You are on page 1of 12

GAMBARAN PASIEN KOLEDOKOLITIASIS

DI BAGIAN BEDAH DIGESTIF


RSUP Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG
PERIODE JANUARI 2014  DESEMBER 2016
SKRIPSI

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memeroleh Gelar Sarjana Kedokteran

Oleh
Devita Nur Amelia
NIM 4111131047

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
MARET 2017
1

GAMBARAN PASIEN KOLEDOKOLITIASIS DI BAGIAN BEDAH


DIGESTIF RSUP Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE
JANUARI 2014DESEMBER 2016
Devita Nur Amelia*, Lukmana Lokarjana, Dinyar Supiadi
Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Achmad Yani Cimahi

ABSTRACT

Choledocholithiasis is one of the disease which its incidence has began to increase
and its diagnosed quite difficult since the beginning. Many recent studies have
shown that choledocholithiasis disease is related to age, sex, and laboratory test
especially total bilirubin, alkaline phosphatase and gamma glutamyl transferase.
This study aimed to describe choledocholithiasis disease based on age, sex,
cilinical manifestations, number of stones, laboratory test and its managements
that was conducted in department of digestive surgery Hasan Sadikin Hospital
Bandung period of January 2014December 2016.
This study was a descriptive study using secondary data from medical records
conducted on 50 cases of cholecholithiasis. Choledocholithiasis was most
frequently in the age >40 years old as much as 68% and 60% in female. The main
clinical manifestation was upper right abdominal pain which intermittent and
radiates to right shoulder with jaundice. Most patients with choledocholithiasis
have multiple stones (68%). Laboratory examinations have shown that 16 patients
(32%) have leukositosis, 40 patients (80%) increase of total bilirubin level, 37
patients (74%) increase of alkaline phosphatase enzyme and 43 patients (86%)
increase of gamma glutamyl transferase enzyme. All patients manage by CBD
exploration which 94% done by intraoperative cholangiography.
The conclusion of this study, choledocholithasis widely reported at the age >40
years old, woman, most symptom was upper right abdominal pain which
intermittent and radiates to the back right with jaundice in full body.
Choledocholithiasis most often has multiple stones. Laboratory examinations
marked by leukositosis, increase of total bilirubin level, alkaline phosphatase and
gamma glutamyl transferase. All patients manage by CBD exploration which
most frequently done by intraoperative cholangiography.

Keyword: Choledocholithiasis
2

ABSTRAK

Koledokolitiasis merupakan penyakit yang insidensinya mulai meningkat dan


cukup sulit terdiagnosis sejak awal. Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa
ada hubungan antara koledokolitiasis dengan usia, jenis kelamin dan hasil
laboratorium terutama kadar bilirubin total, enzim alkaline phosphatase dan
gamma glutamyl transferase. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan
koledokolitiasis berdasarkan usia, jenis kelamin, manifestasi klinis, jumlah batu,
hasil laboratorium dan penatalaksanaanya di bagian bedah digestif RSUP Dr.
Hasan Sadikin Bandung periode Januari 2014Desember 2016.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif menggunakan data sekunder dari
rekam medis. Penelitian dilakukan terhadap 50 pasien koledokolitiasis.
Koledokolitiasis paling sering mengenai pasien berusia >40 tahun sebanyak 68%
dan 60% pada wanita. Manifestasi klinis yang paling sering ditemukan adalah
nyeri perut kanan atas yang hilang timbul dan menjalar ke punggung kanan
disertai ikterus. Kebanyakan pasien koledokolitiasis memiliki batu multiple
(68%). Dari pemeriksaan laboratorium darah, didapatkan 16 pasien (32%)
mengalami leukositosis, 40 pasien (80%) mengalami peningkatan kadar bilirubin
total, 37 pasien (74%) mengalami peningkatan kadar enzim alkaline phosphatase
dan 43 pasien (86%) mengalami peningkatan kadar enzim gamma glutamyl
transferase. Seluruh pasien dilakukan eksplorasi CBD dengan 96% dilakukan
kolangiografi intraoperatif.
Kesimpulan dari penelitian adalah koledokolitiasis tersering ditemukan pada
wanita, usia >40 tahun, dengan gejala tersering nyeri perut kanan atas yang hilang
timbul dan menjalar ke punggung kanan disertai keluhan kuning badan.
Koledokolitiasis kebanyakan batu multiple. Hasil laboratorium ditandai dengan
leukositosis, peningkatan kadar bilirubin total, enzim alkaline phosphatase dan
gamma glutamyl transferase. Seluruh pasien dilakukan eksplorasi CBD yang
sebagian besar dilakukan kolangiografi intraoperatif.

