You are on page 1of 12

SWASEMBADA BERAS BERKELANJUTAN: DILEMA ANTARA STABILISASI HARGA DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN Sri Nuryanti 19

SWASEMBADA BERAS BERKELANJUTAN: DILEMA ANTARA STABILISASI


HARGA DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN

Sustainable Rice Self-Sufficiency: Dilemma between Price Stabilization and


Income Distribution
Sri Nuryanti
Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian
Jalan Tentara Pelajar 3B, Cimanggu, Bogor 16161
*Korespondensi penulis E-mail: sri-nuryanti@litbang.pertanian.go.id

Naskah diterima: 7 April 2017 Direvisi: 8 Mei 2017 Disetujui terbit: 3 Juli 2017

ABSTRACT

Like other Asian countries, Indonesia tries to achieve rice self-sufficiency. To improve farmers’ competitiveness
through agricultural investment and infrastructure, the government intervenes the rice market through subsidies,
tariff import, and other support mechanisms for domestic producers. These interventions aims to improve farmers’
welfare and to maintain retail price. Rice is a staple food and it also has social and economic roles. Furthermore,
rice is a political good. Rice self-sufficiency makes the country look improved and developed. The government
takes measures to achieve rice self-sufficiency. The study aims to review rice policy implementation along with the
self-sufficiency achievement by elaborating policy intervention and its implication in the market. Results of the study
showed that involvement of state-owned companies in rice market could minimize market failure, but it encouraged
an oligopolistic market structure and biased rice policy toward certain interest group. Shifting orientation of rice
policy from price stabilization to income distribution might encourage a better rice market toward sustainable rice
self-sufficiency.
Keywords: income distribution, stabilization, rice, self-sufficiency.

ABSTRAK

Indonesia hendak mencapai swasembada pangan khususnya beras sebagaimana negara Asia yang lain.
Dalam rangka mendorong daya saing petani melalui investasi dan infrastruktur pertanian, pemerintah melakukan
intervensi pasar beras melalui beragam subsidi, tarif, dan mekanisme bantuan lain untuk produsen domestik.
Intervensi ini pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan pendapatan produsen dan menjaga stabilitas harga di
tingkat konsumen. Beras tidak saja berperan sebagai bahan makanan semata, melainkan juga mempunyai peran
sosial dan ekonomi di dalam masyarakat. Peran tersebut membuat beras jauh lebih penting dibandingkan bahan
pangan yang lain. Keyakinan bahwa dengan swasembada beras membuat negara tampak unggul dan maju. Oleh
karena itu, berbagai kebijakan beras diimplementasikan guna mencapai target swasembada. Kajian ini bertujuan
untuk mengkaji ulang implementasi kebijakan perberasan dalam rangka pencapaian swasembada dengan
menelaah intervensi kebijakan beserta implikasinya terhadap pasar. Hasil menunjukkan bahwa keterlibatan Badan
Usaha Milik Negara di dalam pasar beras dapat mengurangi kegagalan pasar, meskipun keberadaannya membuat
struktur pasar cenderung oligopolistik dan kebijakan beras menjadi bias kepada kelompok kepentingan tertentu.
Pergeseran orientasi kebijakan beras dari stabilisasi harga ke distribusi pendapatan memungkinkan ke arah pasar
beras yang lebih baik menuju swasembada beras yang berkelanjutan.
Keywords: distribusi pendapatan, stabilisasi, beras, swasembada

PENDAHULUAN bagi berbagai pihak yang berkepentingan,


terutama petani produsen dan konsumen,
sehingga swasembada beras menjadi penting.
Beras merupakan bahan pangan pokok Pemerintah Indonesia dari masa ke masa
utama bagi lebih dari 95% penduduk Indonesia. melakukan intervensi kegiatan produksi,
Selain menghasilkan beras sebagai produk pemasaran, perdagangan, dan stabilisasi harga,
utama, usaha tani padi menciptakan lapangan tergantung pada rezim yang sedang berkuasa.
kerja dan pendapatan bagi sekitar 21 juta rumah
tangga tani di perdesaan (Sudaryanto 2013). Pada awal kemerdekaan, belum banyak
Beras menjadi komoditi strategis dan penting di kebijakan untuk mencapai swasembada beras.
dalam perekonomian Indonesia karena Namun, persoalan pangan telah menjadi bagian
mempunyai keterkaitan dari sektor hulu dan hilir penting pembangunan pertanian Indonesia
20 Forum Penelitian Agro Ekonomi, Vol. 35 No. 1, Juli 2017: 19-30

