Professional Documents
Culture Documents
net/publication/312378893
CITATION READS
1 2,494
1 author:
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Ismail Suardi Wekke on 11 March 2017.
P O L IT IK , A G A M A D A N N E G A R A :
P E M E R I N T A H A N ISL A M D I M A LA Y SIA
Ism a il Suardi W ek k e
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Sorong, Papua Barat.
Email: iswekke@gmail.com
Abstract
in mainstream discourse always separate on religion and state. In addition, this perspective arouses
when there was a conflict between church and government ruler in the past. Therefore, it is a need to
explore in the Muslim country how the relation between religions in this context is Islam and the state
on the other side. This research was conducted in Malaysia to discover implementation of Islam as
spirits of government in realising their dream as nation. Qualitative research approach employed to
discover data. In-depth interview and observation were employed in collecting data. During interview
and observation, guidelines were utilised as instrument. This study shows that Islam is maintain the
character o fgovernment official since the state was founded. Moreover, in the time ofgoverning they
extend the religion principle to enhance the administration activities. Finally, this research concludes
that Islam and nation can coexist to expand the organisation in politics.
CjLojI aII 4JL^Ls .jp lljJ lj 4L>}U,I (JJuj 4_LLaJ,l 4^91+il CjIju I
.|c£LaJI ^xLaJJ <Jj> J-4 wL>K* j -cj ^ j LjuJI ^LmiLumJI .4-c4^LujV1 SjU^JeJ! ^jA Luiu^lSj
A. P en d a h u lu a n
D i antara negara-negara dunia tidak banyak yang m enjadikan agam a
sebagai kesatuan dalam kelem bagaan pem erintahan. P raktik u m u m yang ada
seperti A m erika Serikat adalah m em isahkan antara agam a d an negara. W alaupun
secara d d ak tegas penyam an antara agam a d an negara, selalu saja dap at dilihat
adanya p en garuh agam a terh ad ap konstitusi negara, diantaranya Filipina.
M ayoritas w arga m en g an u t K risten sehingga dikonstruksilah atu ra n kenegaraan
yang m elarang perceraian. In i berasal dari spirit keagam aan bahw a pernikahan
hanya dilaksanakan sekali seu m u r hidup. Ini d ap at diduga bahw a m en d ap atk an
pengaruh dari prinsip keagam aan. S em entara di sisi lain, ada M alaysia yang
secara nyata m elem bagakan Islam sebagai agam a resm i negara. Selanjutnya
m enjadikan prinsip-prinsip Islam sebagai dasar kenegaraan. D ip a n d a n g dari
teori sosial, ini kem udian dinam akan dengan sum ber stabilitas p o litik .1*
Selanjutnya, operasionalisasi negara diselenggarakan dengan sistem
pem erintahan. A da bagian-bagian negara yang saling b e rh u b u n g a n dan
m em punyai ketergantungan dengan fungsi yang secara keseluruhannya. Sam
bagian saja yang tidak bekerja m aka akan m enim bulkan dam pak bagi un it yang
lain dalam proses m enjalankan fungsi negara. M ungkin saja akan terganggu atau
7 Michael Saward, “Democracy and Competing Values”, dalam Government and Opposition,
Vol. 31, No. 4. (1996), hal. 467-86.
8 Mohammed Arkoun, Islam Kontemporer. Menuju Dialog Antar-agama, (Yogyakarta: Pustaka
Pclajar, 2001).
9 A Rahman Zainuddin, Kek.uasaan dan Negara Pemikiran Politik Ibnu Khaldun, (Jakarta: PT.
Gramedia, 1992), hal. XV.
10 Fuad Baali dan Ali Wardi, Ibn Khaldun dan Pola Pemikiran Islam, terj. Mansuruddin,
(Jakarta: Pustaka Firdaus, 1989), hal. 9.
Pelitik, Agama, dan Negara ... 293
2 Carl J. Friedrich, Man and H is Government, A n Empirical Theory of Politics, (New York: Me
Graw Hill Book Coy, Inc., 1963).
3 Robert N. Bellah, The Broken Covenant: American Civil Religion in a Time o f Trial, (New
York: Seabury, 1975).
4 Nurcholish Madjid, “Kata Sambutan” dalam Munawir Syad2 ali, Islam dan Tata Negara:
Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta: Ul-Press, 1990), hal. vi-vii.
5 Kenneth D. Wald, Religion and Politics in the United States, (Washington DC: Congressional
Quarterly Press, 1992), hal. 7-38.
5 David C. Leege, The Parish as Community, Notre Dame Study o f Catholic Parish Life, Report
10, (Notre Dame, IN: University of Notre Dame, 1987).
Politik, Agama, dan Negara ... 295
11 Azyumardi Azra, “Kata Pengantar”, dalam Bernard, Bahasa Politik Islam, penerj. Ihsan
Ali Fauzan, (Jakarta: Gramedia, 1994), hal. 3.
12 Muhsin Mahdi, Ibn Khaldun's Philosophy o f History, A Study in the Philosophy Foundation of the
Science Culture, (Chicago: University Press, 1971), hal. 168.
296 Millah Vol. X II, No. 2, Februari 2013
W alaupun dem ikian, posisi penelitian ini berada dalam w ujud bahw a negara
Islam m erupakan satu pilihan m odel kenegaraan. D alam praktiknya ada juga
para polidsi yang m em ilih dpikal ini. Sehingga ddak dapat dinafikan begitu saja.
