Professional Documents
Culture Documents
ARTIKEL ORISINAL
The success of a company depends on its branding managed human resources. Therefore it is
important for the company to pay attention to the image or image attached to the company. This
article seeks to find out how employer branding is implemented at the e-commerce company
Shopee Indonesia. This research was conducted using a qualitative approach and a case study
research method. Data collected from interviews with key informants throughout 2018. The
results stated that the application of employer branding in Shopee Indonesia is carried out
through a program that refers to the company's vision and mission, personality, and core value.
Employer branding program refers to the Employee Value Proposition (EVP) strategy of internal
marketing and external marketing. Shopee packages the program through #LifeAtShopee which
is run by several departments within Shopee. Employer branding programs at Shopee are not
only to attract potential employees and keep employees as company assets, but also to influence
Shopee's image in the eyes of the public externally and internally.
Keywords: employer branding, employer value proposition, internal marketing, external
marketing, e-commerce Shopee.
Kesuksesan suatu perusahaan bergantung pada branding yang dikelola sumber daya manusia
secara baik. Karenanya, penting bagi perusahaan untuk memperhatikan citra atau image yang
melekat pada perusahaannya. Artikel ini berusaha mengetahui bagaimana penerapan employer
branding pada perusahaan e-commerce Shopee Indonesia. Penelitian ini dilakukan
menggunakan pendekatan kualitatif dan metode penelitian studi kasus. Data dikumpulkan dari
wawancara pada informan kunci sepanjang 2018. Hasil penelitian menyebutkan, penerapan
employer branding di Shopee Indonesia dijalankan melalui program yang mengacu pada visi
dan misi, personality, dan core value perusahaan. Program employer branding mengacu pada
strategi Employee Value Proposition (EVP) pemasaran internal dan pemasaran eksternal.
Shopee mengemas program melalui #LifeAtShopee yang dijalankan oleh beberapa departemen
di dalam Shopee. Program-program employer branding di Shopee tidak hanya untuk menarik
potensial karyawan dan menjaga karyawan sebagai asset perusahaan, tetapi juga berpengaruh
pada image Shopee dimata publik eksternal maupun internal.
Kata Kunci: employer branding, employer value proposition, internal marketing, eksternal
marketing, e-commerce Shopee.
Tuturlogi: Journal of Southeast Asian Communication Volume 1 Issue 3 2020 © The Author(s) 2020. Published by Department of
Communication Science Universitas Brawijaya. All right reserved. For permissions, please e-mail: tuturlogi@ub.ac.id
Penerapan Proses Employer Branding pada Perusahaan E-commerce (Studi Kasus pada Shopee Indonesia)
pendapatan e-commerce sepanjang 2019 di Indonesia mencapai 18,8 miliar US dollar atau
tumbuh 56%. Jumlah pengguna layanan e-commerce di Indonesia diprediksi akan terus
tumbuh. Karenanya, demi menjaga dan meningkatan kualitas pelayanan, e-commerce
memerlukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang mumpuni.
Salah satu perusahaan e-commerce di Indonesia yang memiliki jumlah karyawan yang
cukup banyak adalah Shopee. Hingga kuartal ketiga tahun 2019, total karyawan Shopee
sebanyak 3.225 orang dan terus bertambah. Selain itu, Shopee memiliki jumlah unduhan di
playstore dan appstore terbanyak dibandingkan e-commerce lainnya (Jayani, 2019b).
Shopee Indonesia memiliki nilai-nilai yang mereka terapkan dalam menjalankan bisnisnya,
yaitu serve, adapt, run, commit, dan stay humble. Berdasarkan 5 nilai tersebut, Shopee
bertujuan melayani dan memenuhi kebutuhan para pelanggan, selalu menjadi terdepan
dengan terus mengikuti perkembangan, dan memenuhi komitmen pada semua stakeholder
termasuk karyawan.
Keberhasilan suatu perusahaan sedikitnya ditentukan oleh dua hal: kinerja karyawan dan
penilaian publik terhadap perusahaan tersebut. Menurut data McKinsey (Nadhifah, 2018),
sebanyak 99% perusahaan yang memiliki SDM mumpuni berpeluang besar mengungguli
pesaingnya. Amelia (2018) mengatakan bahwa karyawan merupakan aset penting bagi
perusahaan. Hal ini menunjukkan adanya keterkaitan antara SDM dan kinerja perusahaan.
Hal tersebut kemudian menjadi tantangan bagi berbagai perusahaan untuk memiliki strategi
untuk mengelola, mengembangkan, dan mempertahankan karyawan di perusahaan.
Di sisi lain, merekrut karyawan bertalenta juga merupakan cara perusahaan untuk
meningkatkan performa perusahaan. Untuk itu, perusahaan mesti memiliki daya tarik untuk
memikat calon karyawan dengan talenta mumpuni. Karenanya, penting bagi perusahaan
untuk memperhatikan citra atau image yang melekat pada perusahaannya. Citra dapat
diartikan sebagai persepsi ataupun penilaian masyarakat terhadap identitas perusahaan.
Melalui identitas perusahaan inilah para talenta dapat membedakan perusahaan yang satu
dengan yang lain. Citra yang baik dapat dibentuk melalui kegiatan branding. Brand diartikan
sebagai sebuah perangkat yang dibentuk dengan tujuan mengonstruksi identitas dan
meningkatkan perhatian khalayak; serta membangun reputasi suatu usaha, perusahaan,
ataupun bentuk organisasi lainnya (Alifia et al, 2020).
