You are on page 1of 9

Jurnal Seni Budaya

ESTETIKA KENDHANGAN DALAM KARAWITAN JAWA

Slamet Riyadi

Jurusan Seni Karawitan


Fakultas Seni Pertunjukan ISI Surakarta

Abstract

Kendhangan in Javanese karawitan show has an important role. The role were vary in every
shows. Kendhangan in karawitan, klenengan type, was different from kendhangan for supporting
other kind of arts such as dance’s karawitan, wayang kulit’s, wayang orang, and ketoprak.
Kendhangan that been played combined with other gamelan instruments without ciblon usually
was used as the rhythm indicator. When it was included in other arts, kendhangan had double
roles, which were as as the leader on gamelan orchestra, it had to guard the laya, and on the mean
time it had to follow, to induce, to stimulate movement expressions, and to accentuate the dance
movements. The sound of kendhangan made by pengendhang has a big role in developing dramatic
impression and liven up the show. In klenengan, the function of pengendhang is not only as the
rhythm arranger, he also has the main role in revive and dramatize ensemble that been presented.
When the pengendhang managed in maximizing his role, the show would not be boring. In assessing
the aspects, this writing is using aesthetic object approach referencing to the theory of beauty of
Monroe Beardsley, which are the measure of unity, intensity, and complexity. The following are
some aspects of the aesthetic elements forming kendhangan’s assessed value, that are: laya ,
kebukan, and wiledan

Key words : kendhangan, ensemble, Javanese karawitan

Pengantar perempat sisi yang lain. Untuk menutup lubang


digunakan bahan dari kulit lembu, kerbau atau
Kendhangan merupakan bunyi instrumen kambing. Untuk menperkuat atau menautkan
kendhang yang dilakukan oleh pengendang. penutup antara lubang kanan dan lubang kiri
Terdapat berbagai bentuk dan ragam kendhang dihubungan oleh tali-temali yang disebut jangat
dalam karawitan Jawa. Dilihat dari ukuran dan dengan konstruksi bersilangan yang dibuat dari
bentuk, pada umumnya ada empat jenis bahan kulit yang diplintir menjadi kuat, atau
kendhang yaitu kendhang ketipung, kendhang penjalin sebagai pengikat sekaligus penarik dari
batangan (ciblon), kendhang sabet, dan kedua kulit penutup kedua lubang kendhang.
kendhang gedhé. Kendhang ketipung Pengrajin pembuat kedhang biasanya disebut
merupakan ukuran yang terkecil kurang lebih tukang mangkis kendhang.
setengah dari batangan (ciblon). Kendhang Penjelasan detail mengenai penggunaan
gedhé, juga dikenal dengan kendhang bem, jenis-jenis kendhang tersebut dalam berbagai
ukurannya satu setengah kali batangan (ciblon). sajian adalah sebagai berikut. Kendhang gedhé
Berbagai jenis Kendhang tersebut dapat dimainkan secara mandiri (kendhang
biasanya terbuat dari bahan kayu yang kuat setunggal) atau bisa juga kombinasi dengan
seperti misalnya kayu nangka. Bentuk dari kendhang ketipung (kendhang kalih), sedangkan
kendhang adalah bulatan panjang sekitar 80 cm kendhang sabet dan ciblon biasanya dimainkan
dengan lubang yang tembus di tengahnya, tersendiri. Semua jenis kendhang digunakan
sehingga kedua sisi kanan dan kiri bisa terlihat ketika menyertai tari, wayang kulit, wayang wong,
berlubang. Besaran lubang kanan dan kiri tidak kethoprak, dan pertunjukan klenèngan. Masing-
sama, lubang yang satu lebih kecil kira-kira tiga masing kendhang memiliki pola-pola tabuhan