Kata kunci: Koledokolitiasis


3

PENDAHULUAN

Penyakit batu empedu saat ini menjadi masalah kesehatan masyarakat karena
frekuensi kejadiannya yang tinggi dan menyebabkan beban finansial maupun
beban sosial bagi masyarakat. Salah satunya, penyakit adanya batu di saluran
empedu atau yang disebut koledokolitiasis.1 Koledokolitiasis sering kali timbul
tanpa gejala atau asimtomatik dan menyebabkan masalah dalam menentukan
diagnosis.1,2 Batu ini dapat menyebabkan obstruksi baik total maupun parsial,
sehingga koledokolitiasis ini dapat membahayakan penderitanya karena
menyebabkan terjadinya komplikasi berupa kolangitis.3
Batu kandung empedu (kolelitiasis) dan koledokolitiasis merupakan penyakit
yang pada awalnya sering ditemukan di negara barat. Prevalensi penyakit batu
empedu di Amerika Serikat mencapai 15%.4 Koledokolitiasis ditemukan pada
314,7% pasien yang mengalami terapi pembedahan kolesistektomi. Prevalensi
batu empedu di Asia berkisar antara 315%.5 Angka kejadian koledokolitiasis di
Indonesia diduga tidak berbeda jauh dengan angka negara lain yang ada di Asia
Tenggara, hanya saja baru mendapatkan perhatian secara klinis, sementara
penelitian koledokolitiasis empedu masih terbatas.6,7
Diagnosis koledokolitiasis cukup sulit dibandingkan dengan penyakit batu
empedu lainnya. Permeriksaan radiologis sederhana pun tidak mudah menentukan
adanya batu pada saluran empedu. Namun untuk membantu diagnosis
koledokolitiasis, tidak ada salahnya untuk dilakukan beberapa pemeriksaan
penunjang seperti laboratorium darah, fungsi hati, dan pemeriksaan radiologis
sebagai pertimbangan diagnosis.8,9
Pemeriksaan laboratorium darah dan pemeriksaan fungsi hati pun dapat
dilakukan dalam membantu diagnosis koledokolitiasis. Dari pemeriksaan
laboratorium darah yang dilakukan pada pasien koledokolitiasis, ternyata
ditemukan pasien yang mengalami peningkatan hitung jumlah leukosit atau
leukositosis. Seperti penelitian yang telah dilakukan di bagian bedah Rumah Sakit
Craiova Romania pada tahun 2011, ditemukan sebanyak 10-20% pasien
koledokolitiasis mengalami leukositosis.9 Sedangkan pada pemeriksaan fungsi
hati, peningkatan kadar enzim alkaline phosphatase disertai peningkatan gamma
glutamyl tranferase (GGT) dapat mengkonfirmasi adanya sumbatan di saluran
empedu. Selain alkaline phosphatase dan gamma glutamyl tranferase (GGT),
kadar bilirubin total memiliki spesifitas tertinggi 87,5% dalam membantu
diagnosis koledokolitiasis. Dari berbagai pemeriksaan fungsi hati yang dapat
dilakukan, hanya gamma glutamyl tranferase, alkaline phosphatase, dan kadar
bilirubin total yang dapat menjadi prediktor independen dan gamma glutamyl
tranferase dapat dijadikan prediktor terkuat dalam membantu diagnosis adanya
sumbatan di saluran empedu.1

IDENTIFIKASI MASALAH

1. Bagaimana gambaran pasien koledokolitiasis berdasarkan usia di RSUP Dr.


Hasan Sadikin Bandung periode 1 Januari 201431 Desember 2016?
4

2. Bagaimana gambaran pasien koledokolitiasis berdasarkan jenis kelamin di


RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung periode 1 Januari 201431 Desember
2016?
3. Bagaimana gambaran pasien koledokolitiasis berdasarkan manifestasi klinis
di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung periode 1 Januari 201431 Desember
2016?
4. Bagaimana gambaran pasien koledokolitiasis berdasarkan jumlah batu di
RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung periode 1 Januari 201431 Desember
2016?
5. Bagaimana gambaran laboratoris berdasarkan hitung jumlah leukosit, kadar
bilirubin total, kadar enzim hati alkaline phosphatase dan gamma glutamyl
transferase yang terdapat pada pasien koledokolitiasis di RSUP Dr. Hasan
Sadikin Bandung periode 1 Januari 201431 Desember 2016?
6. Bagaimana gambaran penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien
koledokolitiasis di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung periode 1 Januari
201431 Desember 2016?