Pentingnya keberadaan talenta mumpuni dan citra yang baik bagi perusahaan dapat
dikaitkan dengan kegiatan employer branding. Dalam hal ini, employer branding menarik
untuk diteliti karena berperan sebagai faktor penting dalam branding perusahaan bagi para
pencari kerja ataupun karyawan mereka. Selain itu, employer branding suatu perusahaan
diharapkan dapat membangun loyalitas karyawan terhadap perusahaan.
Penelitian Ruzkyhaq et. al. (2016) mengemukakan bahwa employer branding
berpeluang membangun daya tarik melalui dua atribut, instrumental dan simbolik. Keduanya
dapat meningkatkan kenyamanan serta memengaruhi citra perusahaan secara eksternal.
Secara garis besar, terdapat dua hal yang harus dipersiapkan perusahaan terkait employer
branding kepada karyawan mereka maupun calon karyawan, yaitu komunikasi internal dan
komunikasi eksternal. Komunikasi internal bermanfaat untuk meyakinkan karyawan untuk
tetap loyal. Sementara komunikasi eksternal berfungsi untuk memikat para calon karyawan
untuk bergabung di perusahaan. Oleh karena itu, employer branding sangat diperlukan oleh
perusahaan karena dapat menarik dan mempertahankan SDM yang dibutuhkan lewat nilai-
nilai yang dikomunikasikan oleh perusahaan. Alifia et. al. (2020) melakukan penelitian
dengan menitikberatkan pada citra yang disampaikan melalui employer branding pada
perusahaan Strategi Investasi Arya Noble. Sementra penelitian yang dilakukan oleh Ryana
et. al. (2019) menyoroti peningkatan eksistensi PT Mercedez Benz melalui employer
branding. Dari hasil kedua penelitian tersebut, peneliti tertarik untuk menghubungkan
kegiatan employer branding pada perusahaan yang saat ini sedang terus berkembang, yaitu
perusahaan start-up di bidang e-commerce.
Artikel ini berupaya memaparkan bagaimana Shopee mengelola, mengembangkan, dan
menjaga loyalitas karyawan mereka. Hal tersebut akan dijelaskan menggunakan konsep
yang dikemukakan oleh Backhaus & Tikoo (2004) mengenai 3 tahapan proses employer
branding, yakni: employee value proposition (EVP), external marketing, dan internal
marketing. Dengan kata lain, penelitian ini membahas mengenai penerapan strategi
employer branding yang dijalankan oleh Shopee Indonesia melalui tiga tahapan employer
branding yang dikemukakan oleh Backhaus & Tikoo (2004). Artikel ini berupaya untuk
mengetahui bagaimana Employer Value Proposition (EVP) berlangsung di Shopee
Indonesia, bagaimana penerapan EVP dikaitkan dengan External Marketing Shopee
Indonesia, serta mengetahui bagaimana penerapan EVP dikaitkan dengan Internal Marketing
Shopee Indonesia.
Penelitian ini menggunakan metode studi kasus single case analysis, yang mana kasus
diteliti untuk memberikan gambaran mendalam atau detail terhadap studi kasus tersebut
(Yin, 2012). Penelitian ini akan dilakukan dengan cara penelusuran secara intensif dari
fenomena pembentukan employer branding pada perusahaan e-commerce Shopee melalui
berbagai macam bentuk komunikasi yang dilakukan oleh Departemen Employer Branding
kepada karyawan. Penelusuran dalam studi kasus memungkinkan peneliti untuk
mengumpulkan banyak informasi secara terperinci melalui wilayah dimensi yang luas
mengenai sebuah kasus (Daymon & Holloway, 2011). Penelitian ini menggunakan satu
kasus dengan satu objek analisis, yaitu kasus pada Shopee Indonesia. Objek analisisnya
adalah kegiatan employer branding di Shopee Indonesia. Tipe penelitian studi kasus ini
adalah instrumental case study yang menggunakan teori sebagai landasan penelitian. Dalam
penelitian ini, teori yang digunakan adalah employer branding. Pengumpulan data primer
dan sekunder dalam penelitian ini dilakukan dengan wawancara dengan dua informan kunci
dan observasi lapangan. Wawancara informan kunci bersama karyawan Shopee pada bagian
Recruitment & Employer Branding Lead, dan satu informan lainnya merupakan karyawan
Shopee yang telah bekerja selama lebih dari 2 tahun. Sementara data sekunder didapat
melalui observasi lapangan secara non partisipan, di mana peneliti tidak terlibat secara
langsung dan hanya sebagai pengamat independen. Observasi dilakukan secara digital
melalui media sosial seperti LinkedIn, Instagram #LifeAtShopee, dan website yang
digunakan oleh Shopee.
