You are on page 1of 14

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis Vol. 10 No. 1, Hlm.

153-166, April 2018


ISSN Cetak : 2087-9423 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
ISSN Elektronik : 2620-309X DOI: http://dx.doi.org/10.29244/jitkt.v10i1.21672

KONDISI DAN STATUS KEBERLANJUTAN EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI


KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN PULO PASI GUSUNG, SELAYAR

CORAL REEF ECOSYSTEM'S ASSESSMENT AND SUSTAINABILITY IN MARINE


CONSERVATION AREA PULO PASI GUSUNG, SELAYAR

Waode Siti Cahyani1*, Isdradjad Setyobudiandi2, dan Ridwan Affandy2


1
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan, FPIK-IPB, Bogor
2
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, FPIK-IPB, Bogor
*E-mail: cahyaodhe@yahoo.co.id

ABSTRACT
Coral reefs are one of the important ecosystems in coastal areas. Coral reefs have important values
for coastal communities and their presence is particularly vulnerable to disturbance from both natural
and anthropogenic activities. Establishment of a marine conservation area is essential to protect coral
reefs from over-exploitation. This study aims to assess the condition of coral cover and sustainability
status of coral reef ecosystem in Pulo Pasi Gusung Marine Conservation Area (KKPD) of Selayar.
The results of this study are expected to provide recommendation for government in policy making
related to better management to improve supervision of coral reef ecosystems in Pulo Pasi Gusung
KKPD. Data collection was conducted using line intercept transect (LIT) at 3 and 10 meter depth.
Coral reef sustainability status was analyzed using Multi Dimensional Scaling (MDS) with Rap Insus
COREMAG (Rapid Appraisal-Index Sustainability of Coral Reef Management) by comparing the
management before the establishment of KKPD (Year 2010) and after the establishment of KKPD
(Year 2015). Assessment is conducted on 5 dimensions namely ecological, economic, social cultural,
technological and infrastructure dimensions as well as legal and institutional dimensions. The results
of the analysis of the five dimensions in the assessment of coral reef sustainability status in Pulau Pasi
after the establishment of KKPD on average experienced an increase in sustainable index than before
the establishment of KKPD.

Keywords: coral reefs, conservation area, sustainability status, management

ABSTRAK
Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem penting di wilayah pesisir. Terumbu karang
memiliki nilai penting bagi masyarakat pesisir dan keberadaannya sangat rentan terhadap gangguan
baik yang berasal dari alam maupun kegiatan antropogenik. Penetapan suatu perairan menjadi
kawasan konservasi sangat penting untuk melindungi terumbu karang dari eksploitasi berlebihan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kondisi tutupan karang dan status keberlanjutan ekosistem
terumbu karang di Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Pulo Pasi Gusung, Selayar. Hasil
penelitian diharapkan dapat memberikan rekomendasi bagi pemerintah daerah dalam penentuan
kebijakan terkait pengelolaan yang lebih baik untuk meningkatkan pengawasan terhadap ekosistem
terumbu karang di KKPD Pulo Pasi Gusung. Pengambilan data tutupan karang menggunakan metode
line intercept transect (LIT) pada kedalaman 3 meter dan 10 meter. Status keberlanjutan terumbu
karang dianalisis menggunakan metode Multi Dimensional Scaling (MDS) dengan tehnik Rap Insus
COREMAG (Rapid Appraisal-Index Sustainability of Coral Reef Management) dengan
membandingkan pengelolaan sebelum terbentuknya KKPD (Tahun 2010) dan setelah terbentuknya
KKPD (Tahun 2015). Penilaian dilakukan terhadap 5 dimensi yaitu dimensi ekologi, ekonomi, sosial
budaya, teknologi dan infrastruktur serta dimensi hukum dan kelembagaan. Hasil analisis dari 5
dimensi dalam penilaian status keberlanjutan terumbu karang di Pulau Pasi setelah terbentuknya
KKPD rata-rata mengalami peningkatan indeks berkelanjutan dibandingkan sebelum terbentuknya
KKPD.

Kata kunci: terumbu karang, kawasan konservasi, status keberlanjutan, pengelolaan

Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK-IPB


@ ISOI dan HAPPI 153
Kondisi dan Status Keberlanjutan Ekosistem Terumbu Karang di . . .

