You are on page 1of 15

PENGARUH PERLAKUAN KIMIA DAN BIOLOGI TERHADAP KUALITAS KIMIA JERAMI

JAGUNG FERMENTASI

Yohanes Baptista Pogo, Dr. Ir. Sundari, MP, Ir. Niken Astuti, MP.

Prodi Peternakan, Fak. Agroindustri, Univ. Mercu Buana Yogyakarta

INTISARI*)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan kimia dan biologi terhadap
kualitas kimia jerami jagung fermentasi. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
pola searah, perlakuan yang digunakan yaitu terdiri dari P0 (kontrol), P1 (penambahan urea), P2
(penambahan EM4) dan P3 (kombinasi antara uera dan EM4) masing-masing perlakuan diulang 3
kali. Data di analisis menggunakan Analysis of Variance (ANOVA), bila terdapat perbedaan
dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (Duncan Multiple Range Test). Peubah yang diamati
yaitu kadar air, protein kasar, lemak kasar, serat kasar, abu dan bahan ekstrak tanpa nitrogen. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa perlakuan dengan menggunakan urea, Em4 dan kombinasi
berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar bahan kering, kadar protein, kadar serat kasar, kadar
abu, dan bahan ekstrak tanpa nitrogen. Akan tetapi berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap
kadar lemak kasar. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa jerami jagung yang
difermentasikan dengan menggunakan urea (kimia) memiliki nilai protein kasar tertinggi dibandingkan
yang di fermentasi dengan EM-4 (biologi) atau kombinasinya.

Kata kunci : Jerami Jagung, Fermentasi, Urea, EM4, Kualitas Kimia

ABSTRACT *)

This study aims to determine the effect of chemical and biological treatment on the chemical
quality of fermented corn straw. This study used a Completely Randomized Design (CRD) of one way
pattern, the treatment used consists of P0 (control), P1 (addition of urea), P2 (addition of EM4) and
P3 (combination of Uera and EM4) each treatment is repeated 3 times. Data analysis uses Analysis of
Variance (ANOVA), if there is a difference followed by Duncan's Multiple Range Test. The observed
variables were water content, crude protein, crude fat, crude fiber, ash and extract material without
nitrogen. The results showed that the treatment using urea, Em4 and the combination had a
significant effect (P <0.05) on the dry matter content, protein content, crude fiber content, ash content,
and extract material without nitrogen. But no significant effect (P> 0.05) on crude fat content. Based
on the results of the study it can be concluded that the corn straw fermented using urea (chemistry)
has the highest crude protein value compared to that fermented with EM-4 (biology) or a combination
thereof.

