You are on page 1of 22

Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 2, Desember 2017); halaman 151-172 151

ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594

KONSEP PEMASARAN AGRIBISNIS :


PENDEKATAN EKONOMI DAN MANAJEMEN

Ratna Winandi Asmarantaka1, Juniar Atmakusuma2,


Yanti N Muflikh3, dan Nia Rosiana4
1,2,3,4)Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor
e-mail : 1)ratna.asmarantaka@yahoo.co.id, 4)niarosiana@gmail.com

ABSTRACT
Agribusiness marketing approach can be done through economic or management approach. The economic
approach shows the overall presence of marketing channels that will be more efficient and determined by
the Structure Conduct and Performance (SCP). The higher the percentage of market share indicates the
strength of an enterprise in an industry. If the market share is relatively small and diffuse then the market
tends to be in a competitive market reflected by market conduct and market performance On the other hand,
a marketing approach to management is a business strategy of a company (group) to improve the efficiency
or profit of a company and its networking. Value chain, supply chain, governance value chain analysis is
part of the overall agribusiness marketing analysis, so players who have dominant power or market share
will be visible in the marketing channel and the centralized market structure. The cooperation of small firms
whose market share is relatively dispersed, the market structure tends to lead to a perfectly competitive
market with the performances delivered to the market mechanism.

Keywords: economic, management, marketing.

PENDAHULUAN Ketika pemasaran dilakukan secara


efisien dan adil, pemasaran secara keselu-
Aktivitas pemasaran merupakan hal
ruhan dapat meningkatan efisiensi ekonomi,
yang paling penting dalam sistem agribisnis
peningkatan keuntungan produsen dan
mulai dari penyediaan sarana produksi
peningkatan kepuasan konsumen (Beierlein et
pertanian (subsistem input), usahatani (on
al 2014). Adanya perdagangan, central markets,
farm), pemasaran dan pengolahan hasil per-
money, dan perantara telah meningkatkan
tanian, serta subsistem penunjang (penelitian,
efisiensi dalam evolusi sistem pemasaran.
penyuluhan, pembiayaan/kredit, intelijen
Pengertian pemasaran atau tataniaga
pemasaran atau informasi pemasaran,
(marketing) dapat didekati melalui dua
kebijakan pemasaran). Tujuan dari pemasaran
pendekatan yaitu pendekatan ekonomi dan
yaitu menjembatani apa yang diinginkan
manajerial. Pendekatan ekonomi merupakan
produsen dan konsumen dalam melengkapi
pendekatan keseluruhan pemasaran (pen-
proses produksi. Hampir semua aktivitas
dekatan makro) dari petani atau aliran
pemasaran membantu produsen dalam
komoditi setelah di tingkat usahatani sampai
memahami keinginan konsumen. Jadi,
komoditi/produk diterima/konsumsi oleh
pemasaran membantu menemukan berbagai
konsumen akhir. Dengan demikian, pen-
jawaban dari lima pertanyaan kunci dalam
dekatan ekonomi melibatkan banyak per-
setiap sistem ekonomi, antara lain :
usahaan (pendekatan kelembagaan), kegiatan
1. Apa yang seharusnya diproduksi ?
produktif dan nilai tambah (pendekatan
2. Berapa banyak produk yang seharusnya
fungsi), dan pendekatan sistem (input-output
diproduksi ?
sistem).
3. Kapan seharusnya produk diproduksi ?
Pendekatan yang dapat dilakukan pada
4. Siapa yang memproduksi ?
analisis pemasaran perspektif makro antara
5. Siapa yang membuat pasar untuk produk
lain pendekatan fungsi, kelembagaan, sistem,
tersebut ?
dan struktur-perilaku-kinerja pasar (structure,

Ratna Winandi Asmarantaka, Juniar Atmakusuma, Konsep Pemasaran Agribisnis :


Yanti N Muflikh, dan Nia Rosiana Pendekatan Ekonomi dan Manajemen
152 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 2, Desember 2017); halaman 151-172
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594

conduct, performance market-SCP). Pendekatan pada sistem dimana S dan C adalah faktor
fungsi merupakan pendekatan studi pe- penentu dari P, dilain waktu S dan C
masaran dari aktivitas-aktivitas bisnis yang ditentukan oleh P. Hal ini menunjukkan suatu
terjadi atau perlakuan yang ada pada proses sistem dinamis yang mengembangkan respon
dalam sistem pemasaran yang akan me- penyesuaian dari perusahaan terhadap kon-
ningkatkan dan menciptakan nilai guna disi pasar dan keadaan yang memungkinkan.
untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Struktur pasar yang tercipta dalam suatu
Pendekatan kelembagaan merupakan ber- pasar akan menentukan bagaimana pelaku
bagai organisasi bisnis, kelompok bisnis yang industri berperilaku. Akibat dari ter-
melaksanakan atau mengembangkan aktivi- bentuknya suatu struktur dan perilaku pasar
tas bisnis (fungsi-fungsi pemasaran). Pen- yaitu adanya penilaian terhadap suatu sistem
dekatan sistem menekankan pada ke- pemasaran yang disebut sebagai kinerja
seluruhan sistem yang kontinyu dan efisien pasar. Jika struktur pasar yang terjadi adalah
dari seluruh sub-sub sistem yang ada didalam pasar persaingan sempurna yang dicirikan
aliran produk/jasa mulai dari petani dengan banyaknya jumlah pedagang, barang
produsen primer sampai ke konsumen akhir. relatif homogen, mudah untuk keluar masuk
Pendekatan struktur-perilaku-kinerja pasar pasar, dan konsentrasi pasar tidak terletak
(SCP, pendekatan industri) merupakan pada satu orang, maka perilaku pasar yang
keseluruhan kajian yang menganalisis ke- terjadi adalah akan mencerminkan struktur
seluruhan sistem dari aspek makro mulai dari pasar yang berlaku. Artinya, penetapan harga
pendekatan fungsi, kelembagaan, pengolah/ yang berlaku yaitu berdasarkan mekanisme
pabrikan, dan organisasi fasilitas yang terlibat pasar. Adanya perbedaan harga di tingkat
dari sistem pemasaran. Levens (2010), produsen dan konsumen akan menentukan
pemasaran merupakan sebuah fungsi seberapa besar margin pemasaran, farmer
organisasi dan kumpulan sebuah proses yang share, dan integrasi pasar yang merupakan
dirancang dalam rangka untuk merencana- indikator dari kinerja pasar. Adapun
kan, menciptakan, mengkomunikasikan, dan hubungan antara struktur, perilaku, dan
mengantarkan nilai-nilai (values) kepada pe- kinerja pasar dapat dilihat pada Gambar 1.
langgan. Purcell (1979) mengemukakan bahwa
Philips dalam Asmarantaka (2009) me- pemasaran produk pertanian bertujuan
ngajukan konsep yang bersifat dinamis, menganalisis berbagai aktivitas bisnis yang
keterkaitan hubungan dua arah yang bersifat terjadi dalam komoditas pertanian setelah
timbal balik dan sifat hubungan endogenous produsen primer hingga sampai ke konsumen
diantara variabel-variabel SCP serta mem- akhir. Pada kondisi ekonomi global saat ini,
perhitungkan waktu. Pendekatannya me- produk-produk pertanian yang dipasarkan
nunjukkan bahwa structure (S), conduct (C), tidak hanya merupakan produk primer
dan performance (P) dalam suatu waktu berada pertanian, tetapi juga produk setengah jadi

Struktur Pasar Perilaku Pasar


(Market Structure) (Market Conduct)

Kinerja Pasar
(Market Performance)

Gambar 1. Struktur, Perilaku, Kinerja Pasar

Konsep Pemasaran Agribisnis : Ratna Winandi Asmarantaka, Juniar Atmakusuma,


Pendekatan Ekonomi dan Manajemen Yanti N Muflikh, dan Nia Rosiana
Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 2, Desember 2017); halaman 151-172 153
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594

atau produk jadi dari pertanian. Berdasarkan bisnis merupakan salah satu sub-sistem dari
hal tersebut, konsep dan pengertian pe- sistem tersebut. Sistem agribisnis terdiri dari
masaran pertanian (marketing of agricultural) sub-sistem: sarana produksi pertanian (sub-
menjadi lebih luas yaitu pemasaran produk- sistem input), usahatani (on farm), pemasaran
produk agribisnis (marketing of agribusiness dan pengolahan hasil pertanian, serta sub-
products) atau agrimarketing. Agrimarketing is sistem penunjang (penelitian, penyuluhan,
the sum of the processes, functions, and services pembiayaan/kredit, intelijen pemasaran atau
performed in connection with food and fiber from informasi pemasaran, kebijakan pemasaran).
the farms on which they are produced until their
delivery into the hands of the consumer (Ricketts,
C dan Omri Rawlins 2001). PEMBAHASAN
Pemasaran dilihat dari aspek ilmu eko- SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (SCM),
nomi menurut Asmarantaka (2012) merupa- VALUE CHAIN (VC) VERSUS MARKETING
kan suatu proses dari satu pergerakan, CHANNEL, STRUCTURE-CONDUCT-
PERFORMANCE (SCP)
serangkaian atau tahapan aktivitas dan
peristiwa dari fungsi-fungsi yang juga akan Kondisi yang global untuk pemasaran
melibatkan beberapa tempat. Selain itu, produk pertanian menyebabkan tingkat
pemasaran merupakan bentuk koordinasi kompetisi yang tinggi diantara perusahaan-
yang diperlukan dari serangkaian (tahapan) perusahaan yang terlibat, sehingga untuk
aktivitas atau dalam pergerakan mengalirnya memenangkan persaingan perusahaan dapat
produk dan jasa dari tangan produsen primer melakukan kerjasama atau koordinasi oleh
hingga ke tangan konsumen akhir. Pengertian satu perusahaan penghela (perspektif mikro)
lain pemasaran dari aspek ilmu ekonomi yaitu dalam jejaring yang sama untuk meningkat-
serangkaian fungsi yang diperlukan dalam kan kepuasan konsumen akhir dan me-
menggerakkan input atau produk dari tingkat ningkatkan persaingan diantara unit entitas.
produksi primer hingga konsumen akhir. Pendekatan ini dapat dilakukan melalui
Marketing channel merupakan aliran atau strategi bisnis antara lain supply chain
saluran pemasaran mulai dari farm input management. Pendekatan ini merupakan salah
processing, wholesalers, retailers, dan consumers satu strategi bisnis perusahaan melalui
yang menciptakan nilai. Dengan demikian, strategi pemasaran (price, place, product,
pemasaran pertanian merupakan suatu sistem promotion), mengidentifikasi segmen pasar
yang terdiri dari sub-sub sistem dari fungsi- dan memilih pasar sasaran dan preferensi
fungsi pemasaran (fungsi pertukaran, fungsi konsumen untuk meningkatkan kepuasan
fisik, dan fungsi fasilitas). merupakan konsumen dan keuntungan. Saat ini dikenal
kegiatan produktif yang pelaksana fungsi pendekatan pendekatan manajerial antara
tersebut dilakukan oleh lembaga-lembaga lain supply chain, value chain, dan global value
pemasaran (Hammond dan Dahl 1977). chain.
Rangkaian fungsi-fungsi tersebut merupakan Jelaslah bahwa mempelajari pemasaran
aliran produk/jasa pertanian dalam saluran produk dapat didekati melalui pendekatan
pemasaran (marketing channel) yang juga mikro atau manajemen pemasaran (perspektif
merupakan aktivitas bisnis dan kegiatan manajerial dan pendekatan makro sebagai
produktif karena proses meningkatkan atau keseluruhan sistem (perspektif ekonomi).
menciptakan nilai (value-added process). Nilai Pendekatan tersebut tergantung dari tujuan
tersebut yaitu nilai guna bentuk (form utility), yang dicapai dalam melakukan analisis
tempat (place utility), waktu (time utility) dan pemasaran sehingga konsekuensi terhadap
kepemilikan (possession utility) yang metode dan hasil analisis berbeda pula.
dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran Lalu muncul istilah Supply Chain (SC),
atau perusahaan-perusahaan. Dari pen- Value Chain (VC), Supply Chain Management
dekatan sistem agribisnis, pemasaran agri- (SCM) dan Value Chain Analysis (VCA) dan