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Objek penelitian ini adalah data sekunder yang diambil dari rekam medis pasie
di bagian bedah digestif RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung periode Januari 2014
Desember 2016. Metode pemilihan subjek ini adalah total sampling dengan sampe
minimal sebanyak 49 rekam medias pasien koledokolitiasis yang didapat dari
rumus estimasi dengan presisi mutlak. Pengambilan dan pengumpulan data rekam
medis pasien koledokolitiasis diawali dengan melakukan pengecekan jumlah dan
nomor rekam medis pasien koledokolitiasis yang berobat pada periode Januari
2014Desember 2016 di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung, kemudian meminta
rekam medis yang sudah ditentukan tersebut secara satu persatu di bagian instalasi
rekam medis. Data yang sudah didapatkan kemudian dikelompokkan berdasarkan
usia, jenis kelamin, manifestasi klinis, jumlah, hasil laboratorium dan
penatalaksanaan yang dilakukan. Data yang sudah dikelompokkan kemudian
diolah dan dianalisis untuk disajikan sebagai persentase dan analisa dalam bentuk
tabel dan penjelasan deskriptif. Analisis data menggunakan salah satu software
statistic Statistical Product and Service Solution (SPSS) for windows versi 23,0.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jumlah rekam medis pasien koledokolitiasis yang terdaftar di RSUP Dr. Hasan
Sadikin Bandung periode Januari 2014-Desember 2016 berjumlah 132. Setelah
dilakukan penelitian, ternyata rekam medis yang lengkap dan utuh hanya
82 rekam medis karena 23 rekam medis hilang dan tidak utuh, 25 rekam medis
non-koledokolitiasis dan 2 rekam medis sedang dipinjam namun tidak kunjung
dikembalikan. Dari 82 rekam medis yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 50
5

rekam medis, sehingga penelitian ini dilakukan terhadap 50 kasus koledokolitiasis


dengan hasil sebagai berikut:

Gambaran Berdasarkan Usia


Usia pasien koledokolitiasis di bagian bedah digestif RSUP Dr. Hasan Sadikin
Bandung paling banyak mengenai usia >40 tahun. Rincian gambaran usia tersebut
dapat dilihat pada Tabel 4.1 dibawah

Tabel 1. Gambaran usia


Usia Laki-laki Perempuan %
<40 tahun 7 9 32,0
>40 tahun 13 21 68,0
Jumlah 20 30 100,0

Berdasarkan Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa kelompok umur tertinggi penderita
koledokolitiasis adalah usia >40 tahun sebanyak 34 orang (68%) dan sisanya
sebanyak 16 orang (32%) mengenai kelompok umur <40 tahun. Hasil ini tidak
jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan di RSUP Dr. Hasan Sadikin
sebelumnya yakni pada tahun 20102011 oleh M. Nuhadi 35,7% kasus terjadi
pada pasien dibawah 40 tahun dan 64,3% terjadi pada pasien diatas 40 tahun.
Penelitian yang dilakukan oleh Ju Hyun Oak et al di St. Vincent’s Hospital Korea
tahun 2012 pun memiliki hasil yang serupa, didapatkan rata-rata pasien
koledokolitiasis adalah >40 tahun yakni 59,8 tahun dengan usia paling muda 26
tahun dan paling tua 86 tahun.10 Usia lebih dari 40 tahun merupakan faktor risiko
terjadinya batu empedu ungkap Beckingham.11 Semakin tinggi usia maka semakin
tinggi risiko terjadinya penyakit batu empedu hal ini dapat terjadi karena usia
mempengaruhi perjalanan penyakit dengan meningkatnya sekresi kolesterol
empedu dan menurunnya sekresi asam empedu. Usia itu sendiri juga dapat
meningkatkan saturasi kolesterol empedu dengan peningkatan sekresi kolesterol
sekunder hepatik pada peningkatan kadar HMG Ko-A reduktase, enzim yang
menentukan kecepatan pembentukan kolesterol hati sehingga risiko untuk
menderita koledokolitiasis meningkat dengan bertambahnya usia.11,12