Keywords: Corn Straw, Fermentation, Urea, EM4, Chemical Quality

PENDAHULUAN penting, baik sebagai sumber pangan maupun


pakan ternak. Tanaman jagung berupa batang
Jerami jagung merupakan limbah dan daun dapat diberikan pada macam-
pertanian yang dapat dimanfaatkan sebagai macam ternak ruminansia, bulir jagungnya
pakan ternak ruminansia terutama pada juga dapat digunakan untuk makanan
musim kemarau terutama didaerah yang padat manusia. Seluruh batang tanaman jagung
ternaknya (Rangkuti, 1987). Menurut dapat pula diberikan pada ternak bila tanaman
Tangendjaja dan Wina (2006) tanaman jagung tersebut gagal sebagai tanaman pangan.
merupakan komoditas pertanian yang cukup Tanaman jagung pada umur tertentu, tertama
ketika bulir mulai tumbuh mempunyai nilai gizi bahan kering dari 40,65% menjadi 50,09%,
yang tinggi untuk sapi. menaikkan kecernaan bahan organik dari
50,57% menjadi 60,51% dan menurunkan
Setiap kali panen, tanaman jagung kadar dinding sel sebesar 6,14% yaitu dari
akan menghasilkan limbah sebagai hasil 79,80% menjadi 75,09%.
sampingan, misalnya batang dan daun jagung
(jerami jagung) serta janggel jagung. Bila Wanapat et al. (2013) menunjukkan
limbah jagung diolah dengan baik sebagai bahwa perlakuan jerami jagung dengan
makanan ternak, praktis akan menambah menggunakan kombinasi 2% Urea-kapur
tersedianya makanan ternak yang cukup atau 3% urea tunggal mampu
bermutu. Pada kondisi tertentu seluruh meningkatkan asupan bahan kering,
tanaman dapat diberikan kepada ternak kecernaan nutrien, ekologi rumen dan
manakala jagung tidak bisa dipanen, misalnya produksi susu pada sapi perah Holstein
pada musim kemarau panjang. Disamping itu, crossbred. Khampa et al. (2006)
sisa tanaman jagung setelah dipanen dapat menyatakan bahwa kombinasi konsentrat
pula dijadikan sebagai padang yang mengandung cacahan singkong
penggembalaan (Anonim, 2013). (cassava) (DM 75%) dengan urea 4% dan
ditambah dengan sodium Dl-malate 20
Pada musim panen, tanaman g/hari mampu meningkatkan ekologi rumen
jagung tersedia dalam jumlah yang besar, dan sintesis protein mikroba dalam rumen
sedangkan pada waktu tertentu jagung sapi Friesian-Holstein crossbred laktasi
tidak ditanam oleh para petani sehingga pertama. Hasil penelitian Hastuti et al.
ketersediaan jumlah jagung akan terbatas. (2011) menunjukkan bahwa tongkol jagung
Apabila tidak diawetkan, dapat terjadi yang diberi perlakuan amoniasi yang
kelangkaan makanan ternak di lapangan. dilanjutkan dengan fermentasi (amofer)
Pengawetan limbah termasuk jagung sering selama 2 minggu mampu meningkatkan
membutuhkan peralatan dengan kadar protein kasar, kadar abu, serta
persyaratan tertentu. Kulit jagung menurunkan kadar serat kasar. Sedangkan
merupakan limbah dengan proporsi terkecil hasil penelitian Manurung dan Zulbardi
tetapi mempunyai kecernaan lebih tinggi (1996) menunjukkan bahwa kombinasi
dibanding limbah lainnya (Anggraeny dkk., perlakuan jerami padi dengan 1,5% urea
2006). dan 3% tetes memberikan hasil yang
memuaskan pada peningkatan nilai
Salah satu usaha untuk nutrisinya. Kombinasi tersebut mampu
meningkatkan nilai nutrisi jerami menurut meningkatkan kadar protein kasar menjadi
Sulardjo (1999), yaitu dengan fermentasi 11% dan menurunkan kadar silika menjadi
atau dibuat silase. Fermentasi yaitu proses 11,97%. Sedangkan penelitian Woyengo et
perombakan dari struktur keras secara fisik, al. (2004) pada domba Red Maasai dengan
kimia dan biologi sehingga bahan dari fistula rumen menunjukkan bahwa
struktur yang komplek menjadi sederhana, penambahan urea dan bungkil biji kapas
maka daya cerna ternak menjadi lebih pada limbah tanaman jagung mampu
efisien. Di dalam proses pembuatannya meningkatkan kadar protein kasar dan
ditambahkan bahan yang mengandung menurunkan kandungan NDF. Lebih lanjut,
mikroba proteolitik, lignolitik, selulolitik, lipolitik penelitian tersebut juga menunjukkan
dan bersifat fiksasi nitrogen non simbiotik, bahwa kecernaan bahan kering, bahan
contoh: starbio, urea, EM-4, dan lain. organik, dan kadar protein kasar
mengalami peningkatan.
Urea merupakan sumber NPN
(Nitrogen bukan protein). Hasil penelitian Menurut Santoso, efektive
Chuzaemi dan Soejono (1987), mikroorganisme (EM4) mempunyai
menunjukkan bahwa amoniasi jerami padi kemampuan untuk menurunkan kadar serat
dengan 6% urea menaikkan kecernaan kasar dan meningkatkan palatabilitas bahan
pakan. Hasil penelitian Haryoto (2001) 1. Persiapan Bahan
menunjukkan bahwa jerami yang
difermentasi dengan EM-4 selama 14 hari a. Pembuatan Silase
terjadi peningkatan protein kasar, protein
Proses pembuatan silase jerami
kasar jerami meningkat menjadi 9,08 %.
jagung adalah sebagai berikut : Jerami jagung
Sedangkan menurut Darmawan (2010)
yang digunakan adalah batang dan daun,
jerami yang difermentasi dengan EM-4
pengambilan jerami jagung 10 cm dari
selama 8 hari terjadi peningkatan protein
permukaan tanah. Kemudian jerami jagung
kasar dari 3,50 % naik menjadi 7,05 % dan
terlebih dahulu dipotong 2-3 cm dengan
kadar lemak naik dari 1,12 % menjadi 2,46
menggunakan parang kemudian dikeringkan
%. Berdasarkan hasil penelitian tersebut
sampai kadar air 40%, setelah kering jerami
jerami jagung dapat digunakan sebagai
jagung ditimbang kembali untuk melihat berat
pakan ternak karena faktor – faktor
keringnya.
pembatas jerami dapat diatasi.
b. Urea dan EM4
MATERI DAN METODE
Jumlah urea yang ditambahkan pada
Penelitian ini dilakukan pada tanggal perlakuan kimia adalah 0,03 kg dan jumlah
4 Mei – 28 Juli 2019, yang dilaksanakan di dua EM4 yang ditambahkan pada perlakuan
tempat. Pelaksanaan pembuatan fermentasi biologi adalah 0.025 kg
jerami jagung di Jl. Kaliwaru, Condongcatur,
Depok, Sleman, Yogyakarta dan untuk uji 2. Pencampuran Bahan
kandungan fraksi serat dilaboratorium CV. Untuk perlakuan kimia bahan yg
Chem-Mix Pratama Bantul Yogyakarta. digunakan seperti jerami jagung 3 kg dengan
ditambahkan urea 0,03 kg sedangkan untuk
Materi Penelitian perlakuan biologi bahan yang digunakan
adalah jerami jagung yang ditambahkan
Bahan dengan EM4 0,25 kg kemudian bahn untuk
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini setiap perlakuan dicampur sampai merata
adalah jerami jagung 12 kg, urea 0,03kg, EM-4 atau homogen.
0,025 liter dan air. Bahan untuk analisis
proksimat terdiri asam sulfat pekat, kalium 3. Pembungkusan
sulfat, larutan natrium, hidroksida, natrium Setelah proses pencampuran untuk
tiosulfat, larutan jenuh asam borat, larutan masing-masing perlakuan selesai bahan di
asam khlorida 0.02 N, antifoam, asbes, NaOH, bungkus dengan menggunakan kantong
larutan H2SO4 dan alkohol. plastik dan dipadatkan sehingga mencapai
keadaan anaerob,kemudian diikat dan di
Alat
simpan untuk proses fermentasi selama 21
Alat yang digunakan selama penelitian
Hari. Setelah 21 hari diambil sampel untuk
meliputi: ember 2 buah, kantong plastik 4
dianalisis proksimat.
lembar dengan ukuran 1×1,5 m, timbangan
digital computing SCALE merk Ds-682EL, alat Pembuatan Silase
tulis terdiri dari 1 bolpoint dan 1 buku tulis, Jerami jagung yang telah dikeringkan
lakban/rafia, gelas ukur, sprayer ukuran 2 dengan kadar air 40% dicacah ukuran 2-3 cm.
liter, gunting, dan label penamaan. Alat untuk Setiap satu perlakuan dan ulangan
analisis proksimat terdiri dari oven, cawan, membutuhkan 1 kg silase disusun dari jerami
desikator, penjepit cawan, timbangan analitik, jagung 1 kg, Urea 0,03 kg dan EM4 0,025 kg.
alat destilasi, fibertec. yang telah diaktifkan dengaan larutan
Metode Penelitian molasses seesuai dosis yang label EM4

Pelaksanaan penelitian

Tahap pelaksanaan penelitian ini meliputi :


Tabel 2. Kandungan Bahan Dasar Zat Gizi Jerami Jagung

Zat Gizi Kandungan (%)

Bahan kering 50,00

Protein Kasar 5,00

TDN 49,10

Serat Kasar 30,50


Lemak Kasar 1,06

Sumber : Jamarun (1991).

