You are on page 1of 7

SPIRAKEL, Vol.7 No.

1, Juni 2015: 7-13 Deteksi Leptospira Patogen …(Dyah dan Anggun)


DOI : 10.22435/spirakel.v7i1.6126.7-13

DETEKSI LEPTOSPIRA PATOGEN PADA TERSANGKA


PENDERITA LEPTOSPIROSIS DI KABUPATEN PONOROGO
Dyah Widiastuti1, Anggun Paramita Djati*1
1
Balai Penelitian dan Pengembangan Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang, Banjarnegara
Jalan Selomanik 16A Banjarnegara

Abstract
Up to March 2012, there were increasing leptospirosis cases in Ponorogo. A total of 11
cases of leptospirosis were reported by the Ponorogo District Health Center. This study
aims to detect pathogenic Leptospira bacteria using Polymerase Chain Reaction (PCR) in
suspected leptospirosis in Ponorogo. Collection of blood samples carried out by the local
health care medical personnel (doctor, midwife or nurse) was accompanied by a team of
researchers. Subjects were people with fever (temperature >380C) or fever accompanied
by headache, muscle aches, and rash conjunctivitis. Blood and urine samples were taken
purposively. Active case detection was also conducted in communities around the
previous patients who had a history of infection risk and relationship of leptospirosis.
Further blood samples examined by two different methods, Lepto Tek Lateral Flow and
Polymerase Chain Reaction (PCR). Ninety blood and urine samples was collected. Four
samples were positive for pathogenic Leptospira DNA consisted of two samples of blood
(whole blood) and two samples of urine. PCR-positive samples in the blood has negative
results of Lepto Tek examination. While the PCR-positive samples in the urine, Lepto Tek
was positive. Lepto tek showed lower sensitivity in early detection of leptospirosis.
Examination of blood and urine samples using PCR can support the early discovery of
leptospirosis cases.

Keywords: Leptospirosis, Ponorogo, PCR

DETECTION OF PATHOGENIC LEPTOSPIRA


ON HUMAN LEPTOSPIROSIS SUSPECT IN PONOROGO REGENCY
Abstrak
Sampai dengan bulan Maret 2012 terjadi peningkatan kasus leptospirosis di Ponorogo.
Sebanyak 11 kasus leptospirosis dilaporkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Ponorogo.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi bakteri Leptospira patogen menggunakan teknik
Polimerase Chain Reaction (PCR) pada tersangka penderita leptospirosis di Kabupaten
Ponorogo. Pengumpulan sampel darah dilakukan oleh tenaga medis Puskesmas
setempat (dokter, bidan atau perawat) didampingi oleh tim peneliti terhadap penduduk
yang mengalami demam (suhu badan > 380C) atau demam disertai sakit kepala, nyeri
otot, kongjungtivitis dan ruam. Selain sampel darah, diambil pula sampel urin. Pencarian
kasus juga dilakukan pada masyarakat di sekitar penderita sebelumnya yang memiliki
risiko dan hubungan riwayat penularan leptopsirosis.Selanjutnya sampel darah diperiksa
dengan dua metode berbeda yaitu menggunakan Lepto Tek Lateral Flow dan metode
Polimerase Chain Reaction (PCR). Hasil pengumpulan sampel diperoleh 90 sampel darah
dan 90 sampel urin. Ditemukan 4 sampel yang positif mengandung DNA Leptospira
patogen, dua sampel dari darah (whole blood) dan dua sampel dari urin. Sampel yang

7
SPIRAKEL, Vol.7 No.1, Juni 2015: 7-13 Deteksi Leptospira Patogen …(Dyah dan Anggun)
DOI : 10.22435/spirakel.v7i1.6126.7-13

menunjukkan hasil positif pemeriksaan PCR pada darah, namun hasil pemeriksaan Lepto
Tek-nya negatif, sedangkan sampel positif pemeriksaan PCR pada urin, hasil Lepto Tek-
nya positif. Deteksi dini Leptospirosis menggunakan Lepto Tek menunjukkan sensitivitas
rendah. Pemeriksaan sampel darah dan urin menggunakan metode PCR dapat
mendukung upaya penemuan kasus leptospirosis sejak dini.

