You are on page 1of 7

Jurnal Anestesiologi Indonesia

LAPORAN KASUS
Peran Plasmafaresis pada Terapi Pasien Sepsis dengan Myasthenia Gravis

The Role Of Plasmapheresis In Myasthenia Gravis With Sepsis


Ahmad Imron*, Dita Aditianingsih**, Yohanes W George**
* Bagian Anestesi dan Terapi Intensif Rumah Sakit Mitra Keluarga Bekasi
**Bagian Anestesi dan Terapi intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Korespondensi/correspondence: ahmad_imron@yahoo.com

ABSTRACT
Background: Plasmapheresis is potential to remove harmful or toxic mediator from
the circulation. Plasmapheresis have been showed significantly improve outcome in
autoimmune disease. The theurapetic efficacy and safety of plasmapheresis in the
treatment of the patient in the severe sepsis and septic shock have been studied.
Case: A 18 years old female was diagnosed after respiratory failure due to myasthenia
gravis and severe sepsis due to pneumonia. She was referred from other hospital after
the failure of anticholinesterase drugs to treat the symptomp of myasthenia gravis.
Chest x-ray showed infiltrates at paracardial and basal right lung. Therapy had been
given during the ICU stay are antibiotic, supportive drugs, and plasmapheresis was
performed for 4 times. After appropiate antibiotic had given and plasmapheresis had
been performed, the patient showed improvement of the musclestrength. PatienT
successfully weaned from ventilator at day-9, and return to the ward at day-10.
Summary: Plasmapheresis plays important role in the treatment of myasthenia gravis
with sepsis. Plasmapheresis is utilized to remove a variety of offending plasma
pathogens, such as antibodies, abnormal immunoglobulins and circulating immune
complexes
Keywords: Myasthenia gravis, plasmapharesis, intensive care
ABSTRAK
Pendahuluan : Plasmapheresis berpotensi untuk menghilangkan mediator berbahaya
atau beracun dari sirkulasi . Plasmapheresis telah menunjukkan peningkatan keluaran
yang bermakna pada penyakit autoimun . Kemanjuran theurapetic dan keamanan
plasmapheresis dalam pengobatan pasien di sepsis berat dan syok septik telah
dipelajari .
Kasus : Seorang perempuan berusia 18 tahun didiagnosis dengan gagal nafas karena
myasthenia gravis dan sepsis berat akibat pneumonia . Dia dirujuk dari rumah sakit
lain setelah kegagalan obat antikolinesterase untuk mengobati gejala dari myasthenia
gravis. x foto thorax menunjukkan infiltrat di paru-paru kanan paracardial dan
basal . Terapi yang diberikan selama di ICU adalah antibiotik , obat-obatan suportif ,
dan plasmapheresis dilakukan selama 4 kali . Setelah antibiotik yang sesuai diberikan
dan plasmapheresis selesai, pasien menunjukkan perbaikan kekuatan otot. Pasien
berhasil disapih dari ventilator pada hari ke - 9 , dan kembali ke bangsal di hari - 10 .

210 Volume V, Nomor 3, Tahun 2013


Jurnal Anestesiologi Indonesia

Ringkasan : Plasmapheresis memainkan peran penting dalam pengobatan myasthenia


gravis dengan sepsis . Plasmapheresis digunakan untuk menghapus berbagai faktor
pemicu dalam plasma , seperti antibodi , imunoglobulin abnormal dan kompleks imun
dalam sirkulasi
Kata Kunci: Myasthenia gravis, plasmapharesis, terapi intensif