Ratna Winandi Asmarantaka, Juniar Atmakusuma, Konsep Pemasaran Agribisnis :


Yanti N Muflikh, dan Nia Rosiana Pendekatan Ekonomi dan Manajemen
154 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 2, Desember 2017); halaman 151-172
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594

timbul pertanyaan ‘Sejauhmana letak menggambarkan kumpulan aktivitas menga-


perbedaannya dan apa kaitannya dengan lirnya produk dari produsen primer hingga ke
saluran pemasaran (marketing channel) dan konsumen akhir (Asmarantaka 2014 dan Khols
SCP (Structure-Conduct-Performance) ?’ Hal and Uhl 2002). Marketing channel menggam-
tersebut masih sering diperdebatkan, namun barkan seluruh aktivitas yang memberikan
paling tidak melalui tulisan ini dapat ditarik kontribusi terhadap produksi pangan. Saluran
benang merah untuk dapat didiskusikan lebih yang menekankan pada kebutuhan-
lanjut. Mari kita mulai dari konsep SCM dan kebutuhan dari kepentingan perusahaan yang
VCA yang telah banyak ditulis oleh berbagai terlibat dalam lembaga pemasaran dalam
ahli. produksi pangan dan serat. Sehingga me-
nimbulkan nilai guna atau nilai tambah (form
SC, VC DAN MARKETING CHANNEL utility, time utility, place utility, possession utility
(Bailey and Jayson 2008). Marketing channel
Banyak penulis yang tidak membedakan
dapat dilihat pada Gambar 2.
istilah tersebut seperti van der Vorst et. al.
Dalam analisis marketing channel untuk
(2007) yang mendefinisikan supply chain
peningkatan nilai-nilai tambah banyak
sebagai “a sequence of (decision making and
dianalisis melalui pendekatan analisis marjin
execution) processes and (material, information and
pemasaran dan farmer share. Konsep marjin
money) flows that aim to meet final customer
dalam pemasaran (perspektif ekonomi)
requirements, that take place within and between
merupakan perbedaan harga di tingkat petani
different stages along a continuum, from
produsen dengan harga di tingkat konsumen
production to final consumption”. Berdasarkan
akhir atau di tingkat retail. Pengertian marjin
definisi tersebut SC dideskripsikan sebagai
ini adalah pendekatan keseluruhan dari
serangkaian aktivitas mengalirnya produk,
sistem pemasaran produk pertanian, mulai
informasi dan finansial yang bertujuan untuk
dari tingkat petani sebagai produsen primer
memenuhi keinginan konsumen akhir dari
sampai produk tersebut sampai di tangan
produsen hingga ke konsumen akhir. Definisi
konsumen akhir. Oleh sebab itu sering
tersebut juga senada dengan pengertian SC
dikatakan Marjin Pemasaran Total (MT).
yang dikemukakan Chopra and Meindl (2014)
Pengertian lebih luas marjin dalam produk
dan serupa dengan pengertian marketing
agribisnis menunjukkan nilai tambah (added
channel (input marketing channel dan output
value) yang terjadi selepas komoditi dari
marketing channel) atau rantai pemasaran yang

Gambar 2. Marketing Channel

Konsep Pemasaran Agribisnis : Ratna Winandi Asmarantaka, Juniar Atmakusuma,


Pendekatan Ekonomi dan Manajemen Yanti N Muflikh, dan Nia Rosiana
Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 2, Desember 2017); halaman 151-172 155
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594

Keterangan :
Dr = Permintaan di tingkat konsumen akhir (primary demand)
Df = Permintaan di tingkat petani (derived demand)
Sf = Penawaran di tingkat petani (primary supply)
Sr = Penawaran di tingkat konsumen akhir (derived supply)

Gambar 3. Marjin Pemasaran


Sumber : Hammond dan Dahl (1977) dan Tomek dan Robinson (1990)

tingkat petani sebagai produsen primer, farmer share dipengaruhi oleh: tingkat
sampai produk yang dihasilkan diterima pemrosesan, biaya transportasi, keawetan
konsumen akhir. Konsep marjin ini merupa- produk, biaya transportasi, dan jumlah
kan kumpulan balas jasa akibat kegiatan produk (Kohls dan Uhl 2002). Semakin tinggi
produktif (menambah atau menciptakan nilai farmer share menyebabkan semakin tinggi pula
guna) dalam mengalirnya produk-produk bagian harga yang diterima petani. Melalui
agribisnis mulai dari tingkat petani sampai ke analisis marjin atau farm retail price spread dan
tangan konsumen akhir. Marjin digunakan farmer share dapat diketahui saluran-saluran
sebagai salah satu indikator efisiensi pada pemasaran yang efisien. Efisiensi pemasaran
sistem pemasaran produk agribisnis yang harus memperhitungkan fungsi-fungsi pe-
setara (equivalen). Marjin pemasaran (dari masaran yang ada, biaya-biaya dan atribut
perspektif makro atau sistem pemasaran) produk. Keseluruhan sistem yang ada ini,
menggambarkan kondisi pasar ditingkat meskipun rantai pemasarannya panjang apa-
lembaga-lembaga yang berbeda, minimal ada bila akan meningkatkan kepuasan konsumen
dua tingkat pasar yaitu pasar di tingkat petani dan konsumen puas maka sistem pemasaran
dan pasar di tingkat konsumen akhir. Pada tersebut efisien. Dengan demikian kajian
Gambar 3 struktur pasar di setiap tingkat efisiensi pemasaran dapat dilakukan secara
adalah pasar kompetitif (pasar persaingan relatif antar sistem atau antar tingkat lembaga
sempurna) sehingga kurva supply dan demand pemasaran dari sistem pemasaran produk
di setiap tingkat pasar mempunyai slope yang yang setara (equivalen) (Raju dan Oppen,
sama dan jumlah transaksi di setiap tingkat 1980; Asmarantaka 1994 dan 1999).
pasar juga sama. Analisis yang dilakukan terhadap struk-
Farmer share merupakan rasio antara tur pasar meliputi analisis pangsa pasar,
harga di tingkat petani terhadap harga di konsentrasi pasar, dan hambatan masuk
tingkat retail (Hudson 2007). Farmer share pasar. Pangsa pasar merupakan total
merupakan bagian harga dari biaya produksi produksi suatu perusahaan terhadap total
yang dikeluarkan oleh petani ditambah produksi seluruh perusahaan dalam suatu
keuntungan yang diterimanya. Besarnya industri. Semakin tinggi persentase pangsa

Ratna Winandi Asmarantaka, Juniar Atmakusuma, Konsep Pemasaran Agribisnis :


Yanti N Muflikh, dan Nia Rosiana Pendekatan Ekonomi dan Manajemen
156 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 2, Desember 2017); halaman 151-172
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594