W alaupun secara w acana, ada juga p en d ap at yang m enyanggah bahw a
sesungguhnya negara Islam itu ddak p ern ah w ujud. Salah saw p e n o lak an datang
dari M usdah M ulia yang m enganggap bahw a kenyataan historis m enu n ju k k an
adanya kekuatan poliuk dari sem angat beragam a dalam Islam. D i saat w afatnya
R asulullah bukanlah w acana teologi atau hal lain yang m enjadi perdebatan.
ju s tru dalam ded k -d etik awal segm entasi berada dalam siapa penggand
Rasulullah. Ini dip an d an g M usdah M ulia sebagai islam sem ata-m ata adalah
kekuatan polidk tetapi bu k an negara. W alaupun istilah nilai dem okrasi dan hak
asasi m anusia m uncul jauh di belakang hari, tetapi Islam telah telah m enjalankan
dua hal ini tanpa m enyebutnya dengan dua istilah terseb u t.13
J u stru sem angat p olidk pulalah juga yang kem udian m enjadi
p erpecahan, p erte n ta n g an b ah k an sam pai pada d d k p e m b u n u h a n . B eberapa
ren tetan p e m b u n u h a n setelah U sm an bin A ffan diantaranya dipicu oleh
kepentingan p o lid k .14 Para p ak ar yang m enolak pandangan adanya negara Islam
kem udian m engajukan pan d an g an u n tu k m c n d u k u n g argum entasi itu dengan
m enunjukkan bahw a ru m u san negara Islam belum satu konsep. Jika d d a k satu
berarti di saat m u n cu l p erd eb atan , ini bisa dipandang sebagai bu k an sesuatu
yang m udak. Sekalipun tahapan K h u lafa’ al-Rasyidun d ipandang sebagai m asa-
m asa ideal, nam u n setelahnya dalam m asa Bani U m m ayyah dan B ani A bbasiyah
ada tah ap an yang b erb ed a secara no rm ad f. T idak ada lagi ciri Islam yang bisa
disebut sebagai negara yang ideal.15
Salah satu pan d an g an yang m e n d u k u n g bahw a negara Islam itu w ujud
secara teori d an p ra k d k adalah Badawi. K etika terjadinya perjanjian bai’a t
(sum pah seda) yang diberikan oleh m asyarakat M adinah, m aka saat itulah
m erupakan d d k tolak terbentuknva negara Islam. M andat polidk yang dimiliki
ddak saja beru p a w ahyu A llah tetapi adanya pengakuan m asyarakat Y astrib saat
13 Musdah Mulia, Negara Islam: Pemikiran Politik Husain Haikal, (Jakarta: Paramadina, 2001),
hal. 5-6.
14 Philip K. Hitti, History of The Arab, (London: Macmillan, 1990), hal. 193.
15John L. Esposito, Islam dan Politik, (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), hal. 370.
Politik, Agama, dan Negara ... 297
16 Tsarwat Badawi, al-Nushum al-Siyasah,)uz I, (Lebanon: Dar al-Fikr, 1998), hal. 37.
17 Fathi Osman, “Parameters of the Islamic State”, Arabia'. The Islamic World Review, No.
17, (Januari 1983), hal. 10.
18Taha Abd al-Baqi Surur, Dawla al-Quran, (Kairo: Dar al-Nadha Misr, 1972), hal 80.
19 HAL. A. R. Gibb (peny.) Whither Islam? A Survey of Modem Movements in the Moslem World,
(London: Victor Gollancz Ltd., 1932), hal. 12.
20 Abu al-Hasan Ali al-Mawardi, al-Ahkam al-Sulthaniyyah, (Lebanon: Dar al-Fikr, tt), hal. 5.
298 Millah Vol. X II, No. 2, Februart 2013
21 R. W. Carcyle dan A. J., A History of Medieval Political Theory in The West, Vol. 5,
(London: Blackwood, 1928), hal. 190.
22 Asta Olesen, Islam and Politics in Afghanistan, (Curzon Press: St. John’s Studios, Church
Roadl Richmond, Surrey, 1996), hal. 1.
23 Yusuf Qaedhawi, M in Fiqh al-Daulab ft al-Islam, (Kairo: Dar al-Syuruq, 1997), hal. 30.
Politik, Agama, dan Negara ... 299
keluar yang paling adil dalam m em ecahkan m asalah yang akan m em berikan
d am p ak m aslahat. Ini d a p at saja terjadi karena adanya dua hal p e n u n ja n g yaitu
kesem patan dan faktor-faktor pokoknya yaitu asas utam a den g an berlandaskan
kepada p em ah am an rasional. D em ikian pula senantiasa terk an d u n g di dalam nya
sifat elastis dan sesuai dengan fitrah kem anusiaan. Selanjutnya syariat juga
b e rtu ju an u n tu k m enjaga keseim bangan antara hak dan kew ajiban, rohani dan
jasm ani, dunia dan akhirat. Secara praktis senantiasa akan m enegakkan keadilan
dalam kehidupan, pada saat yang sam a juga m engupayakan kem aslahatan dan
kebaikan. P ada akhirnya akan m enolak kerusakan dan kejahatan dalam batas
m aksim al. Pada dasarnya syariat sudah ditetapkan Allah dengan m elibatkan sifat
luwes. Ini u n tu k m em berikan kesem patan ketika m uncul m asalah b aru yang
tibul dalam kehidupan m anusia, m aka dapat saja diselesaikan dengan
m enggunakan dasar syariat terseb u t.24
P erd eb atan diatas m uncul jika kem udian m elihat b e n tu k -b e n tu k
pem erin tah an yang berlangsung sejak zam an kenabian. D im an a p em b e n tu k an
negara Islam m em an g tidak w ujud dalam kata daulah. M elainkan fungsi-fungsi
kenegaraan justru sudah berlangsung sejak hijrah N ab i M u h am m ad ke M edinah.
T etapi argum entasi yang m enyatakan bahw a Islam tidak m em b erik an perintah
akan p e m b e n tu k an negara d ap at dipaham i. H anya saja justru ada p e rin ta h yang
m em berikan arahan u n tu k m enyem purnakan seluruh dim ensi k eh id u p an secara
sem purna. Jika ini dilihat sebagai perintah, m aka di dalam nya akan term asuk
pula perintah u n tu k m enjalankan fungsi-fungsi tata kelola p e m e rin ta h an dengan
spirit keislam an. M aka, kesim pulan yang dapat diajukan b ahw a Islam
m em an d an g perlu penegakan hukum u n tu k m em berikan keluasan bagi
terb en tu k n y a m asyarakat yang m enerpakan nilai keagam aan secara sem purna.
C. T in ja u a n P e n e litia n T erd a h u lu
Penelitian berkenaan dengan agam a dan N egara telah dijalankan
b eberapa p ak ar antara lain B ahtiar E ffendy. Penelitian ini dilakukan p ad a awal
tah u n 1990-an sam pai 1992, sehingga hanya m e m o tre t perjalanan dinam ika
24 Muhammad Daud Ali, H ukum Islam di Indonesia, cet. Ill, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2002), hal. 1.