232 Volume 11 No. 2 Desember 2013


Slamet Riyadi : Estetika Kendhangan dalam Karawitan Jawa

yang berbeda-beda, dan setiap pola memiliki Penempatan atau setting ricikan
kegunaannya sendiri-sendiri, artinya dalam kendhang tepat di tengah-tengah ensambel
sebuah gendhing tidak saja asal menggunakan pertunjukan. Kendhang ketipung biasanya
pola-pola kendangan, tetapi harus dipilih sesuai diletakan di samping pengendhang, pada waktu
dengan bentuk gendingnya. Pola-pola dimaksud digunakan cukup dipangkuan pengendhang,
bisa saja hanya dilakukan oleh satu kendhang dengan demikian memudahkan pemainnya
atau kombinasi dari dua buah kendhang. Pada dalam memperagakan kombinasi-kombinasi
pertunjukan klenèngan, tari, wayang wong, dan pola kendhangan. Adapun perannya adalah
kethoprak menggunakan kendhang gedhé, dan untuk menegaskan irama, terutama ketika ia
atau kombinasi antara kendhang gedhé dan dimainkan sebagai penunthung. Kendhang
ketipung, dan kendhang ciblon. Sementara itu batangan pada sajian klenengan maupun
pertunjukan wayang kulit lebih banyak karawitan tari atau kendhang sabet pada sajian
menggunakan kendhang sabet, namun wayang kulit diletakkan tepat menghadap
pertunjukan wayang kulit pada era sekarang juga panggung utama. Di bawahnya diberi penyangga
sering menggunakan kombinasi kendhang yang terbuat dari kayu, pada ujung kanan dan
gedhé dan ketipung, dan kendhang ciblon. kiri ditempelkan kayu bersilangan untuk menjaga
Disadari bahwa cakupan masalah supaya kendhang dalam posisi stabil. Kendhang
mengenai kendhangan sangat luas, oleh karena ini berfungsi ketika mengikuti hal–hal yang
itu pada artikel ini pembicaraan akan difokuskan khusus seperti untuk permainan gendhing, untuk
pada masalah kendhangan dalam konteks ketrampilan mengiringi gerak tertentu, yaitu pada
pertunjukan klenèngan saja. Secara umum, waktu pengendhang aktif berperan mengikuti
dalam pertunjukan klenèngan terdapat beberapa gerak suatu tarian atau gerakan wayang kulit.
jenis kendhang yang digunakan, yakni kendhang Kedhang gedhé/bem diletakkan di samping kiri
gedhé, kombinasi kendhang gedhé dengan pengendang.
ketipung, dan kendhang ciblon. Masing-masing Untuk sampai pada kemampuan
kendhangan memiliki hubungan dengan membunyikan kendhang yang berkualitas
suasana musikal, yakni kendhang gedhe diperlukan bakat dan latihan secara khusus.
memiliki kesan wibawa, tenang, kalem, Bakat adalah anugerah dari Tuhan YME, dan
kombinasi kendhang gedhe dengan ketipung besar kecilnya bakat pada diri seseorang tidak
memiiliki kesan lembut dan sedikit ceria, sama. Sejarah mencatat bahwa di wilayah
sedangkan kendhang ciblon berkesan lincah, Surakarta dan sekitarnya telah lahir beberapa
sigrak, semarak. Implementasinya dalam pengendhang yang berkualitas. Mereka telah
gendhing juga harus menyesuaikan dengan terbukti memiliki andil yang besar dalam
suasana gendhing yang disertainya. Sebagai memberi warna karawitan Surakarta. Para
contoh, pada bagian merong yang memiliki pengendhang tersebut diantaranya Panuju
suasana tenang, kalem, wibawa biasanya Atmosunarto, Turahyo Harjomartono,
menggunakan kendhang gedhé. Selanjutnya Nartosabdo, Srimoro, Mujiono, Wakijo, Wakidi,
pada bagian inggah yang merupakan Hartono, Rahayu Supanggah, Subanto, Wito
kelanjutannya dan menjadi klimaks sajian Radya, Wahyudi Sutrisno, dan lain sebagainya.
gendhing menggunakan kendhang ciblon. Secara pribadi pula mereka memunculkan dan
Kombinasi kendhang gedhé dengan ketipung menawarkan berbagai estetik dalam
digunakan pada Gendhing-gendhing cilik permainanya. Estetika masing-masing
dengan garap yang sederhana, seperti pada pengendang tidak begitu saja muncul tanpa
bentuk lancaran, ketawang, dan ladrang. Selain adanya dukungan dari para pengrawit atau
itu kombinasi yang sifatnya opsional adalah instrumen lainnya. Kolaborasi dari seluruh unsur
antara kendhang gedhe dan kendhang ketipung yang ada pada karawitan sangat diperlukan untuk
pada bagian bentuk-bentuk inggah dengan mendukung estetika kendhang dari masing-
garap irama dadi dan juga tanggung. Pada masing individu. Meskipun secara garis besar
penyajian garap yang rumit, gendhing-gendhing pola-pola kendangan dapat diidentifikasi, namun
cilik juga menggunakan kendhang ciblon. setiap pengendang dalam permainannya

