Professional Documents
Culture Documents
net/publication/311650618
CITATIONS READS
0 470
3 authors, including:
Hasim Munawar
Indonesian Agency for Agricultural Research and Development
16 PUBLICATIONS 0 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
Statue of Zn and Fe in cattle serum at Sukabumi, Bogor, Garut, and Cianjur, Indonesia View project
Development of Molecularly Imprinted Polymer nanoparticles for several toxins in animal feed and products View project
All content following this page was uploaded by Hasim Munawar on 07 June 2017.
Abstract
Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA) is an immunological method can be
used to analyze aflatoxin B1 (AFB1) in feed. ELISA technique must be done by using an
instument (ELISA reader) which is not effective when used in the field. Therefore, the simple
ELISA technique is needed such as indirect dipstick ELISA (d-ELISA). The aim of research is
to develop AFB1 screening method using d-ELISA. The research is focusing on
development and validation of indirect d-ELISA, and its application on sa mple of feed and
corn. The results showed that the best coating time for antigen AFB1 -BSA (0,4 ug/ml) is 24
hours, reaction time for antibody anti AFB1 (1/800) and AFB1 standard is 15 minutes, and
reaction time for goat anti rabbit-HRPO conjugate 1/2500 and substrate of orthodiasianin
(ODN) is 20 minutes. The results of indirect d-ELISA on 22 samples are found that 7 sa mples
are contaminated by AFB1 with concentration above 20 ng/g and 7 samples are contaminated
by AFB1 with concentration in the range of 0 – 20 ng/g. Finally, it is concluded that the indirect
d-ELISA is applicable to be used in the fields.
Abstrak
Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA) adalah metode i mmunologi yang dapat
digunakan untuk menganalisis aflatoxin B1 (AFB1) pada pakan. Teknik ELISA harus
dilakukan dengan menggunakan instrumen (ELISA reader) yang tidak efektif pada saat
digunakan di lapangan. Oleh karena itu, suatu teknik ELISA sederhana diperlukan seperti
indirect dipstick ELISA (d-ELISA). Penelitian ini terfokus pada pengembangan dan validasi
indirect d-ELISA, dan aplikasinya pada sampel pakan dan jagung. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa waktu coating terbaik untuk antigen AFB1 -BSA (0,4 ug/ml) adalah 24
jam, waktu reaksi untuk antibody anti AFB1 (1/800) dan AFB1 standar adalah15 menit, dan
reaksi waktu untuk goat anti rabbit-HRPO conjugate 1/2500 dan substrat orthodiasianin
(ODN) adalah 20 menit. Hasil analisis indirect d-ELISA pada 22 sampel menunjukkan bahwa
7 sampel terkontaminsai AFB1 dengan konsentrasi di atas 20 ng/g dan 7 sa mpel lainnya
terkontaminsai oleh AFB1 dengan konsentrasi antara 0 – 20 ng/g. Akhirnya, dapat
disimpulkan bahwa indirect d-ELISA dapat diaplikasikan di lapangan.
Kata kunci: pakan, aflatoksin B1 (AFB1), indirect d-ELISA
juga untuk berbagai matrik sampel maupun status kesehatan ayam yang
(jagung, pakan, kacang, hati dan telur) ditetaskan.Percobaan mengenai efek
dengan ELISA format indirect dan direct berbagai dosis AFB1 (15,6 - 250 ng)
microplate-ELISA (p-ELISA) untuk terhadap embrio (telur bertunas) ayam
mendeteksi Aflatoksin B1 (AFB1) menunjukkan adanya gangguan
(Rachmawati, 2005; Rachmawati, 2006). perkembangan, kematian dan daya
ELISA mempunyai kelebihan dibandingkan tetasnya terutama pada dosis 250 ng
dengan alat sebelumnya yaitu (Bahri et al., 2005). Sedangkan residu
kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) AFB1 dan senyawa turunannnya seperti
yaitu lebih spesifik, murah, mudah, dan Aflatoksikol dan Aflatoksin M1, juga
sensitif. Aflatoksin adalah senyawa dite mukan pada jaringan tubuh (daging)
metabolit sekunder yang dihasilkan dari dan hati dari ayam yang berhasil menetas
kapang ,terutama oleh Aspergillus flavus, (Widiastuti et al., 2003). Selain pada
yang diketahui dapat membahayakan hewan, AFB1 sangat berbahaya juga bagi
kesehatan hewan dan manusia. Diantara manusia. International Agency for
jenis-jenis aflatoksin yang paling banyak Research on Cancer (IARC)
mendominasi di alam adalah Aflatoksin B1 mengklasifikasikan aflatoksin sebagai
(AFB1) dan merupakan jenis aflatoksin salah satu penyebab kanker pada manusia
yang paling berbahaya. AFB1 diketahui sehingga AFB1 diklasifikasikan dalam grup
sering kali mencemari berbagai komoditas 1 (bahan yang bersifat karsinogenik
pertanian seperti kelompok serealia dan terhadap manusia) (IARC, 1993). AFB1
bahan pakan ternak terutama di daerah dapat menyebabkan kanker hati yang akut
tropis dan sub-tropis yang mendukung dan secara epidemiologi melalui
pertumbuhan kapang dan produksi biomarker, pengaruh AFB1 dengan kanker
senyawa tersebut (Eraslan et al., 2005). hati menunjukkan korelasi positif (Probst et
AFB1 juga dapat menimbulkan al., 2007; Groopman et al., 2005).