PENDAHULUAN

Banyak perkembangan yang terjadi Myasthenia gravis (MG) merupakan


dalam bidang teknologi medis dan obat- penyakit autoimmune dengan gejala
obat an baru, tetapi kita tetap murni pada motorik yang menyebabkan
menghadapi penyakit yang tidak dapat kelemahan dan kelelahan. Gejalanya
dikelola dengan baik. Sudah diketahui berfluktuatif sepanjang hari. Penyakit ini
bahwa auto antibodi dan kompleks imun dapat mengenai seluruh tubuh atau
memainkan peranan dalam penyakit sebagian saja dan tidak selalu simetris.
autoimmune. Menghilangkan substansi Gejala pada pernafasan dan mata
patogendari plasma diketahui merupakan mengindikasikan beratnya penyakit. 3
cara yang efektif dalam terapinya. 1
Krisis dapat terjadi karena infeksi dalam
Teknologi plasmaferesis sudah sangat konteks pemakaian immunosupresan,
berkembang dalam 40 tahun terakhir. dosis tinggi pemakaian steroid atau
Plasmapheresis merupakan suatu karena terapi yang tidak adekuat. Krisis
tindakan mengeluarkan darah dari tubuh, mengenai otot-otot pernafasan,
memisahkan bagian sel dengan cara menyebakan gagal nafas dan
sentrifugasi, dan direinfuskan kembali memerlukan bantuan ventilasi invasif
dengan pengganti plasma. Plasmaferesis atau non invasif. Plasmaferesis dan IVIg
digunakan untuk menghilangkan sering efektif memperbaiki kondisi ini
penyebab patogen dalam plasma, seperti degan latar belakang peningkatan
antibodi, imunoglobulin abnormal, immunosupresan dan optimalisasi
circulating immune complexes (CICs), acetylcholine esterase inhibitor.4
cryoprecipitable protein seperti
cryoglobulin, low-density lipoprotein KASUS
(LDL), faktor koagulasi abnormal dan Wanita 18 tahun, tujuh hari sebelum
circulating protein-bound toxic agents. masuk rumah sakit saat tidur, pasien
Agen patogen ini berpotensi didapati ibunya mengalami kemerahan
menyebabkan komplkasi seperti gagal pada daerah wajah, 2 jam kemudian
ginjal, gangguan saraf, gangguan ibunya memberikan mestinon tapi saat
hematologidan gagal multi organ.2 akan diberikan posisi mulut pasien kaku
terkunci, kemudian oleh dokter umum
diberikan suntikan prostigmin, kaku

Volume V, Nomor 3, Tahun 2013 211


Jurnal Anestesiologi Indonesia

menghilang, diberikan mestinon, kondisi Kalium 4,59 mEq/L, dan Chlorida 108
pasien membaik. Beberapa jam mEq/L.
kemudian pasien kembali mengalami
Hasil AGD pada saat masuk ICU
kaku-kaku, dibawa ke RS I, diberi
menunjukkan pH 7,32, paCO2 38,9,
injeksi prostigmin, kemudian pasien
paO2 196, HCO3 20,4 dan SaO2 99,2
kaku lagi, diberi prostigmin dan dirujuk
dengan x-foto thorax menunjukkan
ke RS II untuk fasilitas ventilator. Di RS
massa mediastinal anterior, konsolidasi
II dirawat selama 7 hari, kaku tidak ada
di paru kanan bawah, infiltrat paracardial
lagi, dengan terapi obat tidak ada
kanan
perbaikan. Dirujuk ke RS kami untuk
plasmafaresis.Ditemukan hipersalivasi Pasien didagnosis dengan Myasthenia
(+), diare (-), kelopak mata turun (-), gravis dengan krisis myastenik dan
sesak nafas (+), kelemahan tangan kaki Hospital Acquired Pneumonia. Pasien
(-). kemudian mendapat program terapi
antibiotik empirik Ceftriaxone 2 x 1
Terdiagnosis myasthenia gravis sejak 3
gram dan kultur sputum. FASTHUG
tahun yang lalu, terapi selama ini
bundle dengan diet cair, analgetik
dengan mestinon 3 X 60 mg. Pasien
morfin ,sedasi midazolam,
bisa beraktifitas normal namun terbatas.
Tromboembolic prophylaxis heparin,
Hasil CT Thorax sebelum masuk RS
Elevation head of bed 30° dengan alih
menunjukkan gambaran timoma, pasien
baring, Stress ulcer prophylaxis
pernah dianjurkan operasi tapi menolak.
omeprazole, dan pengecekan gula darah
Riwayat keluarga tidak ada yang
per 24 jam
menderita myasthenia, ataupun keluhan
serupa. Pada hari ke 2 di ICU, pasien sadar,
tekanan darah 110mmHg – 130 mmHg /
Pemeriksaan fisik pada hari pertama
70 mmHg – 100 mmHg, Nadi 80 – 110x/
masuk ICU keadaan umum pasien
menit , S 36,2 – 37,8 C. Pemeriksaan
gelisah namun sadar, TD 110 - 150/70 -
fisik paru masih menunjukkan ronki +/+.
90 mmHg ,N 70 – 120 x/ menit, RR 20 -
Setting ventilator pasien diubah menjadi
30x/menit. Pemeriksaan fisik paru paru
SIMV dengan Mandatory ventilation 8
didapatkan ronki pada kedua lapangan
PS 10 PEEP 5 FiO2 40%. Pasien
paru. Pasien mendapatkan bantuan nafas
diprogramkan untuk plasmafaresis dan
dengan ventilator dengan setting
terapi lain dilanjutkan
pressure control PC 12 PEEP 5 RR 10
FiO2 60%. Hasil pemeriksaan Pada hari ke 3 di ICU, pasien Sadar,
laboratorium awal masuk ICU tekanan darah 100-129/70-90, N 80 –
menunjukkan Kadar Hb 14,9, 100 x/menit, Laju nafas 20-30 x/menit, S
Hematokrit 46%, Leukosit 15.800, dan 36,7 – 37,8 C. pemeriksaan fisik masih
trombosit240.000 dengan Ca ion 1,08 sama dengan hari sebelumnya dan
mEq/L, CRP 168 , Natrium 143mEq/L,