Volume 11 No. 2 Desember 2013 233


Jurnal Seni Budaya

memiliki karakter yang berbeda-beda. Karakter Landasan Pemikiran


yang berbeda ini pada akhirnya memunculkan
estetika kendhang yang berbeda pula. Istilah estetika berasal dari bahasa
Pembicaraan estetika dari kacamata nilai Yunani ‘aisthetika’ – hal-hal yang dapat di cerap
estetik (aesthetics value), yakni mencermati oleh pancaindera-; jadi ‘aisthesis’ artinya
letak dari nilai sutu karya seni, para ahli membagi pencerapan indera. Konsepsi tentang
menjadi dua kutub utama, yaitu subyektifisme keindahan/kebaikan sebagai sasaran pokok dari
dan obyektifisme. Aliran ekstrem subyektif perenungan filsafati sudah dilakukan sejak para
mengagungkan kemampuan dan kepekaan filsuf Yunani mulai berfilsafat yang pada waktu
intuisi subyek penikmat seni. Lebih lanjut kaum itu menjadi bagian dari metafisika. Pada jaman
subyektif menganggap bahwa nilai estetik yang Yunani kuna hingga petengahan abad XVIII,
lahir dari seniman pelaku/pencipta merupakan estetik disebut sebagai filsafat keindahan,
suatu kualita yang dirasa bekualitas oleh individu, karena memang pendekatannya secara
baik seniman maupun penghayat. Cirikhas yang pemikiran filsafati. Pertanyaan-pertanyaan yang
menonjol lainnya adalah keyakinannya akan termasuk dalam wilayah estetika selanjutnya
pencerapan terhadap karya seni bersifat emosi berkembang pada dua persoalan serupa dalam
pribadi individu. Sebaliknya para penganut aliran sejarah pemikiran manusia, yakni teori
obyektifisme meyakini bahwa penikmatan keindahan dan teori seni. Plato 428-348 SM
sebuah karya seni niscaya mengutamakan adalah salah satu filsuf Yunani yang pertama
kecermatan pada elemen-elemen artistik yang berspekulasi tentang kedua teori tersebut.
melekat pada obyek karya seni. Dengan adanya Dalam bukunya yang diberi judul Symposium,
dua pandangan yang berseberangan tersebut, Plato berpendapat bahwa sumber segala
kiranya perlu diambil jalan tengah, yakni dengan keindahan adalah cinta. Pemikiran Plato yaitu
menggabungkan kedua kutub tersebut. Reaksi bahwa sesuatu dikatakan indah jika memenuhi
kita pada waktu menghayati suatu karya seni syarat ukuran dan proporsi. Hal ini merupakan
memang emosional, tetapi disadari bahwa ada refleksi faham mayarakat Yunani pada umumnya
hubungan internal yang intens antara obyek seni yang melihat keindahan alam sebagai sesuatu
yang amati dengan respon emosional dalam diri yang teratur. Misalnya susunan tubuh manusia,
kita (Sal Murgiyanto, 2002:38). Pada titik inilah binatang, bentuk bunga-bunga dan pepohonan
perlunya ditekankan bahwa nilai estetik dari terwujud dengan ukuran dan proporsi yang
suatu karya seni adalah subyektif yang tidak tepat. Demikian juga peristiwa alam, seperti
semena-mena, yakni subyektif yang berdasar terbit-tenggelamnya matahari, bulan, dan
pada obyektif. Berkaitan dengan hal ini Clive Bell bintang-bintang, pasang-surutnya air laut,
seorang objective aesthetican dalam “Art” pergeseran musim, semua itu berproses
menegaskan : secara teratur. Dari titik inilah Plato
mensyaratkan dalam keindahan perlu adanya
The starting point of all system of ukuran dan proporsional, dengan ini artinya
aesthetics must be the personal mengacu pada keindahan alam semesta. Akan
experience of a peculiar emotion. The tetapi pada masa-masa selanjutnya teori
object that provoke this emotion we call keindahan lebih banyak berubah dan
works of art. All sensitive people agree
berkembang secara drastis dibandingkan
that there is a peculiar emotion provoked
by works of art …This emotion is called dengan teori seni. Dikatakan demikian karena
the aesthetic emotion (George Dickie, perdebatan para filsuf relatif sama seperti yang
1979:72). dikatakan Plato. Sehingga banyak filsuf yang
tidak setuju tentang bagaimana seharusnya seni
Untuk mengupas permasalahan estetika dirumuskan. Senada dengan hal ini Milton
kendhangan Karawitan Jawa, maka pertanyaan C.Nahm dalam Philosophy of Art and Aesthetics
yang diajukan adalah apa unsur-unsur yang menyatakan sebagai berikut.
mendukung estetika kendhangan dalam Men urged that art is indefinable, others
karawitan Jawa? that it was inexplicable. Men asserted that
originality should be used as the basic

