Professional Documents
Culture Documents
9628 32449 1 PB PDF
9628 32449 1 PB PDF
1-12 1
Syahyuti
Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian
Jalan Tentara Pelajar No 3B, Bogor 16111, Jawa Barat, Indonesia
Korespondensi penulis. E-mail: syahyuti@gmail.com
Naskah diterima: 16 November 2018 Direvisi: 10 Desember 2018 Disetujui terbit: 20 Desember 2018
ABSTRACT
Massive land grabbing is a global phenomenon that takes place widely by involving cross-country and
continental actors. However, this approach to agricultural development with this pattern is less in line with
agrarian reform, because it produces inequality, conflict, and marginalization of small farmers. Various studies
report the massive land grabbing especially in African countries, Latin America and also Asia. Until now, the
phenomenon of land grabbing that has such serious impacts is not openly discussed by academics, and is often
covered as an inter-state investment dynamic. This paper is a scientific review derived from various studies and
reports, which are constructed into land grabbing character, its causal factors, the resulting impacts, and the
urgency of solutions to suppress its spread. The results of the study show that in Indonesia this is also the case,
and has begun to show the impacts that are less in line with the vision and mission of national agricultural
development, especially the threat to the achievement of food security and farmers' welfare. In the future, the
phenomenon of land grabbing should be used as an open agenda and find solutions by integrating with agrarian
reform planning.
Keywords: land grabbing, conflict, land tenure, agricultural company, agrarian reform
ABSTRAK
Akuisisi lahan secara besar-besaran merupakan sebuah fenomena global yang berlangsung secara luas
dengan melibatkan aktor lintas negara dan benua. Namun demikian, pendekatan pembangunan pertanian
dengan pola ini kurang sejalan dengan reforma agraria, karena menghasilkan ketimpangan, konflik, serta
peminggiran petani kecil. Beragam studi melaporkan masifnya akuisisi lahan terutama di negara-negara Afrika,
Amerika Latin dan juga Asia. Sampai saat ini, fenomena akuisisi lahan yang memiliki dampak serius tersebut
tidak dibicarakan secara terbuka oleh kalangan akademisi, dan seringkali ditutupi sebagai sebuah dinamika
investasi antar negara belaka. Tulisan ini merupakan sebuah review ilmiah yang berasal dari berbagai hasil studi
dan laporan, yang dikontruksi menjadi karakteristik akuisisi lahan, faktor penyebabnya, dampak yang dihasilkan,
serta urgensi solusi untuk menekan penyebarannya. Hasil kajian menunjukan bahwa di Indonesia hal ini juga
berlangsung, dan telah mulai memperlihatkan berbagai dampak yang kurang sejalan dengan visi dan misi
pembangunan pertanian nasional, terutama ancamannya terhadap pencapaian ketahanan pangan dan
kesejahteraan petani. Ke depan, semestinya fenomena akuisisi lahan harus dijadikan sebagai agenda terbuka
dan dicarikan solusinya dengan mengintegrasikan dengan perencanaan reforma agraria.
Kata kunci: akuisisi lahan, konflik, penguasaan lahan, perusahaan pertanian, reforma agraria
Setelah istilah ini muncul, berbagai lembaga FENOMENA AKUISISI LAHAN (LAND
PBB seperti Food and Agricultures GRABBING) DI DUNIA
Oraganization (FAO) dan International Fund for
Agriculture Development (IFAD), memberikan
Berita tentang fenomena akuisisi lahan (land
perhatian dan advokasi serius terhadap
grabbing) muncul dari seluruh dunia, dimana
persoalan ini (Tolo 2014). Berbagai literatur
jumlah kesepakatan dan luas kawasan yang
menerjemahkan land grabbing dengan
tercakup meningkat pesat. Berbagai kajian
“perampasan tanah”, namun penulis dalam
menunjukkan bahwa dalam beberapa tahun
tulisan ini menyebutnya dengan “akuisisi tanah”
terakhir ini antara 20-80 juta hektare tanah telah
karena dilakukan secara legal-formal. Penulis
diakuisisi atau diambil alih, meskipun sulit
tidak menggunakan istilah “perampasan tanah”
dipastikan karena sebagian besar kesepakatan
karena tidak seluruh land grabbing dilakukan
itu dibuat dengan diam-diam (Bolin 2011).
secara ilegal disertai kekerasan.
Kajian tahun 2009 yang dilakukan oleh
Saat ini istilah land grabbing sudah semakin International Food Policy Research Institute
populer bahkan telah menjadi perhatian (IFPRI) memperkirakan 20 juta ha, namun
berbagai lembaga PBB seperti Food and menurut kajian Bank Dunia lebih dari dua kali
Agriculture Organization (FAO) dan International lipat yakni 45 juta ha (Bank Dunia 2010),
Fund for Agricultural Development (IFAD), serta sementara International Land Coalition
organisasi-organisasi non pemerintah.Akusisi memperkirakan 80 juta ha (Farooki and
lahan yang berlangsung di Africa, Amerika Latin, Kaplinsky 2013).
Asia Tengah dan Asia Tenggara telah
Wilayah Afrika merupakan target utama bagi
meramaikan perhatian dunia namun belum
investasi skala besar ini, walaupun juga banyak
banyak dipahami (“.... yet international land
laporan masuk dari seluruh penjuru negara
deals and their impacts still remain little
berkembang di seluruh dunia. Laporan dari PBB
understood”) (Baker-Smith and Miklos-Attila
yakni UN Committee on World Food Security’s
2016).