212 Volume V, Nomor 3, Tahun 2013


Jurnal Anestesiologi Indonesia

setting ventilator tidak diubah. Pasien binasal 3 lpm. Pemeriksaan lekosit juga
menjalani plasmafaresis I. menunjukkan perbaikan dengan hasil
10.700. Pasien diprogramkan untuk
Pada hari ke 4 di ICU TD 90 – 120/ 60 –
Plasmafaresis IV. Pada hari ke 10,
90, N 80 – 100, FN18 – 30
pasien pindah ke ruang rawat biasa
Pemeriksaan Lekosit meningkat hingga
27.000 setting ventilator diubah menjadi PEMBAHASAN
SIMV dengan Mandatory ventilation 10
Penyakit autoimun myasthenia gravis
PS 12 PEEP 5 FiO2 40%. Pasien
(MG) merupakan penyakit tersering
diprogramkan untuk Plasmafaresis II
yang menyerang neuromuscular
Pada hari ke 6 di ICU didapatkan junction. Autoantibodi dan ditambah
pemeriksaan Lekosit 20.900 dan hasil deposit dari komplemen mengurangi
kultur Isolate 1 : Acetinobacter jumlah nicotinic acetylcholine receptors
baumanii dan Isolate 2 : Enterobacter (AChR) post sinap dan destruksi mikro
aerogenes. Resisten terhadap motor endplate menyebabkan gangguan
ceftriaxone dan sensitif terhadap transmisi neuromuscular. Gejala utama
doripenem, imipenem, meropenem. MG adalah kelemahan dan kelelahan
Antibiotik ceftriaxon dihentikan dan otot rangka umumnya dengan distribusi
digantikan dengan Imipenem 4 x yang spesifik. Kelemahan meningkat
500mg. Terapi lain dilanjutkan. Pasien dengan aktifitas dan membaik setelah
kemudian diprogramkan untuk weaning, beristirahat
dan setting ventilator diubah menjadi
Pasien sudah didiagnosis MG sejak 3
SIMV dengan Mandatory ventilation 6
tahun yang lalu dan mendapat mestinon
PS 10 PEEP 5 FiO2 40%.
3 x 60 mg. Pasien dapat beraktifitas
Pada hari ke tujuh pasien sadar dengan normal tetapi dibatasi. Tanda utama MG
TD 100 – 140/ 60 – 80, N 80 – 120, FN adalah kelelahan dengan aktifitas fisik
12 – 28. Pasien masih dalam program dan membaik dengan istirahat.
weaning dan setting ventilator diubah Kelemahan akan diperburuk dengan
menjadi spontan PS dengan PS10 PEEP paparan panas, infeksi dan stres.
5 FiO2 40%. Terapi lain masih Kelemahan yang berat pada MG dapat
dilanjutkan dan pasien diprogramkan menyebabkan disfagi, berkurangnya
untuk Plasmafaresis III. kemampuan batuk dan berkurangnya
kapasitas vital. Kelemahan otot nafas
Pada hari ke delapan terdapat perbaikan
dapat menyebabkan krisis myasthenic
bermakna pada pemeriksaan fisik dan x
yang mengancam nyawa dan
foto thorax paru, setting ventilator
membutuhkan ventilasi mekanik dan
diubah menjadi CPAP 5 FiO2 40%.
pemasangan pipa nasogastrik. Hal ini
Pasien diekstubasi pada hari ke
dapat disebabkan infeksi dan obat-obatan
Sembilan dan diberikan kanul oksigen
tertenti seperti aminoglikosida, obat