Gambaran Berdasarkan Jenis Kelamin


Koledokolitiasis paling banyak terjadi pada pasien perempuan. Gambaran
koledokolitiasis berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut

Tabel 2. Gambaran jenis kelamin


Jenis Kelamin Jumlah %
Laki-laki 20 40,0
Perempuan 30 60,0
Total 50 100,0

Dari Tabel 4.2 diatas kita dapat mengetahui bahwa pasien yang berjenis
kelamin laki-laki sebanyak 20 orang (40%) dan berjenis kelamin perempuan
sebanyak 30 orang (60%), sehingga didapatkan perbandingan jumlah pasien
6

koledokolitiasis yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan adalah 2:3. Hasil
tersebut rupanya tidak berbeda jauh dengan penelitian yang dilakukan di RSUP
Dr. Hasan Sadikin Bandung sebelumnya pada tahun 20102011, 35,7% mengenai
laki-laki dan 64,3% mengenai perempuan sehingga didapatkan perbandingan 1:2.7
Selain hasil tersebut hampir sama dengan penelitian yang dilakukan pada rumah
sakit serupa, hasil penelitian ini ternyata sama dengan penelitian yang dilakukan
oleh Melo et al di Brazil tahun 2013, didapatkan dari 81 pasien koledokolitiasis
yang diteliti 34 orang laki-laki (40,5%) dan 41 orang perempuan (59,5%)
sehingga didapatkan perbandingan sebesar 2:3.13 Risiko berkembangnya batu
empedu pada perempuan semakin meningkat dikarenakan adanya sekresi hormon
estrogen dan progesteron oleh ovarium pada perempuan. Estrogen memiliki efek
lipolisis terhadap lemak jaringan, hasil dari proses lipolisis yang berupa asam
lemak bebas selanjutnya akan dimobilisasi dalam darah dan akan di metabolisme
pada hati. Lipid hasil metabolisme ini merupkan prekursor dari lipid bilier
(kolesterol dan asam empedu) sendiri.

Gambaran Berdasarkan Manifestasi Klinis


Berdasarkan hasil penelitian didapatkan seluruh pasien koledokolitiasis atau
sebanyak 100% datang dengan suatu gejala (simtomatis). Tabel 4.3 menunjukan
bahwa manifestasi klinis paling banyak yang dialami pasien koledokolitiasis di
RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung adalah nyeri perut kanan atas yang terasa
hilang timbul dan menjalar ke punggung kanan disertai kuning pada seluruh
badan yaitu sebanyak 12 pasien (24%). Hal ini tidak berbeda jauh dengan
penelitian yang dilakukan pada bulan Maret 2013Februari 2014 di Rumah Sakit
Regional Dr. Homero De Miranda Gomes bahwa 95% dari 257 pasien
koledokolitiasis mengalami nyeri perut kanan atas.14 Penelitian Pradhan SB et al
pada tahun 2006 di Nepal juga mendapatkan keluhan utama yang paling banyak
dirasakan adalah nyeri perut kanan atas sebanyak 65% kasus.15 Festi D et al dalam
penelitiannya di Italia pada tahun 2008 menyebutkan bahwa nyeri epigastrium dan
kuadaran kanan atas merupakan satu-satunya gejala yang secara signifikan
berhubungan dengan penyakit batu empedu.16 Nyeri perut kanan atas ini
disebabkan oleh penekanan batu pada lumen duktus sehingga menyebabkan
tekanan intralumen meningkat dan distensi kandung atau salurun empedu yang
pada akhirnya akan merangsang dan mengaktivasi neuron sensori. Impuls dari
kndung atau saluran empedu tersebut akan diteruskan oleh saraf aferen simpatik
melalui nervus splanikus yang dapat menyebabkan terjadinya nyeri kolik pada
pasien. Saraf muncul dari aksis seliakus yang terletak di sepanjang arteri hepatika.
Sedangkan keluhan kuning pada seluruh tubuh disebabkan oleh batu yang telah
menyebabkan sumbatan total pada duktus koledokus, sehingga aliran bilirubin
terkonjugasi menjadi terhambat dan masuk kedalam aliran darah, maka pasien
biasanya mengalami keluhan ikterus yang episodik karena peningkatan kadar
bilirubin darah.3,4
7