(Baharsjah et al. 2014). Pemerintahan Presiden Sesuai dengan Ortiz (1999) peran pemerintah
Soeharto, di masa Orde Baru bersamaan dengan di dalam sektor pertanian adalah sebagai
revolusi hijau era 1970-1990 telah berhasil pengatur, pemberi subsidi, dan penarik pajak.
mencapai tingkat pertumbuhan produktivitas dan Implementasi peran pemerintah tersebut akan
produksi beras tertinggi sepanjang sejarah, yaitu berimplikasi pada alokasi dan distribusi sumber
4,1%/tahun dan 5,6% /tahun pada periode 1966- daya, sehingga peran dan preferensi politik
1985 dan mencapai swasembada beras (Sawit, pemerintah sangat penting dan strategis dalam
2014). Capaian tersebut mencerminkan menentukan kebijakan (Swinnen and Zee 1993).
perkembangan teknologi hasil program Sementara itu, di dalam suatu pasar komoditi
intensifikasi melalui Bimbingan Massal, yaitu yang diintervensi terdapat banyak kelompok
Intensifikasi Khusus (1960an) dan Supra kepentingan (Barret 1999). Oleh karena itu,
Intensifikasi Khusus (1980an), yang keberpihakan pemerintah terhadap kelompok
dikombinasikan dengan varietas unggul IR64 kepentingan yang menjadi target kebijakan
(Pearson et al. 1991; Mears 1981; Sawit 2014) sangat penting untuk diperhatikan.
serta penyuluhan pertanian.
Target kebijakan swasembada beras
Pemerintah Orba memberi dukungan dari berkelajutan antara lain adalah peningkatan
tingkat usaha tani hingga pasca panen, produksi beras nasional, tercapainya stabilitas
mendorong pengembangan penggilingan padi harga, tercapainya stabilitas dan kecukupan
sederhana di perdesaan, mendukung cadangan beras pemerintah (CPB) tanpa ada
pendanaan dengan mengucurkan kredit murah pemasukan beras dari impor. Dengan target di
Bank Indonesia, dan menetapkan Badan Urusan muka, maka kelompok kepentingan produsen
Logistik (Bulog) sebagai badan usaha milik menjadi subyek dalam mencapai peningkatan
negara (BUMN) yang bertugas mengelola produksi agar harga beras domestik stabil, CBP
cadangan beras nasional. Bulog bertugas cukup dan stabil, sehingga tidak perlu melalukan
membeli kelebihan produksi selama pengadaan impor. Secara ekonomi kualitatif, kebijakan beras
gabah/beras pada musim panen dan tampak bahwa kebijakan beras yang
mendistribusikan ke pasar ketika harga beras diimplementasikan pemerintah banyak berpihak
tinggi (Amang dan Sawit 2001; Mears 1981). kepada petani produsen beras. Namun,
Pemerintah Orba juga memperkuat peran keberpihakan tidak dapat dikuantifikasi
kelembagaan koperasi unit desa untuk mengolah berdasarkan arah dan besaran subsidi saja.
dan memasarkan gabah/beras (Sawit 2014). Melainkan diukur menggunakan preferensi politik
Koperasi berperan sebagai pihak ketiga dalam pemerintah berdasarkan parameter kuantitatif
pengadaan beras dalam negeri bersama ekonomi beras, yaitu harga, permintaan,
4.000an penggilingan padi sebagai rekanan penawaran, dan elastisitas permintaan dan
Bulog dalam kegiatan pengadaan beras (Sawit penawaran terhadap harga beras. Kajian ini
2010). bertujuan untuk mengkaji ulang implementasi
kebijakan perberasan dalam rangka pencapaian
Selain kebijakan subsidi pada tingkat usaha
target swasembada berkelanjutan dari sudut
tani, tampak kebijakan pemerintah dalam
pandang ekonomi politik. Besaran manfaat yang
melibatkan Bulog untuk mengelola sistem
diterima dan kerugian yang diderita oleh
perberasan di Indonesia sangat dominan.
kelompok kepentingan di dalam pasar beras
Selama Orba, Bulog bertindak sebagai
menjadi indikator efektivitas implementasi
monopolis (Amang dan Sawit 2001). Namun
kebijakan perberasan tersebut.
dalam era Reformasi sebagian hak monopoli
Bulog dicabut. Peran yang dikuasakan kepada
Bulog merupakan bentuk kebijakan pengaturan
KEBIJAKAN PUBLIK DAN KEGAGALAN
komoditi (Pearson et al. 1991) yang telah
PASAR
dirancang secara komprehensif dalam rangka
mencapai target swasembada beras (Panuju et
al. 2013; Sawit 2014). Menurut Lee and Kennedy Pembuatan kebijakan publik di negara
(2007) keberadaan parastatal semacam Bulog demokrasi dilakukan melalui interaksi strategi
adalah distortif. Namun, pengelolaan pasar antar kelompok kepentingan, termasuk
komoditas pangan oleh organisasi parastatal memperjuangkan kepentingan publik dan
semacam Bulog tidak saja dilakukan di kelompok yang berusaha mencapai kepentingan
Indonesia, melainkan juga di banyak negara di pribadi (Rausser dan Roland 2009). Proses
kawasan Afrika maupun Asia (Rashid et al. tersebut melibatkan kekuatan ekonomi dan
2008). Pemberian wewenang tersebut politik sebelum menghasilkan resolusi kebijakan
merupakan hak pemerintah sebagai pembuat (Gambar 1). Elemen di dalam kotak kanan
kebijakan. diagram merupakan domain dari ilmu politik
SWASEMBADA BERAS BERKELANJUTAN: DILEMA ANTARA STABILISASI HARGA DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN Sri Nuryanti 21

Distribusi Kekuatan Politik


(Distribution of Political Power)

Konsekuensi Ekonomi Struktur Kepemerintahan


(Economic Consequences) (Governance Structures)

Restrukturisasi Insentif dan


Penyesuaian Pasar Ekonomi Politik
(Restructured Incentive and (Political Economics)
Market Adjustment)

Kebijakan yang terjadi Seleksi Instrumen Kebijakan


(Incidence Policy) (Policy Instrumen Selection)

Implementasi Kebijakan
(Policy Implementation)

Sumber: Rausser dan Roland (1999)


Gambar 1 Proses pembuatan kebijakan dan konsekuensi ekonomi

(political science), sementara kotak di sebelah birokrasi, pemangku kepentingan (stakeholder),


kiri merupakan domain ilmu ekonomi. Bagian dan kelompok kepentingan sebagai agen yang
atas diagram sebelah kanan terdapat struktur mewakili pemangku kepentingan dalam unit
kepemerintahan yang menetapkan rancangan analisis. Dalam proses pembuatan kebijakan,
konstitusional mengenai aturan-aturan pemilihan berbagai kelompok kepentingan bersaing
umum, sistem hukum, kepemilikan, ekonomi dan mengorbankan waktu, energi, dan uang untuk
perdagangan, atau landasan bagi pembuatan melakukan lobi dan menghasilkan tekanan untuk
aturan lain. Struktur pemerintahan dan tata kelola mempengaruhi rancangan atau implementasi
negara juga menentukan lingkup mekanisme sebuah kebijakan (Rausser dan Roland 2009).
umpan balik politik (political feedback Kompetisi tersebut menghasilkan bias terhadap
mechanism) dari kelompok-kelompok yang kelompok tertentu yang tercermin dari
dipengaruhi oleh kebijakan publik tersebut. peningkatan bobot politik kelompok (Swinnen
Struktur tersebut menetapkan batas dan dan Zee1993). Intervensi kebijakan salah
keterkaitan antara ekonomi dan politik. Oleh satunya ditujukan untuk meredam dan
karena itu, dalam beberapa dekade terakhir memperbaiki kegagalan pasar suatu komoditas
ekonom berusaha menghasilkan penjelasan di mana kelompok kepentingan berkompetisi
teoritis maupun empiris tentang keterkaitan untuk memperoleh manfaat atas kebijakan
antara struktur pemerintahan, ekonomi politik, tersebut.
dan penetapan kebijakan pertanian (Rausser
Kegagalan pasar merupakan konsep teori
dan Roland 2009).
ekonomi di mana alokasi barang dan jasa pada
Analisis ekonomi politik mencari penjelasan sistem pasar bebas tidak mencerminkan
tentang pemilihan dan implementasi sebuah terjadinya efisiensi. Kegagalan pasar
kebijakan publik. Hubungan saling terkait di berhubungan dengan informasi, persaingan tidak
dalam proses pembuatan kebijakan tersebut sempurna, eksternalitas, dan barang publik.
menempatkan instrumen sebagai variabel Kegagalan pasar sering digunakan sebagai
endogen yang merupakan fungsi dari aktivitas justifikasi intervensi pemerintah pada pasar
22 Forum Penelitian Agro Ekonomi, Vol. 35 No. 1, Juli 2017: 19-30

