You are on page 1of 8

https://stikes-nhm.e-journal.

id/NU/index

Article
Koping Sebagai Faktor Protektif Resiliensi Keluarga Yang Memiliki Remaja
Dengan Gangguan Jiwa (Pendekatan Teori Keperawatan “Resilience”
Haase&Peterson)

Ns. Maryati Agustina Barimbing, S.Kep, M.Kep.


Keperawatan Jiwa, Universitas Citra Bangsa, Kupang, Indonesia

SUBMISSION TRACK A B S T R A C T

Recieved: 14 Agustus 2020


Mental disorders can occur at any age indcluding
Final Revision: 13 September 2020
adolescents. Treatment and recovery teenagers with
Available Online: 24 September 2020
mental disorder need family role, so it is needed family
resilience to solve problem during treatment.
KEYWORDS Haase&Peterson with “Resilience” theory explain that
strengthening of resilience focus on protective factors.
Coping, Resilience, Adolescence with
It is positive coping from family member. The aim of
mental disorder
this studi want to analyze correlation between coping
CORRESPONDENCE and resilience of family member who have teenagers
with mental disorder. This study is quantitative study
Phone: 085339276311 with corelation desain with cross sectional approach.
E-mail: atibarimbing@gmail.com The sample of this study is 60 family member of
teenagers with mental disorder were selected by
purposive sampling. Data collection using
questionares, and analyze with spearman rho test.
This study took place in Dr. Radjiman Weiodiningrat
Lawang menta hospital. The result of this study
showed ρ value=0,000 with r=0,734 so there is a
correlation between coping and resilience of family
member who have teenagers with mental disorder.
The better the coping of family member the better
family resilience who have teenagers with mental
disorder, so nurses in nursing care can educate
patients and family that coping and resilience are
important during treatment.

I. INTRODUCTION produktivitas hidup yang sangat


terhambat (Islami, Fakhriadi, &
Saat ini gangguan jiwa merupakan
Khairiyati, 2018). Gangguan jiwa
kondisi yang berdampak besar bagi
merupakan suatu perubahan perilaku
kesakitan, kecacatan bahkan kematian
atau psikologis individu akibat distress
dini. Hal ini terjadi karena kebanyakan
yang dialami (Stuart, 2014). Orang
orang dengan gangguan jiwa tidak dapat
dengan gangguan jiwa menghadapi
sembuh secara sempurna dan
kesulitan dalam hal sekolah, pekerjaan,

