You are on page 1of 16

At-Turats Vol. 13 No.

1 (2019) 21 – 36

At-Turats
Jurnal Pemikiran Pendidikan Islam
journal homepage: http://jurnaliainpontianak.or.id/index.php/atturats

INOVASI KELEMBAGAAN PONDOK PESANTREN MELALUI


TRANSFORMASI NILAI: STUDI KASUS DI PONDOK PESANTREN
AMANATUL UMMAH PACET MOJOKERTO
Chusnul Chotimah, IAIN Tulungagung
chusnultata@gmail.com
Indah Khomsiyah, IAIN Tulungagung
indahkhomsyah@yahoo.com

ABSTRACT

Islamic boarding schools are the oldest Islamic educational institutions that
survive until now. The institution can survive because it continues to innovate in
accordance with the demands of the times. This phenomenon also occurs in
Amanatul Ummah Islamic Boarding School, which is adaptive and adoptive for
the new madrasah or school system by integrating general science and religious
sciences as well as preserve salafiyah values. Institutional innovation certainly
does not just happen but there is a process that is taken and also the transformation
of values as the power of innovation itself.
The value built by Amanatul Ummah Islamic boarding school as a basic
force of institutional innovation is intangible in the form of transforming the
mindset of local santri-ulama towards great santri-ulama, from santri to religious
professional scientist santri, from santri local businessmen to conglomerate, from
traditional santri to millennial, and from closed minded to be open-minded.
Whereas the process of institutional innovation was carried out as a real
implementation of the intangible values ranging from unfreezing, changing and
refreezing conditions, namely only Madrasah Tsanawiyah developed to Madrasah
Aliyah, Excellence of Madrasah Aliyah, Accelerated of Madrasah Programs, and
International of Standard Madrasah (MBI).

Key Word: Inovasi, Pondok Pesantren, Transformasi Nilai

PENDAHULUAN masyarakat.1 Terdapat sekitar 7.000an


pesantren dengan jumlah santri kurang
Lembaga pendidikan Islam pertama lebih sekitar 11 juta orang dan ustadz/ah
di Indonesia adalah pesantren. Fakta sekitar 150 ribu.2 Jumlah tersebut sangat
menegaskan bahwa pesantren telah strategis dan menguntungkan bagi
berkontribusi nyata dalam mencetak pembangunan bangsa Indonesia, terutama
generasi intelektual yang siap
mengaktualisasikan ilmunya di 1 Imam Tolkhah dan Barizi, Membuka Jendela

Pendidikan-Mengurai Akar Tradisi, (Jakarta: PT. Raja


Grafindo Persada, 2004), 49
2 Farid Ma’ruf Hariadi, “Arah Baru Pengelolaan

Pondok Pesantren”, dalam Episteme Jurnal


Pengembangan Ilmu Keislaman, vol. 3, Juni 2008, 92

21
At-Turats Vol. 13 No.1 (2019) 21 – 36

At-Turats
Jurnal Pemikiran Pendidikan Islam
journal homepage: http://jurnaliainpontianak.or.id/index.php/atturats

dalam pemberdayaan sumberdaya diri dalam merespon perubahan dengan


manusia yang berkarakter. melakukan inovasi kelembagaan. Inovasi
Nurcholish Madjid telah yang dilakukan tentunya tanpa
memprediksikan pesantren sebagai mengurangi nilai-nilai keikhlasan,
sesuatu yang dapat dijadikan alternatif kharismatik, dan kewibawaaan. Di sinilah
terhadap sistem yang ada.3 Dalam pondok pesantren harus bersikap adaptif
mewarnai sejarah panjang perjalanan dan adoptif terhadap sistem baru seperti
bangsa ini, sebagai lembaga pendidikan madrasah atau sekolah, menyempurnakan
tertua, pesantren berkontrbusi tidak hanya kurikulum yang digunakan sesuai
dalam aspek pendidikan saja melainkan tuntutan zaman, serta menyesuaikan pola
juga bidang lain dalam skala yang luas. 4 kepemimpinan pesantren dari
Hal yang unik dari pondok pesantren patternalistik menuju demokratis.
adalah memiliki kedaulatan leadership Strategi inilah yang harus ditempuh
sepenuhnya di bawah kharisma kiai yang pondok pesantren jika mau bertahan.
sifatnya independent dalam segala hal,5 Selain itu ada hal-hal lain yang harus
dan hingga saat ini masih bertahan. dipertahankan oleh pondok pesantren,
Dalam perkembangan sekarang, lembaga seperti: dalam hal penanaman nilai,
pendidikan Islam tertua ini,6 dalam pesantren mempertahankan akulturasi
perkembangan era sekarang memiliki budaya jawa sebagaimana pernyataan
tanggung jawab lebih berat dalam hal Zahra yang menyatakan bahwa pesantren
mengangkat arus perubahan sosial mempertahan kultur Jawa yang mampu
sebagai dampak dari era gobalisasi. menyerap kebudayaan luar melalui suatu
Problema dekadensi moral, kemiskinan, proses internalisasi tanpa kehilangan
melesatnya ilmu pengetahuan dan identitasnya merupakan cara pesantren
teknologi memerlukan langkah konkrit mempertahankan eksistensi diri.7
pesantren sebagai untuk merespon situasi Demikian pula dengan jiwa
dan kondisi tersebut dengan membuka kewirausahaan juga merupakan strategi
pesantren dalam mempertahankan diri
3Yasmadi, Modernisasi Pesantren, Kritik Nurcholis
sebagaimana pendapat Aya Sofia yang
Madjid terhadap pendidikan islam tradisional, menyatakan bahwa selama ini ketahanan
(Jakarta: Quantim Teaching , 2005 ), 59. pondok pesantren itu disebabkan oleh
4Moh. Ahyadi, “Pesantren, Kiai, dan Tarekat: Studi

tentang Peran Kiai di Pesantren dan Tarekat”, dalam


jiwa dan semangat entrepreneur yang
Abuddin Nata, Sejarah Pertumbuhan dan tinggi.8 Sementara disisi lain Langgulung
Perkembangan Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam di berpendapat bahwa kedayatahanan
Indonesia, (Jakarta: Grasindo, 2001), 133
5 Achmad Patoni, Peran Kiai Pesantren Dalam pesantren itu pada hakekatnya sebagai
Partai Politik , (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2007 ), akibat dari pribadi leader dalam hal ini
90-91.
6Muhaimin mengelompokkan pendidikan Islam

ditinjau dari aspek program dan praktik


penyelenggaraannya menjadi lima jenis, yaitu (1)
pendidikan pondok pesantren dan madrasah diniyah;
(2) pendidikan madrasah sebagai sekolah umum berciri
7 Azyumardi Azra, “Surau di Tengah Krisis:
khas agama; (3) pendidikan umum yang bernafaskan
Islam seperti SD Islam, SMP Islam dsb.; (4) pelajaran Pesantren dan Perspektif Masyarakat”, dalam Rahardjo
agama Islam yang diselenggarakan di sekolah sebagai ed., Pergulatan Dunia Pesantren Membangun dari
mata pelajaran; dan (5) pendidikan Islam dalam Bawah, (Jakarta: LP3ES, 1985), 173
keluarga atau majlis-majlis ta’lim. Lihat Muhaimin, 8 Aya Sofia, et.al., Pedoman Penyelenggaraan

Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Pusat Informasi Pesantren, (Jakarta: Proyek
Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi, (Jakarta: Pembinaan dan Bantuan Kepada Pondok Pesantren di
Raja Grafindo Persada, 2005), 9-10 Jakarta 1985/1986), 41