keyakinan subjektif tentang kesepakatan dalam pertukaran persetujuan antara individu dan
organisasi. Konsep employer branding dipahami sebagai pendekatan yang dapat mendukung
organisasi secara efektif untuk mencapai keharmonisan dan mempertahankan karyawan
(Ahmad & Daud, 2016). Employer branding merupakan pendekatan yang relatif baru untuk
merekrut serta mempertahankan calon karyawan yang berbakat dan terbaik di lingkungan
perekrutan yang semakin kompetitif. Singkatnya, employer branding mengilustrasikan
bagaimana upaya perusahaan untuk mengkomunikasikan kepada masyarakat yang
berpotensi menjadi karyawan maupun yang sudah menjadi karyawan, berkomunikasi
dengan mereka serta mempertahankan loyalitasnya, mempromosikan secara internal
maupun eksternal pandangan mengenai keunikan organisasi dan diinginkan sebagai
karyawan (Backhaus & Tikoo, 2004).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kucherov dan Zaryalora (2012) mendukung
gagasan bahwa organisasi yang melakukan employer branding mendapat keuntungan secara
ekonomi karena tingkat turnover (karyawan yang berganti) lebih rendah dan tingkat
investasi SDM lebih tinggi. Suikkanen (2010) sepakat dengan ide ini. Ia mengatakan bahwa
employer branding dapat dianggap sebagai metode untuk meretensi karyawan karena
berkaitan dengan pengaruh pada pengalaman kerja, konsep promosi tempat kerja yang
kondusif dan nyaman, serta mengurangi pergantian karyawan sukarela (volunteer).
Menurut Sullivan (dalam Backhaus & Tikoo, 2004), proses membangun employer
branding meliputi tiga tahapan, yaitu: employee value proposition, external marketing, dan
internal marketing. Employee Value Proposition (EVP) didefinisikan sebagai nilai yang
diciptakan oleh perusahaan sebagai landasan untuk membentuk persepsi publik terhadap
citra yang bangun oleh perusahaan, terutama sebagai organisasi tempat bekerja (Mosley &
Schmidt, 2017). Poin EVP ini juga menentukan ciri khas suatu perusahaan. Di samping itu,
EVP juga dapat menjadi tolok ukur loyalitas karyawan dan sebagai daya tarik bagi calon
pelamar kerja. Michael et. al. (2001) mengemukakan beberapa bentuk EVP yang paling
diinginkan oleh karyawan, di antaranya:
a) Exciting Work to Feel Passionate
Poin ini menerangkan bahwa EVP yang dikemas dengan menarik membuat karyawan
dapat merasakan tantangan kerja yang memberikan kesan khusus bagi mereka. Exciting
work termasuk dari bagian visi dan misi perusahaan. Menurut Ulrich dan Brockbank
(2005), visi dan misi termasuk elemen penting dalam EVP yang dapat memuaskan
karyawan. Visi dan misi harus jelas bagi masa depan, terutama menyangkut hasrat,
pemikiran, serta menciptakan kebanggaan bagi karyawan.
b) Great Company, Great Culture, Great Leader
Budaya organisasi yang baik dalam perusahaan akan mendukung kinerja organisasi,
loyalitas karyawan, dan mengurangi tingkat turnover. Hal ini bertujuan untuk
mendorong motivasi karyawan agar melakukan aktivitas kerja yang lebih baik.
c) Wealth and Reward
Karyawan selalu menginginkan kompensasi yang adil dan sebanding dengan kontribusi
mereka untuk perusahaan. Pemberian apresiasi dan honor yang baik akan sangat
berpengaruh pada keinginan dan ketertarikan pencari kerja terhadap perusahaan.
lainnya adalah intrinsic reward yang berupa meaningfulness atau makna dalam pekerjaan
yang dilakukan, kesempatan memilih, pertumbuhan, dan komunitas. Santos (2015)
berpandapat bahwa dua bentuk penghargaan tersebut dapat memengaruhi perilaku,
kebiasaan, dan performa yang juga dapat memberikan dampak pada perusahaan.
Employee psychological atau aspek psikologi karyawan menjadi hal ketiga yang penting
dalam employer branding. Salah satu bentuknya adalah dari budaya perusahaan. Individu
akan cenderung mencari perusahaan yang memiliki nilai yang sesuai dengan dirinya.
Backhaus & Tikoo (2004) memaparkan bahwa budaya terus berevolusi dan berperan sebagai
petunjuk bagi karyawan untuk membentuk perilaku yang sesuai dengan karyawan lainnya.
Kesesuaian dan kesamaan nilai dari masing-masing karyawan dan perusahaan akan
menimbulkan keterikatan secara psikologi, hingga menimbulkan kemauan untuk tetap berada
suatu perusahaan. Keterikatan psikologis pun memiliki hubungan yang positif dengan
turnover dan intensi keluar perusahaan, pengurangan kepuasan kerja, pengurangan
kepercayaan terhadap perusahaan, dan pengurangan performa karyawan (Robinson et. al.
dalam Alifia et. al., 2020).
menjadi hal yang membuktikan bahwa perusahaan ini fokus untuk terus mencari talenta
terbaik di bidang teknologi dan pelayanan.
Shopee Indonesia kemudian membutuhkan employer branding untuk dapat menarik dan
mendapatkan talenta-talenta terbaik di Indonesia, guna terus mendukung pertumbuhan
Shopee Indonesia. Employer branding Shopee Indonesia ada sejak tahun 2018. Image yang
dibangun oleh tim employer branding Shopee Indonesia adalah Shopee sebagai tempat kerja
yang simple, menyenangkan, dan selain sebagai tempat kerja Shopee Indonesia juga
merupakan tempat untuk bersenang-senang bersama. Dari hasil wawancara dengan informan
kunci, employer branding Shopee Indonesia memiliki tujuan mendasar dalam melakukan
strategi komunikasi dengan masyarakat, yaitu untuk meningkatkan awareness para talenta
terbaik di masyarakat atas Shopee Indonesia dan yang kemudian diterjemahkan dalam suatu
bentuk program, event technology competition, event kolaborasi dengan kampus, ataupun
komunitas dan juga even kolaborasi bersama departemen lainnya di Shopee Indonesia.
