You are on page 1of 12

CORE Metadata, citation and similar papers at core.ac.

uk
Provided by MUCC (Crossref)

ISSN 2088-4842 OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

FORMULASI NILAI TAMBAH PADA RANTAI PASOK


MINYAK SAWIT
Syarif Hidayat, Nunung Nurhasanah, Rizki Ayuning Prasongko
Program Studi Teknik Industri Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Al Azhar Indonesia
Kompleks Masjid Agung Al Azhar, Jl. Sisingamangaraja, Jakarta 12110

Email: syarif_hidayat@uai.ac.id (korespondensi)

Abstract
In palm oil supply chain (POSC) the smallholder farmers sell their fresh fruit bunch (FFB) to
Palm Oil Mills through traders. Palm Oil Mills convert the FFB into crude palm oil (CPO). CPO
is sold to the refinery, who converts CPO into frying oil and sends the product to the
distributors. The distributors subsequently sell them to the consumers. Each member of the
POSC will try to optimize its added value. The aim of this paper is to develop an added value
formulation as a function of risk, investment and technology levels of each of the POSC
member. To facilitate fair distribution of rewards a concept of added value utility based on
rsk, investment and technology level was introduced. To optimize the added value
distribution between the members the concept of stakeholder dialogue was used. The selling
prices were negotiated between the actors until each reached a satisfactory value, which was
ruled by the levels of optimum added value utility. This research is important because the
developed model can facilitate a better formula to calculate the fair distribution of added
values, therefore ensure its sustainability and improve the total supply chain added value .
Keywords:Utility, Value Added, Palm Oil Supply Chain, Exponential Function

Abstrak
Pada suatu rantai pasok agroindustri minyak sawit (RPMS), petani menjual tandan buah
segar (TBS) ke pabrik CPO melalui pedagang/pemasok. Pabrik CPO merubah TBS menjadi
CPO. CPO dijual ke refinery (pabrik minyak goreng), yang merubah CPO menjadi minyak
goreng, dan menjualnya melalui distributor kepada para konsumen. Setiap anggota RPMS
akan berusaha untuk mengoptimumkan nilai tambahnya masing-masing. Tujuan penulisan
makalah ini adalah menyusun formula perhitungan nilai tambah RPMS yang dipengaruhi
oleh tingkat risiko, tingkat investasi dan tingkat teknologi yang terkait dengan masing-
masing pelaku rantai pasok. Untuk mengusahakan distribusi yang adil dari imbalan maka
digunakan pendekatan stakeholder dialogue. Harga jual dinegosiasikan diantara para pelaku
RPMS sampai didapat suatu nilai yang memuaskan semua pihak, yang ditentukan
berdasarkan utilitas nilai tambah yang optimum. Penelitian ini penting karena model yang
dikembangkan dapat memfasilitasi formula yang lebih baik untuk menghitung distribusi nillia
tambah yang adil, sehingga akan dicapai keberlangsungan usaha dan meningkatnya nilai
tambah total dari RPMS.
Kata kunci: Utilitas, Nilai Tambah, Rantai Pasok Minyak Sawit, Fungsi Eksponensial.

1. PENDAHULUAN bahwa total kenaikan nilai ekspor sawit dan


produk sawit dari tahun 2009 ke 2010 naik
Perkebunan komersial kelapa sawit
dari 11,6 menjadi 15,6 milyard US$. Dalam
pertama kali dikembangkan di Sumatera
persentase, kenaikan tersebut hampir
pada tahun 1911. Luas areal kebun menjadi
sebesar 35%, jauh melebihi tingkat
sekitar 31.600 ha pada tahun 1925 dan
pertumbuhan ekspor produk-produk non-
menjadi 92.000 ha pada saat Perang Dunia
migas lain kecuali batubara. Hal ini
II [1]. Sejak tahun 2005 ekspor produk
mendukung pernyataan bahwa agroindustri
minyak sawit atau crude palm oil (CPO)
minyak sawit dapat merupakan motor
Indonesia terus meningkat, kecuali untuk
penggerak ekonomi Indonesia.
tahun 2009. Gambar 1. memperlihatkan

576 Jurnal Optimasi Sistem Industri, Vol. 13 No.1, April 2014:576-587


ISSN 2088-4842 OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

Indonesian Palm Oil Export


(in US$ million)
CPO (Raw mat'l) 1ST Downstream 2ND Downstream Total

15634,9
14017,6
11615,9
8769,7
8277,7 9663,5
5365,6 7148,7
4354,1 4884
2901,9 5250,3 4117,5 5248,6
4205,2 3730,4
2362,4
138,8
10,1 101,3 155,3 489,6 349,7 722,8
2005 2006 2007 2008 2009 2010

Gambar 1. Nilai ekspor minyak sawit Indonesia menurut kelompok (Sumber: [2])