kerugian ekonomi karena terjadi Pencemaran pakan oleh aflatoksin
penurunan kualitas dan kuantitas produk banyak juga dilaporkan di Indonesia.
peternakan.Kerugian ekonomi yang Status cemaran AFB1 di Propinsi Lampung
disebabkan oleh cemaran mikotoksin dan Jawa Ti mur menunjukkan tingkat
teruta ma aflatoksin di Asia mencapai 400 kejadian 100% untuk pakan komersial dan
juta dolar per tahun (Zanelli, 2000). jagung asal Jawa Ti mur. Selain itu, tingkat
Berbeda dengan di Amerika, kerugian kejadian 86,7% dan 70% untuk jagung dan
akbibat senyawa ini dapat ditaksir dari pakan komersial asal Lampung (Bahri et
laporan tahunan kehilangan sekitar 932 al.2005). Sedangkan, hasil pengujian
juta dollar dan 446 juta dolar untuk mikotoksin pada jagung lokal (Jawa,
penanggulangan dari aflatoksin (Cast, Sumatera Utara, Lampung dan Sulawesi
2003). AFB1 dilaporkan dapat Selatan) maupun impor (USA dan
menyebabkan efek toksisitas pada hewan Argentina) asal berbagai pabrik pakan di
ternak (Mani et al., 2001). Efek kronis dari Indonesia yang diuji secara ELISA
keracunan AFB1 dapat meyebabkan menunjukkan bahwa AFB1 terdeteksi pada
penurunan bobot badan ternak ayam kisaran konsentrasi 19,1 - 87,4ng/g
pedaging secara nyata terjadi pada (Tangendjaja et al., 2008). Sehingga,
pemberian pakan yang mengandung AFB1 keadaan diatas bertentangan dengan SNI
200 ng/g selama 8 minggu. Selain itu, tentang batas kadar aflatoksin yang
AFB1 menyebabkan gangguan kesehatan dipersyaratkan yaitu 20 ng/g untuk
ternak seperti pertumbuhan terhambat dan pangan dan 50 ng/g untuk pakan (Dewan
kematian, sehingga produksi ternak Standardisasi Nasional, 2000).
menurun (Muthiah et al., 1998). Penelitian ini dilakukan untuk
Keberadaan aflatoksin dalam telur tetas menge mbangkan metode skrining AFB1
juga berpengaruh terhadap daya tetas menggunakan indirect dipstick ELISA (d-
Sri Rachmawati dkk., Pengembangan Indirect Dipstick ELISA. : 73-81 75
ELISA) yang menggunakan prinsip relatif Stick dicelupkan pada 400 µl larutan
sama dengan p-ELISA. Namun, p-ELISA AFB1-BSA 0,4 µg/ml dan diinkubasi
memerlukan alat ELISA reader sebagai semalam. Kemudian, stick dicuci
alat ukurnya sehingga membutuhkan menggunakan air keran, dibloking dengan
tenaga teknis yang handal untuk susu skim 2,5% dalam PBS, dan
pengoperasiannya dan juga tidak efektif diinkubasi selama 2 jam. Selanjutnya, stick
digunakan di lapang sedangkan d-ELISA dicuci, dicelupkan pada campuran antibodi
sebaliknya tidak perlu alat ukut dan tidak anti AFB1 (1/800) dan standar AFB1 (0, 20
perlu teknisi yang handal. Oleh karena itu, dan 50 ng/g) atau spike ekstrak sampel (0,
d-ELISA mempunyai keuntungan yaitu kontrol negatif dan 20 ng/g serta 50 ng/g,
biaya analisis relatif murah, mudah positif AFB1) atau ekstrak sampel,
dilakukan dan dapat diaplikasikan di selanjutnya diinkubasi 10-60 menit.