Kata Kunci: Leptospirosis, Ponorogo, PCR

Naskah masuk: 9 Maret 2014; Review I: 9 Maret 2015; Review II: 30 Maret 2015; Layak Terbit: 16 Juni 2015
_____________________________

Alamat korespondensi: anggundjati@gmail.com

PENDAHULUAN dan memiliki gejala menyerupai


leptospirosis. Hasil screening
Leptospirosis adalah penyakit menunjukkan 10 orang positif
zoonosis yang sangat penting, dan leptospirosis. Tahun 2012 sampai
ditemukan hampir di seluruh dunia, dengan bulan Maret terdapat 11 kasus
terutama di belahan bumi beriklim
positif leptospirosis di Kecamatan
tropis dan subtropis. Penyakit ini dapat Ngrayun.4 Keberadaan tenaga
berkembang menjadi epidemik di
kesehatan yang memahami leptospirosis
daerah perkotaan maupun pedesaan.1
terutama dari sisi medis dan dukungan
Leptospirosis disebabkan oleh laboratorium yang memadai, sangat
spirochaeta yang termasuk genus
membantu dalam penemuan kasus
Leptospira, dan terdiri lebih dari 250
leptospirosis.
serovar. Leptospirosis pada manusia
biasanya terjadi setelah penderita Leptospirosis di Ponorogo
kontak dengan air tergenang yang termasuk baru diketahui keberadaannya
terkontaminasi dengan kencing dan perlu dilakukan upaya penemuan
binatang yang terinfeksi, atau kasus, penelitian tentang faktor risiko
mempunyai pekerjaan berhubungan potensial dan upaya pengendaliannya.
dengan tanah basah yang Pada penelitian ini, dilakukan deteksi
terkontaminasi dengan Leptospira.2 bakteri Leptospira patogen
menggunakan teknik Polimerase Chain
Sepanjang 2010 terdapat 8 Reaction (PCR) pada tersangka
provinsi di Indonesia yang melaporkan penderita leptospirosis di Kabupaten
kasus suspek leptospirosis, diantaranya
Ponorogo.
DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, DI
Yogyakarta, Bengkulu, Kepulauan Riau
METODE
dan Sulawesi Selatan. Kabupaten
Ponorogo merupakan salah satu Dalam penemuan kasus secara
kabupaten di Provinsi Jawa Timur yang aktif di unit pelayanan kesehatan,
mengalami kejadian leptospirosis sejak penduduk yang mengalami demam
tahun 2010.3 (suhu badan > 380C) atau demam
disertai sakit kepala, nyeri otot,
Menurut data Dinas Kesehatan
kongjungtivitis dan ruam diambil darah
Kabupaten Ponorogo, pada tahun 2010
vena-nya menggunakan syringe needle
dilaporkan 3 kasus leptospirosis di tiga
sebanyak 2-3 ml. Ukuran needle 21 G
kecamatan yaitu Kecamatan Siman,
dan volume syringe 3 cc. Selain sampel
Kecamatan Kauman, dan Kecamatan
darah, diambil pula sampel urin.
Sawo. Pada tahun 2011 terdapat 19
Pencarian kasus juga dilakukan pada
kasus leptospirosis yang dilanjutkan
masyarakat di sekitar penderita yang
screening menggunakan Rapid
memiliki risiko dan hubungan riwayat
Diagnostic Test (RDT) terhadap 82
penularan leptopsirosis. Pengambilan
orang yang tinggal di sekitar penderita
sampel darah dan urin dilakukan oleh

8
SPIRAKEL, Vol.7 No.1, Juni 2015: 7-13 Deteksi Leptospira Patogen …(Dyah dan Anggun)
DOI : 10.22435/spirakel.v7i1.6126.7-13

