You are on page 1of 9

TATTWA SIWA SIDDHANTA INDONESIA

IN THEOLOGY OF HINDU
By : I Nyoman Kardika

ABSTRACT

Shiva’s teachings which developed in Bali were Shiva Siddhanta, this teaching was the
result of the acculturation of many teachings of Hinduism. Inside are found Vedic teachings,
Upanishads, Dharmasastra, Darsana (especially Samkya Yoga), Puranas and Tantra.
the concept of the teachings of Saiwa Siddhanta that lives and is embraced in Indonesia
is slightly different from that developed in other countries, including different from those
in India, because the concept of Saiwa Siddhanta which is embraced in Indonesia blends
with the original beliefs of indigenous peopleIndonesia and local customs.therefore, Saiwa
Siddhanta Indonesia cannot and cannot be equated with Saiwa Siddhanta in other parts
of the world. Nevertheless, Hindus do not deserve to distinguish or separate themselves
between fellow believers, because Hinduism gives freedom to their people to be religious.
The procedure for the implementation of religious life in Bali also shows a combination of
elements of ancestral belief. Wariga, Rerainan (feast day) and Upakara are mostly ancestral
heritage. this inheritance has thus been harmoniously aligned with the teachings of Hinduism
so that it is a unified and rounded whole. Thus, Hinduism in Bali has a characteristic that is
in accordance with the spiritual needs of Balinese people from ancient times to the present.
in this day and age, the adhiluhung religion’s heritage needs to be maintained, cared for and
perfected our understanding so that it can still fulfill the religious needs of its people.

Key Words: Hindu, Siwa Siddhanta, Tattwa

I. PENDAHULUAN Saiwa Siddhanta merupakan bagian atau sekte


dalam agama Hindu, dengan Lingga sebagai
Dalam Kitab Brahmasutra I. 2. menyatakan
media pemujaannya. Sebagai suatu sistem
“janmadyasya yatah”, Tuhan ialah asal mula
kepercayaan, Saiwa Siddhanta sudah ada
semuanya ini. Jadi Tuhan Yang Maha Esa adalah
sejak jaman prasejarah (lebih dari 6000 tahun
asal atau sumber dan sekaligus kembalinya
seluruh alam semesta beserta isinya ini. Hal yang lampau) dengan bukti ditemukannya
ini dinyatakan dalam kakawin Arjuna Wiwaha peninggalan pada penggalian kota Mohenjodaro
“Sang sangkan paraning sarāt”, Tuhan adalah dan Harappa di India berupa Siwa Linggam dari
asal dan kembalinya semua mahluk di dunia. tanah liat – (menurut Dr. R. E. M. Wheeker).