Peubah yang di amati : suhu 100-105℃ selama 6 jam. Setelah kering


Peubah yang di amati dalam penelitian didinginkan dalam desikator selama 30 menit
ini adalah kandungan air, protein kasar, serat dan ditimbang kembali (C).
kasar, lemak kasar, abu dan BETN. Analisis
proksimat menurut AOAC (2005). Hasil pengamatan dihitung berdasarkan rumus
berikut :
Kadar Air (AOAC, 2005)
Cawan yang akan digunakan dioven
Kadar air
terlebih dahulu selama 30 menit pada suhu
Keterangan :
100-105℃. Cawan didinginkan dalam
desikator untuk menghilangkan uap air dan A = berat cawan kosong (g)
timbang (A). Sampel ditimbang sebanyak 2 B = berat cawan + sampel awal (g)
gram dalam cawan yang sudah dikeringkan C = berat cawan + sampel kering (g)
(B). Kemudian dikeringkan dalam oven pada
Protein Kasar (AOAC, 2005) bulat, kemudian masukkan dalam destilasi dan
Kadar protein kasar dapat ditentukan ditambahkan 10 ml NaOH 40% serta aquades
dengan metode Kjeldahl. Metode ini terdiri dari sebanyak 10 ml. Alat destilasi dijalankan
tiga tahap yaitu destruksi, destilasi dan titrasi. sampai larutan N mencapai 50 ml. Kemudian
Mula-mula sampel ditimbang sebanyak 0,5 larutan dalam erlenmeyer dititrasi dengan
gram dan dimasukkan ke dalam labu kjeldahl. larutan NaOH yang telah distandarisasi
Kemudian ditambahkan dengan 1 sendok teh dengan larutan H2SO4 0,017 N. Titik akhir
takaran selenium mix dan ditambahkan titrasi ditandai dengan warna merah menjadi
dengan 25 ml H2SO4 pekat. Sampel dikocok hijau. Volume H2SO4 yang digunakan untuk
hingga seluruh sampel terbasai oleh H 2SO4 titrasi dicatat.
kemudian didestruksi (dalam lemari asam)
diatas alat pemanas hingga jernih. Setelah Hasil pengamatan dapat dihitung dengan
hasil destruksi didinginkan, kemudian rumus :
diencerkan dengan aquades sampai tanda
Kadar Protein Kasar = kadar nitrogen × factor
garis (pengenceran b kali). H3BO3 2%
konversi (6,25)
sebanyak 10 ml dimasukkan kedalam labu
erlenmeyer, kemudian ditambahkan dengan Volume titrasi × 0,02 N × Berat Atom
Kadar Nitrogen =
indikator metil merah sebanyak 4 tetes. Nitrogen(14,008)
x 100 %
Memipet larutan sebanyak 10 ml kedalam labu Berat sampel
Serat Kasar (AOAC, 2005) labu lemak dikeringkan dalam oven bersuhu
Sampel ditimbang sebanyak kurang 100-105℃ selama 1 jam. Labu lemak
lebih 0,5 gram kemudian dimasukkan kedalam didinginkan dalam desikator dan timbang (C).
labu erlenmeyer 500 ml. Lalu 50 ml H2SO4 0,3 Tahap pengeringan labu lemak diulangi
N ditambahkan kemudian didihkan selama 30 sampai diperoleh bobot konstan.
menit. Setelah itu, 25 ml NaOH 1,5 N
ditambahkan kemudian didihkan selama 30
Kadar Lemak (%) =
menit. Penyaringan dilakukan dengan
menggunakan sintered glass dan pompa Penentuan kadar lemak dapat dihitung dengan
vakum. Sampel yang disaring dicuci dengan rumus :
menggunakan 50 ml aquades panas, 25 ml
H2SO4 0,3 N, 50 ml aquades panas dan 10 ml Keterangan :
alkohol 95%. Sampel dimasukkan dalam oven
pada suhu 150℃ selama 12 jam kemudian A : berat labu alas bulat kosong (g)
didinginkan dalam desikator dan timbangan. B : berat sampel (g)
Sampel yang telah didinginkan dalam C : berat labu alas bulat dan lemak
desikator dan timbang. Sampel yang telah hasil ekstraksi (g)
ditimbang dimasukkan dalam tanur selama 3
jam (serat kasar merupakan kehilangan berat Abu (AOAC, 2005)
sesudah pengabuan). Analisis kadar abu dilakukan
menggunakan metode oven (AOAC, 2005).
Hasil pengamatan dapat dihitung berdasarkan Prinsipnya adalah pembakaran bahan-bahan
rumus sebagai berikut : organik yang diuraikan menjadi air dan
karbondioksida tetapi zat anorganik tidak
Kadar Serat Kasar terbakar. Zat anorganik ini disebut abu. Cawan
yang akan digunakan dioven terlebih dahulu
selama 30 menit pada suhu 100-105ºC.
Lemak Kasar (AOAC, 2005) Cawan didinginkan dalam desikator untuk
Labu lemak yang akan digunakan menghilangkan uap air dan ditimbang (A).
Sampel ditimbang sebanyak 2 g, dalam cawan
dioven selama 30 menit pada suhu 100-105℃.
yang sudah dikeringkan (B) kemudian dibakar
Labu lemak didinginkan dalam desikator untuk
di atas nyala pembakar sampai tidak berasap
menghilangkan uap air dan ditimbang (A).
dan dilanjutkan dengan pengabuan di dalam
Sampel ditimbang sebanyak 2 gram (B)
tanur bersuhu 550-600ºC sampai pengabuan
kemudian dibungkus dengan kertas saring,
sempurna. Sampel yang sudah diabukan
ditutup dengan kapas bebas lemak dan
didinginkan dalam desikator dan ditimbang
dimasukkan ke dalam shoclet yang
(C). Tahap pembakaran dalam tanur diulangi
dihubungkan dengan labu lemak. Sampel
sampai didapat bobot yang konstan.
sebelumnya telah diketahui bobotnya. Pelarut
Penentuan kadar abu dihitung dengan rumus
heksan dituangkan sampai sampel terendam
sebagai berikut.
dan dilakukan refluks atau ekstraksi selama 5-
6 jam atau sampai pelarut lemak yang turun ke Hasil pengamatan dapat dihitung dengan
labu lemak berwarna jernih. Pelarut lemak rumus :
yang telah digunakan, disuling, dan
ditampung. Ekstrak lemak yang ada dalam
Kadar Abu

Keterangan :

A : berat cawan kosong (g)


B : berat cawan + sampel awal (g)
C : berat cawan + sampel kering (g)
Kadar BETN (AOAC, 2005) Analisa Data
Kadar BETN dihitung dengan Data yang terkumpul dianalisis
menentukan kadar air, kadar abu, kadar serat menggunakan Analisis Variansi (ANAVA),
kasar, kadar lemak dan kadar protein dalam Apabila terjadi perbedaan dilanjutkan dengan
bentuk % BK (Hermayati dkk, 2006). BETN uji jarak berganda Duncan’s (Duncan’s New
dihitung dengan rumus : BETN = 100 – (Abu + Multiple Range Test). (Kusriningrum, 2010).
LK + SK + PK)

HASIL DAN PEMBAHASAN 55,69%, P2 adalah 52,39% dan P3 adalah


51,66% Hasil pengujian bahan kering disajikan
Bahan Kering pada (Tabel 3).
Rata-rata bahan kering silase jerami
jagung pada P0 adalah 46,44%, P1 adalah