High Level Panel of Experts on Food Security
Banyak pihak mencemaskan mengenai and Nutrition menyebutkan bahwa investor
akuisisi lahan berskala besar karena interansional telah mengakuisisi lahan seluas
menghambat program reforma agraria 50–80 juta hektar di negara-negara berkembang
pemerintah. Penguasaaan lahan oleh para (middle and low-income countries), melalui
investor besar tentunya akan mempersulit akses pembelian dan penyewaan, dimana dua pertiga
petani kecil dan buruh tani atas tanah pertanian dari area ini berada di sub-Saharan Africa
tersebut. Meskipun banyak penyebab, namun (Pacheco 2012).
fenomena akusisi lahan sejatinya terjadi karena
Pemerintah dan perusahaan menyebut ini
posisi ekonomi pangan yang sangat strategis,
sebagai investasi yang sangat diperlukan di
yakni dengan meroketnya harga bahan pangan,
sektor pertanian, namun yang terjadi bukannya
sehingga pangan menjadi ”ladang emas”
pembangunan pertanianmelainkan hanya
baru.Hal tersebut menyebabkan terjadinya
sekedar pembangunan “agribisnis” (GRAIN
gelombang investasi ke sektor tanaman pangan
2008). Perbedaan kedua pendekatan
di seluruh dunia.
pembangunan ini pernah serius dibicarakan
Tulisan ini merupakan review ilmiah sebagian kalangan. Perdebatan lama tentang
(scientific review) dari berbagai sumber “pembangunan pertanian versus pembangunan
berkenaan dengan fenomena akuisisi lahan agribisnis” misalnya lihat pada catatan Scott
sebagai gejala global yang berlangsung di (2013) dalam tulisannya berjudul “Building
berbagai wilayah termasuk di Indonesia. Hal ini Bridges Between Agribusiness And
merupakan permasalahan yang harus difahami Development”. Dalam tulisan ini, Scott
dan menjadi perhatian publik, karena memiliki menyatakan agribisnis sebagai inti pertanian
implikasi yang luas kepada seluruh sisi modern mengaplikasikan input kimia tinggi yang
kehidupan, terutama pada pembangunan membawa implikasi negatif pada kesehatan
pertanian dan kesejahteraan petani. Struktur lingkungan dan konsumen. Sementara dari sisi
penguasaan lahan yang timpang dan manajemen dan bisnis, agribisnis menyingkirkan
penguasaan lahan yang tidak memadai bagi petani kecil yang dipandang tidak efisien dan
keluarga-keluarga petani merupakan ancaman kalah bersaing. Agribisnis berjalan dengan
terhadap pembangunan pertanian nasional dan prinsip utama keuntungan dan efisiensi,
peningkatan kesejahteraan petani di dunia. sehingga skala usaha harus dipenuhi, dan
semakin besar skala akan lebih baik.
FENOMENA GLOBAL AKUISISI LAHAN (LAND GRABBING) DAN DAMPAKNYA BAGI KESEJAHTERAAN PETANI LOKAL 3
Syahyuti
Demikian pula Pacheco (2012) melihat saluran irigasi baru yang dibangun
bahwa investasi besar-besaran pada aribisnis menyebabkan sebagian rawa-rawa kering,
lintas negara membawa dampak yang kurang sementara program pengembangan petani
terkontrol pada akses pada pangan, kurang berjalan (Da Via 2011). Intinya, proyek
perlindungan hak agraria dan pembagian nilai telah meningkatkan kerawanan pangan di
tambah yang diperoleh. (“... foreign investments daerah tersebut, sedangkan janji untuk memberi
contribute towards overcoming technological ganti rugi yang memadai atau diberi tanah
constraints, fostering agricultural modernisation alternatif untuk menggembalakan ternak atau
and linking local economies with global markets. untuk ditanami tidak terealisasi.
Critics highlight concerns about equitable
Sementara di Ethiopia, sebuah perusahaan
access to food, protection of local tenure rights
Saudi Arabia telah menguasai lebih kurang 10
and enhanced benefit-sharing from land
ribu ha sawah di wilayah Gambella, dimana
development”. Agribisnis secara tidak langsung
perusahaan dibebaskan dari sewa lahan selama
juga menyebabkan kerusakan hutan (forest
60 tahun (Oakland Institute 2011). Kesekapatan
destruction), meskipun adakalanya juga
yang sangat menguntungkan ini mendorong
dipandang sebagai sebuah kegiatan konservasi.
perusahaan untuk merencanakan perkebunan
Menurut Chinsinga et al. (2013) ada dua baru seluas 500 ribu ha di area lain untuk
kubu pendapat dalam konteks akuisisi menghasilkan 1 juta ton beras, jagung, teff
lahanberkala besar ini yakni yang optimis dan (semacam gandum), gula dan biji minyak untuk
pesimis. Dari kubu optimis, melihat bahwa tanah ekspor.Meskipun dijanjikan untuk tidak
akan lebih efektif secara ekonomi untuk sentra mengganggu kawasan konservasi, namun
pertanian berskala luas daripada dikelola oleh Otoritas Konservasi Satwa Liar Ethiophia
petani dengan skala rumah tangga, sehingga memperkirakan bahwa sekitar 438 ribu ha lahan
berpeluang untuk menghadirkan investor. yang sudah dibuka berada di area yang
Dengan kata lain, land grabbing diyakini lebih sebelumnya adalah Taman Nasional Gambella.