300 Millah Vol. X II, No. 2, Februari 2013
25 Oahtiar Effendy, Islam and The State in Indonesia, (Singapura: ISEAS, 2003), hal. 222-223.
26 Ahmad Syafii Maarif, Islam as the Basis of State: A Study of the Islamic Political Ideas as
Reflected in the Constituent Assembly Debates in Indonesia, Disertasi, (Chicago: University of Chicago,
1983).
27 Fred R. von der Mehden, Islam and the Rise of nationalism in Indonesia, disertasi, (Berkeley:
University of California Berkeley, 1957).
Politik, Agama, dan Negara ... 301
clikenal dengan istilah “A rab Spring” salah satu tim peneliti yang m engkaji
adalah Bradley J. C o o k d an M ichael Stathis. D alam p enelidan ini m elihat
h u b u n g an antara dem okrasi dan Islam . C o o k d an Stathis justru m em fo k u sk an
pada analisis te n ta n g kesam aan antara k onsep dem okrasi d an Islam . Sehingga
sam pai pada kesim pulan bahw a sesungguhnya politik dalam hal ini term inologi
dem okrasi dan agam a sesungguhnya senantiasa berjalan seiring. Sehingga sedap
agam a d an negara perlu m en em u k an relasi yang co co k u n tu k diim plelem tasikan
dalam konteks g eo p o lid k m asing-m asing. T a n p a perlu kem udian terpengaruh
oleh dinam ika p erk em b an g an negara lain.32
K ajian penelidan terdahulu di atas m enggam barkan bahw a penelidan
ten tan g negara, Islam dan dem okrasi telah dijalankan. H anya saja kajian-kajian
terseb u t sebatas m elihat nasionalism e di negara dengan m ayoritas p en d u d u k
m uslim seperti Indonesia. B egitu pula ada kajian te n ta n g p olidk tetapi
m em batasi pada isu-isu p o lid k dalam m edia m assa. S em entara kajian yang
m elihat relevansi dem okrasi dan Islam pada wilayah A rab juga telah dilakukan.
N a m u n pen elid an te rseb u t m erupakan p e m b ah asan “A rab Spring” sebatas
m engkaji bagaim ana para pelaku unjuk rasa di negara-negara tersebut. D engan
dem ikian, ada distinction u n tu k m enjalankan p en elid an ini. Setelah p em aparan
penelidan yang b e rh u b u n g a n dengan M alaysia, dem okrasi d an Islam . O leh
karena itu, p enelidan ini m en em u k an relevansi dim ana para penelid sebelum nya
ddak khusus m en eh d kajian akan agam a dan negara teru tam a di Malaysia.
P enelidan ini b erm aksud m engkaji bagaim ana m en e m p atk an Islam dalam
pem erin tah an M alaysia, salah satu faktor yang dikaji adalah dinam ika posisi
Islam yang b e rk em b an g bersam a dengan politik.
D . M alaysia d a n D a sa r N e g a r a Isla m
A ngka statistik m enu n ju k k an bahw a luas M alaysia te rb e n ta n g dengan
wilayah m encapai 329.847 km 2. A d ap u n etnis M elayu m encapai 62% dengan
k o m p o n e n lainnya 24% C hina, 8% India dan sisanya terdiri atas suku terasing
32 Bradley J. Cook dan Michael Stathis, “Democracy and Islam: Promises and Perils for
the Arab Spring Protests”, dalam Journal of Global Responsibility, Vol. 3, No. 2, 2012, hal. 175 -
186.
Politik, Agama, dan Negara ... 303
37 Wan Zahidi Wan Teh, Malaysia Daulah Islamiah, Makalah disampaikan perjumpaan
YAB Perdana Menteri bersama Pegawai-pegawai Agama Islam seluruh Malaysia, 28 - 29
Agustus, Putrajaya: JAKIM, 2000, hal. 4
38 Ahmad Nakhaie, Jihad Guru Agama dalam Pembangunan Bangsa Melayu dan Pembentukan
Negara Islam Maju, makalah disampaikan dalam Kuruss Khas Perdana (Pendidikan Islam), 22
Mei 2001, Kuala Lumpur, hal. 8- 21.
Politik, Agama, dan Negara ... 305
39 Mohamed Natsir, “Agama dan Negara”, dalam M. Isa Anshary, Falsafab Pejuangan Islam,
(Medan: Penerbit Saiful, 1951), hal. 129.
306 Millah Vol. X II, No. 2, Februari 2013
Sesungguhnya jika m elihat p erd e b ata n dua kelom pok ini, m aka berada dalam
tataran nilai dan sistem yang dianut. Islam sebagai prinsip sudah disetujui secara
bersam a. H anya saja dalam pelaksanaan secara prakdk yang tidak m en d ap atk an
persetujuan kedua belah pihak. U M N O lebih m e m an d an g bahw a negara Islam
sebatas pada pelaksanaan prinsip yang utam a. Sem entara PA S lebih
m enekankan adanya k e b u tu h an u n tu k m enjalankan syariat Islam secara
im p le m e n ta d f den g an m en d ap atk an dukungan peratu ran perun d an g -u n d an g an .
Sekaligus dilihat adanya keddakselarasan, dim ana en akm en syariah hanya
berlaku di negeri-negeri. Sehingga diperlukan pem berlakukan syariah juga dalam
tingkatan persekutuan.
E . M e n g e n a l T a ta P e m e r in ta h a n M alaysia
Islam w ujud sebagai pengakuan kelem bagaan dalam negara. Ini
term aktub dalam sistem ketatanegaraan A rtikel 3 (1) yang m eny eb u tk an “ Islam
ialah agam a bagi P ersek u tu an , tetapi agam a-agam a lain boleh diam alkan dengan
am an d an dam ai dim ana-m ana bahagian p ersek u tu an ” .40 Islam berfungsi sebagai
rujukan tata perilaku atas segala aktivitas yang dijalankan. D em ikian pula
disebutk an bahw a M elayu adalah beragam a Islam .41 kebebasan beragam a hanya
berlaku u n tu k w arga negara yang b u k an Islam . Sem entara bagi w arga dengan
status etnis yang dalam bahasa M elayu diseb u t bangsa w ajib beragam a Islam .