Volume V, Nomor 3, Tahun 2013 213


Jurnal Anestesiologi Indonesia

pelumpuh otot, magnesium sulfat, beta degan latar belakang peningkatan


bloker dan antibiotik fluroquinolon.5 immunosupresan dan optimalisasi
acetylcholine esterase inhibitor.4
Saat terjadi serangan pertama, mulut
pasien mengunci / trismus. Trismus saat Saat ini di Amerika serikat,
ini digunakan untuk mendefinisikan immunoglobulin digunakan pada banyak
restriksi dari membuka mulut. Gejala penyakit dengan lebih dari 75%
trismus pada MG sangat jarang. Kondisi penggunaan untuk penyakit autoimun
penyakit neurologis seperti MG jarang atau kondisi inflamasi. FDA meyetujui
disebut sebagai penyebab trismus.6 penggunaan terapi imunglobulin pada
penyakit tertentu. Penyakit yang
Pasien selain menderita myasthenia
disetujui FDA adalah Primary
gravis, juga jatuh dalam keadaan sepsis.
immunodeficiency disease, Chronic
Sepsis merupakan suatu Systemic
lymphocytic leukemia, Pediatric HIV
Inflammatory Response Syndrome yang
infection, Kawasaki’s disease,
dipicu oleh infeksi. Hal ini ditandai
Allogeneic bone marrow transplantation,
dengan adanya takikardi 100 x/menit,
Chronic inflammatory demyelinating
takipnu 20 – 30 x/menit, lekositosis
polyneuropathy, Kidney transplantation
15.800, hipertermi 38°C. Pada foto
involving a recipient with a high
thorax didapatkan infiltrat pada paru
antibody titer or an ABO-incompatible
kanan bawah dan paracardial kanan. 7
donor, Multifocal motor neuropathy,
Clinical Pulmonary Infection Score Guillain–Barré syndrome, Relapsing–
(CPIS) pasien ini > 6 yang remitting multiple sclerosis,Myasthenia
mengindikasikan adanya pnemonia. gravis,Refractory polymyositis,
Terdapat sekresi trakhea, pada foto torak Polyradiculoneuropathy, Lambert–Eaton
terdapat infiltrat yang terlokalisir, myasthenic syndrome, Opsoclonus–
lekositosis > 11.000. Diberikan myoclonus, Birdshot retinopathy,
antibiotik empirik ceftriaxone sambil Refractory dermatomyositis,
menunggu hasil kultur sputum.8 Autoimmune hemolytic anemia, Severe
anemia associated with parvovirus B19,
Krisis dapat terjadi karena infeksi dalam Autoimmune neutropenia, Neonatal
konteks pemakaian immunosupresan, alloimmune thrombocytopenia, HIV-
dosis tinggi pemakaian steroid atau associated thrombocytopenia, Graft-
karena terapi yang tidak adekuat. Krisis versus-host disease, Cytomegalovirus
mengenai otot-otot pernafasan, infection or interstitial pneumonia in
menyebakan gagal nafas dan patients undergoing bone marrow
memerlukan bantuan ventilasi invasif transplantation, Pemphigus vulgaris,
atau non invasif. Plasmaferesis dan Pemphigus foliaceus, Bullous
intravenous Immune globulin (IVIg) pemphigoid, Mucous-membrane
sering efektif memperbaiki kondisi ini (cicatricial) pemphigoid, Epidermolysis

214 Volume V, Nomor 3, Tahun 2013


Jurnal Anestesiologi Indonesia

bullosa acquisita, Toxic epidermal dan dikembalikan ke pasien tanpa perlu


necrolysis atau Stevens–Johnson cairan pengganti. 2
syndrome, Necrotizing fasciitis.9
Sebagian besar pasien MG dapat
Cara kerja IVIg menekan imuno distabilkan dalam jangka panjang dengan
modulari dan efek anti inflamasi masih thymectomy atau pemberian obat
belum jelas dengan banyaknya jalur simptomatik, kortikosteroid,
imun bawaan dan adaptif. Dengan immunosupresives, immunoglobulins
banyaknya penyakit ,yang mempunyai atau monoclonal agents. Krisis
profil yang berbeda dengan penyakit myasthenic sebagian besar dapat diatasi
lainnya, berespon terhadap terapi dengan plasma exchange. Terapi ini
immunoglobulin maka sulir digunakan pada pasien yang sulit
mengembangkan mekanisme umum distabilkan dengan terapi
untuk mengetahui cara kerjanya. 9 medikamentosa. 10