berpotensi menarik investor, pertumbuhan Area lahan basah yang rentan telah diubah
ekonomi, ketahanan pangan, meningkatkan untuk ditanami padi, termasuk sejumlah besar
kompetisi domestik dan menghadirkan peluang kawasan hutan di dekatnya.
kerja. Namun pada sisi yang pesimis, land
Dalam hal penyerapan tenaga kerja,
grabbing adalah bentuk dari peminggiran
meskipun menjanjikan untuk merekrut empat
komunitas dari alat produksinya dan (akan)
sampai lima ribu pekerja, namun hanya ada 900
memiskinkan mereka. Hadirnya perusahaan
lapangan pekerjaan yang total pekerjaan hanya
besar yang mengambil lahan secara luas, hanya
selama tiga minggu, dan itupun hanya 50 posisi
akan memberikan keuntungan paling besar
yang purna waktu. Dampak lainnya, program
pada pemilik perusahaan tersebut, namun tidak
tersebut juga mengharuskan pemukiman
menjamin kesejahteraan masyarakat setempat,
kembali sekitar 45 ribu keluarga di wilayah
bahkan juga tidak untuk buruh-buruh tani yang
Gambella ke desa-desa yang lebih kecil di
bekerja di atasnya.
tempat lain. Hal ini tentu saja sebuah bentuk
peminggiran yang akan berujung dengan
Kasus-Kasus Akuisisi Lahan di Berbagai penurunan kesejahteraan masyarakat yang
Belahan Dunia digusur.
Sementara di daerah Gambella, ada sekitar
Banyak laporan yang menyampaikan 1,1 juta ha tanah pertanian yang subur.
fenomena dan dampak akusisi lahan di belahan Sepertiga diantaranya telah disewakan dan
benua Afrika. Di Sierra Leone misalnya, dalam tiga tahun terakhir 896 perusahaan telah
perusahaan bioenergi dari Swiss melakukan datang ke wilayah itu. Meskipun terdapat
investasi di perkebunan tebu untuk produksi hubungan yang jelas antara program
ethanol yang sebagian besar untuk pasar “desanisasi” yang baru diperkenalkan kembali
Eropa. Investor memperoleh izin sewa selama dengan meningkatnya minat atas tanah
50 tahun untuk proyek seluas 20 ribu ha, pertanian, pejabat setempat bersikeras bahwa
dimana proyek tersebut dipromosikan dan fenomena ini hanya kebetulan belaka, dan
mendapat dukungan penuh dari pemerintah bahwa pemukiman kembali itu bersifat sukarela,
serta dukungan Lembaga Keuangan Eropa dan dilakukan demi kepentingan masyarakat, yakni
Bank Pembangunan Afrika (Oakland Institute untuk memberi mereka akses yang lebih baik
2011),. Dalam pelaksanannya, ketika lahan
atas layanan sosial dan infrastruktur (Vidal
dibuka untuk ditanami tebu, tanaman pangan
2011).
tradisional seperti singkong dan sawit liar untuk
menghasilkan minyak goreng dihancurkan,
4 Forum Penelitian Agro Ekonomi, Vol. 36 No. 1, Juli 2018: 1-12
Akuisisi lahan dan sumber daya yang sebelumnya, serta konfigurasi keseimbangan
melekat oleh korporasi mengandung makna kelas yang akan membentuk karakter, tingkat
tentang dinamika kepemilikan yang dan konsekuensi dari sebuah proses dan
berhubungan dengan peralihan kepemilikan dampak akuisisi lahan.
atas tanah, air, hutan, atau sumber daya yang
Khusus di Amerika Latin, penelitian Borras et
sebelumnya bersifat umum/publik, yang
al. (2012) mendapatkan beberapa ciri yakni
kemudian terkonsentrasi atau terprivatisasi
adanya “foreignization” yakni beralihnya
menjadi milik privat, baik oleh individu ataupun
penguasaan kepada pihak luar ini marak terjadi
korporasi (White et al. 2012). Pada ranah
saat lonjakan harga pangan pada krisis 2007-
ekonomi politik global, akuisisi lahan biasanya
2008, meskipun akuisisi umumnya berlangsung
dilakukan oleh kaum kapitalis dengan tujuan
melalui pembelian tanah. Satu hal menarik,
ekonomi politik. Agar tujuan ini tercapai, para
Borras et al. (2012) melihat bahwa land
kapitalis biasanya beraliansi dengan negara
grabbing tidak melulu terjadi pada negara yang
agar mendapat legitimasi legal-formal dalam
lemah, korup, dan non-transparan; melainkan
proses pendudukan tanah. Sesungguhnya pola
berlangsung juga di negara-negara yang relatif
seperti ini sudah berlangsung semenjak abad 16
demokratis, seperti Brazil, Uruguay dan
di Inggris, ketika perampasan tanah-tanah
Argentina.