17
MARYATI AGUSTINA BARIMBING / JURNAL NURSING UPDATE- VOL.11. NO. 3(2020)

interaksi dengan lingkungan sosial bulan Juli-Desember 2017 sebanyak 670


akibat penolakan sosial yang diterima orang.
penderita. Tak jarang penderita juga Pengobatan dan pemulihan remaja
mendapat penolakan dari keluarga dengan gangguan jiwa tidak lepas dari
karena keluarga merasa terbebani peran keluarga. Keluarga menjadi
dengan adanya anggota keluarga yang sumber kekuatan bagi remaja untuk
menderita gangguan jiwa berat (Dewi, tetap mempertahankan stabilitas
2018). kesehatannya. Sangat disayangkan jika
Gangguan jiwa terjadi pada semua keluarga kehilangan kekuatan untuk
usia termasuk pada remaja. Maramis menghadapi stresor yang muncul
and Maramis (2009) menyatakan selama merawat remaja. Hal ini akan
gangguan jiwa pada remaja dipengaruhi berdampak pada remaja dengan
oleh dua hal yaitu dari diri sendiri dan gangguan jiwa juga bagi kesejahteraan
dari lingkungan. Dari diri sendiri seperti psikologis keluarga (Zauszniewskie,
masalah genetik seperti sifat-sifat 2014). Keluarga dengan anggota
kepribadian yang diturunkan dari orang keluarga mengalami gangguan jiwa
tua, dan gangguan pada otak akibat dapat mengalami kelelahan fisik dan
trauma, ensefalitis, neoplasma dan emosional ketika merawat klien
penyakit lainnya. Faktor lingkungan yang sehingga kemampuan keluarga untuk
paling menonjol adalah lingkungan bertoleransi terhadap stres ikut
keluarga kemudian lingkungan sekolah menurun. Selain itu keluarga juga
dan kondisi ekonomi. Gangguan jiwa memiliki beban tersendiri dalam merawat
pada remaja memberikan dampak yang anggota keluarga dengan gangguan
buruk karena gangguan jiwa timbul jiwa. Beban tersebut mencakup
ketika kepribadian remaja sedang perjalanan penyakit klien, stigma sosial,
berkembang sehingga menghambat kurangnya pengetahuan tentang
proses neurodevelopmental yang dapat penyakit dan cara perawatan, ekspresi
merusak fungsi kognitif, afektif dan emosi dan finansial (Nuraenah & Putri).
sosial remaja. Ketika remaja sudah Stresor yang muncul selama
mengalami gangguan jiwa berat maka keluarga merawat remaja dengan
remaja akan mengalami kesulitan gangguan jiwa dapat diatasi dengan baik
bahkan kegagalan untuk mencapai jika keluarga memiliki ketangguhan
tingkat perkembangan saat ini maupun untuk bertahan dan melawan situasi
masa dewasa kelak (Indarjo, 2009). krisis yang dikenal dengan resiliensi.
Prevalensi gangguan jiwa di Haase & Peterson mencetuskan teori
Indonesia masih tinggi. Berdasarkan “Resilience” dengan model resiliensi
hasil Riskesdas, prevalensi gangguan yang dikenal sebagai “the adolescent
mental emosional pada usia 15 tahun ke resilience model”. Resiliensi keluarga
atas sebesar 6,0% dan pada mengalami merupakan daya lentur keluarga untuk
peningkatan pada tahun 2018 menjadi bangkit dari keterpurukan dan
9,8%. Untuk prevalensi gangguan jiwa menerimanya dengan keadaan positif.
juga mengalami peningkatan yaitu dari Penguatan resiliensi keluarga berfokus
1,7% di tahun 2013 menjadi 7% di tahun pada faktor protektif. Faktor protektif
2018. Selain ini prevalensi depresi pada adalah faktor yang mengurangi dampak
usia 15 tahun ke atas juga masih tinggi negatif dari faktor risiko dan memberikan
yaitu 6,1% dan hanya 9% diantaranya peluang untuk mempertahankan
yang melakukan pengobatan medis. kemampuan yang positif. Faktor protektif
Jumlah kunjungan remaja yang berobat yang dapat meningkatkan resiliensi
ke poliklinik psikiatrik remaja RSJ Dr. keluarga yaitu koping yang positif dari
Radjiman Wediodiningrat Lawang pada masing-masing anggota keluarga.