tertentu. Menurut teori ekonomi kesejahteraan, pihak berhadapan dengan produsen dan
ketidaksempurnaan pasar dapat dikoreksi konsumen beras sebagai pengguna kebijakan di
melalui pengeluaran dan regulasi publik apabila lain pihak. Dalam teori mikroekonomi neoklasik,
didasarkan pada sebuah perencanaan ilmiah semua pihak pada sistem politik akan
(rational and scientific planning) saja. Namun, memaksimalkan fungsi utiliti masing-masing,
intervensi pemerintah justru sering yaitu produsen (pendapatan), konsumen (daya
menyebabkan alokasi sumber daya semakin beli), politisi (jumlah suara pemilihan), atau
tidak efisien dibanding tanpa ada intervensi birokrat (kekuasaan dan pendapatan).
(Nedergaard 2006).
Pada tingkat ekonomi mikro, kegagalan yang
Kegagalan pasar (market failure) tidak berarti terjadi pada sistem ekonomi menyebabkan
pasar gagal menghasilkan solusi efisien yang berbagai pelaku ekonomi berpotensi menjadi
diinginkan pada tingkat harga tertentu. pemburu rente dalam sistem politik yang tidak
Kegagalan pemerintah (government failure) tidak sempurna, sehingga menciptakan kegagalan
berarti pemerintah gagal menciptakan solusi pemerintah dan mempengaruhi kondisi ekonomi
efisien yang diinginkan. Kegagalan pemerintah mikro lebih lanjut. Tingkat kegagalan pasar pada
menjelaskan persoalan sistematis yang sistem ekonomi meningkat. Model tersebut
menghalangi pemerintah menghasilkan solusi menunjukkan hubungan sebab akibat struktural
yang efisien terhadap suatu persoalan. Intervensi antara faktor dalam sistem ekonomi dengan
pemerintah tidak tergantung pada terjadinya faktor dalam sistem politik. Namun, tidak terdapat
kegagalan pasar. Intervensi pemerintah sering otomatisasi dalam model karena tidak semua
dikehendaki suatu kelompok kepentingan dalam produsen yang menghadapi kegagalan pasar
bentuk solusi dan bukan solusi yang dihasilkan akan mendapat rente ekonomi. Keseimbangan
dari mekanisme pasar yang lebih efisien (Stiglitz politik antara penyedia dan pengguna kebijakan
2008). ditentukan oleh besarnya pengeluaran lobi dari
sisi permintaan dan bagaimana distribusi
Intervensi pemerintah untuk mengatasi diantara politisi, birokrat, produsen, dan
kegagalan pasar justru memperburuk kondisi konsumen (Nedergaard 2006).
pasar pada tahap berikutnya (Gambar 2). Unit
analisis pada sistem ekonomi adalah para Menurut kerangka proses pembuatan
pembuat keputusan individu yang terdiri dari kebijakan dan konsekuensinya, dalam rangka
produsen pada sisi penawaran dan konsumen menuju swasembada beras berkelanjutan,
pada sisi permintaan. Model ekonomi mikro terseleksi empat intervensi kebijakan oleh
permintaan dan penawaran pada sistem pemerintah, yaitu kebijakan produksi, harga,
ekonomi tersebut dipadukan dengan unit distribusi, dan impor (Firdaus et al. 2008).
pembuat kebijakan pada sistem politik yang Kebijakan produksi diimplementasikan
terdiri dari politisi dan birokrat serta rekan pemerintah bersama petani produsen dengan
politiknya, yaitu produsen dan konsumen beras memberi berbagai macam subsidi usaha tani
sebagai peminta kebijakan dengan kepentingan padi. Implementasi kebijakan harga, distribusi,
masing-masing. Kepentingan individu menjadi dan impor didelegasikan pelaksanaannya
dasar model penelitian di mana politisi dan kepada lemaga parastatal milik Indonesia, yaitu
birokrat sebagai penyedia kebijakan dari satu Bulog. Keterlibatan Bulog sudah berlangsung

“Ketidaksempurnaan” pada “Ketidaksempurnaan” pada


Sistem Ekonomi: Sistem Ekonomi:
Pendekatan Ekonomi Kesejahteraan Pendekatan Ekonomi Publik

Kegagalan Pasar Kegagalan Pemerintah


(Market Failure) (Govrnment Failure)

1. Sisi Penawaran: 1. Sisi Permintaan:


Produsen (Petani dan PP) Produsen dan Konsumen/
Pembayar Pajak

2. Sisi Permintaan: 2. Sisi Penawaran:


Konsumen Politisi dan Birokrasi

Sumber: Nedergaard (2006).


Gambar 2. Keterkaitan kegagalan pasar dengan kegagalan pemerintah
SWASEMBADA BERAS BERKELANJUTAN: DILEMA ANTARA STABILISASI HARGA DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN Sri Nuryanti 23

sejak era pemerintahan Orba. Mears (1981) perburuan rente yang akan merugikan petani
menyebutkan bahwa Bulog berperan besar dan domestik (Sawit 2001) dan terjadi distorsi pasar.
efektif menjalankan perannya pada era Orba, Ketika intervensi kebijakan impor pun dilakukan
sehingga swasembada dapat dicapai pada tahun oleh organisasi parastatal Bulog. Impor beras
1983. Instrumen kebijakan harga yang dilakukan untuk meredam kenaikan harga yang
diimplementasikan Bulog telah menjadi tinggi yang akan memicu inflasi. Beras impor
manifestasi khusus, berhasil meningkatkan tersebut selanjutnya didistribusikan oleh Bulog
pendapatan petani produsen, dan juga aktivititas melalui mekanismes operasi pasar khusus beras
pembelian dan penjualan beras oleh pedagang untuk menstabilkan harga. Kenyataannya, impor
selain Bulog. Mekanisme intervensi Bulog merupakan salah satu sumber rente yang
diyakini mampu mengurangi beban biaya menimbulkan biaya sosial pencapaian target
penyimpanan beras yang dibeli pedagang selain swasembada (Nuryanti 2017), di samping itu
Bulog antar musim panen (Timmer 1986). harga beras domestik menjadi tertekan akibat
Sebelum ada intervensi seluruh biaya harga impor yang lebih rendah dari harga beras
penyimpanan menjadi beban konsumen, namun domestik. Dengan demikian, implementasi
dengan adanya intervensi sebagian biaya kebijakan harga, distribusi dan impor mempunyai
penyimpanan ditanggung oleh pemerintah konsekuensi ekonomi terhadap insentif usaha
melalui kegiatan pengadaan CBP yang dilakukan tani bagi petai produsen dan penyesuaian harga
Bulog. Hal tersebut mengindikasikan bahwa (meredam inflasi) akibat kenaikan harga beras.
aktivitas pedagang selain Bulog dalam Kedua hal ini menjadi dilema bagi pemerintah
memaksimalkan marjin keuntungan dapat namun penting untuk direstrukturisasi antara
dikendalikan dengan intervensi pemerintah insentif (distribusi pendapatan) dan isu pasar
melalui kebijakan harga dan distribusi, sehingga (stabilisasi harga).
konsumen tidak harus menanggung perbedaan
Pemerintah hadir untuk memperbaiki
harga yang demikian tinggi antara saat panen
ketidaksempurnaan pada sistem ekonomi yang
raya dan saat paceklik (Timmer 1986) atau akibat
terjadi di dalam pasar suatu komoditas.
permainan pasokan yang memicu harga naik
Pemerintah mendorong produksi beras yang
(Hutagaol 2017).
dilakukan petani produsen guna memenuhi
Intervensi kebijakan harga beras tersebut permintaan beras oleh seluruh konsumen di
selama dianggap aman untuk diterapkan Indonesia. Sementara itu, pemerintah harus
meskipun dalam jangka pendek akan menjaga harga tidak saja menguntungkan bagi
menyebabkan keseimbangan penawaran dan petani, terjangkau bagi konsumen, namun juga
permintaan beras menjauhi keseimbangan, stabil di pasar. Ketika pasar gagal, dan
namun dalam jangka panjang akan seimbang pemerintah mengintervensi tidak jarang
kembali karena tidak terpengaruh oleh kebijakan internvensi tersebut justru tidak memberi
harga input maupun output usaha tani padi manfaat kepada pihak yang berkepentingan dan
(Nuryanti 2005a). Para pedagang yang menjadi target kebijakan. Hal ini pun terjadi pada
mengalami penurunan marjin keuntungan karena pasar beras sebagaimana uraian di muka.
mekanisme pengadaan CPB oleh Bulog, para Pemerintah berhasil meredam kegagalan pasar
pedagang yang umumnya merupakan pemilik akibat inflasi harga yang ditimbulkan, namun
usaha penggilingan padi (PP) justru menerima pemerintah gagal memberi manfaat bagi
proporsi marjin pemasaran beras yang paling kelompok kepentingan penting di dalam pasar
tinggi. Sementara itu, petani produsen hanya beras yang diintervensi karena orientasi
menerima sekitar 8-12% saja dari distribusi kebijakan yang diimplementasikan. Pengambil
marjin pemasaran beras (Nuryanti 2005b). Hal ini manfaat terbesar kebijakan justru bukan target
terjadi karena rendahnya posisi tawar petani dan dari implementasi kebijakan tersebut, di samping
juga tingkat efektivitas pengadaan CBP dari pilihan kebijakan juga menimbulkan zero sum
produksi dalam negeri yang dilakukan Bulog. game dalam perekonomian beras domestik.
Ketika pemerintah memberi subsidi harga
umum (general food subsidy) dalam bentuk
INTERVENSI PEMERINTAH DAN KEBIJAKAN
harga dasar pada saat kegiatan pengadaan CBP
SWASEMBADA
dan harga atap pada saat kegiatan penyaluran
CBP, maka harga beras dalam negeri akan
tertekan, kinerja kebijakan stabilisasi harga beras Norma Intervensi dan Kebijakan
domestik dan distribusi pendapatan menjadi
buruk karena harga domestik lebih tinggi dari Istilah swasembada dikenal sejak Institut
harga internasional, sehingga dapat memicu aksi Pertanian Bogor (IPB) memulai proyek
penyelundupan beras sebagai bentuk aksi Swasembada Bahan Makanan dari Dinas
24 Forum Penelitian Agro Ekonomi, Vol. 35 No. 1, Juli 2017: 19-30