Employer branding Shopee Indonesia hingga tahun 2020 ini terus menjalankan program-
program dan event, baik internal maupun eksternal. Informan kunci menjelaskan bahwa
program tersebut dibuat dan dirancang oleh tim employer branding Shopee berdasarkan
payung program yang telah didiskusikan dengan direksi Shopee di Singapura dan tim
rekrutmen. Fokus dalam melakukan program dibagi menjadi dua kategori, yaitu technology
dan non-technology. Seluruh program yang dilakukan oleh employer branding Shopee
secara garis besar memiliki target akhir berupa perekrutan. Namun, terdapat juga beberapa
program yang memiliki tujuan untuk membangun branding awareness dari talenta di luar
Shopee Indonesia. Contoh program yang dibuat oleh employer branding Shopee Indonesia
untuk menjalankan komunikasinya adalah #LifeAtShopee.
Dalam mencapai tujuannya, tim employer branding Shopee Indonesia berkolaborasi
dengan berbagai departemen, seperti Marketing & Social Media, Internal Communication,
Employee Engagement, dan Human Relation. Departemen-departemen tersebut
berkolaborasi dalam mengintegrasikan sistem komunikasi seluruh program, baik secara
online maupun offline. LinkedIn, Youtube, dan Instagram menjadi saluran media sosial yang
digunakan untuk melakukan komunikasi program mereka. Media komunikasi tersebut
dipilih karena riset tim Shopee menemukan bahwa talenta muda, yang merupakan target
karyawan Shopee Indonesia, umumnya menggunakan LinkedIn, Youtube, dan Instagram
untuk mencari informasi mengenai perusahaan yang diminati.
yang lebih baik dengan menyediakan platform untuk menghubungkan penjual dan pembeli
dalam satu komunitas).
Setelah visi misi tersebut dipahami oleh para karyawan Shopee, maka para karyawan
akan mengaitkan hal tersebut dengan “personality” dari Shopee. Berdasarkan situs Shopee
disebutkan bahwa “To define who we are - how we talk, behave or react to any given situation
- in essence, we are Simple, Happy and Together. These key attributes are visible at every
step of the Shopee journey.” (Untuk mendefinisikan siapa kita - bagaimana kita berbicara,
berperilaku atau bereaksi terhadap situasi tertentu - pada dasarnya, kita Sederhana,
Bahagia dan Bersama. Atribut kunci ini terlihat di setiap langkah perjalanan Shopee).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan informan kunci, didapati bahwa
simple, happy, dan together menjadi dasar dalam berbagai pembentukan program, baik
internal ataupun eksternal. Identitas tersebut kemudian juga digunakan oleh departemen
Employer Branding dalam menyusun program dan menjadikannya sebagai tujuan akhir atau
pesan yang ingin disampaikan kepada karyawan dan calon karyawan dalam program yang
dijalankan. Gambaran perusahaan yang Shopee tunjukkan; baik melalui visi-misi, program,
ataupun nilai-nilainya; ternyata dapat menarik perhatian informan HN yang sebelumnya
merupakan karyawan magang di Shopee. Di sisi lain, menjadi bagian dari Shopee menjadi
sebuah kebanggaan tersendiri bagi karyawannya.
menemukan bahwa karyawan dapat dengan mudah berdiskusi dengan siapa saja bahkan
sampai dengan level CEO.
Shopee merupakan perusahaan yang mempunyai nilai cukup baik di kalangan fresh
graduate. Sebab, Shopee merupakan salah satu perusahan multinasional yang cukup populer
di kalangan masyarakat. Hal ini disampaikan oleh informan yang pernah menjadi karyawan
magang di Shopee Indonesia. Pernyataan tersebut menguatkan tesis bahwa Shopee
merupakan perusahaan yang diminati di kalangan talenta muda Indonesia.
meja tenis, perayaan hari-hari besar seperti “Shopee AIDS Day”, “Shopee Birthday”, “Lunar
New Year, “Valentine Day”, dan sebagainya. Bentuk kegiatan inilah yang membuat setiap
karyawan semakin akrab. Hal ini disampaikan dalam wawancara dengan informan 2. Bagi
karyawan yang memiliki anak balita, Shopee juga sempat membuat kegiatan yang
berhubungan dengan keluarga yaitu “Shopee Day Care”. Shopee menambah fasilitas
kantornya dengan day care untuk menyambut anak-anak karyawan tersebut. Sehingga,
karyawannya dapat menitipkan anaknya saat mereka bekerja.
Sumber: LinkedIn.com/ShopeeIndonesia
“Jadi, setiap karyawan di Shopee nggak cuma bekerja doang. Kita akan membantu
mereka dengan pembekalan softskill dan metode pembelajaran yang lain
(coaching, mentoring, buddy program, dan masih banyak lagi)… Jadi, kualitas
karyawan Shopee dapat meningkat selama bekerja di Shopee dengan pelatihan-
pelatihan internal dari L&D atau bisa ikut pelatihan eksternal juga.” (Wawancara
informan 2, April 2020).
