narasumber di Pusat Penelitian
Bogor)
Net profit: Rp 800.000 – Rp 8.000 = Rp 792.000
Paybackperiod = = = 0,33 bulan

4. Pemberian insentif kepada industri yang menerapkan produksi bersih


Insentif adalah suatu penghargaan dalam bentuk material atau non material yang
diberikan oleh pihak pimpinan organisasi perusahaan kepada karyawan agar mereka bekerja
dengan motivasi yang tinggi dan berprestasi dalam mencapai tujuan-tujuan perusahaan.
Pelaksanaan insentif dimaksudkan untuk meningkatkan produktifitas pelaku industri. Insentif
adalah dorongan agar seseorang agar mau bekerja dengan baik dan agar dapat mencapai
produktivitas yang tinggi sehingga dapat membangkitkan gairah kerja dan motivasi yang tinggi
(Romadoni, 2011)
Pemberian insentif bertujuan agar pelaku industri lebih terpacu untuk menerapkan
produksi ke arah yang lebih baik. Pemberian insentif bisa berasal dari berbagai pihak.
Dukungan dari pemerintah melalui penetapan kebijakan hukum, serta pemberian penghargaan
yang tepat terhadap industri yang melakukan pengendalian limbah dan dari tiga opsi produksi
bersih di atas.

24
 
G. Analisis Alternatif Penerapan Produksi Bersih secara Kualitatif
Analisis alternatif penerapan produksi bersih secara kualitatif ini dilakukan menggunakan
proses hirarki analitik (Analytical Hierarchy Process/AHP). Prinsip kerja AHP adalah
penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, strategik, dan dinamik menjadi
bagian-bagian dan tertata dalam suatu hierarkhi (Marimin dan Maghfiroh, 2010).
Struktur hirarkhi penerapan produksi bersih yang diambil dari industri pengolahan karet
dapat dilihat pada Gambar 15. Pada Gambar 15. menunjukkan struktur hirarki dari kasus
permasalahan yang ingin diteliti yakni pemilihan alternatif produksi bersih pada industri
pengolahan karet yang berdasarkan tiga faktor yakni lingkungan, ekonomi, dan teknik. Garis –
garis yang menghubungkan kotak – kotak antar level merupakan hubungan yang perlu diukur
dengan perbandingan berpasangan dengan arah ke level yang lebih tinggi.
Tujuan yang ingin dicapai adalah penerapan produksi bersih pada pengolahan karet
dengan faktor-faktor yang dianggap berpengaruh terhadap persoalan tersebut yakni lingkungan,
teknis dan ekonomi. Aktor yang berpengaruh antara lain pelaku industri, litbang, dan lembaga
pemerintahan. Strategi yang ditawarkan antara lain penerapan good housekeeping yang meliputi
pemantauan pemakaian air dan pembuatan bak penampung untuk bokar. Selain itu penggantian
bahan penggumpal yang anti bakteri, pemanfaatan partikel-partikel karet yang masih terdapat pada
rubber trap, dan pemberian insentif kepada pelaku industri yang menerapkan produksi bersih.

Penerapan Produksi Bersih Pada Pengolahan Karet

Ekonomi Lingkungan Teknis

Pelaku Industri Litbang Lembaga pemerintahan

Penerapan Penggunaan Pemanfaatan Pemberian


Good koagulan yang partikel karet Insentif bagi
Housekeeping mengandung dalam rubber trap pelaku industri
anti bakteri yang menerapkan
produksi bersih

Gambar 15. Struktur Hirarki dengan Analitycal Hierachy Process (AHP)


Penerapan Produksi Bersih pada Pengolahan Karet

Hasil pengolahan pendapat pakar dipaparkan pada Gambar 16, dimana dapat diketahui
bahwa dari tiga faktor yang mempengaruhi upaya penerapan produksi bersih, faktor lingkungan
merupakan faktor terpenting dengan bobot 0,655, kemudian faktor teknis (0,206) dan ekonomi
(0,139). Hal ini menunjukkan bahwa faktor lingkungan mempunyai peranan penting dalam
penerapan produksi bersih dalam pengolahan karet. Diharapkan dengan penerapan produksi bersih
perbaikan lingkungan dapat dilakukan. Aktor yang berpengaruh dengan nilai bobot terbesar
sampai terkecil adalah pelaku industri (0.638), lembaga pemerintahan (0.218), dan litbang (0.142).