234 Volume 11 No. 2 Desember 2013


Slamet Riyadi : Estetika Kendhangan dalam Karawitan Jawa

criterion for judging art, others that pada umumnya mau menerima bahwa
intelligibility lay at the core of all artistic keindahan adalah fakta yang ada pada alam dan
techniques (1975:7). seni. Tetapi mereka berpolemik mengenai fakta
keindahan sebagai suatu realita - apakah
Buah pikiran Plato tentang keindahan melekat pada benda indah, ataukah hanya
berpengaruh sangat kuat terhadap para filsuf terdapat dalam pikiran orang yang mengamati.
yang sekaligus muridnya maupun filsuf lainnya. Cabang filsafat yang berurusan dengan
Bahkan bertahan sejak abad pertengahan definisi, struktur, dan peran dari keindahan,
hingga sekitar abad XII, penetrasinya sampai ke khususnya dalam seni, disebut ilmu estetika.
wilayah Eropa Barat. Kenyataan tersebut Sebagai suatu cabang filsafat, maka ilmu ini
dimungkinkan atas jasa Plotinus (204-269) pada mulanya disebut filsafat seni. John
dalam menanamkan pikiran Plato. Aliran Hospers dalam Encyclopedia of Philosophy,
Platoisme dan Plotinusme bersifat metafisis, menyatakan sebagai berikut:
yakni meyakini bahwa untuk mencapai Aesthetics is the branch of philosophy is
keindahan yang sesungguhnya ditempuh that concerned with the analysis of
dengan jalan meditasi, dengan begitu akan bisa concepts and the solution of problems
didatangi “karunia dari sana”. Lain halnya dengan that arise when one contemplates
Aristotelian, ditegaskan bahwa keindahan adalah aesthetic objects. Aesthetic objects in
atribut yang melekat pada suatu benda, lebih turn, comprise all the objects of aesthetic
lanjut ia merumuskan keindahan sebagai experience; thus it is only after an
aesthetic experience has been sufficiently
sesuatu yang baik dan menyenangkan. Dengan
characterized that one is able to delimit
demikian Aristoteles dapat diklasifiksikan the class of aesthetic objects ( The Liang
sebagai objective aesthetician. Gie,1976:20).
Pemunculan istilah estetika dipelopori
dan diawali oleh seorang filsuf Jerman Alexander a. Bunyi Suara, Notasi Kendhang dan
Gottlieb Baumgarten dalam bukunya Aesthetica Produksi Suara Kendhang Ciblon
yang dipublikasikan pada tahun 1750. Peran
yang signifikan kaitannya dengan pemunculan Dalam karawitan Jawa belum ada notasi
istilah ini adalah mengangkat studi bidang baku untuk kendhangan, termasuk kendhangan
keindahan menjadi cabang tersendiri yang ciblon. Memang sudah ada notasi, yaitu yang
terpisah dari filsafat. Pikiran Baumgarten yang digunakan terutama untuk keperluan pengajaran,
dikemukan dalam ‘Aesthetica‘ pada prinsipnya tetapi itupun hanya digunakan di kalangan
serupa dengan pikiran Gottfried Wilhelm Leibniz terbatas dan sering berbeda antara satu
yang muncul dalam buku Reflections on Poetry pengajar dengan pengajar lainnya. Lagi pula
terbit tahun 1735. Substansinya adalah kendhangan yang dinotasikan belum
membedakan antara pengetahuan intelektual sepenuhnya sungguh-sungguh merupakan
untuk ilmu-ilmu lain, sedangkan studi keindahan representasi dari suara kendhangan yang
merupakan pengetahuan inderawi. Pemikiran dimainkan oleh pengrawit kendhang. Artinya,
kedua fisuf itu sebenarnya tidak memiliki nilai bahwa yang dinotasikan adalah sebatas untuk
unggul bila dibandingkan dengan pemikiran para keperluan pengenalan lewat pengajaran. Untuk
filsuf sebelumnya. Misalnya Poetics-nya mampu memainkan kendhang yang betul-betul
Aristoteles, Sublimitate-nya Longinus, Critique berkualitas perlu mendalami melalui berbagai
of Judgement-nya Kant. Setengah abad upaya.
kemudian fisuf Immanuel Kant dan penyair Suara kendhang ciblon pada gamelan
Friedrich Schiller mengadopsi ‘aesthetica’ Jawa dapat diproduksi melalui berbagai cara.
dengan menggunakannya sebagai judul dari Di antaranya meliputi memukul dengan satu
karyanya. Tampaknya istilah tersebut tangan, memukul kemudian mendorong dengan
representatif, sehingga dengan tanpa tangan yang sama, memukul salah satu sisinya
mempedulikan latar belakang pemunculan sementara menutup sisi lainnya, atau cukup
istilah ‘aethetica’ tersebut, tidak bisa dipungkiri menyentuh dengan jari jemari secara lembut.
bahwa istilah ini menjadi seminal. Para filsuf Daerah yang dipukul meliputi bagian tepi dan

Volume 11 No. 2 Desember 2013 235


Jurnal Seni Budaya

tengah. Untuk teknik-teknik lain yang terkait 2. ‘Lang’, dengan simbol ‘L’. Mirip dengan ‘tak’
dengan uraian kendhangan ciblon, yakni dalam tetapi kedua sisi tebokan terbuka.
pengertian bahwa pengendhang 3. ‘Tong, dengan simbol ‘°’. Jari tengah
mengeksplorasi masing-masing sisi dari memukul bagian tepi tebokan kecil
kendhang atau kombinasi dari kedua sisi, 4. ‘Lung’, dengan simbol ‘L’. jenis suaranya
termasuk tuntutan kecekatan melaksanakan mirip dengan ‘thung’ tetapi diproduksi oleh
semua jenis pukulan. Dengan begitu dapat jari telunjuk atau jari tengah dengan memukul
dikatakan bahwa secara umum ada tiga cara bagian tepi dalam tebokan kiri.
dalam memproduksi suara kendhang ciblon,
yaitu pada sisi tebokan besar, pada sisi tebokan d. Produksi suara dengan mengkombinasikan
kecil, dan kombinasi dari kedua tebokan. Berikut kedua tebokan kendhang
uraian secara rinci dari masing-masing sisi.
1. ‘dlong’, dengan simbol ‘N ’. Suara ini
b. Produksi suara pada sisi tebokan besar merupakan kombinasi suara ‘tong’ dan
(dengan menggunakan tangan kanan) ‘dhen’.
2. ‘tlang’, ‘+J’. Suara ini merupakan kombinasi
1. ‘Dhen’, dengan symbol ‘B’, suara ini dapat suara ‘lang’ dan ‘thung’.
diproduksi dengan memukul bagian tepi dari 3. ‘tlong’, ‘XXXXSP* ‘. Suara ini merupakan
kendhang dengan posisi jari tangan tertutup. kombinasi suara ‘tong’ dan ‘thung’.
2. ‘Thung’, dengan simbol ‘P’, suara ini dapat 4. ‘ndang’, ‘D’. Suara ini merupakan kombinasi
diproduksi dengan memukul bagian tengah suara ‘lang’ dan ‘dhen’.
kendhang dengan telapak tangan dan jari
terbuka, sementara ujung dari telapak tangan Kendhang di tangan seniman dapat
menempel pada permukaan kendhang. bervariasi, enak didengar dan menimbulkan rasa
3. ‘Nggen’ atau ‘hen’, dengan simbol ‘H’. Suara nikmat di dalam batin. Bunyi suara kendhang
ini dapat diproduksi dengan menggerakkan bernilai estetis. Bunyi suara kendhang dapat
ibu jari tangan kanan ke bawah secara berdiri sendiri seperti untuk komposisi, dan lebih
lembut pada tengah tebokan kendhang. banyak dibunyikan bersama dengan instrumen
4. ‘Ket’, dengan simbol ‘K’, suara ini dapat yang lain. Suara kendhang ketika dibunyikan
diproduksi dengan menyentuh secara bersama instrumen gamelan yang lain harus
lembut bagian tengah tebokan kendhang menyatu, baik dari segi volume, ritme, warna
dengan jari tengah. suara sehingga secara keseluruhan
5. ‘Dhet’, dengan simbol ‘V’ untuk memproduksi menimbulkan keseimbangan, keselarasan, dan
suara ini mirip dengan ‘dhen’, tetapi dengan keharmonisan.
menutup kedua sisi tebokan kendhang. Peran pengendhang dalam klenèngan,
selain sebagai pengatur irama, juga dituntut
6. ‘Kret’, dengan symbol ‘r’, suara ini dapat untuk mampu menghidupkan dan
diproduksi dengan menyentuh secara mendinamisasikan gendhing yang disajikan.
lembut tebokan bagian tengah dengan jari Dengan kata lain, apabila pengendhang berhasil
manis, jari tengah, dan telunjuk berurutan memaksimalkan perannya, niscaya pertunjukan
secara merata. tidak akan terasa membosankan. Berbeda
halnya peran pengendhang pada pertunjukan
c. Produksi Suara pada Tebokan Kecil tari maupun wayang kulit, dan kethoprak. Dalam
(dengan menggunakan tangan kiri) konteks sebagai pendukung seni yang lain,
pengendhang dituntut untuk berperan ganda,
1. ‘Tak’, dengan symbol ‘I’. suara ini dapat yakni sebagai pemimpin orkestra gamelan harus
diproduksi dengan menutup tebokan besar, tetap menjaga laya, dan pada saat yang
sementara tangan yang satunya dengan jari bersamaan juga dituntut untuk mengikuti,
tertutup memukul bagian tengah tebokan memacu, merangsang ekspresi gerak, dan
kecil dengan langsung menutupnya. memantapkan aksentuasi gerak tari/wayang.
Suara kendhangan yang dilakukan oleh