22
At-Turats Vol. 13 No.1 (2019) 21 – 36

At-Turats
Jurnal Pemikiran Pendidikan Islam
journal homepage: http://jurnaliainpontianak.or.id/index.php/atturats

kiai yang kompeten dengan ilmu dan saja melainkan ada proses planning yang
visinya.9 matang terutama dalam merubah mindset
Ketahanan yang disebabkan oleh para pengasuh maun santri di lingkungan
dominannya faktor internal ini, mampu pondok pesantren tentang visi, misi, dan goal
memberikan konstribusi terhadap ketahanan dari pondok pesantren itu sendiri. Perubahan
pesantren. Ditambah polarisasi perubahan mindset tersebut ke arah peningkatan kualitas
pesantren yang menyesuaikan diri dengan keilmuan dan keterampilan yang baik,
tuntutan zaman, dengan melakukan berbagai akhlakul karimah dan pesantren memproses
inovasi dalam manajemen, yaitu inovasi lulusan MA PP Unggulan Amanatul Ummah
lembaga dengan didirikannya madrasah atau untuk bisa studi lanjut ke perguruan tinggi
sekolah umum di pesantren. Berdirinya yang berkualitas pada fakultas-fakultas
madrasah atau sekolah umum di pesantren pilihan Agama, Kedokteran, Farmasi, Teknik
merupakan implementasi integrasi keilmuan dan Ekonomi baik yang ada di luar negeri
yang melahirkan generasi handal berbekal maupun yang ada di luar negeri. Inovasi
ilmu pengetahuan, iman dan takwa serta inilah yang belum ditemukan di pesantren
mampu menjadi pemimpin yang amanah. Hal lain, karena pesantren Amanatul Ummah
ini sebagaimana pernyataan Mukti Ali yang benar-benar menjamin para lulusannya dan
menyatakan bahwa: “Tidak sedikit menghantarkan para santri lulusan untuk
pemimpin-pemimpin negeri ini, baik studi lanjut. Manakala santri belum
pemimpin yang duduk dalam pemerintahan mendapatkan tempat untuk studi lanjut maka
atau bukan, besar ataupun kecil, yang santri tidak diperkenankan untuk pulang. Dan
dilahirkan oleh pondok pesantren”.9 inilah bukti riil pesantren melakukan inovasi
Manakala pesantren tidak segera berbenah out of box.
dan melakukan inovasi baik dalam keilmuan
maupun manajemen maka tidak diragukan
KERANGKA KONSEPTUAL
lagi pesantren akan tergerus oleh arus zaman.
1. Konsep Dasar Inovasi Kelembagaan
Fenomena tersebut di atas terjadi pada Istilah inovasi identik dengan
pesantren Amanatul Ummah Pacet change. Change itu sendiri terpilah
Mojokerto, di mana secara historis pesantren menjadi dua: perubahan alamiah dan
ini berawal dari pesantren salaf yang perubahan non alamiah (disengaja).
melakukan inovasi kelembagaan dengan Perubahan yang pertama bersifat natural,
mengintegrasikan ilmu umum dan agama
sedangkan perubahan kedua salah
melalui pendirian madrasah unggulan
berbasis keilmuan dan sekolah umum satunya melalui pendidikan. Hakekat
berbasis pesantren. Untuk mempertahankan perubahan dapat dimaknai sebagai the
eksistensi pesantren, Amanatul Ummah before condition, yaitu beralihnya
membuat program-program unggulan yang keadaan sebelumnya menjadi the after
keluar dari pakem standar out of the box condition keadaan sesudahnya.10 Dalam
pesantren salafi yang dianggap rigid. Inovasi literatur lain, perubahan diterangkan
kelembagaan tersebut secara garis besar dengan kata transitions, walaupun
seperti: pondok pesantren program unggulan, menurut William mengandung arti
pondok pesantren program MBI, pondok berbeda. Perbedaannya adalah transisi
pesantren program akselerasi, dan pondok lebih mengarah pada perubahan secara
pesantren program full beasiswa. Dalam
fundamental dan mendasar, sedangkan
semua program tersebut pesantren Amanatul
Ummah tentunya bukan tidak terjadi begitu

9 Hasan Langgulung, Pendidikan Islam


10
Menghadapi Abad ke-21, (Jakarta: Pustaka Al- Husna, Winardi, Manajemen Perubahan, (Jakarta:
1988), 75 Kencana, 2005), 1

23
At-Turats Vol. 13 No.1 (2019) 21 – 36

At-Turats
Jurnal Pemikiran Pendidikan Islam
journal homepage: http://jurnaliainpontianak.or.id/index.php/atturats

perubahan atau change lebih mengarah pembaharuan,15 sedangkan pembaharuan


pada perubahan secara umum.11 belum tentu didalamnya ada inovasi.
Perubahan, hakekatnya adalah Dalam kajian ini inovasi dipilih karena
proses transformasi dari situasi sekarang penulis lebih fokus pada transformasi
menuju situasi yang diharapkan di masa nilai yang diaktualisasikan pengasuh
yang akan dating.12 dalam konteks kajian dalam habitus sebagai pijakan
ini, perubahan ang dimaksud adalah pembaharuan pondok pesantren.
perubahan yang diharapkan membawa 2. Teori Inovasi Kelembagaan
kemajuan dan kemaslahatan hidup. James Ada beberapa teori inovasi yang
L. Price mencoba membuat distingsi berhasil penulis lacak, dimana ada
“Innovation is a less general term than penggunaan term yang berbeda dari
social change, that is, any modification of masing-masing tokoh. Ada yang
the social structure and / or culture of a menggunakan istilah inovasi dengan term
social system. All innovation is social movement, changing yang berarti
change, but not all social change is perubahan, namun ada pula yang
innovation”.13 (Pembaruan adalah istilah berpendapat bahwa changing dengan
yang kurang lazim dalam perubahan inovasi itu berbeda. Istilah changing
sosial, yakni suatu modifikasi dari sebuah digunakan oleh Kreitner dan Kinicki serta
struktur sosial dan atau budaya dari Greenberg dan Baron, sedangkan
sistem sosial. Seluruh pembaruan adalah movement digunakan oleh Robbins16,
perubahan social, tetapi tidak semua sedangkan Schein menggunakan
perubahan sosial adalah suatu terminologi unfreezing, cognitive
17
pembaruan). restructuring, dan refreezing. Ketiga
Sementara itu Nursyam hal tersebut merupakan proses cognitive
berpendapat perubahan merupakan suatu restructuring dalam suatu inovasi
inovasi. Inovasi bisa datang dari intern kelembagaan.
maupun ekstern, adanya skenario Terminologi yang digunakan Schein
akseleratif untuk berubah/melakukan senada dengan Lewin yang
perubahan, dan adanya motivasi kuat mengembangkan tiga tahap model
untuk berubah.14 Inovasi mencakup perubahan, mulai dari proses inisiatif,
perubahan dari arah negatif menuju pengelolaan, dan proses stabilisasi
positif, dari inefectif change menuju perubahan itu sendiri. Dalam kajian ini
efectif change, dan dari partial change penulis cenderung ke teori Lewin yang
menuju global change. Jadi istilah memerinci proses inovasi menjadi tiga
inovasi selalu mengarah kepada tahapan sebagai berikut:
1) Unfreezing, adalah tahapan yang
menekankan pada proses membangun
motivasi untuk berubah. Unfreezing
11 William Bridges, Managing Transitions: Making

the Most of Change, (Cambridge: Perseus Publishing


Services, 2003), 3
12 Wibowo, Manajemen Perubahan, (Jakarta: PT 15 Inovasi mengacu kepada pembaharuan suatu
Raja Grafindo Persada, 2006), .1 produk, proses dan jasa baru. Lihat Lena Ellitan dan
13 James L. Price, Handbook of Organizational Lina Anatan, Manajemen Inovasi: Transformasi
Measurement , (London : DC. Health and Company, Menuju Organisasi Kelas Dunia, (Bandung: Alfabeta,
1972), 118 2009), 3.
14 16 Lihat Robbins, Teori Organisasi Behaviour,
Nursyam, "Indikator dan Pengukuran
Pengembangan SDM di Pesantren", dalam A. Halim et. (New Jersey: Prentice Hall, Inc, 1991), 421.
17 Edgar H. Schein, Organizational Culture and
al., Manajemen Pesantren, (Yogyakarta : Pustaka
Pesantren, 2005), 62 Leadership, (San Fransisco: Jossey-Bass, 1997), 298