SPHATIKA VOLUME X No. 1 2019 37


Pertemuan Hindu (Saiwa) dengan atau inti ajaran tentang (yang berhubungan
kepercayaan/ agama asli Indonesia atau dengan) Siwa. Ajaran (konsep) Saiwa Siddhanta
Nusantara maupun Bali, maka muncul banyak memposisikan Tuhan/Brahman sebagai Siwa.
(9) sekte di Bali, dan muncul pula banyak naskah Siwa adalah Sanghyang Widhi sebagai wujud
lontar tentang Siwa (Saiwa) seperti antara lain; yang paling utama/ mulia atau paling tinggi.
Bhuwanakosa, Tattwa Jenyana, Sanghyang Dari Siwa segala ini muncul dan tumbuh, serta
Mahajenyana, Wrespati Tattwa, Catur Yuga, kembali lagi (prelina/prelaya) ke dalam diri
Kala Tattwa, Dewa Tattwa, dan sebagainya. Siwa dengan kata lain Sanghyang Siwa sebagai
Lontar Sad Agama memuat uraian bahwa sumber/asal/ sangkan dumadi, dan menjadi
agama Siwa terdiri atas; Sambhu, Brahma, paran/ tujuan akhir dari kehidupan ini. Alam
Indra, Bayu, Wisnu dan Kala. Semua sekte dengan segala isinya, Dewa Bhatara dan segala
yang berkembang di Bali kemudian berhasil makhluk sekala niskala (sarwa prani) muncul
disatukan oleh Mpu Kuturan dengan pemujaan dan kembali ke dalam diri Siwa. (sakweh ning
kepada Dewa Tri Murti, dan Danghyang jagat kabeh mijil sakeng Bhatara Siwa ika, lina
Nirartha (Danghyang Dwijendra) merintis ring Bhatara Siwa ya – Bhuwanakosa, III:80)
pemujaan kepada Siwa melalui bangunan suci Konsep ajaran Saiwa Siddhanta yang hidup
Padmasana. Penyatuan sekte-sekte yang ada dan dianut di Indonesia sedikit berbeda dengan
di Indonesia/ Bali telah demikian kuat/luluh yang berkembang di negara lain termasuk
yang tampak sangat menyatu seperti tampak berbeda dengan yang ada di India, karena
dalam pemujaan kramaning sembah maupun konsep Saiwa Siddhanta yang ada dan dianut
puja Tri Sandhya serta mantra-mantra para di Indonesia menyatu dengan : a) keyakinan
Pandita (Sulinggih) semua Dewa manifestasi lokal (kepercayaan asli/ nenek moyang orang
Tuhan dipuja. Begitu juga dalam bentuk aksara asli Indonesia), b) adat istiadat lokal, c) ajaran
suci (ekadasa aksara), susunan (tetandingan) Tantra, d) ajaran Kediatmikan/ sunia/ niskala, e)
upakara/sesaji, ada sirih giling (porosan), ajaran Bhairawa, f) ajaran/ paham/ sekte yang
beras-bakul (daksina), Sawang (sanggah pernah ada di Indonesia, g) inspirasi/ renungan/
agung), tolang (penjor) dan sebagainya. hasil pemikiran para maha Rsi di Indonesia.
Oleh karenanya, Saiwa Siddhanta Indonesia
II. PEMBAHASAN tidak dapat dan tidak mungkin disamakan
1. Pengertian (Konsep) Saiwa Siddhanta dengan Saiwa Siddhanta di belahan dunia
Indonesia lainnya. Walaupun demikian, umat Hindu tidak
patut membedakan atau memisahkan dirinya
Saiwa bermakna “yang berkaitan/ antara sesama umat, karena Hindu memberikan
berhubungan dengan Siwa”. Siwa dimaknai keleluasaan kepada umatnya untuk beragama
sebagai “mulia, suci”, Siddha “sukses, sesuai petunjuk Sastra, Asram, Marga/
berhasil”, Anta “akhir, simpulan, inti”. Jadi jalan, tempat/ruang, waktu dan kemampuan
Saiwa Siddhanta merupakan hasil akhir/ umat bersangkutan. Ajaran Hindu Dharma
kesimpulan/ inti dari pembahasan tentang Siwa (Indonesia) adalah ajaran Saiwa Siddhanta

38 SPHATIKA VOLUME X No. 1 2019


yang khas Indonesia, namun tidak lepas dari e) Maha besar; artinya kebesaran Tuhan
sumber India (Sruti dan Smerti). Konsep Saiwa menyebabkan segala yang ada di Tri
Siddhanta Indonesia yang disebut ajaran agama Bhuana ini berada di dalam Tuhan.
Hindu dewasa ini adalah agama (ajaran Saiwa) f) Maha pemberi (pengasih); artinya
yang menjiwai dan melanjutkan agama lokal, bahwa Tuhan akan memberikan
agama nenek moyang orang Indonesia. Agama apapun yang diminta oleh manusia
Hindu Indonesia adalah “agama anyaman/ asalkan syaratnya dipenuhi.
rajutan” dari beberapa konsep/ajaran dalam
g) Sat Cit ananda ( Tuhan itu ; Ada –
Weda dengan dan budaya (tradisi) lokal serta
Benar – Bahagia)
kemajuan IPTEK. Perajutnya adalah para
Maha Rsi seperti antara lain; Rsi Markandeya, b. Dimensi dan Aspek Agama Hindu
Empu Kuturan, Danghyang Dwijendra dengan Agama Hindu disebut sebagai agama yang
pandangan: ajarannya sempurna (Sanatana Dharma),
a. Konsepsi ketuhanan Hindu (Weda) dan anandi-ananta (tiada awal dan tiada
menyatakan bahwa Tuhan (Brahman/ akhir) maka Hindu disebut juga sebagai,
Siwa) : Agama ;
a) Maha esa; dalam arti Tuhan itu hanya a. Filosophis, karena ajarannya dapat dan
esa, satu adanya dan tidak ada sesuatu boleh dibahas secara mendalam tanpa
di samping Beliau. Jika umat manusia batas yang didasarkan renungan dan
menganggap ada sesuatu di samping logika fikiran sehat.
Tuhan, tentu Tuhan menjadi terbatas
b. Religius, konsep/ ajarannya dapat
karena dibatasi oleh sesuatu yang ada
diinternalisasikan dan atau dapat
di samping-Nya.
diamalkan atau diimplementasikan
b) Maha ada; maksudnya bahwa Tuhan
dalam hidup keseharian di rumah/
itu ada dimana-mana, tidak ada ruang
kantor/ kampus/ perusahaan, baik
dan waktu dimana Tuhan tiada. Tuhan
sebagai warga masyarakat maupun
benar-benar ada, selalu ada dan tak
pernah tiada dan abadi. sebagai warga negara.
c) Maha tahu; maksudnya bahwa tiada c. Rasional, pengamalan ajaran
sesuatu di jagat raya ini yang tidak agama Hindu dapat diterima dan
diketahui oleh Tuhan, baik kurun ditelaah dengan akal sehat seperti
waktu atita, wartamana maupun yang berkaitan dengan kesehatan,
nagata. lingkungan, kemanusiaan dan
d) Maha adil; artinya bahwa Tuhan itu sebagainya, walaupun secara
selalu memberikan kepada setiap umat kasatmata seringkali terjadi kericuhan/
manusia apa yang menjadi haknya, keributan/ hambatan sosial namun
dan apa yang mesti diberikan sebagai penyebabnya bukan agama, tetapi
hasil perbuatannya, atau hukuman sering agamalah yang dituduh sebagai
atas kesalahannya. penyebabnya.