lapang (Zheng et al., 2006). Setelah itu, stick dicuci, ditambah konjugat
goat anti rabbit-HRPO (1/2500) dan
Materi dan Metode diinkubasi 10-30 menit. Kemudian, stik
dicuci, dicelupkan kembali kedalam larutan
Bahan dan Alat substrat ODN selama 10-30 menit, dan
Bahan yang digunakan adalah dia mati warna yang menempel pada stick.
antibodi anti AFB1 (Produksi Balai Besar Makin tinggi analit AFB1 yang terkandung
Penelitian Veteriner (Bbalitvet)) pada sampel, warna yang terbentuk
(Rachmawati et al.,2004), Antigen AFB1- semakin pudar atau warna hilang,
BSA SIGMA, dan konjugat goat anti rabbit- sedangkan warna kuning kecoklatan pada
HRPO SIGMA, TMB dan ODN. stick kontrol negatif paling jelas terlihat.
Pengambilan sampel dilakukan dengan Lamanya waktu pencelupan pada setiap
metode purposive sa mpling dengan jumlah tahap dipelajari dan yang memberikan
yang disesuikan dengan jumlah respon cepat dan sensitif dipilih. Evaluasi
maksimum adalah 22 sampel yang warna yang terbentuk/terlihat menempel
disesuaikan menurut Isaac dan Micahel pada stick, dilakukan dengan memberikan
(Isaac and Michael, 1995). tanda (si mbol) sbb:
* = terlihat warna kuning kecoklatan sedikit
Sensitifitas antibodi anti AFB1 tes, indirect menempel pada stick.
p- ELISA **= terlihat warna kuning kecoklatan lebih
banyak menempel pada stick
Metode analisis dengan p-ELISA
Tidak ada bintang (-) = tidak terbentuk
dilakukan dengan coating 100 µl (10
warna
µg/ml) antigen AFB1 -BSA dalam
microplate, diinkubasi semalam, dicuci
Validasi metode
dengan akuades, dibloking dengan 200 µl
skim milk (2,5%) selama 2 jam, dicuci Validasi metoda dilakukan dengan
dengan akuades, ditambahkan 100 µl membuat spiked sample dengan
antibodi anti AFB1 yang di tes, selanjutnya menambahkan standar AFB1 konsentrasi
diinkubasi selama 1 jam, plate di cuci 50 ng/g pada matrik sampel jagung dan
kembali dan ditambahkan konjugat goat pakan dan menggunakan prosedur seperti
anti rabbit-HRPO (1/2500) selama 1 jam, pada bagian pengembangan metode.
dicuci dengan akuades, direaksikan
dengan 100 µl substrat tetrametilbenzidin Analisis sampel dengan indirect d-ELISA
(TMB) selama 30 menit, ditambah 50 µl Sampel ditimbang 5 g jagung atau
H2SO4 2,5 M, diukur optical density (OD)
pakan, dimasukkan dalam tabung
dengan ELISA reader.
sentrifugasi, ditambahkan 25 ml metanol
60%, dikocok, disentrifus, diambil lapisan
Optimasi waktu uji indirect d-ELISA atas untuk dianalisis dengan d-ELISA
76 Biosfera 30 (2) Mei 2013
(sesuai prosedur pada bagian optimasi d- anti rabbit-HRPO (1:2) selama 1 jam,
ELISA). dicuci dengan akuades, direaksikan
dengan 100 µl substrat TMB selama 30
Analisis sampel dengan direct p-ELISA menit, dita mbah 50 µl H2 SO4 2,5 M, diukur
nilai OD dengan ELISA reader, dan
Metode analisis dengan p-ELISA
dihitung persen inhibisinya dengan rumus .
dilakukan dengan coating 100 µl antibody-
Kadar AFB1 dihitung dengan
anti AFB1 dalam microplate, diinkubasi
membandingkan % inhibisi sampel dan %
semalam, dicuci dengan akuades,
inhibisi seri standar AFB1 pada linier
dibloking dengan 200 µl skim milk selama
kalibrasi (Rachmawati et al., 2012).