Tabel 3. Gambaran manifestasi klinis


Manifestasi Klinis Jumlah Pasien %
Nyeri perut kanan atas yang terasa hilang timbul dan menjalar 12 24
hingga ke punggung kanan dan kuning pada seluruh tubuh
Nyeri perut kanan atas disertai mual, muntah dan kuning seluruh 9 18
tubuh
Kuning seluruh tubuh 6 12
Nyeri ulu hati yang terasa hilang timbul disertai kuning pada 5 10
seluruh tubuh, BAK pekat dan BAB dempul
Nyeri perut kanan atas yang terasa hilang timbul disertai mual dan 5 10
muntah
Nyeri perut kanan atas 4 8
Nyeri perut kanan atas yang terasa hilang timbul disertai mual, 2 4
muntah, mata kuning dan BAK pekat
Nyeri perut kanan atas yang menjalar ke punggung dan bahu 1 2
kanan disertai mual dan muntah
Nyeri perut kanan atas disertai kuning seluruh tubuh 1 2
Nyeri perut kanan atas yang terasa hilang timbul disertai demam, 1 2
diare, dan kuning seluruh tubuh
Nyeri ulu hati yang terasa semakin memberat terutama saat 1 2
makan makanan yang berserat
Mata kuning 1 2
Mata kuning disertai nyeri perut kanan atas 1 2
Nyeri perut kanan atas disertai mual dan muntah 1 2

Gambaran Berdasarkan Jumlah Batu


Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan 34 pasien (68%)
memiliki batu multiple dan 16 pasien (32%) lainnya memiliki batu. Gambaran
jumlah batu tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut. Hasil ini tidak berbeda
jauh dengan hasil penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya yaitu pada tahun
2011 di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung oleh M. Nuhadi dari 14 kasus yang
diteliti, didapatkan pasien dengan jumlah batu multiple sebanyak 85,7% dan
14,3% nya batu single.7

Tabel 4. Gambaran jumlah batu


Jumlah Batu Jumlah Pasien %
single 16 32,0
multiple 34 68,0
Jumlah 50 100,0

Gambaran Berdasarkan Hasil Laboratorium


Hasil laboratorium yang akan dibahas pertama yaitu hitung jumlah leukosit.
Dari 50 pasien koledokolititasis yang diteliti, 16 pasien (32%) mengalami
kenaikan jumlah leukosit atau leukositosis dan 34 pasien (68%) lainnya normal.
Seperti yang tergambar pada tabel 4.6 dibawah, gambaran meningkatnya hitung
jumlah leukosit pada pasien koledokolitiasis ini didukung oleh nilai tengah hitung
jumlah leukosit yang didapat yaitu 8.450 sel/mm3 dengan rata-rata
10.776 sel/mm3. Hitung jumlah leukosit terendah dari pasien yang diteliti adalah
8

4.200 sel/mm3 dan tertinggi sebesar 26.500 sel/mm3, dengan standar deviasi
5688,76 sel/mm3. Karena rentang nilai hitung jumlah leukosit cukup luas, maka
dari itu hitung jumlah leukosit pasien koledokolitiasis yang normal belum tentu
tidak mengalami peningkatan hitung jumlah leukosit. Hasil ini tidak jauh berbeda
dengan penelitian yang dilakukan Ramboui pada tahun 2011 bahwa 10-20%
pasien batu empedu yang diteliti mengalami leukositosis. 9 Hal ini disebabkan oleh
sumbatan batu yang terjadi dapat mencetuskan kerusakan jaringan sekitarnya dan
menyebabkan respon inflamasi sehingga kadar leukosit pun meningkat. 3,4

Tabel 5. Gambaran hasil laboratorium


Hasil Satuan Mean Median Min Max SD
Hitung jumlah sel/mm3 10.776 8.450 4.200 26.500 5688,76
leukosit
Bilirubin total mg/dL 7,49 4,66 0,33 30,65 7,37
Alkaline phosphatase U/L 248,44 222,50 52 496 141,18
Gamma glutamyl U/L 306,60 282,50 28 706 199,89
transferase