24
At-Turats Vol. 13 No.1 (2019) 21 – 36

At-Turats
Jurnal Pemikiran Pendidikan Islam
journal homepage: http://jurnaliainpontianak.or.id/index.php/atturats

merupakan kondisi pencairan dari status lebih lanjut sebagaimana pendapat


quo. Raharjo mendefinisikan transformasi
2) Cognitive Structuring (Changing), adalah sebagai berikut: pertama, transformasi
proses movement atau cognitive berkaitan dengan pengertian yang
restructuring, dimana semua pelaku menyangkut perubahan mendasar
lembaga atau organisasi diberi informasi
berskala besar dalam masyarakat dunia,
baru, model perilaku baru, atau cara baru
dalam melihat sesuatu. Proses changing yang beralih dari tahap masyarakat
ini membangun kesadaran pelaku industri menjadi masyarakat informasi.
organisasi dan dilakukan secara kontinyu. Kedua, pengertian tentang terjadinya
3) Refreezing (pembekuan kembali), adalah transformasi itu timbul dari kajian
proses distabilisasi melalui pembekuan historis, yang menyimpulkan bahwa
guna membantu pelaku organisasi selama kurang lebih dua atau tiga abad
mengintegrasikan perilaku dan sikap yang terakhir telah terjadi perubahan
telah berubah kedalam keadaan yang fundamental dari masyarakat agraris-
normal dan menjadi norma-norma baru tradisional menuju masyarakat industrial-
yang diakui kebenarannya. Proses ini modern.20
merupakan siklus tiada henti namun
dilakukan secara terus-menerus.
Paparan tersebut menunjukkan
Penjelasan mengenai tahapan bahwa transformasi adalah proses
tersebut diatas dapat dikemukakan perubahan secara bertahap dan terus-
dengan gambar sebagai berikut: menerus sehingga sampai pada tahap
ultimate, perubahan yang dilakukan
dengan cara memberi respon terhadap
pengaruh unsur eksternal dan internal
yang akan mengarahkan perubahan dari
bentuk yang sudah dikenal sebelumnya
melalui proses melipatgandakan secara
Gambar 2.1 Model Perubahan Kurt Lewin berulang-ulang. Sebuah transformasi
bukannya perubahan yang bersifat instan,
3. Transformasi Nilai namun dilakukan secara berangsur-
a. Konsep Dasar Transformasi Nilai
angsur dan dilakukan secara kontinyu.
Transformasi merupakan perubahan
Hal ini sebagaimana pendapat Yazid
format atau bentuk. Transformasi sendiri
yang menyatakan bahwa transformasi
berasal dari kata transformare yang
merupakan perubahan yang terjadi secara
berarti mengubah bentuk. Hal ini
perlahan-lahan atau sedikit demi sedikit,
sebagaimana diungkap oleh Wasito yang
yang sifatnya tidak dapat diduga kapan
menyatakan bahwa transformasi adalah
start dan finish, bersifat komprehensif
formation yang berarti bentuk.18 Hal ini
berkelanjutan dan berkaitan dengan
diteguhkan oleh Komaruddin yang
emosional sistem nilai yang tumbuh di
menyatakan bahwa transformasi adalah
masyarakat.21
perubahan bentuk atau struktur, bisa juga
Proses berkelanjutan tersebut
diartikan dengan konversi dari satu
mengandung dimensi waktu dan dimensi
bentuk ke bentuk lainnya.19 Penjelasan

18 20
S. Wojowasito, Tito Wasito W, Kamus Lengkap Dawam Rahardhjo, Pesantren dan
Inggris-Indonesia, Indonesia- Inggris, (Bandung: Pembaharuan, (ttp: LkiS, 1995), 98
21 Moh. Yazid, Transformasi Nilai,
Penerbit Hasta, 1982).
19 Komaruddin, Kamus Riset, (Bandung: Angkasa, http://mohyazid168.blogspot.co.id/2016/02/transporma
1984), 285 si- nilai-etika-dan-moral.html

25
At-Turats Vol. 13 No.1 (2019) 21 – 36

At-Turats
Jurnal Pemikiran Pendidikan Islam
journal homepage: http://jurnaliainpontianak.or.id/index.php/atturats

sosial. Dimensi tersebut dilalui dalam menentukan pilihan di antara tindakan


proses yang tidak singkat dan terkait alternatif,28 yang pada akhirnya seseorang
dengan aktifitas yang terjadi pada saat akan memutuskan ya atau tidak. Hal
itu. Konsep ini sesuai dengan perspektif inilah yang akhirnya membedakan
Islam yang memandang bahwa perilauu individu satu dengan lain atau
transformasi sosial merupakan sebuah kelompok satu dengan kelompok lain
dinamika dan terjadi secara terus sebagaimana pendapat Kuchloh yang
menerus. Konsep tersebut terangkum dikutip Mulyana mengatakan bahwa
dalam amar ma’ruf nahi munkar yang “nilai sebagai konsepsi (tersirat atau
bersifat transendens.22 Transendensi tersurat, yang sifatnya membedakan
tersebut berkaitan erat dengan nilai, dan individu atau ciri-ciri kelompok) dari apa
nilai inilah yang terus melakukan proses yang diinginkan, yang mempengaruhi
transformasi. Nilai berkaitan erat dengan pilihan terhadap cara, tujuan antara dan
hal baik dan buruk. Sesuatu yang diyakini tujuan akhir tindakan”.29
akan kebenarannya, dia dihargai dan akan Jadi nilai adalah suatu keyakinan
terus diperjuangkan itulah nilai. Bahkan yang menjadi dasar bagi seseorang atau
indicator untuk menentukan suatu sekelompok orang untuk menentukan
tindakan diperbolehkan atau dilarang, tindakannya, menilai baik atau buruk,
dihukum atau diberi ganjaran itu adalah bermakna atau tidak bermakna bagi
nilai.23 Secara kualitas empiris, nilai kelangsungan hidup. Nilai penting untuk
susah untuk didefinisikan,24 namun dibangun dan ditransformasikan karena
walaupun tidak bisa didefinikan bukan nilai meletakkan fondasi untuk
berarti nilai tidak bisa dipahami.25 memahami sikap dan motivasi serta
Nilai dipahami sebagai sebuah mempengaruhi persepsi individu atau
pikiran (idea) atau konsep mengenai apa kelompok. Individu-individu memasuki
yang dianggap penting bagi seseorang suatu organisasi dengan gagasan yang
dalam kehidupannya.26 Mulyana dikonsepsikan sebelumnya mengenai apa
menegaskan bahwa nilai adalah yang “seharusnya” dan “tidak
keyakinan yang membuat seseorang seharusnya”. Tentu saja gagasan-gagasan
bertindak atas dasar pilihannya. 27 Nilai itu tidak bebas nilai karena berangkat dari
adalah patokan normatif yang subyektifitas,30 yang mmenurut Robbins
mempengaruhi seseorang tatkala nilai individu itulah yang akan
mempengaruhi sikap dan perilaku
22
individu dan kelompok.31 Hanya dengan
Kuntowijoyo, Demokrasi dan Budaya Birokrasi,
(Yogyakarta: Bentang, 1994), 338
transformasi nilai maka perubahan akan
23 Khoiron Rosyadi, Pendidikan Profetik, Cet.1 terjadi. Dan inilah kunci dari suatu
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), 114. inovasi kelembagaan.
24 Abdul Latif, Pendidikan Berbasis Nilai b. Macam-Macam Nilai
Kemasyarakatan, (Bandung: Refika Aditama, 2006),
69. Spranger, sebagaimana dikutip
25 Louis O.Katsoff, Elements of Philosophy, terj.
Mulyana, mengemukakan "enam
Soejono Soemargono, (Yogyakarta: Tiara Wacana, orientasi nilai yang sering dijadikan
1989), 335.
26 Madyo Ekosusilo, Hasil Penelitian Kualitatif rujukan oleh manusia dalam
Sekolah Unggul Berbasis Nilai: Studi Multi Kasus di
SMAN 1, SMA Regina Pacis, dan SMA al-Islam 01
28
Surakarta, (Sukoharjo: UNIVET Bantara Press, 2003), Ibid., 9.
29
22 Ibid.
27 Rohmat Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan 30 S.P. Robbins, Organizational …, 158.
31 Ibid., 159
Nilai, (Bandung: Alfabeta, 2004), 9.