25
 
Hal ini menunjukan bahwa pelaku industri memegang peranan penting untuk menunjang
terlaksananya produksi bersih pada pengolahan karet. Pelaku industri sebagai pelaksana
komitmen, kepemilikan modal, dan yang mengaplikasikan strategi yang ditawarkan. Kepemilikan
modal saja tentu tidak akan cukup jika tidak didukung dari segi pengembangan teknologi atau
informasi lain terkait penerapan produksi bersih pada pengolahan karet. Sementara itu, lembaga
pemerintahan menempati posisi kedua sebagai aktor yang berpengaruh karena menurut pendapat
pakar, dukungan yang diberikan pemerintah juga mempengaruhi dalam menjalankan penerapan
produksi melalui penilaian terhadap penanganan limbah pada industri.

Gambar 16. Hasil perhitungan bobot faktor dan aktor dengan AHP
Menurut Kementerian Lingkungan Hidup (2000), pelaksanaan produksi bersih lebih
mengarahkan pada pengaturan diri sendiri (self regulation), daripada pengaturan secara command
and control. Jadi pelaksanaan program produksi bersih ini tidak hanya mengandalkan peraturan
pemerintah saja, tetapi lebih didasarkan pada kesadaran untuk merubah sikap, cara pandang, dan
tingkah laku.

Synthesis with respect to:


Goal: Penerapan produksi bersih pada pengolahan karet
Overall Inconsistency = ,05

penerapan good housekeeping ,277


pemanfaatan partikel karet ,272
penggunaan koagulan antibakteria ,258
pemberian insentif ,194

Gambar 17. Hasil perhitungan bobot alternatif strategi produksi bersih dengan AHP

Dari pengolahan data menggunakan Expert Choice 2000, Gambar 17 dapat dilihat
sttrategi penerapan good housekeeping menempati posisi pertama dengan bobot 0,277. Dilanjutkan
dengan strategi pemanfaatan partikel karet sebesar 0,272, kemudian strategi penggantian koagulan
antibakteria sebesar 0,258 dan pemberian insentif bagi pelaku industri sebesar 0,194. Hal ini
berarti untuk penerapan produksi bersih dalam pengolahan karet, alternatif strategi yang
diprioritaskan terlebih dahulu adalah penerapan good housekeeping.
Hasil AHP dikatakan sudah konsisten jika memiliki nilai ratio konsistensi maksimal 10%.
Jika lebih dari 10% maka penilaiannya masih acak dan perlu diperbaiki. Dari pengolahan data
menggunakan expert choice 2000, diperoleh nilai inkonsistensi sebesar 0,05. Hal ini berarti hasil

26
 
yang diperoleh dapat dikatakan sudah konsisten dan cukup akurat karena masih dalam batas rasio
konsistensi 10%.

H. Implementasi Produksi Bersih


Implementasi produksi bersih berupaya memadukan strategi produksi bersih untuk
mencapai tujuan yaitu penerapan produksi bersih pada industri pengolahan karet. Setelah
menganalisis pilihan produksi bersih dari aspek teknis, lingkungan, dan ekonomi maka dapat
dilakukan penentuan skala prioritas. Penentuan skala prioritas ini dilakukan dengan pemberian
penilaian terhadap masing-masing pilihan. Tabel 5 dipaparkan mengenai urutan prioritas masing-
masing pilihan.

Tabel 6. Pembobotan pilihan penerapan produksi bersih


Pilihan Penerapan Penilaian
Prioritas
Produksi bersih Teknis Lingkungan Ekonomi Total
• Good Housekeeping ( 3 3 3 9 1
Pemantauan penggunaan air
dan pembuatan bak
penampungan bokar)
• Penggantian bahan koagulan 3 3 2 8 2
anti bakteri
• Pemanfaatan partikel karet 2 3 2 7 3
yang terdapat dalam kolam
rubber trap
• Pemberian insentif kepada 2 2 2 6 4
industri yang menerapkan
produksi bersih

Apabila pilihan produksi bersih penerapan good housekeeping dan pemanfaatan partkel
karet dalam kolam rubber trap dilaksanakan maka dapat dilakukan perhitungan sebagai berikut :
a. Total biaya investasi kedua pilihan tersebut = Rp 660.000,-
b. Keuntungan perbulan dari pilihan good housekeeping = Rp 1.530.000,-
c. Net saving pemanfaatan partikel karet dalam kolam rubber trap = Rp 792.000,-
PBP = = 0,28 bulan