pasar (market share) menunjukkan kekuatan pada literatur tentang logistik yang
suatu perusahaan dalam suatu industri. menekankan pada pentingnya manajemen
Konsep konsentrasi pasar mengukur berapa logistik untuk meningkatkan daya saing.
jumlah output dalam sebuah industri yang Manajemen logistik sendiri merupakan
diproduksi dari empat perusahaan terbesar bagian dari SCM, dimana logistik di-
dalam sebuah industri (Baye 2010). Kon- definisikan sebagai “part of the supply chain
sentrasi pasar berkaitan dengan market share process that plans, implements and controls the
yang dikuasai oleh perusahaan-perusahaan efficient, effective flow and storage of goods,
dalam satu industri. Baye (2010) dan Jaya services and related information from the point-of-
(2001) Konsep umum merupakan cerminan origin to the point-of-consumption in order to meet
dari empat perusahaan besar yang diukur customer requirements and satisfies the
dengan concentration ratio (CR4 atau CR8). Jika requirements imposed by other stakeholders such
empat perusahaan tersebut memiliki pangsa as the government (new rules and regulations such
pasar lebih dari 60 persen maka pasar as the General Food Law) and the retail community
cenderung berstruktur monopoli. Namun, (e.g. Global Food Safety Initiative)’ (Cooper et
jika pangsa pasar relatif kecil dan menyebar al 1997). Manajemen logistik menekankan
maka pasar cenderung berada pada pasar pada efisiensi dan efektivitas aliran produk
bersaing dengan dicerminkan oleh perilaku dan informasi dalam satu SC.
pasar (conduct) dan kinerja pasar (performance). Menurut Christopher (1998), SCM bukan
Semakin tinggi hambatan masuk pasar, maka hanya manajemen logistik namun merupakan
pasar cenderung berada pasar monopoli dan manajemen hubungan antara suatu per-
sebaliknya jika pelaku cenderung lebih usahaan dengan pemasok dan pelanggan
mudah masuk pasar (hambatan kecil) maka untuk memastikan penyampaian nilai-nilai
pasar cenderung berada pasar bersaing. yang superior pada tingkat biaya yang rendah
Handfield et al, 2002 mengemukakan pada seluruh anggota SC. SCM berfokus pada
bahwa SC merupakan suatu aliran dan integrasi dari pengelolaan seluruh proses dan
transformasi produk, aliran informasi dan aktivitas bisnis penting pada suatu SC se-
keuangan dari tahapan bahan baku hingga efisien mungkin untuk memenuhi perminta-
pengguna akhir. Pengertian lain menurut an konsumen, seperti yang diungkapkan oleh
Summers (2009), SC merupakan jaringan Vorst (2007) bahwa ‘SCM is the integrated
organisasi yang dilibatkan dalam pe- planning, implementation, coordination and
mindahan material, informasi, dan uang control of all business processes and activities
sebagai aliran bahan baku dari sumber necessary to produce and deliver, as efficiently as
possible, products that satisfy market require-
masing-masing hingga melewati proses
ments’. Hal yang senada disampaikan oleh
produksi hingga bahan baku dikirimkan
Bernard J. Lalonde yang mendefinisikan SCM
sebagai produk akhir atau jasa untuk
sebagai ‘the delivery of enhanced consumer and
konsumen akhir. Hal ini senada dengan
economic value through synchronised manage-
Monczka et al (2002) dalam Chandrasekarand
ment of the flow of physical goods and associated
dan Raghuram (2014) yang mengungkapkan
information from sourcing to consumption’. The
bahwa SC mencakup semua kegiatan yang
design, planning, execution, control and moni-
berhubungan dengan aliran dan transformasi
toring of supply chain activities with the objective
barang dari tahap bahan baku untuk
of creating net value, building a competitive
konsumsi oleh pengguna akhir, serta
infrastructure, leveraging worldwide logistics,
informasi terkait antara anggota SC (aliran
synchronizing supply with demand and measuring
barang dan arus informasi).
performance globally. Hal senada dikemukakan
Penambahan kata manajemen dalam
oleh Collins dan Dunne (2002) yang men-
SCM tentu saja memiliki implikasi definisi
definisikan SCM sebagai strategi bisnis
yang berbeda dengan SC. Istilah SCM relatif
dimana satu SC dipandang sebagai satu unit
baru dan pertama kali muncul tahun 1980-an

Konsep Pemasaran Agribisnis : Ratna Winandi Asmarantaka, Juniar Atmakusuma,


Pendekatan Ekonomi dan Manajemen Yanti N Muflikh, dan Nia Rosiana
Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 2, Desember 2017); halaman 151-172 157
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594

kompetitif melalui kerjasama untuk men- meningkatkan efektifitas, efisiensi, dan


ciptakan nilai bagi konsumen. Definisi responsifitas sistem rantai pasok tersebut.
tersebut mengandung arti bahwa daya Pandangan tim penulis diperkuat oleh
kompetitif suatu SC sangat ditentukan oleh pendapat Dunne (2001) yang mengemukakan
kemampuan masing-masing perusahaan bahwa SCM adalah konsep yang multi-
yang terlibat didalamnya untuk saling disiplin. Teori-teori yang menjadi fondasi
bekerjasama dan menciptakan nilai. Collins utama adalah ilmu ekonomi, manajemen
dan Dunne (2002) mendefinisikan nilai (value) strategis dan pemasaran. Aplikasi ilmu
sebagai segala aspek bisnis yang menjadi ekonomi adalah pada biaya transaksi untuk
sumber kompetitif perusahaan. meningkatkan efisiensi (Williamson 1979).
Beberapa definisi SCM tersebut menitik- Komponen biaya transaksi tersebut adalah (1)
beratkan pada aspek yang relatif sama yaitu information cost- the discovery of potential
kemampuan mengelola SC melalui koordinasi suppliers/buyers and price levels; (2) Negotiation
atau kerjasama yang baik antar pelaku dalam costs - all aspects of the sale including time, the
SC tersebut untuk memenuhi kepuasan employment of specialists and the terms of sale; (3)
konsumen akhir. Dalam menganalisis SCM, Monitoring costs - activities, which occur after the
rantai pasok dipandang sebagai satu unit sale has been negotiated, such as monitoring the
kompetitif artinya manajemen rantai pasok behaviour of the other party, checking deliveries
tidak hanya berfokus pada pengelolaan against specifications and enforcement costs.
internal perusahaan namun juga melibatkan Manajemen strategis berkaitan dengan lima
koordinasi dengan perusahaan lain di dalam unsur persaingan Porter (1990). Selanjutnya,
satu rantai (SC). Kemampuan bersaing suatu pemasaran dalam perspektif hubungan
rantai pasok ditentukan oleh rantai yang pemasaran (perspektif manajemen).
terlemah (Spekman et al 1998). Sehingga Berdasarkan definisi SCM yang di-
berdasarkan definisi SCM dari beberapa ahli pandang sebagai strategi bisnis masa kini,
tersebut, menurut pandangan tim penulis maka tujuan utama SCM adalah meningkat-
SCM merupakan ilmu aplikasi dari akar kan keunggulan bersaing: lebih unggul dari
keilmuan pemasaran dalam perspektif mana- SC lain dalam hal memenuhi kebutuhan dan
jemen dengan unit analisisnya adalah satu keinginan pasar (merespon pasar) - marketing
rantai pasok atau satu SC bukan satu per- product to the right target of consumers
usahaan. Tujuannya pengelolaannya adalah (segments), at the right price, in the right time, on
mengembangkan strategi untuk memenang- the right place, and in the most efficient manner.
kan persaingan, bukan antar individu dengan Penciptaan nilai adalah sumber utama
individu lain namun antar satu SC dengan SC keunggulan bersaing satu unit SC. Karena SC
yang lain. merupakan kumpulan pelaku bisnis, maka
Levens (2010) memaparkan konsep yang masing-masing pelaku harus memiliki ke-
lebih luas dari SC yang melibatkan semua unggulan bersaing. Kuncinya mampu menge-
perusahaan atau organisasi yang terlibat lola aktivitas bisnis baik aktivitas penunjang/
dalam pemasaran barang, baik di dalam supporting activities maupun aktivitas utama/
maupun di luar perusahaan yang ber- primary activities (Porter 1990). Meskipun
pengaruh pada proses pemasaran (Levens istilah Porter (1990) berbeda untuk proses
2010). Sedangkan menurut Chopra dan penciptaan nilai pada internal perusahaan
Meindel (2007) bahwa SCM merupakan yang disebut dengan VC (Gambar 4).
keterpaduan antara perencanaan, koordinasi Sedangkan rangkaian penciptaan nilai yang
dan kendali seluruh proses dan aktivitas dilakukan oleh sekumpulan perusahaan di
bisnis dalam SC untuk memenuhi konsumen dalam satu SC disebut dengan value stream.
dengan biaya termurah. Vorst (2004) me- Kumpulan SC dalam dalam rangakian
nekankan pada upaya memadukan kum- penciptaan nilai dalam satu atau lebih value
pulan rantai pasok dalam rangka untuk stream disebut marjin.

Ratna Winandi Asmarantaka, Juniar Atmakusuma, Konsep Pemasaran Agribisnis :


Yanti N Muflikh, dan Nia Rosiana Pendekatan Ekonomi dan Manajemen
158 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 2, Desember 2017); halaman 151-172
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594

Gambar 4. Value Chain

Konsep SCM lahir sebagai respon dari (2) terdapat kecenderungan biaya transaksi
berbagai perubahan di dalam lingkungan tanpa kerjasama (open market) cenderung lebih
bisnis global dimana derajat dan intensitas tinggi dibandingkan biaya transaksi dengan
persaingan semakin tinggi seiring menyatu- menjalin kerjasama. Disitulah diperlukan
nya pasar global yakni dengan semakin kerjasama untuk memenangkan persaingan
banyaknya individu bisnis dan negara yang (cooperate to compete (Bleeke dan Ernst 1993).
berpartisipasi di dalam ekonomi dan sistem Kemudian bagaimana SCM tersebut
informasi global (Freedman 2000). Oleh dikelola? Siapa yang berkepentingan dalam
karena itu, semua bisnis perlu untuk meres- menginisiasi pentingnya pengelolaan SCM?
pon keinginan pasar global lebih cepat dan Tentu saja harus ada lead firm atau
tepat dibandingkan pesaing. Respon tersebut perusahaan/unit bisnis yang menjadi peng-
tidak cukup mengandalkan kemampuan hela untuk mengkoordinasikan kerjasama
individu perusahaan saja namun kemampuan dan penciptaan nilai bagi konsumen akhir.
dari pelaku usaha lain yang terkait dengan Apakah penghela tersebut harus berada di
aktivitas bisnisnya karena berpengaruh bagian hilir (retailers) atau di tengah (traders
terhadap kemampuan bisnis tersebut untuk dan processors) atau di bagian hulu (produsen
merespon pasar dengan cepat. Perusahaan primer) dari SC? Berbagai penelitian SCM
yang hebat tanpa didukung oleh supplier atau pada sektor agribisnis menunjukkan bahwa
buyers yang hebat akan terganggu juga inisiatif pengelolaan manajemen datang dari
aktivitas bisnisnya. Sadar bahwa individu pelaku bisnis yang memiliki taruhan paling
perusahaan tidak dapat atau mungkin tidak besar di dalam merespon keinginan
mampu untuk melakukan aktivitas bisnis dari konsumen akhir.
hulu sampai hilir secara individu, pelaku SCM adalah strategi bisnis dan strategi
bisnis memerlukan pelaku bisnis lainnya. Ada bisnis itu adalah pilihan, dan pilihan itu salah
beberapa alasan ekonomi kenapa individu satunya tergantung dari karakteristik produk
perusahaan memerlukan support dari yang selalu dihadapkan pada karakteristik
perusahaan lain; (1) jika biaya transaksi lebih supply dan demand-nya. Fisher (1997) men-
rendah dari biaya memproduksi sendiri; dan jelaskan bagaimana strategi SCM disesuaikan

