You are on page 1of 10
Bali Uro-Nephrology Scientific Communication 2017 DASAR DASAR PEMBERIAN NUTRISI PADA PENYAKIT GINJAL KRONIK (PGK) PRADIALISIS DAN DIALISIS. | Gde Raka Widiana Divsi Ginjal dan Hipertensi, Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam, FK UNUD/RSUP Sanglah Inflamasi, Malnutrisi dan Aterosklerosis pada Hemodialisis Malnutrisi yang dapat dipakai sebagai indikator prognostik morbiditas dan mortalitas pasien dialisis. Salah satu indikator prognostik adalah kadar albumin darah. Selain itu, kadar kreatinin serum, kadar protein amiloid A, TNF alfa, IL-1, dan kadar feritin serum. Pasien uremik mengalami penurunan asupan makanan yang dialami mulai periode pre-dialisis dan berkorelasi dengan penurunan LFG. Bersamaan dengan menurunnya asupan protein, terjadi pula proses inflamasi kronik yang secara bersama-sama menyebabkan malnutrisi Mekanisme yang menyebabkan inflamasi pada dialisis tidak jelas diketahui, Adanya inflamasi sistemik dapat diketahui dengan mengukur protein fase akut yang dikenal dengan C-reactive protein (CRP). Pada studi dengan binatang percobaan, diperlihatkan bahwa, inflamasi kronik mengganggu_sintesis albumin. Malnutrisi dan inflamasi_meningkatkan risiko dan mortalitas kardiovaskuler pada pasien hemodialisis. Kematian kardiovaskuler merupakan penyebab kematian utama pada pasien-pasien ini. Pada pasien hemodialisis, CRP merupakan prediktor kuat untuk kejadian kardiovaskuler. Mekanismenya tidak jelas, namun diduga respons fase akut aktif bertanggung jawab terhadap 42 Bali Uro-Nephrology Scientific Communication 2017 proses aterogenik dan selanjutnya bertanggung jawab terhadap tingginya insidensi komplikasi kardiovaskuler. Telah diketahui bahwa serum albumin yang rendah merupakan prediktor independen terhadap _kematian kardiovaskuler dan kematian total. Diduga penyebab utama hipoalbuminemia pada PGK adalah malnutrisi. Namun pada individu bukan penyakit ginjal kronik, asupan makanan yang rendah tidak sampai _menyebabkan hipoalbuminemia. Kondisi ini dapat dilihat pada kasus-kasus anoreksia nervosa. Konsentrasi albumin serum ditentukan oleh malnutrisi protein, inflamasi dan kehilangan protein misalnya kehilangan transperitoneal pada dialisis peritoneal atau hemodialisis pakai ulang (reuse). Pada hemodialisis reuse kehilangan protein dapat mencapai 20 ¢/24 jam. Inflamasi dapat menyebabkan hipoalbuminemia dengan cara menekan sintesis albumin atau dengan cara transfer albumin dari intravaskuler ke ekstravaskuler. Kombinasi antara inflamasi dan menurunnya asupan protein diet akan mempercepat penurunan kadar albumin serum. Akhir-akhir ini, beberapa laporan telah menunjukkan bahwa inflamasi secara sendiri dan secara bersama-sama dengan asupan protein rendah memegang peranan penting dalam menyebabkan hipoalbuminemia pada PGK. Hal ini dapat dipahami, karena albumin serum dan CRP, berkaitan secara resiprokal pada proses fase akut yang sama. Juga telah diketahui bahwa meningkatnya kadar CRP sedang saja dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskuler. Seperti pasien non-renal, meningkatnya kadar CRP berasosiasi dengan morbiditas kardiovaskuler, strok iskemik, dan kematian usila. Pada individu normal, kadar CRP merupakan faktor risiko independen untuk kejadian kardiovaskule termasuk infark jantung dan penyakit pembuluh darah 43 Bali