Mekanisme yang mungkin berhubungan Dalam kondisi sepsis, dilepaskan seluruh


adalah dengan respon terhadap molekul efektor dari host, beberapa jelas
glucocoricoid. Pada sebagian besar bertanggung jawab pada sindroma sepsis
penyakit kronis yang dapat diterap secara klinis. Hal ini menjelaskan ketika
dengan IVIG, glucocorticoid umumnya menghambat salah satu mediator yang
merupakan first-line therapy. Efek anti menyebabkan disfungsi organ
inflamasi glucocorticoid berperan dalam tampaknya tidak dapat menurunkan
modulasi intraselular ( menambah atau mortalitas pada syok septik. Banyak
menghambat) ekspresi gen. Hasilnya, mediator sepsis yang mungkin belum
glucocorticoid dapat mengurangi ditemukan. Plasmaferesis merupakan
inflamasi pada beberapa tingkatan, metoda non-selektif dengan potensi
termasuk modulasi produksi cytocain menghilangkan mediator toksik dari
dan chemocain, ekspresi adesi molekul sirkulasi.11
dan akumulasi sel inflamasi. 9
Pasien mulai disapih sejak hari kedua
perawatan. Hari ketiga dilakukan
Plasmaferesis merupakan prosedur plasmaferesis, pasien belum dapat
pemisahan plasma dari komponen darah dilanjutkan penyapihan dari ventilator
di luar tubuh dengancara sentigugase sampai hari kelima saat plasmaferesis
atau dengan membrane plasma kedua.
separator. Tahun 1978 diperkenalkan
Setelah plasmaferesis kedua pasien
prosedur plasma exchange. Setelah
mulai dapat dilanjutkan penyapihan.
plasma dipisahkan dari sel, maka diganti
Hari keenam lekosit meningkat menjadi
dengan koloid sebagai pengganti
20.900. Hasil kultur sputum tumbuh
plasma, atau diproses lebih lanjut
Acitenobacter baumanni dan
melalui membraneplasma fractionator

Volume V, Nomor 3, Tahun 2013 215


Jurnal Anestesiologi Indonesia

Enterobacter aerogenes yang resisten 2002 6(3):184–188


terhadap ceftriaxon dan sensitif terhadap 2. Siami GA,Siami FS. Membrane
doripenem, imipenem dan meropenem. Plasmapheresis in the United States: a review
over the last 20 years. Ther Apher 2000, 5
Antibiotik diganti dengan imipenem 4 x (4):315–320
500mg. Setelah diberikan antibiotik
3. Gilhus, NE, Autoimmune myasthenia gravis ,
yang sesuai, proses penyapihan dapat Expert Rev. Neurother. 9(3), 351–358 (2009)
berlangsung dan dua hari kemudian
4. Turner C. A review of myasthenia gravis:
dapat dilakukan ekstubasi. Pathogenesis, clinical features and treatmet.,
Current Anaesthesia & Critical Care (2007)
Krisis myastenik dapat dipicu oleh 18, 15–23
infeksi. Infeksi yang belum tertangani 5. Throuth AJ, Dabi A, Solieman N.
akan menghambat proses pemulihan Myasthenia Gravis: A Review. Autoimmune
dari MG. Pemberian antibiotik yang Diseases Volume 2012, Article ID 874680

tepat akan menyembuhkan infeksinya. 6. Simon SS, Challu AP, Chacko RK. Trismus
Plasmaferesis membantu mempercepat as first presenting complaint in a case of
myasthenia gravis. Indian J Dent Res
pemulihan dengan membuang antibodi 2011;22:729-30.
penyebab MG dan mediator yang beran
7. Rice TW, Gordon RB. Theurapetic
pada sepsis. intervention and target on sepsis, Annu. Rev.
Med. 2005. 56:225-48
RINGKASAN
8. American Thoracic Society : Guidelines for
the management of adults with hospital
Plasmaferesis memainkan peranan yang acquired, venlator-associated and healthcare-
penting dalam penangan krisis assosiated pnemonia. Am J Respir Crit Care
Med 2005;171:388-416.
myasthenic yang disertai dengan sepsis.
Kemampuannya untuk menghilangkan 9. Gelfand EW, Intravenous Immune Globulin
in Autoimmune and Inflammatory Diseases,
penyebab patogen dalam plasma, seperti N Engl J Med 2012;367:2015-25
antibodi, imunoglobulin abnormal,
10.Blaha M,Pit’ha J,Lanska M. Extracorporeal
circulating immune complexes (CICs) Immunoglobulin Elimination for the
berperan mencegah progresifitas Treatment of Severe Myasthenia Gravis. Jo
penyakit . Biomed Biotechnol. 2010; 2010:419520

11.Mandawat A. Outcome of plasmapharesis in


DAFTAR PUSTAKA Myasthenia Gravis: delayed therapy is not
favorable. Muscle Nerve, 2011Apr;43(4):578-
1. Yang KS,Kenpe K, Yamaji K Plasma 84
Adsorption in Critical Care, Ther Apher

216 Volume V, Nomor 3, Tahun 2013

You might also like