236 Volume 11 No. 2 Desember 2013


Slamet Riyadi : Estetika Kendhangan dalam Karawitan Jawa

pengendang berperan besar dalam membangun komentar negatif, ‘ampang’, (ringan) ‘reged’,
kesan dramatik dan menghidupkan suasana (kotor) atau ‘semrawut’ (tidak jelas). Komentar
pertunjukan. Kesan dramatik dapat diperoleh adalah sebuah penilaian, oleh karenanya harus
dengan menggarap salah satunya dapat dicapai disertai penjelasan yang detail, yakni dengan
lewat garap laya atau tempo (Supanggah, menyebut unsur-unsur yang membentuk suatu
2007:260). Kendhangan dalam karawitan tari kualita atas hal yang dinilai. Menghadapi
memiliki hubungan timbal balik. Peran timbal kenyataan kendhangan yang anteb, wijang,
balik antara kendhangan dengan tari ditegaskan pliket, merasa puas, nyaman, senang.
oleh Trustho dalam buku Kendangan dalam Sebaliknya terhadap kendhangan yang ampang,
Tradisi Tari Jawa sebagai berikut. reged, semrawut merasa risih, atau tidak
Kenikmatan gerak tari Jawa dapat nyaman. Dalam kaitan dengan konsep estetik
ditemukan pada permainan ritme dengan Djelantik mengatakan:
aksentuasi yang indah. Ritme itu sendiri Pada umumnya apa yang kita sebut indah
dalam karawitan diatur oleh kendhang. di dalam jiwa kita dapat menimbulkan rasa
Dengan demikian kendhang sangat senang, rasa puas, rasa aman, nyaman
menentukan keberhasilan pertunjukan dan bahagia, dan bila perasaan itu sangat
tari. Antara kendhang dengan tari menjadi kuat, kita merasa terpaku, terharu,
partner dalam presentasi. terpesona, serta menimbulkan keinginan
Ketergantungan dan saling mengisi pada untuk mengalami kembali perasaan itu
aksen-aksennya merupakan kerja yang walaupun sudah dinikmati berkali-kali,
amat primer (2005:100). kelangen dalam bahasa Bali (2004:2).