tenaga medis Puskesmas setempat lengkap (whole blood) dan urin


(dokter, bidan atau perawat) didampingi penderita. Bahan dan alat yang
oleh tim peneliti. Selanjutnya sampel digunakan antara lain sampel darah
darah diperiksa dengan dua metode (whole blood), sampel urin, Kit Isolasi
berbeda yaitu menggunakan Leptotek DNA, etanol absolut, Kit PCR, primer,
Lateral Flow dan metode Polymerase tabung PCR, tabung sampel darah
Chain Reaction (PCR). vakum yang mengandung EDTA, sarung
tangan, mikropipet berbagai ukuran
Sampel darah diambil serumnya,
serta tipnya, tabung mikro 1,5 ml steril,
dengan cara sentrifugasi dengan
sentrifus, waterbath dan alat
kecepatan 3000 rpm selama 15 menit.
thermalcycler.
Serum darah diambil dengan mikropipet
sebanyak 10 μl, kemudian diteteskan DNA Leptospira untuk
pada lubang A di Lepto Tek Lateral pemeriksaan PCR diisolasi dari 200 µl
flow. Selanjutnya lubang B diteteskan sampel darah (whole blood) dan sampel
buffer sebanyak 5 tetes. Kemudian urin penderita dengan menggunakan
ditunggu sampai 15 menit dan dibaca High Pure PCR Template Preparation Kit
hasilnya. Serum darah dinyatakan positif (Roche). Isolasi dikerjakan sesuai
mengandung bakteri Leptospira, jika dengan prosedur yang
muncul garis merah pada kontrol (C) direkomendasikan dalam manual Kit.
dan pada garis IgM dan/atau IgG. Bila Untuk mendeteksi DNA Leptospira,
hanya muncul satu garis merah pada digunakan metode Conventional PCR
kontrol (C) maka dinyatakan negatif. dengan menggunakan primer yang
didesain oleh Kositanont. Primer PU1,
Hasil pemeriksaan dengan
dan LepR1 akan melekat pada
Leptotek didukung dan diperkuat
conserved region dari sekuen 23S rDNA
dengan pemeriksan PCR di Instalasi
Leptospira patogen. Adapun sekuen
Bakteriologi Balai Litbang P2B2
primer yang digunakan dirangkum dalam
Banjarnegara. Sampel yang diperiksa
Tabel 1.5
dengan metode PCR adalah darah

Tabel 1. Primer untuk pemeriksaan PCR

Primer Sekuen Primer


PU1 5’ TATCAGAGCCTTTTAATGG 3’
LepR1 5’ TAGTCCCGATTACATTTTC 3’

Polimerase Chain Reaction HASIL


dilakukan menggunakan Dream Taq
Green Mastermix (Fermentas) dengan Total sebanyak 90 sampel darah
program sebagai berikut: (i) diperiksa keberadaan DNA Leptospira
patogen menggunakan teknik PCR dan
predenaturasi 1 siklus: 94 0C selama 5
menit; (ii) amplifikasi 35 siklus: 94 0C Leptotek, sedangkan 90 sampel urin dari
selama 1 menit, annealing 50 0C selama penderita yang sama hanya diperiksa
1 menit, ekstensi 72 0C selama 1 menit dengan teknik PCR. Hasil produk PCR
dan (iii) ekstensi akhir 1 siklus: 72 0C ditampilkan dalam Gambar 1.
selama 7 menit. Produk PCR Pada Gambar 1 terlihat bahwa
dielektrofresis pada gel agarose 1,5 % produk PCR memiliki panjang 615 bp,
dan 100 bp ladder digunakan sebagai yang sesuai dengan target produk
marker untuk menganalisis besar produk amplifikasi primer PU1 dan LepR1 untuk
PCR. Leptospira patogen.5

9
SPIRAKEL, Vol.7 No.1, Juni 2015: 7-13 Deteksi Leptospira Patogen …(Dyah dan Anggun)
DOI : 10.22435/spirakel.v7i1.6126.7-13

M 1 2

615 bp

Gambar 1. Hasil Elektroforesis Produk PCR yang Positif Mengandung Bakteri Leptospira
Patogen pada Sampel Urin (lane 1) dan Sampel Darah (lane 2)

Berdasarkan Tabel 1 dapat Leptospira patogen berdasarkan


diketahui bahwa ditemukan 4 sampel pemeriksaan PCR ditampilkan dalam
yang positif mengandung DNA Tabel 2.
Leptospira patogen, dua sampel dari
Pada Tabel 3, terlihat bahwa
darah (whole blood) dan dua sampel dari
penderita dengan hasil pemeriksaan
urin. Sampel positif pemeriksaan PCR
PCR positif dari sampel darah,
pada darah, hasil pemeriksaan
seluruhnya dalam kondisi demam,
leptoteknya negatif, sedangkan sampel
sedangkan penderita dengan hasil
positif pemeriksaan PCR pada urin, hasil
pemeriksaan PCR positif dari sampel
leptoteknya positif.
urin tidak menunjukkan gejala klinis yang
Data pemeriksaan Leptotek dari khas.
penderita yang positif terinfeksi