Strategi untuk penerapan produksi bersih pada industri pengolahan karet dengan
implementasi produksi bersih diwujudkan dari penggabungan hasil kajian di lapangan yang dikaji
secara teknis, ekonomi, dan lingkungan serta dari analisis kualitatif dengan AHP. Dapat dilihat
bahwa terdapat perbedaan hasil analisis penerapan produksi bersih secara kajian di lapangan dan
secara kualitatif. Secara kajian di lapangan, strategi yang menempati prioritas pertama adalah
penerapan good housekeeping begitu juga dengan hasil dengan analisis dengan kualitatif. Namun
perbedaan terdapat pada opsi kedua yakni pada kajian di lapangan penggantian bahan koagulan
anti bakteri sementara secara kualitatif adalah pemanfaatan partikel – partikel karet dalam kolam
rubber trap.
Strategi penerapan good housekeeping dan penggantian bahan koagulan anti bakteri
tersebut memperlihatkan kesamaan dalam hal tujuan yakni untuk menghemat penggunaan sumber
daya yang digunakan serta untuk meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan. Apabila
penerapan good housekeeping dilaksanakan akan terjadi penghematan penggunaan sumber daya
air karena dilakukan pemantauan pemakaian air dan akan ada peningkatan pendapatan karena

27
 
terdapat perbaikan mutu estate brown crepe. Apabila strategi penggantian koagulan anti bakteri
dilakukan maka akan terjadi penghematan penggunaan sumber daya kayu yang digunakan untuk
proses pengasapan sementara mutu produk RSS yang dihasilkan juga sedikit lebih baik
dibandingkan dengan menggunakan koagulan asam format.

28
 
VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Industri pengolahan karet PT Condong Garut memproduksi RSS dan estate brown crepe.
Bahan baku RSS berupa lateks segar dan bahan baku estate brown crepe berupa scrap,lump busa
dan lump mangkok. Limbah yang dihasilkan dari pengolahan karet tersebut adalah limbah padat,
cair, dan gas.
Alternatif penerapan produksi bersih yang dikaji baik melalui lapangan dari aspek teknis,
lingkungan, dan ekonomi maupun secara kualitatif dari pendapat pakar, menghasilkan suatu
strategi utama yang baik untuk diterapkan di PT Condong Garut. Strategi produksi bersih dan
pengelolaan lingkungan yang dapat diterapkan di PT Condong Garut terdiri dari penerapan good
housekeeping dengan cara pemantauan pemakaian air dan pembuatan bak penampung bokar.
mengumpulkan partikel yang terapung dalam rubber trap, penggantian bahan penggumpal yang
anti bakteri serta pemberian insentif kepada pelaku industri yang menerapkan produksi bersih.
Apabila strategi tersebut dillaksanakan membutuhkan biaya investasi sebesar Rp 660.000,- dengan
pay back period selama 0,28 bulan dan penggantian koagulan anti bakteria akan menghemat biaya
produksi RSS sebanyak 17,6% dibandingkan dengan menggunkana asam format dan dapat
mengurangi polusi CO2 .
Hasil analisis AHP memperlihatkan bahwa lingkungan merupakan faktor terpenting
dalam penerapan produksi bersih di pengolahan karet, diikuti oleh teknis dan ekonomi. Sementara
aktor yang yang terpenting dalam pelaksanaan strategi produksi bersih adalah pelaku industri
karena pelaku industri sebagai pelaksana komitmen, kepemilikan modal, dan yang
mengaplikasikan strategi yang ditawarkan. Secara keseluruhan analisis AHP menghasilkan strategi
good housekeeping sebagai pilihan terbaik untuk penerapan produksi bersih, selanjutnya diikuti
oleh pemanfaatan partikel karet pada kolam rubber trap, penggantian bahan koagulan anti
bakteria, dan pemberian insentif bagi pelaku industri yang menerapkan produksi bersih. Hasil dari
kajian di lapangan sesuai dengan analisis kualitatif dengan AHP yang berdasarkan dengan
pendapat pakar.

B. Saran
Dalam upaya penerapan produksi bersih diperlukan peran serta pemerintah setempat
dalam mengawasi aktifitas masing-masing industri terkait penggunaan air sebagai bahan untuk
proses dan memberikan penyuluhan mengenai produksi bersih.