18
MARYATI AGUSTINA BARIMBING / JURNAL NURSING UPDATE- VOL.11. NO. 3(2020)

Resiliensi yang positif akan berdampak mengatasi masalah. Penelitian yang


pada harga diri, kepercayaan diri serta dilakukan Das et al. (2017) pada orang
transenden. Selain itu juga berdampak tua yang memiliki anak autis didapatkan
pada stabilisasi dan optimalisasi status hubungan signifikan antara stres,
kesehatan fisik maupun psikologis dan koping, resiliensi, dukungan sosial.
kemampuan bersosialisasi. Resiliensi Walaupun banyak faktor penyebab stres
yang positif akan mempengaruhi kualitas keluarga namun koping keluarga dan
hidup dan kesejahteraan keluarga dukungan sosial dari teman dan kerabat
(Peterson & Bredow, 2009). membuat individu memiliki resiliensi
Koping merupakan suatu untuk melewati kondisi sulit.
kemampuan individu untuk mengubah Penguatan resiliensi keluarga
kognitif, afektif dan perilaku sebagai melalui koping yang adaptif sangat
usaha untuk mengelola situasi internal diperlukan bagi keluarga yang memiliki
dan eksternal yang melampaui sumber remaja dengan gangguan jiwa agar
daya individu (Meléndez, Satorres, mampu menangkal setiap stress yang
Redondo, Escudero, & Pitarque, 2018). datang selama merawat remaja dan juga
Koping terbagi atas dua klasifikasi yaitu bermanfaat bagi penyembuhan remaja.
koping yang adaptif dan koping yang Tujuan dari penelitian ini adalah
maladaptif. Koping yang adaptif terdiri menganalisis hubungan koping dengan
atas koping yang aktif, perencanaan, resiliensi keluarga yang memiliki remaja
penerimaan, humor, religi, dukungan dengan gangguan jiwa.
emosional. Koping yang maladaptif
terdiri atas pengalihan, penolakan, II. METHODS
emosi yang negatif, perilaku yang tidak
Desain penelitian yang digunakan
sesuai, penggunaan zat terlarang, dalam penelitian ini adalah analitik
menyalahkan diri sendiri (Moore, Biegel, observasional dengan pendekatan cross
& McMahon, 2011). sectional. Penelitian dilakukan di RSJ
Peer and Hillman (2014) dalam Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang
penelitiannya menyatakan bahwa selama bulan November-Desember
terdapat hubungan yang signifikan 2018. Sampel dalam penelitian ini
antara koping dengan resiliensi orang adalah 60 orang anggota keluarga dari
tua yang memiliki anak dengan remaja yang mengalami gangguan jiwa
keterbatasan fisik dan mental. Orang tua yang dipilih dengan teknik purposive
yang memiliki anak dengan kecacatan sampling dengan kriteria inklusi yaitu
fisik maupun mental pasti mengalami anggota keluarga yang tinggal serumah
stres. Namun orang tua secara individual dengan remaja dan memiliki hubungan
harus menemukan cara untuk mengelola darah dengan remaja. Pengumpulan
stres tersebut yaitu dengan koping yang data menggunakan kuesioner Caregiver
adaptif. Koping yang berfokus pada Coping Scales untuk mengukur koping
masalah menyelesaikan masalah dan dan Walsh Family Resilience
mengubah situasi internal dan eksternal Questionnaire untuk mengukur resiliensi
untuk mencegah situasi yang penuh keluarga. Analisis data berupa analisis
dengan stres. Koping yang berfokus univariat dan analisis bivariat yang
pada emosi lebih kepada mengatur menggunakan uji korelasi pearson.
emosi yang disebabkan oleh situasi Penelitian ini telah dinyatakan laik etik
tersebut. Dengan penguatan koping, oleh Komisi Etik Penelitian Universitas
individu akan mampu mengatasi emosi Brawijaya Malang.
yang disebabkan stres dan memperoleh
resiliensi. Resiliensi akan membantu
individu untuk memperoleh harapan dan