Pertanian Rakyat pada tahun 1964 untuk menurut Teori Kelompok Kepentingan (interest
mengusahakan budi daya pertanian pada lahan group theory), menentukan alokasi sumber daya
seluas 25-51 ha di Karawang. Kegiatan tersebut dalam rangka memenuhi kebutuhan publik dan
dikerjakan oleh civitas akademik bedasarkan mencapai kesejahteraan ditentukan oleh perilaku
pemikiran bahwa pertumbuhan penduduk yang birokrasi dan tekanan dari kelompok yang
terus meningkat memerlukan upaya pemenuhan berkepentingan terhadap suatu kebijakan
kebutuhan pangan maka swasembada pangan tersebut (Swinnen and Zee 1993). Hal ini
harus dilakukan. Tujuan dari swasembada berimplikasi bahwa kelompok yang memperoleh
adalah mengadakan kebutuhan pangan yang perhatian pemerintah, kepentingannya akan
diperlukan secara mandiri. Dalam perjalanannya, diperhatikan dan tercermin di dalam rumusan
swasembada yang terus diupayakan pencapai- kebijakan yang diimplementasikan pemerintah
annya. Beras merupakan komoditi pangan paling (Barret 1999; Swinnen 1993).
penting dalam kontribusinya terhadap penyedia-
Tindakan untuk mempengaruhi pengambil
an lapangan kerja, pembangunan perdesaan,
kebijakan dapat dilakukan oleh seluruh kelompok
dan ketahanan rumah tangga perdesaan (Sawit
kepentingan secara bersama-sama sebagai
dan Lokollo 2007). Ketersediaan beras sangat
bentuk collective action (Master and Garcia
penting bagi perekonomian Indonesia. Karena
2009). Dalam implementasi kebijakan, tidak
beras merupakan bahan makanan pokok
menutup kemungkinan muncul penumpang
masyarakat Indonesia dan mempunyai peran
gelap (free rider) yang mengambil manfaat dari
strategis di dalam perekonomian. Isu tentang
kebijakan yang dicapai tanpa melakukan
beras dapat meluas dari ekonomi ke sosial dan
kontribusi apa pun (Olson 1965). Teori Pilihan
politik. Kegagalan produksi akan menyebabkan
Publik (public choice theory) menyebutkan
harga tinggi, kelangkaan pasar, dan kenaikan
bahwa dalam implementasi suatu kebijakan akan
harga yang dapat memicu gejolak sosial politik
melibatkan aktivitas perburuan rente (rent
yang berimplikasi pada stabilitas nasional
seeking) (Schmitz et al. 2002). Oleh karena itu,
(Subejo 2014).
implementasi kebijakan perlu seimbang dan di
Sesuai landasan hukum Undang-undang bawah pengawasan, sehingga kinerja
Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan, pemerintah dalam mencapai tujuan kebijakan
pembangunan pangan diamanatkan untuk yang ditetapkan dapat terukur (Master and
memenuhi kebutuhan dasar manusia. Garcia, 1993). Konsep rational ignorance
Pemerintah bersama masyarakat bertanggung menyebutkan bahwa suatu kebijakan yang
jawab untuk mewujudkan ketahanan pangan. optimal tercapai apabila manfaat marjinal yang
Kalimat tersebut menegaskan bahwa pemerintah diharapkan (expected marginal benefit) sama
dan masyarakat sebagai kelompok kepentingan dengan biaya marjinal yang diharapkan
yang bertanggung jawab untuk menyediakan (expected marginal cost). Implikasinya adalah
pangan. Selanjutnya, menurut pasal 1 ayat 17, kebijakan yang menelan tambahan biaya lebih
ketahanan pangan adalah “kondisi terpenuhinya tinggi dibandingkan tambahan manfaat yang
pangan rumah tangga (RT) yang tercermin dari diperoleh tidak akan dipedulikan (Stigler 1961).
tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah
maupun mutunya, aman, merata, dan
Intervensi Kebijakan Ekonomi Beras
terjangkau”. Definisi tersebut menyiratkan bahwa
Indonesia
ada kelompok kepentingan yang harus dipenuhi
ketersediaan pangannya, yaitu rumah tangga Sebagai negara berkembang, kebijakan
sebagai konsumen. pertanian di Indonesia mencirikan pola
pembangunan (development pattern). Pola
Dalam perekonomian suatu komoditi, pembangunan mengacu pada pola hubungan
pemerintah mempunyai peran untuk menentukan positip antara tingkat proteksi pertanian dengan
kebijakan (Swinnen and Zee 1993). Pemerintah rata-rata pendapatan nasional negara serta
dapat melakukan intervensi pasar komoditi yang pergeseran historis dari pengenaan pajak
di dalamnya terdapat kelompok-kelompok produksi terhadap produsen pertanian (Swinnen
kepentingan (Barret 1999). Menurut Teori 2009; Rozelle and Swinnen 2009). Bentuk
Kepentingan Publik (public interest theory), proteksi terhadap komoditi beras dapat
pemerintah merupakan agen yang bertugas ditunjukkan oleh bentuk subsidi yang diberikan
menyediakan pelayanan publik (Barret 1999). pemerintah di dalam kebijakan perberasan.
Pemerintah juga bertugas mengalokasikan dan Namun, pengenaan pajak produksi terhadap
mendistribusikan sumber daya secara efisien produsen pertanian tidak ditemukan untuk
untuk menghasilkan barang publik serta komoditi beras di Indonesia. Dalam rangka
mencegah kegagalan pasar. Sementara, mencapai swasembada, berbagai instrumen
SWASEMBADA BERAS BERKELANJUTAN: DILEMA ANTARA STABILISASI HARGA DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN Sri Nuryanti 25