Konsep Pemasaran Agribisnis : Ratna Winandi Asmarantaka, Juniar Atmakusuma,


Pendekatan Ekonomi dan Manajemen Yanti N Muflikh, dan Nia Rosiana
Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 2, Desember 2017); halaman 151-172 159
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594

dengan karakteristik ketidakpastian per- batasnya sumber-sumber penawaran dan


mintaan pada suatu produk, sementara Lee lebih sulit untuk mencari produk pengganti,
(2002) menambahkan karakteristik ketidak- contohnya adalah produk-produk agribisnis.
pastian penawaran produk. Apakah produk Berdasarkan tingkat ketidakpastian supply
yang dipasarkan termasuk (1) primarily dan demand tersebut, terdapat empat strategi
‘functional products’ untuk memenuhi ke- yang dapat diaplikasikan dalam SCM (Lee
butuhan dasar yang memiliki permintaan 2002):
stabil, mudah diprediksi, dan memiliki daur (1) Efficient supply chains; diterapkan
hidup produk yang panjang, di pasar yang untuk karakteristik produk dengan
sangat kompetitif menghasilkan marjin tingkat ketidakpastian supply dan demand
keuntungan yang relatif rendah, ataukah (2) yang rendah. SCM difokuskan pada
primarily ‘innovative products’ dengan potensi koordinasi dalam hal biaya dan
marjin keuntungan besar, namun dengan informasi. Biaya diminimalisasi dengan
permintaan yang sulit diprediksi dan me- mengeliminasi aktivitas yang tidak
miliki daur hidup yang pendek, dan relatif memberikan nilai tambah, peningkatan
tinggi heterogenitas produknya, misalnya skala ekonomis dan optimalisasi tekno-
produk-produk fashion dan produk-produk logi produksi, contohnya pada produk-
pangan dan agribisnis lainnya yang inovatif. produk massal non-perishable.
Hal ini karena menurut Fisher (1997) sering (2) Risk-hedging supply chains; diterapkan
terjadi ketidaksesuaian antara tipe produk untuk produk-produk dengan tingkat
dengan tipe SCM. Untuk produk yang ketidakpastian demand yang rendah
sifatnya fungsional, SCM difokuskan pada namun dengan ketidakpastian supply
efisiensi/kerampingan (leanness) untuk me- yang tinggi. Fokus pada minimalisasi
minimalisasi biaya produksi, transportasi dan biaya penyimpanan melalui kerjasama
penyimpanan. Untuk produk yang inovatif, dengan perusahaan sejenis yang mem-
SCM berfokus pada kecepatan (agility)/ produksi produk-produk sejenis yang
kemampuan merespon keinginan pasar dipasarkan perusahaan. Contohnya pada
dengan cepat untuk meminimalisasi biaya- industri ritel dan pada SC untuk produk
biaya terkait dengan kehilangan peluang buah-buahan dan sayur-sayuran.
penjualan karena ketidaksesuaian spesifikasi (3) Responsive supply chains; diterapkan
produk dengan keinginan pasar. Namun pada SC produk dengan karateristik
kecenderungannya saat ini, hampir semua ketidakpastian demand namun ketidak-
sektor memiliki kecenderungan terdapat pastian supply yang rendah. Berfokus
perubahan dari produk-produk fungsional ke pada kecepatan dan fleksibilitas dalam
produk-produk yang lebih inovatif dengan merespon perubahan keinginan kon-
karakteristik ketidakpastian permintaan, sumen melalui SC yang efisien, contoh-
banyak SC yang masih memfokuskan pada nya pada SC produk-produk olahan
efisiensi bukan kecepatan merespon. agribisnis (daging).
Berdasarkan tingkat ketidakpastian pe- (4) Agile supply chains; diaplikasikan pada
nawaran produk (Lee 2002), terdapat: SC dengan tingkat ketidakpastian supply
(1) produk yang dihasilkan dari proses yang dan demand yang tinggi, yang merupa-
stabil, menghasilkan volume produksi yang kan kombinasi dari SCM pada point (2)
stabil dan tinggi, lebih banyak sumber- dan (3). Berfokus pada kemampuan
sumber penawaran dengan proses produksi merespon permintaan yang sulit untuk
yang relatif tidak berubah dan mudah diprediksi dengan meminimalisasi ke-
menemukan produk substitusi. Sementara (2) tidakpastian supply. Contohnya SC untuk
produk yang dihasilkan dari proses produksi produk-produk siap makanan.
yang relatif musiman yang menghasilkan
produk yang relatif tidak seragam, ter-

Ratna Winandi Asmarantaka, Juniar Atmakusuma, Konsep Pemasaran Agribisnis :


Yanti N Muflikh, dan Nia Rosiana Pendekatan Ekonomi dan Manajemen
160 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 2, Desember 2017); halaman 151-172
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594

Gambar 5. Lima Dimensi Utama Supply Chain

Nampaknya SC yang paling mudah Pengelolaan SC memerlukan kerjasama


untuk di-manage adalah SC pada point (1) atau koordinasi antar pelaku SC. Semakin
dimana ketidakpastian supply dan demand tinggi tingkat koordinasi, semakin memung-
relatif rendah. SC dengan ketidakpastian kinkan lancarnya aliran fisik, proses, finansial
permintaan yang tinggi perlu dikelola (di- dan informasi antara pelaku SC. Menurut
manage) dengan kolaborasi antara pelaku SC Spekman (1998) dikuatkan oleh hobbs dan
dan sharing informasi seintensif dan sesering Young (2000) terdapat 4 (empat) tahapan
mungkin seperti diindikasikan oleh berbai kerjasama antara pelaku dalam satu SC: (1)
teori SCM. Tantangan bagi para pebisnis transactional relationship (open-market); (2)
adalah bagaimana mengelola SCM dengan cooperation; (3) coordination dan (4) collabora-
berbagai karakteristik permintaan maupun tion. Kerjasama dalam SC dimulai dari tahap
penawaran. Asumsikanlah pebisnis dihadap- ‘cooperation’, menuju ke kerjasama kolaboratif
kan pada kondisi tersulit yaitu ketidakpastian semakin membutuhkan tingkat kepercayaan
supply dan demand sehingga fokus perhatian dan komitmen yang tinggi dari pelaku SC.
adalah pada semua dimensi yang harus Artinya, jika ingin jika ingin berkolaborasi
dikelola. dalam satu SC harus siap untuk meng-
Pada Gambar 5 terdapat lima dimensi investasikan secara penuh kepercayaan dan
utama supply chain yang harus dikelola agar komitment masing-masing untuk bekerja-
diperoleh keunggulan bersaing (Boehlje, sama dan menciptakan nilai. Kepercayaan
1999): dan komitmen sebagai kunci sukses
1. Aliran fisik produk dari produsen primer hubungan bisnis (relationship marketing),
ke konsumen akhir (product flow) karena dapat mendorong pelaku bisnis untuk:
2. Aliran proses yang berkesinambungan (1) bertindak dalam rangka menjaga
dari produsen ke konsumen akhir (process hubungan baik yang sudah diinvestasikannya
flow) dengan selalu bekerjasama dengan mitra
3. Alihar finansial dari konsumen akhir ke bisnisnya; (2) menolak semua alternatif yang
produsen primer (financial flows) bersifat jangka pendek meskipun menarik
4. Aliran informasi baik dari produsen untuk memperoleh benefit yang lebih jangka
maupun dari konsumen akhir (information panjang akibat berelasi dengan mitra bisnis;
flow) (3) berhati-hati terhadap potensi untuk
5. Koordinasi antar pelaku usaha dalam bertindak oportunis karena percaya bahwa
suatu rantai pasok (governance) partner bisnis juga tidak akan bertindak
oportunis. Komitmen diartikan sebagian

Konsep Pemasaran Agribisnis : Ratna Winandi Asmarantaka, Juniar Atmakusuma,


Pendekatan Ekonomi dan Manajemen Yanti N Muflikh, dan Nia Rosiana
Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 2, Desember 2017); halaman 151-172 161
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594

keinginan yang sungguh-sungguh untuk Komitmen dan kepercayaan mempererat


menjaga hubungan yang dipandang sangat kerjasama. Secara spesifik, komitmen mitra
berharga atau penting (Dawye 1987; berdampak langsung terhadap acquienscence
Moorman 1992; Morgan dan Hunt 1994). (tingkat kepatuhan mitra dan provensity to stay
Kepercayaan adalah keyakinan bahwa mitra (kecenderungan bertahan dalam kemitraan).
memiliki integritas dan reliable (dapat Kepercayaan berpengaruh terhadap functional
dipercaya) sehingga memiliki kemauan untuk conflict (konflik fungsional) dan penyelesaian-
menggantungkan kepercayaan kepada pihak nya dan uncertainty reduction (meredam
lain yang diyakini dapat dipercaya (Moorman ketidakpastian). Kepercayaan dan komitmen
1992; Morgan dan Hunt 1994). Reliability dan bersama-sama berpengaruh terhadap coo-
integrity tersebut diasosiasikan dengan peration (kerjasama) antara pihak-pihak yang
ukuran kualitas seseorang dalam hal bermitra. Cooperation (kerjasama) didefinisi-
konsistensi, kompetensi, tanggung jawab, kan sebagai situasi dimana pihak-pihak yang
menolong dan terbuka (Larzel 1990). bermitra bekerjasama untuk mencapai tujuan
Menurut Morgan dan Hunt (1994) bersama (Anderson dan Narus, 1990).
komitmen mitra tergantung dari adanya: (1) Cooperation merupakan hal yang berbeda
shared benefit/ manfaat tersebut sifatnya relatif dengan acquiescence dinama cooperation ber-
yang terdiri dari beberapa aspek yaitu sifat proaktif sedangkan acquiescence bersifat
keuntungan finansial, kepuasan, kinerja reaktif. Dalam suatu hubungan kemitraan
produk. Perusahaan yang menerima manfaat hadirnya konflik atau ketidaksepahaman
yang superior dari hubungan kemitraan tidak bisa dihindari. Jika konflik tidak dapat
cenderung lebih berkomitmen dalam ke- diselesaikan dengan cara-cara yang baik atau
mitraan; (2) shared value (kesamaan nilai) tidak menemukan kesepahaman akan ber-
merupakan dimensi yang menggambarkan dampak pada pengakhiran kemitraan.
seberapa erat/sesuai kepercayaan (belief) Sebaliknya, jika konflik tersebut diselesaikan
direfleksikan oleh tindakan, tujuan dan dengan cara-cara yang bijaksana maka
kebijakan-kebijakan atau pandangan diantara hubungan kemitraan akan terjaga dengan
para pihak yang bermitra; (3) switching cost baik. Oleh karena itu, ketidaksepahaman
yang tinggi atau biaya beralih mitra yang yang sifatnya rasional dan normal dan artinya
relatif besar akan mendorong mitra untuk yang mendorong kearah perbaikan kualitas
berkomitmen dalam kerjasama; dan (4) hubungan disebut functional conflict sebagai
kepercayaan. media untuk mengatasi permasalahan ber-
Sedangkan kepercayaan selain dipenga- sama. Konflik fungsional ini meningkatkan
ruhi oleh (1) shared value, juga dipengaruhi produktivitas hubungan kemitraan dan
oleh (2) communication (komunikasi) juga dipandang sebagai another part of doing
merupakan faktor yang mendorong lahirnya business
kepercayaan antar para pihak yang bermitra, Pertanyaannya kemudian, bagaimana
serta (3) perilaku opportunis. Komunikasi SCM dimulai? SC dapat dikelola sebagai satu
dapat didefinisikan sebagai kegiatan bertukar unit kompetitif melalui anggota SC yang
informasi baik informal maupun formal relatif dominan (lead firm) atau melalui
antara mitra. namun komunikasi yang mekanisme kemitraan yang menghendaki
meningkatkan kepercayaan adalah komuni- kerjasama dan koordinasi yang baik. Lambert
kasi yang bermakna atau relevan (ber- dan Cooper (2000) sejalan dengan Collins dan
manfaat) dalam isi komunikasi dan dalam Dunne (2002) menjelaskan tiga determinan
waktu yang tepat sehingga bukan informasi kunci yang diperlukan untuk memulai
yang usang (Anderson dan Narus 1990). mendesian pengelolaan SC atau SCM yang
Semakin tinggi perilaku oportunis semakin semuanya tergantung pada tujuan SCM: (1)
sulit untuk dipercayai. mendesain proses bisnis; (2) mengidentifikasi
anggota SC; (3) mengidentifikasi level