Hasil wawancara tersebut kemudian didukung dengan hasil observasi di media sosial
Instagram dan LinkedIn. Shopee melakukannya dengan beberapa program pelatihan dan
pengembangan diri, seperti “Leader Summit” dan “Shopee Academy's Mentorship
Program”. Kegiatan-kegiatan tersebut dimaksudkan agar para karyawan mempunyai
pandangan yang positif pada pemimpinnya. Selain dengan dilakukannya pelatihan, forum
diskusi dan sharing antar karyawan juga disediakan Shopee dengan nama “Strategic and
Creative Thinking Sharing”. Forum ini memberikan kesempatan para karyawan untuk
mengemukakan pendapatnya terkait aktivitas pekerjaan hingga inovasi yang ingin
disampaikan.
Program lain yang disediakan oleh Shopee sebagai bentuk pengembangan diri karyawan
adalah #ShopeeAcademy. Pelatihan yang diberikan terkait dengan pekerjaan hingga di luar
pekerjaan turut dilaksanakan. Berbagai kegiatan terkait dengan pekerjaan perusahaan untuk
employee yaitu “Computer programming & Coding training”, “Own Your Career”, “Data
Talks”, dan “Circle Tech Talk”. Karena Shopee merupakan start-up dan berhubungan erat
dengan teknologi, maka berbagai pelatihan teknologi diberikan pada karyawan. Sementara
terkait minat, bakat, ataupun lifestyle guide, karyawan mendapatkan fasilitas berupa program
seperti “Style Maketh man” dan “Cat & Dog 101”. Pembelajaran yang tidak terikat
pekerjaan ini dimaksudkan untuk menambah wawasan karyawan dan meningkatkan minat
serta bakat karyawan itu sendiri.
Sumber: LinkedIn.com/ShopeeIndonesia
Informan kunci juga menyampaikan bahwa terdapat dua jenis program employer
branding, yaitu non-teknologi dan teknologi. Program disalurkan melalui berbagai media,
baik secara online maupun offline. Program-program ini berjalan dengan kolaborasi dengan
departemen lain.
“EB nya saya bagi jadi 2, sih, teknologi dan non-teknologi. Kalau program-
program ada bermacam-macam: ada kanal offline & online. Kalau online
seringnya melalui Youtube, Instagram, LinkedIn. Kalau offline biasanya kita
kunjungan kantor atau acara di kantor, kerjasama dengan komunitas, universitas,
dan lain-lain. Di samping itu bikin acara “tech competition”. Kalau kayak berita-
berita eksternal, sebelum saya rilis, diperiksa juga oleh Jess. Supaya bahasanya sama dan
sesuai dengan gaya Shopee. Kalau saya mau posting ke LinkedIn atau Instagram:
lifeatshopee, saya serahkan kontennya ke Jess. Sementara kalau ke Youtube, saya serahkan
ke bagian yang mengelola Youtube.” (Wawancara informan 1, April 2020).
Berbagai program yang telah dilakukan oleh Shopee menghasilkan suatu bentuk usaha
branding perusahaan yang dilakukan secara sukarela oleh karyawan Shopee kepada
khalayak luas. Salah satu contoh program yang dikemukakan oleh informan 2 adalah
program amal ke sekolah atau panti asuhan tertentu. Pelaksanaan program yang diberikan
oleh internal Shopee berhasil dalam mempengaruhi citra baik perusahaan di mata para
pencari kerja hingga tertarik untuk bekerja di Shopee Indonesia. Ini terlihat dari pernyataan
informan 2 sebagai berikut:
“Saya post di IG aja, sih. Memang ingin berbagi, karena acaranya seru dan menarik
buat dibagikan. Saya juga yakin sekali jika yang lain tidak memiliki agenda
semacam ini di kantornya. … Banyak kok yang kemudian bertanya “ada lowongan
tidak di Shopee?” (Wawancara informan 2, April 2020).
Dalam hal ini, terlihat bahwa kegiatan yang dilakukan oleh Shopee Indonesia sesuai
dengan pengertian Employee Value Proposition (EVP), yang merupakan nilai yang
diciptakan oleh perusahaan sebagai landasan untuk membentuk persepsi publik terhadap
citra yang dibentuk dari perusahaan, terkait sebagai perusahaan sebagai tempat bekerja
(Mosley & Schmidt, 2017).
Berbagai kegiatan eksternal yang rutin dilakukan oleh Shopee memberikan dampak pada
karyawan Shopee Indonesia. Untuk mencapai khalayak umum lebih luas, Shopee
menggunakan media sosial LinkedIn untuk menggambarkan bagaimana suasana kerja dan
bentuk kegiatan yang Shopee lakukan untuk karyawannya. Tagar (#) LifeAtShopee
kemudian digunakan untuk menggambarkan kegiatan di Shopee. Dari semua kegiatan yang
telah dilakukan Shopee, para karyawan secara tidak sadar bertindak sebagai duta Shopee
dengan melakukan publikasi di media sosialnya terkait kegiatan-kegiatan yang dilakukannya
ketika bekerja di Shopee.
Dari kegiatan employer branding yang dilakukan secara offline maupun online
memberikan kesan bagi para pencari pekerja. Salah satu informan yang baru lulus pun
berkesan dengan berbagai kegiatan yang dilakukan Shopee yang dia lihat di media sosial
Instagram dan LinkedIn. Hal ini terlihat dari pernyataan informan 3 sebagai berikut:
akhirnya mengikuti juga dan sering melihat-lihat dan menyukai unggahan Shopee.