Hasil laboratorium yang kedua adalah kadar bilirubin total. Didapatkan 10


pasien (20%) memiliki kadar bilirubin total normal dan sisanya 40 pasien (80%)
mengalami kenaikan kadar bilirubin total. Seperti yang tercantum pada tabel 4.6
diatas, gambaran meningkatnya kadar bilirubin total pada pasien koledokolitiasis
ini didukung oleh nilai tengah yang didapat yaitu 4,66 mg/dL dengan rata-rata
7,49 mg/dL. Kadar bilirubin total terendah dari pasien koledokolitiasis yang
diteliti adalah 0,33 mg/dL dan tertinggi sebesar 30,65 mg/dL, dengan standar
deviasi 7,37 mg/dL. Nilai ini tentunya lebih tinggi dari kadar bilirubin pada
normalnya. Hasil ini tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian yang dilakukan
Ramboui tahun 2011 bahwa sebanyak 60% pasien koledokolitiasis yang diteliti
mengalami kenaikan kadar bilirubin total. Penyakit koledokolitiasis biasanya
diikuti oleh peningkatan kadar bilirubin konjugasi. Bilirubin dimetabolisme oleh
hati dan diekskresi ke dalam empedu sedangkan sejumlah kecil ditemukan dalam
serum.14 Kolestasis atau terganggunya aliran empedu akibat suatu sumbatan
menyebabkan aliran bilirubin terkonjugasi ini menjadi terhambat, maka bilirubin
terkonjugasi masuk dalam aliran darah sehinggga kadar bilirubin total pun akan
meningkat dalam darah.9
Hasil laboratorium yang ketiga adalah kadar enzim alkaline phosphatase
(AP). Didapatkan 13 pasien (26%) memiliki kadar enzim ALP normal dan sisanya
sebanyak 37 pasien (74%) mengalami kenaikan kadar enzim ALP diatas batas
normal. Apabila melihat hasil pada tabel 4.6, terjadi peningkatan yang cukup
signifikan pada pasien koledokolitiasis ini. Gambaran meningkatnya kadar enzim
ALP pada pasien koledokolitiasis ini didukung oleh nilai tengah yang didapat
yaitu 222,50 U/L dengan rata-rata 248,88 U/L. Kadar enzim ALP terendah pasien
adalah 52 U/L dan kadar enzim AP tertinggi sebesar 496 U/L dan standar deviasi
141,18 U/L.
Hasil laboratorium yang dibahas terakhir adalah kadar enzim gamma
glutamyl transferase (GGT). Didapatkan 7 pasien (14%) memiliki kadar enzim
GGT normal dan 43 pasien (86%) mengalami kenaikan kadar enzim GGT ini.
9

Tidak hanya enzim ALP, enzim GGT pada pasien koleodokolitiasis yang diteliti
pun ternyata mengalami peningkatan. Seperti pada tabel 4.6, gambaran
meningkatnya kadar enzim GGT pada pasien koledokolitiasis ini didukung oleh
nilai tengah yang didapat yaitu 282,50 U/L dengan rata-rata 306,60 U/L. Kadar
enzim GGT terendah pasien didapatkan sebesar 28 U/L dan kadar enzim GGT
tertinggi sebesar 706 U/L dengan standar deviasi 199,89 U/L. Hasil ini ternyata
sama dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Joana Tozzati
melaporkan penelitiannya pada tahun 2015 di Brazil bahwa pasien
koledokolitiasis yang ditelitinya memiliki kadar enzim ALP, GGT dan bilirubin
total yang lebih tinggi dari daripada kelompok kontrolnya.14 Yang et al
melaporkan penelitannya pada tahun 2008 bahwa dari 1.002 pasien yang
menjalani kolesistektomi laparoskopi mengalami peningkatan parameter biokimia
ini, dimana peningkatan parameter biokimia tersebut dapat membantu diagnosis
koledokolitiasis.17 Peningkatan kadar enzim ALP dan GGT biasanya dapat
menkonfirmasi adanya suatu sumbatan diempedu. Pemeriksaan kadar bilirubin
serum, ALP dan GGT memprediksi sekitar 25-40% pasien koledokolitiasis yang
diteliti oleh Desai pada tahun 2009.1 ALP adalah enzim yang dihasilkan oleh hati.
Peningkatan ALP ini dapat terjadi karena ekskresinya terganggu akibat obstruksi
saluran bilier. Sedangkan GGT adalah enzim yang diproduksi di saluran empedu
sehingga meningkat nilainya pada gangguan empedu.3