Ratna Winandi Asmarantaka, Juniar Atmakusuma, Konsep Pemasaran Agribisnis :


Yanti N Muflikh, dan Nia Rosiana Pendekatan Ekonomi dan Manajemen
162 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 2, Desember 2017); halaman 151-172
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594

integrasi atau manajemen. Formulasi tujuan adalah adalah pada kecepatan pemenuhan
SCM bukan hal yang mudah karena melibat- order konsumen, namun jika fokus utama
kan persamaan persepsi dengan pelaku bisnis adalah pada memenangkan produk-
lain dalam satu SC. Berikut diuraikan produk inovatif, maka fokus integrasinya
bagaimana SCM dibangun berdasarkan tiga adalah pada usaha bersama dalam
determinan kunci tersebut. pengembangan produk.
Van der Vorst dan Beulens (2002)
1. Anggota SC yang manakah yang akan mengidentifikasi beberapa elemen kunci
diajak untuk melakukan kerjasama? dalam membangun SCM termasuk bagai-
Langkah pertama dalam melakukan mana memprofumasi tujuan bersama dan
koordinasi/ integrasi proses bisnis dalam memfasilitasi integrasi proses bisnis: (1)
satu SC adalah menentukan partner bisnis menyusun peran (fungsi) dan proses yang
dalam satu SC, termasuk jumlah dan dibutuhkan dalam SCM, termasuk meng-
intensitas pengelolaannya. Perusahaan ubah atau mengurangi anggota SC yang
harus memilih level koordinasi atau terlibat, realokasi peran dan mengapus
kerjasama kemitraan dengan masing- aktivitas yang tidak memberikan nilai
masing anggota SC terpilih dengan fokus tambah; (2) mengurangi lead times order
pada kompetensi anggota SC yang dapat bagi konsumen, termasuk mengubah
melengkapi kompetensi yang tidak posisi titik pemisah (decoupling point),
dimiliki oleh perusahaan (Lambert & memanfaatkan teknologi informasi untuk
Cooper 2000). Mungkin untuk beberapa sharing informasi, mengurangi waktu
supplier penting yang memasok produk tunggu dan meningkatkan fleksibilitas
yang krusial bagi perusahaan kemitraan proses; (3) membangun transparansi infor-
yang lebih intensif diperlukan, namun masi, termasuk membangun infrastruktur
untuk supplier produk-produk komplemen untuk pertukaran informasi berkaitan
mungkin sampai batas monitoring saja. dengan supply/demand/persediaan mau-
pun kodifikasi strandar mutu produk
2. Proses bisnis mana yang akan di- antara anggota SC; (4) sinkronisasi proses
koordinasikan atau diintegrasikan dengan logistik dengan permintaan konsumen
anggota SC yang lain? untuk meningkatkan kecepatan proses
Keberhasilan SCM memerlukan para- delivery atau distribusi; dan (5) meng-
digma perubahan manajemen bisnis dari koordinasikan dan menyederhanakan
proses bisnis individual (di dalam per- proses pengambilan keputusan yang
usahaan) ke integrasi proses bisnis kunci berhubungan dengan logistik dalam suatu
antar anggota SC. Lambert dan Cooper SC.
(2000) mengidentifikasi delapan proses
bisnis kunci yang dapat diintegrasikan 3. Sejauhmana derajat integrasi dan mana-
dengan anggota SC: (1) manajemen jemen yang dapat diimplementasikan
hubungan dengan pelanggan; (2) mana- untuk setiap integrasi proses?
jemen pelayanan kepada pelanggan; (3) Aspek ini berhubungan dengan
manajemen permintaan; (4) pemenuhan manajemen hubungan antara anggota SC
order/pesanan; (5) manajemen aliran untuk memastikan integrasi proses
proses; (6) manajemen pengadaan sumber- berjalan dengan baik. Lambert dan Cooper
daya; (7) pengembangan dan komer- (2000) membagi dua kategori manajemen
sialisasi produk; dan (8) reusable item atau pengelolaan. (1) pengelolaan aspek-
process. Tidak semua proses bisnis dapat aspek teknis/fisik/tangible atau elemen-
diintegrasikan, misalkan jika fokus utama- elemen proses bisnis yang relatif terukur
nya adalah kecepatan merespon keinginan dan mudah untuk diubah; (2) pengelolaan
pasar, maka kunci utama dalam integrasi elemen-elemen yang berkaitan dengan

Konsep Pemasaran Agribisnis : Ratna Winandi Asmarantaka, Juniar Atmakusuma,


Pendekatan Ekonomi dan Manajemen Yanti N Muflikh, dan Nia Rosiana
Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 2, Desember 2017); halaman 151-172 163
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594

perilaku dan pengaruh organisasi ter- berikan definisi sendiri mengenai VC


hadap pengelolaan. Sejalan dengan namun memiliki konsep yang serupa
Lambert dan Cooper (2000), Collins dan dengan SC seperti yang dikemukakan oleh
Dunne (2002) mengemukakan bagaimana Kaplinsky and Morries (2001), Hobbs dan
membangun SCM, yakni dengan menilai Young (2000), Gerrefi (1994). Berikut
kesiapan proses bisnis internal perusahaan merupakan definisi VC yang dipaparkan
dan menilai kesesuaian proses bisnis oleh beberapa ahli.
perusahaan dengan anggota SC, termasuk Value chain (VC) didefinisikan sebagai
di dalamnya kesesuaian strategi dan “the full range of activities which are required
budaya perusahaan yang dimiliki oleh to bring a product or service from conception
masing-masing anggota SC. Seberapa through the different phases of production
besar kemampuan atau kapasitas per- (involving a combination of physical trans-
usahaan untuk menciptakan nilai bagi formation and the input of various producer
customers. Bagaimana perusahaan tersebut services) delivery to final consumers, and final
menciptakan nilai bagi pelanggan. disposal after use” (Kaplinsky and Morries
Seberapa mendukung budaya dan proses 2001). Menurut Gerrefi (1994) value chain
di dalam perusahaan (right cultures and juga digambarkan sebagai struktur
process). teritorial (geografis) dan teknis yang
Bagaimana SCM diimplementasikan? terdiri dari para aktor (pelaku) mulai dari
Collines dan Dunne (2002) mengemuka- penyedia input hingga konsumen akhir.
kan terdapat 6 (enam): (1) fokus pada Rantai nilai dipandang sebagai media
kebutuhan dan keinginan konsumen- untuk mengembangkan sistem produksi,
seberapa baik kita mengenal partner bisnis teknologi, logistik, sumberdaya manusia,
kita dan konsumen akhir, bagaimana relasi organisasi dan jejaring (networks)
produk kita dinilai oleh konsumen, (Trienekens 2012). Dengan demikian rantai
segmen konsumen mana yang kita tuju, nilai mendeskripsikan keterlibatan dari
bagaimana partner bisnis kita mencipta- seluruh pelaku bisnis yang terlibat pada
kan nilai bagi konsumen akhir; (2) suatu komoditi atau produk tertentu mulai
menciptakan dan mendistribusikan nilai- dari penyedia input sampai dengan
berkaitan dengan proporsi nilai tambah konsumen akhir.
yang diciptakan (cost) dengan nilai yang
diperoleh akibat penambahan nilai VALUE CHAIN (VC) ANALYSIS
(revenue); (3) mencipatakan produk yang
Namun demikian, berkembang konsep
tepat bagi konsumen- memastikan produk
VC Analysis (VCA) dengan menganalisis
yang tepat bagi konsumen sasaran; (4)
keterlibatan aktor pendukung yang terlibat di
memastikan efisiensi dan efektivitas
dalam VC. Analisis VC berfokus pada daya
sistem logistik dan distribusi-seberapa
saing VC dengan memperhatikan aspek
cepat dan tepat produk sampai ke tangan
keberlanjutan bisnis (business sustainability).
konsumen; (5) membangun efektivitas
VCA semakin berkembang seiring dengan
manajemen sistem informasi dan komuni-
perubahan tuntutan konsumen pasar global
kasi berkaitan dengan pentingnya aliran
selain menghendaki kualitas produk, juga
informasi dan komunikasi dua arah; (6)
menghendaki kepedulian pelaku bisnis
membangun hubungan kemitraan yang
terhadap aspek fair trade (berkeadilan bagi
efektif dengan mitra dalam SC yang saling
pelaku bisnis kecil demi keberlanjutan bisnis)
memerlukan, saling menghargai dan
serta memperhatikan kelestarian lingkungan.
saling mempercayai sehingga sense of
Trienekens (2012) mengemukakan bah-
belonging kemitraan menjadi lebih tinggi.
wa kerangka analisis rantai nilai di negara-
Beberapa literatur ada yang mem-
negara berkembang meliputi tiga aspek
bedakan istilah SC dengan VC dan mem-