I. PENDAHULUAN di Pulau Pasi yang memiliki sumberdaya


alam dan keanekaragaman yang tinggi, salah
Beragam definisi dan kategori satunya adalah ekosistem terumbu karang.
Kawasan Konservasi Perairan (KKP) telah Terumbu karang memiliki nilai
dikenal dunia saat ini. Menurut International sumberdaya yang penting bagi masyarakat
Union for Conservation of Nature (IUCN, Pulau Pasi, namun terumbu karang di pulau
2004)) Kawasan Konservasi Perairan adalah ini sangat rentan terhadap gangguan.
wilayah perairan yang dibatasi secara Penambangan karang, penggunaan bahan
geografis dengan jelas, diakui, diabdikan dan peledak, racun sianida dan cara tangkap
dikelola, menurut aspek hukum maupun lainnya yang kurang bersahabat dengan
aspek lain yang efektif, untuk mencapai ekosistem terumbu karang, merupakan
pelestarian alam jangka panjang, lengkap ancaman umum yang dapat menganggu
dengan fungsi-fungsi ekosistem dan nilai- kondisi lingkungan pesisir dan laut di daerah
nilai budaya yang terkait. Menurut Peraturan tersebut (Janwar, 2010). Menurut Selig and
Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 17 Bruno (2010) bahwa kegiatan manusia
Tahun 2008 KKP adalah kawasan perairan akhirnya akan mempengaruhi struktur
yang dilindungi, dikelola dengan sistem bangunan terumbu karang. Secara ekologis,
zonasi untuk mewujudkan pengelolaan sosial dan nilai ekonomi terumbu karang
sumberdaya ikan dan lingkungannya secara mendasari betapa pentingnya konservasi
berkelanjutan. Konservasi wilayah pesisir terumbu karang secara internasional. Ke-
dan pulau-pulau kecil adalah upaya per- berhasilan kawasan konservasi laut dalam
lindungan, pelestarian, dan pemanfaatan mengembalikan populasi ikan juga merupa-
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil serta kan dampak secara tidak langsung dari
ekosistemnya untuk menjamin keberadaan, keberadaan terumbu karang.
ketersediaan, dan kesinambungan sumber- Terbentuknya kawasan konservasi
daya pesisir dan pulau-pulau kecil dengan tidak menjamin keberlangsungan suatu
tetap memelihara dan meningkatkan kualitas ekosistem tertentu. Demikian pula, berhasil-
nilai dan keanekaragamannya. Kawasan nya suatu daerah menjadi kawasan
konservasi laut merupakan alat yang penting konservasi tidak secara langsung menjamin
untuk perlindungan dan manajemen kesejahteraan masyarakat setempat yang
perikanan. Kawasan konservasi laut dapat mata pencahariannya bergantung pada
melindungi habitat, struktur, fungsi dan sumberdaya pesisir. Walaupun demikian,
intergritas ekosistem, keragaman, kekayaan, pencadangan Pulau Pasi sebagai kawasan
kepadatan spesies (Letser et al., 2009; konservasi diharapkan tidak hanya memberi-
Angulo et al., 2010; Salm et al., 2010). kan manfaat dari fungsi ekologinya saja
KKPD Pulo Pasi Gusung terletak di dengan mengabaikan sisi ekonomi dan sosial.
Pulau Pasi, Kabupaten Kepulauan Selayar. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis
Pada tahun 2011 Pemerintah Kabupaten untuk mengetahui dampak pencadangan
Kepulauan Selayar menetapkan Pulau Pasi Pulau Pasi sebagai kawasan konservasi
sebagai KKPD dengan mengeluarkan SK terhadap kondisi terumbu karang.
Bupati Nomor 466/IX/Tahun 2011 tentang
pencadangan Kawasan Konservasi Perairan II. METODE PENELITIAN
Daerah Pulo Pasi-Gusung sebagai Taman
Wisata Perairan dengan luas 5018 ha. 2.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Pencadangan Kawasan Konsevasi Pulo Pasi Penelitian ini dilakukan pada bulan
Gusung bertujuan untuk menunjang ke- Februari sampai April 2015, bertempat di
lestarian sumberdaya ikan dan ekosistemnya Pulau Pasi, Kecamatan Bontoharu, Ka-
serta mengelola dan melindungi perairan laut bupaten Selayar, Propinsi Sulawesi selatan.

154 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
Cahyani et al.

Gambar 1. Lokasi penelitian.

Kawasan konservasi Pulau Pasi Gusung data yang dilakukan dengan sengaja demi
terdapat tiga desa yaitu Desa Bontoborusu, keterwakilan data. Responden merupakan
Kahu-Kahu, dan Bontolebang. Lokasi pelaku baik individu ataupun lembaga yang
penelitian disajikan pada Gambar 1. terkait dengan pemanfaatan di pulau ini.
Responden berjumlah 100 orang yang terdiri
2.2. Pengambilan Data dari: dinas terkait (DKP), kepala desa, pelaku
Pengambilan data tutupan karang wisata (nelayan pemilik kapal, guide), rumah
dilakukan pada 10 titik pengamatan dengan tangga nelayan, wisatawan, dan tokoh
menggunakan metode Line Intercept masyarakat.
Transect (LIT). Masing-masing titik
pengamatan mewakili kedalaman 3 m dan 10 2.2. Analisis Data
m. Panjang transek yang digunakan adalah 2.2.1. Kondisi Tutupan Karang
50 m yang direntangkan sejajar garis pantai Kriteria penilaian kondisi terumbu
pada kedalaman 3 m dan 10 m dan dilakukan karang berdasarkan kategori persentase
ulangan sebanyak tiga kali. tutupan karang disajikan pada Tabel 1.
Informasi yang berhubungan dengan Rumus yang digunakan untuk menghitung
sosial ekonomi dan pengelolaan di kawasan persentase penutupan karang berdasarkan
tersebut diperoleh dengan wawancara metode LIT (English et al., 1994) yaitu:
mendalam dan kuisioner serta dilengkapi
dengan data sekunder dari dinas setempat. 𝑙𝑖
𝑁𝑖 = × 10 ..............................................(1)
Pemilihan responden dilakukan secara pur- 𝐿

posive sampling yaitu teknik pengambilan

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 10, No. 1, April 2018 155
Kondisi dan Status Keberlanjutan Ekosistem Terumbu Karang di . . .