Selanjutnya Sultan dijadikan sebagai kepala negara dengan kekuasaan utam a
m enjaga tradisi Islam . Sehingga pelaksanaan u n d a n g -u n d an g u n tu k u rusan
Islam telah diletakkan dalam perlem bagaan.42 Ini m e n u n ju k k an secara h o k u m
form al bahw a Islam m enjadi agam a utam a di Malaysia.
K ekuasaan legislasi berada di tangan p arlem en sekaligus juga sebagai
kekuatan eksekutif. Sehingga dalam urusan legislasi tidak ada desentralisasi ke
negeri-negeri yang ada. Sekaligus Sultan dan Y ang D ip e rtu a setiap negeri
40 Federal Constitution, (Kuala Lumpur: International Law Book Service, 2002), hal. 20.
41 Mohammad bin Arifin, Islam dalam Perlembagaan Persekutuan, dalam Mamad Ibrahim,
dkk., Perkembangan Undang-undang Perlembagaan Persekutuan, (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan
Pustaka, 1999), hal. 99.
42 Mahmood Zuhdi Abd. Majid, Bidang Kuasa Mahkamab Syariah di Malaysia, (Kuala
Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1997), hal. 103.
Politik, Agama, dan Negara ... 307
43 M. B. Hokker, Islamic haw in South-Fast Asia, (Kuala Lumpur: Oxford University Press,
1984), hal. 144.
44 Ibrahim Abu Bakar, Islamic Modernism in Malaya, The Fife and The Though of Sayyid Syaykh
al-Hadi 1867-1934, (Kuala Lumpur: University of Malaya Press, 1994), hal. 17-18.
45 Ahmad Hidayat Buang, Kebebasan Memberi Pandangan dalam Isu-isu Agama Islam: Kajian
terhadap Fatwa-fatwa Jabatan M ufli Negeri-negeri di Malaysia, Makalah dalam Seminar Pemikiran
Islam Peringkat Kebangsaan I di Akademi Pengajian Islam, Universiti Malaya, 11 Januari 2003,
hal. 11-12.
Politik, Agama, dan Negara ... 309
47 Zalila Syarif dan Jamilah Haji Ahmad, Kesusasteraan Melayu Tradisional, (Kuala Lumpur:
Dewan Bahasa dan Pustaka, 1993), hal. 499.
Politik, Agama, dan Negara ... 311
pengarang sendiri. T erjem ahan berupa karya di pelbagai bidang, antara lain fiqh,
tauhid dan juga tata negara. A ntara karya yang dihasilkan adalah n asihat al-
M uluk karya W a’iz al-K hasafi dan N asihat al-M ulk karya Im am al-G hazali.
B uku kedua terseb u t bcrjudul sam a dengan buku sebelum nya tetapi dihasilkan
dari pengarang b erbeda d an kajian yang b erb ed a pula. H a ru n Jelani m enjelaskan
bahw a terjem ahan keduanya sangat teliti, sehingga kesalahan dan kesilapan
dalam penerjem ahan sangat susah ditem ukan.48 P enerjem ahan b u k u kem udian
berjalan secara sim ultan sesuai dengan keb u tu h an kerajaan.
K edua, karya salinan dan saduran. D i saat ada keputusan yang akan
diam bil oleh penguasa, m aka m ereka selalu bertanya kepada para ulam a. Sebagai
c o n to h di saat pelantikan raja p erem p u an yang sebelum nya belum p ern ah
didapatkan dalam tradisi kerajaan. U n tu k m enjaw ab ini, m aka ulam a m erujuk
kepada kitab yang sudah ada. K em udian disadur dalam bahasa M elayu. Ini
dilakukan karena melalui tulisan, m aka dap at disam paikan secara teratu r dan
jelas. D em ikian pula dapat ditelaah kapan dan dim ana saja. Selanjutnya tidak
terbatas di kalangan raja saja. T etapi penyelenggaraaan p em erintahan dap at
m erujuk kepada karya ini tanpa dibatasi oleh kendala apapun. T idak saja oleh
kalangan kerajaan, tetapi m asyarakat um um juga dapat m enyim ak inform asi dan
juga pandangan ulam a. Hasil olahan ulam a inilah yang kem udian disesuaikan
dengan kondisi alam M elayu. D ian tara karya yang terbit ini antara lain R isalah fi
al-Sahabah, K itab al-Im am ah w a al-Siyasah, al-A hkam al-Sulthaniyyah w a al-
W ilayah al-Diniyyah.
Terakhir, karya yang terinspirasi dari p eradaban Islam di wilayah lain.
Pengaruh wilayah lain yang lebih dahulu m enerim a Islam kepada alam M elayu
m em berikan inspirasi u n tu k m enulis buku yang sama. K arya seperti Q a b u sn a m a
dan A khlak al-M uhsini yang dihasilkan di Persia, m em berikan p en garuh dalam
nukilan dan karya pem ikiran ulam a di tanah M elayu. Salah satu pengarang besar
yang ada yaitu Raja Ali Haji. Beliau penulis karya m o n u m e n ta l Tsamarat al-
Muhimmah dan Muqaddimah f t Inti^am. K e d u d u k an Raja Ali H aji sebagai
keturunan Raja A hm ad yang m erupakan pem b esar di kerajaan Jo h o r-R iau
48 Jelani Harun, Pemikiran Adab Ketatanegaraan Kesultanan Melayu, (Kuala Lumpur: Dewan
Bahasa dan Pustaka, 2003), hal. 38.