Ketika menyertai tari, wayang kulit, Cara pandang setiap pengamat yang
wayang orang, dan kethoprak dengan berbeda-beda menyebabkan konsekuensi
kendhangan bukan ciblon, peran pengendhang penilain yang berbeda pula. Bagi para seniman
sebatas sebagai indikator ritme. Dengan mengungkap rahasia kendhangan yang bernilai
demikian tuntutan variasi wiledan tidak estetis merupakan hal penting dan diperlukan
diterapkan dalam konteks ukuran nilai estetik. penghayatan yang seksama. Kajian
Implementasi kendhangan semacam ini kendhangan dalam tulisan ini bersifat umum,
misalnya pada jenis gerak tari yang bernuansa artinya tidak menunjuk pada satu jenis
tenang, stabil, konstan, misalnya pada jenis tari ensamble dalam karawitan. Keberadaan
rantaya, alus, bedaya dan srimpi. Pada wayang kendhang bersama instrumen lainnya, baik
kulit dan wayang orang pada saat sajian sebagai perangkat mandiri maupun ketika
gendhing dengan teknik kosek wayang, kosek menyertai seni lain, yakni tari, wayang kulit,
alus, dan sirepan. wayang orang, dan kethoprak memerlukan
kajian tersendiri.
Kedudukan dan Peran Kendhang Uraian diatas menjadi titik pijak untuk
mengungkap nilai estetik dari kendhangan pada
Kedudukan dan peran kendhang (melalui gamelan Jawa. Pengukapan pada artikel ini
pemain yang disebut pengendhang), sebagai adalah mendasarkan pada asumsi bahwa setiap
pemimpin orkestra gamelan sangat pokok. karya seni medium beserta segenap unsur yang
Pengertian secara denotatif, pengendhang membangun disusun dan disatupadukan
adalah sebutan yang disandangkan kepada sehingga menjelma menjadi satu kebulatan
pengrawit kendhang Jawa yang memiliki kualitas yang solid dan utuh. Kerja mengorganisasi
tertentu. Ukuran kualitas tersebut tidak dapat dalam pengertian ini, seniman harus mampu
dikuantifikasikan dengan angka, namun dan berhasil mewujudkan suatu bentuk yang
pengakuannya lebih bersifat opini oleh komunitas menarik dan bermakna. Sejalan dengan hal ini
pendukung karawitan sendiri. Ketika seorang Clive Bell yang cenderung sebagai objective
pengrawit mengomentari positif untuk aesthetician berpendapat bahwa keindahan
kendhangan yang bagus, dikatakan “Wah karya seni terletak pada kualita obyektif dari
kendangane si A ‘anteb’, (mantap) ‘wijang’ suatu benda. Kecenderungan itu nampak pada
(jelas)”, atau mungkin ‘pliket’. Sebaliknya untuk gagasannya tentang teori bentuk. Menurutnya,

Volume 11 No. 2 Desember 2013 237


Jurnal Seni Budaya

segenap seni visual dan auditif sepanjang dalam kendangan. Kegagalan dalam
masa memiliki apa yang ia sebut sebagai bentuk merealisasikan laya dalam suatu sajian
bermakna (significant form). Ditambahkan gendhing akan mengurangi atau bahkan
bahwa bentuk bermakna adalah bentuk dari melemahkan nilai estetiknya. Sebagaimana
karya seni yang menimbulkan tanggapan dalam praktik pertunjukan klenengan biasa
berupa perasaan estetik (aesthetic emotion) digunakan berbagai variasi laya pada masing-
dalam diri penghayat. masing bagian dari sebuah gendhing, misalnya
Bentuk ini dibedakan menjadi dua, yaitu laya bagian merong seharusnya lebih tamban
bentuk besar (form in the large) dan bentuk kecil daripada bagian inggah, dan gendhing
(form in the small). Bentuk besar merupakan lanjutannya, jika ada semestinya lebih cepat dari
organisasi antara bagian-bagian secara bagian inggah. Pada titik inilah ketika sajian suatu
keseluruhan, sedangkan bentuk kecil adalah gendhing akan berpindah irama dan atau
organisasi dari masing-masing bagiannya. kebagian selanjutnya, misalnya dari merong ke
Kajian pada artikel ini merupakan telaah dari inggah pengendhang dituntut mampu
organisasi bentuk kecil, yaitu nilai estetik merealisasikannya secara lembut, dalam arti
kendhangan gamelan Jawa. tidak bergejolak. Pembedaan laya dalam sajian
Berikut ini adalah aspek-aspek pokok klenengan sangat pokok, mengingat sajiannya
yang selanjutnya akan digunakan sebagai dasar mandiri, sehingga implementasi berbagai laya
pijakan kriteria untuk mengkaji estetika secara tepat pada bagian-bagian gendhing
kendhangan pada berbagai perangkat. Aspek- sangat diperlukan. Implementasi berbagai laya
aspek kendhangan meliputi laya, kebukan, dan di sini dimaksudkan untuk mencapai kesan
wiledan. Aspek-aspek tersebut selanjutnya dinamis dari sajian suatu atau serangkaian
dalam artikel ini difahami sebagai obyek estetik gendhing. Dalam konteks ini Marc Benamou
yang memiliki bentuk bermakna, yaitu bentuk menegaskan:
yang berpotensi menimbulkan pengalaman … a good performance must be
estetik. Berkenaan dengan pengalaman estetik, appropriate to the situation … but also to
dalam artikel ini digunakan teori Monroe the repertoire at hand. This last
Beardsley, menurutnya karakteristik requirement comprises tw o large
categories: the rasa of the piece and rasa
pengalaman estetik terbagi menjadi tiga
of genre it belongs to. Whereas rasa
kategori, yaitu unity, intensity, dan complexity. gendhing refers to mood or affect, an
Beardsley lebih lanjut menegaskan bahwa expression like rasa merong … refers to
karakteristik pengalaman-pengalaman estetik the “merong-ness” of the performance
tersebut diperoleh dari obyek estetik (George (1998:248).
Dickie, 1979:154-155). Mengingat bahwa artikel
ini mengkaji nilai estetik kendhangan, maka Sesuai dengan yang diungkapkan Marc
analisisnya menggunakan pendekatan aesthetic Benamou, bahwa pertunjukan gendhing yang
obyect yang diintroduksi oleh Monroe Beardsley bagus, bernilai estetis adalah ketika sajiannya
tersebut, yakni mencermati kekuatan unsur- ada kesesuaian dengan suasana dan juga jenis
unsur unity, intensity, dan complexity dari gendhingnya, selain itu pertimbangan karakter
kendhangan. Berikut ini adalah aspek-aspek gendhing, sehingga ekspresi rasa merong
kendhangan yang dikaji. misalnya dapat tercapai.
Tipe gendhing tertentu kadang-kadang
1. Laya juga perlu diperlakukan dengan menggunakan
Cepat atau lambatnya irama dalam dunia laya tertentu yang berbeda dari laya sajian
karawitan disebut laya (Supanggah, 2007:216) gendhing pada umumnya. Misalnya Gendhing
atau dalam istilah musik pada umumnya secara Laler Mengeng, semestinya digarap dengan
luas disebut tempo. Dalam pengertian ini bahwa menggunakan irama dadi dalam laya tamban,
satu irama tertentu berpeluang ditampilkan hal ini untuk mencapai ‘rasa’ gendhing Laler
beberapa jenis laya, yaitu tamban, sedeng, Mengeng.
seseg, dan sebagainya. Penguasaan secara Perbedaan dalam merealisasikan laya
praktis terhadap laya adalah aspek penting juga terjadi pada sajian gendhing untuk