SPHATIKA VOLUME X No. 1 2019 39


d. Kediatmikan, ajaran agama Hindu c. Ciri-ciri Siwa ; kesadaran tak terbatas,
menuntun umatnya untuk dapat tanpa wujud, maha ada, maha esa, tanpa
menikmati rasa tenang, damai, penyebab, tanpa noda, selalu murni dan
ikhlas, melakukan tapabrata/upawasa, sempurna, kekal abadi tak terikat oleh
mampu memiliki / membangkitkan waktu, kecerdasan tak terbatas, maha
kekuatan supranatual, menyalurkan pelaku, maha pengasih, maha penghukum/
prana, mampu menyatu dengan pelebur, sumber dari segala yang ada,
alam, mampu betel tinghal dan maha mengetahui, kasih dan karunia yang
menggunakan indriya keenam atau tak tebatas, maha guru, tujuan segala yang
ketujuh. ada/ hidup, wujud kebahagiaan abadi.
e. Kriya, umat dapat menjalankan d. Tuhan Siwa menguasai panca krya
ajaran agama dengan cara bekerja meliputi; Srsti (menjadi) Sthiti (merawat),
kebajikan (subhakarma) kapan, dan Samhara (prelina/pengembalian),
dimana saja, kepada siapapun dengan Tirobhawa (menutup/ mengakhiri),
landasan wiweka sekaligus sebagai Anugraha (kerunia/pemberian), dan
persembahan kepada Tuhan dan secara terpisah dianggap sebagai krya dari
perbaikan kualitas hidup. prebhawa-Nya berwujud; Brahma, Wisnu,
f. Bhakti, karena agama Hindu Rudra, Maheswara dan Sadaiwa
mengajarkan Tuhan dengan prebhawa- e. Siwa meresapi seluruh alam jagatraya
Nya berada di alam atas, sedang bersama sakti (energi sadar)-Nya
umat pemuja-Nya ada di bawah dan f. Akibat sakti-Nya, dan maya dari-Nya
berserah diri serta memohon anugrah- menjadikan alam semesta ini
Nya.
g. Alam semsta berevolusi demi kebaikan/
kelepasan para roh
2. Sumber Ajaran Saiwa Siddhanta h. Alam semesta adalah nyata dan abadi yang
Saiwa Siddhanta adalah filsafat Saiwaisme membentuk “badan” Tuhan.
yang berkembang di bagian Selatan India i. Atas kadar sakti dan maya serta kesadaran-
dan bersumber bukan dari penyusun tunggal. Nya maka Siwa menjadi Parama Siwa
Setelah masuk ke Indonesia, konsepsi ajaran (nirguna Brahma), Sada Siwa (Saguna
Saiwa semakin mendapat perhatian dari para Brahma), Siwa (Brahman).
bijak dan dikukuhkan dalam berbagai lontar j. Dalam posisi (kadar) Sada Siwa maka
yang tergolong lontar Siwa Tattwa. Tuhan meresap dan menguasai atau
mengendalikan alam semesta dengan Siwa
Secara umum konsepsi ajaran Saiwa
berwujud Dewata Nawa Sangga.
Siddhanta mengajarkan bahwa :
k. Pada kadar (posisi) Siwa atau Siwatma,
a. Siwa merupakan realitas tertinggi. Atau
maka Tuhan menjiwai alam semesta
realitas tertinggi disebut Siwa.
beserta segala makhluk namun Siwa tetap
b. Jiwa atau roh pribadi adalah intisari identik
tak terpengaruh, tidak ternoda sehingga
dengan Siwa tapi tidak sama.
disebut: Wyapi-Wyapaka-Nirwikara.