26
At-Turats Vol. 13 No.1 (2019) 21 – 36

At-Turats
Jurnal Pemikiran Pendidikan Islam
journal homepage: http://jurnaliainpontianak.or.id/index.php/atturats

kehidupannya", yaitu: nilai estetik, nilai dimana dengan adanya transformasi nilai
teoritik, nilai ekonomis, nilai sosial, nilai inilah inovasi kelembagaan bermula.
politik, dan nilai agama. 32 Sedang tinggi
rendahnya nilai dikelompokkan menjadi METODE PENELITIAN
4 tingkatan sebagai berikut: 1) Nilai-nilai Kajian artikel ini terpaparkan
kenikmatan; 2) Nilai-nilai kehidupan; 3) sebagai hasil dari analisis pengumpulan
Nilai-nilai kejiwaan; 4) Nilai-nilai data yang dilakukan melalui tiga metode
kerohanian.33 The Liang Gie yaitu: wawancara mendalam (indepth
mengklasifikasi jenis nilai menjadi interview), observasi partisipan
empat, yaitu:1) Kekudusan (holiness): (participant observation), dan studi
kebaikan sekaligus suatu kebenaran; 2) dokumentasi (study document)36 di lokasi
Kebaikan (goodness): kekudusan penelitian. Wawancara dilakukan kepada
sekaligus keindahan; 3) Kebenaran kiai, pengasuh, ustadz/ah, stakeholder,
(truth): keindahan sekaligus kekudusan; maupun santri, sedangkan observasi
4) Keindahan (beauty): kebenaran dilakukan oleh peneliti langsung dengan
sekaligus kebaikan. Klasifikasi tersebut hadir di lokasi penelitian selaku key
bermakna bahwa suatu hal yang sungguh instrument. Dalam analisis selanjutnya
indah itu adalah kebenaran bagi yang bisa peneliti bertindak sebagai instrument
menikmati, sekaligus hal baik yang ingin sekaligus pengumpul data, karena dalam
terus dinikmati.34 penelitian kualitatif instrumen utama (key
Lebih lanjut Kluckhohn, person-nya) adalah manusia.37 sedangkan
sebagaimana dikutip Kuntjaraningrat35 dokumentasi dilakukan peneliti terhadap
mengemukakan bahwa nilai dalam data-data pendukung yang tertuang dalam
kebudayaan masyarakat pada hakekatnya paper, foto, naskah, ataupun berkas-
mencakup 5 masalah mendasar yaitu: 1) berkas lain yang mendukung terhadap
Nilai mengenai hakikat hidup manusia; 2) tema kajian.
Nilai mengenai hakikat karya manusia; 3) Penelitian ini merupakan
Nilai mengenai hakikat kedudukan 38
penelitian kualitatif dengan analisis data
manusia yang berorientasi pada masa bermadzhab Milles and Hubberman,
lalu, masa kini, dan masa depan; 4) Nilai dimana data yang terkumpul di reduksi,
mengenai hakikat manusia dengan di verifikasi, dipaparkan, dan selanjutnya
sesama manusia; dan 5). Nilai mengenai ditarik pada kesimpulan atau benang
hakikat hubungan manusia dengan alam. merah.39 Dalam penggalian data di
Berbagai macam nilai sebagaimana lapangan, peneliti menggunakan
dipaparkan dalam uraian tersebut di atas pendekatan fenomenologi,40 dimana
dijadikan pijakan dasar dalam
pembahasan artikel ini. Proses 36Bogdan dan Biklen, Qualitative Research
transformasi nilai merupakan pijakan Qualitative Research for Education: An Introduction to
dasar dalam pengembangan kelembagaan Theory and Methods.(Allyn and Bacon, Inc.: Boston
London, 1982), 119-143.
37Rochiati Wiriaatmaja, Metode Penelitian
Tindakan Kelas, (Bandung: PT. Rosdakarya, 2007), 96.
32Mulyana, 38 Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif,
Mengartikulasikan Pendidikan...., 32-
33. (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1990), 2
33 39
Ekosusilo, Hasil Penelitian..., 27 B. Mathew Miles dan Michael Huberman,
34
The Liang Gie, Pengantar Filsafat Ilmu, Analisis Data Kualitatif Buku Sumber Tentang Metode-
(Yogyakarta: Liberty, 2010). metode Baru, (Jakarta: UIP, 1992), 22
35 Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas, dan 40Sanapiah Faisal, Penelitian Kualitatif: Dasar-

Pembangunan. (Jakarta: Gramedia, 1989), 56 Dasar dan Aplikasi, (Malang: YA3, 1990), 22

27
At-Turats Vol. 13 No.1 (2019) 21 – 36

At-Turats
Jurnal Pemikiran Pendidikan Islam
journal homepage: http://jurnaliainpontianak.or.id/index.php/atturats

kasus yang diangkat dalam kajian ini intangible mulai digerakkan. Penggerakkan
memang benar-benar berdasar fenomena nilai ini berjalan secara perlahan dan
yang terjadi di pondok pesantren berangsur-anngsur namun bersifat kontinyu.
Amanatul Ummah dan bersifat Diawali dengan usaha penggeseran mindset
naturalistik dalam arti bukan hal yang tentang pondok pesantren salafiyah yang
hanya mengkaji ilmu agama saja, bergeser
dibuat-buat atau sengaja dilakukan untuk pada pesantren ahli ilmu agama dan
kepentingan tertentu. professional ilmu umum. Pondok pesantren
harus adaptif, adoptif, dan akomodatif
PEMBAHASAN HASIL terhadap perkembangan zaman, karena hal
PENELITIAN ini yang dibutuhkan masyarakat. Secara garis
besar nilai yang dibangun sebagai kerangka
1. Nilai Intangible sebagai Kekuatan dasar inovasi kelembagaan pondok pesantren
Dasar Inovasi Kelembagaan di adalah nilai integrasi keilmuan.
Pondok Pesantren Amanatul Ummah Secara terperinci penjabaran nilai
Nilai adalah suatu keyakinan, hal yang intangible yang dibangun pondok pesantren
diyakini kebenarannya, dipegang teguh dan Amanatul Ummah sebagai kekuatan dasar
yang harus diperjuangkan.41 Sedangkan inovasi adalah mengacu pada pergeseran
intangible dalam kamus bahasa Indonesia mindset para santri dan pengelola yang
adalah tidak kentara, hal-hal yang tidak dapat termaktub pada nilai sebagai berikut:
diraba.42 Memang nilai adalah suatu Pertama, pergeseran mindset santri dari
keyakinan yang tidak terlihat oleh panca ulama lokal menjadi ulama besar yang akan
indrawi, namun aktualisasi dari nilai itu bisa dapat menerangi dunia dan Indonesia, dan
dirasakan dalam interaksi, lingkungan sosial, menjadi para pemimpin dunia dan pemimpin
maupun lembaga organisasi. Bahkan nilai bangsanya yang akan mengupayakan
yang sifatnya intangible merupakan kekuatan kesejahteraan dan menegakkan keadilan
utama sebuah lembaga melakukan inovasi. utamanya di bumi Indonesia. Nilai yang
Dan hal ini terjadi pada pondok pesantren ditanamkan merupakan nilai yang adaptif dan
Amanatul Ummah Pacet Mojokerto, dimana akomodatif terhadap kebutuhan
pondok pesantren ini mengalami perkembangan zaman, yaitu berdirinya
perkembangan yang cukup pesat. sekolah formal di pesantren. Ide dan gagasan
Perkembangan terjadi karena adanya adaptif mendirikan sekolah ini sesuai dengan
perubahan, sementara perubahan sendiri tuntutan perkembangan jaman dan
termanifes manakala ada inovasi. Iovasi dibutuhkan oleh masyarakat, dengan tetap
inilah sebagai kekuatan dasar yang sifatnya mengaktualisasikan nilai-nilai tradisional
intangible bisa berupa ide, gagasan, pikiran, Islam itu sendiri. Aktualisasi dari ide atau
pandangan, dan lain-lain yang kesemuanya gagasan kiai selaku pendiri bukan berarti
sarat dengan nilai. tanpa rintangan. Semuanya penuh dengan
Nilai yang dibangun pondok pesantren perjuangan. Nilai-nilai perjuangan yang
Amantul Ummah sebagai kekuatan dasar ditanamkan pada para santri. Perjuangan
dalam inovasi kelembagaan diawali dari yang diilhami oleh kekuatan religious.
tokoh pendiri itu sendiri, dimana muncul Konsep ini dalam perspektif Islam adalah
kegelisahan kiai atas fenomena pendidikan amar ma’ruf nahi munkar yang bersifat
saat ini yang dikuasai orang barat. Hal ini transendens.43
tidak lain karena generasi Islam hanya Nilai-nilai di atas mampu digunakan
menguasai ilmu agama saja dan tidak adaptif untuk merubah paradigma santri dari yang
terhadap ilmu lain. Dari sinilah inovasi nilai tujuan mulanya mungkin hanya sebagai
pegawai atau pekerja menjadi bertujuan
41
Khoiron Rosyadi, Pendidikan Profetik, 114.
42 43
https://kamuslengkap.com/kamus/inggris- Kuntowijoyo, Demokrasi dan Budaya Birokrasi,
indonesia/arti-kata (Yogyakarta: Bentang, 1994), 338