Ratna Winandi Asmarantaka, Juniar Atmakusuma, Konsep Pemasaran Agribisnis :


Yanti N Muflikh, dan Nia Rosiana Pendekatan Ekonomi dan Manajemen
164 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 2, Desember 2017); halaman 151-172
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594

penting: (1) struktur jejaring pada rantai nilai; Menurut Stamm, (2004) struktur teri-
(2) nilai tambah dari proses produksi; dan (3) torial pada VC mengacu pada konsentrasi
posisi tawar antara pelaku bisnis pada rantai atau dispersi geografis dari produksi dan
nilai serta distribusi keuntungan dan biaya- pemasaran produk. Struktur teritorial ber-
nya. Selanjutnya Gereffi (1994) menyatakan kaitan dengan cakupan wilayah geografis dari
bahwa VC merupakan pendekatan untuk dari VC apakah mencakup wilayah geografis
menganalisis struktur teknis dari suatu VC lokal, regional, nasional atau internasional.
(value chain mapping), para pelaku (actor) yang Struktur tersebut memberikan gambaran
terlibat, wilayah teritorial (geografis) dari mengenai lokasi dari setiap proses pada VC,
pergerakan input dan output dan juga relasi misalnya untuk pasar nasional maupun pasar
diantara para pelaku. Analisis dari kelima global.
dimensi tersebut dapat menjawab pertanyaan
mengenai bagaimana proses produksi dilaku- VC GOVERNANCE ATAU TATAKELOLA
kan, siapa pelakunya, dimana perbedaannya,
Menurut Humphrey dan Schmitz (2001),
bagaimana keterkaitan dari masing-masing
dimensi utama dari analisis VC adalah
proses dan siapa yang mendapatkan manfaat.
Governance (tatakelola) yang berkaitan dengan
kontrol dari aktor dan pelaksanaan atas
STRUKTUR TEKNIS DAN TERITORIAL kekuatan (power) yang dimiliki. Governance
SERTA PELAKU PADA VC (VALUE
(tatakelola) menunjukkan mekanisme hu-
CHAIN MAPPING)
bungan antara pelaku pada VC apakah
Menurut Schipmann (2006) struktur VC melalui non adversarial market atau melalui
terdiri dari aktivitas penyediaan input, proses koordinasi antar pelaku mengenai penetapan
produksi primer (misalnya on-farm), proses dan implementasi kriteria-kriteria pada suatu
pengolahan produk, pemasaran produk sam- proses bisnis dalam VC. Contoh pada VC,
pai ke tangan konsumen akhir. Proses yang suppliers (actors) di negara berkembang me-
berbeda dapat dilakukan oleh pelaku usaha rupakan pelaksana kriteria-kriteria nilai yang
yang sama ataupun pelaku usaha yang ditentukan oleh buyers (actors) di negara maju.
berbeda sangat tergantung dari jumlah, Buyers atau pembeli menetapkan sejumlah
kualitas dan kerumitan proses produksi suatu kriteria-kriteria nilai bagi produk yang harus
produk. Penyediaan input berkaitan dengan dihasilkan suppliers (produsen) demi me-
penyediaan kebutuhan sumberdaya yang ngurangi risiko kegagalan produk baik dari
digunakan untuk kegiatan on-farm antara lain segi kuantitas maupun kualitas. Oleh karena
penyediaan bibit, pupuk, peralatan pertanian, itu governance (tatakelola) penting terutama
pestisida dan lahan. Pelaku bisnis pada proses bagi buyers untuk mengurangi risiko bisnis
ini bisa produsen besar input maupun yang berkaitan dengan konsistensi kualitas,
pengecer. Produsen primer berperan sebagai kuantitas dan ketepatan waktu pengiriman
penyedia produk segar (primer) yang menjadi terutama untuk produk akhir dimana kualitas
kebutuhan para pelaku bisnis lainnya atau yang menjadi prioritas bukan harga. Risiko
konsumen akhir. Selanjutnya adalah pe- juga berkaitan dengan reputasi buyers di pasar
masaran produk. Pada proses ini transportasi global yang berkaitan dengan kepeduliannya
dan proses distribusi memegang peranan terhadap kesejahteraan pekerja dan kelestari-
kunci. Aktivitas pemasaran dapat dilakukan an lingkungan.
oleh produsen primer ataupun pengolah Dua parameter kunci pada VC governance
langsung. Namun demikian semakin besar (tatakelola) adalah (1) spesifikasi produk apa
volume dan semakin tinggi kualitas yang yang harus produksi; dan (2) bagaimana
diinginkan pasar akan cenderung semakin memproduksi produk sesuai spesifikasi yang
membutuhkan lembaga perantara pemasaran. diinginkan. Aktor (pelaku bisnis) yang
mempunyai kontrol terhadap aktor lain

Konsep Pemasaran Agribisnis : Ratna Winandi Asmarantaka, Juniar Atmakusuma,


Pendekatan Ekonomi dan Manajemen Yanti N Muflikh, dan Nia Rosiana
Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 2, Desember 2017); halaman 151-172 165
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594

dalam VC mengenai produk apa yang harus Schmitz (2001) ada beberapa alasan mengapa
dihasilkan dan bagaimana melakukannya pengawasan langsung atas standar kualitas
disebut sebagai a lead firm atau pemimpin VC. yang dilakukan oleh pemimpin VC sangat
Terdapat dua jenis VC berdasarkan siap dan akan terus menjadi hal yang penting:
pemimpinnya (Gereffi 1994), yaitu: (1) (1) perusahaan mungkin mengharapkan
producer-driven global VC (GVC) dan (2) buyer- kualitas produk dengan spesifikasi khusus
driven GVC. Pada producer-driven chains, yang tidak diatur dalam standarisasi umum;
spesifikasi standar kualitas produk ditentu- (2) belum cukup bukti bagaimana standarisasi
kan oleh perusahaan yang mempunyai dan sertifikasi dapat menjamin kualitas
kontrol atas teknologi proses produksi dan produk yang dihasilkan oleh suppliers jika
produk. Pada buyer-driven chains, parameter tidak ada pengawasan; (3) sertifikasi tidak
standar kualitas ditentukan oleh retailer besar dapat mengidentifikasi perilaku dari suppliers
dan perusahaan besar yang memiliki merek terutama yang berkaitan dengan konsistensi
bereputasi yang berfokus pada perancangan dan keinginan untuk membina hubungan
dan pemasaran produk. Di masa mendatang bisnis dalam jangka panjang.
diprediksi akan semakin banyak suppliers di Spesifikasi kualitas produk dan proses
negara-negara berkembang terlibat dalam juga dapat ditetapkan oleh instansi peme-
GVC melalui kontrak kerjasama dengan rintahan atau organisasi nasional atau
buyers di negara maju (Humphrey dan internasional yang mengatur standar kualitas
Schmitz 2001). produk, kualitas kerja dan kesejahteraan
Menurut Keesing and Lall (1992) bahwa pekerja dan standar kelestarian lingkungan.
produsen di negara berkembang dituntut Misalnya ISO, SNI (nasional) dan lembaga
untuk memenuhi standar yang ditetapkan sertifikasi dunia lainnya seperti 4C Alliance.
oleh buyers di negara berkembang yang belum Semakin diakui dan berkembang pelaksanaan
pernah dilakukan sebelumnya untuk pasar standar internasional di pasar global, semakin
domestik. Hal ini menciptakan perbedaan berkurang kebutuhan bagi buyers untuk
tuntutan kualitas di pasar domestik dan pasar mengontrol proses produksi dan produk yang
internasional. Seringkali perusahaan pembeli dihasilkan oleh suppliers (Humphrey dan
(buyers) mengatasinya dengan menginvestasi- Schmitz (2001), karena suppliers sudah secara
kan standar kualitas tersebut pada beberapa sadar memenuhi standar sesuai ketentuan
suppliers terpilih dan membina dan me- umum yang berlaku. Dikemukakan pula oleh
ningkatkan kapasitas suppliers tersebut. Pada Kaplinsky (2000) bahwa standar nasional atau
tahap awal hubungan koordinasi antara internasional suatu produk dibuat bukan
buyers dan suppliers adalah pemberian hanya untuk keamanan konsumen namun
instruksi dan memonitor kinerja suppliers. juga sebagai upaya menciptakan pasar yang
Namun demikian, seiring peningkatan ke- lebih transparan.
mampuan atau kapasitas suppliers kebutuhan
untuk menetapkan mengkoordinasikan dan TIPOLOGI GOVERNANCE
mengontrol inplementasi parameter atau (TATAKELOLA) PADA VC
standar kualitas di sepanjang VC akan
Terdapat tiga parameter penting dari
berkurang.
tipologi governance (tatakelola) pada VC
Jika sistem sertifikasi atau standarisasi
(Gereffi et.al 2005) yaitu: (1) kompleksitas
nasional atau internasional dipatuhi oleh
informasi dan transfer pengetahuan yang
pelaku bisnis pada VC termasuk standar
dibutuhkan untuk melakukan transaksi ter-
proses, kualitas produk, kesejahteraan pekerja
utama yang berhubungan dengan spesifikasi
dan kelestarian lingkungan, maka akan dapat
produk dan proses; (2) kemudahan meng-
menggantikan kontrol atau pengawasan
kodifikasi (menyeragamkan) informasi dan
kualitas dari pemimpin VC (lead firm).
pengetahuan sehingga efisien didalam pe-
Namun demikian, menurut Humphrey dan

Ratna Winandi Asmarantaka, Juniar Atmakusuma, Konsep Pemasaran Agribisnis :