Tabel 2. Perbandingan hasil pemeriksaan sampel menggunakan PCR dan


Leptotek Lateral Flow

Hasil Lepto Tek


PCR
Positif (+) Negatif (-)
Darah + 0 2
- 0 88
Urin + 2 0
- 0 88

Tabel 3. Gejala klinis penderita leptospirosis dengan hasil pemeriksaan PCR Positif

Sampel Positif Gejala Klinis


PCR Sakit kepala demam Mual/muntah Nyeri otot betis
Darah 1 2 0 0
Urin 0 0 0 0

10
SPIRAKEL, Vol.7 No.1, Juni 2015: 7-13 Deteksi Leptospira Patogen …(Dyah dan Anggun)
DOI : 10.22435/spirakel.v7i1.6126.7-13

BAHASAN antibodi. Sedangkan riwayat alamiah


penyakit leptospirosis menunjukkan
Pemeriksaan baku atau standar bahwa antibodi yang dihasilkan tubuh
(Gold Standard) untuk diagnosis sebagai sistem kekebalan alami
leptospirosis yang masih diakui sampai melawan bakteri Leptospira spp
saat ini yaitu menggunakan metode dihasilkan pada pertengahan minggu
Microscopic Agglutination Test (MAT).6 pertama. Riwayat alamiah leptospirosis
Tetapi pemeriksaan ini memiliki dapat dilihat pada Gambar 2.
kelemahan yaitu hanya mendeteksi

Sumber: Levett (2001)

Gambar 2. Riwayat Alamiah Leptospirosis

Leptospira dapat dideteksi pada puncak titernya setelah beberapa


sampel darah bila penderita sedang minggu sejak mulai sakit. (Gambar 2)
mengalami fase bakterimia atau
Kasus yang positif PCR dari
leptospiremia, dimana bakteri Leptospira
sampel darahnya menunjukkan bahwa
beredar di darah. Fase ini berlangsung
kasus sedang mengalami fase
selama 10 hari (rentang waktu antara
bakterimia yang kisaran waktunya tidak
dua sampai 20 hari) sejak bakteri masuk
lebih dari 10 hari sejak bakteri masuk ke
dalam tubuh penderita. Pada fase
dalam tubuh. Pada rentang waktu
tersebut bakteri Leptospira akan
tersebut, kemungkinan antibodi anti
bermultiplikasi di dalam darah dan
Leptospira belum dibentuk oleh tubuh,
kemudian menyebar ke berbagai organ.2
atau terbentuk namun dalam konsentrasi
Penderita leptospirosis pada fase
yang masih sangat rendah sehingga
bakterimia yang ditemukan dalam
tidak dapat dideteksi. Hal inilah yang
penelitian
kemungkinan menyebabkan hasil
ini pemeriksaan leptoteknya pemeriksaan leptotek negatif pada
menunjukkan hasil negatif. Hal ini penderita yang positif PCR dari sampel
disebabkan karena kemungkinan pada darahnya. Hasil penelitian Wageenar7
fase tersebut antibodi anti Leptospira menunjukkan bahwa pemeriksaan
belum terbentuk dalam tubuh penderita. leptospirosis menggunakan leptotek
Leptotek yang digunakan dalam lateral flow dapat menghasilkan nilai
penelitian ini mampu mendeteksi seroprevalen yang tinggi namun
keberadaan antibodi anti Leptospira baik insidensi kasus leptospirosis akutnya
dari kelas IgM maupun IgG. IgM mulai rendah. Hal ini dikarenakan antibodi
muncul pada masa awal sakit dan dapat terbentuk pada individu sehat yang
mencapai level yang dapat dideteksi berada di sekitar kasus dengan adanya
pada kisaran satu minggu pertama. IgG, paparan secara berulang oleh sumber
muncul setelah IgM dan mencapai penularan.7

11
SPIRAKEL, Vol.7 No.1, Juni 2015: 7-13 Deteksi Leptospira Patogen …(Dyah dan Anggun)
DOI : 10.22435/spirakel.v7i1.6126.7-13