28
At-Turats Vol. 13 No.1 (2019) 21 – 36

At-Turats
Jurnal Pemikiran Pendidikan Islam
journal homepage: http://jurnaliainpontianak.or.id/index.php/atturats

transformatif. Dalam merubah mindset santri, pemimpin transformasional dimana perilaku


maka perlu penanaman cukup lama, bukan tersebut diimplikasikan pada seluruh
hanya mengingatkan namun membiasakan komponen organisasi pendidikan dengan cara
santri untuk melakukan sesuatu yang sifatnya inspirasional dan ide-ide atau gagasan yang
terus-menerus. Tidak hanya mindset santri tinggi sebagai motivasi yang ditanamkan
yang berubah, namun masyarakat luas juga pada seluruh santri.45
mulai menerima bahkan mengharap mindset Untuk mencapai hal tersebut, santri
tersebut segera terealisasi dalam kehidupan lulusan dari pondok pesantren haruslah kuat
nyata. Hal ini selaras dengan pendapat Efendi dalam hal religi, dengan penerapan konsep
dalam Fauzi yang mengatakan,44 kehadiran agama bukan untuk dipelajari, namun
kiai dan pesantren di tengah-tengah diamalkan dalam keseharian di pondok
masyarakat dipandang sebagai fenomena pesantren, minimal tiga tahun dilakukan
sosial yang unik untuk dikaji, sejak awal proses habitus, dan juga santri menguasai
abad ke-XX peran sosial kiai telah ilmu umum sesuai dengan kapasitas dan
memainkan perannya secara signifikan dan potensi yang dimiliki dan menjadi
melahirkan sistem nilai dalam kehidupan pilihannya. Hal ini senada dengan Yazid
pesantren. Karena itu, internalisasi nilai-nilai yang menyatakan bahwa proses transformasi
dimaksud, pada hakikatnya tidak lepas dari nilai mengandung dimensi waktu dan
peran kiai dibidang sosial, kegamaan, perubahan sosial budaya masyarakat yang
maupun pendidikan. Demikian sistem nilai muncul melalui proses panjang dan selalu
tersebut, menjadi keyakinan dan nilai dasar terkait dengan aktifitas-aktifitas yang terjadi
(core belief, core values), sekaligus sebagai pada saat itu.46
modal sosial kiai dalam membangun model Keempat, dari santri tradisional menjadi
kepemimpinan transformatif. santri milenial. Pandangan masyarakat yang
Kedua, dari santri agamis menjadi santri selama ini masih menganggap santri ‘kolot’
profesional religius dan bertanggung jawab. sudah harus dihapuskan. Santri adalah sosok
Ketiga, dari santri pebisnis lokal menjadi religious yang berwawasan global, berjiwa
konglomerat besar yang dapat memberi moderat, tidak gaptek terhadap
kontribusi maksimal terhadap terwujudnya perkembangan ilmu pengetahuan dan
kesejahteraan bangsa Indonesia. teknologi. Untuk menjawab itu semua
Transformasi nilai tersebut digagas oleh tentunya pondok pesantren Amanatul
Asep selaku kiai pondok pesantren Ummah tidak hanya diam namun
Amanatul Ummah yang menjadi power bagi menyiapkan para santrinya untuk terjun
seluruh pengasuh dan santri. Santri dalam kancah kompetisi lulusan santri. Dan
professional disini adalah santri yang tidak faktanya hal itu bisa dicapai. Dalam
hanya professional di bidangn agama saja perjalanan 5 tahun ke belakang, luusan santri
melainkan juga professional di bidang umum. pondok pesantren Amanatul Ummah diterima
Demikian pula untuk menjadi konglomerat SPMB perguruan tinggi bonafit dan mengisi
besar harus bermodal wawasan luas tidak kuota terbanyak beasiswa se-Indonesia, yaitu
skeptic namun tetap memegang teguh ajaran 250 orang santri seperti: kedokteran (UIN,
Islam. Nilai yang ditanamkan kiai Asep ini Unair, Unbraw, dan Unsud), selebihnya
meunjukkan bahwa kiai Asep mencoba untuk diterima di ITS, ITB, UGM, IPB, UIN
mengidentifikasi segala fenomena yang ada Syahid, UIN Sunan Kalijaga, IAIN
dalam organisasi pendidikan dengan tubuh, Semarang, dan lain-lain. Inilah kesuksesan
pikiran dan emosi yang luas. Inilah
45 Sri Rahmi, Kepemimpinan Transformasional dan
44
Ahmad Fauzi, “Habitualisasi Nilai-Nilai Budaya Organisasi: Ilustrasi di Bidang Pendidikan,
Kepemimpinan Transformatif Perspektif Kiai Hasan (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2014), 155.
Mutawakkil’Alallah, dalam Jurnal Manajemen 46 Moh. Yazid, Transformasi Nilai,

Pendidikan Islam, Volume 3, Nomor 1, Mei http://mohyazid168.blogspot.co.id/2016/02/transporma


2018/1439, 2 si- nilai-etika-dan-moral.html

29
At-Turats Vol. 13 No.1 (2019) 21 – 36

At-Turats
Jurnal Pemikiran Pendidikan Islam
journal homepage: http://jurnaliainpontianak.or.id/index.php/atturats

pengembangan lembaga pondok pesantren. mampu menggodog para santrinya menjadi


Dengan capaian tersebut maka santri kolot pribadi yang religius, berkarakter, dan
terbantahkan dan berubah menjadi santri profesional dibidangnya. Bukti bahwa
milenial. masyarakat mendambakan lembaga
Kelima, santri closed minded menjadi Amanatul Ummah adalah mereka menaruh
santri open minded. Mindset masyarakat harapan besar anaknya bisa studi lanjut ke
tentanng santri adalah figure yang tertutup, jenjang perguruan tinggi bonafit, namun
hanya mengkaji agama dan mengkultuskan sudah memilliki dasar agama yang kuat.
agama tersebut. Selama ini masyarakat Internasasi nilai-nilai intangible tersebut
memandnag bahwa santri hanya menguasai diwarnai dengan semangat untuk selalu
ilmu agama sehingga tidak membuka diri menanamkan nilai-nilai Islami kepada santri.
untuk hal-hal baru. Mindset ini yang Nilai-nilai Islami selalu ditanamkan kepada
dibongkar bahwa santri sekarang adalah santri supaya santri mempunyai bekal untuk
santri yang open minded, selain menguasai menempuh kehidupan yang akan datang.
ilmu agama juga menguasai ilmu umum. Berpijak dari keterangan di atas, dapat
Nilai ini yang ditransformasikan kiai. dikemukakan bahwa MBI Amanatul Ummah
Transformasi nilai yang digagas dan menanamkan nilai-nilai Islam kepada santri
dibangun oleh kiai tersebut merupakan melalui habitus, supaya santri mampu
kekuatan dasar inovasi lembaga pendidikan menghayati kehidupan dan sebagai bekal
yang diharapkan oleh masyarakat luas dan masa depan santri. Dalam habitus tersebut
sebagai jawaban bagi orang tua untuk menunjukkan bahwa agama bukan untuk
mensekolahkan anaknya di era modern yang diajarkan melainkan untuk diterapkan.
ditandai dengan berkembangnya teknologi
yang sangat canggih, namun nilai-nilai 2. Proses transformasi nilai dalam
religious tetap ter-cover didalamnya. Hal ini inovasi kelembagaan Pondok
selaras dengan konsep transformatif yang Pesantren Amanatul Ummah
disampaikan oleh Kuntowijiyo, yaitu proses Proses tranformasi nilai dalam
transformasi mengandung dimensi waktu inovasi kelembagaan dilakukan melalui
dan perubahan sosial budaya masyarakat beberapa hal yang terangkum sebagai
yang menempati yang muncul melalui proses berikut:
yang panjang yang selalu terkait dengan a. Al-jiddu wa al muwadlabah, yaitu
aktifitas-aktifitas yang terjadi pada saat itu. berkesungguhan dan keajegan
Islam memiliki dinamika dalam transformasi b. Mudaawamatul wudlu’, yaitu selalu
sosial secara terus menerus yakni menjaga diri dengan wudlu.
menegakkan amar ma’ruf dan nahi munkar c. Taqliilul ghida’, yaitu menyedikitkan
dalam kerangka keimanan kepada Tuhan makan. Artinya santri tidak akan
yang tak dapat dipisahkan dari makan sampai kekenyangan.
transendensi.47 d. Qira’ah al-Qurani bi al-nadzar,
Berdasar paparan tersebut tergambar yaitu membaca Al-Qur’an dengan
bahwa nilai yang diterapkan di pondok melihat mushafnya langsung.
pesantren yaitu integrasi ilmu agama dan e. Tarkul ma’aashi, tidak boleh
ilmu umum. Dimana internalisasinya bermaksiat.
membutuhkan kekuatasan dasar tersendiri, f. Melaksanakan shalat malam.
karena hal tersebut merupakan suatu power, g. Tidak boleh jajan di luar dan
yang ujung-ujungnya mampu menjadikan ditempat-tempat terbuka.
stimuli bagi santri itu sendiri. Dan hal inilah h. Proses penanaman nilai dilakukan by
yang diharapkan dan ditunggu oleh para wali modelling atau pelakonan.
santri, dimana ada lembaga pendidikan i. Nilai agama bukan untuk dikaji
melainkan untuk diamalkan dalam
47Kuntowijoyo, Demokrasi dan Budaya Birokrasi, kehidupan sehari-hari, sebaliknya
(Yogyakarta: Bentang, 1994), 338