Yanti N Muflikh, dan Nia Rosiana Pendekatan Ekonomi dan Manajemen
166 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 2, Desember 2017); halaman 151-172
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594

nyebarannya antar actors; (3) kemampuan dari sesuai spesifikasi yang diinginkan buyers
suppliers ataupun suppliers potensial dalam dan bertanggung jawab sepenuhnya atas
merespon permintaan buyers. Berdasarkan kompetensi yang dimilikinya untuk me-
kriteria tersebut ada lima jenis mekanisme lakukan proses produksi dan teknologi
pengelolaan hubungan governance (tatakelola) yang digunakan yang dirancang lebih
pada VC menurut (Gereffi et.al. 2005): fleksibel dan generik. Hal ini membuat
(1) Market Governance--Transaksional swicthing cost (biaya berpindah pe-
Marketing langgan) tetap rendah karena suppliers
Merupakan tipe hubungan jual-beli- tidak terlalu bergantung pada buyers.
putus (adversarial) antar actors (buyers dan Hubungan antar pelaku bisnis menjadi
sellers). Penjual dan pembeli bebas me- lebih penting dibandingkan pada market
lakukan transaksi dengan actors mana- governance (tatakelola) karena tingginya
pun dalam GVC artinya biaya berpindah aliran informasi antara pelaku pada VC,
pelanggan (swicthing cost) relatif rendah, sehingga teknologi informasi dan meka-
informasi mengenai spesifikasi produk nisme pertukaran informasi merupakan
relatif mudah ditransmisikan, produsen kunci sukses pada tipe ini.
dapat menghasilkan produk dengan
sedikit sekali masukan dari buyers. (3) Relational Value Chain
Market governance (tatakelola) tidak atau Hubungan ini dicirikan dengan ada-
sedikit ada kerjasama formal. Mekanis- nya saling membutuhkan antara pelaku
me governance (tatakelola) digerakkan (buyers dan sellers) pada lingkup ter-
oleh harga bukan oleh powerful lead tentu. Suppliers dapat menegosiasikan
firm. Kondisi ini identik dengan hubungan dengan buyers secara lebih
mekanisme pasar atau pasar bersaing. setara dengan arus informasi dua arah
mengenai kondisi pasar, teknologi dan
(2) Modular Value Chain spesifikasi produk dan proses produks.
Modular governance (tatakelola) ter- Hubungan ini membutuhkan kepercaya-
jadi ketika transaksi yang kompleks an yang dibentuk melalui ikatan reputasi
relatif mudah untuk dikodifikasi. Pada bisnis, sosial, kedekatan, kekerabatan
tipe ini, suppliers menciptakan produk ataupun ethnic dan kesukaan. Meskipun

Gambar 6. Kerangka Berfikir dalam analisis Global Value Chain


Sumber: (Gereffi et.al. (2005) ‘Tipologi Governance (Tatakelola) pada Global Value Chain’

Konsep Pemasaran Agribisnis : Ratna Winandi Asmarantaka, Juniar Atmakusuma,


Pendekatan Ekonomi dan Manajemen Yanti N Muflikh, dan Nia Rosiana
Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 2, Desember 2017); halaman 151-172 167
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594

hubungan ini mencirikan saling mem- produktif yang dilakukannya (kontribusi


butuhkan antara actors, pemimpin VC nilainya).
masih dapat mengemukaan mengenai
spesifikasi produk yang diinginkan, (5) Hierarchy Value Chain
sehingga masih memiliki kemampuan Hubungan ini dideskripsikan se-
untuk menggunakan sedikit kontrol atau bagai bentuk integrasi vertikal dan
pengawasan terhadap suppliers. Pro- kontrol manajerial di dalam internal
dusen pada tipologi relational ini cende- perusahaan untuk mengembangkan dan
rung untuk memasok produk pada memproduksi produk sendiri. Integrasi
berbagai kualitas, daerah asal tumbuh, ini terjadi ketika spesifikasi produk tidak
atau karakteristik unik lainnya. dapat dikodifikasi, terlalu kompleks
Hubungan ini membutuhkan waktu dimana suppliers yang sangat ber-
lebih lama untuk dibangun. Oleh karena kompeten tidak dapat ditemukan.
itu switching cost relatif lebih tinggi. Meskipun semakin berkurang bentuk
integrasi vertikal ini namun masih
(4) Captive Value Chain merupakan bentuk yang penting pada
Pada VC ini pelaku usaha kecil GVC.
sebagai suppliers sangat tergantung pada Dari market ke hierarchy governance
satu atau beberapa buyers yang memiliki (tatakelola) tingkat koordinasi dan ke-
kekuatan (power) yang sangat besar. tidakseimbangan kekuatan (power) se-
Buyers sebagai lead firms melakukan makin tinggi. Kelima tipologi governance
pengawasan dan kontrol yang besar ter- (tatakelola) tersebut dapat berubah
hadap suppliers. Ketidakseimbangan ke- seiring perkembangan industri pada
kuatan atau posisi tawar menyebabkan komoditas atau produk bersangkutan
suppliers tergantung pada buyers se- dan bentuk governance (tata-kelola) di
hingga switching cost bagi kedua belah dalam satu industri dapat beragam di
pihak tinggi. Sehingga kepemimpinan dalam berbagai level pada VC. Beberapa
dari buyers sebagai lead firms yang penelitian menunjukkan bahwa banyak
beretika sangat penting untuk menjamin GVC dicirikan dengan banyak struktur
bahwa tidak ada penyalahgunaan governance (tatakelola) dan hal tersebut
kekuatan dan suppliers mendapatkan berdampak pada peluang dan tantangan
perlakuan yang adil dan memperolah untuk melakukan perbaikan ekonomi
harga yang wajar sesuai dengan aktivitas dan sosia (Dolan & Humphrey, 2004;

Tabel 1. Perubahan yang Mungkin Terjadi pada GVC Governance (Tatakelola)


Governance Complexity of Ability to Codify Capabilities in the
Type Transaction Transaction Supply -Base
Market Low High High
Modular  High  High  High
Relational High  Low  High 
Captive High High Low
Hierarchy High Low Low
Sumber: (Gereffi et.al. 2005)
Keterangan:
 Peningkatan komplesitas transaksi (sulit untuk mengkodifikasi transaksi, penurunan pada kompetensi suppliers)
 Penurunan pada komplesitas transaksi (kemudahan dalam mengkodifikasi transaksi, peningkatan kompetensi
suppliers)
 Kodifikasi transaksi yang lebih baik (standar yang lebih transparan, terkomputerisasi)
 Dekodifikasi transaksi (perubahan teknologi, produk dan proses baru)
 Peningkatan kompetensi suppliers (penurunan komplesitas, kodifikasi yang lebih baik dan pembelajaran )
 Penurunan kompetensi suppliers (peningkatan kompleksitas, teknologi baru dan pemain/ kompetitor baru)

Ratna Winandi Asmarantaka, Juniar Atmakusuma, Konsep Pemasaran Agribisnis :


Yanti N Muflikh, dan Nia Rosiana Pendekatan Ekonomi dan Manajemen
168 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 2, Desember 2017); halaman 151-172
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594

Gereffi, Lee et al 2009). Oleh karena itu, (SCP) dan supply chain management (SCM)
analisis GVC selain untuk mengidentifi- dapat dilihat pada Gambar 7. Perusahaan-
kasi tipologi governance (tatakelola) na- perusahaan kecil yang terdapat didalam pasar
mun juga dapat digunakan untuk meng- cenderung menyebar sehingga dapat dikata-
antisipasi perubahan yang mungkin kan bahwa pasar berada dalam kondisi pasar
pada GVC itu sendiri. Penelitian ter- persaingan sempurna. Jika terdapat satu atau
dahulu juga telah menunjukkan bagai- beberapa perusahaan dengan tingkat konsen-
mana struktur governance (tatakelola) trasi yang tinggi maka cenderung menguasai
pada GVC berubah sepanjang waktu pasar atau dengan kata lain pasar berada pada
(Gereffi et.al 2005). Nampaknya per- kondisi monopoli atau oligopoli. Hal inilah
debatan mengenai perbedaan analisis yang menjadi persamaan dalam analisis SCP
mengenai SCM, VCA dan GVC layak dan SCM. Keduanya akan mengarah pada
untuk kita diskusikan lebih lanjut. struktur pasar tertentu tergantung karak-
Tulisan ini sebagai stimulasi untuk teristik pasar tersebut.
membuka ruang diskusi. Hal ini akan cukup berbeda jika kita
menganalisis pemasaran secara ekonomi
IRISAN DIAGRAM SCP DAN SCM (makro) dengan marjin pemasaran (mikro).
Ekonomi pemasaran merupakan sistem
Analisis yang dilakukan pada pem-
keseluruhan fungsi-fungsi dari petani
bahasan sebelumnya menunjukkan bahwa
produsen sampai dengan konsumen akhir
tedapat hal penting untuk ditekankan bahwa
atau banyaknya perusahaan-perusahaan
terdapat persamaan dan perbedaan antara
(lembaga-lembaga) yang terlibat dalam
stucture-conduct-performance (SCP) dan supply
aktivitas pemasaran. Sedangkan marjin
chain management (SCM). Irisan diagram ke-
perusahaan merupakan nilai yang diperoleh
terkaitan antara stucture-conduct-performance
dari satu atau kelompok tertentu perusahaan

Structure-Conduct-Performance Supply Chain Management

Perusahaan Kecil Marketing Perusahaan Kecil


(Menyebar) Channel (Menyebar)

Pasar
Perusahaan Kecil Pasar Perusahaan Kecil
Persaingan
(Menyebar) Sempurna Persaingan (Menyebar)
Sempurna

Perusahaan Kecil
(Menyebar) Perusahaan Kecil
(Menyebar)

Penghela
Perusahaan Besar
satu/dua
(Terpusat)
Monopoli/ Monopoli/ perusahaan besar
Oligopoli Oligopoli (power)