Penemuan kasus leptospirosis akan dikeluarkan melalui urin apabila


seringkali terlambat. Gejala klinis yang penderita leptospirosis telah memasuki
tidak spesifik bahkan spektrumnya fase imun, yaitu setelah hari ke-10 sejak
dimulai dari tidak bergejala (asimtomatik) bakteri memasuki tubuh penderita. Pada
hingga menimbulkan gejala berat karena fase ini, antibodi dalam tubuh mulai
adanya komplikasi dengan penyakit terbentuk, dan titernya telah mencukupi
lainnya, menyebabkan leptospirosis untuk dideteksi menggunakan alat
masih sulit untuk dapat dideteksi secara diagnostik untuk deteksi antibodi. Oleh
dini. karena itu, pada penderita yang positif
PCR dari sampel urinnya, hasil
Deteksi penyakit leptospirosis
pemeriksaan leptoteknya positif. Peluang
menggunakan metode PCR bukan
penemuan sampel urin yang positif
berdasarkan keberadaan antibodi tetapi
sebenarnya lebih besar dibandingkan
berdasarkan keberadaan bakteri secara
peluang untuk menemukan sampel
langsung baik dalam sampel darah, urin,
darah yang positif menggunakan metode
jaringan tubuh tertentu dari penderita
PCR, karena fase leptospiremia hanya
maupun hewan reservoir atau bahkan air
berlangsung dalam waktu yang singkat.
serta tanah di lingkungan. Metode ini
Sedangkan fase leptospiruria dapat
telah banyak dikembangkan dalam
berlangsung dalam waktu yang lebih
berbagai penelitian. Dengan metode
lama (Gambar 2). Pengumpulan sampel
PCR, dapat dilakukan deteksi
urin juga lebih mudah dibandingkan
keberadaan bakteri leptospira secara
pengumpulan sampel darah.8
lebih sensitif dan juga lebih cepat. Hasil
penelitian lain menunjukkan bahwa Penderita leptospirosis yang
sensitivitas dan spesivitas PCR sebesar terkonfirmasi dengan metode PCR dari
80%dan 90%.7 Artinya kemampuan PCR sampel darah menunjukkan gejala klinis
untuk memberikan gambaran positif berupa sakit kepala dan demam (Tabel
pada orang yang benar-benar sakit 2). Demam merupakan gejala dominan
rendah, tetapi kemampuan untuk yang dialami penderita leptospirosis.
memberikan gambaran negatif bila Hasil penelitian Dewi, 2010,
subyek yang dites adalah bebas dari menunjukkan 86,7% penderita positif
penyakit, atau persentase hasil negatif, Leptotek menderita gejala klinis utama
apabila cara uji tersebut dilakukan yaitu demam.9 Berdasarkan Gambar 2
terhadap orang yang tidak sakit cukup sebaiknya pengambilan sampel darah
tinggi. dilakukan saat penderita mengalami fase
demam sehingga kemungkinan
Hasil PCR pada penelitian ini dapat
penemuan positif penderita dengan
mendeteksi DNA Leptospira spesifik
metode PCR menjadi lebih banyak.
spesies patogen. Primer yang digunakan
untuk mendeteksi DNA Leptospira Pada penelitian ini penderita yang
spesies pathogen adalah PU1 dan terkonfirmasi dengan metode PCR dari
LepR1 dengan target produk PCR sampel urin tidak menunjukkan gejala
sebesar 615 bp. Sepasang primer klinis yang khas. Leptospirosis
tersebut akan melekat pada conserved termasuk self limited disease pada
region dari sekuen 23S rDNA Leptospira manusia dengan kondisi kekebalan
patogen yang tidak dimiliki oleh DNA tubuh yang baik.10 Namun, pada
Leptospira saprofit. beberapa penderita, terlebih dengan
adanya komplikasi,akan mengalami
Deteksi Leptospira pada urin
tingkat keparahan yang semakin tinggi.
menggunakan metode PCR merupakan
salah satu upaya yang tepat untuk Pemeriksaan dengan MAT tetap
penemuan kasus sejak dini.9 Kasus yang menjadi Gold Standard untuk
positif PCR dari sampel urin dalam pendekatan serologi, namun kurang
penelitian ini, hasil pemeriksaan efektif bila digunakan dalam deteksi dini.
leptoteknya positif. Bakteri Leptospira Demikian juga penggunaan Leptotek