312 Millah Vol. X II, No. 2, Febmari2013
G. T a n ta n g a n P e m e r in ta h a n di N e g a r a -n e g a r a M u slim
A da kesadaran identitas yang tu m b u h di kalangan dunia Islam . Mulai
dari A frika sam pai ke L ib an o n dan juga m encapai sem enanjung Asia Tenggara
yang berujung di daratan Singapura. B eberapa negara, w alaupun tidak
m encantum kan dalam konstitusi sebagai negara Islam tetapi m ayoritas
penduduknya beragam a Islam . Setiap p em erintahan di negara-negara tersebut
berupaya u n tu k m engadopsi p rak d k keislam an tidak saja dalam skala ibadah
tetapi m encakup sam pai ke tata kelola p em erin tah an .50 Penelitdan Zulkifli
m cnunjukkan bahw a setiap institusi keuangan di Malaysia sudah
m engintcgrasikan D cw an Syariah ke dalam stru k tu r lem baga. K em udian
dilengkapi juga dengan adanya unit yang khusus m enyelaraskan prinsip-prinsip
syariah dengan pelaksanaan m anajem en, tetm asuk dalam pelaporan, tanggung
jawab d an keterbukaan.51 E sp o sito m elihat bahw a di 55 negara yang
b erpenduduk m uslim , satu-satunya keyakinan yang m em punyai akar kesejarahan
dalam politik beserta dengan kebudayaan hanyalah Islam . H anya saja, Islam dan
politik tidak m em punyai b en tu k yang kaku.52 K esadaran itu kem udian
berkem bang dalam aktivitas sosial politik.
B angunan relasi antara Islam dan politik m enem ukan b en tu k yang tidak
tunggal. D alam sejarah peradaban Islam telah dipraktikkan berbagai m odel yang
kesem uanya dapat dikatakan sebagai bentuk dari penjiw aaan terhadap nilai-nilai
keislaman. H aynes m engem ukakan bahw a agam a-agam a dunia telah m enjadi
penerjem ahan m akna keberagam aan. Agam a telah m em berikan pem aknaan
terhadap fakta sosial. D em ikian pula dalam konteks universal, agam a juga
menjadi spirit bagi keberlangsungan dem okrasi.53 Sehingga m asing-m asing um at
beragam a m em aknai im an dalam kehidupan sehari-hari dengan keberagam an.
Pem aknaan dem okrasi dan dcm okratisasi ini kem udian b erkem bang m en u ru t
pandangan nasional m asing-m asing. Bahkan kem udian p em b en tu k an negara-
bangsa dipicu dengan p andangan adanya ikatan kesam aan kultural berdasarkan
aspck kebangsaan. Ju stru dengan nasionalism e yang m engam bil bentuk
em osional dan kadang esktrem m enim bulkan perselisihan tersendiri.
Sebagaim ana p ertcntangan Pan-M alayan Islam ic Party (PM IP)
m enentang U nited Malays N ationalist O rganization (U M N O ) secara sengit.
T uduhan yang dilancarkan adalah bagaim ana partai yang berkuasa justru tidak
m enjadikan Islam sebagai dasar perjuangan. Ju stru yang terlihat adalah dom inasi
politik. T etap i Islam yang didengungkan hanya sebatas slogan. N asionalism e
dipandang sebagai m anifestasi kesukuan, dim ana sikap yang justru dalam Islam
adalah sebuah celaan.54 Sebagaim ana juga k elo m p o k Islam m e n u d u h bangsa
kalangan nasionalism e lebih condong ke arah peninggalan kolonialism e.
Sem entara Islam dip an d an g oleh m ereka sebagai pan d an g an hidup sekaligus
sebagai ajaran yang m em iliki kelengkapan yang sem pum a. Sehingga Islam harus
dijadikan sebagai sistem kem asyarakatan d an sekaligus sebagai sistem
kenegaraan. A d a p u n sikap bagi yang m e n d u k u n g nasionalism e justru m elihat
bahw a sikap m uslim seperti ini adalah ajaran yang kaku dan tidak to le ra n .55
P erten ta n g a n -p e rte n ta n g an seperti ini jika dibiarkan secara terns m enerus justru
akan berakibat tidak sehat bagu p e rm m b u h a n negara m uslim . Sekaligus ada
kegaduhan yang ddak p ro d u k tif dalam perjalanan kebangsaan.
Awal abad ke-21 m em berikan g am b aran sebagaim ana dinyatakan
H u n tin g to n adanya g elom bang dem okratisasi. Ini dilakukan oleh be'berapa
negara yang rakyatnya m e m an d an g bahw a ada kekuasaan o to rite r yang
berkuasa. F e n o m e n a ini diistilahkan T h e T h ird W ave D em o cratizatio n in T he
Late T w e n tie th C entury. E fek bola salju dalam perlaw anan terseb u t telah
m am pu m e ru n tu h k a n rezim -rezim yang o to rite r.56 M enerjem ahkan p en d ap at
ini, F ukuyam a justru m elihat perluanya pen g u atan negara. D en g an istilah “ lebih
kecil n am u n lebih k u at” m em berikan pesan bahw a kekuatan suatu negara
tidaklah b erd asar kepada kebesaran. B ahkan bisa saja sebuah negara kecil secara
jum lah dan u k u ran statistik yang lain tetapi secara kelem bagaan m em punyai
kapasitas dalam p e rtu m b u h a n ekonom i, jam inan keam anan, dll. K esem uanya itu
tidak m em erlukan cakupan wilayah luas, n am u n justru berada dalam pentingnya
54 Muhammad Abu Bakar, “Islam dan Nasionalisme pada Masyarakat Melayu Dewasa
Ini”, dalam Tradisi dan Kebangkitan Islam di A sia Tenggara, peny. Taufik Abdullah dan Sahorn
Siddique, (Jakarta: LP3ES, 1988).
55 Muhammad Isa Anshari, Islam dan Nasionalisme, (Bandung: ttp, 1969)
56 Samuel P. Huntington, The Third Wave Democratization in the Tate Twentieth Century,
(Oklahoma: University of Oklahoma Press, 1991).
I
Politik, Agama, dan Negara ... 315
negara yang sungguh-sungguh kuat dan efek tif dalam lingkup fungsi negara
yang terbatas.57
P erk em b an g an berikutnya adalah adanya k ecen derungan privatisasi
agam a yang m em perlihatkan m enjauhnya agam a dari k epentingan um um .
D em ikian pula adanya pertanyaan ten tan g kredibilitas agam a. Selanjutnya ada
juga pertanyaan ten tan g apa relevansi agam a u n tu k kep en tin g an um at.