Keterangan: Ni = persen penutupan karang, li skornya, yaitu skor 3 untuk kondisi baik
= panjang total life form I jenis ke –I, L = (good), 0 berarti buruk (bad) dan di antara 0-
panjang transek (n meter). 3 untuk keadaan di antara baik dan buruk.
Skor definitifnya adalah nilai modus, yang
Tabel 1. Penilaian kondisi terumbu karang dianalisis untuk menentukan titik-titik yang
(Gomez and Yap, 1998). mencerminkan posisi keberlanjutan relatif
terhadap titik baik dan buruk dengan teknik
Penutupan (%) Kriteria ordinasi statistik MDS. Dimensi dan atribut-
0 – 24,9 Buruk atribut yang mempengaruhi status pe-
25 – 49,9 Sedang ngelolaan terumbu karang di Pulau Pasi
50 – 74,5 Baik disajikan pada Tabel 2.
75 – 100 Sangat baik
Tabel 2. Kategori status keberlanjutan
Data luas tutupan karang yang diper- pengelolaan terumbu karang
oleh secara langsung dibandingkan dengan berdasarkan nilai indeks hasil
data sekunder dari penelitian-penelitian analisis Rap-Insus Coremag.
sebelumnya untuk melihat perubahan yang
terjadi terhadap luas tutupan karang setelah Indeks Kategori
kawasan ini ditetapkan menjadi KKPD. ≤ 24,9 Buruk
25 – 49,9 Kurang Berkelanjutan
2.2.2. Status Keberlanjutan Ekosistem 50 – 74,9 Cukup berkelanjutan
Terumbu Karang > 75 Baik
Analisis keberlanjutan pengelolaan
terumbu karang dilakukan dengan metode Hasil ordinasi status keberlanjutan,
pendekatan Multi Dimensional Scaling pada dasarnya memberikan ilustrasi tentang
(MDS) dengan teknik Rap-Insus COREMAG status keberlanjutan setiap dimensi sesuai
(Rapid Appraisal-Index Sustainability of dengan skor dari atribut-atributnya. Posisi
Coral Reef Management) yang telah di- nilai indeks diilustrasikan pada sumbu absis
modifikasi dari program RAPFISH (x) yang mencerminkan status keberlanjutan
(Kavanagh, 2001; Pitcher and Preikshot, pengelolaan terumbu karang, sedangkan
2001; Fauzi dan Anna, 2005). sumbu ordinat (y) mengindikasikan variasi
Penentuan atribut pada penilaian skor dari atribut-atribut pengelolaan yang
keberlanjutan pengelolaan terumbu karang telah di telaah (Rembet et al., 2011).
meliputi dimensi ekologi, ekonomi, sosial Output dalam bentuk leveraging me-
budaya, teknologi dan infrastruktur serta rupakan output yang memberikan gambaran
hukum dan kelembagaan yang mengacu pada output apa yang dianggap sensitif untuk
indikator dari Rapfish (Kavanagh, 2001; mengubah skor keberlanjutan. Leverage
Pitcher and Preikshot, 2001; Charles, 2000; diukur dengan standard error melalui root
Nikijuluw, 2002; Arifin, 2008; Adriman et mean square (RMS). Jika RMS menunjuk-
al., 2012) yang telah dimodifikasi. Skor kan skor 3 artinya bahwa atribut tersebut jika
perkiraan setiap dimensi dinyatakan dengan dihilangkan akan mengubah skor keber-
skala terburuk (bad) 0% sampai yang terbaik lanjutan sekitar 3%. Semakin besar nilai
(good) 100%, yang dikelompokkan ke dalam RMS semakin besar persentase mengubah
empat kategori yang disajikan pada Tabel 2. skor keberlanjutan. (Fauzi dan Anna, 2005).
Atribut setiap dimensi dan kriteria Penilaian terhadap analisis keber-
baik atau buruk mengikuti konsep Rapfish lanjutan pengelolaan terumbu karang ini akan
(Kavanagh, 2001) dan judgement knowladge membandingkan pengelolaan sebelum ter-
pakar/stakeholder. Setiap atribut diperkirakan bentuknya KKPD (Tahun 2010) dan setelah

156 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
Cahyani et al.

terbentuknya KKPD (Tahun 2015). Analisis 2015 lebih baik jika dibandingkan kondisi
ini akan menghasilkan nilai indeks pe- tutupan karang pada tahun 2009 (sebelum
ngelolaan terumbu karang pada dimensi pencadangan KKPD). Tutupan karang hidup
ekologi, ekonomi, sosial budaya, teknologi di tahun 2010 pada kedalaman 3 m yang
dan infrastruktur, serta hukum dan ke- merupakan tahun pemrosesan pembentukan
lembagaan. Atribut yang diperoleh merupa- kawasan konservasi lebih baik jika
kan hasil kajian dari berbagai literatur dan dibandingkan dengan tahun 2015 (empat
hasil pertimbangan ahli. tahun setelah pencadangan KKPD). Hal ini
dapat disebabkan oleh kondisi alam maupun
III. HASIL DAN PEMBAHASAN manusia.
Pemanasan global menyebabkan
3.1. Perubahan Kondisi Tutupan perubahan suhu secara ekstrim, sehingga
Karang Hidup terumbu karang sulit beradpatasi merupakan
Tujuan utama dibentuknya kawasan salah satu pemicu banyaknya karang menjadi
perlindungan laut yaitu untuk melindungi mati dalam skala global. Dalam skala lokal,
ekosistem dari eksploitasi berlebihan yang penyebab rusaknya terumbu karang terlebih
dapat mengancam keberadaan ekosistem. disebabkan oleh pola penangkapan yang
Kondisi tutupan karang hidup pada tahun bersifat merusak. Penggunaan bom dan bius
2009 (sebelum pencadangan KKPD), 2010 merupakan contoh kasus yang terjadi di
(proses pencadangan KKPD) dan (2015) lokasi penelitian. Dalam kasus alat tangkap,
pasca pencadangan KKPD bersumber dari penggunaan alat tangkap tradisional seperti
hasil penelitian yang dilakukan oleh Ilyas bubu juga ternyata menambah peluang
(2009) dan Janwar (2010), dimana metode semakin terancamnya karang, hal ini terjadi
pengamatan karang yang digunakan adalah karena ketika bubu diturunkan, harus ada
LIT, namun yang menjadi koordinat refensi pemberat untuk menahan bubu agar tidak
penulis adalah rujukan dari koordinat hasil terbawa arus sehingga karang yang menjadi
penelitian Janwar (2010). Perubahan kondisi sasaran nelayan, disebabkan untuk membawa
tutupan karang hidup disajikan pada Gambar batu dari atas sangat menyulitkan penyelam
2. bubu.
Perubahan kondisi lingkungan perair-
an (suhu, salinitas, kecerahan, dan kecepatan
arus) sangat mempengaruhi pertumbuhan
terumbu karang. Perbandingan kondisi
perairan dari tahun 2009, 2010, dan 2015
disajikan pada Gambar 3.
Kondisi perairan lingkungan pada
tahun 2009, 2010, dan 2015 rata-rata yaitu:
Suhu 29,6oC, 30,8oC, dan 29oC. Salinitas
sebesar 32,5 ppt, 31,6 ppt, dan 30,2 ppt.
Gambar 2. Kondisi perubahan tutupan Kecerahan sebesar 100%; 95,5%, dan 100%.
karang. Sumber: Ilyas (2009); Kecepatan arus sebesar 0,125 cm/dtk, 6,929
Janwar (2010); Data primer cm/dtk, dan 0,094 cm/dtk. Kondisi
(2015). lingkungan perairan pada tahun 2009, 2010,
dan 2015 tidak mengalami perubahan yang
Tutupan karang hidup selalu me- signifikan, sehingga faktor kondisi perairan
ngalami fluktuasi dari tahun ke tahun. bukan penyebab utama perubahan kondisi
Kondisi tutupan karang pada tahun 2010 dan tutupan karang.