rakyat oleh kaum borjuis dengan dibangunnya
banyak enclosure dan disahkan oleh undang- Dari pola akuisisi lahan di Asia Tenggara
undang. misalnya, Borras dan Franco (2011) melihat
adanya keterkaitan tiga dimensi, yaitu
Kepemilikan tanah, baik masyarakat kapitalis
perubahan penggunaan lahan, perubahan
maupun masyarakat feodal, memiliki tujuan
penggunaan tanaman, dan perubahan relasi
ekonomi politik yang sama sebagai faktor
kepemilikan tanah. Perubahan penggunaan
produksi ekonomis dan pelanggengan
lahan berupa perubahan tujuan dari produksi
kekuasaan. Dalam hal ini, konsep akusisi lahan
pangan menjadi ekspor, konversi lahan pangan
dalam masyarakat kapitalis dan feodal memiliki
menjadi produksi biofuel, konversi lahan non
titik simpul yang sama. Sistem kepemilikan
pertanian ke pertanian, dan konversi tanah
tanah dalam masyarakat feodal sering tidak
hutan dan kosong untuk produksi biofuel.
digolongkan sebagai land grabbing karena tidak
Perubahan relasi kepemilikan lahan bisa berupa
melalui tindakan koersif-represif atau aliansi
redistribusi, distribusi, non (re)distribusi dan atau
dengan negara. Pada masyarakat tradisional
re-konsentrasi. Negara kaya (Eropa) berperan
penguasaan lahan secara luas juga sudah biasa
merubah relasi kepemilikan lahan di Asia
terjadi, yang sering dibungkus sebagai
Tenggara dari bentuk non (re) distribusi dan re-
penghormatan terhadap penguasa lokal. Hal ini
konsentrasi lahan.
misalnya terjadi di Sultan Ground di wilayah
Kesultanan Yogyakarta (Jamal et al. 2001). Selain di pedesaan, akusisi lahan secara
Secara sosiologis, praktek ini dijalankan melalui luas juga terjadi di perkotaan. Penelitian Sue-
pendekatan hegemoni, yakni ideologi yang Jou et al. (2012) di Taipei mempelajari akuisisi
diciptakan oleh kelas penguasa terhadap lahan melalui restrukturisasi spasial dan
rakyat tanpa melalui tindakan koersif-represif, transformasi ekonomi untuk memfasilitasi
namun melalui konsensus. Dalam kondisi ini, pengembangan kota. Dalam kasus ini,
rakyat menerima ideologi tersebut dengan berlangsung privatisasi tanah publik menjadi
sukarela. privat untuk pembangunan properti. Berbeda
dengan di desa yang utamanya untuk industri
Sementara dari sisi metode, Mishra (2011)
pangan atau bioenergi, akuisisi lahan di kota
menemukan ada dua proses akusisi lahan,
untuk pembangunan properti, infrastruktur, dan
yakni yang terbuka dan tertutup. Pada bentuk
untuk pertumbuhan ekonomi.
yang terbuka, akuisisi dilakukan dengan sangat
kelihatan, penuh perebutan, dan pemindahan Dari berbagai kasus yang diungkap, pola
dalam skala besar warga untuk mega proyek umum akuisisi lahan adalah berlangsungnya
tanpa ditutup-tutupi. Sedangkan pada pola yang pengalihan kekuasaan tanah yang bersifat
tertutup (slow-motion dispossession), akuisisi struktural, peran kunci negara, berlangsung
tidak terlihat secara nyata, perlahan, dan tidak dalam konteks pembangunan ekonomi-politik
menunjukkan konflik terbuka di depan publik. neoliberal, menghasilkan penggusuran dan
pemiskinan, serta berskala global.
Setiap kasus akusisi memiliki faktor
pembeda yang meliputi struktur pemerintahan
dan sistem hukum yang ada, hadir dan
absennya modal luar negeri, tipe industrialisasi
yang dijalankan, struktur sosial dari agraria
6 Forum Penelitian Agro Ekonomi, Vol. 36 No. 1, Juli 2018: 1-12
Policy Research Institute (IFPRI) meningkatnya tersebut.Di Provinsi Jambi misalnya, ada lahan
permintaan atas biofuel berkontribusi atas seluas 101.000 hektar tanah yang di klaim
peningkatan rata-rata harga pangan sebesar menjadi kawasan konservasi baru, sehingga
30% (von Braun 2008). harus menggusur penduduk di atasnya.
Empat, spekulasi keuangan dalam Pola akuisisi juga dapat dilihat dari motivasi
komoditas pangan. Pelapor khusus PBB untuk yang melatarinya. Laporan World Bank (2010)
Hak atas Pangan, Olivier de Schutter menyebutan besarnya ambisi investasi, dimana
mengatakan dalam laporan yang dibuat tahun 37% berfokus pada pangan, 21% pada tanaman
2010 bahwa “sejumlah besar kenaikan harga industri bernilai tinggi, 21% pada biofuel, dan
dan volatilitas komoditas pangan pokok hanya sisanya terbagi atas area konservasi dan taman
dapat dijelaskan oleh munculnya gelembung perburuan, peternakan, perkebunan dan
spekulatif” (Vidal 2010). Krisis pangan memicu kehutanan. Riset Bank Dunia ini meliputi 464
protes yang diwarnai kekerasan di seluruh dunia proyek, 203 diantaranya meliputi informasi
dan menimbulkan kekhawatiran akan ketahanan tentang area seluas 56,6 juta ha di 81 negara.