Tabel 3. Rerata Kandungan Bahan Kering Jerami Jagung Fermentasi (%)


Ulangan
Perlakuan Rerata
±Std.dev
1 2 3

P0 46,59 46,21 46,53 46,44a±0,204

P1 55,84 55,55 55,70 55,69d±0,145

P2 52,61 52,43 52,13 52,39c±0,242

P3 51,40 51,68 51,90 51,66b±0,251

Keterangan : a,b,c,d nilai rata-rata dengan superskrip yang berbeda pada kolom yang sama
menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05)
P0 : Jerami jagung tanpa perlakuan
P1 : Jerami jagung dengan perlakuan kimia (urea)
P2 : Jerami jagung dengan perlakuan biologi (EM4)
P3 : Jerami jagung dengan perlakuan kombinasi (urea+EM4)

Hasil analisis variansi (Lampiran 1) banyak air yang ditambahkan ke dalam


menunjukkan bahwa perlakuan kimia berbeda substrat, maka semakin tinggi kadar air
secara nyata (P<0,05) terhadap kandungan yang dihasilkan, sehingga kadar bahan
bahan kering silase pakan jerami jagung. kering akan semakin rendah.
Berdasarkan uji beda mean Duncan’s New
Pada P1 memiliki angka tertinggi dan
Multiple Range Test (DMRT) menunjukkan
berbeda nyata dengan P0, P2 dan P3. Hal ini
bahwa kadar bahan kering pada setiap
desebabkan karena kandungan urea yang
perlakuan berbeda nyata. Rata-rata bahan
ditambahkan pada proses fermentasi kurang
kering setiap perlakuan adalah P0 46,44%, P1
dari 4% sehingga kadar bahan kering pada
55,69%, P2 52,39 dan P3 51,66%.
jerami jagung mengalami peningkatan. Jika
Pada P0 memiliki angka terendah dan kandungan urea yang diberikan semakin
berbeda nyata dengan P1, P2 dan P3. Pada banyak maka kandungan bahan keringnya
P0 mengalami penurunan kadar bahan kering akan menurun.
setelah proses fermentasi. penurunan bahan Hasil penelitian Jamarun dan
kering jerami padi fermentasi merupakan hasil Jamaran (2000), yang menggunakan urea 4%
dari metabolisme kapang yang ada di untuk amoniasi jerami jagung yang
dalam substrat jerami padi. Semakin manghasilkan penururum bahan kering sekitar
4%. Semakin meningkat penggunaan urea menemukan bahwa fermentasi suatu bahan
maka persentase penurunan bahan kering pakan dengan bakteria asam laktat
semakin besar maka hal ini dapat dinyatakan menurunkan berat bahan kering.
bahwa semakin tinggi level urea dalam proses Protein Kasar
amoniasi maka akan sernakin banyak bagian
dari bahan kering yang terlarut sehingga Rata-rata protein kasar silase jerami
menyebabkan persentase bahan kering jagung pada P0 adalah 6,87%, P1 adalah
rmenurun. 10,35% P2 5,49% dan P3 8,92%. Hasil
pengujian protein kasar disajikan pada (Tabel
Pada P2 berbeda nyata dengan P0, 4).
P1 dan P3. Angka pada P2 masih lebih rendah
dibandingkan P1. Penurunan kadar bahan Hasil analisis variansi (Lampiran 2)
kering disebabkan karena pada proses menunjukkan bahwa perlakuan dengan urea
fermentasi menggunakan bakteri asam laktat (P1) berpengaruh sangat nyata (P<0,01)
sehingga pada bahan kering tidak terjadi terhadap kandungan protein kasar silase
peningkatan. jerami jagung. Berdasarkan uji beda mean
Duncan’s New Multiple Range Test (DMRT)
Penurunan berat bahan kering
menunjukkan bahwa kadar protein kasar P1
disebabkan antara lain oleh penggunaan
berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan P0, P2
karbohidrat, mineral dan zat gizi lainnya untuk
dan P3. Pada P1 memiliki angka tertinggi yaitu
pertumbuhan mikroorganisme. Hanafiah
10,35% dibandingan dengan perlakuan
(1995) menemukan bahwa pemecahan
lainnya. Hal ini disebabkan semakin banyak
karbohidrat oleh mikroorganisme akan
fiksasi nitrogen dari ammonia yang terbentuk
dibarengi oleh hilangnya energi dalam bentuk
oleh jerami jagung pada proses amoniasi akan
panas, CO2dan water, sehingga
menyebabkan terjadinya fiksasi nitrogen (N)
menurunkan berat bahan kering. Hasil
ke dalam jaringan bahan pakan jerami jagung
penelitian sekarang ini memperkuat hasil
dan nitrogen yang terfiksasi ini nantinya akan
penelitian Ohshima et al. (1997) yang
terukur sebagai protein kasar.

Tabel 4. Rerata Kandungan Protein Kasar Jerami Jagung Fermentasi (%)


Ulangan
Perlakuan Rata-rata
1 2 3 ± Std.Dev

P0 6,87 6,88 6,86 6,87b±0,0110

P1 10,33 10,41 10,31 10,35d±0,053

P2 5,50 5,49 5,50 5,49a±0,006

P3 8,93 8,88 8,95 8,92c±0,036


Keterangan : a,b,c,d nilai rata-rata dengan superskrip yang berbeda pada kolom yang sama
menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0,01)
P0 : Jerami jagung tanpa perlakuan
P1 : Jerami jagung dengan perlakuan kimia (urea)
P2 : Jerami jagung dengan perlakuan biologi (EM4)
P3 : Jerami jagung dengan perlakuan kombinasi (urea+EM4)