238 Volume 11 No. 2 Desember 2013


Slamet Riyadi : Estetika Kendhangan dalam Karawitan Jawa

keperluan menyertai seni lain, yaitu tari, wayang dengan lainnya. Dalam dunia karawitan,
kulit, wayang orang, dan ketoprak. Secara kebukan yang ‘sempurna’ (excellent) dikatakan
umum penggunaan laya dalam sajian gendhing pulen.
adalah klenèngan menggunakan laya tamban, Pengendhang harus mampu
dan untuk pertunjukan tari lepas dan kethoprak membedakan kualitas kebukan yang sesuai
umumnya menggunakan laya sedeng, untuk setiap jenis pertunjukan karawitan.
sedangkan laya seseg digunakan pada sajian Kendhangan memang sangat berbeda dari satu
wayang kulit dan wayang orang. Laya seseg juga konteks pertunjukan dengan lainnya. Biasanya
digunakan pada tari bedhaya atau srimpi. pengrawit membedakan antara spesialisasi
Kemampuan dalam merealisasikan laya kendhangan dalam tari, wayang kulit/orang, dan
yang mungguh untuk masing-masing jenis klenèngan. Masing-masing membutuhkan pola
pertunjukan tersebut merupakan salah satu yang berbeda, mirip tetapi vokabuler dari
unsur pokok yang menentukan nilai estetik kebukannya tidak persis sama. Kebukan dalam
kendhangan. Pada waktu sajian suatu gendhing klenèngan secara umum relatif lirih, untuk
sudah berjalan, pengendhang dituntut memiliki menyertai tari maupun wayang kulit/orang dan
kemampuan untuk menjaga konsistensi dalam kethoprak dituntut kebukan lebih keras. Tentunya
menjaga irama untuk tidak menjadi cepat juga menyesuikan adegan yang ada di
(ngesuk) atau menjadi lambat (nggandhul), panggung.
aspek ini juga merupakan faktor yang
mempengaruhi nilai estetik. Keseluruhan 3. Wiledan
uraian tentang laya tersebut menyiratkan bahwa Terdapat kesepahaman pengrawit Jawa
kendhangan dalam gamelan Jawa bahwa wiledan adalah pengejawantahan dari
mengutamakan unsur kesatuan (unity), tanpa cengkok, artinya cengkok adalah satuan melodi
adanya pengikat, yaitu laya/irama elemen- yang abstrak. Dalam pembicaraan sehari-hari
elemen lainnya tidak mungkin menyatu. Selain di dunia karawitan penggunaan kedua istilah itu
itu variasi sajian laya dapat dilihat sebagai sering tumpang suh. Istilah cengkok biasanya
intensitas yang merupakan kekuatan pendukung diterapkan pada melodi yang dimainkan oleh
nilai estetik. sekelompok instrumen garap termasuk
kendhang, gendèr, gambang, rebab, dan
2. Kebukan perangkat instrumen yang lain. Dalam hal
Aspek lain yang turut menentukan nilai wiledan sebagai ukuran untuk melihat nilai estetik
estetik kendhangan adalah kebukan, yaitu dari kendangan berarti kajian kekayaan variasi
kemampuan memproduksi suara kendhang. dari seorang pengendhang. Pengendang
Ukuran kualitas kebukan meliputi kemampuan dituntut memiliki berbagai variasi wiledan untuk
memproduksi kejernihan suara, konsistensi setiap cengkok. Pengendang juga dituntut
untuk memproduksi kualitas warna suara, memiliki kemampuan meramu, mengolah,
pengaturan volume, dan artikulasi. Kejernihan mengkaitkan antara wiledan satu dengan
menunjuk pada pengertian kejelasan suara lainnya, yakni untuk mencapai kualitas ‘pliket’
(pure), artinya suara yang dihasilkan bernilai juga menjadi ukuran dalam menilai estetik
musikal, bukan sekedar suara wadag. Intensitas kendhangan. Dalam memilih wiledan untuk
(intensity) dalam pengertian kehebatan kualitas berbagai ensambel juga merupakan
suara, merupakan salah satu titik perhatian yang kemampuan yang harus dikuasai oleh
perlu dicermati. Konsistensi dalam konteks ini pengendhang. Misalnya, pemain kendhang
artinya suara yang diproduksi ‘sama’, misalnya dituntut mampu membedakan wiledan ciblon
kualitas suara ‘P’ harus relatif ‘sama’ sepanjang dalam sajian klenengan dengan wiledan ciblon
pertunjukan. Volume dari setiap suara yang untuk keperluan mengikuti gerakan tari maupun
dihasilkan harus merata, artinya harus dihindari wayang. Inilah pentingnya tingkat kompleksitas
penonjolan salah satu suara. Untuk aspek (complexity) menjadi titik kajian untuk melihat
artikulasi berkenaan dengan upaya nilai estetik dari kendhangan. Komplesitas juga
menampilkan semua jenis suara terdengar dapat ditemui pada hubungan wiledan satu ke
wijang (jelas). Kebukan ini saling mengkait satu wiledan lainnya (sambung-rapet).