pangan dan keresahan sosial. Untuk Laporan juga mengungkapkan bahwa 48% dari
menanggapinya, sejumlah negara pengimpor proyek, meliputi dua pertiga dari seluruh area
pangan mulai melakukan sistem outsourcing (39,7 juta ha) berada di Afrika Sub-Sahara,
untuk produksi pangan mereka dengan tujuan berikutnya adalah Asia Timur dan Selatan (8,3
untuk mengamankan harga dan pasokan jangka juta ha), Eropa dan Asia Tengah (4,3 juta), serta
panjang. Negara-negara Teluk (Arab Saudia, Amerika Latin dan Karibia (3,2 juta ha) (World
Uni Emirat Arab, Qatar, Kuwait, dan Bahrain), Bank 2010).
menerapkan strategi bersama dan bermaksud
Laporan Bank Dunia, menemukan bahwa
untuk menerapkan sistem outsourcing produksi
pelaku utama akuisisi lahan adalah pemegang
pangan mereka untuk dipertukarkan dengan
dana agribisnis dan investasi. Investor
modal dan kontrak minyak (GRAIN 2011).
tampaknya justru lebih lebih berminat pada
Lima, krisis iklim. Perluasan industri biofuel negara dengan indikator tata kelola
berkaitan dengan krisis iklim dan energi serta pemerintahan yang lemah dengan hak atas
kebutuhan yang tak terelakkan akan sumber tanah setempat yang tidak dilindungi. Sebagian
energi terbarukan. Untuk menangani perubahan besar proyek tidak memiliki analisis dampak
iklim dan untuk memenuhi target pengurangan lingkungan meskipun terdapat risiko tinggi.
emisi di Eropa, Uni Eropa (UE) kini menerapkan Laporan juga mendapatkan bahwa, investor dari
kebijakan dan peraturan baru. Pedoman Energi dalam negeri sendiri juga cukup signifikan,
Terbarukan (RED 2009) yang menyatakan sementara tingkat penciptaan lapangan kerja
bahwa 20% dari semua energi yang digunakan dan investasi fisik seringkali sangatlah rendah
di UE harus berasal dari sumber terbarukan (Bolin 2011).Kajian Bank Dunia juga
pada tahun 2020, dan bahwa 10% dari bahan menyimpulkan bahwa banyak dari investasi itu
bakar transportasi harus berasal dari sumber tidak memenuhi harapan dalam hal penciptaan
terbarukan pada tahun yang sama. Penyebab lapangan kerja dan manfaat yang berkelanjutan,
lain adalah Pedoman Kualitas Bahan Bakar tetapi justru malahan memperburuk kondisi
(FQD 2009), yang mencakup pengurangan masyarakat dari sebelumnya (World Bank
emisi gas rumah kaca sebesar 6% (dari tingkat 2010).
2010) yang mengikat, yang harus dicapai pada
akhir 2020.Target ini mendorong konsumsi
energi yang berkelanjutan di Utara, namun DAMPAK AKUISISI LAHAN PERTANIAN
berakibat pada akuisisi lahan berskala besar BERSKALA LUAS
dan pembukaan hutan untuk perkebunan serta
emisi gas rumah kaca di bagian Selatan.Artinya,
mengurangi kemampuan penduduk di bagian Secara tegas Tolo (2014) menyatakan
Selatan untuk beradaptasi terhadap perubahan bahwa salah satu penyebab kemiskinan di dunia
iklim menurun. adalah karena land grabbing. Perluasan
pertanian berskala besar kurang berpihak
Satu modus lain akibat faktor iklim adalah kepada rakyat miskin, kurang membawa
mekanisme perampasan akses dan kontrol atas manfaat, dan bahkan merugikan lingkungan
pengelolaan tanah secara diam-diam dengan maupun masyarakat setempat. Hal ini juga
dalih perlindungan bumi dari perubahan iklim disampaikan Pelapor Khusus PBB untuk Hak
yang diatur dalam mekanisme perdagangan atas Pangan, Olivier de Schutter, dimana model
karbon.Saat ini diperkirakan terdapat 26,6 juta pembangunan pertanian seperti ini kurang tepat
hektar lahan di Indonesia yang diperdagangkan (Perez 2018). Model ini hanya memberi
dalam mekanisme perdagangan karbon
8 Forum Penelitian Agro Ekonomi, Vol. 36 No. 1, Juli 2018: 1-12
keuntungan bagi perusahaan agribisnis dan untuk pertambangan, industrial, militer, dan
mitra bisnisnya, namun bukan untuk pihak yang proyek infrastruktur; konversi hutan untuk
rentan akan kelaparan dan harga pangan yang tanaman agro-industrial, penggusuran oleh
tinggi. negara untuk proyek konservasi. Persaingan
untuk menarik investor baik dari dalam maupun
Beberapa laporan menceritakan perihal
luar negeri dilakukan melalui konsesi yang
kehilangan kepemilikan dan tidak adanya
sangat liberal.