kebijakan perberasan diimplementasikan, dari KINERJA DAN PERSPEKTIF KEBIJAKAN


tingkat usaha tani, tingkat pasar, dan pada SWASEMBADA BERAS
tingkat nasional (Amang dan Sawit 2001) dalam
bentuk subsidi, investasi, atau regulasi (Tabel 1).
Dalam kebijakan swasembada beras, subyek
Subsidi menjadi bagian penting dalam program
adalah kelompok kepentingan yang
swasembada.
melaksanakan kebijakan, obyek adalah yang
Kebijakan terpilih untuk komoditi di muka memperoleh manfaat atau yang dirugikan atas
dapat dikuantifikasi arah dan besarannya kebijakan, sedangkan predikat mempunyai satu
menurut arah dan besaran alokasi sumber daya kata kunci, yaitu implementasi. Kelompok
keuangan yang digunakan untuk memberi kepentingan yang melaksanakan kebijakan
subsidi, pengadaan infrastruktur, investasi, dan swasembada adalah pemerintah sebagai
lain-lain. Namun arah dan besaran alokasi pengambil kebijakan serta petani produsen yang
sumber daya keuangan untuk mendanai melakukan usaha tani padi dan pengusaha
implementasi kebijakan perberasan dalam upaya penggilingan padi yang mengolah gabah menjadi
mencapai swasembada belum mampu beras agar siap dikonsumsi oleh konsumen.
mengkuantifikasikan keperpihakan pemerintah Dalam implementasinya, pemerintah
terhadap kelompok-kelompok kepentingan di mendelegasikan tiga kebijakan perberasan
dalam ekonomi beras di muka. Nuryanti et al. tersebut kepada organisasi parastatal Bulog
(2017b) dengan menggunakan Fungsi Preferensi untuk melakukan (1) pengadaan cadangan beras
Politik menyimpulkan bahwa intervensi pemerintah selama musim panen, (2) penyaluran
pemerintah terhadap pasar beras dengan cadangan beras pemerintah ketika musim
instrumen harga, pengadaan dan distribusi paceklik, (3) stabilisasi harga, dan (4) impor
beras, serta impor hampir 75% berpihak kepada beras ketika cadangan beras pemerintah tidak
kelompok kepentingan pemerintah yang diwakili tercukupi dari pengadaan domestik. Sebanyak
oleh Badan Urusan Logistik (Bulog). Dua 15 juta rumahtangga petani padi skala kecil
kelompok kepentingan lain, yaitu produsen dan (Anggoro 2014) dengan luas lahan rata-rata
konsumen masing-masing 18% dan 7%. kurang dari satu hektar (Masyhuri dan Novia
Penjelasan di muka menunjukkan bahwa 2014) menjadi pelaksana implementasi
intervensi pemerintah yang diterjemahkan di instrumen kebijakan produksi beras. Hasil
dalam suatu kebijakan tidak selalu searah produksi beras kembali kepada 60% petani
dengan besaran alokasi dana yang digunakan produsen yang merupakan net consumer beras
untuk mencapai target-target kebijakan. Oleh yang dihasilkan (Suryana et al. 2001). Obyek
karena itu, perlu ditelaah lebih lanjut siapa dalam kebijakan swasembada belum jelas ketika
sebenarnya subyek, predikat, dan obyek di besaran manfaat dan kerugian yang muncul dari
dalam kebijakan beras menuju swasembada kebijakan tersebut belum terukur secara
berkelanjutan. kuantitatif. Guna mengetahui besaran manfaat

Tabel 1. Kebijakan terpilih untuk komoditi padi/beras di Indonesia


Tingkat Usaha tani Tingkat Pasar Tingkat Nasional
Subsidi harga output Bulog dapat Tarif /pajak impor. Sebelum
beras/gabah (masih meningkatkan/menurunkan September 1998 tarif nol persen
dipertahankan harga dasar harga beras meskipun sejak
gabah) September 1998 diserahkan
pada mekanisme pasar
Subsidi harga input benih, Intervensi pemerintah ke pasar Hambatan selain tarif berupa
pupuk, pestisida dan cadangan publik untuk persyaratan kesehatan, halal
pangan telah berkurang drastis
Subsidi kredit modal kerja Subsidi beras untuk kelompok Kuota impor (dihapus
sasaran bersamaan dengan pencabutan
monopoli Bulog)
Pelaksanaan reformasi agraria Infrastruktur pemasaran berupa Investasi publik berupa
sesuai UU Agraria, UU Bagi jalan, gudang dan alat penyuluhan serta penelitian dan
Hasil transportasi pengembangan
Investasi struktur irigasi, Penurunan kehilangan hasil
percetakan sawah baru, pada tahap pasca panen
penyuluhan
Sumber: Amang dan Sawit (2001)
26 Forum Penelitian Agro Ekonomi, Vol. 35 No. 1, Juli 2017: 19-30

