You are on page 1of 10

A Peripheral Neuropaty In A Multiple Sclerosis: An Uncommon Clinical Manifestation

Neuropati Perifer Pada Pasien Dengan Multiple Sklerosis: Manifestasi Klinis Yang Jarang
Di Jumpai

Nona Suci Rahayu1, Syahrul2, Endang Mutiawati Rahayuningsih3

1
Neurology Resident, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Indonesia
2
Staff of Department of Neurology Faculty of Medicine Syiah Kuala University/ Dr. Zainoel
Abidin General Hospital, Banda Aceh, Indonesia
3
Peripheral nerve and immunology division, Department of Neurology Faculty of Medicine
Syiah Kuala University/ Dr. Zainoel Abidin General Hospital, Banda Aceh, Indonesia
nonasucirahayu@yahoo.com

ABSTRACT
Introduction: Multiple sclerosis is a chronic inflammatory autoimmune demyelinating disease of
the central nervous system. Basal ganglia and subthalamic nucleus are common demyelinating
process areas rather than those of the cerebellar and brain stem lesion. Although demyelinating
mostly attacks along axonal in the central nervous system, the peripheral nerve system could also
be affected in multiple sclerosis. An electrophysiology such as a nerve conduction study (NCS)
could be one of the diagnostic tools for assessing central and peripheral involvements, especially
in multiple sclerosis. The aim of case report is to show peripheral neuropathy in multiple
sclerosis patient. Case Report: Study reported an uncommon clinical manifestation, which has
been confirmed by the nerve conduction study from a 31-year-old woman with the chief
complaint of severe weakness in her lower extremities 2 weeks prior. Numbness, bladder and
bowel disturbances and also presented a paroxysmal dyskinesia in her left leg since 1 week
before. In autoanamnesis, she was diagnosed with multiple sclerosis in 2009, started by blindness
in both of eyes and weakness in all extremities. The similar complaint have recurred frequently
since 10 years ago with a self-remission. Discussion: The NCS showed a very slow nerve
conduction velocity and a prolonged distal latency of tibial and peroneal nerves. Moreover, the
slow sensory conduction velocities of tibial and peroneal nerves performed a severe peripheral
neuropathy in the lower extremities. Head Magnetic Resonance Imaging in patient has shown a
T2-hyper intense in the periventricular, parietal lobe bilateral, and brain atrophy of fronto-
temporo-parietal lobes bilateral.
Keywords: Multiple sclerosis, Nerve conduction studies, Peripheral neuropathy.

ABSTRAK

Pendahuluan: Multiple sklerosis adalah sebuah penyakit autoimun dengan inflamasi kronis dan
proses demielinasi pada sistem saraf pusat. Basal ganglia dan nukleus subthalamicus merupakan
lokasi demielinasi tersering dibandingkan dengan area lainnya seperti serebelum dan batang
otak. Meskipun proses demielinasi banyak menyerang axon pada sepanjang sistem saraf pusat,
sistem saraf perifer juga dapat ikut terlibat pada penyakit multiple sklerosis. Pemeriksaan
elektofisiologi seperti kecepatan hantar saraf dapat menjadi salah satu alat diagnostik untuk
menilai keterlibatan sistem saraf pusat dan perifer khususnya pada pasien multipel
sklerosis.Laporan kasus ini bertujuan untuk melihat adanya kelainan saraf perifer pada pasien
dengan diagnosa multiple sklerosis. Laporan Kasus: Sebuah manifestasi klinis yang jarang,
dijumpai pada hasil pemeriksaan kecepatan hantar saraf dari seorang wanita 31 tahun dengan
keluhan utama kelemahan pada kedua anggota gerak bawahnya sejak dua minggu yang lalu.
Pasien mengeluh kebas, gangguan miksi dan defekasi disertai diskinesia paroksismal pada kaki
kirinya sejak satu minggu yang lalu. Pada auto anamnesis, pasien di diagnosa dengan multipel
sklerosis tahun 2009, di awali dengan kedua mata tidak dapat melihat dan kelemahan pada
semua ekstremitas yang terjadi secara perlahan. Keluhan serupa telah berulang sejak 10 tahun
yang lalu dan membaik dengan sendirinya. Diskusi: kecepatan hantar saraf menunjukkan
perlambatan Nerve Conduction Velocity (NCV) dan Sensory conduction Velocity (SCV) disertai
pemanjangan latensi distal pada nervus tibial dan peroneal sebagai tanda neuropati perifer pada
ekstremitas bawah pasien. Hasil Magnetic Resonance Imaging (MRI) kepala pasien
menunjukkan T2-hiperintense pada periventrikel, lobus parietal bilateral, dan brain atrofi pada
fronto-temporo-parietal bilateral.