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 10, No. 1, April 2018 157
Kondisi dan Status Keberlanjutan Ekosistem Terumbu Karang di . . .

Gambar 3. Grafik lingkungan perairan. Sumber: Ilyas (2009); Janwar (2010); Data primer
(2015).

Menurut Kinsman (1964) suhu yang terhadap bentuk pertumbuhan karang. Ter-
baik untuk pertumbuhan karang berkisar dapat kecenderungan bahwa semakin besar
antara 25oC–29oC, batas minimum 16oC– tekanan hidrodinamis seperti arus dan
17oC dan batas maksimum sekitar 36oC. gelombang, bentuk karang lebih mengarah ke
Salinitas yang baik untuk pertumbuhan bentuk pertumbuhan encrusting.
karang yaitu berkisar 32-35 ppt (Bengen,
2000). Intesitas cahaya merupakan salah satu 3.2 Analisis Keberlanjutan Pengelolaan
faktor yang mempengaruhi pertumbuhan Ekosistem Terumbu Karang
karang. Semakin cerah suatu perairan, 3.2.1. Analisis Ordinasi dan Leverage
semakin baik pula pertumbuhan terumbu Dimensi Ekologi
karang, hal ini berkaitan dengan proses Berdasarkan hasil analisis ordinasi
fotosintesis yang dilakukan oleh zoo- terhadap atribut-atribut yang mempengaruhi
xhantellae, dimana hasil fotosintesis tersebut dimensi ekologi, diperoleh nilai keber-
digunakan sebagai salah satu sumber lanjutan Pulau Pasi pada tahun 2010 sebesar
makanan karang. Arus me rupakan salah satu 77,51 dan pada tahun 2015 sebesar 73,26.
faktor pendukung pertumbuhan karang. Indeks keberlanjutan pada tahun 2010 lebih
Kecepatan arus yang baik untuk per- baik dibandingkan tahun 2015. Hal ini
tumbuhan karang yaitu berkisar 0-0,17 m/det disebabkan karena tingginya sedimentasi
(Nybakken, 1998). Arus berfungsi untuk pada pulau ini. Namun nilai keduanya berada
membawa makanan dan membersih-kan pada indeks > 75 yang menunjukkan bahwa
karang dari sedimentasi. Oleh sebab itu, dimensi ekologi di Pulau Pasi termasuk
Pertumbuhan karang pada daerah yang dalam kategori baik.
berarus cenderung lebih baik daripada Hasil analisis leverage ekologi
perairan yang tenang. Menurut Supriharyono diperoleh tiga atribut yang sensitif yaitu:
(2007), arus dapat memberikan pengaruh sedimentasi, keragaman ekosistem, dan

158 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
Cahyani et al.

Gambar 4. Analisis ordinasi dan leverage dimensi ekologi.

spesies yang dilindungi. Sedimentasi me- ketahanan (reseilience) dalam perannya


miliki nilai RMS yang sangat tinggi yakni melindungi kawasan pesisir. Keberadaan
sebesar 12,74. Hal ini dapat diartikan bahwa spesies yang dilindungi pada suatu kawasan
atribut sedimentasi memiliki pengaruh yang merupakan salah satu urgensi dalam pe-
paling besar terhadap keberlanjutan pe- ngelolaan kawasan konservasi, sehingga
ngelolaan ekosistem terumbu karang dari eksistensinya dapat dipertahankan dan
aspek ekologinya. Sedimentasi merupakan terhindar dari kepunahan (Adriman, 2012).
salah satu faktor pembatas kehidupan
binatang karang. Laju sedimentasi yang 3.2.2. Analisis Ordinasi dan Leverage
cukup tinggi terjadi di perairan pantai Desa Dimensi Ekonomi
Bontoborusu. Analisis ordinasi dan leverage Analisis ordinasi terhadap atribut-
dimensi ekologi disajikan pada Gambar 4. atribut yang mempengaruhi dimensi ekonomi
Kerusakan dasar perairan berdampak pada Pulau Pasi pada tahun 2010 sebesar 37,53
perubahan arus laut sehingga mampu dan tahun 2015 sebesar 49,01. Nilai ini
mengangkat lumpur dan serpihan-serpihan termasuk dalam kategori kurang ber-
pecahan terumbu karang pada suatu tempat. kelanjutan. Hal ini berarti bahwa pengelolaan
Hal ini tampak pada materi endapan lumpur, sumberdaya terumbu karang dari aspek
berupa tanah, bercampur dengan pasir putih ekonomi memperlihatkan pembangunan per-
dan serpihan terumbu karang. Menurut ikanan harus memperhatikan keberlanjutan
informasi masyarakat, dahulu dasar perairan dan kesejahteraan pelaku perikanan pada
ini berupa pasir putih yang bersih. Kini tingkat individu.
pemandangan pantai pasir putih tersebut Berdasarkan hasil analisis leverage
telah berubah dengan dasar perairan pantai terhadap tujuh atribut, diperoleh tiga atribut
berlumpur, airnya keruh dengan sampah yang sensitif yang mempengaruhi indeks
yang berserakan (Abdurahhim et al., 2015). keberlanjutan terumbu karang dari dimensi
Luas tutupan karang mempengaruhi ekonomi yaitu ketergantungan pada per-
struktur komunitas lain yang berasosiasi ikanan sebagai sumber nafkah (RMS 7,83),
dengan terumbu karang salah satunya yaitu jumlah objek wisata (RMS 6,45), dan
ikan karang. Keragaman ekosistem me- serapan tenaga kerja lokal di sektor
rupakan salah satu indikator penting dalam pariwisata (RMS 5,35). Analisis ordinasi dan
kelestarian suatu wilayah. Wilayah yang leverage dimensi ekonomi disajikan pada
memiliki keragaman lebih memiliki Gambar 5.