dan kerugian yang muncul dari suatu kebjakan yang tersebar dari skala kecil, sedangm dan
harus diketahui hubungan antara kelompok besar. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh
kepentingan dengan kebijakan di dalam pasar pengusaha penggilingan padi sekaligus
komoditas terlebih dahulu. merupakan pedagang beras. Para pedagang
bera smembeli dan menjual beras dengan harga
Dengan menggunakan sudut pandang
umum yang terjadi di pasar. Beras yang
ekonomi politik hubungan antara pemerintah,
diperdagangkan tidak saj beras lokal hasil
produsen, konsumen, dan pedagang beras
produksi domestik. Namun juga termasuk beras
domestik yang melakukan transaksi beli dan jual
impor karena pedagang yang menjadi importir
di pasar domestik di mana kebijakan perberasan
terdaftar dapat mengimpor beras khusus selain
diimplementasikan untuk mencapai target
beras yang dikelola Bulog (beras kualitas
swasembada dan meningkatkan kesejahteraan
medium), yaitu beras jenis beras kukus,
masyarakat. Produsen, konsumen, pedagang,
Bashmati, Thai homali, dan Japonica. Peran
dan pemerintah merupakan kelompok
pedagang beras dalam pasar beras domestik
kepentingan dalam pasar beras di Indonesia.
sangat besar, yaitu menghubungkan dari sektor
Semua kelompok kepentingan tersebut bertujuan
hulu (usaha tani) hingg hilir (konsumen) melalui
untuk memperoleh manfaat dari kebijakan
transaksi perdagangan. Oleh karena itu, para
perberasan. Nuryanti et al. (2017a) telah
pedagang tersebut mampu melakukan
mengkuantifikasikan ukuran efektivitas kebijakan
permainan pasokan (Hutagaol 2017). Bulog
swasembada beras yang diimplementasikan,
melalukan intervensi guna menurunkan
sehingga menjawab pertanyaan (1) efektivitas
pengaruh permainan pasokan yang dilakukan
alokasi dan distribusi sumber daya (Swinnen and
para pedagang tersebut agar tidak terjadi
Zee 1991), kesejahteraan yang tercapai
kegagalan pasar.
(Swinnen and Zee 1993), munculnya
penumpang gelap (Olson 1965), dan aktivitas
perburuan rente (Schmitz et al. 2002). Kebijakan Intervensi Pasar
Dalam implementasinya, intervensi pasar
Tiga Kelompok Kepentingan dalam Ekonomi beras yang dilakukan Bulog selama periode
Beras 2001-2014 bias kepada kelompok kepentingan
pemerintah yang ditunjukkan oleh tingginya nilai
Selain pemerintah, implementasi kebijakan
bobot politik Bulog (kelompok kepentingan
swasembada beras melibatkan tiga kelompok
pemerintah) dibanding kelompok kepentingan
kepentingan besar. Kelompok kepentingan
lain dalam pasar beras, yaitu produsen dan
dalam pasar beras di Indonesia yang pertama
konsumen. Preferensi politik pemerintah
adalah produsen, yaitu rumah tangga petani
terhadap kelompok kepentingannya demikian
yang mengusahakan tanaman pangan padi.
tinggi, sehingga intervensi yang dilakukan
Jumlah rumah tangga usaha pertanian tanaman
dengan melibatkan Bulog menimbulkan distorsi
padi di Indoensia mengalami penurunan dari
yang diindikasikan oleh timbulnya rente ekonomi
13,21 juta pada tahun 2003 menjadi 14,15 juta
rata-rata sebesar Rp6,50 trilyun/tahun dan
pada tahun 2013 atau turun 5,24% dalam satu
kesejahteraan sosial yang hilang (dead-weight
dekade terakhir (BPS 2016).
loss) rata-rata sebesar Rp0,84 trilyun yang
Kelompok kepentingan yang kedua dalam lterakumulasi menjadi biaya sosial rata-rata
pasar beras domestik adalah konsumen yang sebesar Rp5,66 trilyun (Nuryanti et al. 2017a).
terdiri dari seluruh penduduk di Indonesia, yaitu Besaran rente ekonomi tersebut terdistribusi
sekitar 255,5 juta jiwa (BPS, 2016). Apabila kepada produsen beras, Bulog sebagai
diasumsikan satu rumah tangga usaha pertanian “pedagang beras” dalam melaksanakan kegiatan
tanaman padi terdiri dari suami istri dan dua pengadaan dan penyaluran, dan Bulog sebagai
anak, maka konsumen yang sekaligus produsen importir. Besaran rente ekonomi yang diterima
berjumlah sekitar 56,60 juta jiwa penduduk atau Bulog sebagian besar berasal dari implementasi
sekitar 22,16% dari total jumlah penduduk kebijakan impor.
Indonesia tahun 2015. Sisanya, konsumen beras
Impor yang dimandatkan kepada Bulog selain
murni (net consumer) sebanyak 198,91 juta jiwa
untuk menjaga stabilitas CBP juga untuk
penduduk atau 77,89% dari total jumlah
menjaga stabilitas harga beras domestik.
penduduk Indonesia.
Mekanisme tersebut merupakan instrumen
Kelompok kepentingan yang ketiga dalam kebijakan beras yang dilakukan pemerintah
pasar beras adalah pedagang beras yang untuk menjaga harga yang terjangkau bagi
melakukan transaksi jual beli mulai dari tingkat konsumen dan juga menguntungkan produsen
desa hingga nasional. sebagian besar pedagang beras di pasar domestik, serta mencegah inflasi
beras merupakan pemilik penggilingan padi (PP), akibat lonjakan harga ketika terjadi kekurangan
SWASEMBADA BERAS BERKELANJUTAN: DILEMA ANTARA STABILISASI HARGA DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN Sri Nuryanti 27

pasokan (Timmer 1986). Kombinasi antara kebijakan, maka para pedagang selain Bulog ini
kebijakan harga dan kebijakan impor disebut penumpang gelap (free rider). Dengan
menghasilkan zero sum outcome, di mana demikian, diketahui bahwa kebijakan impor
peningkatan pendapatan petani akibat kenaikan menimbulkan rente yang menguntungkan Bulog
harga beras akan hilang karena konsumen beras sebagai pihak pemerintah dan menimbulkan
harus membayar dengan harga beras yang lebih distorsi pasar. Kesejahteraan sosial tidak dapat
tinggi (Timmer 2004). Oleh karena itu, kedua dinikmati produsen maupun konsumen karena
kelompok kepentingan ini, produsen dan hilang dan manfaat kebijakan justru dinikmati
konsumen beras, memperoleh preferensi politik oleh para pedagang selain Bulog yang
yang rendah dari pemerintah karena pemerintah mengambil keuntungan dengan mempermainkan
lebih memperhatikan stabilitas harga daripada pasokan. Para pedagang beras tersebut
distribusi pendapatan. membeli beras pada saat harga jatuh dan
menjual kembali saat harga tinggi sebelum
Stabilisasi harga sangat penting dalam
Bulog, sehingga mengkondisikan Bulog untuk
rangka mencegah timbulnya inflasi yang dapat
melakukan impor guna meredam harga yang
memicu masalah ekonomi maupun politik akibat
tinggi tersebut dan mencegah inflasi.
lonjakan harga dan kekurangan pasokan beras di
pasar domestik. Oleh karena itu, pada akhirnya
pemerintah menindaklanjuti kenaikan harga Kebijakan Distribusi Pendapatan Menuju
tersebut dengan melakukan impor secara ad hoc Swasembada Beras Berkelanjutan
guna meredam kenaikan harga yang terjadi di
Sebagaimana dijelaskan di muka,
pasar domestik. Sejak pemerintahan Era
implementasi kebijakan perberasan terpilih untuk
Reformasi, impor telah dibatasi dan tidak menjadi
agenda kebijakan rutin, yaitu dengan pencabutan intervensi pasar menuju swasembada telah
menimbulkan kegagalan pasar. Instrumen
hak monopoli (Amang dan Sawit 2001). Impor
kebijakan impor digunakan untuk mendukung
dapat dilakukan dalam keadaan seperti
efektivitas instrumen kebijakan harga melalui
disebutkan di muka, sehingga kebijakan impor
instrumen kebijakan distrubusi. Harga pasar
beras telah berubah dibandingkan pemerintah
domestik berhasil distabilkan dengan
Orde Baru.
mendistribusikan CPB asal pengadaan domestik
Intervensi pasar yang dilakukan Bulog dan impor. Inflasi tinggi akibat kenaikan harga
dilakukan dalam rangka mencegah kegagalan asal bahan pangan pun seringkali berhasil
pasar ketika terjadi harga jatuh terlalu rendah, diredam. Namun, target swaseembada beras
sehingga produsen beras dirugikan; serta ketika berkelanjutan gagal dicapai, yaitu cadangan
harga melambung tinggi, sehingga merugikan beras pemerintah yang stabil dan cukup dan
konsumen beras. Dalam mengimplementasikan tanpa impor beras.
intervensi pasar beras pun Bulog tururt menerima
Cadangan beras pemerintah dapat stabil dan
rente ekonomi yang timbul. Tujuan pemerintah
tercukupi dari pengadaan domestik ketika
mengimplementasikan kebijakan perberasan
produksi beras dalam negeri terus meningkat,
untuk menjaga stabilitas harga di pasar domestik
sehingga permintaan beras domestik terpenuhi
(Timmer 1986) namun belum efektif bahkan
dan dapat tercipta surplus yang dikelola Bulog
menimbulkan biaya sosial yang tinggi karena ada
melalui instrumen kebijakan pengadaan dan
kelompok kepentingan lain, yaitu pedagang
penyaluran CBP (kebijakan distribusi). Nuryanti
selain Bulog yang terlibat dan menguasai pangsa
pasar demikian besar dibandingkan Bulog (2017) menyebutkan bahwa swasembada
berkelanjutan dapat tercapai apabila peran aktif
(Nuryanti 2017). Pedagang selain Bulog bahkan
kelompok produsen dan pemerintah secara
menerima rente ekonomi jauh lebih besar
bersama-sama ditingkatkan. Implikasinya
dibandingkan Bulog karena pedagang selain
adalah, pemerintah sebagai pembuat kebijakan
Bulog menguasai pangsa pasar beras domestik
seharusnya terus mengimplementasikan
lebih dari 90%, sehingga struktur pasar beras
kebijakan perberasan yang melibatkan peran
domestik mengarah pada oligopoli meskipun
aktif petani produsen, yaitu kebijakan produksi.
dalam kenyataannya mencirikan pasar
Di lain pihak pemerintah harus mengurangi peran
persaingan sempurna (Nuryanti et al. 2017a).
aktif kelompok konsumen, karena perannya akan
Dengan demikian di dalam implementasi
memicu aksi perburuan rente oleh pedagang
kebijakan swasembada, pedagang selain Bulog
merupakan obyek dari dari kebijakan karena selain Bulog. Aksi perburuan rente tersebut
menyebabkan biaya sosial pencapaian
para pedagang tersebut yang justru menerima
swasembada beras, sehingga target tidak
manfaat paling besar dari kebijakan tersebut.
tercaapai dan tidak berkelanjutan. Dengan
Sebagai penerima manfaat kebijakan yang
demikian, mendorong produksi beras domestik
demikian besar, namun tidak menjadi target
dengan memfasilitasi dan melibatkan petani
28 Forum Penelitian Agro Ekonomi, Vol. 35 No. 1, Juli 2017: 19-30