PENDAHULUAN

Multipel sklerosis (MS) merupakan kelainan susunan saraf pusat yang paling banyak mengenai
usia muda dan paruh baya. Penyakit ini memiliki manifestasi yang beragam dan perjalanan yang
bervariasi, lesi demielinating memiliki spektrum klinis yang luas, mulai dari episode tunggal
yang ringan hingga yang berpotensi fatal. Studi epidemiologi menunjukkan bahwa MS
ditemukan dua kali lebih banyak pada wanita, dan paling sering muncul pada dekade ketiga dan
keempat.1

Dari studi observasi yang pernah dilakukan ditemukan bahwa MS yang berkembang di populasi
Asia dominan mempengaruhi nervus optikus dan medula spinalis, keterlibatan otak jarang
didapatkan. Faktor genetik dianggap menjadi salah satu faktor predisposisi untuk terjadinya MS.
Pada pasien dengan MS, setidaknya 10-15% memiliki 1 anggota keluarga dekat (first-degree
relative) yang terkena, namun resikonya tidak jauh berbeda untuk hubungan orang tua-anak
dengan hubungan lainnya.1 Pada MS proses primernya salah satunya adalah demielinisasi yang
menyebabkan hilangnya mielin pada akson susunan saraf pusat. Hilangnya mielin muncul
bersamaan dengan proses patologi lain yang juga mempengaruhi akson, elemen glia, atau
pembuluh darah. Meskipun tidak ada kriteria spesifik untuk menentukan diagnosis MS, MRI
merupakan modalitas penunjang yang paling membantu diagnostik. Ketika didapatkan temuan
tipikal pada MRI disertai dengan anamnesis dan temuan klinis yang klasik, modalitas lain
mungkin tidak perlu dilakukan lagi pada seting klinis. Temuan klasik MRI ditandai dengan
multiple well-demarcated ovoid plaque yang aksis panjangnya terletak tegak lurus di sepanjang
callososeptal interfaces dan menunjukkan perivenular extension pada corpus callosum (Dawson
finger). Terlebih lagi, plak tersebut memiliki kecenderungan di periventrkular dan subcortical
white matter, middle cerebellar peuduncle, pons, atau medulla. 1 Neuropati perifer pada penderita
MS merupakan manifestasi klinis yang jarang dijumpai. Keterlibatan saraf perifer pada penderita
MS hingga saat ini masih menjadi kontroversi dikalangan para peneliti. Masih menjadi
pertanyaan apakah neuropati perifer terjadi sebagai akibat langsung dari proses demielinisasi
aksonal pada MS atau sebagai temuan klinis yang tidak terduga sebelumnya. Pemeriksaan
elektrofisiologi seperti pemeriksaan elektromiografi dan kecepatan hantar saraf dapat menjadi
modalitas pemeriksaan untuk menilai neuropati perifer pada pasien dengan MS.2