Struktur Pasar

Gambar 7. Keterkaitan SCP dengan SCM

Konsep Pemasaran Agribisnis : Ratna Winandi Asmarantaka, Juniar Atmakusuma,


Pendekatan Ekonomi dan Manajemen Yanti N Muflikh, dan Nia Rosiana
Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 2, Desember 2017); halaman 151-172 169
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594

yang diperoleh dalam kegiatan pemasaran memusat (terkonsentrasi) dengan strategi


produk didalam keseluruhan sistem bisnis (SCM) yang akan terlihat pada
pemasaran (ekonomi). keragaan pasar, volume dan kualitas oleh
pelaku yang memiliki power tersebut
(SCM). Sebaliknya kerjasama (SCM atau
KESIMPULAN VC) jika dilakukan oleh perusahaan kecil
1. Pendekatan pemasaran (aspek ekonomi) yang pangsa pasarnya relatif menyebar
atau studi pemasaran merupakan ke- maka struktur pasar (SCP) cenderung
ragaan dari seluruh aktivitas bisnis mengarah ke pasar persaingan sempurna
(produktif) dalam aliran atau saluran dengan keragaan yang diserahkan pada
pemasaran komoditi/produk dari petani mekanisme pasar. Dengan demikian,
produsen primer sampai dengan kon- pendekatan pemasaran agribisnis dapat
sumen akhir. Tujuan analisis ini melihat dilakukan melalui pendekatan ekonomi
keseluruhan keragaan yang ada di dalam atau manajemen dan atau gabungan.
marketing channel akan terlihat mana
yang lebih efisien dan hal ini akan
ditentukan oleh SCP. Selain itu, kebijakan- DAFTAR PUSTAKA
kebijakan dalam pemasaran yang akan Asmarantaka, Ratna Winandi. 2012.
meningkatkan marjin, farmer share, rasio Pemasaran Agribisnis (Agrimarketing).
biaya. Dalam SCP, Semakin tinggi per- Penerbit : Departemen Agribisnis
sentase pangsa pasar menunjukkan ke- Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB.
kuatan suatu perusahaan dalam suatu Bogor.
industri. Jika empat perusahaan memiliki Barratt, M., 2004.Understanding the Meaning
pangsa pasar lebih dari 60 persen maka of Collaboration in the Supply
pasar cenderung berstruktur monopoli. Chain.Supply Chain Management, Vol. 9,
Namun, jika pangsa pasar relatif kecil dan No. 1, pp. 30-42.
menyebar maka pasar cenderung berada Baye, Michael. 2010. Managerial Economics and
pada pasar bersaing dengan dicerminkan Business Strategy. Seventh Edition.
oleh perilaku pasar (conduct) dan kinerja McGraw-Hill /Irwin. Singapure.
pasar (performance). Semakin tinggi ham-
Beierlein, et al. 2014. Principles of
batan masuk pasar, maka pasar cenderung Agribusiness Management. Waveland
berada pasar monopoli dan sebaliknya jika Press, Inc. The United State of America
pelaku cenderung lebih mudah masuk
Bezuidenhout, C.N., Bodhanya, S., Brenchley,
pasar (hambatan kecil) maka pasar
L., 2012. An analysis of collaboration in
cenderung berada pasar bersaing. a sugarcane production and processing
2. Pendekatan manajemen pemasaran meru- supply chain.British Food Journal, Vol.
pakan strategi bisnis perusahaan (grup) 114 Iss: 6 pp. 880 – 895.
untuk meningkatkan efisiensi/profit per-
Boehlje M., 1999. Structural Change in the
usahaan dan jajaringnya (networking). Agricultural Industries: How do we
Dengan demikian analisis value chain, SC, measure, analyse and understanding
GVC merupakan bagian dari keragaan them?.American Journal of Agricultural
analisis pemasaran agribisnis secara Economics, Vol. 81, No. 5, pp. 1028-1041.
keseluruhan. Apabila didalam analisis
Canavari, M., Centonze, R., Hingley, M.,
value chain govenrnance dilakukan oleh Spadoni, R., 2010. Traceability as part of
pemain-pemain yang memiliki power atau competitive strategy in the fruit supply
pangsa pasar yang dominan (empat chain. British Food Journal, Vol. 112 Iss: 2
perusahaan memiliki pangsa pasar > 60 pp. 171 – 186.
persen) maka akan terlihat dalam
marketing channel dan struktur pasar yang

Ratna Winandi Asmarantaka, Juniar Atmakusuma, Konsep Pemasaran Agribisnis :


Yanti N Muflikh, dan Nia Rosiana Pendekatan Ekonomi dan Manajemen
170 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 2, Desember 2017); halaman 151-172
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594

Chopra S, Meindl P. 2007. Supply chain Humphrey, J. and Schmitz, H., 2001.
management: strategy, planning and Governance (Tatakelola) in global value
operations. Ed ke-3. Upper Saddle chains.IDS Bulletin, Vol. 32 No. 3, pp. 1-
River, NJ (US): Pearson Prentice 17.
Hall.Handfield et al, 2002.
Ingram and Kirwan J. 2011. Matching new
Collins and Dunne (CD) 2002. Forming and entrants and retiring farmers through
Managing Supply Chain in farm joint ventures:Insights from the
Agribusiness: Learning from others. Fresh Start Initiative in Cornwall, UK
Department of Agriculture, Forestry and Julie.Land Use Policy No.28 pp.917– 927.
Fisheries, Canberra.
Jaya, W.K. 2001. Ekonomi Industri. Edisi
De Boer, D and Tarimo, L. 2012. Business- Kedua. Badan Penerbit Fakultas
Community Partnership In: Global Ekonomi, Universitas Gajah Mada,
Value Chain: Linking Local Producers Yogyakarta.
to International Markets. Amsterdam
University Press, Amsterdam. Jiao, W., Fu Z., Mu, W., McLaughlin, N., Xu,
M., 2012). Influence of supply chain
Dunne, A. J. 2001. Supply Chain Management: model on quality and safety control of
Fad, panacea or table grape and performance of small-
opportunity?,Australian Agribusiness scale vinegrowers in China. British Food
Perspectives, Paper 48. Journal, Vol. 114, Iss: 7 pp. 978 – 996.
Gereffi, G., Humphrey, J., Sturgeon, T., Kohls dan Uhl. 2002. Marketing of Agricultural
2003.The Governance (Tatakelola) of Products. Ninth Edition. Prentice Hall,
global value chains.Forthcoming in New Jersey.
Review of International Political Economy,
available from Kaplinsky, R and Morris, M. 2002. The
http://www.ids.ac.uk/globalvaluecha globalization of product markets and
ins/publications/govgvcsfinal.pdf. immiserizing growth: Lesson from the
South African furniture industry.
Gerrefi, G. 1999. Internatonal trade and Journal on Chain and Network Science,
institutional upgrading in the apparel 1(1), pp.7-22.
commodity chain.Journal of International
Economics, 48, pp. 37-70. Levens M. 2010. Marketing: Defined,
Explained, Applied. International
Grande J., 2011. New venture creation in the Edition. Pearson: Prentice Hall.
farm sector e Critical resources and
capabilities. Journal of Rural Studies Lim, G. 2015. Value chain upgrading:
No. 27 pp.220-233. Evidence from the Singaporean
aquaculture industry.Marine Policy.
Gereffi, G. 1994. ‘The Organisation of Buyer- Elsevier Ltd.
driven Global Commodity Chains:
How U.S. Retailers Shape Overseas Mai N., Bogason S.G., Arason S., Árnason S.V.,
Production Networks’, in G. Gereffi Matthíasson, T.G., 2010. Benefits of
and M. Korzeniewicz (eds), Commodity traceability in fish supply chains - case
Chains and Global Capitalism, Westport: studies. British Food Journal, Vol. 112 Iss:
Praeger: 95–122. 9 pp. 976 – 1002

Hobbs J.E. dan Young, L.M. 2000. Closer Maine Pieter van Dijk and Jacques Trieneken,
vertical coordination in agri-food 2012 (eds.). Global Value Chain:
supply chain: a conceptual framework Linking Local Producers to
and some preliminary evidance, Supply International Markets. Amsterdam
Chain Manajemen: An International University Press, Amsterdam.
Journal, vol. 5, pp.131-143. Maine Pieter van Dijk and Jacques Trieneken,
Hudson, Darren. 2007. Agricultural Markets 2012. Global Value Chain: Linking
and Prices. Blackwell Publishing. Local Producers to International
United Kingdom.

Konsep Pemasaran Agribisnis : Ratna Winandi Asmarantaka, Juniar Atmakusuma,


Pendekatan Ekonomi dan Manajemen Yanti N Muflikh, dan Nia Rosiana
Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 2, Desember 2017); halaman 151-172 171
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594

Markets. Amsterdam University Press, Williamson, O. (1979). Transaction Cost


Amsterdam. Economics: the governance of
contractual relation. Journal of Law and
Manos, B., and Manikas, I. 2010. Traceability Economic, Vol. 22, pp.232-62
in the Greek fresh produce sector:
drivers and constraints. British Food Williamson, O. (2000). The new institutional
Journal, Vol. 112 Iss: 6 pp. 640 – 652. economics: taking stock, looking a
head. Journal of Economics Literature,
Morgan, R.M. and Hunt, S.D. 1994, ‘The 38, pp.595-613.
Commitment-Trust Theory of
Relationship Marketing’, Journal of
Marketing, Vol. 58, No. 3, pp. 20-38.

Morgan, S.L., Marsden T., and Miele A., and


Morley A., 2010. Agricultural
Multifunctionality and farmers’
entrepreneurial skills: A study of
Tuscan and Welsh farmers. Journal of
Rural Studies no. 26, pp.116–129.

Morries, M. H., Brunyee, J. and Page, M. 1998.


Relationship Marketing in Practice:
myths and realities. Industrial Marketing
Management, vol. 27, pp. 359-371.

N, F. Bailey and Jayson L. 2008. Agricultural


Marketing and Price Analysis. Pearson
Prentice Hall. ISBN- 13:978-0-13-221121-
5

Purcell. 1979. Agricultural Marketing: System,


Coordination, Cash and Future Prices. A
Prentice-Hall Company, Virginia.

Rademakers, M.F.L., McKnight, P.J., 1998.


Concentration and inter-firm co-
operation within the Dutch potato
supply chain. Supply Chain Management:
An International Journal, Vol. 3 Iss: 4 pp.
203 – 213.

Raghuram dan Chandrasekaran N (2014).


Agribusiness Supply Chain
ManagementCRC Press. London. New
York.

Reynolds, N., Fischer, C., Hartmann, M.,


2009. Determinants of sustainable
business relationships in selected
German agri-food chains. British Food
Journal, Vol. 111 Iss: 8 pp. 776 – 793.

Spekman, Robert E.; Kamauff, John E. and


Myer, Niklas 1998. An Empirical
Investigation into Supply Chain
Management: A Perspective on
Partnership, Supply Chain Management,
Vol. 3, No.2, pp. 53-67.

Ratna Winandi Asmarantaka, Juniar Atmakusuma, Konsep Pemasaran Agribisnis :


Yanti N Muflikh, dan Nia Rosiana Pendekatan Ekonomi dan Manajemen
172 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 2, Desember 2017); halaman 151-172
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594

Konsep Pemasaran Agribisnis : Ratna Winandi Asmarantaka, Juniar Atmakusuma,


Pendekatan Ekonomi dan Manajemen Yanti N Muflikh, dan Nia Rosiana

You might also like