30
At-Turats Vol. 13 No.1 (2019) 21 – 36

At-Turats
Jurnal Pemikiran Pendidikan Islam
journal homepage: http://jurnaliainpontianak.or.id/index.php/atturats

nilai-nilai umum itu untuk dipelajari social change is innovation.48


dan dikaji. (Pembaruan adalah istilah yang kurang
Penanaman nilai ditanamkan umum dibanding perubahan sosial, yakni
langsung oleh kiai dalam kurun waktu suatu modifikasi dari sebuah struktur
terus menerus. Artinya bersifat sosial dan atau budaya dari sistem sosial.
kontinyu, mulai dari awal pendirian
Seluruh pembaruan adalah perubahan
pondok pesantren di Surabaya hingga di
Pacet Mojokerto. Penanaman nilai social, tetapi tidak seluruh perubahan
tersebut tidak sekadar ditanamkan begitu sosial merupakan pembaharuan.)
saja dan setelah itu finish, namun Sedangkan menurut Nursyam,
kesemuanya itu membutuhkan suatu karena ada beberapa hal, yaitu adanya
proses. Proses tersebut tidak ditempuh inovasi yang datang dari dalam maupun
dalam waktu instan, namun bersifat dari luar, adanya motivasi kuat untuk
kontinyu dalam tenggang waktu yang berubah, dan ada skenario perubahan
tidak sedikit. Inilah proses inovasi yang (perubahan akseleratif).49 Inovasi dari
dilakukan secara bertahap dan terus- luar utamanya memberikan rangsangan
menerus sehingga sampai pada tahap untuk berubah, motivasi membangun
ultimate. Setiap santri minimal
menempuh itu selama kurum waktu tiga
kesadaran untuk berubah, sedangkan
tahun. Selain itu, hal yang perlu digaris skenario mengadakan perubahan yang
bawahi adalah peran kiai yang terjun dikondisikan sesuai dengan program
langsung sebagai pelaku atau pelakon yang direncanakan. Dalam konteks
dalam penanaman nilai-nilai tersebut kemasyarakatan, perubahan adalah hasil
tanpa diwakilkan. Hal ini belum suatu masyarakat yang mencari cara
dilakukan di lembaga pendidikan formal memecahkan masalah yang diciptakan
umum. Maka tidak heran kalau kata-kata oleh perubahan dalam lingkungannya.
“ngalap berkah” itu munculnya hanya di Dalam konteks lain, perubahan
pesantren saja. adalah pertumbuhan, perubahan adalah
Proses internalisasi tranformasi nilai kesempatan, dan perubahan adalah
dalam inovasi kelembagaan yang peningkatan potensi. Dalam konteks ilmu
dilakukan oleh pondok tersebut social, perubahan merupakan hasil
sebenarnya mengarah pada pembaharuan. interaksi kepentingan yang secara ketat
Kegiatan pembaharuan misalnya, dikontrol, bahkan ditentukan oleh posisi
senantiasa berupaya untuk melakukan sosial atau kondisi materiil elit yang
pembenahan-pembenahan pendidikan terlibat. Perubahan dapat terjadi dalam
guna mencapai hasil yang lebih baik bentuk perubahan yang direncanakan
daripada hasil-hasil sebelumnya sehingga oleh para pimpinan baik karena faktor
parameter yang digunakan adalah internal organisasi maupun akibat
efektivitas dan efisiensi. Bagaimana dorongan perkembangan lingkungan
mengefektifkan dan mengefisiensikan (planned changes). Pada pihak lain, ada
pelaksanaan pendidikan?, sehingga istilah perubahan yang terjadi tanpa
perubahan mestinya bisa diganti dengan perencanaan, atau mendadak karena
istilah inovasi. Price mencoba
membedakan “ Innovation is a less 48 James L. Price, Handbook of Organizational
general term than social change, that is, Measurement , (London : DC. Health and Company,
any modification of the social structure 1972), 118
49
and / or culture of a social system. All Nursyam, "Indikator dan Pengukuran
Pengembangan SDM di Pesantren", dalam A. Halim et.
innovation is social change, but not all al., Manajemen Pesantren, (Yogyakarta : Pustaka
Pesantren, 2005), 62

31
At-Turats Vol. 13 No.1 (2019) 21 – 36

At-Turats
Jurnal Pemikiran Pendidikan Islam
journal homepage: http://jurnaliainpontianak.or.id/index.php/atturats

ketidakpuasan dari para anggota kesehariaanya menggunakan bahasa arab


organisasi terhadap situasi (unplaned dan bahasa Inggris kecuali hari Ahad.
changes)50. Secara psikologis, perubahan Adapun internalisasi nilai
yang pertama terjadi dalam suasana stabil transformatif, pembelajaran umum
sedang perubahan yang kedua terjadi dilakukan pasca pembelajaran agama.
karena konflik dan tidak jarang, Pembelajaran umum meliputi: mata
selanjutnya mengakibatkan konflik yang pelajaran Matematika, Fisika, Biologi
berkepanjangan dalam organisasi. Kimia, dan Bhs. Inggris yang
Istilah perubahan mencakup kesemuanya itu disampaikan dengan
perubahan ke arah negatif atau inefectif menggnakan bahasa asing, Arab dan
change dan juga partial change, namun Inggris. Dan ujiannya dilaksanakan
kalau kata inovasi selalu mengarah melalui dwi bahasa tersebut. Mengingat
kepada pembaharuan.51 Walaupun setiap kelas rata-rata terdiri dari 24 atau
memang sebenarnya perubahan tersebut maksimal 25 siswa, maka pembelajaran
dimaksudkan untuk mengadakan bisa berjalan dengan lancar, artinya
pembaharuan untuk mempertahankan proses penanaman nilai juga bisa berjalan
eksistensi lembaga, namun apabila tidak dengan baik.
efektif maka tidak dinamakan Proses internalisasi nilai di pondok
pembaharuan atau inovasi. Maka lebih pesantren Amanatul terjadi selama 24
cocoknya dinamakan perubahan. jam dalam pemantauan dan pengawasan
Sedangkan inovasi itu sendiri aka para pengasuh dan ustadz/ah. Aktifitas
nada manakala ada proses transformasi belajar dan amalan religi yang dilakukan
nilai yang dilakukan dalam pembelajaran oleh para santri kadang membuat para
di pondok pesantren Amanatul Ummah sanatri lelah, namun karena sudah
yaitu melalui mata pelajaran, sebagai menjadi kebiasaan maka akan
berikut: Setelah santri mengawali harinya membentuk karakter pribadi santri yang
dengan membaca al-Qur’an dengan tangguh. Ada waktu-waktu pembelajaran
membuka mushafnya langsung, santri tertentu yang santri menjadi tidak fokus
sekolah madrasah diniyah, baru belajar karena kelelahan, namun semua ilmu
formal. Dalam belajar formal, mata diawali dengan mengkaji agama dan
pelajaran yang disampaikan antara lain: membaca al-Qur’an, maka akan
Matematika, Fisika, Biologi Kimia, dan mendapat keberkahan. Internalisasi nilai
Bhs. Inggris, yang kesemuanya itu ini artinya tidak bisa dilakukan secara
disampaikan/ diujikan dalam Bahasa instan, namun membutuhkan waktu dan
Inggris. Sedang mata pelajaran agama dilaksanakan secara kontinyu.
dan bahasa Arab disampaikan/diujikan Penanaman nilai di pondok pesantren
dalam Bahasa Arab. Setiap kelas rata-rata Amanatul Ummah tidak hanya dalam hal
terdiri dari 25 siswa. Komunikasi itu, namun juga dalam pembiasaan gaya
hidup dan berperilaku sederhana. Hal ini
dapat dijelaskan sebagai berikut; Anak-
50 Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah anak dalam seminggu tidak boleh pegang
Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya, (Jakarta: PT. uang lebih dari 70 ribu, disinilah
Raja Grafindo Persada, 2002), 166 pembentukan karakter secara langsung
51
Inovasi mengacu kepada pembaharuan suatu
produk, proses dan jasa baru. Lihat Lena Ellitan dan
diterapkan. Membawa HP tidak
Lina Anatan, Manajemen Inovasi: Transformasi diperbolehkan. Kalau sampai ketahuan
Menuju Organisasi Kelas Dunia, (Bandung: Alfabeta, bawa HP maka aturannya HP harus
2009), 3.