LAPORAN KASUS

Anamnesis

Perempuan usia 31 tahun datang dengan keluhan kelemahan kedua anggota gerak bawah sejak 2
minggu yang lalu. Kelemahan anggota gerak bawah diikuti dengan keluhan gangguan buang air
besar dan buang air kecil sejak 2 minggu terakhir. Pasien juga mengeluh tidak dapat melihat
sejak 10 tahun yang lalu. Gangguan penglihatan awalnya dialami pasien hilang timbul hingga
menetap sekarang. Keluhan kebas-kebas yang hilang timbul di keempat anggota gerak juga
dikeluhkan oleh pasien sejak 10 tahun terakhir. Dari autoanamnesa, pasien mengaku pernah
mengalami keluhan serupa beberapa kali dalam 10 tahun terakhir namun keluhan kembali
membaik. Pasien juga mengeluh kaki kiri bergerak-gerak seperti gerakan menari dan tidak dapat
dikendalikan saat pasien bangun maupun tidur. Keluhan kaki kiri bergerak tidak terkendali ini
sudah dialami pasien sejak 1 minggu terakhir. Pasien sebelumnya sudah beberapa kali dirawat
dan didiagnosa multiple sklerosis oleh dokter saraf sejak tahun 2009, namun pasien tidak rutin
kontrol berobat saat keluhan kembali membaik.

Pemeriksaan fisik neurologis

Dari pemeriksaan fisik neurologi dijumpai:

GCS : E4 M6 V5

N. Cranialis. : visus 0/0, pupil isokor 3mm/3mm , RCL (+/+) RCTL (+/+), paresis
nervus XII sentral

Kekuatan Motorik : 5555|5555

5555|5555 (dyskinesia paroksismal)

Refleks Fisiologis :

Patella (+2|+2)

Achilles (+2|+2)

Refleks Patologis :

Babinski (+ | +)

Sensorik : parastesi di keempat ekstremitas, gangguan proprioseptif


Otonom : retensio urin et alvi

Pada pasien juga dilakukan pemeriksaan elektrofisiologi untuk menilai kecepatan hantar saraf,
pada pemeriksaan didapatkan perlambatan Nerve Conduction Velocity (NCV) dan Sensory
conduction Velocity (SCV) disertai pemanjangan latensi distal pada nervus tibial dan peroneal
sebagai tanda neuropati perifer pada ekstremitas bawah pasien. Selama perawatan pasien
mendapat terapi vitamin neurotrofik, deksametasone per 8 jam, gabapentin per 8 jam,
clonazepam per hari dan pada pasien dijadwalkan pula fisioterapi pasif kedua ekstremitas bawah,
dan konsul ke bagian ophtalmologi untuk tatalaksana gangguan penglihatan pasien.

Selama rawatan pasien dilakukan pemeriksan imajing penunjang yaitu MRI kepala. Berikut hasil
MRI kepala pasien:

Gambar 1. Gambar 2.
Gambar 3. Gambar 4.

Dari hasil Magnetic Resonance Imaging (MRI) kepala pasien menunjukkan T2-hiperintense pada
periventrikel, lobus parietal bilateral, dan brain atrofi pada fronto-temporo-parietal bilateral.