29
 
DAFTAR PUSTAKA

Bapedal. 1997. Panduan Pelatihan Produksi Bersih Untuk Industri dan Jasa. Badan Pengendalian
Dampak Lingkungan, Jakarta.
Goutara, B. 1985. Dasar Pengolahan Karet. Agro Industri Press. Jurusan teknologi Industri
Pertanian, FATETA. IPB, Bogor.
Indrasti N.S dan Fauzi AM. 2009. Produksi Bersih. Departemen Teknologi Industri Pertanian:
Fateta IPB :Bogor.
Jenie, B. S. L. dan Rahayu, W. P. 1993. Rancangan Limbah Industri Pangan. Kanisius,
Yogyakarta.
Kementrian Lingkungan Hidup. 2000. Produksi Bersih. Jakarta.
Lens, P. dan Pol, L. H. 2000. Environmental Technology to Treat Sulfur Pollution. IWA
Publishing, London.
Manullang, S. 2006. Kajian Potensi Penerapan Produksi Bersih pada Industri Crumb Rubber.
Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Jakarta:
PT.Gramedia Widiasarana Indonesia.
Marimin dan Maghfiroh N. 2010. Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan dalam Manajemen
Rantai Pasok. Bogor: IPB Press.
Metcalf dan Eddy, 1996. Wastewater Engineering : Treatment Disposal Reuse. Singapore :
McGraw-Hill Book Co.
Nazaruddin. dan F.B. Paimin. 2004. Karet : Budi Daya dan Pengolahan, Strategi Pemasaran.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Purwati. 2005. Rancang Bangun Model Biofilter Pendegradasian Limbah Bau. Skripsi. Fakultas
Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Romadoni, A. 2011. Sistem Insentif untuk Mendorong Inovasi Berdampak Pada Kegiatan
Ekonomi Nasional. Terhubung berkala
http://lpik.itb.ac.id/index.php?option=com_content&task=view&id=138&Itemid=81. [18
Juli 2012].
Setyamidjaja, D. 2011. Karet Budidaya dan Pengolahan. Kanisius, Yogyakarta.
Silvakumaran, S., Y. F. Kheong, J. Hasan, and Wan A. Rahman. 2000. Carbon Sequestration in
Rubber : implication and economic model to fund continued cultifation. Proc. Indonesian
Rubb. Conf. And IRRDB Symposium, Bogor, Indonesia, 12-14 September 2000, 79-102.
Sudibyo, A. 1996. Penerepan Teknologi Bersih Pada Industri Karet. Lokakarya Tentang Karet
Alam Sebagai Produk Unggulan Ekspor Yang Bersahabat Dengan Lingkungan. Bandar
Lampung, 4 Oktober 1996.
Suseno, R dan Suwari. 1989. Pedoman Teknis Pengolahan Karet Sheet yang Diasap. Bogor. Balai
Penelitian Perkebunan Bogor.
Suwardin, D. 1989. Teknik Pengendalian Limbah Pabrik Karet. Jurnal. Lateks Wadah Informasi
dan Komunikasi Perkebun Karet, 4(2) : 28-34.
Tim BPTK Bogor Pusat Penelitian Karet. 2001. Teknologi Pengendalian Dampak Lingkungan
Industri Karet Remah. Bogor.
United Nations Enviroment Programme (UNEP). 2001. What is Cleaner Production dalam Cleaner
Production Homepage. http:/www.unepie.org. [10 Juni 2012].

30
 
UNEP dan ISWA. 2002. Training Resource Pack for Hazardous Waste Management in
Developing Economies. UNEP Divisi teknologi, industri dan ekonomi. Paris ISBN :90-807-
2235-2.
USAID. 1997. Panduan Pengintegrasian Produksi Bersih ke dalam Penyusunan Program
Kegiatan Pembangunan Depperindag. Jakarta
Utomo, T. 2006. Rancang Bangun Proses Produksi Karet Remah Berbasis Produksi Bersih.
Disertasi. Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor.
Yulianti, D., Winarno, K., dan Mudyantini, W. 2005. Pemanfaatan Limbah Cair Pabrik Karet
PTPN IX Kebun Batu Jamus Karanganyar Hasil Fitoremidiasi dengan Azolla microphylla
Kaulf untuk Pertumbuhan Tanaman Padi (Oryza sativa Linn). Jurnal Biosmart. 7 (2): 125-
130.