40 SPHATIKA VOLUME X No. 1 2019


3. Saiwa Tattwa Indonesia dalam Teologi tersebut, dilengkapi oleh lontar yang memuat
Hindu tentang upacara, pedewasan/wariga, sesana, asta
kosala-kosali, asta bhumi, rerajahan, tenung,
1) Ajaran Tattwa
nerang, taru premana, dharma caruban, usada,
a. Tattwa identik dengan filsafat, namun dan juga ajaran yang digubah dalam bentuk
tidak sama Sekar alit, rare, madya, sekar agung, maupun
b. Tattwa adalah ilmu kebenaran yang dalam bentuk cerita seperti ceritra Tantri. Belum
berdasar pada Weda lagi dari berbagai paham keagamaan (sekte)
c. Sumber utama ajaran Tattwa adalah yang pernah hidup mandiri di Bali serta catur
Weda Sruti (Catur Weda) Dresta. Kini semua itu bersatu membentuk satu
d. Weda Sruti tediri atas tiga bagian; tatanan ajaran yang kita kenal “Agama Hindu
Mantra, Brahmana, dan Upanisad/
Indonesia” yang sudah pasti berbeda dengan
Aranyaka
penampilan praktik keagamaan Hindu di India.
e. Weda Sruti bersumber dari sabda
Hindu Indonesia : unik, indah, rumit/gampang,
Tuhan (bagaimana sabda itu turun ke
sosial, budaya, spirit, filosofis.
dunia?)
f. Selain dari Weda Sruti, ajaran Tattwa Dalam lontar Bhuwanakosa dikatakan
bersumber juga pada Smerti, Sila, bahwa semua yang ada ini muncul dari Bhatara
Sadacara, Atmanastuti Siwa dan akan kembali kepada-Nya juga.
g. Lontar-lontar yang merupakan hasil Dengan demikian maka Bhatara Siwa adalah
karya para Rsi juga disebut sumber sumber segala yang ada, sama halnya dengan
Tattwa Brahman dalam Upanisad.
Purana dan Itihasa (Ramayana –
h.
Mahabharata) mengurai praktik ajaran Yatottamam iti sarvve,
Tattwa jagat tatva vva līyate,
Beberapa naskah jawa kuno (lontar)
i. yatha sambhavate sarvvam,
yang menjadi sumber Tattwa : tatra bhavati līyate.
1. Bhuwana Kosa
sakwehning jagat kabeh, mijil sangkeng
2. Wrhaspati Tattwa
3. Tattwa Jnyana Bhatāra Śiwa ika, lina ring Bhatāra Śiwa
4. Ganapati Tattwa ya. (Bhuawanakosa III.82)
5. Jnyana Siddhanta
Terjemahannya:
6. Sanghyang Mahajenyana
Semua sunia ini muncul dari Bhatara Siwa,
7. Bhuwana Sangksepa
lenyap kembali pada Bhatara Siwa juga.
8. Pametelu Bhatara
Segala yang muncul dari Bhatara Siwa itu
9. Siwa Tattwa Purana
sifatnya maya, bukan yang sesungguhnya
10. Dan lain-lain.
dan merupakan dunia fenomeda yaitu
Praktik keagamaan Hindu di Indonesia dunia gejala yang tampak untuk sementara
(ketuhanannya) bersumber dari lontar-lontar saja. Ibarat tampaknya bayang-bayang