Kalau update diri sendiri tidak pernah. Saat lihat media sosialnya Shopee sih sudah
paham kalau mereka posting untuk branding karyawan Shopee, dan di situ
kelihatannya Shopee sangat perhatian pada karyawannya.” (Wawancara informan
3, April 2020).
Penelitian juga dilakukan dengan melakukan konfirmasi kepada seorang fresh graduate.
Terutama terkait bagaimana pendapatnya mengenai program employer branding yang telah
didapatkannya. Berikut tanggapan informan eksternal yang juga fresh graduate Jurusan
Ekonomi dan Bisnis mengenai Shopee:
“EB tidak bertanggung jawab untuk urusan internal, namun terkait erat dan
beririsan. Misalkan untuk koordinasi konten media sosial #LifeAtShopee, yang
nunjukin kegiatan/opini/pengalaman karyawan; menjadikan karyawan sebagai
duta.” (Wawancara informan 2, April 2020).
Sumber: LinkedIn.com/ShopeeIndonesia
Poin ketiga dari internal marketing employer branding adalah mengenai keterkaitan
secara psikologis dengan budaya perusahaan. Shopee Indonesia memiliki budaya
perusahaan yang sesuai dengan mayoritas karyawan milenialnya. Dari pemaparan video
#LifeAtShopee dikatakan bahwa budaya keterbukaan, baik untuk diskusi atau pun kolaborasi,
diharapkan memberi rasa nyaman bagi para karyawannya. Budaya ini kemudian menjadi suatu
hal yang menjadikan karyawan semakin tertarik untuk loyal dengan Shopee. Berikut adalah
salah satu penjelasan dari informan.
dan kelihatan mereka mengenakan pakaian kasual. Kelihatannya seru dan asik.
Yang paling saya suka adalah kultur dan lingkungannya. Benar-benar merasa tidak
menua dan menarik sekali bekerja dengan yang seumuran.” (Wawancara informan,
April 2020).
Diskusi
Shopee Indonesia dinilai dapat memberikan branding yang baik bagi para karyawan dan
calon karyawannya melalui kegiatan offline maupun online. Kegiatan employer branding
juga membentuk citra yang baik bagi Shopee sebagai salah satu start-up yang sangat peduli
pada karyawannya dari segi keamanan, kenyamanan, kesehatan, dan sosial. Sebagaimana
disampaikan oleh informan 2 dan 3, yang merasakan dampak langsung dari kegiatan
employer branding. Hal ini juga berpeluang membuat publik terpikat dan tertarik untuk
bekerja di Shopee. Setiap kali Shopee membuka berbagai posisi pekerjaan, begitu banyak
publik yang berminat. Bahkan publik ikut menyebarkan lowongan pekerjaan tersebut di
berbagai akun media sosialnya.
Backhaus dan Tikoo (2004) mendefinisikan employer branding sebagai seperangkat
keyakinan subjektif tentang kesepakatan dalam pertukaran persetujuan antara individu dan
organisasi. Dari definisi tersebut, didapati bahwa karyawan dan perusahan perlu memiliki
visi dan misi yang sama dalam menjalankan perusahaan. Didapati dari hasil penelitian bahwa
visi dan misi Shopee adalah mengubah dunia menjadi lebih baik dengan teknologi, yang
saling menghubungkan penjual dan pembeli dalam satu komunitas. Visi dan misi tersebut
kemudian dicapai dengan pembentukan tim yang memiliki sikap simple, happy, dan
together. Hal ini kemudian menjadi dasar dalam berbagai program employer branding guna
terjadinya kesepakatan bagi karyawan dan Shopee.
Jika dilihat dari tinjauan yang telah disampaikan pada bagian sebelumnya, dapat dilihat
bahwa employee value proposition menjadi bagian yang penting dalam terbentuknya
employer branding. Employee value proposition yang baik dikemas dengan kesan yang
menarik, sehingga karyawan dapat merasakan tantangan dalam bekerja dan memberikan
kesan khusus bagi mereka (Michael et. al., 2001). Hal ini berkaitan dengan konsep budaya
organisasi yang baik, sehingga menimbulkan hasil yang baik pula secara internal ataupun
eksternal.
Employer branding yang dilakukan Shopee terkait dengan kegiatan internal ini didasari
oleh hasil wawancara yang dilakukan kepada informan karyawan Shopee yang telah bekerja
selama 3 tahun. Hasilnya, persepsi dari informan cukup sesuai dengan persepsi yang ingin
dibangun oleh Shopee. Hal ini menunjukkan adanya kesesuain dan keberhasilan Shopee
dalam menerapkan employer branding kepada internal perusahaan. Terdapat lima nilai yang
dirumuskan Shopee dalam menciptakan employer branding untuk internal, yaitu “We Serve,
We Adapt, We Run, We Commit, We Stay Humble”. Nilai-nilai inilah yang ingin disampaikan
oleh Shopee kepada para karyawannya. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Frook (dalam
Alifia, 2020), bahwa pemasaran kepada pihak internal juga penting karena dapat membawa
komitmen dari brand yang dibangun dalam proses rekrutmen calon karyawan, kemudian
menggabungkannya ke dalam bagian dari kultur organisasi. Dalam pembahasan ini akan
Publik melihat bahwa Shopee merupakan perusahaan yang menarik, perusahaan start-up
yang memiliki banyak agenda yang bertujuan mendekatkan diri dengan publik. Shopee tidak
hanya melulu tentang promosi dan mencari keuntungan. Namun, Shopee juga memiliki
agenda edukatif. Misalnya, pada saat Shopee mengunjungi YKAKI, salah satu yayasan di
Jakarta.