Gambaran Berdasarkan Penatalaksanaan


Gambaran pasien koledokolitiasis berdasarkan penatalaksaan yang dilakukan
dapat dilihat pada tabel 4.7 dibawah

Tabel 6. Gambaran penatalaksnaan


Usia Jumlah Pasien %
Ekplorasi CBD 50 100,0
Non-eksplorasi CBD 0 0,0
Jumlah 50 100,0

Seluruh pasien koledokolitiasis dilakukan ekplorasi common bile duct (CBD)


dengan sebagian besar pasiennya dilakukan kolangiografi intraoperatif yakni
sebanyak 47 pasien (94%) dan 3 pasien lainnya (6%) dengan menggunakan
Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP). Penanganan
koledokolitiasis dengan cara eksplorasi CBD ini seseuai dengan teori
penatalaksanaan koledokolitiasis pada umumnya, bahwa seluruh pasien yang
sudah dipastikan memiliki batu pada duktus koledokus perlu dilakukan eksplorasi
CBD yang dapat dilakukan dengan endoskopi preoperatif contohnya melalui
ERCP, MRCP maupun kolangiografi intraoperatif seperti eksplorasi CBD secara
laparoskopi dan eksplorasi CBD secara terbuka.8,18,19

10
SIMPULAN

Berdasarkan penelitian terhadap gambaran pasien koledokolitiasis di bagian bedah


digestif RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung periode Januari 2014Desember 2016,
dapat disimpulkan:
1. Gambaran pasien koledokolitiasis di bagian bedah digestif RSUP Dr. Hasan
Sadikin Bandung periode Januari 2014Desember 2016 paling banyak terjadi
pada usia >40 tahun yaitu sebanyak 68% dari seluruh pasien koledokolitiasis
yang diteliti.
2. Gambaran pasien koledokolitiasis di bagian bedah digestif RSUP Dr. Hasan
Sadikin Bandung periode Januari 2014Desember 2016 paling banyak
mengenai perempuan yaitu sebanyak 60% dari seluruh pasien koledokolitiasis
yang diteliti.
3. Gambaran pasien koledokolitiasis di bagian bedah digestif RSUP Dr. Hasan
Sadikin Bandung periode Januari 2014Desember 2016, manifestasi klinis
yang paling sering ditemukan adalah nyeri perut kanan atas yang terasa
hilang timbul dan menjalar ke punggung kanan disertai kuning pada seluruh
badan yaitu sebanyak 24%.
4. Gambaran pasien koledokolitiasis di bagian bedah digestif RSUP Dr. Hasan
Sadikin Bandung periode Januari 2014Desember 2016, jumlah batu yang
paling sering ditemukan adalah batu multiple yaitu sebanyak 68%.
5. Hasil pemeriksaan laboratorium darah pasien koledokolitiasis didapatkan
sebanyak 16 pasien (32%) mengalami kenaikan nilai hitung jumlah leukosit
atau leukositosis dengan rata-rata nilai hitung jumlah leukosit 10.776
sel/mm3, lebih dari 75% pasien mengalami peningkatan kadar bilirubin total
yaitu sebanyak 40 pasien (80%) dengan rata-rata kadar bilirubin total sebesar
7,49 mg/dL, lebih dari 50% mengalami peningkatan kadar enzim alkaline
phosphatase yaitu sebanyak 37 pasien (74%) dengan rata-rata kadar enzim
alkaline phosphatase sebesar 248,44 U/L dan lebih dari 75% pasien
mengalami peningkatan kadar enzim gamma glutamyl transferase yaitu
sebanyak 43 pasien (86%) dengan rata-rata kadar enzim gamma glutamyl
transferase sebesar 306,6 U/L.
6. Pada seluruh pasien koledokolitiasis di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
periode Januari 2014Desember 2016 dilakukan eksplorasi common bile duct
(CBD) dengan sebagian besar dilakukan kolangiografi intraoperatif yakni
sebanyak 47 pasien (92%).

You might also like