Menurut Komar (1984), kenaikan nitrogen yang terfiksasi akan terukur sebagai
kadar protein kasar yang diamoniasi dengan protein kasar. Lebih lanjut dikatakan bahwa
urea adalah sebagai akibat dari adanya ammonium hasil disosiasi NH4OH dari urea
ammonia hasil hidrolisis urea yang terfiksasi akan terserap ke dalam jaringan tanaman dan
(terserap) ke dalam jaringan serat dan akan berikatan dengan gugus asetil dari
tanaman, kemudian membentuk garam P0, P1 dan P3. Hal ini sebabkan karena
amonium asetat. Garam-garam ini pemberian jumlah EM-4 yang terlalu rendah
mengandung nitrogen (inti protein) yang akan (0,25 kg) sehingga belum mampu
terukur sebagai protein kasar. Menurut meningkatkan kandungan protei kasar pada
Soejono et al. (1987), amoniasi dengan urea jerami jagung yang difermentasi.
akan meningkatkan kadar protein kasar
karena N dari hidrolisis urea akan menyusup Perlakuan P2 memiliki nilai rata-rata
ke jaringan-jaringan sel sehingga bekerja protein kasar terendah dibandingkan dengan
paling efektif sampai masa fermentasi 21 hari, P0, P1 dan P3. Hal ini diduga penyebab
mereka mampu memacu proses fermentasi terjadinya penurunan protein kasar adalah
untuk membentuk biomassa yang dapat karena adanya aktivitas mikroorganisme yang
mentransformasi nitrogen dari urea menjadi kurang baik sehingga pada perlakuan dengan
protein mikroba sehingga dapat meningkatkan EM-4 terjadi penurunan kadar protein kasar.
kualitas jerami jagung. Wallace dan Chesson (1995) menyatakan
Penurunan kadar protein kasar ini juga bahwa clostridia proteolitik akan
diduga oleh penurunan aktivitas mikroba memfermentasi asam amino menjadi
sebagai akibat penurunan jumlah nutrisi yang bermacam-macam produk termasuk amonia,
tersedia untuk pertumbuhan dan proliferasi amina dan asam organik yang mudah
mikroba. Sintesis sel mikroba sangat menguap. Noviadi dkk. (2012) berpendapat
dipengaruhi oleh ketersediaan dan/atau bahwa adanya penurunan kandungan protein
konsentrasi prekursor, misalnya: glukosa, kasar pada produk silase yang dilakukan pada
asam nukleat, asam amino, peptida, amonia jerami jagung disebabkan oleh proses
dan mineral (S, K, dan P) (Preston dan Leng, perubahan kimiawi yang terjadi pada fase awal
1987). proses ensiling yaitu terurainya protein
menjadi asam amino, kemudian menjadi
Sedangkan pada P2 memiliki angka ammonia dan amina.
terendah yaitu 5,49% dibandingkan dengan

Serat Kasar 53,12%, P2 51,93% dan P3 50,71%. Hasil


Rata-rata serat kasar silase jerami pengujian serat kasar disajikan pada (Tabel 5).
jagung pada P0 adalah 43,53%, P1 adalah

Tabel 5 Rerata Kandungan Serat Kasar Jerami Jagung Fermentasi (%)


Ulangan
Rata-rata
Perlakuan ± Std.Dev

1 2 3

P0 43,62 43,65 43,31 43,53a±0,188

P1 53,12 53,00 53,24 53,12d±0,120

P2 51,55 51,97 52,27 51,93c±0,362

P3 51,11 50,75 50,27 50,71b±0,421

Keterangan : a,b,c,d nilai rata-rata dengan superskrip yang berbeda pada kolom yang sama
menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05)
P0 : Jerami jagung tanpa perlakuan
P1 : Jerami jagung dengan perlakuan kimia (urea)
P2 : Jerami jagung dengan perlakuan biologi (EM4)
P3 : Jerami jagung dengan perlakuan kombinasi (urea+EM4)
Hasil analisis variansi (Lampiran 3) Hasil analisis variansi menunjukan
menunjukkan bahwa P0 berpengaruh sangat bahwa P2 dalam fermentasi jerami jagung 
nyata (P<0,05) terhadap kandungan serat memberikan pengaruh nyata terhadap
kasar silase jerami jagung. Berdasarkan uji kandungan serat kasar dibandingan dengan
beda mean Duncan’s New Multiple Range P0 dan P3. Dan pada P2 lebih rendah dari P1.
Test (DMRT) menunjukkan bahwa kadar serat Hal ini diduga karena mikroorganisme EM-4
kasar P0 berbeda secara nyata dengan P1, P2 yang menghasilkan enzim pencerna serat.
dan P3. Hal ini disebabkan karena perlakuan EM4 menghasilkan sejumlah besar enzim
P0 tidak ditambahnkan bahan lain sehingga pencerna serat kasar seperti selulase dan
kadar serat kasar pada P0 tidak terjadi mannase. Selain itu bakteri dalam EM-4
peningkatan. menguntungkan karena tidak menghasilkan
serat kasar dalam aktivitasnya, sehingga
Hasil analisis variansi (Lampiran 3) mereka lebih efektif dalam menurunkan serat
menunjukkan bahwa P1 berpengaruh secara kasar dari pada ragi dan jamur. Enzim
nyata (P<0,05) terhadap kandungan serat pencerna serat yang dihasilkan dalam jumlah
kasar silase jerami jagung. Pada P1 memiliki besar terutama kelompok bakteri yaitu
angka tertinggi dibandingan perlakuan lain Lactobacillus casei dan Rhodopseudomonas
ataupun kontrol. Hal ini kemungkinan karena palutris. Dalam penelitian lain aktifitas bakteri
jerami yang digunakan sudah lama (bukan Lactobacillus yang memfermentasi bahan
jerami baru hasil panen), sehingga kualitasnya pakan ternak dari ampas tahu mampu
juga kurang baik, serta dengan adanya menurunkan kandungan serat kasar.
peningkatan serat kasar kemungkinan
disebabkan karena selama Lemak Kasar
fermentasi mikroorganisme banyak Rata-rata lemak kasar silase jerami
mendegradasi karbohidrat dan protein sehingga jagung pada P0 adalah 1,51%, P1 adalah
pada akhir fermentasi proporsi serat kasar 0,97%, P2 0,97% dan P3 1,18%. Hasil
akan menjadi lebih tinggi karena pengujian protein kasar disajikan pada (Tabel
tidak mengalami degradasi. 5).

Tabel 5. Rerata Kandungan Lemak Kasar Jerami Jagung Fermentasi (%)