Shopee sebagai perusahaan multinasional juga meyakinkan publik bahwa Shopee
memiliki pemikiran yang terbuka dan memiliki pangsa pasar yang sangat luas. Selain itu,
Shopee ikut mengenalkan tentang perusahaan dan berharap suatu saat para partisipan akan
bisa ikut bergabung menjadi karyawan. Selain dengan dilakukannya program yang
melibatkan pihak eksternal, karyawan yang mem-posting berbagai kegiatan di kantor juga
ikut berkontribusi, terutama postingan karyawan dengan tanda pagar (#)LifeAtShopee.
Secara tidak langsung, ini ikut membantu Shopee dalam membangaun reputasi perusahaan
yang baik di mata publik. Publik melihat Shopee cukup memanjakan karyawannya dengan
acara-acara menghibur, bahkan dengan mengundang musisi terkenal.
Wealth and Reward didefinisikan sebagai kompensasi yang adil dan sebanding dengan
kontribusi pada perusahaan (Michael & Axelrod, 2001). Namun, reward tidak hanya tentang
uang dan gaji, termasuk juga fasilitas dan tunjangan. Shopee membangun iklim kerja yang
kondusif dan nyaman. Usia para pekerja yang masih tergolong milenial membuat semangat
kerja sangat kental dan mendorong kreativitas. Reputasi Shopee sebagai perusahaan start-
up dan modern, ditambah lagi dengan gedung megah berlokasi strategis mampu menarik
calon pelamar kerja. Media sosial Shopee juga kerap mengunggah profil karyawan
berprestasi. Keuntungan yang didapatkan oleh karyawan ini juga dapat tersebar secara
eksplisit maupun implisit dari testimoni yang disampaikan karyawan Shopee kepada pihak
eksternal.
Pada dimensi growth and development dan keterkaitannya dengan external marketing,
ditemui bahwa adanya dukungan untuk mengembangkan kemampuan, pengetahuan, dan
pengalaman agar meningkatkan performa kerja yang diberikan oleh Shopee. Tidak hanya
untuk kepentingan bisnis dan performa tim, namun juga karir individu itu sendiri. Dengan
ranah perusahaan multinasional, maka skala perusahaan menjadi lebih besar. Setiap individu
memiliki tantangan berbeda yang sesuai dengan kemajuan industri. Melalui media sosial,
terutama LinkedIn, karyawan Shopee yang telah berhasil meningkatkan jenjang karirnya
ikut andil dalam mempromosikan bahwa Shopee terbuka bagi mereka yang ingin maju dan
berkarya. Berbagai program training terus diterapkan dan dievaluasi demi edukasi para
karyawan dan peningkatan kemampuan.
Catatan lain adalah adanya perbedaan fungsi dan tujuan dari departemen employer
branding Shopee Indonesia. Pada perusahaan lain, umumnya employer branding berfokus
pada kegiatan eksternal dan program internal perusahaan yang berkaitan dengan branding
karyawan. Walaupun demikian, konsep employer branding tetap berjalan dengan adanya
kolaborasi pekerjaan yang dilakukan oleh beberapa departemen lainnya bersama departemen
employer branding Shopee Indonesia. Hal ini dijelaskan secara lugas oleh Employer
Branding Lead Shopee Indonesia, bahwa departemennya hanya berfokus pada program dan
kegiatan yang audiensnya merupakan eksternal Shopee.
Penutup
Berdasarkan hasil penelitian dan diskusi mengenai penerapan employer branding di Shopee
Indonesia, dapat disimpulkan bahwa seluruh program yang dijalankan mengacu pada visi
dan misi, personality, dan core value perusahaan. Program employer branding yang
dilakukan oleh Shopee melalui 3 tahap: Employee Value Proposition (EVP), pemasaran
internal, dan pemasaran eksternal,. Namun, secara umum, titik berat kesesuaian teori terjadi
pada tahap EVP. EVP memiliki beberapa bentuk yang paling diinginkan oleh karyawan,
yaitu: Exciting Work to Feel Passionate; Great Company, Great Culture, Great Leader;
Wealth and Reward; Growth and Development. Namun, dari keempat bentuk tersebut tidak
lepas dengan tahap employer branding internal marketing dan employer branding external
marketing.