pemberdayaan masyarakat setempat. Alih-alih
memberikan kesempatan bagi warga miskin, Hampir sejalan dengan ini, penelitian
transaksi lahan ini semakin membuat mereka Chinsinga et al. (2013) di Malawi Utara
terpuruk dan bahkan dikuatirkan akan terasa berkesimpulan bahwa perampasan tanah dalam
dampaknya untuk generasi berikutnya. waktu singkat memang memberikan keuntungan
Persoalan yang mendasar adalah karena pada komunitas lokal, tetapi dari terambilnya
akuisisi berskala masif ini mengambil banyak alat produksi yang dimilikinya membuat mereka
lahan subur dan menggunakannya untuk berpotensi kehilangan kontrol atas aset
produksi bahan pangan yang diekspor, bukan kehidupannya, dan membuatnya rentan
untuk pemenuhan pangan setempat. Negara di terhadap goncangan ekonomi. Produksi
mana kelaparan masih mengancam dan pertanian dengan komoditas sejenis secara luas
pemerintah masih tergantung pada bantuan untuk ekspor merupakan ancaman yang serius
pangan, maka akuisisi lahan oleh pihak asing bagi ketahanan pangan lokal, termasuk karena
sangat beresiko. menurunnya kualitas SDA dan lingkungan
mereka. Komunitas lokal tidak memiliki
Khusus di Indonesia, akuisisi lahan berskala pengetahuan yang cukup, tidak terorganisir,
besar berakibat pada meningkatkan konflik serta berada dalam pengaruh elit yang kuat.
tanah. Data dari Konsorsium Pembaruan
Agraria (KPA) menunjukkan bahwa selama Pada hakekatnya, akuisisi lahan
tahun 2013 terdapat 369 kasus konflik agraria kontemporer saat ini adalah proses yang
dengan luas areal mencapai 1,3 juta ha, bertransformasi dari dulu meskipun memiliki
melibatkan 139.874 kepala keluarga (KPA spesifikasi yang berbeda dari sebelumnya.
2013). Sepanjang tahun 2004-2015, Namun demikian, menurut White et al. (2012),
Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) akusisi lahan selalu memberikan dampak yang
melaporkan 1.772 konflik agraria yang sama dari era-era sebelumnya, yaitu
mencakup 6,9 juta hektar lahan dan melibatkan proletarisasi, atau disebut dengan “surplus
1,1 juta rumah tangga petani. Lalu pada tahun population” yakni kondisi dimana masyarakat
2015, KPA mendata ada 252 kasus konflik yang kehilangan tanah tidak bisa subsisten lagi,
agraria dengan sebaran berdasarkan sektor melainkan harus menjadi tenaga kerja yang
perkebunan 50%, infrastruktur 28%, hutan 9%, dibutuhkan oleh kapital untuk bertahan hidup.
tambang 5%, dan lainnya 8% (Kantor staf
Presiden Republik Indonesia 2017).
FENOMENA AKUISISI LAHAN DI INDONESIA
Peralihan lahan secara luas dari hutan
menjadi pertanian mengakibatkan degradasi
lingkungan, ancaman kedaulatan pangan, dan Akusisi lahan secara luas di Indonesia bukan
membawa dampak psikologis dan sosial bagi merupakan hal baru, terutama untuk perluasan
korbannya, sebagaimana hasil riset Schneider lahan perkebunan besar swasta. Akuisisi lahan
(2011) di Kamboja. Demikian pula di India, untuk sawit berkaitan dengan meningkatnya
dimana studi Mishra (2011) di Orissa sebagai impor kelapa sawit di Eropa dari Indonesia dan
daerah yang termiskin di India dan sering terjadi Malaysia (Borras and Franco 2011).
konflik akibat dari pemindahan paksa atau Selain untuk pertanian, perusahaan swasta
penggusuran warga. Mishra mendapatkan
besar, akuisisi lahan masyarakat juga terjadi
bahwa kemiskinan di Orissa terjadi karena karena menjadi kawasan konservasi sesuai
transformasi agraria yang menyejarah sejak
dengan kebijakan pemerintah. Media massa
jaman kolonial hingga neoliberal saat ini. melaporkan akuisisi lahan yang sering diwarnai
Perampasan tanah adalah kelanjutan dari
konflik di banyak daerah, seperti di Mesuji
proses akumulasi primitif di era globalisasi. Ia (Lampung), Bima (NTB), dan Jambi. Di Papua
melihat hubungan antara perampasan tanah
misalnya, hampir 5 juta ha tanah masyarakat
dengan proses alienasi warga atas tanah
dialihkan untuk kepentingan penjualan karbon,
melalui diskriminasi dan peminggiran. Akusisi
sementara di Jambi 101 ribu ha tanah diklaim
lahan secara paksa di Orissa terjadi dalam
pemerintah menjadi kawasan konservasi,
berbagai bentuk, antara lain, akuisisi lahan demikian pula di Flores (NTT) dimana 3 ribu ha
FENOMENA GLOBAL AKUISISI LAHAN (LAND GRABBING) DAN DAMPAKNYA BAGI KESEJAHTERAAN PETANI LOKAL 9
Syahyuti
Europe’s role. Amsterdam (NL): Transnational Journal of South – East Asian Studies. 6(1):160-
Institute in the Context of the Just Trade Project. 182.
Borras Jr SM, Kay C, Gomes S, Wilkinson J. 2012. Grain. 2008. Seized: the 2008 land grab for food and
Land grabbing and global capitalist accumulation: financial security. Barcelona (AR): GRAIN.
Key features in Latin America. Canadian Journal [Internet] [cited 2018 Jan 26]. Available
of Development Studies 33(4): 402-416. from:http://www.grain.org/article/entries/93-seized-
the-2008-landgrab-for-food-and-financial-security.
Chinsinga B, Chasukwa M, Zuka SP. 2013. The (kepake)
political economy of land grabs in Malawi:
investigating the contribution of Limphasa sugar Grain. 2011. Pension funds: key players in the global
corporation to rural development. Journal Agric farmland grab.Against the Grain, June 2011.