19
MARYATI AGUSTINA BARIMBING / JURNAL NURSING UPDATE- VOL.11. NO. 3(2020)

III. RESULT keluarga yang memiliki remaja dengan


Analisa Univariat gangguan jiwa.
Data univariat variabel penelitian
yang akan disajikan dalam tabel 1.
Tabel 1. Distribusi frekuensi IV. DISCUSSION
responden berdasarkan kategori Pada hasil analisa bivariat
koping dan resiliensi keluarga diketahui bahwa terdapat hubungan
No. Kategori Frekuensi Persentase yang siginifikan antara koping dengan
variabel (n) (%) resiliensi keluarga yang memiliki remaja
dengan gangguan jiwa. Hasil univariat
1. Koping
juga menunjukkan bahwa sebagian
Koping 37 61,7 besar keluarga dari remaja gangguan
adaptif jiwa memiliki koping adaptif.
Koping 23 38,3 Koping merupakan kemampuan
maladaptif
Total 60 100
untuk menghadapi stresor dengan cara
mengelola kognitif, afektif dan perilaku.
2. Resiliensi keluarga Koping dibedakan menjadi dua yaitu
koping yang adaptif dan maladaptif.
Resiliensi 33 55,0
tinggi
Koping yang adaptif merupakan koping
Resiliensi 27 45,0 yang aktif merencanakan, menata ulang
rendah masalah dan memandang secara positif
Total 60 100 serta menggunakan dukungan
emosional. Koping yang maladaptif tidak
Berdasarkan tabel diatas diketahui dapat menerima stresor, mengalihkan
bahwa sebagian besar responden atau menghindari masalah,
memiliki koping yang adaptif dan menyalahkan diri sendiri dan hanya
resiliensi yang tinggi. menghasilkan emosi yang negatif
(Moore et al., 2011).
Hasil bivariat hubungan antara Gangguan jiwa berat yang dialami
koping dengan resiliensi keluarga yang anggota keluarga tidak hanya
memiliki remaja dengan gangguan jiwa mempengaruhi individu tersebut tetapi
menggunakan uji korelasi pearson akan juga mempengaruhi kehidupan seluruh
disajikan pada tabel 2. keluarga. Kondisi ini akan menjadi
Tabel 2. Hasil analisis hubungan beban tersendiri bagi keluarga yang
koping dengan resiliensi keluarga dapat mendatangkan berbagai macam
yang memiliki remaja dengan stresor. Stresor-stresor tersebut sangat
gangguan jiwa mempengaruhi fisik, psikis, kognitif
Resiliensi Keluarga
maupun sikap anggota keluarga. Oleh
Koping n = 60 karena itu dibutuhkan kemampuan
r = 0,734 koping yang baik dalam menghadapi
p = 0,000 stresor agar dapat mengurangi
penderitaan keluarga (Sun, 2014).
Berdasarkan tabel diatas diketahui Teori “Resilience” yang
bahwa nilai p = 0,000 maka p < 0,05 dikemukakan oleh Haase & Peterson
sehingga dapat disimpulkan bahwa ada menyatakan bahwa koping merupakan
hubungan yang signifikan antara koping salah satu faktor yang memegang
dengan resiliensi keluarga. r = 0,734 peranan penting terhadap resiliensi.
maka kekuatan korelasi kuat dengan Koping yang positif atau adaptif dapat
arah positif artinya semakin baik koping menjadi faktor protektif yang
maka semakin baik pula resiliensi meningkatkan resiliensi (Peterson &