Ulangan Rata-rata
Perlakuan ±Std.Dev

1 2 3

P0 1,63 1,55 1,33 1,51±0,139

P1 0,78 1,06 1,06 0,97±0,162

P2 0,84 1,07 1,00 0,97±0,118

P3 1,53 1,28 0,72 1,18±0,415

Keterangan : Rata-rata dengan superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
perbedaan tidak nyata (P>0,05)
P0 : Jerami jagung tanpa perlakuan
P1 : Jerami jagung dengan perlakuan kimia (urea)
P2 : Jerami jagung dengan perlakuan biologi (EM4)
P3 : Jerami jagung dengan perlakuan kombinasi (urea+EM4)
Hasil analisis variansi (Lampiran 4) lemak kasar bahan pakan ternak ruminansia
menunjukkan bahwa jerami jagung tanpa berkisar di bawah 5%.
perlakuan (P0) berpengaruh tidak nyata Kadar Abu
(P>0,05) terhadap kandungan protein kasar
silase jerami jagung. Berdasarkan uji beda Rata-rata kadar abu silase jerami
mean Duncan’s New Multiple Range Test jagung pada P0 adalah 12,70%, P1 adalah
(DMRT) menunjukkan bahwa kadar lemak 9,46% dan P2 11,76% dan P3 12,11%. Hasil
kasar P0 berbeda tidak nyata dengan P1, P2 uji kadar abu disajikan pada (Tabel 8).
dan P3. Berdasarkan hasil analisis variansi
Hasil analisis variansi (Lampiran 5)
(Lampiran 4) terlihat bahwa pada P0 memiliki
menunjukkan bahwa P0 berbeda nyata
angka tertinggi dibandingkan dengan P1, P2
dengan P1 dan P3. Berdasarkan uji beda
dan P3. Peningkatan kandungan lemak
mean Duncan’s New Multiple Range Test
kasar ini disebabkan karena adanya
(DMRT) menunjukkan bahwa kadar abu pada
penurunan kadar serat kasar dalam proses
P0 berbeda nyata dengan P1, P2 dan P3. Hal
fermentasi, dengan semakin lamanya waktu
ini disebabkan karena abu adalah suatu zat
pemeraman juga mempengaruhi terjadinya
anorganik yang berhubungan dengan jumlah
peningkatan kadar lemak kasar secara
mineral yang terkandung dalam bahan pakan.
proporsional. Amrullah dalam Makmur (2006),
Peningkatan kadar abu pada perlakuan P0
bahwa kandungan lemak kasar dari bahan
menandakan bahwa mineral yang terkandung
pakan terdiri dari ester gliserol, asam-asam
dalam silase pada perlakuan tersebut juga
lemak dan vitamin-vitamin yang larut dalam
meningkat. Kadar abu merupakan parameter
lemak mudah menguap. Akan tetapi
untuk mengetahui mineral yang terkandung
kandungan lemak kasar yang terlalu tinggi
dalam suatu bahan yang mencirikan
pada bahan pakan ternak ruminansia juga
keberhasilan proses demineralisasi yang
tidak terlalu bagus karena dapat mengganggu
dilakukan. Semakin rendah kadar abu yang
proses fermentasi bahan pakan dalam rumen
dihasilkan maka mutu dan tingkat kemurnian
ternak. Menurut (Preston dan Leng, 1987)
akan semakin tinggi (Winarno, 2010).
menyatakan bahwa standar kandungan

Tabel 8. Rerata Kandungan Abu Jerami Jagung Fermentasi (%)

Ulangan
Rata-rata
Perlakuan
± Std.Dev
1 2 3

P0 13,12 13,17 11,79 12,70d±0,782

P1 9,74 9,10 9,54 9,46a±0,327

P2 11,75 11,87 11,67 11,76b±0,099

P3 12,46 12,05 11,82 12,11c±0,326


Keterangan : d,a,b,c, nilai rata-rata dengan superskrip yang berbeda pada kolom yang sama
menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05)
P0 : Jerami jagung tanpa perlakuan
P1 : Jerami jagung dengan perlakuan kimia (urea)
P2 : Jerami jagung dengan perlakuan biologi (EM4)
P3 : Jerami jagung dengan perlakuan kombinasi (urea+EM4)

Berdasarkan analisis variansi mengalami penurunan kadar abu


(Lampiran 5) terlihat bahwa pada P1 dibandingkan dengan P0, P2 dan P3. Hal ini
diduga karena asam yang digunakan sebagai kualitas hasil fermentasi karena jumlah abu
perlakuan adalah asam organik, jadi pada saat dalam bahan pakan hanya penting untuk
pengabuan zat organik tersebut ikut terbakar menentukan secara tidak langsung
sehingga dapat mempengaruhi kadar abu. perhitungan BETN-nya. Hal ini sesuai dengan
pendapat Tillman et al. (1998) yang
Hasil analisis variansi (Lampiran 5) menyatakan bahwa komponen abu pada
terlihat bahwa P1 memiliki kadar abu terendah analisis proksimat tidak memberikan nilai gizi
dibandingkang dengan P0 dan P2. Hal ini yang penting.
diduga semakin lama waktu fermentasi
semakin menurunkan kandungan abu pada Bahan Extrak Tanpa Nitrogen (BETN)
jerami jagung, disebabkan karena melarutnya
silika yang terdapat pada jerami tersebut, Rata-rata BETN silase jerami jagung
sedangkan silika merupakan bagian dari abu. pada P0 adalah 35,39%, P1 adalah 26,10%,
Jerami jagung yang difermentasi dapat P2 29,84% dan P3 27,09. Hasil uji BETN
menyebabkan sebagian silika dapat larut disajikan pada (Tabel 9).
dalam larutan basa dan ini akan menurunkan
Hasil analisis variansi (Lampiran 6)
kandungan abu karena abu terdiri dari silika
menunjukkan bahwa pada P0 berbeda nyata
dan berbagai mineral lainnya. Hartadi et al.
(P<0,05) terhadap kandungan BETN silase
(1997) menyatakan bahwa peningkatan jumlah
jerami jagung. Berdasarkan uji beda mean
mikrobia akan mengakibatkan semakin
Duncan’s New Multiple Range Test (DMRT)
tingginya bahan organik yang tercerna oleh
menunjukkan bahwa kadar BETN silase jerami
mikrobia. Kenaikan kadar abu secara
jagung pada P0 berpengaruh secara nyata
proksimat sebenarnya tidak terlalu
dengan P1, P2 dan P3.
memberikan pengaruh yang berarti terhadap

Tabel 8 Rerata Kandungan BETN Jerami Jagung Fermentasi (%)


Ulangan
Perlakuan Rata-rata
± Std.Dev
1 2 3

P0 34,76 34,74 36,68 35,39±d1,114

P1 26,03 26,42 25,85 26,10±a0,290

P2 30,35 29,61 29,57 29,84±c0,443

P3 25,97 27,04 28,24 27,09±b1,134


Keterangan : a,b,c,d nilai rata-rata dengan superskrip yang berbeda pada kolom yang sama
menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05)
P0 : Jerami jagung tanpa perlakuan
P1 : Jerami jagung dengan perlakuan kimia (urea)
P2 : Jerami jagung dengan perlakuan biologi (EM4)
P3 : Jerami jagung dengan perlakuan kombinasi (urea+EM4)