SPHATIKA VOLUME X No. 1 2019 41


pada cermin, yang tampaknya saja ada dirinya, contohnya seperti halnya buih
namun sesungguhnya tidak ada, san yang banyak munculnya (namun sesungguhnya)
sesungguhnya ada berada di balik bayang- tunggal dari air.
bayang itu. Adapun yang sembunyi di balik
dunia ini, yang bersifat langgeng, hanyalah Dari uraian kutipan di atas ternyata segala
Bhatara Siwa sendiri. yang ada ini mengalami muncul, mengada dan
meniada. Dalam hubungan inilah Bhatara Siwa
Lebih jauh Bhuwanakosa menyatakan dipandang sebagai Pencipta, Pemelihara dan
sebagai berikut : Pamrelina segala yang ada.

Māyamāntram idam rūpam, Brahmā srjayate lokam,


Jagat sthāvara jaògamam, viûóave pālakā sthitam,
Úiwātmā bhavate sarve, rudretve sangharaś ceva,
Sive tatve vva riyate. trimūrtih nāma eva ca.

Ikang jagat kabeh, sthāvara janggamā- Lwir Bhatāra Śiwa magawe jagat, Brāhma
waknya, māya swabhawanya, rupa rūpa sirān panåûti jagat, Wiûóu rūpa sirān
Bhatāra Śiwa sahananya, ikang rāt kabeh, pangrakûa ng jagat, Rudra rūpanira
i wěkasan līna mare sira. (Bhuwanakosa mralayakěn rāt, nāhan tāwak nirān tiga,
III.81) bheda nama. (Bhuwanakosa III.78)

Terjemahan: Terjemahan :
Semua dunia ini, tumbuh-tumbuhan, Halnya Bhatara Siwa menciptakan
binatang wujudnya, maya sifatnya, wujud dunia ini, Brahma wujud-Nya waktu
Bhatara Siwa itu semuanya, semua dunia menciptakan dunia ini, Wisnu wujud-
ini pada akhirnya lenyap kepada-Nya. Nya waktu menjaga dunia ini, Rudra
wujud-Nya waktu memrelina dunia ini.
Tatvāni sanharet bhuyah Demikianlah tiga wujud-Nya (Trimurti)
līyante tatvake punah, hanya beda nama.
salīlān eka tat sarvve,
dåûtopi vuvudhah yathā. 2) Siwa Bersifat Immanent dan
Trancendent
Mangkana pwa Bhatāra Śiwa, irikang
tattwa kabeh, ri wekasan līna ri sira muwah, Ajaran ketuhanan yang termuat dalam
nihan drstopamanya, kadyangganing lontar-lontar tattwa di atas, asasnya bersumber
wěrěh makweh wijilnya tunggal ya sakeng pada Kitab-kitab Veda dan Upanisad
wway. (Bhuwanakosa III.71) sebagaimana telah diuraikan di atas. Jika dalam
Veda Tuhan disebut Tat dan dalam Upanisad
Terjemahan:
disebut Brahman maka dalam lontar-lontar
Demikianlah Bhatara Siwa, pada semua
Tuhan disebut Bhatara Siwa.
tattwa, pada akhirnya kembali lagi ke dalam