produsen beras secara aktif dalam berusaha tani meningkatkan pendapatan petani, menjaga
secara efisien dan efektif akan mempercepat stabailitas harga pada tingkat konsumen yang
target kunci dari swasembada beras sebagian besar juga merupakan produsen beras.
berkelanjutan, yaitu peningkatan produksi. Implementasi kebijakan impor sebagai salah satu
Apabila produksi beras domestik telah mencapai predikat kebijakan swasembada yang
surplus dan memenuhi permintaan konsumsi dilatarbelakangi pengendalian inflasi akan
beras domestik baik untuk pangan, pakan, benih, merusak peran pemerintah sebagai salah satu
dan industri, maka kelebihannya akan tersimpan subyek kebijakan dan sekaligus menggantikan
sebagai CBP yang dikelola Bulog. Stabilitas obyek kebijakan dari produsen sebagai penerima
pasokan domestik akan mendorong stabilitas manfaat kebijakan menjadi pemerintah dan
harga beras domestik. pedagang selain Bulog.
Harga beras domestik yang stabil tidak akan Implikasinya adalah pemerintah harus terus
memicu timbulnya inflasi harga yang berasal dari mendorong implementasi kebijakan produksi
komponen bahan pangan. Pemerintah tidak akan sebagai pendorong tercapainya target
terpaksa melakukan impor guna meredam inflasi swasembada berkelanjutan, yaitu stabilitas harga,
harga yang terjadi, sehingga petani produsen stabilitas dan kecukupan CPB tanpa pemasukan
tidak mengalami tekanan harga akibat desakan beras asal impor. Dengan demikian mekanisme
harga beras impor. Petani produsen memperoleh distribusi pendapatan dapat berjalan dari
insentif harga dari usahtani beras ketika harga produsen kepada konsumen beras dalam kondisi
dan pasokan beras domestik stabil. Sementara harga beras domestic yang stabil dan terkendali
itu, konsumen beras akan dapat memperoleh karena kecukupan pasokan dan cadangan beras
beras dengan harga yang terjangkau dan stabil pemerintah dari produksi domestik.
ketika pasokan beras sepenuhnya berasal dari
produksi domestik. Beras asal impor hanya
sebagian kecil, bahkan kurang dari 7% total UCAPAN TERIMA KASIH
beras yang tersedia di dalam pasar beras yang
dikelola Bulog. Selebihnya, beras di pasar
doemstik dikendalikan oleh pedagang beras. Penulis menyampaikan terima kasih kepada
Artinya, impor beras yang dilakukan Bulog pun seluruh pihak yang membantu dalam proses
tidak akan banyak memberi insentif bagi pengumpulan informasi, penulisan dan sampai
konsumen yang harus membayar harga beras kepada penerbitan tulisan ini. Secara khusus,
lebih tinggi ketika pasokan domestik berkurang. disampaikan terima kasih kepada dewan redaksi,
Ketika harga beras tinggi, pemerintah melakukan mitra bestari dan redaksi pelaksana jurnal Forum
impor melalui Bulog yang diuntungkan justru Penelitian Agro Ekonomi di Pusat Sosial
pedagang beras yang menyimpan pasokan Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Bogor.
beras dan melepas ke pasar saat pemerintah
mengumumkan akan melakukan impor untuk
meredam kenaikan harga. Artinya, kebijakan DAFTAR PUSTAKA
impor tidak saja merugikan petani produsen,
bahkan juga para konsumen beras. Meskipun Amang B, Sawit MH. 2001. Kebijakan beras dan
impor ditujukan untuk melindungi kelompok pangan nasional pelajaran dari Orde Baru dan
kepentingan konsumen, pada kenyataannya Orde Reformasi. Edisi Kedua. Bogor (ID): IPB
yang diuntungkan justru kelompok kepentingan Press.
pedagang beras. Implikasinya adalah, guna Anggoro UK. 2014. Jihad kedaulatan pangan dalam
menuju swasembada beras yang berkelanjutan bingkai penciptaan keunggulan komparatif dan
orientasi kebijakan perberasan harus diubah dari keunggulan kompetitif. Jihad Menegakkan
stabilisasi harga (kombinasi impor dan distribusi) Kedaulatan Pangan Suara dari Bulaksumur.
menjadi distribusi pendapatan (kombinasi Yogyakarta (ID): Gama Press.
produksi dan distibusi). Baharsjah S, Kasryno F, Pasandaran E. 2014.
Reposisi politik pertanian meretas arah baru
pembangunan pertanian. Jakarta (ID): Yayasan
PENUTUP Pertanian Mandiri.
Barret CB. 1999. The microeconomics of the
Swasembada beras berkelanjutan akan dapat developmental paradox: on the political economy
of food price policy. Agric Econ20(2):159-361.
tercapai apabila produsen beras menjadi subyek
sekaligus obyek dari kebijakan swasembada. Firdaus M, Baga LM, Pratiwi P. 2008. Swasembada
Kebijakan produksi yang dilakukan produsen beras dari masa ke masa: telaah efektivitas
dengan subsidi dari pemerintah akan
SWASEMBADA BERAS BERKELANJUTAN: DILEMA ANTARA STABILISASI HARGA DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN Sri Nuryanti 29