Hal ini diduga terjadi peningkatan jerami jagung. Menurut Gazali (2014)
BETN tersebut kemungkinan disebabkan menyatakan fermentasi yaitu proses
karena proses fermentasi yang dilakukan perombakan dari struktur keras secara fisik,
jumlah bakteri meningkat sehingga kimia dan biologi sehingga bahan dari struktur
mendegradasi senyawa komplek menjadi yang komplek menjadi sederhana, maka daya
senyawa yang lebih sederhana, dengan cerna ternak menjadi lebih efisien. Hasil
menurunnya kandungan BETN pada silase analisis variansi (Lampiran 6) terlihat bahwa
pada perlakuan P1 memiliki kadar BETN DAFTAR PUSTAKA
terendah dibandingkan dengan P0, P2 dan P3.
Hal ini diduga karena Bahan Ekstrak Tanpa Amrullah, I. 2003. Nutrisi Ayam Petelur,
Nitrogen (BETN) merupakan bagian dari Cetakan I. Lembaga Satu Gunung
bahan makanan yang mengandung Budi, Bogor
karbohidrat, gula dan pati. Menurut Soejono Anggraeny. Y. N., U. Umiyasih dan N. H.
(1990) kandungan BETN suatu bahan pakan Krishna. 2006. Potensi limbah
sangat tergantung pada komponen lainnya, jagung siap rilis sebagai sumber
seperti abu, protein kasar, serat kasar dan hijauan sapi potong. Pros.
lemak kasar. Jika jumlah abu, protein kasar, Lokakarya Nasional Jejaring
esktrak eter dan serat kasar dikurangi dari Pengembangan Sistem Integrasi
100, perbedaan itu disebut bahan ekstrak Jagung-Sapi. Pontianak, 9-10
tanpa nitrogen (BETN). Hal ini disebabkan Agustus 2006. Puslitbang
kemampuan bakteri asam laktat dalam Peternakan. Bogor. hlm. 149-153
memanfaatkan sumber energi bagi Anonim. 2013. 1000 Tanaman Khasiat dan
pertumbuhannya sehingga memberikan Manfaatnya. www.indonews.co.id.
pengaruh yang berbeda pada setiap Diakses tanggal 30 Juli 2019
perlakuan. Bahan ekstrak tanpa nitrogen ini AOAC, 2005. Official Methods of Analysis.
dibutuhkan dalam proses ensilase sebagai 17th Ed. Association of Official
sumber energi bagi bakteri asam laktat dalam Analytical Chemist. Washington DC..
melakukan fermentasi. Arief, Muhammad., E. Kusumaningsih dan
B.S. Rahardja. 2008. Kandungan
Umumnya dalam proses protein kasar dan Serat Kasar Pada
fermentasi, kandungan BETN cenderung Pakan Buatan yang
menurun, karena BETN tersebut digunakan Difermentasi  Probiotik.  Program
sebagai energi oleh mikroba dalam Studi Budidaya Perairan, Fakultas
pertumbuhannya. Dalam aktivitasnya Kedokteran Hewan, Universitas
mikroba menggunakan sumber energi Airlangga, Surabaya.
karbohidrat mudah dicerna (BETN) sebagai Chuzaemi, S. dan M. Soejono. 1987.
langkah awal untuk pertumbuhan dan Pengaruh urea amoniasi terhadap
berkembang biak. Adanya peningkatan komposisi kimia dan nilai gizi jerami
aktivitas mikroba dalam mendegradasi padi untuk ternak sapi Peranakan
substrat, maka akan mempengaruhi juga Onggole. Prosiding Limbah
pemakaian energi (BETN) yang semakin Pertanian sebagai Pakan dan
banyak pula, sehingga dalam aktivitas Manfaat Lainnya. Available at
mikroba yang tinggi dapat menurunkan http://peternakanuin.bogspot.com/20
kandungan BETN. 07/12/ perlakuan-silase-
KESIMPULAN DAN SARAN danamoniasi-daun.html. Accession
Kesimpulan date: 30 Juli 2019.
Berdasarkan hasil penelitian dan Darmawan, K. 2010. Jerami padi fermentasi
pembahasan dapat disimpulkan bahwa pakan alternatif. http://em4
jerami jagung yang difermentasikan dengan baliorganik. blogspot.com. [Juli 2019]
menggunakan urea (kimia) memiliki nilai Darmawan. 2013. Metode Penelitian
Protein Kasar (PK) tertinggi dibandingkan Kuantitatif. Bandung: Remaja
yang difermentasi dengan EM-4 (biologi) atau Rosdakarya.
kombinasinya. Fardiaz, S. 1989. Mikrobiologi Pangan. Bogor:
Saran PAU Pangan dan Gizi, IPB.
Dari hasil yang diperoleh, disarankan Furqaanida, N. 2004. Pemanfaatan klobot
bagi peternak jika memfermentasi jerami jagung sebagai substitusi sumber
jagung sebaiknya memakai urea untuk serat ditinjau dari kualitas fisik dan
meningkatkan kualitas kimia pada jerami palatabilitas wafer ransum komplit
jagung untuk domba. Skripsi. Fakultas
Peternakan.
Hanafi, N. D. 2008. Teknologi Pengawetan Pendidikan Tinggi Pusat Antar
Pakan Ternak. Departemen Universitas Pangan dan Gizi, Institut
Peternakan, Fakultas Pertanian, Pertanian Bogor.
Universitas Sumatera Utara. Medan. Hartadi, H., L.C. Kearl, S. Reksohadiprojo,
L.E. Harris dan S. Lebdosukoyo.
Hardjo S. 1989. Biokonversi Pemanfaatan 1980. Tabel-tabel dari komposisi
Limbah Industri Pertanian. Bogor: bahan makanan. Data ilmu makanan
Departemen Pendidikan dan ternak untuk Indonesia. Gadjahmada
Kebudayaan Direktorat jendral University Press. Yogyakarta
Haryoto, 2001. Meningkatkan Protein Kasar Kusriningrum. R.S. 2010. Perancangan
Jerami Padi dengan teknologi EM- Percobaan. Pusat Penerbitan dan
4.Laporan Tugas Akhir, Akademi Percetakan Unair (AUP). Surabaya.
Peternakan Karanganyar, 273 hal.
Karanganyar. Lubis, D.A. 1992. Ilmu Makanan Ternak. PT.
Hastuti, D., Shofia, N. A., & Iskandar, B. Pembangunan. Jakarta
(2011). Pengaruh perlakuan Manurung T., dan Zulbardi M.
teknologi amofer (amoniasi 1996.Peningkatan Mutu Jerami Padi
fermentasi) pada limbah tongkol Dengan Perlakuan Urea