Sem entara Beyer m enguraikan adanya keharusan agam a u n tu k m em berikan
pelayanan dalam m e n d u k u n g dan m eningkatkan keyakinan beragam a. Sekaligus
m em perluas im plikasi agam a di luar dari jangkauan territorial agam a itu sendiri.
Ini berarti bahw a agam a harus berfungsi secara internal bagi um atnya dan juga
m em berikan solusi bagi m asalah-m asalah di luar agam a secara form al. K onsepsi
junction dan performance yang diuraikan Bayer dalam m elihat konsepsi realitas
berdasarkan cara p an d an g agam a. T erakhir, nilai-nilai kom unal m enjadi
berbeda. D em ikian pula Islam sebagai prinsip kehidupan. Basis differensial baru
kem udian justru d iten tu k an oleh kem am puan ekonom i. Seperti nilai k epatuhan
dan solidaritas b eru b ah dalam b en tu k yang lain dari yang sudah ada. P aram eter
kultural tidak lagi berlaku, yang d o m in an adalah e k o n o m i dan politik.58 Sehingga
norm a yang d ian u t dalam kom unitas m enjadi teru k u r den g an kepentingan
ekonom i. Begitu pula p e n g aru h politik yang m endom inasi aktivitas.
T an tan g an yang dikem ukakan di atas, m e n u n ju k k an bahw a Islam
sebagai agam a sekaligus sebagai d o k trin politik harus dapat m enjaw ab
perm asalahan kekinian yang ada. Ju stru dengan m asalah-m asalah yang ada,
kem udian Islam m aju d e n g an solusi yang aplikatif akan m enjadi bukti bahw a
sesungguhnya penolakan terhadap kon sep Islam sebagai ajaran dalam
pem erintahan akan ditolak dengan sendirinya. N a m u n dem ikian te n tu tidak
secara kaku kem udian hanya m engedepankan istilah hudud atau syariah dalam
arid sem ata-m ata h ukum an. H asil penelitian te n tan g keberhasilan M alaysia
m enerapkan sistem p erb an k an syariah m enunjukkan bahw a Islam dapat
tnenjadi jalan keluar bagi m asalah abad ini.
' 7 Francis Fukuyama, Memperkuat Negara, Penerj. A. Zaim Rofiqi, (Jakarta: Gramedia
Pustaka Urama, 2004), hal. 155 - 158.
58 Gordon Mathews, Global Culture/ Individual Identity: Searching fo r Home in The Cultural
Supermarket, (London: Routledge, 2000).
316 Millah Vol. X II, No. 2, Februan 2013
61 Abu A’la al-Maududi, Khilafah dan Kerajaan, Muhammad al-Baqir (penerj.), (Bandung:
Mizan, 1990), hal. 13.
f’2 M. Tahir Azhary, Negara Hukum: Suatu Studi tentang Prinsipnyayang dilihat dari Segi Hukum
Islam, Implementasinya pada Priode Negara Madinah dan Masa Kini, (Jakarta: Bulan Bintang, 1992),
hal. 64 - 65.
63 Nurcholish Madjid, dkk, Kehampaan Spiritual Masyarakat Moderen, Respond dan Transformasi
Nilai-nilai Islam menuju Masyarakat Madani, (Jakarta: Paramadina, 2005), hal. 40.
318 Millab Vol. X II, No. 2, Februan 2011
64 Clifford Geertz, The Interpretation of Cultures, (New York: Basic Books, 1973), hal. 273 -
277.
65 Guarda Dsouli, Nadeem Khan, dan Nada K. Kakabadse, “Spiritual Capital The Co
evolution of An Ethical Framework Based on Abrahamic Religious Values in the Islamic
Tradition”, dalam Journal ofManagement Development, Vol. 31, No. 10, (2012), hal. 1058 - 1076.
Politik, Agama, dan Negara ... 319
I. Im p lik a si T eo r itis
P an d an g an yang m elihat bahw a perlu ada pem isahan antara agam a dan
negara sesungguhnya kurang lebih diilham i dari teori-teori dari abad
pertengahan. Salah satu pandangan itu dikem ukakan oleh J o h n o f Paris. Secara
tegas m enolak antara penyatuan keduanya. J o h n m elihat bahw a ada m asyarakat
yang terpisah dan m erupakan pem beda. W alaupun juga diakui bahw a m asing-
m asing kesatuan berasal dari T u h a n yang sam a. A da tujuan yang sam a, tetapi
kew enangan yang berbeda. D o k trin ini dikem ukakan dalam “D e P o te sta te Regia
et Papali” . K esim pulannya J o h n m elihat bahw a gereja sem ata-m ata berada
dalam kekuasaan spiritual, bukan yang lain.6667P a a a sisi lain, jika Islam dip an d an g
oleh pem eluknya ddak saja sebagai sistem filsafat, m aka Islam harus m enjadi
jalan h idup sebagai aturan yang yang lengkap dan k o m p reh en sif. G e ertz
m enem ukan bahw a dalam p andangan seo ran g m uslim , agam a tidak dap at
m em isahkan antara kehidupan dunia dan ibadah yang berseberangan. T etapi
justru keduanya adalah kesatuan dalam rangka m engintegrasikan antara individu
dengan m asyarakat.6 P andangan J o h n dan G e ertz yang b erb ed a ditunjukkan
dalam posisi yang b erb ed a pula. Jika m enguarikan dalam kerangka m enghindari
adanya gesekan kependngan. Sem entara G e ertz tam pil alam b e n tu k ilm uw an
yang m engabdi pada pengem bangan ilmu.
A gam a d a p at dilihat sebagai elem en p en tin g dalam polidk. W alaupun
juga kadang d d ak dapat dibukdkan secara k u a n titatif tetapi tidak dapat
dipungkiri salah satu fak to r yang m e n d o ro n g m erebaknya dem okradsasi adalah
agama itu sendiri. H asil penelidan ini m enunjukkan bahw a M alaysia
m endayagunakan agam a u n tu k m encapai kem ajuan. D im an a di satu sisi
m eredam konflik antar agam a tetapi lebih m em ilih u n tu k berdinam ika dalam
w acana keislam an. Ju stru dengan pilihan ini m eb uktikan bahw a kem ajuan dalam
tata kelola p em erin tah an dap at dicapai d e n g an adanya kesam aan prinsip.