DISKUSI

Multiple sclerosis (MS) adalah suatu penyakit autoimun yang mempengaruhi sistem saraf pusat
(otak dan sumsum tulang belakang). Penyakit ini disebabkan oleh kerusakan selubung mielin,
sehingga sinyal saraf menurun/ melambat, bahkan berhenti. Kerusakan ini akibat inflamasi
karena sistem kekebalan tubuh menyerang sistem saraf. Hal ini bisa mengenai otak, saraf
optikus, dan sumsum tulang belakang. Hingga saat ini penyebabnya tidak diketahui, sebagian
besar percaya disebabkan oleh virus atau kelainan genetik, atau keduanya. Selain itu, faktor
lingkungan juga dapat turut berperan. Seseorang dengan riwayat keluarga positif sedikit lebih
berpotensi terkena penyakit ini.3 Gejala penyakit ini sangat beragam, karena lokasi dan beratnya
serangan berbeda. Serangan dapat berlangsung selama beberapa hari, minggu, atau bulan.
Serangan akan diikuti oleh periode penurunan gejala atau bahkan tanpa gejala sama sekali,
disebut periode remisi. Penyakit ini bisa makin memburuk tanpa periode remisi. Setiap bagian
otak atau sumsum tulang belakang dapat terserang kelainan ini:4
Gejala terkait penglihatan meliputi; penglihatan ganda, tidak nyaman pada mata, kehilangan
penglihatan (umumnya satu mata terlebih dahulu). Gejala terkait otot meliputi; hilang
keseimbangan, spasme atau kaku otot, kesulitan menggerakan tangan atau kaki, kesulitan
berjalan, kesulitan melakukan gerakan kecil dan perlu koordinasi, tremor pada satu atau lebih
tangan atau kaki, kelemahan satu atau lebih tangan atau kaki
Gejala terkait pencernaan dan berkemih: Konstipasi dan inkontinensia feses, sulit memulai
berkemih, sering berkemih, keinginan kuat berkemih (urgency), inkotinensia urin. Sensasi baal,
tingling, atau nyeri: nyeri wajah, spasme otot, nyeri, rasa geli/tingling, seperti ada yang merayap
atau perasaan terbakar pada tangan dan kaki, Gejala bicara dan menelan: Cadel atau sulit
mengerti pembicaraan, kesulitan mengunyah dan menelan.
Kelainan pada saraf perifer adalah temuan klinis yang jarang dijumpai pada pasien dengan MS.
Saat kelainan pada saraf perifer muncul, biasanya kondisi ini dikaitkan dengan faktor lain yang
berhubungan penyakit/kondisi penyerta seperti malnutrisi atau efek obat-obatan sitotoksik.
Penelitian yang dilakukan oleh Miglietta dan Lowenthal melaporkan terdapat 3 kasus neuropati
perifer pada 54 pasien dengan MS dan neuropati perifer yang terjadi dikaitkan dengan proses
kompresi, toksik, dan faktor nutrisi.5 Taraschi dan Lanzi melaporkan kecepatan hantar saraf
normal pada fungsi motorik dan sensory pada sebagian besar kasus MS, yang ditandai dengan
adanya perlambatan dan pemanjangan latensi distal pada beberapa kasus MS.6 Hopf dan
Eysholdt melaporkan adanya proses demielinisasi pada saraf perifer pada beberapa kasus dari 36
kasus MS yang diteliti.7
Pada laporan kasus pasien ini pasien dengan diagnosa MS dan dilakukan pemeriksaan
elektrofisiologi dijumpai kecepatan hantar saraf menunjukkan perlambatan Nerve Conduction
Velocity (NCV) dan Sensory conduction Velocity (SCV) disertai pemanjangan latensi distal pada
nervus tibial dan peroneal sebagai tanda neuropati perifer pada ekstremitas bawah pasien.

Beberapa cara diagnosis MS:

1. MRI (magnetic resonance imaging).


MRI merupakan pencitraan pilihan untuk konfirmasi dugaan MS dan untuk memantau
perjalanan penyakit.
2. Evoked potential: digunakan untuk identifikasi lesi subklinik, meskipun tidak spesifik
untuk MS.
3. Pungsi lumbal: dapat berguna jika tidak tersedia MRI atau jika temuan MRI non-
diagnostik. Cairan serebrospinal dievaluasi untuk adanya berkas oligoklonal dan produksi
IgG (immunoglobulin G) intrathekal.

Adapun kriteria lainnya yang dapat digunakan untuk menegakkan diagnosa MS adalah kriteria
Mc Donald.
Tabel 1. Kriteria diagnosa Multiple Sklerosis McDonald 2010

Terdapat revisi terkait kriteria gambaran MRI pada MS oleh kelompok studi
MAGNIMS(Magnetic Resonance Imaging in MS). Rekomendasi ini terutama terkait dengan
kriteria diseminasi ruang, sehingga diharapkan mampu memberikan diagnosis yang lebih akurat.8

Perubahan kriteria diseminasi dalam ruang adalah suatu gambaran dikatakan memenuhi kriteria
diseminasi ruang jika memenuhi minimal dua poin berikut ini :

 Tiga atau lebih lesi periventrikuler


 Satu atau lebih lesi infratentorial
 Satu atau lebih lesi sumsum tulang belakang
 Satu atau lebih lesi saraf optik
 Satu atau lebih lesi kortikal atau jukstakortikal

Adapun beberapa klasifikasi MS adalah :

 RRMS (relapsing-remitting MS): sekitar 85% kasus. Pasien dengan kelainan ini akan
mengalami periode sementara relaps, kemudian eksaserbasi saat muncul gejala baru.
Sebagian besar pasien RRMS akan menjadi SPMS pada saat tertentu.
 SPMS (secondary progressive MS): gejala akan memburuk seiring waktu. Perburukan
dapat disertai atau tanpa relaps dan remisi.