32
At-Turats Vol. 13 No.1 (2019) 21 – 36

At-Turats
Jurnal Pemikiran Pendidikan Islam
journal homepage: http://jurnaliainpontianak.or.id/index.php/atturats

dibanting, dan yang membanting adalah telah dilakukan oleh pondok pesantren
mereka sendiri. demikian juga lap top Amanatul Ummah. Burhanuddin
tidak diperbolehkan secara bebas, namun mengemukakan, sarana pendidikan
dalam situasi tertentu boleh, karena adalah semua perangkat bahan, peralatan,
mereka ketika mengikuti lomba dan perabot yang digunakan secara
membutuhkan laptop untuk mencari langsung dalam proses pendidikan di
informasi terkait dengan lomba tersebut. sekolah. Sedangkan prasarana pendidikan
Jadi penggunaan laptop dibatasi dalam adalah semua perangkat kelengkapan
satu minggu ada beberapa hari yang dasar penunjang proses pendidikan yang
boleh menggunakannya kecuali untuk digunakan secara tidak langsung, seperti
kepentingan lomba. lokasi atau tempat, bangunan sekolah,
Mengenai internalisasi nilai yang lapangan olahraga, ruang dan
52
ditanamkan oleh kiai dalam sebagainya. Sarana prasarana di pondok
menggembleng santri menjadi generasi pesantren Amanatul Ummah telah
yang tangguh dan religius adalah dengan lengkap bahkan melampaui dari hal
selalu mengingatkan, memberi nasehat, tersebut, karena lingkungan alam sekitar
sekaligus mencontohkan kepada para pondok pesantren sangat mendukung
santri untuk selalu menjaga wudlu. sehingga bisa sekaligus sebagai
Dari uraian tersebut di atas, dapat laboratorium alam pun juga laboratorium
dikatakan bahwa proses internalisasi nilai ibadah. Di kedua laboratorium inilah
yang dilakukan oleh pondok pesantren, proses penanaman nilai-nilai intangible
terintegrasi dalam kegiatan sehari-hari dilaksanakan karena tempat ini
dan proses pembelajaran selama 24 jam. merupakan tempat yang paling efektif
Semua proses internalisasi nilai tersebut mampu menyentuh kognitif, afektif
dilaksanakan untuk pengembangan maupun psikomotor santri, dengan
lembaga itu sendiri. Tanpa ada pendekatan formal non-struktural dan
internalisasi nilai yang diterapkan, maka budaya sekolah sebagaimana pendapat
lembaga tidak akan bisa mengalami Muhaimin bahwa nilai bisa dibentuk
pengembangan, bahkan inovasi tidak melalui pendoktrinan nilai-nilai Islami
akan tercapai. yang dianut dan dipraktekkan dalam
Dari internalisasi nilai tersebut, keseharian.53 Ditambah lagi dalam
menjadi kekuatan dasar inovasi pengembangan lembaganya, pondok
kelembagaan. Beriring dengan perubahan pesantren Amanatul Ummah selalu
mindset sebagai hasil dari transformasi dibarengi dengan kemampuan financial
nilai tersebut maka pondok pesantren yang mendukung demi pengembangan
juga mengalami perubahan, dari semula lembaga. Dengan cara ini, maka inovasi
hanya pondok pesantren salafiyah bisa yang terlaksana. Tanpa adanya
menjadi ada madrasah unggulan, kemampuan financial yang mendukung,
madrasah akselerasi, dan madrasah maka perubahan tidak akan mampu
bertaraf Internasional. Hal ini disebabkan diwujudkan.
karena paradigma para santri maupun
pengelola sudah beribah dalam menatap 52 Afid Burhanuddin, Manajemen Sarana
masa depan. Untuk mendukung inovasi Prasarana Pendidikan, diakses dari
https://afidburhanuddin.wordpress.com/.../manajemen-
kelembagaan tersebut, sarana prasana sarana-prasarana-pendidikan/, ,pada tanggal 10-10-
juga menjadi hal penting dalam inovasi 2018, jam 15.00
53 Muhaimin. Nuansa Baru Pendidikan Agama
kelembagaan. Dan pengembangan ini
Islan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), 157-158

33
At-Turats Vol. 13 No.1 (2019) 21 – 36

At-Turats
Jurnal Pemikiran Pendidikan Islam
journal homepage: http://jurnaliainpontianak.or.id/index.php/atturats

Dari paparan tersebut di atas bisa mencapai keadaan yang diinginkan.


diambil benang merah bahwa inovasi Model inovasi yang dilakukan tersebut
yang terjadi PP Amanatul Ummah senada dengan teori Lewin, namun ada
melalui tahapan yaitu dari kondisi hal yang berbeda yaitu pada proses
stagnan lalu ada proses penanaman nilai changing, pondok pesantren
sebagai kekuatan dasar inovasi yang mengkonstruk pandangan para santri dan
dipelopori oleh figure kiai yang bertindak
pengelolanya dengan pendekatan
sebagai visionary leadership,
integrated, yaitu dilakukan bersama-sama
diintegrasikan dalam pembelajaran dan
habitus santri, kajian menguatkan dengan antara kiai, pengasuh, dan santri bersifat
pendapat Lewin, bahwa inovasi tidak intangible, maksudnya nilai tersebut tidak
akan dating begitu saja melainkan kentara, tidak bisa diraba, namun ada dan
melalui tahapan yaitu kondisi unfreezing, terpatri pada diri santri dan semua pelaku
cognitive restructuring (changing), dan yang ada di pondok pesantren selaras
refreezing. 54 Penjelasan lebih lanjut dengan visi misi yang diemban. Dan
sebagaimana dalam gambar berikut: proses changing tersebut akan semakin
kokoh manakala visionary leadership
Diving Force
tangguh.