Tem tam a dalam m enggunakan fondasi keberislam an sebagai to lo k u k u r utam a.
Jika m em pergunakan teori B idabad yang m enyatakan bahw a kom unitas agam a
66 Riviere, Le Probime de I ’ Egliseet de l'E ta t au Temps de Pbillipe le Bel, (Louvain, 1926), hal.
281.
67 Clifford Geertz, Islam Observed: Religious Development in Morocco and Indonesia, (Chicago, IL:
Lniversity of Chicago Press, 1971), hal. 14.
320 Millah Vol. X II, No. 2, Februan 2013
68 Bijan Bidabad, “Public International Law Principles: an Islamic Sufi Approach”, dalarn
InternationalJournal o f Fair and Management, Vol. 53, No. 6, (2011), hal. 393 —412.
69 Yeslam al-Saggaf dan Kenneth Einar Himma, “Political Online Communities in Saudi
Arabia: the Major Players”, dalam Journal of Information, Commmunication & Ethics in Society, Vol. 6,
No. 2 (2008), hal. 12 7 - 140.
Politik, Agama, dan Negara ... 321
dapat m engelola kelas sosial yang ada. M aka, fak to r Islam m enjadi pentdng
dalam m elihat praktik ini. Nilai dan persepsi in terp erso n al tidak lagi m enjadi
kendala dengan p e n etap an Islam sebagai agam a resm i. W alaupun sikap
interpersonal ini adalah p andangan politik, tetapi eksistensi yang diterjem ahkan
dalam urusan politik tidak m en d o ro n g untuk m e m b u a t kelo m p o k dengan nilai
yang berbeda. Sebab sejak awal nilai yang dianut m eru p ak an prinsip yang sam a
dengan apa yang diyakini kelom pok lain. M aka, kondisi ini dalam p andangan
A lm ond dan V erb a akan m em unculkan w arga negara yang p e n u h percaya diri.
K epercayaan terh ad ap kom petensi sesam a w arga negara adalah kunci sikap
politik. D en g an tu m b u h n y a kepercayaan, m aka dapat saja m e n d o ro n g
partisipasi. Selanjutnya akan terb en tu k partisipasi aktif, kepuasan dalam
bernegara serta m enjadi w arga negara yang setia. P ada giliran berikutnya akan
m endorong w ujudnya hubu n g an sosial dan kerjasam a diantara w arga negara.70
Faktor ini kem udian m engelim inasi w ujudnya p erb ed aan -p erb ed aan ideology
yang m enjadi w acana. Jika tidak dikelola, akan m enim bulkan kegaduhan. T etapi
dalam praktik Malaysia, justru berhasil m eredam kegaduhan itu. K em udian
m enjadikan energi u n tu k aksi positif.
Akhirnya, hasil penelitian ini m enunjukkan bahw a ada transform asi dan
juga penyesuaian akan ide dem okratisasi. K etika dem okrasi kem udian berjalan
dan berkem bang, term asuk di negara bukan asal dem okrasi itu sendiri, ada
adaptasi dan akulturasi dengan budaya yang sebelum nya sudah ada. P rinsip
pem erintahan berjalan sesuai dengan n o rm a dan keyakinan yang dimiliki
m asing-m asing negara. D em ikian pula di M alaysia, dim ana Islam sudah
m enem ukan te m p a t ketika dem okrasi belum m em berikan ide dalam
kelangsungan pem erintahan. M aka, ketika dem okrasi d an relasi negara dengan
agama mulai m enjadi w acana, keberagam an d an keberagam aan yang sudah ada
m engalam i akulturasi. F en o m en a ini deijelaskan N a sr bahw a sesungguhnya
pelaksanaan pem erin tah an dalam Islam sangatlah sederhana. A turan fiqh sudah
jelas m enguraikan “ apa yang b o leh ” dan “ apa yang tidak b o le h ” . Sehingga setiap
tnuslim kem udian akan taat pada aturan dasar ini. T erm asu k dalam k ehidupan
Gabriel A. Almond dan Sidney Verba, Budaya Politik, penerj. Sahat Simamora, (Jakarta:
BmaKasara, 1984), hal. 254 - 256.
322 Millah VoL X II, No. 2, Febmart 2013
politik.71 U n tu k itu, penelitian ini m en unjukkan bahw a tata kelola pem erin tah an
jika m enggunakan prinsip d an sem angat keberislam an secara m andiri akan
m em berikan sum bangsih bagi ketnajuan kem anusiaan.
J. P en u tu p
Penelitian ini m enunjukkan bahw a politik dan agam a dalam
pem erin tah an M alaysia dapat berjalan seiring. Prinsip-prinsip Islam kem udian
m enjadi inspirasi dalam p e n etap an kebijakan. T erm asuk di dalam nya bagaim ana
sistem p erb an k an syariah m enjadi daya dukung perekonom ian. Sem entara
dalam sistem p e m e rin ta h an dikelola den g an m enggunakan p a n d an g an politik
Islam. M alaysia sebagai sebuah entitas bangsa d an negara kem udian berusaha
m engadaptasi Islam u n tu k dijadikan stan d ar etis dalam kenegaraan. W alaupun
m en d ap atk an kritikan dari dalam M alaysia sendiri, tetapi ada b eb erap a yang
sudah disepakati sejak awal ketika pendirian M alaysia sebagaj sebuah negara.
K etidaksepakatan hanya pada b eberapa hal yang m enjadi agenda bersam a.
T etapi dalam praktik yang sudah berjalan, justru syariah d an pelaksanaan
kebebasan beragam a justru m enjadi dinam isator m asyarakat.