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 10, No. 1, April 2018 159
Kondisi dan Status Keberlanjutan Ekosistem Terumbu Karang di . . .

Gambar 5. Analisis ordinasi dan leverage dimensi ekonomi.

Tingginya ketergantungan masya- tingkat pendapatan, tidak memungkinkan


rakat Pulau Pasi pada perikanan sebagai nelayan melakukan investasi jangka panjang
sumber nafkah disebabkan sebagian besar seperti pendidikan formal maupun informal
masyarakatnya berprofesi sebagai nelayan. yang memungkinkan terjadinya peningkatan
Hal ini juga merupakan penyebab terumbu kualitas sumberdaya manusia (Abdurrahim et
karang semakin terancam keberlangsungan- al., 2015).
nya karena dieksploitasi secara terus
menerus. Berdasarkan hasil wawancara 3.2.3. Analisis Ordinasi dan Leverage
dengan nelayan setempat, jumlah komoditi Dimensi Sosial Budaya
ikan semakin berkurang. Dahulu nelayan Analisis ordinasi terhadap atribut-
dengan menggunakan perahu tanpa motor atribut yang mempengaruhi dimensi sosial
dan memancing di daerah pesisir sudah bisa budaya di Pulau Pasi pada tahun 2010
mendapatkan ikan dalam jumlah yang sebesar 47,07 dan pada tahun 2015 sebesar
banyak, namun saat ini mereka harus melaut 56,56. Jika dibandingkan antara tahun 2010
lebih jauh untuk memperoleh ikan itu dan 2015, indeks keberlanjutan mengalami
jumlahnya sangat sedikit. peningkatan dari status kurang berkelanjutan
Pengelolaan kawasan wisata yang 2010 menjadi cukup berkelanjutan 2015. Hal
tidak optimal menyebabkan serapan tenaga ini berarti dengan terbentuknya KKPD terjadi
kerja lokal di sektor pariwisata sangat minim. perubahan yang positif pada dimensi sosial
Teknologi alat tangkap ikan sederhana, daya dan budaya.
jelajah yang terbatas, dan tingkat eksploitasi Hasil analisis leverage terhadap tujuh
yang rendah menyebabkan tingkat pen- atribut, diperoleh tiga atribut yang sensitif
dapatan masyarakat rendah. Rendahnya yang mempengaruhi indeks keberlanjutan
tingkat pendapatan tidak memungkinkan terumbu karang dari dimensi sosial budaya
nelayan melakukan investasi perbaikan yaitu tingkat pendidikan, memiliki nilai
teknologi alat tangkap, bahkan memperbaiki estetika, dan pengetahuan lingkungan.
dan mempertahankan alat produksi yang ada, Tingkat pendidikan memiliki nilai sensitifitas
nelayan masih kesulitan. Kondisi tersebut, terbesar yaitu 5,36. Analisis ordinasi dan
nelayan juga tidak memiliki akses terhadap leverage dimensi sosial budaya disajikan
sumberdaya keuangan yang resmi, seperti pada Gambar 6.
perbankan atau koperasi nelayan. Rendahnya

160 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
Cahyani et al.

Gambar 6. Analisis ordinasi dan leverage dimensi sosial budaya.

Tingkat pendidikan masyarakat Pulau 3.2.4. Analisis Ordinasi dan Leverage


Pasi secara umum tergolong rendah. Se- Dimensi Teknologi dan
bagian besar masyarakatnya tidak menamat- Infrastruktur
kan pendidikan setingkat sekolah dasar. Dimensi teknologi diperlukan secara
Hanya beberapa warga yang memiliki khusus di daerah dimana pemanfaatan
jabatan struktural yang memiliki pendidikan langsung terhadap terumbu karang me-
tinggi. Rendahnya tingkat pendidikan turut rupakan bagian yang dominan (Susilo, 2003).
serta mempengaruhi kurangnya pengetahuan Dimensi teknologi mencerminkan seberapa
masyarakat terhadap pengetahuan ling- jauh penggunaan teknologi dapat me-
kungan. Salah satu upaya yang dapat di- minimumkan resiko kegagalan keberlanjutan
lakukan pemerintah yaitu dengan memberi- pemanfaatan terumbu karang (Arifin, 2008).
kan sosialisasi mengenai pengetahuan ling- Hasil analisis ordinasi terhadap atribut-
kungan. Pencadangan ketiga desa dan per- atribut yang mempengaruhi dimensi tek-
airannya sebagai KKPD sejak tahun 2011 nologi dan infrastruktur di Pulau Pasi pada
juga belum memberikan manfaat bagi tahun 2010 sebesar 40,16 dan pada tahun
penduduk. Menurut penduduk, pemerintah 2015 sebesar 43,95. Nilai ini termasuk dalam
hanya pernah memberikan satu kali kategori kurang berkelanjutan.
sosialisasi saja tanpa pernah mengetahui dan Hasil analisis leverage terhadap tujuh
menerima manfaat dengan jelas dari KKPD atribut, diperoleh tiga atribut yang sensitif
(Abdurrahim et al., 2015). Program pember- yang mempengaruhi indeks keberlanjutan
dayaan masyarakat sudah cukup banyak terumbu karang dari dimensi teknologi dan
dilakukan pemerintah di Pulau Pasi antara infrastruktur yaitu: transplantasi karang
lain: bantuan budidaya ikan kerapu, bantuan (RMS 7,55), efek samping alat tangkap
modal usaha abon ikan, dan bantuan mesin terhadap karang (5,53), dan sarana prasarana
penggiling tepung terasi. Namun sebagian pengawasan (4,40). Transplantasi karang
besar program tersebut tidak berjalan memiliki nilai RMS tertinggi yang berarti
maksimal. Persoalan teknis seperti kesulitan transplantasi karang memiliki pengaruh yang
dalam pemasaran, lemahnya disiplin dan paling besar terhadap keberlanjutan penge-
tanggung jawab dalam pengelolaan keuangan lolaan terumbu karang dari aspek teknologi
mikro, dan sulitnya bahan baku. Hal ini dan infrastuktur. Analisis ordinasi dan
disebabkan masih lemahnya studi kelayakan leverage dimensi teknologi dan infrastruktur
yang dilakukan serta pendampingan tidak disajikan pada Gambar 7.
berkelanjutan (Abdurrahim et al., 2015).