Uro-Nephrology Scientific Communication 2017 arteri perifer. Selain itu meningkatnya kadar CRP setelah infark jantung atau angina pektoris tak stabil dapat meramalkan kejadian kardiovaskuler. Diduga bahwa proses inflamasi terlibat dalam patogenesis aterosklerosis. Selain itu, CRP juga diduga memberikan efek pro-inflamasi pada penyakit jantung iskemik melalui aktivasi komplemen lewat jalur klasik. Pemberian Nutrisi dan cairan pada penyakit ginjal Proses uremik memberikan gejala utama anoreksia dan mual. Dapat dipahami gejala pertama dan utama pasien gagal ginjal yang muncul adalah malnutrisi. Walaupun pasien telah menjalani hemodialisis dengan diet yang tidak dibatasi, malnutrisi masih merupakan masalah utama pada pasien dengan hemodialisis kronik. Sebanyak 20-60% pasien yang menjalani hemodialisis mengalami malnutrisi. Studi lain menyebutkan prevalensi malnutrisi pada pasien HD sebesar 23-76%. Etiologi malnutrisi pada pasien dialisis bersifat multifaktorial dan berkaitan dengan faktor-faktor umur, faktor ko-morbid dan kualitas terapi dialisis. Masalah Nutrisi merupakan komorbiditas penting pada penyakit ginjal Manutrisi pada penyakit ginjal selain berkaitan dengan asupan nitrisi berkurang juga berkaitan dengan inflamasi. Aktivasi berbagai_sitokin proinflamasi berperan dalam proses aterogenesis dan penyakit aterosklerosis. Penyakit aterosklerosis arteri berkaitan dengan meningkatnya kematian kardiovaskuler dan serebrovaskuler serta penyakit oklusi pembuluh darah perifer. Hubungan malnutrisi, inflamasi dan aterosklerosis ini digambarkan sebagai sindrom MIA (malnuti flamasi dan aterosklerosis)_ yang merupakan siklus vitiosus dalam perjalanan penyakit ginjal kronik. Pengelolaan nutrisi penting dilakukan untuk memotong siklus vitiousus di atas dan 44 Bali Uro-Nephrology Scientific Communication 2017 menekan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler dan memperbaiki kualitas hidup. Selain itu terapi nutrisi yang memadai dapat menekan progresivitas penyakit ginjal Aktivitas penyakit ginjal pada dasarnya menyebabkan hiperfiltrasi glomerulus, hipertensi, akumulasi toksin eksogen, katabolisme protein dan akumulasi uremia toksin. Selain itu gangguan metabolisme akibat sindrom uremia mengakibatkan asidosis__hiperurikemia dan _hipokalsemnia, hiperparatiroidisme. Terapi nutrisi pada penyakit ginjal juga ditujukan mangatasi malnutrisi, menghambat progresivitas penyakit, memperbaiki nafsu makan serta asupan nutrisi dan memperbaiki gejala sindrom uremia. Diet dengan asupan protein yang tinggi menyebabkan perubahan hemodinamik glomerulus, seperti meningkatnya laju filtrasi_ glomerulus, dengan meningkatnya aliran plasma ginjal yang ditandai dengan meningkatnya volume dan berat ginjal. Kondisi ini akan meningkatkan beban nefron dan menurunkan kelangsungan hidup nefron dan mempercepat kehilangan nefron tersisa. Kondisi ini akan pembercepat penurunan fungis ginjal Pada tikus percobaan yang diberikan diet normal dan diet yang direstriksi, dijumpai respon perubahan hemodinamik pada tingkat glomerulus, yang awalnya bermanifestasi sebagai hipertrofi glomerulus, yang pada stadium lanjut menjadi glomerulosklerosis. Glomerulosklerosis dan _kerusakan tubulointerstitial terjadi secara sekunder akibat hipertrofi glomerulus yang dapat diatasi dengan restriksi diet Secara fisiologis protein