Sejumlah karyawan mengakui, Shopee sangat peduli pada karyawannya. Baik dari segi
kualitas, keamanan, kenyamanan, kesehatan, dan sosial. Antusiasme publik eksternal terlihat
dari peningkatan pendaftar pegawai Shopee. Di samping itu, Shopee cukup berhasil
membangun citranya sebagai perusahaan start-up multinasional yang bonafit. Pada dimensi
exciting work to feel passionate, pemasaran internal Shopee menitikberatkan kepada
pengemasan yang menarik dan kebanggan bekerja di Shopee, yang sesuai dengan nilai-nilai
Shopee itu sendiri. Internal marketing dilakukan terkait dengan budaya organisasi yang akan
berdampak pada kinerja perusahaan, loyalitas karyawan, dan tingkat turnover. External
marketing dilakukan agar publik melihat bahwa Shopee merupakan perusahaan yang
menarik, perusahaan start-up yang memiliki banyak acara yang bertujuan mendekatkan diri
dengan publik. Shopee ikut mengenalkan tentang perusahaan melalui program-program
seperti office visit; Campus Day; serta seminar dan workshop yang rutin dilakukan ke sekolah
universitas, yayasan, atau organisasi lainnnya. Dari keseluruhan program-program yang
telah dijabarkan, Shopee mengemasnya melalui #LifeAtShopee. Peneliti menemukan bahwa
program-program tersebut dilakukan oleh beberapa departemen di dalam Shopee, sehingga
kerja sama dan koordinasi solid antar tim. Hasil yang didapat dari narasumber, baik internal
maupun eksternal, dapat ditarik kesimpulan bahwa program-program employer branding di
Shopee tidak hanya untuk menarik karyawan potensial dan menjaga karyawan sebagai asset
perusahaan, tetapi juga berpengaruh pada image Shopee di mata publik eksternal maupun
internal.
Daftar Pustaka
Ahmad, N. A., & Daud, S. (2016). Engaging People with Employer Branding. Procedia Economics
and Finance, 35, 690-698. https://doi.org/10.1016/s2212-5671(16)00086-1.
Alifia, Z., Hafiar, H., Sani, A., & Company, I. (2020). Pelaksanaan Employer Branding PT. Arya
Noble. Communication. 11(1), 48–68.
Amelia, A. (2018). Employer Branding: When HR is the New Marketing. Jakarta: Kompas
Backhaus, K., & Tikoo, S. (2004). Conceptualizing and researching employer branding. Career
Development International, 9(5). 501-517.
Creswell, J. W. (2009). Research Design: Qualitative, Quantitative and Mixed Approaches (3rd Ed.).
Thousand Oaks, Calif: Sage Publications. https://doi.org/10.2307/1523157
Daymon, C., & Holloway, I. (2010). Qualitative research methods in public relations and marketing
communications: Second edition. London: Routledge.
https://doi.org/10.4324/9780203846544.
Jayani, D. H. (2019a, 15 Oktober). Tokopedia, E-commerce dengan Nilai Transaksi Terbesar.
Databoks Katadata. Diakses dari https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/10/15/2014-
2023-nilai-transaksi-tokopedia-terbesar-dibandingkan-e-commerce-lainnya.
Jayani, D. H. (2019b, 3 September 3). Shopee Jadi E-commerce Paling Top dari Masa ke Masa.
Databoks Katadata. Diakses dari
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/09/03/shopee-jadi-e-commerce-paling-top-
dari-masa-ke-
masa#:~:text=Top%20E%2DCommerce%20berdasarkan%20Ranking,I%202017%2DKuartal
%20II%202019&text=Berdasarkan%20Map%20E%2DCommerce%20yang,turut%20berdasa
rkan%20ranking%20di%20PlayStore.
Kucherov, D., & Zavyalova, E. (2012). HRD practices and talent management in the companies with
the employer brand. European Journal of Training and Development, 36(1), 86-104.
https://doi.org/10.1108/03090591211192647
Lubecka, A. (2014). Employer branding – a dialogistic communication tool of a competitive
employer. Journal of Intercultural Management, 5(2), 5-16. https://doi.org/10.2478/joim-2013-
0007
Macalik, J., & Sulich, A. (2019). External employer branding of sustainable organizations. In
International Scientific Conference Contemporary Issues In Business, Management and
Economics Engineering.
Markos, S., & Sandhya Sridevi, M. (2010). Employee Engagement: The Key to Improving
Performance. International Journal of Business and Management, 5(12), 89-96.
Michael, E., Handfield-Jones, H., & Axelrod, B. (2001). The war for talent. Boston: Harvard
Business Press.
Moleong, L.J. (2004). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mosley, R., & Schmidt, L. (2017). Employer branding for dummies. New Jersey: John Wiley &
Sons.
Nadhifah, A. (2018, 12 September). Bagaimana menyelaraskan strategi bisnis dan manajemen
SDM?. TECHINASIA. Diakses dari https://id.techinasia.com/bagaimana-agar-strategi-bisnis-
dan-manajemen-sdm- selara
Ruzkyhaq, Hamid, N & Tikson, S. D. (2016). Employer Branding PT.Citibank Indonesia pada
Kalangan Workforce di Makassar. Makassar: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Hasanuddin
Ryana, T. V., Hafiar, H., & Lukman, S. (2019). Proses Employer Branding PT. Mercedes-Benz
Indonesia Untuk Meningkatkan Eksistensi Perusahaan. Mediator: Jurnal Komunikasi, 12(2),
212–224. https://doi.org/10.29313/mediator.v12i2.4921.
Santos, M. (2015). Reward Systems. London: Wiley Encyclopedia of Management, 3(1). 1-12.
Shahriari, S., Shahriari, M., & Gheiji, S. (2015). E-commerce and It Impacts on Global Trend and
Market. International Journal Of Research–Granthaalayah, 3(4), 49–55.
https://doi.org/10.1080/03067310601025189
Suikkanen, E. (2010). How does employer branding increase employee retention?. United Kingdom:
University of Lincoln.
Ulrich, D., & Brockbank, W. (2005). The HR value proposition. Boston: Harvard Business Press.
Yin, K. (2012). Studi kasus: desain dan metode. Jakarta: Rajawali Pers.