kebijakan dan perumusan strategi nasional. Bogor Washington DC (US): The International Food
(ID): IPB Press. Policy Research Institute (IFPRI)
Lee DS, Kennedy PL. 2007. A political economic Rausser GC, Roland G. 2009. Special interest versus
analysis of US rice export programs to Japan and the public interest in public determintation.
South Korea: a game theoritic approach. American agricultural distortions. Working Paper 78. World
Jof AgricEcon. 89(1):104-115. Bank. [Internet]. [cited 2017 Jan 22]. Available
from: www.worldbank.org/ agdistortions.
Master WA, Garcia AF. 2009. Agricultural price
distortion and stabilization: stylized facts and Rozelle S, Swinnen J. 2009. Political economy of
hypothesis tests. Agricultural Distortions Working agricultural distortions in transition countries of
paper 86. World Bank. [Internet]. [cited 2016 Oct Asia and Europe. Agricultural Distortions Working
22]. Available from: http:// Paper 78. World Bank. [Internet]. [cited 2017 Jan
wwwwds.worldbank.org/external/default/WDSCont 12]. Available from: www.worldbank.org/
entServer/WDSP/IB/2010/08/04/000356161_2010 agdistortions.
0804234800/Rendered/INDEX/5595700NWP0P0
91Masters1Garcia186rev.txt. 11 Mei 2015. Sawit MH, Lokollo EM. 2007. Rice import surge in
Indonesia. Collaborative report between ICASEPS
Masyhuri, Novia RA. 2014. Marketable surplus beras: and The ActionAid International. Bogor. Bogor (ID):
ekonomi perberasan Indonesia. Jakarta (ID): Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian,
Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia. Kementan.
Mears LA. 1981. The new rice economy of Indonesia. Sawit MH. 2001. Kebijakan harga beras: periode orba
Food Research Institute, Standford University. dan reformasi. Bunga Rampai Ekonomi Beras.
Standford (US): Food Research Institute. LPEM UI. Jakarta (ID); Universitas Indonesia.
Nedergaard P. 2006. Market failures and government Sawit MH. 2010. Reformasi kebijakan harga produsen
failure: a theoritical model of the common dan dampaknya terhadap daya saing beras. Orasi
agricultural policy. Public Choice 127(3):393-413. Pengukuhan Profesor Riset Bidang Ekonomi
Pertanian. Jakarta (ID): Badan Litbang Pertanian,
Nuryanti S, Hakim DB, Siregar H, Sawit MH. 2017a. Kementerian Pertanian.
Political economic analysis of rice self-sufficiency
in Indonesia. Indonesian J of AgricSci. 18(2): 77- Sawit MH. 2014. Kinerja swasembada beras selama 5
86. dekade terakhir: agenda untuk pemerintah baru.
Arah dan Tantangan Baru Pembangunan
Nuryanti S, Hakim DB, Siregar H, Sawit MH. 2017b. Pertanian 2014-2019. Jakarta (ID): IAARD Press.
Political economic analysis of Indonesian rice
market. InterSociety for Southeast Asian AgricSci. Schmitz A, Furtan H, Baylis K. 2002. Agricultural
23 (2):158-168. policy, agribusiness, and rent-seeking behaviour.
Toronto (CD): University of Toronto Press.
Nuryanti S. 2005a. Analisa keseimbangan sistem
penawaran dan permintaan beras di Indonesia. Stigler GS. 1971. The theory of economic reberastion.
JAgro Ekon.23(1): 71-81.. Bell Journal of Econand Management Sci.
2(1):137-146.
Nuryanti S. 2005b. Analisa distribusi marjin pemasaran
gabah dan beras di Jawa Tengah. Agro- Stiglitz JE. 2008. Government failure vs market failure:
Ekonomika, Perhepi 1 Tahun XXXV: April 2005. principle of regulation. Paper presented at Tobin
Jakarta (ID): Perhimpunan Ekonomi Pertanian Project’s Conference on Government and Market:
Indonesia. Toward a New Theory of Regulation, held in Yulee,
Florida. [Internet]. [cited 2017 Jan 12]. Available
Nuryanti S. 2017. Analisis ekonomi politik from: https://doi.org/10.7916/D82F7V5C
swasembada beras di Indonesia. Disertasi. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor. Subejo. 2014. Beras dan problematika pangan
nasional. Dalam: Krisnamurthi B. (ed). 2014.
Olson M. 1965. The logic of collective action. Harvard Ekonomi Perberasan Indonesia. Jakarta (ID):
University Press, Cambridge. [Internet]. [cited 2015 Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia.
Nov 22]. Available from: http://outsidethetext.com/
archive/Olson.pdf. 11 Mei 2015. Sudaryanto T. 2013. Rice development policy in
Indonesia. Food and Fertilizer Technology Center.
Ortiz J. 1999. The role of interest groups in agricultural Reviewed, edited, and uploaded: December 11
policy design: Chile 1960-1988. J of InterDev. 2013. [Internet]. [cited 2015 May 11]. Available
11:241-258 from: http://ap.fftc.agnet.org/ap_db.php?id=158&
Pearson S, Falcon W, Heytens P, Monke E, Naylor R. print=1. 11 Mei 2015.
1991. Rice policy in Indonesia. Cornell University Suryana A, Mardianto S. 2001. Bunga rampai ekonomi
Press, Ithaca and London. London (UK): Cornell beras. Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan
University Press. Masyarakat, Fakultas Ekonomi, Universitas
Rashid S, Gulati A, Cumming JR. 2008. From Indonesia. Jakarta (ID): Universitas Indonesia.
parastatals to private trade lessons from Asian
agriculture. IFPRI Issue Brief 50, July 2008.
30 Forum Penelitian Agro Ekonomi, Vol. 35 No. 1, Juli 2017: 19-30

Swinnen J, Zee FA van der. 1993. The political [Internet]. [cited 2016 Oct 12]. Available from:
economy of agricultural policies: a survey. http://www.worldbank.org/agdistortions.
EuropRevof Agric Econ.20(3):261-290.
Timmer CP. 1986. Getting prices right: the scope and
Swinnen J. 2009. Political economy of agricultural limits of agricultural price policy. Cornell University
distortion: the literature to date. Agricultural Press, Ithaca and London. New York (US): Cornell
Distortions Working Paper 86. World Bank. University Press.

You might also like