31
 
LAMPIRAN
Lateks Segar
Bahan baku Brown Crepe (Compo)
• Lump mangkok
Penerimaan • Lump busa
• Scraps
• Serpihan sisa pengolahan RSS
(Slab Basah)
Pengenceran

Penerimaan bahan baku


Pembekuan

Pencucian bahan baku

Penggilingan

Sortasi bahan baku

Penirisan
Bak penampung

Sortasi
Pencacahan

Lampiran 1. Alur Pembuatan RSS


Pembentukan

Finishing

Pengeringan

Lampiran 2. Alur Pembuatan Estate Brown Crepe

32
 
Lampiran 3. Dokumentasi di Lapangan

           
  
 
 

Proses pembekuan lateks Proses penggilingan sheet Sheet hasil gilingan Sheet di ruang asap
 
 
 
 
 

Rumah asap Sheet asap Sheet jenis cutting Bandela-bandela sheet

Pembentukan crepe Potongan-potongan crepe Crepe sebelum dikeringkan Pengeringan crep

33
33

 
Kuesioner Penelitian Kajian Implementasi Produksi Bersih
Di Industri Pengolahan Karet di PT Condong Garut
Garut, Jawa Barat

Tanggal pengisian: No. Responden:

Penggunaan Proses Hierarki Analitik


Penerapan Produksi Bersih Pada Pengolahan Karet

Kuesioner ini merupakan salah satu instrumen dalam menyelesaikan penelitian.


Kuesioner ini disusun oleh:
Peneliti : Pramita Umi Hapsari
NRP : F34080134
Program studi : Teknologi Industri Pertanian
Fakultas : Teknologi Pertanian
Perguruan tinggi : Institut Pertanian Bogor
Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Anas Miftah Fauzi, M.Eng

IDENTITAS RESPONDEN

Nama :
jenis kelamin : ( ) laki-laki
( ) Perempuan
Pendidikan terakhir : ( ) tidak tamat SD ( ) Diploma/Akademik
( )SD ( ) Sarjana
( ) SMP ( ) Pascasarjana
( ) SMA ( ) Doktor
Pekerjaan : ( ) Pelajar/Mahasiswa ( ) Wiraswasta/pengusaha
( ) BUMN/Pegawai Negeri ( )Wiraswasta/Pengusaha
( ) Pegawai Swasta ( ) lainnya, sebutkan....

34
 
PENGANTAR

Pengisian kuesioner ini bertujuan untuk menentukan strategi dalam penerapan produksi bersih pada pengolahan karet. Struktur hierarki dapat dilihat pada
gambar dibawah ini.

Penerapan Produksi Bersih Pada Pengolahan Karet

Ekonomi Lingkungan Teknis

Pelaku Industri Litbang Lembaga pemerintahan

Penerapan Penggunaan Pemanfaatan Pemberian Insentif


Good koagulan yang partikel karet bagi pelaku
Housekeeping mengandung dalam rubber trap industri yang
antibakteria dan   menerapkan
antioksidan produksi bersih

 
35
35

 
PETUNJUK PENGISIAN

I. UMUM
1.Isi kolom identitas yang terdapat pada halaman depan kuesioner,
2.Berikan penilaian terhadap hierarki penentuan Strategi Penerapan Produksi Bersih Pada
Pengolahan Karet
3.Penilaian dilakukan dengan membandingkan tingkat kepentingan/peran komponen dalam
satu level hierarki yang berkaitan dengan komponen-komponen level sebelumnya
menggunakan skala penilaian yang terdapat pada petunjuk bagian II.
4.Penilaian dilakukan dengan mengisi titik-titik pada kolom yang tersedia.
II. SKALA PENILAIAN
Definisi dari skala yang digunakan adalah sebagai berikut:
Nilai Perbandingan Definisi
(A dibandingkan B)
1 A sama penting dengan B
3 A sedikit lebih penting dari B
-3 Kebalikannya (B sedikit lebih penting dari A)
5 A jelas lebih penting dari B
-5 Kebalikannya (B jelas lebih jelas penting dari A)
7 A sangat jelas lebih penting dari B
-7 Kebalikannya (B sangat jelas lebih penting dari A)
9 A mutlak lebih penting dari pada B
-9 Kebalikannya (B mutlak lebih penting dari pada A)
2,4,6,8 atau -2,-4,-6,-8 Diberikan apabila terdapat sedikit perbedaan dengan patokan
diatas
Keterangan :
Dalam pengisian kuesioner ini Bapak/Ibu/Saudara/Saudari diminta untuk membandingkan mana
yang lebih penting antara elemen A dengan elemen B, lalu memberikan bobot berdasarkan
petunjuk. Keluaran dari kuesioner ini adalah menentukan salah satu elemen yang menjadi prioritas
untuk di implementasikan berdasarkan pendapat responden