Environt Ethic 26:1065-1084. [Internet] [cited 2018Mar 2]. Available from:
http://www.grain.org/article/entries/4287-pension-
Cotula LS, Vermeulen RL, Keeley J. 2009. Land grab funds-key-players-in-the-global-farmland-grab
or development opportunity? Agricultural
investments and international land deals in Africa. Hall R. 2011. What is land grabbing? Organization:
London (GB): International Institute for Future Agricultures Consortium. Policy
Environment and Development (IIED). brief/paper. [Internet] [cited 2017 Dec 26].
Available from:http://www.fao.org/family-
Da Vía E. 2011. The politics of “win-win” narratives: farming/detail/en/c/1010775/
land grabs as development opportunity?
Conference paper presented at the International Harvey D. 2004. The ‘new’ imperialism: accumulation
Global Land Grabbing Conference at the Institute by dispossession. Socialist Register 2004: 63-87.
for Development Studies (IDS). April 6-8, 2011.
Sussex (BR): University of Sussex. Jamal E, Syahyuti, Pranadji T, Hurun AM, Setyanto A,
Manurung RE, Nopirin Y. 2001. Struktur dan
De Schutter O. 2010. Report of the special rapporteur dinamika penguasaan lahan pada komunitas
on the right to food. [Internet] [cited 2018July 2]. lokal. Laporan Penelitian. Bogor (ID): Pusat
Available from: Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi
http://www2.ohchr.org/english/issues/food/docs/A- Pertanian, Badan Litbang Pertanian.
HRC-16-49.pdf
Jou SC, Hansen AL, Lu HL. 2012. Accumulation by
Edelman M, Oya C, Borras SM. 2013. Global land dispossession and neoliberal urban planning:
grabs: historical processes, theoretical and landing the mega project in Taipei in contradiction
methodological implications and current of neoliberal planning.Geojurnal Liberary102:151-
trajectories. Pages: 1517-1531. Published online: 171.
21 Nov 2013. https://doi.org/10.1080/
01436597.2013.850190 Kantor staf Presiden Republik Indonesia. 2017.
Pelaksanaan reforma agraria. Arahan kantor staf
Farooki M, Kaplinsky R. 2013. The impact of China presiden: prioritas nasional reforma agraria dalam
on global commodity prices: the global reshaping rencana kerja pemerintah tahun 2017. Jakarta
of the resource sector. London (GB): Routledge. (ID): Kantor staf Presiden Republik Indonesia.
[Internet] [cited 2018 Feb 26]. Available from:
https://books.google.co.id/books?id=G9O1E81Lo0 [KPA] Konsorsium Pembaharuan Agraria. 2013.
YC&pg=PA166&lpg=PA166&dq=International+La Laporan akhir tahun 2013: warisan buruk masalah
nd+Coalition+80+million+hectares&source=bl&ots agraria di bawah pemerintahan SBY. Konferensi
=VARrInp8Cj&sig=zSJUGfkP-Pk1- pers 19 Desember 2013.
KR0JGU33Pc5CWw&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEw Levien M. 2012. The land question: special economic
jg1ImGqubbAhXBfH0KHTTeCrsQ6AEIPjAE#v=on zones and the political economy of dispossession
epage&q=International%20Land%20Coalition%20 in India. Journal of Peasant Studies 39(3-4): 933-
80%20million%20hectares&f=false 969.
Farrell M. 2011. Will African farmland yield the elusive Li TM. 2011. Centering labor in the land grab debate.
alpha for portfolios. Forbes, 8 Juli 2011. [Internet] The Journal of Peasant Studies 38(2): 281–99.
[cited 2017 Dec 22]. Available from:
http://www.forbes.com/sites/maureenfarrell/2011/0 Magdof F. 2014. Twenty-first-century land grabs.
7/08/will-african-farmland-yield-the-elusive-alpha- [Internet] [cited 2018 Apr 6]. Available from:
for-portfolios/ http://monthlyreview.org/2013/11/01/twenty-first-
century-land-grabs diakses pada 27 Juni 2014.
[FEE] Friends of The Earth Europe. 2013. Paradise
lost: land-grabbing in Indonesia. 5 December Mishra DK. 2011.Behind the Dispossession: State,
2013. [Internet] [cited 2017 Dec 22]. Available Land Grabbing and Agrarian Change in Rural
from:http://www.foeeurope.org/paradise-lost-land- Orissa. Paper presented at the International
grabbing-indonesia-051213 Conference on Global Land Grabbing. 6-8 April
2011. [Internet] [cited 2018 Apr 26]. Available
Ginting L, Pye O. 2013. Resisting agribusiness from:
development: The Merauke Food and Energy https://www.researchgate.net/publication/2568352
Estate in West Papua, Indonesia. Austrian 43_Behind_Dispossession_State_Land_Grabbing
_and_Agrarian_Change_in_Rural_Orissa.
12 Forum Penelitian Agro Ekonomi, Vol. 36 No. 1, Juli 2018: 1-12
Oakland Institute. 2011. Understanding land Takeshi I, Rahman NF, Savitri LA. 2011. Naturalizing
investment deals in Africa: Adax and Oryx group land dispossession: a policy discourse analysis of
bioenergy investment deals in Sierra Leone. Land The Merauke Integrated Food and Energy Estate.