Jika pan d an g an terte n tu berusaha m enjelaskan ketidaksinkronan untuk
m en etap k an agam a d an negara secara bersam aan, m aka dalam konteks Malaysia
tidak lagi m enjadi w acana. J u stru agam a dijadikan sebagai alat untuk melakukan
transform asi di m asyarakat. Sehingga dengan adanya keseragam an prinsip
m enjadikan kekuasaan dap at diarahkan u n tu k m elayani kepentingafl
kem anusiaan. T idak lagi hanya sekedar m enjadi slogan sem ata-m ata tetapi lebih
dari itu bergerak kea rah p en erjem ah an m akna politik sebagai alat. Kepercayaan
politisi sejak awal u n tu k m em ilih Islam sebagai acuan utam a m enjadikan agama
u n tu k m enggerakkan sistem politik. W alaupun dem ikian, agam a lain secara
bebas te ta p d a p at dipraktikkan. Ini m enu n ju k k an bahw a Islam sesungguhnya
m enjadi sebuah kesadaran k olektif m asyarakat. Sehingga d a p at saja menjadi
lo k o m o tif u n tu k sebuah perubahan.
71 S. HAL. Nasr, The Heart of Islam: Enduring Values for Humanity, (New York, NY: HarpS
Collins, 2004), hal. 148.
Politik, Agama, dan Negara ... 323
D A FT A R PUSTAK A
Ali, M uham m ad D aud. 2002. H ukum Islam di Indonesia, cet. III. Jakarta: PT . Raja
G rafin d o Persada.
A l-M aududi, A bu A ’la. 1990. Khilafah dan Kerajaan, M u h am m ad al-Baqir
(penerj.). B andung: M izan.
Al-M awardi, A bu al-H asan Ali. tt. al-A hkam al-Sulthaniyyah. L ebanon: D a r al-
Fikr.
A lm ond, G abriel A. dan V erba, Sidney. 1984. Budaya Politik, penerj. Sahat
Sim am ora. J akarta: Bina Kasara.
Al-Saggaf, Yeslam . dan H im m a, K e n n eth E inar. 2008. “ Political O nline
C om m unities in Saudi A rabia: the M ajor Players” , dalam journal o f
Information, Commmunication & Ethics in Society. V ol. 6. N o . 2. 127 — 140.
A nshari, M uham m ad Isa. 1969. Islam dan Nasionalisme. B andung: ttp.
Arifin, M oham m ad bin. 1999. Islam dalam P erlem bagaan P ersekutuan. dalam
A h m ad Ibrahim , dkk. Perkembangan Undang-undang Perlembagaan
Persekutuan. K uala L um pur: D ew an B ahasa dan Pustaka.
A rkoun, M oham m ed. 2001. Islam Kontemporer M enuju Dialog Antar-agama.
Y ogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azhary, M. Tahir. 1992. Negara H ukum : Suatu Studi tentang Prinsipnyayang dilihat
dari Segi H ukum Islam, Implementasinya pada Priode Negara M adinah dan
M as a Kini. Jakarta: Bulan B intang.
Azra, A zyum ardi. 1994. “ K ata P en g an tar” . dalam B ernard, Bahasa Politik Islam.
penerj. Ih san Ali Fauzan. Jakarta: G ram edia.
Baali, Fuad dan W ardi, Ali. 1989. Ibn Khaldun dan Pola Pemikiran Islam, terj.
M ansuruddin. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Bacha, O biyathulla Ism ath. 2008. "T he Islam ic In te rb a n k M oney M arket and a
D ual B anking System: the M alaysian E xperience". International journal o f
Islamic and Middle Eastern Finance and Management. Vol. 1. Iss: 3. 210 —
226.
Badawi, Tsarw at. 1998. al-Nushum al-Siyasah. Ju z I. L ebanon: D a r al-Fikr.
324 Millab Vol. X II, No. 2, Februari 2013
Islam , M uham m ad. 2012. “T ransform asi Sosial E k o n o m i dan Public Civility” ,
dalam Jurnal Studi Agam a M illah. Vol. X I. N o . 2. Februari. 408 - 423.
Leege, D avid C. 1987. The Parish as Community, Noire Dame Study o f Catholic Parish
Life, R ep o rt 10. N o tre D am e, IN : U niversity o f N o tre D am e.
M aarif, A h m ad Syafii. 1983. Islam as the Basis o f State: A Study o f the Islamic Political
Ideas as Reflected in the Constituent Assembly Debates in Indonesia. D isertasi.
Chicago: U niversity o f Chicago.
M adjid, N urcholish. 1990. “ K ata S am butan” dalam M unaw ir Syadzali, Islam dan
Tata Negara: A ja r an, Sejarah dan Pemikuran. j akarta: U l-P ress.
M adjid, N urcholish. dkk. 2005. Kehampaan Spiritual M asyarakat Moderen, Respond
dan Transformasi N ilai-nilai Islam menuju M asyarakat M adani. Jakarta:
Param adina.
M ahdi, M uhsin. 1971. Ibn Khaldun’s Philosophy o f History, A Study in the Philosophy
Foundation o f the Science Culture. Chicago: U niversity Press.
M ajid, M ah m o o d Z u h d i A bd.. Bidang Kuasa M ahkam ah Syariah di Malaysia,
(Kuala L um pur: D e w a n Bahasa dan Pustaka, 1997), hal. 103.
M alaysian Statistics D ep artm en t. 2006. Malaysian Population Survey. K uala
L um pur: M alaysian G o v ern m en t.
M athew s, G o rd o n . 2000. Global Culture/ Individual Identity: Searching fo r Home in
The Cultural Supermarket. L ondon: R outledge.
M ehden, F red R. v o n der. 1957. Islam and the Rise o f nationalism in Indonesia.
D isertasi. Berkeley: U niversity o f C alifornia Berkeley.
M uhadjir, N oeng. 1996. Metodologi Penelitian Kualitatif. Y ogyakarta: Rake Sarasin.
M ulia, M usdah. 2001. Negara Islam: Pemikiran Politik H usain H aikal. Jakarta:
Param adina.
N akhaie, A hm ad. 2001. Jihad Guru Agam a dalam Pembangunan Bangsa Melayu dan
Pembentukan Negara Islam M aju. m akalah disam paikan dalam K uruss
K has P erd an a (Pendidikan Islam ), 22 Mei. K uala L um pur.
N api, W an K am al W an 2007. The Islamination O f Politics In Malaysia: How Religious
Political Opportunities and Threats Influence Religious Framing and
Counterframing. D isertasi. C arbondale: S outhern Illinois U niversity.
Politik, Agama, dan Negara ... 327