Suatu penghambat kinerja adalah Tetapi untuk formulasi model utilitas nilai
adanya kesenjangan produktivitas antara tambah berbasis jamak yaitu risiko,
perkebunan rakyat (13,61 ton investasi dan teknologi masih belum ada.
TBS/ha/tahun) dengan perkebunan besar Makalah ini sangat penting oleh karena
negara (16,98 ton TBS/ha/th) dan hanya perusahaan konglomerat yang
perkebunan besar swasta (16,69 ton memiliki rantai pasok minyak sawit yang
TBS/ha) [3]. Selain itu juga diperlukan lengkap, sedangkan umumnya bagian-
sertifikasi yang disyaratkan oleh Roundtable bagian rantai pasok minyak sawit dimiliki
on Sustainable Palm Oil (RSPO) dari institusi oleh perusahaan yang berbeda. Hal ini
yang berwenang agar ekspor minyak menyebabkan bahwa konflik perihal
sawitdapat diterima Eropa [4]. negosiasi antar para pelaku RPMS sering
Makalah ini akan menguraikan suatu menyebabkan terganggunya kelancaran
model matematik yang menggambarkan bisnis.Model yang dikembangkan pada
formulasi Nilai Tambah pada rantai pasok makalah ini akan dapat digunakan untuk
agroindustri minyak sawit yang memberikan menentukan besarnya nilai tambah dan
tingkat keuntungan yang seimbang dengan harga jual produk tiap anggota RPMS agar
bobot risiko, investasi dan teknologinya terjadi keseimbangan nilai tambah.
kepada para pelaku atau stakeholder. Alasan
utama perlunya hal ini dikembangkan adalah
bahwa secara prinsip dan pengalaman 2. TINJAUAN PUSTAKA
sejarah, ketidak-adilan atau ketidak-
2.1. Rantai Pasok dan Manajemen Rantai
seimbangan tingkat keuntungan dan risiko
Pasok
antara sisi hilir dan sisi hulu suatu rantai
pasok yang berlangsung lama akan Rantai pasok atau supply chain adalah
merugikan semua pihak yang terlibat. jaringan perusahaan-perusahaan yang saling
Persoalan pokok yang merupakan latar- bekerjasama untuk membuat dan
belakang makalah ini adalah keseimbangan mengirimkan suatu produk ke tangan
tingkat nilai tambah para stakeholder pelanggan atau pemakai akhir [5,6].
berdasarkan tingkat risiko, investasi dan Sedangkan Manajemen Rantai Pasok (Supply
teknologi yang dihadapi atau Chain Management = SCM) adalah
dimanfaatkannya. Nilai tambah dihitung keterpaduan dari perencanaan, koordinasi
dengan memperhatikan aturan interaksi dan kendali seluruh proses dan aktivitas
antara para stakeholder sesuai dengan bisnis dalam rantai pasok untuk
tujuan usaha masing-masing. menghantarkan nilai maksimal kepada
Pada saat ini belum ada kajian perihal konsumen dengan biaya termurah sebagai
nilai tambah yang menyeluruh untuk suatu keseluruhan yang memenuhi kebutuhan
rantai pasok yang lengkap, khususnya untuk kepuasaan para pihak yang berkepentingan
komoditas minyak sawit. Model nilai tambah dalam rantai pasok tersebut [7]. Para
berbasis risiko saja sudah pernah dilakukan, manajer senior menyadari bahwa
demikian juga berbasis risiko dan investasi. keunggulan daya saing perlu didukung oleh

Formulasi Nilai Tambah....(Syarif Hidayat et al.) 577


ISSN 2088-4842 OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

aliran bahan baku dari hulu (pemasok) menguraikan tahapan yang harus dilalui oleh
hingga hilir (pengguna akhir) secara efisien aliran barang dari hulu hingga hilir, yaitu
dan efektif. Sebagai pendukung kelancaran pemasok, pabrik, distribusi, ritel dan
arus barang maka harus terjadi juga aliran konsumen akhir.
informasi yang terkait. Gambar 2

Gambar 2. Skema sistem rantai pasok (Sumber: [8])