Deal brief Juni 2011. [Internet] [cited 2018 Mar Paper presented at the International Conference
26]. Available from: http://media.oaklandinstitute. on Global Land Grabbing, Organized by LDPI in
org/land-deal-brief-addax-oryx-group-bioenergy- collaborating with Journal of Peasant Studies. 6-8
investment-sierra-leone April 2011. ...... (UK): University of Sussex.
Pacheco P. 2012. International investments in Tolo EYS. 2014. Land grabbing dan kemiskinan di
agriculture: do the negative impacts outweigh the Flores. Harian Indo Progress, 28 Agustus 2014.
benefits? Published 26 January 2012. [Internet] [Internet] [cited 2018 Jun 13]. Available from:
[cited 13 Jun 2018]. Available from: https://indoprogress.com/2014/08/land-grabbing-
https://forestsnews.cifor.org/7182/international- dan-kemiskinan-di-flores/
investments-in-agriculture-do-the-negative-
impacts-outweigh-the-benefits?fnl=en Vidal J. 2010. UN warned of major new food crisis at
emergency meeting in Rome. The Guardian,
Perez N. 2018. Declaration of Güira de Melena: first September 24th 2010. [Internet] [cited 2018 Apr
global encounter of La Via Campesina 13]. Available from: http://www.guardian.co.uk/
agroecology schools and formation processes. environment/2010/sep/24/food-crisis-un-
Integral Center of the Asociación Nacional de emergency-meeting-rome
Agricultores Pequeños (ANAP) GÜIRA DE
MELENA, ARTEMISIA, CUBA. 31 May 2018. Vidal J. 2011. Ethiopia at centre of global farmland
[Internet] [cited 2018 Mar 26]. Available from: rush. The Guardian, March 21st 2011. [Internet]
http://www.viacampesina.org/en/index.php?option [cited 2018 Apr 1]. Available from:
=com_content&view=article&id=730:food- http://www.guardian.co.uk/world/2011/mar/21/ethi
sovereignty-a-new-model-for-a-human- opia-centre-global-farmland-rush
right&catid=21:food-sovereignty-and- von Braun J, Ahmed A, Asenso-Okyere K, Fan S,
trade&Itemid=38 Gulati A, Hoddinott J, Pandya-Lorch R, Rosegrant
Rumalutur F. 2013. Land grabbing di Indonesia: MW, Ruel M, Torero M, van Rheenen T, von
studi terhadap mega proyek Merauke Integrated Grebmer K. 2008. High food prices: the what, who
Food and Energy Estate (MIFEE). Tesis Magister and how of proposed policy actions.Policy Brief.
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Washington DC (US): International Food Policy
Indonesia. Depok (ID): Universitas Indonesia. Research Institute (IFPRI). [Internet] [cited 2018
Apr 13]. Available from: http://www.ifpri.org/
Samon EK. Perampasan tanah di Indonesia. pubs/ib/foodprices.asp.
Departemen Kajian Strategis Serikat Petani
Indonesia. 12 November 2009. [Internet] [cited von Braun J. 2008. Food and financial crises:
2018 Apr 6]. Available from: implications for agriculture and the poor.
http://www.spi.or.id/perampasan-tanah-di- International Food Policy Research Institute
indonesia/ (IFPRI), Food Policy Report No. 20. Washington
DC (US): International Food Policy Research
Savitri LA. 2013.Korporasi dan Politik Perampasan Institute (IFPRI). [Internet] [cited 2018 Apr 23].
Tanah.Yogyakarta (ID): Insist Press. Available from: http://www.ifpri.org/PUBS/
agm08/jvbagm2008.asp.
Schneider AE. 2011. What shall we do without our
land? Land grabs and resistance in Rural White B, Borras Jr SM, Hall R, Scoones I, Wolford W.
Cambodia. Paper presented at the International 2012. The new enclosure: critical perspectives on
Conference on Global Land Grabbing. 6-8 April corporate land deals.The Journal of Peasant
2011. [Internet] [cited 2018 Mar 26]. Available Studies 39(3): 619-647.
from: http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/
download?doi=10.1.1.455.1144&rep=rep1&type= White L. 2015. Land grabbing in Southeast Asia –
pdf what can Africa learn? June 12, 2015. [Internet]
[cited 2018 Jan 13]. Available from:
Schoenberger L, Hall D, Vandergeest P. 2017. What http://www.future-agricultures.org/blog/land-
happened when the land grab came to Southeast grabbing-in-southeast-asia-what-can-africa-learn/
Asia?. The Journal of Peasant Studies 44(4):
697-725. Southeast Asian Perspectives on World Bank. 2010. Rising global interest in farmland:
Agrarian-Environmental Transformations. can it yield sustainable and equitable benefits?
Published online: 03 Jul 2017. Washington DC (US): World Bank.
https://doi.org/10.1080/03066150.2017.1331433 Yanuarti S. 2012. Kemiskinan dan konflik Papua di
Scott A. 2013. Building bridges between agribusiness tengah sumber daya yang melimpah. Jurnal
and development. Published 18 April 2013. Penelitian Politik 9(1): 33-46. doi:
[Internet] [cited 2018 Jun 13]. Available from: https://doi.org/10.14203/jpp.v9i1.446
https://www.theguardian.com/global-development-
professionals-network/2013/apr/18/best-bits-
debate-agribusiness-global-development