Volume 11 No. 2 Desember 2013 239


Jurnal Seni Budaya

Kesimpulan rantaya, alus, bedaya dan srimpi. Sedangkan


pada wayang kulit dan wayang orang pada saat
Estetik kendangan dalam karawitan sajian gendhing dengan teknik kosek wayang,
Jawa bergantung pada kemampuan kosek alus, dan sirepan. Satu hal yang sangat
pengendhang dalam mengatur tempo dalam pokok yang harus dimiliki pengendhang, yakni
hubungannya dengan peran musikal. Selain itu, kemampuan menafsir karakter gendhing.
perlu mempertimbangkan kenyamanan
instrumen garap lainnya dalam merealisasikan Kepustakaan
wiledan; konsistensi dalam merealisasikan
warna suara kendhang dan volume; artikulasi, A.A,M. Djelantik. 2004. Estetika Sebuah
serta kekayaan wiledan sebagai variasi. Pengantar. Bandung: MSPI bekerja
Penerapan peran pengendhang dapat dilihat sama dengan Arti.
dalam beberapa penyajian. Pada waktu
Benamou, Marc. 1998. Rasa in Musical
klenèngan peran pengendhang selain sebagai
Aesthetics. Michigan: The University of
pengatur irama, juga dituntut untuk mampu
Michigan, Copyright 1999 by UMI
menghidupkan dan mendinamisasikan gendhing
Company.
yang disajikan. Dengan kata lain, apabila
pengendhang berhasil memaksimalkan Brinner, Benjamin. 1995. Knowing Music,
perannya, niscaya pertunjukan tidak akan terasa Making Music Javanese Gamelan
membosankan. Pada pertunjukan tari maupun Music and the Theory of Musical
wayang kulit, dan kethoprak peran pengendhang Competence and interaction. Chicago
adalah sebagai pendukung seni yang lain. Untuk & London: The university of Chicago
itu, pengendhang dituntut untuk berperan ganda, Press.
yakni sebagai pemimpin orkestra gamelan harus Dickie, George.1979. Aesthetics An Introduction.
tetap menjaga laya, dan pada saat yang Indianapolis: Pegasus, A division of
bersamaan juga dituntut untuk mengikuti, Bobbs – Merrill, Educational Publishing.
memacu, merangsang ekspresi gerak, dan
memantapkan aksentuasi gerak tari/wayang. Nahm, C Milton. 1975. Reading in Philosophy
Suara kendhangan yang disajikan oleh of Art and Aesthetics. New Jersey:
pengendang berperan besar dalam membangun Prentice Hall, Englewood Cliff.
kesan dramatik dan menghidupkan suasana Rahayu Supanggah. 2007. Bothekan Karawitan
pertunjukan. Kesan dramatik dapat diperoleh II Garap. Surakarta: ISI Press.
dengan menggarap salah satunya dapat dicapai
lewat garap laya atau tempo. Peran timbal balik Sal Murgiyanto. 2002. Kritik Tari Bekal &
antara kendhangan dengan tari dan bentuk seni Kemampuan Dasar. Jakarta: Ford
yang lain sangat kuat. Ketika menyertai tari, Foundation & Masyarakat Seni
wayang kulit, wayang orang, dan kethoprak Pertunjukan Indonesia (MSPI).
dengan kendhangan non ciblon, perannya The Liang Gie. 1976. Garis Besar Estetik
sebatas sebagai indikator ritme. Dengan (Filsafat Keindahan). Yogyakarta:
demikian tuntutan variasi wiledan tidak Fakultas. Filsafat Universitas Gadjah
diterapkan dalam konteks ukuran nilai estetik. Mada.
Implementasi kendhangan semacam ini
Trustho. 2005. Kendhang dalam Tradisi Tari
misalnya pada jenis gerak tari yang bernuansa
Jawa. Surakarta: STSI Press.
tenang, stabil, konstan, misalnya pada jenis tari

240 Volume 11 No. 2 Desember 2013

You might also like