20
MARYATI AGUSTINA BARIMBING / JURNAL NURSING UPDATE- VOL.11. NO. 3(2020)

Bredow, 2009). Ruzibiza, Grattan, Eder, klien telah dapat diatasi dengan baik,
and Linscott (2018) menyatakan bahwa mereka lebih berfokus pada mengelola
dalam kondisi psikopatologis seperti emosi mereka. Sedangkan koping yang
gangguan jiwa berat sangat dibutuhkan berfokus pada masalah masih dominan
koping efektif dari keluarga yang dapat pada anggota keluarga yang lebih muda.
meningkatkan resiliensi untuk Mereka masih terus berusaha
melemahkan sensitifitas terhadap menghadapi stresor yang datang dan
stresor. mencari dukungan sosial dan bantuan
Koping berhubungan positif yang profesional. Dari hasil penelitian juga
signifikan dengan resiliensi keluarga. didapatkan bahwa rata-rata usia
semakin baik koping, semakin baik pula responden adalah 46 tahun dan
resiliensi keluarga. Hal ini dikarenakan merupakan seorang ayah atau ibu.
keluarga dalam menghadapi stresor Beberapa hasil penelitian yang
terkait remaja dengan gangguan jiwa mendukung diantaranya penelitian yang
berat tidak hanya berfokus pada dilakukan oleh Peer and Hillman (2014)
masalah tetapi juga mencari relasi dan didapatkan hasil bahwa ada korelasi
mengelola emosi agar tetap memiliki yang signifikan antara koping dengan
emosi positif yang dapat menguatkan resiliensi. Resiliensi menjadi hal penting
keluarga dalam menghadapi stresor dan yang dibutuhkan orang tua selama
bertahan di kondisi sulit. Hal ini didukung merawat anak dengan kecacatan fisik
oleh Meléndez et al. (2018) yang dan mental. Koping diperlukan untuk
menyatakan bahwa koping adaptif yang memperkuat resiliensi agar dapat
dapat meningkatkan resiliensi harus menghadapi stresor yang datang. Gloria
terbentuk dari kombinasi positif ketiga and Steinhardt (2016) juga menyatakan
indikator koping yaitu berfokus pada bahwa koping yang efektif dapat
masalah, berfokus pada emosi dan menangkal emosi negatif dari stresor
berfokus pada relasi. Koping yang sehingga dapat meningkatkan resiliensi.
berfokus pada masalah akan mengelola Hal ini juga didukung penelitian yang
dan mengubah stresor menjadi dilakukan oleh Grant et al. (2013) yang
tantangan yang akan dilewati, koping menyatakan bahwa walaupun terdapat
yang berfokus pada emosi akan berbagai persoalan psikososial yang
membantu individu untuk mengatur dialami keluarga yang memiliki anak
respon emosi agar tidak menghasilkan dengan kecacatan mental namun koping
emosi yang negatif sedangkan koping yang baik dapat membantu menguatkan
yang berfokus pada relasi membantu resiliensi sehingga dapat memberikan
untuk mendapatkan dukungan dalam hasil yang baik bagi kesehatan klien
menghadapi masalah. maupun keluarga. Das et al. (2017)
Koping juga dipengaruhi beberapa dalam penelitiannya juga menyatakan
hal seperti usia dan hubungan anggota bahwa caregiver membutuhkan koping
keluarga dengan klien. Caqueo-Urízar, di dalam resiliensi untuk mampu
Gutiérrez-Maldonado, Ferrer-García, menghadapi tantangan selama merawat
and Miranda-Castillo (2012) menyatakan anak dengan gangguan jiwa. Mayoritas
bahwa anggota keluarga dari klien yang keluarga menerapkan berpikir positif dan
menderita gangguan jiwa berat yang menghentikan pikiran-pikiran yang
berusia lebih tua seperti orang tua klien, menganggu seperti kecewa,
akan menunjukkan koping yang berfokus keputusasaan dan hal-hal yang tidak
pada emosi yang dominan. Hal ini menyenangkan selama merawat klien.
karena mereka telah hidup lebih lama Mereka menerima kondisi stres sebagai
bersama klien sehingga berbagai bagian dari kehidupan yang tidak bisa
masalah yang muncul selama merawat dihindari dan harus dihadapi. Hal ini

21
MARYATI AGUSTINA BARIMBING / JURNAL NURSING UPDATE- VOL.11. NO. 3(2020)

sangat mempengaruhi aspek-aspek


resiliensi seperti berpandangan positif
dan memberi makna terhadap kesulitan
yang dihadapi.

V. CONCLUSION
Kesimpulan dari penelitian ini yaitu
terdapat hubungan yang signifikan
antara koping dengan resiliensi keluarga
yang memiliki remaja dengan gangguan
jiwa. Semakin baik koping maka
semakin baik pula resiliensi keluarga.
oleh karena itu disarankan bagi keluarga
yang memiliki remaja dengan gangguan
jiwa dapat memanfaatkan sumber yang
ada dalam diri anggota keluarga berupa
koping yang adaptif untuk menguatkan
resiliensi ketika menghadapi stresor.
Implikasi terhadap keperawatan adalah
perawat dalam pelayanan asuhan
keperawatan yang diberikan kepada
penderita gangguan jiwa dan
keluarganya dapat dapat menyampaikan
pentingnya koping dan resiliensi
keluarga dalam kesehatan mental dan
kesejahteraan klien dan keluarga

22
MARYATI AGUSTINA BARIMBING / JURNAL NURSING UPDATE- VOL.11. NO. 3(2020)

REFERENCES

Caqueo-Urízar, Alejandra, Gutiérrez-Maldonado, José, Ferrer-García, Marta, &


Miranda-Castillo, Claudia. (2012). Coping strategies in Aymara caregivers of
patients with schizophrenia. Journal of immigrant and minority health, 14(3), 497-
501.