Keadaan awal
Keadaan
Keadaan Yang dicapai PENUTUP
Santri tradisional
Transisi
Santri Moderat Berdasar kajian tersebut di atas
Santri local Santri global
Santri kolot Santri konglomerat mengenai inovasi kelembagaan pondok
Santri Santri professional
berwawasan
Transformasi
nilai-nilai Santri berwawasan pesantren melalui transformasi nilai bisa
sempit luas
Santri Salaf
intangible
Visionary Santri kholaf yang ditarik kesimpulan sebagai berikut:
Santri ilmu menjaga nilai
agamis
Leadership
Pengintegrasian salafiyah pertama, nilai-nilai yang dibangun
Satri ulama lokal Santri agamis dan
Santri closed
dalam
pembelajaran umum sebagai dasar inovasi kelembagaan di
minded Santri ulama
dan habitus
lembaga besar/bangsa Pondok Pesantren Amanatul Ummah
Santri open minded
Unfreezing Changing Refreezing
adalah nilai intangible yang bersifat tidak
kentara namun menjadi kekuatan dasar
inovasi. Nilai-nilai yang
ditransformasikan adalah perubahan
mindset dari santri ulama lokal menuju
Inovasi kelembagaan yang dilakukan santri ulama besar, dari santri agamis
pondok pesantren Amanatul Ummah menjadi santri ilmuwan professional
tersebut mendapat kepercayaan dari religius, dari santri pebisnis lokal menjadi
masyarakat secara penuh, terbukti dengan santri konglomerat, dari santri tradisional
antusias dukungan baik material maupun menjadi santri milenial, dan dari satri
non material, pun juga animo masyarakat closed minded menjadi santri open
minded.
sangat tinggi untuk menyekolahkan
Kedua, proses inovasi dilakukan mulai
anaknya di pondok pesantren amanatul dari transformasi mindset, self awareness,
Ummah merupakan bukti nyata bahwa dan habitus. Dalam transformasi tersebut ada
pondok pesantren ini telah melakukan proses internalisasi nilai-nilai yang menjadi
inovasi dimulai dari transformasi nilai budaya organisasi pondok pesantren mulai
intangible sebagai kekuatan dasar dari kondisi unfreezing menuju changing dan
dilanjutkan dengan refreezing dengan kiai
54 Edgar H. Schein, Organizational Culture …, 298
yang memiliki visionary leadership sebagai

34
At-Turats Vol. 13 No.1 (2019) 21 – 36

At-Turats
Jurnal Pemikiran Pendidikan Islam
journal homepage: http://jurnaliainpontianak.or.id/index.php/atturats

penggeraknya. Inovasi kelembagaan tersebut Episteme Jurnal Pengembangan Ilmu


tergambar dari kondisi pondok pesantren Keislaman, vol. 3, Juni 2008.
salafiyah menjadi berkembang dengan James L. Price, Handbook of Organizational
adanya Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Measurement , London : DC. Health and
Aliyah, Madrasah Aliyah Unggulan, Company, 1972, 118
Madrasah Program Akselerasi, dan Madrasah Katsoff, Louis O., Elements of Philosophy,
Bertaraf Internasioanl (MBI). terj. Soejono Soemargono, Yogyakarta:
Tiara Wacana, 1989
DAFTAR PUSTAKA Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas,
Azra, Azyumardi, “Surau di Tengah dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia,
Krisis: Pesantren dan Perspektif 1989
Masyarakat”, dalam Rahardjo ed., Komaruddin, Kamus Riset, Bandung:
Pergulatan Dunia Pesantren Angkasa, 1984
Membangun dari Bawah, Jakarta: Kuntowijoyo, Demokrasi dan Budaya
LP3ES, 1985. Birokrasi, Yogyakarta: Bentang, 1994
Bogdan, Robert C. dan Biklen Kopp Sari, Langgulung, Hasan, Pendidikan Islam
Qualitative Research for Education: An Menghadapi Abad ke-21, Jakarta: Pustaka
Introduction to Theory and Methods. Al- Husna, 1988.
Allyn and Bacon, Inc.: Boston London, Latif, Abdul, Pendidikan Berbasis Nilai
1982. Kemasyarakatan, Bandung: Refika
Bridges, William, Managing Transitions: Aditama, 2006.
Making the Most of Change, Cambridge: Miles, B. Mathew dan Michael Huberman,
Perseus Publishing Services, 2003. Analisis Data Kualitatif Buku Sumber
Burhanuddin, Afid, Manajemen Sarana Tentang Metode-metode Baru, Jakarta:
Prasarana Pendidikan, diakses dari UIP, 1992.
https://afidburhanuddin.wordpress.com/m Moleong, Lexy J, Metode Penelitian
anajemen-sarana-prasarana-pendidikan/ Kualitatif, Bandung: Remaja Rosda
Ekosusilo, Madyo, Hasil Penelitian Karya, 1990
Kualitatif Sekolah Unggul Berbasis Nilai: Muhaimin, Pengembangan Kurikulum
Studi Multi Kasus di SMAN 1, SMA Pendidikan Agama Islam di Sekolah,
Regina Pacis, dan SMA al-Islam 01 Madrasah dan Perguruan Tinggi, Jakarta:
Surakarta, Sukoharjo: UNIVET Bantara Raja Grafindo Persada, 2005
Press, 2003 Muhaimin. Nuansa Baru Pendidikan Agama
Ellitan, Lena dan Lina Anatan, Manajemen Islan, Jakarta: Raja Grafindo Persada,
Inovasi: Transformasi Menuju Organisasi 2006
Kelas Dunia, Bandung: Alfabeta, 2009. Mulyana, Rohmat, Mengartikulasikan
Faisal, Sanapiah, Penelitian Kualitatif: Pendidikan Nilai, Bandung: Alfabeta,
Dasar-Dasar dan Aplikasi, Malang: YA3, 2004
1990. Nata, Abuddin, Sejarah Pertumbuhan dan
Fauzi, Ahmad, “Habitualisasi Nilai-Nilai Perkembangan Lembaga-Lembaga
Kepemimpinan Transformatif Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta:
Perspektif Kiai Hasan Grasindo, 2001
Nursyam, "Indikator dan Pengukuran
Mutawakkil’Alallah, dalam Jurnal
Pengembangan SDM di Pesantren", dalam
Manajemen Pendidikan Islam, A. Halim et. al., Manajemen Pesantren,
Volume 3, Nomor 1, Mei 2018/1439. Yogyakarta : Pustaka Pesantren, 2005.
Gie, The Liang, Pengantar Filsafat Ilmu, Patoni, Achmad, Peran Kiai Pesantren
Yogyakarta: Liberty, 2010. Dalam Partai Politik , Yogyakarta :
Hariadi, Farid Ma’ruf, “Arah Baru Pustaka Pelajar, 2007.
Pengelolaan Pondok Pesantren”, dalam

35
At-Turats Vol. 13 No.1 (2019) 21 – 36

At-Turats
Jurnal Pemikiran Pendidikan Islam
journal homepage: http://jurnaliainpontianak.or.id/index.php/atturats

Rahardhjo, Dawam, Pesantren dan Permasalahannya, Jakarta: PT. Raja


Pembaharuan, ttp: LkiS, 1995. Grafindo Persada, 2002.
Rosyadi, Khoiron, Pendidikan Profetik, Cet.1 Wibowo, Manajemen Perubahan, Jakarta:
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004 PT Raja Grafindo Persada, 2006.
S. Wojowasito, Tito Wasito W, Kamus Winardi, Manajemen Perubahan, Jakarta:
Lengkap Inggris-Indonesia, Indonesia- Kencana, 2005.
Inggris, Bandung: Penerbit Hasta, 1982. Wiriaatmaja, Rochiati, Metode Penelitian
S.P. Robbins, Organizational Behaviour, Tindakan Kelas, Bandung: PT.
New Jersey: Prentice Hall, Inc, 1991. Rosdakarya, 2007.
Schein, Edgar H., Organizational Culture Yasmadi, Modernisasi Pesantren, Kritik
and Leadership, San Fransisco: Jossey- Nurcholis Madjid terhadap pendidikan
Bass, 1997. islam tradisional, Jakarta: Quantim
Sofia, Aya, et.al., Pedoman Penyelenggaraan Teaching , 2005.
Pusat Informasi Pesantren, Jakarta: Yazid, Moh., Transformasi Nilai,
Proyek Pembinaan dan Bantuan Kepada http://mohyazid168.blogspot.co.id/2016/0
Pondok Pesantren di Jakarta 1985/1986. 2/transpormasi- nilai-etika-dan-
Sri Rahmi, Kepemimpinan Transformasional moral.html
dan Budaya Organisasi: Ilustrasi di
Bidang Pendidikan, Jakarta: Mitra
Wacana Media, 2014.
Tolkhah, Imam dan Barizi, Membuka
Jendela Pendidikan-Mengurai Akar
Tradisi, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2004.
Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala
Sekolah Tinjauan Teoritik dan Dapat kita dideskripsikan bahwa
sarana dan prasarana merupakan unsur
penunjang dalam pelaksanaan

36

You might also like