 PPMS (primary progressive MS): tipe MS yang jarang, hanya pada sekitar 10% pasien
MS. PPMS dikarakteristikkan dengan perburukan gejala secara perlahan-lahan sejak
permulaan, tanpa relaps atau remisi.

 PRMS (progressive-relapsing MS): tipe MS yang sangat jarang (5%), PRMS


dikarakteristikkan dengan perburukan penyakit secara stabil sejak permulaan, disertai
relaps akut, tetapi tanpa remisi, dengan atau tanpa pemulihan kondisi.8

Secara umum beberapa modalitas terapi, antara lain: Terapi fisik, penggunaan alat bantu,
pola hidup sehat, olahraga yang sudah terprogram, suplemen dan vitamin D, dan obat-
obatan .Beberapa pilihan terapi untuk membantu meringankan kelainan, antara lain: untuk
mengatasi relaps akut, terapi yang direkomendasikan adalah kortikosteroid, yaitu
methylprednisolone 0,5 g oral setiap hari selama 5 hari. Dapat dipertimbangkan dosis 1 g/hari
untuk 3-5 hari sebagai alternatif. Namun Didasarkan pada keefektifan biaya, INF- beta
adalah yang terbaik. Untuk keadaan relaps dapat digunakan obat- obatan seperti:9

1. Plasmapheresis (pertukaran plasma) dapat digunakan untuk jangka pendek pada serangan
berat yang tidak dapat menggunakan steroid atau steroid tidak efektif.

2. Dexamethasone sering digunakan untuk mengatasi mielitis transversa akut dan ensefalitis
diseminata akut.

3. Obat imunomodulator sering disebut DMAMS (disease-modifying agents for MS)


sebagian besar jenis ini telah disetujui untuk MS yang relaps. Obat golongan ini dipercaya
mampu menurunkan progresivitas dan relaps.

PERNYATAAN PENULIS
Pada laporan kasus ini penulis berupaya mengungkapkan adanya temuan klinis yang jarang
dijumpai pada pasien dengan MS. Temuan klinis yang dimaksud adalah adanya kelainan pada
saraf perifer penderita MS, yang dapat dinilai secara objektif melalui pemeriksaan
elektrofisiologi seperti dengan menilai kecepatan hantar saraf (KHS) pada pasien.

DAFTAR PUSTAKA

1. Aminoff MJ, Greenberg DA, Roger PS. 2015. Clinical Neurology. McGraw-Hill Education /
Medical; 9 edition. p232-237.

2. Sarova Pinhas I, Achiron A, Peripheral neuropathy in multiple sclerosis: a clinical and


electrophysiologic study. Acta Neurol Scand 1995: 91: 234-238.

3. Mary, AM. 2012. Multiple Sclerosis In Netter’s Neurology. Elsevier Inc. 2nd Ed. p386-402.

4. Gregory FW, Enrique A. 2011. The immuno-pathophysiology of multiple sclerosis. Neurol


Clin. May ; 29(2): 257–278.

5. Miglietta, Lowenthaml. A study of peripheral nerve involvement in 54 patients with MS.Arch


Phys Med Rehabil 1961: 42: 513-578.

6. Taraschgi, Lanzig. Etude de la vitesse de conduction du nerf cubital dans la sclerose en


plaques. EEG Clin Neu- rophysiot 1962: 22: 54-55.

7. Hopfhc, Eysholdmt. Impaired refractory periods of peripheral nerves in multiple sclerosis.


Ann Neurol 1978: 4: 499-501.

8. Loma I, Heyman R. 2011. Multiple sclerosis: pathogenesis and treatment. Curr


Neuropharmacol. Sep; 9(3): 409-16

9. Oh J, Calabresi PA. 2013. Emerging injectable therapies for multiple sclerosis. Lancet Neurol.
Nov;12(11):1115-26.

You might also like