42 SPHATIKA VOLUME X No. 1 2019


Bhatara Siwa bersifat immnanent dan juga 3) Siwa adalah Esa, Berada di mana-mana,
trancendent. Immanent artinya bahwa beliau dengan nama yang berbeda
hadir di mana-mana, sedangkan trancendent
Sebagaimana juga ajaran Veda dan
artinya bahwa beliau mengatasi pikiran dan
Upanisad dengan jelas menyatakan Tuhan itu
indriya manusia. Hal ini dengan jelas tampak
Esa, demikianlah pula dinyatakan dalam lontar-
dalam sloka berikut :
lontar tattwa di Bali. Perhatikanlah kutipan
berikut :
Sivas sarvagata sukûmah,
Bhūtānām antarikûavat, Sa eko Bhagavan Śarvah
Acintya mahāgåhyante, Siwa kāraóa kāraóam
Naindriyam parigåhyante. Aneka viditah Śarvah
Bhatāra Śiwa sira wyāpaka, sira sūkûma Caturvidhasya kāraóam.
tar kneng angěn-angěn, kadyangganing
ākaûa sira, tan kagrhita dening manah Kalinganya :
mwang indriya. (Bhuwanakosa II.16)
Ekatvanekatva svalaksana Bhatāra,
Terjemahan: ekatwa ngaranya, kahidhěp maka
Bhatara Siwa meresapi segala, Ia gaib tan laksanang Siwatwa. Ndan tunggal, tan
dapat dipikirkan, seperti angkasalah Ia, tak rwa-tiga kahidhěpanya. Mangekalakûaóa
terjangkau oleh pikiran dan indriya. Siwa Kārana juga, tan paprabheda. Aneka
ngaranya kahidhepan Bhatāra maka
Berdasarkan bunyi kutipan di atas dengan laksana caturdhā. Caturdhā ngaranya,
jelas dikatakan bahwa Bhatara Siwa meresapi laksana niran stūla-sūkûma parasunya.
segala, berarti Beliau hadir pada segala, hadir di (Jnanasiddhanta. 122)
mana-mana (immanent), berarti pula ada dalam
Terjemahan:
pikiran dan indriya manusia. Akan tetapi juga
Dia, Siwa Yang Suci adalah Esa, penyebab
tak terjangkau oleh pikiran maupun indriya
Siwa selaku sebab pertama ; Siwa juga
itu sendiri. Ini berarti bahwa beliau mengatasi
dipandang sebagai lebih dari pada Esa,
pikiran dan indriya itu sendiri (trancendent).
karena karyanya bersifat empat, ciri-ciri
Bhatara Siwa juga bersifat berpribadi Siwa ialah Esa. Esa berarti bahwa oleh akal
(personal) dan tak berpribadi (impersonal). budi ditangkap sebagai sesuatu yang cirinya
Dalam aspeknya yang personal, Beliau adalah ialah kodrat Siwa yang sejati (Siwa-tat-
ayah (sah pita), ibu (sah matah), saudara (sah twa). Dan Ia di pandang sebagai Yang Esa
mitra), keluarga (sah vanduh), guru (sah guruh), (Eka), bukan dua atau tiga. Satu-satunya
dan sebagainya. Sedangkan dalam aspeknya ciri ialah sebab Siwa (Siwa Karana) saja,
yang impersonal, beliau bersifat tak terpikirkan tanpa adanya perbedaan. Aneka berarti
(acintya), tak berawal, tengah dan akhir (anandi bahwa Ia dipandang sewbagai bercirikan
madhyantan), tak terbatas (amita), tak berbadan empat. Bercirikan empat berarti : stula,
(agatram) dan sebagainya. suksma, para, sunya.

SPHATIKA VOLUME X No. 1 2019 43


Bhatara Siwa Yang Esa itu dalam hal namanya nila berada pada Panca Tan
menjadi Hyangnya sesuatu memiliki nama- Matra, Rudra namanya bila berada pada
nama yang berbeda , antara lain : cahaya berbadan ahangkara.