yang dimakan akan masuk ke dalam traktus gastrointestinal dipecah menjadi asam amino dan peptida kecil. Dengan proses 45, Bali Uro-Nephrology Scientific Communication 2017 hidrélisis peptida ini akan masuk ke dalam sirkulasi dan akan mengalami anabolisme dalam sel jaringan. Proses ini akan menghasilkan protein jaringan sebagai protein transport, imunoprotein, ensim, protein struktural, protein plasma, hormon. Sebagian protein ini disekresikan kembali ke dalam usus sebagai ensim pencernaan dan dikeluarkan ke dalam feses Pada gagal ginjal terjadi gangguan keseimbangan fisiologi dan keseimbangan metabolisme protein: 1) meningkatnya degradasi protein akibat asidosis, resistensi insulin dan inflamasi; 2) menurunnya sintesis protein akibat kehilangan melalui cairan dialisis peritoneal, hemodialisis _inflamasi, menurunnya bahan makanan akibat mual muntah; 3) menurunnya asupan protein akibat anoreksia, 4) meningkatnya oksidasi asam amino akibat asidosis. Kondisi ini meningkatkan risiko malnutrisi Suatu studi metaanalisis dari tujuh studi uji Klinik prospektif, menunjukkan bahwa pembatasan protein diet dapat menrunkan risiko kematian pada pasien peyakit ginjal kronik non-diabetik. Selain itu, pembatasan protein diet pada pasien nefropati diabetik secara signifikan menurunkan risiko menurunnya laju filtrasi glomerulus atau klirens kreatinin Diet vegetarian dibandingkan diet mengandung daging pada pasien penyakit ginjal kronik dapat memperbaiki beberapa parameter penyakit mineral tulang. Hal ini ditunjukkan dengan menurunnya secara signifikan kadar plasma fosfor, kadar hormone paratiroid plasma, dan kadar FGF23 plasma setelah 7 hari perlakuan diet. Modifikasi diet pada pasien PGK fase pradialisis dapat dibagi menjadi: 1) diet protein sangat rendah, kurang dari 0,3 g/kg BB/hari; 2) diet protein rendah, 0,6-0,8 g/kg BB/hari, dan 3) diet protein normal, 1-1,2 g/kg BB/hari. 46 Bali Uro-Nephrology Scientific Communication 2017 Pada berbagai studi prospektif diet protein sangat rendah secara nyata dapat menurunkan progresifitas penyakit ginjal kronik, namun risiko malnutrisi meningkat pada pasien. Pada kondisi ini suplementasi asam keto, dapat mengatasi malnutrisi. Di pihak lain diet protein normal mengibatkan akumulasi bahan buangan nitrogen sehingga meningkatkan gejala uremia dan anoreksia. Asam keto dapat memberikan manfaat bagi penyakit ginjal kronik melalui mekanisme transaminasi asam amino non-esensial menjadi asam amino esensial dan pergantian gugus amino dengan gugus keto. Meningkatnya availabilitas asam amino esensial ini dapat meningkatkan anabolisme protein dan meningkatkan status nutrisi. Selain itu, menurunnya jumlah asupan diet mengandung nitrogen dan menurunnya kadar nitrogen endogen yang diubah dari asam amino dapat menurunkan beban ginjal. Kondisi ini dapat menurunkan progresifitas penyakit dan menghasilkan perbaikan metabolik dan hemodinamik. Pada pasien gagal ginjal dengan hemodialisis reguler, maka fungsi ginjal telah digantikan dengan ginjal buatan atau dialiser. Disamping itu terjadi kehilangan asam amino ke dalam cairan dialisat melalui membran dialiser. Nutrisi pada pasien dengan hemodialisis seyogyanya mengandung protein tinggi dan rendah natrium, kalium, fosfat. Asupan cairan harus dibatasi, terutama bila pasien telah mengalami anuria. Tujuan terapi nurtrisi