Das, Shyamanta, Das, Bornali, Nath, Kakoli, Dutta, Arunima, Bora, Priyanka, &
Hazarika, Mythili. (2017). Impact of stress, coping, social support, and resilience
of families having children with autism: A North East India-based study. Asian
journal of psychiatry, 28, 133-139.

Dewi, Gita Kirana. (2018). Pengalaman caregiver dalam merawat klien skizofrenia di
Kota Sungai Penuh. Jurnal Endurance, 3(1), 200-212.

Gloria, Christian T, & Steinhardt, Mary A. (2016). Relationships among positive


emotions, coping, resilience and mental health. Stress and Health, 32(2), 145-
156.

Grant, Sheena, Cross, Elaine, Wraith, James Edmond, Jones, Simon, Mahon, Louise,
Lomax, Michelle, . . . Hare, Dougal. (2013). Parental social support, coping
strategies, resilience factors, stress, anxiety and depression levels in parents of
children with MPS III (Sanfilippo syndrome) or children with intellectual
disabilities (ID). Journal of inherited metabolic disease, 36(2), 281-291.

Indarjo, Sofwan. (2009). Kesehatan jiwa remaja. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 5(1).

Islami, Siti Vitalia, Fakhriadi, Rudi, & Khairiyati, Laily. (2018). Faktor determinan
kejadian skizofrenia pada pasien rawat jalan di Rumah Sakit Sambang Lihum
Kalimantan Selatan. Berkala Kesehatan Masyarakat Indonesia, 1(1).

Maramis, Willy F., & Maramis, Albert A. (2009). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi 2:
Surabaya: Airlangga University Press.

Meléndez, Juan C, Satorres, Encarna, Redondo, Rita, Escudero, Joaquín, & Pitarque,
Alfonso. (2018). Wellbeing, resilience, and coping: Are there differences between
healthy older adults, adults with mild cognitive impairment, and adults with
Alzheimer-type dementia? Archives of gerontology and geriatrics, 77, 38-43.

Moore, Barbara C, Biegel, David E, & McMahon, Thomas J. (2011). Maladaptive coping
as a mediator of family stress. Journal of social work practice in the addictions,
11(1), 17-39.

Nuraenah, Mustikasari, & Putri, Yossie Susanti Eka. Hubungan dukungan keluarga dan
beban keluarga dalam merawat anggota dengan riwayat perilaku kekerasan di
RS. Jiwa Islam Klender Jakarta Timur.

Peer, Justin W, & Hillman, Stephen B. (2014). Stress and resilience for parents of
children with intellectual and developmental disabilities: A review of key factors

23
FIRST AUTHOR / JURNALILMIAH OBSGIN- VOL.X. NO. X(XXXX)

and recommendations for practitioners. Journal of Policy and Practice in


Intellectual Disabilities, 11(2), 92-98.

Peterson, Sandra J, & Bredow, Timothy S. (2009). Middle range theories: application to
nursing research: Lippincott Williams & Wilkins.

Ruzibiza, Christian, Grattan, Rebecca E, Eder, Rebekah, & Linscott, Richard J. (2018).
Components of schizophrenia liability are not uniformly associated with stress
sensitivity, resilience, and coping. Psychiatry research, 260, 10-16.

Sun, Fei. (2014). Caregiving stress and coping: A thematic analysis of Chinese family
caregivers of persons with dementia. Dementia, 13(6), 803-818.

BIOGRAPHY

Ns. Maryati Agustina Barimbing, S.Kep., M.Kep merupakan dosen pengajar di program
studi Ners, Fakultas Kesehatan, Universitas Citra Bangsa di Kupang, Nusa Tenggara
Timur. Penulis menempuh pendidikan Diploma III Keperawatan di Akademi
Keperawatan Pemerintah Kabupaten Belu, kemudian melanjutkan pendidikan sarjana
keperawatan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Citra Husada Mandiri Kupang dan
program profesi ners di Universitas Advent Indonesia. Pendidikan megister ditempuh
oleh penulis di Universitas Brawijaya Malang dan mengambil peminatan Keperawatan
Jiwa.

24

You might also like