Prthīvyā sarvva ekāyam, Demikianlah nama-nama Bhatara siwa


salile bhava samsmrtah, yang tunggal itu, ketika berada pada Panca
Maha Bhuta, Panca Tan Matra, Manah dan
agno paśupati jñeyam,
Ahangkara. Sedangkan nama-nama Bhatara
bāyva iśānam eva ca.
siwa bila berada pada penjuru dunia ini adalah
Nihan wibhaga Bhatara munggwing sebagai berikut ;
rikang tattwa kabeh, sarwajña ngaranira, 1. Sanghyang Iswara di timur.
yan umanděl ing prthiwi, bhawa ngaranira 2. Sanghyang Maheswara di tenggara.
yan umanděl ing toya, paśupati ngaranira 3. Sanghyang Brahma di selatan.
yan umanděl ing Sanghyang Agni, 4. Sanghyang Rudra di barat daya.
Iśāna ngaranira yan umanděl ing Bāyu. 5. Sanghgyang Mahadewa di barat.
(Bhuwanakosa III. 9) 6. Sanghyang Sangkara di barat laut.
7. Sanghyang Wisnu di utara.
Terjemahan: 8. Sanghyang Sanbhu di timur laut.
Inilah perincian Bhatara berada pada 9. Sanghyang Siwa di tengah.
semua tattwa, sarwajna namanya bila
berada pada tanah, bhawa namanya bila Kesembilan perwujudan Bhatara Siwa ini
berada pada air, Pasupati bila berada pada disebut dewata nawa sanga. Sanghyang Iswara,
api, Isana bila berada pada angin. Sanghyang Brahma, Sanghyang mahadewa,
Sanghyang Wisnu dan Sanghyang Siwa disebut
Ākāse bhagavān bhimah Panca Dewata. Pada dewata nawa sanga ini
mahādevopi manasi, Bhatara Siwa berada di tengah sebagai inti,
tan mātrasthe ca ugroyah, sentrum semua dewa, sentrum semua yang ada.
tejase rudra ucyate. Selain nama-nama tersebut ada pula nama-
nama Bhatara Siwa dalam aspeknya sebagai
Bhīma ngaranira yan haneng ākāsa, Panca Brahma yaitu :
kinahanan ta sira dening asta guna,
1. Sadyajata di timur dengan wijaksara Sa
Māhadeva ngaranira yan haneng manah,
atau Sang
tan pāwak, Ugra ngaranira yan haneng
2. Bhamadewa di selatan dengan wijaksara
pañca tan matra, Rudra ngaranira
Ba atau Bang
yan haneng teja, makāwak ahangkāra.
3. Tatpurusa di barat dengan wijaksara Ta
(Bhuwanakosa III.10)
atau tang
Terjemahan: 4. Aghora di utara dengan wijaksara A atau
Bhima namanya bila berada di angkasa, Ang
5. Isana di tengah dengan wijaksara I atau
dipenuhi Ia oleh astaguna, Mahadewa
Ing.
namanya bila berada pada pikiran, Ugra
44 SPHATIKA VOLUME X No. 1 2019
Wijaksara-wijaksara Sa Ba Ta A I atau Pasek, Ketut dkk, 1982. Niti Sastra. Proyek
Sang, Bang, Tang, Ang, Ing ini disebut Panca Pembinaan Mutu Pendidikan Agama
Brahmaksara, wijaksara ini sangat sering Hindu dan Budha Depag R.I.
dipakai dalam puja-puja di Bali. Kemudian
Pudja, 1979. Sarasamucaya. Jakarta : Maya
pada lontar Gong Besi, hal seperti itu diperluas
Sari
lagi dengan suasana dan tata letak dewa-dewa
di Bali. Pudja, 1980. Sarasamuscaya. Jakarta : Mayasari

Pudja, 2004. Bhagawadgita. Surabaya :


III. Simpulan Paramita

Berdasarkan uraian tersebut di atas Pudja, G., dan Sudharta, Tjok Rai, 2002.
ajaran Siwa Siddhanta Indonesia memiki suatu Manawa Dharmasastra. Jakarta:
konsep bahwa Siwa merupakan penggerak dari Departemen Agama RI.
alam semesta ini, yang bersifat immnanent
Punyatmaja IB. Oka, 1992. Panca Sradha.
dan juga trancendent. Immanent artinya
Jakarta : Yayasan Dharma Sarathi
bahwa beliau hadir di mana-mana, sedangkan
trancendent artinya bahwa beliau mengatasi Siwananda, Sri Swami. 2003. Intisari Ajaran
pikiran dan indriya manusia. ajaran Siwa Hindu (Terjemahan). Surabaya : Paramita.
Siddhanta Indonesia tidak sama dengan yang
Tim, 2005. Kamus Istilah Agama Hindu.
di anut di luar Indonesia seperti di India,
Denpasar : Sabha Sastra Bali.
Singapura, Amerika, Eropa, Australia, dll.
Untuk itu sebagai umat Hindu hendaknya paham Titib, 1996. Weda Sabda Suci; Pedoman Praktis
tentang tata cara/ jalan yang ditempuh umat Kehidupan. Surabaya : Paramita
dalam beragama dan paham/ tahu kesepakatan Upadeca, 1978. Ajaran-Ajaran Agama Hindu.
umat dalam beragama di Indonesia/ Bali yang Denpasar : Parisada Hindu Dharma
pasti berbeda dengan praktik Hindu di luar
Indonesia/ Bali, apalagi jika dibandingkan
dengan agama lain.

Daftar Pustaka

Astra, I Gde Semadi, dkk,. 1986. Kamus


Sansekerta Indonesia. Denpasar : Proyek
Peningkatan Mutu Pendidikan Pemerintah
Daerah Tingkat I Bali.

Mahastra, Sri, tt, Buku III (Kekawin Ramayana).


Silayukti, Singaraja.

SPHATIKA VOLUME X No. 1 2019 45

You might also like