36
 
Contoh Pengisian:
Misalkan terdapat elemen yang mempengaruhi penerapan produksi bersih yang akan diterapkan
yaitu faktor ekonomi, lingkungan, dan teknis. Berdasarkan tingkat kepentingkan maka faktor
tersebut disusun dalam bentuk tabel seperti pada contoh berikut:
Elemen Faktor Elemen Faktor B
A Ekonomi Lingkungan Teknis
(a)
Ekomi 1 5 -3(b)
Lingkungan 1 6
Teknis 1
Keterangan:
Nilai Pada (a) : Faktor Ekonomi jelas lebih baik penting dari Teknologi
(b)
Nilai Pada : Faktor Teknis sedikit lebih penting dari Ekonomi
Perhatian : Konsistensi penilaian sangat penting untuk diperhatikan

Tabel 1. Bagaimana penilaian anda tentang perbandingan tingkat kepentingan antar faktor
dibawah ini berdasarkan Tujuan Penerapan Produksi Bersih Pada Pengolahan Karet
Elemen Faktor Elemen Faktor B
A Ekonomi Lingkungan Teknis
Ekonomi 1 ... ...
Lingkungan 1 ...
Teknis 1

Tabel 2.1 Bagaimana penilaian anda tentang perbandingan tingkat kepentingan antar aktor
dibawah ini berdasarkan faktor Ekonomi
Elemen Faktor Elemen Faktor B
A Pelaku Industri Litbang Lembaga
Pemerintahan
Pelaku Industri 1 .... ....
Litbang 1 ....
Lembaga 1
Pemerintahan

Tabel 2.2 Bagaimana penilaian anda tentang perbandingan tingkat kepentingan antar aktor
dibawah ini berdasarkan faktor Lingkungan
Elemen Faktor Elemen Faktor B
A Pelaku Industri Litbang Lembaga
Pemerintahan
Pelaku Industri 1 .... ....
Litbang 1 ....
Lembaga 1
Pemerintahan

37
 
Tabel 2.3 Bagaimana penilaian anda tentang perbandingan tingkat kepentingan aktor berdasarkan
faktor Teknis
Elemen Faktor Elemen Faktor B
A Pelaku Industri Litbang Lembaga
Pemerintahan
Pelaku Industri 1 .... ....
Litbang 1 ....
Lembaga 1
Pemerintahan

38
 
Tabel 3.1 Bagaimana penilaian anda tentang perbandingan tingkat kepentingan antar strategi dibawah ini berdasarkan aktor Pelaku Industri
Elemen Strategi B
Penerapan Penggantian koagulan Pemanfaatan partikel Pemberian Insentif
Elemen Strategi A Good Housekeeping yang mengandung karet dalam rubber trap bagi pelaku industri
antibakteri yang menerapkan
produksi bersih
Penerapan 1 .... .... ....
Good Housekeeping
Penggantian koagulan 1 .... ....
yang mengandung
antibakteri
Pemanfaatan partikel 1 ....
karet dalam rubber trap
Pemberian Insentif bagi 1
pelaku industri yang
menerapkan produksi
bersih
39

 
39
 
Tabel 3.2 Bagaimana penilaian anda tentang perbandingan tingkat kepentingan antar strategi dibawah ini berdasarkan aktor Litbang
Elemen Strategi B
Penerapan Penggantian koagulan Pemanfaatan partikel Pemberian Insentif
Elemen Strategi A Good Housekeeping yang mengandung karet dalam rubber trap bagi pelaku industri
antibakteri yang menerapkan
produksi bersih
Penerapan 1 .... .... ....
Good Housekeeping
Penggantian koagulan 1 .... ....
yang mengandung
antibakteri
Pemanfaatan partikel 1 ....
karet dalam rubber trap
Pemberian Insentif bagi 1
pelaku industri yang
menerapkan produksi
bersih
40

  40

 
Tabel 3.3 Bagaimana penilaian anda tentang perbandingan tingkat kepentingan antar strategi dibawah ini berdasarkan aktor Lembaga Pemerintahan
Elemen Strategi B
Penerapan Penggantian koagulan Pemanfaatan partikel Pemberian Intensif
Elemen Strategi A Good Housekeeping yang mengandung karet dalam rubber trap bagi pelaku industri
antibakteria yang menerapkan
produksi bersih
Penerapan 1 .... .... ....
Good Housekeeping
Penggantian koagulan 1 .... ....
yang mengandung
antibakteria
Pemanfaatan partikel 1 ....
karet dalam rubber trap
Pemberian Intensif bagi 1
pelaku industri yang
menerapkan produksi
bersih
41

41
 

You might also like