2 jam, dicuci dengan akuades, direaksikan
75 µl campuran sampel dan konjugat goat
Astandar - Ablanko standar
% Inhibisi Standar = 1- x 100
A kontrol - A blanko standar
1,3
1,2
optical density
1,1
1
1
0,9
0,8 2
0,7 3
0,6
800x 1600x 3200x 6400x
pengenceran antibodi
Optimasi waktu uji indirect d-ELISA pencelupan dalam konjugat goat anti
rabbit-HRPO 1/2500 dan substrat masing-
Waktu kondisi opti mum dari metode
masing 10 menit, sehingga total total
d-ELISA diketahui yaitu waktu coating
waktu uji yang diperlukan adalah 35 menit.
antigen AFB1-BSA (0,4 µg/ml) adalah 24
Data selengkapnya dapat dilihat pada
jam, waktu pencelupan dalam antibodi anti
Tabel 1.
AFB1(1/800) (AB) dan standar AFB1 20
dan 50 ng/g adalah 15 menit, waktu
Sri Rachmawati dkk., Pengembangan Indirect Dipstick ELISA. : 73-81 77
Tabel 1. Waktu optimum reaksi antibodi,, standar AFB1 dan konjugat pada pengembangan
uji d-ELISA
Table 1.Optimation time of reaction between antibody, AFB1 standard and conjugate on
development of d-ELISA
Waktu Waktu Pengamatan warna
+ substrat
inkubasi inkubasi Positif AFB1
(terbentuk
(menit) (menit)
Negatif AFB1 warna pada
AB + std Konjugat 20 ng/g 50 ng/g
menit ke-
AFB1 (1/2500)
60 30 ** * (-) 5
30 15 ** * (-) 5
15 10 ** * (-) 10
Keterangan: AB= Antibodi anti AFB1, **= stick berwarna kuning kecoklatan; *= warna
memudar; (-) = tidak berwarna
Selain waktu opti mum, hasil semakin memudar pada stick sebagai kontrol
penga matan visual menunjukkan positif yang menunjukkan naiknya
terbentuknya warna kuning kecoklatan pada konsentrasi AFB1. Visualisasi pembentukan
stick sebagai kontrol negatif yang warna pada stick dapat dilihat pada Gambar
menunjukkan tidak adanya AFB1, dan warna 1.
Tabel 2. Hasil uji validasi d-ELISA pada matrik sampel jagung dan pakan
Table 2. Method validation of d-ELISA on corn and feed samples
Uraian sampel Hasil pengamatan warna pada dipstick (ulangan)
ke-
1 2 3
Kontrol negatif ** ** **
Spike (Jagung + 50ng/g * (-) (-)
AFB1)
Spike (Pakan + 50 ng/g (-) (-) (-)
AFB1)
Keterangan:** = berwarna kuning kecoklatan, * = warna memudar (sedikit terlihat warna),
(-) = tidak terlihat warna
Tabel 4. Kandungan AFB1 (ng/g) sampel jagung dan pakan dengan metode d-ELISA dan p-
ELISA
Table 4. AFB1 concentration of corn and feed samples (ng/g) analyzed by d-ELISA and p-
ELISA
Kode d-ELISA p-ELISA Kode d-ELISA p-ELISA
sampel sampel
J1 ** Tt P2 ** Tt
J2 (-) 34,1 P3 ** Tt
J3 ** Tt P4 ** Tt
J4 * 10,9 P5 (-) 26,5
J5 ** Tt P6 * 11,5
J6 (-) 26 P7 * 0,7
J7 (-) 47,2 P8 (-) 37,1
J8 * 10 P9 ** Tt
J9 * 1,9 P10 ** Tt
J10 (-) 46,8 P11 * 6,3
P1 (-) 45 P12 * 10,8
Keterangan: J = sampel jagung, P = sampel pakan, tt= tidak terdeteksi (kadar lebih kecil
dari 0,,3ng/g) pada pengujian dengan p-ELISA, ** = stick berwarna kuning kecoklatan (kadar
AFB1 tidak terdeteksi), *= stick sedikit berwarna (tt > kadar AFB1 <20 ng/g), (-)=
stick tidak berwarna (kadar AFB1> 20ng/g)