dan cairan ini bertujuan untuk mempertahankan kesembangan elektrolit, mineral, dan cairan, Terapi nutrisi ini juga penting, karena terapi hemodialisis saja tidak mampu secara sempurna mengeluarkan semua bahan buangan akibat ginjal gagal berfungsi, sehingga toksin urem tersisa pada periode sampai dialisis berikutnya. Bila hal ini terjadi secara terus menerus maka akan terjadi 47 Bali Uro-Nephrology Scientific Communication 2017 akumulasi secara kronik yang menyebabkan sindrom sub-uremik yang ditandai menurunnya nafsu makan dan asupan nutrisi. Tanpa kencing yang cukup dan asupan cairan yang berlebihan akan menyebabkan menumpuknya air dalam badan, khususnya di jantung, paru dan kaki Pasien yang menjalani hemodialisis perlu mendapat asupan protein dan nutrisi yang memadai untuk mencegah malnutrisi, Nutrisi yang balk akan memperbaiki kualitas hidup, Selain itu, diet yang sesuai akan mengendalikan asupan cairan, kesembangan protein, natrium, kalium, dan fosfor. Restriksi cairan harus didasari dengan jumlah urin yang keluar dan tambahan berat badan selama periode antar hemodialisis. Sebelum terapi hemodialisis dimulai, pasien diminta membatasi protein makanan bertjuan menghambat progresifitas penyakit ginjal. Namun, bila terapi dialisis diinisiasi, pasien membutuhkan protein lebih tinggi. Pasien dengan dialisis peritoneal, kebutuhan protein lebih tinggi lagi, karena jumlah protein yang hilang melalui cairan peritoneal yang terbuang. Namun pasien yang menjalani terapi dialisis ini masih membutuhkan pembatasan garam, kalium, dan fosfor, yang membuat peresepan nutrisi menjadi agak sulit untuk mendapatkan selera makan yang cukup. Kondisi ini dipersulit karena pasien memiliki nafsu makan menurun khususnya saat dialisis dimulai. Natrium perlu dikontrol untuk mengendalikan keseimbangan cairan dan tekanan darah. Asupan kalium makanan_perlu juga dikontrol untuk mencegah hiperkalemia dan mencegah aritmia jantung dan kematian kardiovaskuler. Terapi hemodialisis tidak dapat secara efektik mengeluarkan fosfor, terutama sumber makan yang mengandung fosfor terdapat dalam makanan yang mengandung protein, dimana asupan protein dinaikkan pada pasien dengan hemodialisis. 48 Bali Uro-Nephrology Scientific Communication 2017 Dengan demikian diperlukan usaha khusus untuk mengendalikan kadar fosfor dengan obat-obat pengikat fosfat, seperti. tablet mengandung pengikat fosfat yang kalsium seperti kalsium karbonat atau kalsium asetat; atau tablet pengikat fosfat yang tidak mengandung kalsium seperti lanthanum dan sevelamer. Pada pasien gagal ginjal jumlah urin menurun. Dalam enam bulan sejak hemodialisis dimulai produksi urin biasanya berhenti. Namun, pasien dengan dialisis peritoneal, biasanya tetap menghasilkan urin dalam cukup signifikan, sehingga restriksi cairan tidak begitu ketat. Anjuran asupan cairan harian didasarkan jumlah urin yang dihasilkan selama 24 jam dan kemampuan ultrafittrasi saat hemodialisis. Pertimbangan lainnya yang perlu diperhatikan dalam menjaga keseimbangan cairan ini adalah status cairan badan, kandungan natrium diet, adanya gagal jantung kongestif. Pasien dengan dialisis peritoneal kurang memerlukan restriksi air, natrium dan kalium, karena terapi dialisis dilakukan setiap hari Pasien dengan penyakit ginjal cenderung mangalami penyakit jantung, sehingga perlu menjalani