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 10, No. 1, April 2018 161
Kondisi dan Status Keberlanjutan Ekosistem Terumbu Karang di . . .

Gambar 7. Analisis ordinasi dan leverage dimensi teknologi dan infrastruktur.

Transplantasi karang merupakan Sarana dan prasarana sebenanya telah


salah satu upaya rehabilitasi untuk pemulihan ada di KKPD Pulo Pasi Gusung seperti
kembali terumbu karang yang telah rusak. Di adanya gedung KKPD, perpustakaan, serta
stasiun 10 yang merupakan zona inti pernah pos jaga Coremap, namun semua fasilitas
dilakukan transplantasi karang (Tahun 2011) tersebut tidak berfungsi secara maksimal dan
yang diinisiasi DKP setempat dengan tujuan gedungnya mulai mengalami kerusakan
memberi pemahaman kepada masyarakat karena tidak ada pengawasan dari pengelola.
pentingnya menjaga terumbu karang. Efek
samping alat tangkap terhadap karang sangat 3.2.5. Analisis Ordinasi dan Leverage
mempengaruhi keberlanjutan dari ekosistem Dimensi Teknologi dan
terumbu karang itu sendiri. Pada umumnya Infrastruktur
alat tangkap yang digunakan oleh nelayan Hasil analisis ordinasi terhadap
setempat antara lain yaitu: pancing, bubu, atribut-atribut yang mempengaruhi dimensi
jaring dan sero. Selain itu, penggunaan bius hukum dan kelembagaan di Pulau Pasi pada
dan bom marak digunakan di pulau ini tahun 2010 sebesar 44,52 dan pada tahun
sebelum KKPD terbentuk. Setelah KKPD 2015 sebesar 51,79. Indeks ini mengalami
terbentuk penggunaan alat tangkap terlarang peningkatan dari kurang berkelanjutan
ini telah berkurang, karena adanya sanksi menjadi cukup berkelanjutan.
dari pemerintah setempat, namun peng- Hasil analisis leverage terhadap tujuh
gunaan bius masih ditemukan di sekitaran atribut, diperoleh 3 tiga atribut yang sensitif
pulau karena dilakukan secara diam-diam. yang mempengaruhi indeks keberlanjutan
Penggunaan alat bantu kompresor dan terumbu karang dari dimensi hukum dan
penggunaan potassium untuk menangkap kelembagaan yaitu pemantauan dan peng-
ikan kerapu dan ikan karang lainnya yang awasan, ketersediaan peraturan pengelolaan
nampak dengan jelas tidak membuat aparat sumberdaya secara formal, dan tingkat
keamanan menegakkan hukumnya dengan kepatuhan masyarakat. Pemantauan dan
tegas. Pembiaran ini membuat para pelaku pengawasan memiliki nilai RMS sebesar
terus melakukan destructive fishing dan yang 4,04, yang berarti bahwa atribut ini sangat
pernah tertangkap pun kembali melakukan- mempengaruhi indeks keberlanjutan dari
nya. Di sisi lain, pembiaran ini menggoda aspek hukum dan kelembagaan. Analisis
penduduk desa yang sebelumnya tidak me- ordinasi dan leverage dimensi hukum dan
lakukan destructive fishing untuk ikut-ikutan kelembagaan disajikan pada Gambar 8.
melakukannya (Abdurrahim et al., 2015).

162 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
Cahyani et al.

Gambar 8. Analisis ordinasi dan leverage dimensi hukum dan kelembagaan.