12
SPIRAKEL, Vol.7 No.1, Juni 2015: 7-13 Deteksi Leptospira Patogen …(Dyah dan Anggun)
DOI : 10.22435/spirakel.v7i1.6126.7-13

lateral flow hanya efektif untuk melihat Ponorogo Tahun 2012 [Laporan
seroprevalensi leptospirosis di suatu Penelitian]. Balai Litbang P2B2
area, namun kurang efektif untuk deteksi Banjarnegara; 2012.
di awal waktu sakit. Pemeriksaan PCR
5. Kositanont, U., Rugsasuk, S.,
dapat menjadi salah satu alternatif
Leelaporn, A., Phulsuksombati, D.,
metode pemeriksaan yang dapat
Tantitanawat, S., Naigowit, P.
digunakan untuk deteksi dini.
Detection and Differentiation
Pemeriksaan PCR juga dapat dilakukan
Between Pathogenic And
pada fase kronis dengan menggunakan
Saprophytic Leptospira spp. by
sampel urin.
Multiplex Polymerase Chain
Reaction. Diagnostic Microbiology
KESIMPULAN and Infectious Disease. 2007;
Deteksi dini Leptospirosis 57:117– 122.
menggunakan Leptotek lateral flow 6. World Health Organization. Human
menunjukkan sensitivitas rendah. Leptospirosis: Guidance For
Pemeriksaan sampel darah dan urin Diagnosis, Surveillance And Control.
menggunakan metode PCR dapat WHO; 2003.
mendukung upaya penemuan kasus
sejak dini. 7. Wageenar, J.F.P., Falke, T.H.F.,
Nam, N.V., Binh, T.Q., Smith, H.L.,
SARAN Cobelens, F.G.J., and de Vries, P.J.
Rapid Serological Assay for
Penemuan dini kasus leptospirosis Leptospirosis are of Limited Value in
tidak cukup hanya dengan menggunakan Southern Vietnam. Trop Med and
Leptotek, tetapi perlu didukung dengan Parasitology. 2004; 98(8):843-50.
pemeriksaan PCR, sehingga pengobatan
segera dapat dilakukan. Pengambilan 8. Perwez, K., Suman VB., Nayanatara
sampel yang diperiksa berupa darah Arun Kumar, N.A., andHussain,
maupun urin. M.A. Leptospirosis in Febrile
Patients: Diagnosis by Serology and
UCAPAN TERIMA KASIH Polymerase Chain Reaction. Journal
of Biology and Life Science. 2011;
Penulis ucapkan terimakasih 2(1): E2.
kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten Ponorogo beserta seluruh 9. Bal, AE., Gravekamp, C., Hartskeerl,
stafnya, Kepala Balai Litbang P2B2 RA., De Meza-Brewster, J., Korver,
Banjarnegara atas ijinnya, dan seluruh H., Terrpstra. Detection of
rekan-rekan pegawai yang telah Leptospires in Urine by PCR for
membantu pelaksanaan penelitian. Early Diagnosis of Leptospirosis.
Journal of Clinical Microbiology.
August 1994; 32(8):1894-1898.
DAFTAR PUSTAKA 10. Dewi, SK, 2010. Penyelidikan
1. Vinetz, JM. Leptospirosis. Current Kejadian Luar Biasa (KLB)
Opinion of Infectious Diseases. Leptospirosis di Kabupaten Bantul
2001; 14: 527-538. Tahun 2010. [Laporan Penelitian].
Balai Litbang P2B2 Banjarnegara;
2. Levett, PN. Leptospirosis. Clin 2010.
Microbiol Rev. 2001; 14(2): 296–
326. 11. Jones, S and Kim, T. Fulminant
Leptospirosis in a Patient with
3. DKK Ponorogo. Data Kasus Human Immunodeficiency Virus
Penyakit Menular. 2010. Infection: Case Report and Review
4. Djati, AP. Inventarisasi Faktor Risiko of the Literature. Clinical Infectious
Leptospirosis di Kabupaten Diseases. 2001; 33:E31–3.

13

You might also like