diet rendah lemak. Asupan kalori harian diperlukan untuk mempertahan status nutrisi dan mencegah katabolisme protein. Pemantauan status nutrisi (kalori dan protein) perlu dilakukan setiap 6 bulan. Pasien memerlukan suplemen vitamin. Diet saja umumnya dapat memenuhi kebutuhan vitamin yang larut dalam air (A, D, E, dan k). Pemberian suplemen vitamin D tergantung kadar kalsium, fosfor dan hormon paratiroid. Asupan vitamin larut dalam air (B dan C) biasanya kurang cukup, selain disebabkan karena restriksi bahan makanan yang banyak mengandung vitamin ini, juga vitamin ini hilang selama terapi dialisis. Semua pasien gagal ginjal hendaknya diberikan suplemen vitan B dan C. Pemantauan kadar besi perlu 49 Bali Uro-Nephrology Scientific Communication 2017 dilakukan setiap. Suplemen besi diberikan untuk mencegah anemia defisiensi besi dan memulai terapi hormon eritropoietin. Bila terjadi kekuranga besi, terapi besi dapat diberikan secara intravena selama sesi dialisis Daftar Kepustakaan 50 1 Ahmad G, Seong HL, Ngo LY, Meng OL, Ghazalli R, Choon TC, et al, editors. Clinical practice guidelines: Renal replacement therapy. 3 ed. Kuala Lumpur: Ministry of Health Malaysia; 2009, Felsenfeld AJ, Llach F. Parathyroid gland function in chronic renal failure. Kidney Int. 1993; 42: 77 1-89. Fog D , Wang P, Laville M, and Boissel JP. Low Protein Diet Delay ESRD in Non-Diabetic Adults with CKD. Nephro Dial Transplant 2000;15: 1986-1992. Fouque D, Kalantar-Zadeh K, Kopple J, Cano N, Chauveau P, Cuppari L, et al. A proposed nomenclature and diagnostic criteria for protein- energy wasting in acute and chronic kidney disease. Kidney International. 2008; 73: 391-8. Fouque D, Vennegoor M, Wee PT, Wanner C, Basci A, Canaud B, et al. EBPG Guideline on nutrition. Nephrol Dial Transplant. 2007; 22 [Suppl 2]: 45-87. Frohling PF, Kaschube 1, Shemicker R, Krupki F, Lindenau K. Conservative therapy of chronic renal insufficiency with keto acid substitute diet. Antiprogressive CRF. 1993; 1-16. Gumprecht LA, C. Long YR, Soper KA,et al. The Early Effects of Dietary Restriction on the Pathogenesis of Chronic Renal Disease in Sprague- Dawley. Toxicol Pathol; 1993 21: 528 Bali Uro-Nephrology Scientific Communication 2017 8. 10. 14. 12. 13. 14, 15. Hakim RM, Levin N. Malnutrition in hemodialysis patients. Am J Kidney Dis. 1993; 21:125-37. K/DOQI Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease: valuation, Classification, and Stratification, 2007 K/DOQI Nutrition in chronic renal failure. Am J Kidney Dis. 2000; 6 (Suppl 2): 1-140. Konsensus Nutrisi pada Penyakit Ginjal Kronik. Perhimpunan Nefrologi Indonesia. 2011. Moe SM, Zidehsarai MP, Chambers MA, Jackman LA, Radcliffe JS, Trevino LL, Donahue SE, Asplin JR. Vegetarian compared with meat dietary protein source and phosphorus homeostasis in chronic kidney disease. Clin J Am Soc Nephrol. 2011 Feb;6(2): 257-64. doi: 10.2215/CJN.05040610. Epub 2010 Dec 23. PEDRINI et al. (1996): Effect of dietary protein restriction on the progression of diabetic and nondiabetic renal diseases: a meta- analysis. Ann Intern Med: 124; 627-632 Woods LL. Mechanism of renal hemodynamic regulation in response to protein feeding. Kidney Int. 1993; 44: 659-75. Wright M, Jones C. Clinical Practice Guidelines. Nutrition in CKD. UK Renal Association. 5" ed. 2010. 51

You might also like