Berkaitan dengan masalah kebijakan Sebesar apapun upaya pemerintah menjaga


pengelolaan sumber daya laut, penerapan lingkungan pesisir tanpa melibatkan masya-
KKPD telah berdampak pada surutnya rakat akan menggangu keseimbangan ling-
partisipasi masyarakat dalam pengawasan kungan pesisir. Tingkat kepatuhan masya-
wilayah perairan konservasi. Masuknya DPL rakat, partispasi, dan komitmen sangat me-
kedalam kawasan konservasi KKPD me- netukan keberhasilan pembangunan. Pelang-
munculkan kesalahpahaman masyarakat se- garan peraturan di wilayah pesisir dan laut
olah-olah kewenangan pengelolaan kawasan biasanya didorong oleh persepsi adanya
perairan DPL telah diambil alih oleh potensi keuntungan yang bisa didapatkan jika
pemerintah daerah. Hal ini disebabkan nelayan tersebut melanggar (Kuperan, 1997).
karena tidak maksimalnya upaya mendorong
partisipasi masyarakat dalam pengelolaan 3.2.6. Indeks Keberlanjutan Ekosistem
sumber daya laut. Tidak adanya tanda batas Terumbu Karang
zona kawasan KKPD serta aturannya, Kite diagram (diagram layang-layang)
minimnya informasi yang diterima masya- menggambarkan status keberlanjutan secara
rakat, dan tidak ditemukannya papan-papan terintegrasi antar berbagai dimensi. Kite
informasi yang menandai KKPD menambah diagram ini sering disebut “radar” diagram
ketidaktahuan masyarakat (Abdurahhim et dimana semakin dekat jarak analisis ke titik
al., 2015). nol semakin menunjukkan rendahnya
Ketersediaan pengaturan pengelolaan keberlanjutan. Sebaliknya semakin jauh dari
sumberdaya secara formal sebenarnya telah titik nol menunjukkan keberlanjutan yang
ada semenjak penerbitan SK KKPD, namun tinggi (Fauzi dan Anna, 2005). Kite diagram
implementasi dan sosialisasi kepada warga keberlanjutan KKPD Pulo Pasi Gusung
setempat masih sangat minim dan tidak disajikan pada Gambar 9.
merata. Hanya sebagian desa saja yang Kite diagram dari ke-lima dimensi
mendapat pemahaman tentang manfaat keberlanjutan di KKPD Pulo Pasi Gusung
kawasan konservasi. Pengelolaan yang baik (Gambar 9) menunjukkan bahwa terjadi
adalah pengelolaan yang menghimpun ber- peningkatan pada indeks keberlanjutan
bagai kalangan stakeholder untuk mencapai semenjak Pulau Pasi ditetapkan sebagai
tujuan utama yaitu upaya menjaga kelestarian kawasan konservasi. Hal ini terlihat dengan
ekosistem pesisir. Keterlibatan masyarakat diagram yang semakin menjauhi titik nol.
lokal untuk turut serta dalam pengelolaan Peningkatan ini menunjukkan bahwa
kawasan perlindungan laut sangat diperlukan. pencadangan Pulau Pasi sebagai KKPD

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 10, No. 1, April 2018 163
Kondisi dan Status Keberlanjutan Ekosistem Terumbu Karang di . . .

memiliki hasil positif untuk keberlanjutan yang hilang dapat dihindari (Adriman, 2012).
pengelolaan terumbu karang tanpa mengabai- Hasil analisis multidimensi Rap Insus
kan sisi sosial dan ekonomi masyarakat Coremag disajikan pada Tabel 3.
setempat. Berdasarkan nilai stress (S) yang
Menguji keakuratan data dalam diperoleh berdasarkan Tabel 3 menunjukkan
analisis Rap Insus Coremag dilakukan uji hasil analisis yang dilakukan memenuhi
analisis lanjutan yaitu analisis Monte Carlo. standar persyaratan dimana nilai S<0,25.
Hasil analisis Monte Carlo menunjukan Semakin kecil nilai stress yang diperoleh
indeks keberlanjutan pengelolaan terumbu semakin baik model yan dihasilkan, hal ini
karang pada selang kepercayaan 95% tidak berbanding terbalik dengan nilai koefisisen
mengalami perbedaan yang signifikan determinasi (R2) dimana semakin mendekati
dengan hasil analisis Rap Insus Coremag angka satu maka nilainya semakin baik.
Kecilnya perbedaan hasil dari kedua analisis Dengan demikian, nilai S dan R2 dari analisis
tersebut menunjukkan bahwa; (1) kesalahan di atas menunjukkan atribut yang digunakan
dalam pembuatan skor dalam atribut relatif untuk analisis keberlanjutan pengelolaan
kecil, (2) ragam pemberian skor akibat opini keberlanjutan terumbu karang di KKPD Pulo
relatif kecil, (3) proses analisis yang Pasi Gusung memenuhi standar dalam
dilakukan secara berulang relatif stabil, (4) menerangkan ke-lima dimensi pengelolaan
kesalahan dalam pemasukan data dan data yang telah dianalisis.

Gambar 9. Kite diagram keberlanjutan KKPD Pulo Pasi Gusung.

Tabel 3. Hasil Analisis Rap Insus Coremag pengelolaan ekosistem terumbu karang di Pulau
Pasi.

Analisis Monte
2 Indeks Berkelanjutan
Dimensi Stress R Carlo
2010 2015 2010 2015
Ekologi 0,14 0,94 77,51 73,26 74,88 71,37
Ekonomi 0,14 0,94 37,53 49,01 36,74 49,13
Sosial budaya 0,15 0,94 47,07 56,56 47,26 56,19
Teknologi dan
0,15 0,93 40,16 43,95 41,04 44,54
infrastuktur
Hukum dan
0,17 0,93 44,52 51,79 44,71 51,80
kelembagaan

164 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
Cahyani et al.