jagung sebagai alternatif pakan McDonald, P.; Henderson, A. R.; Heron, S. J.
berkualitas ternak ruminansia. E., 1991. The biochemistry of silage.
Mediagro, 7(1), 55-65. Chalcombe Publications, London
Hermayanti, Yeni dan Eli Gusti. 2006. Modul Murni, R., Suparjo, Akmal, dan B.L. Ginting.
analisa proksimat. Padang: SMAK 3 2008. Metode Pengolahan Limbah
Padang. Untuk Pakan Ternak. Universitas
Hernaman, I., Budiman, A.dan Rusmana. D., Jambi. Jambi
2007. Pembuatan silase campuran  Mursyid,  M. 2011. Pedoman Umum
ampas tahu dan onggok serta Pengembangan Lumbung Pakan
pengaruhnya terhadap Ruminansia.  Direktorat Jenderal
fermentabilitas dan zat-zat makanan. peternakan dan Kesehatan Hewan.
Jurnal Bionatura 9 (2) : 172183. Jakarta.
Jamarun, N. 1991. Penyediaan Pemanfaatan Nista, D., H. Natalia dan A. Taufik. 2010.
dan Nilai Gizi Limbah Pertanian Teknologi Pengolahan Pakan.
sebagai Makanan Ternak di Direktorat Jendral Bina Produksi
Sumatera Barat , Pusat Penelitian Peternakan. Palembang.
Universitas Andalas, Padang. Purwadaria, T., T. Haryati, A. P. Sinurat, J.
Kamal, M. 1998. Nutrisi Ternak I. Rangkuman. Darma, And T. Pasaribu. 1997.
Lab. Makanan Ternak, jurusan Effect of various enzymatic
Nutrisi dan Makanan Ternak, incubation temperatures on the
Fakultas Peternakan, UGM. nutritive value of coconut meal
Yogyakarta. fermented with Aspergillus niger
Kartadisastra, H.R.  2011. Penyedian & NRRL 337. Current Status of
Pengolahan Pakan Ternak Agricultural Biotechnology in
Ruminansia. Penerbit Kanisius. Indonesia. A. DARUSSAMIN, I. P.
Yogyakarta. KOMPIANG, and S.
Khampa S, Wanapat M, Wachirapakorn C, MOELJOPAWIRO (Editors), AARD
Nontaso N, Wattiaux M. 2006. Indonesia. pp. 523526.
Effects of urea level and sodium DL- Rangkuti, M. 1987. Meningkatkan Pemakaian
malate in concentrate containing Jerami Jagung Sebagai Pakan
high cassava chip on ruminal Ternak Ruminansia Dengan
fermentation efficiency, microbial Suplementasi. Bioconvertion Project
protein synthesis in lactating dairy Workshop on Crop residues For
cows raised under tropical condition. Feed and Other Purposes. Grati
Asian-Aust J Anim Sci 19:837–841. 
Ridho, M. F.  2014.  Makalah Teknologi Suyatno., Yani, A., Zailzar, L., dan Sujono.
Pengolahan Pakan. http://ridho- Peningkatan kualitas dan
peternak.blogspot.com/2014/05/vbeh ketersediaan pakan untuk 
aviorurldefaultvmlo_26.html.Diakses mengatasi kesulitan di musim
pada 30 Juli 2019. kemarau pada kelompok peternak
Servais, Pierre. 2007. Fecal Bacteria in the sapi perah. Fakultas Peternakan dan
Rivers of the Seine Drainage Pertanian. Universitas Gajah Mada.
Network (France). Source, Fate and Journal Dedikasi. Vol. 8. Yogyakarta.
Modelling; Universite Libre de Tangendjaja, B dan E. Wina. 2006. Limbah
Bruxelles; Bruxelles. Tanaman dan Produk Samping
Industri Jagung untuk Pakan. Balai
Sangaji, Etta Mamang dan Sopiah. 2010. Penelitian Ternak. Bogor.
“Metodologi Penelitian”. ANDI. Tillman, A. D. 1991. Komposisi Bahan
Yogyakarta Makanan Ternak Untuk Indonesia.
Soejono, M.R. Utomo, Widyantoro. 1987. Gadjah Mada University Press.
Peningkatan Nilai Nutrisi Jerami Yogyakarta.
Padi dengan Berbagai Perlakuan. Wallace, R.J. Dan C. Chesson. 1995.
Proceeding Bioconversion Project Biotechnology in Animal Feeds and
Second Workshop on Crop Residues Animal Feeding. Winheim. Ithaca
for Feed and Other Purposes, Grati. and London.
Subandi, M.M., Dahlan, M.D., Moentono, Wanapat, M., Kang, S., Hankla, N. and
Iskandar S., Sudaryono, dan M. Phesatcha, K. 2013. Effect of rice
Sudjaji. 1988. Status Penelitian straw treatment on feed intake,
Jagung dan Sorgum. Risalah rumen fermentation and milk
Simposium II Penelitian Tanaman production in lactating dairy cows.
Pangan. Ciloto. Bogor Afr. J. Agric. Res. 8(17): 1677-1687.
Sudarmaji, S, dkk. 1997. Prosedur Analisa DOI: 10.5897/AJAR2013.6732
untuk Bahan Makanan dan Pertaian.
Yogyakarta: Liberty. Winarno. 2010. Enzim Pangan. Jakarta:
Sudirman dan Imran. 2007. Kerbau Sumbawa: Gramedia Pustaka Utama.
sebagai konverter sejati pakan Wisnu, A. F., dan Ariharti, M. A, 2012. Manfaat
berserat. Lokakarya Nasional Usaha UMMB Pada Sapi Perah Laktasi
Ternak Kerbau Mendukung Program Berpengaruh Terhadap Produksi
Kecukupan Daging Sapi. Fakultas Susu. Direktorat Pakan TernaK.
Peternakan Universitas Mataram, BBPTU Sapi Perah Baturraden.
Nusa Tenggara Barat.
Sukaryana Y., U. Atmomarsono, V. D. Woyengo, T.A., Gachuiri, C.K., Wahome, R.G.
Yunianto, dan E. Supriyatna. 2011. and Mbugua, P.N. 2004. Effect of
Peningkatan nilai kecernaan protein protein supplementation and urea
kasar dan lemak kasar produk treatment on utilization of maize
fermentasi campuran bungkil inti stover by Red Maasai sheep. SA Jnl
sawit dan dedak padi pada Animal Sci, 34 (1): 23-30.
broiler.fakultas Peternakan doi.org/10.4314/sajas.v34i1. 3806
Universitas Diponegoro.JITP, 1(3):
167-172. Semarang.
Sulardjo. 1999. Usaha Meningkatkan Nilai
Nutrisi Jerami Padi, SainTeks. Vol 7
(3) : Universitas Semarang.

Sutardi, T. 2009. Landasan Ilmu Nutrisi Jilid 1.


Fakultas Peternakan Institut
Pertanian Bogor, Bogor

You might also like