IV. KESIMPULAN from marine protected areas. Marine


Policy, 34:635-644.
Kondisi terumbu karang di Pulau Pasi Arifin, T. 2008. Akuntabilitas dan
sebelum dan setelah terbentuknya KKPD keberlanjutan pengelolaan kawasan
pada kedalaman 3 dan 10 meter menunjuk- terumbu karang di Selat Lembeh,
kan hasil yang berbeda. Pada kedalaman 3 m Kota Bitung. Disertasi. Sekolah
presentase tutupan karang hidup mengalami Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
penurunan, namun pada kedalaman 10 m, 173hlm.
persentase tutupan karang hidup cenderung Bengen, D.G. 2004. Sinopsis ekosistem dan
meningkat. sumberdaya alam pesisir dan lautan.
Status keberlanjutan pengelolaan Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan
ekosistem terumbu karang setelah pem- Lautan. Bogor. 62hlm.
bentukan KKPD Pulo Pasi Gusung pada Charles, A.T. 2000. Sustainability fishery
dimensi ekologi termasuk dalam kategori system. Sains Mary’s University
baik, dimensi ekonomi termasuk kategori Halifax. Nova Scotia. Canada. 37p.
kurang berkelanjutan, dimensi sosial budaya English, S., C. Wilkinson, and V. Baker.
ter-masuk kategori cukup berkelanjutan, 1994. Survey manual for tropical
dimensi teknologi dan infrastruktur termasuk marine resources. Australian Institute
dalam kategori kurang berkelanjutan dan of Marine Science. Townsville. 390p.
dimensi hukum dan kelembagaan termasuk Fauzi, A. dan S. Anna. 2005. Pemodelan
dalam kategori cukup berkelanjutan. sumberdaya perikanan dan kelautan
untuk analisis kebijakan. Jakarta:
UCAPAN TERIMA KASIH Gramedia Pustaka Utama. 343p.
Gomez, E.D. and H.T. Yap. 1988.
Penulis mengucapkan terima kasih Monitoring reef condition. In
pada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kenchington RA, Hudson BET,
(DIKTI) yang memberikan bantuan beasiswa editor. Coral Reef Management
BPPDN selama masa studi 2 tahun. Handbook. UNESCO Regional Office
for Science and Technology for
DAFTAR PUSTAKA Sounth East Asia. Jakarta. 171-178pp.
Ilyas, M.S. 2009. Analisis pemanfaatan ruang
Abdurrahim, A.Y., A. Wahyono, Sudiyono, dalam pengelolaan wilayah pesisir
dan A.A. Arief. 2015. Data dasar dan pulau-pulau kecil. Studi Kasus:
aspek sosial terumbu karang dan Pulau Pasi, Kabupaten Selayar. Tesis.
ekosistem terkait di Kabupaten Sekolah Pascasarjana Universitas
Kepulauan Selayar. Coremap CTI Hasanuddin. 104hlm.
Pusat Penelitian Oseanografi. Lem- International Union on Conservation for
baga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Nature [IUCN]. 2004. Managing
115p. marine protected areas; a toolkit for
Adriman, A. Purbayanto, S. Budiharso, dan the Western Indian ocean. IUCN
A. Damar. 2012. Analisis keberlanjut- esastern african regional programme.
an pengelolaan ekosistem terumbu Nairobi, Kenya. 172p.
karang di kawasan konservasi laut Janwar, Z. 2010. Desain zonasi multiguna
daerah Bintan Timur Kepulauan Riau. kawasan konservasi laut daerah Pulau
J. Perikanan dan Kelautan, 1(17):1- Pasi Kabupaten Kepulauan Selayar
15. Provinsi Sulawesi Selatan. Tesis.
Angulo, V.J.A. and B.G. Hatcher. 2010. A Sekolah Pascasarjana Institut Per-
new typology of benefits derived tanian Bogor. Bogor. 68hlm.

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 10, No. 1, April 2018 165
Kondisi dan Status Keberlanjutan Ekosistem Terumbu Karang di . . .

Kavanagh, P. 2001. Rapid apparaisal of wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.


fisheries (RAFFISH) project. Jakarta. 23hlm.
University of British Columbia, Pitcher, T.J. and D. Preikshot. 2001. Rapfish:
Fisheries Centre. 34p. A rapid appraisal technique to
Keputusan Bupati Kepulauan Selayar evaluate the sustainabilit ystatus of
Nomor: 446. 2011. Tentang penetap- fisheries. Fisheries Research, 49(3):
an perairan Pulau Pasi dan Perairan 255 –270.
Pulau Gusung sebagai kawasan Rembet, N.W.J., Unstain, M. Boer, D.G.
konservasi perairan daerah Kabupaten Bengen, dan A. Fachrudin. 2011.
Kepulauan Selayar. 8hlm. Status keberlanjutan pengelolaan
Kinsman, D.J.J. 1964. Reef coral tolerance of terumbu karang di Pulau Hogow dan
high temperature and salinities. Putus-Putus Sulawesi Utara. J.
Nature, 202: 1280-1282. Perikanan dan Keluatan Tropis,
Kuperan, W. 1997. Enforcement and 3(7):115-122.
compliance with fisheries regulations Salm, R.V., J.R. Clark, and E. Siirila. 2010.
in Malaysia, Indonesia, and the Marine and coastal protected areas: a
Philippines. Research Report. guide for planners and managemnet.
ICLARM, Manila. 25p. Gland, Swisterland. 396hlm.
Letser, S.E., B.S. Halpern., L. Grorud- Selig, R.E., S.K. Casey, and F.J. Bruno FJ.
Coveret, J. Lubchenco, B.I. Rutten- 2010. Temperature-driven coral
berg, and S.D. Gaines. 2009. decline: the role of marine protected
Biologycal effects within no-take areas Australia. J. Global Change
marine reserves: a global synthesis. Biology, 18(5):1561-1570.
Marine Ecology Progress Series, Susilo, B.S. 2003. Keberlanjutan pem-
384:33-49. bangunan pulau-pulau kecil: Studi
Nikijuluw, V.P.H. 2002. Rezim pengelolaan kasus kelurahan Pulau Panggang dan
sumberdaya perikanan. PT. Pustaka Pulau Pari Kepulauan Seribu, DKI
Cidesindo. Jakarta. 700hlm. Jakarta. Disertasi. Program Pasca-
Nybaken, J.W. 1998. Biologi laut; suatu sarjana Bogor: 233p.
pendekatan ekologi. Gramedia.
Jakarta. 55hlm. Diterima : 05 Agustus 2016
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Direview : 23 Agustus 2016
Republik Indonesia Nomor 17. 2008 Disetujui : 23 Maret 2018
tentang kawasan konservasi di

166 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt

You might also like