2.2. Nilai Tambah dan Risiko 2.3. Nilai Tambah dan Investasi
Nilai tambah dapat didefinisikan sebagai Dalam suatu kegiatan usaha atau
pertambahan nilai yang terjadi pada suatu produksi produktivitas adalah perbandingan
komoditas karena komoditas tersebut antara keluaran (output) dan masukan
mengalami proses pengolahan lebih lanjut (input) [13,14], dan diartikan sebagai
dalam suatu proses produksi [8]. Distribusi seberapa optimum penggunaan sumberdaya
biaya dan keuntungan yang tidak merata yang dipergunakan secara bersama-sama
sepanjang rantai pasok agroindustri untuk menghasilkan output. Usaha tani pada
membahayakan kelangsungannya, karena hakekatnya adalah perusahaan, maka
menghambat upaya-upaya modernisasi seorang petani atau produsen sebelum
pertanian tersebut yang pada gilirannya mengelola usaha taninya akan
akan menghambat kemajuan industri mempertimbangkan antara biaya dan
tersebut [10]. pendapatan, dengan cara mengalokasikan
Tujuan dari suatu rantai pasok, sumberdaya yang ada secara efektif dan
termasuk rantai pasok agroindustri adalah efisien, guna memperoleh keuntungan yang
menciptakan nilai tinggi untuk konsumen tinggi pada waktu tertentu [15]. Dikatakan
produk akhirnya [9]. Untuk makalah ini nilai efektif bila petani atau produsen dapat
tambah didefinisikan sebagai keuntungan mengalokasikan sumberdaya mereka
yang didapat suatu pelaku atau stakeholder. dengan sebaik-baiknya dan dikatakan efisien
Secara teoritis nilai tambah adalah bila pemanfaatan sumberdaya tersebut
keuntungan dan dapat dihitung dengan menghasilkan keluaran (output) yang
formula berikut [12]: melebihi masukan (input).
Biaya pengolahan:
TC = TFC + TVC (1)
2.4. Manfaat Teknologi untuk Peningkatan
TC : Total cost = biaya total pengolahan
Kinerja
produk
TFC : Total fixed cost (total biaya tetap) Setiap industri atau kegiatan bisnis akan
TVC : Total variable cost (total biaya menggunakan peralatan teknologi dalam
variabel) menjalankan usahanya. Kegiatan tersebut
sekurang-kurangnya merubah bahan baku
Penerimaan: menjadi produk jadi. Peralatan teknologi
TR = P * Q (2) berupa batu atau alu untuk menumbuk,
TR : total revenue (total penerimaan) pisau atau gergaji untuk memotong, cangkul
P : price per unit (harga jual per unit) untuk menggali, setrika untuk
Q : quantity (jumlah produksi) menghaluskan permukaan pakaian kering
yang sudah dicuci, sampai dengan mesin
Keuntungan = nilai tambah: pabrik yang komplex dan modern semuanya
Π= TR – TC (3) adalah alat bantu untuk memudahkan dan
Π : pendapatan bersih atau keuntungan mempercepat pekerjaan manusia. Selain itu
yang lebih berarti adalah bahwa mesin atau
peralatan teknologi mengerjakan aktivitas
yang manusia tidak mungkin melakukannya,

578 Jurnal Optimasi Sistem Industri, Vol. 13 No.1, April 2014:576-587


ISSN 2088-4842 OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

misalnya bila perlu suhu tinggi melebih penelusuran pengiriman barang, dan banyak
puluhan derajat Celcius, memutar benda lagi.
sekian ribu kali dalam satu menit, Kolaborasi antar organisasi sangat
memindahkan bongkahan batu sekian ton, ditentukan oleh empat faktor yang
dan lain sebagainya.Peralatan teknologi menentukan derajat kolaborasi supplier-
memerlukan pengetahuan, keahlian dan retailer yaitu trust, interdependence, long-
ketrampilan dalam penggunaannya. Hal-hal term orientation, dan information sharing.
tersebut memerlukan tidak hanya tingkat Lebih jauh lagi teknologi informasi
kecerdasan manusia yang bersangkutan, memperkuat dan menstabilkan struktur dan
tetapi juga waktu dan ketekunan dalam pengaturan kerjasama yang sudah ada [19].
pelatihan penggunaannya. Tidak kurang pula
adanya peralatan yang memerlukan bakat
2.6. Nilai Tambah dalam Agroindustri
dan minat khusus agar penggunaannya
optimal, seperti menggunakan alat-alat Peningkatan nilai tambah dalam
berat, memainkan alat musik, agroindustri dapat dilakukan dengan
mengemudikan pesawat terbang, dan lain beberapa langkah yaitu penerapan (bio-
sebagainya. )teknologi baru kedalam proses pengolahan
Keberhasilan penggunaan teknologi bahan makanan, restrukturisasi sistem
dalam bisnis ditentukan anatara lain oleh distribusi dan pemasaran, globalisasi
berapa tinggi tingkat pendidikan karyawan/ sumberdaya yang dapat menurunkan biaya
operator dan berapa lama diperlukan total bahan baku, keahlian, pengolahan dan
pelatihan baginya. Hal ini juga berlaku pada pengiriman produk akhir kepada konsumen
tingkat manajerial. Sebenarnya tiap orang [9].
harus dapat memanfaatkan secara optimal Risiko sebagai keadaan terpapar
peralatan atau teknologi dalam (exposed) kepada suatu kemungkinan
pekerjaannya [16]. Keuntungan lain adalah kejadian yang tidak pasti [20]. Di dalam
eliminasi pekerjaan berulang. Walapun pedoman ISO/ IEC Guide 73 [21] risiko
demikian para pengambil keputusan tetap didefinisikan sebagai kombinasi dari
berpendapat bahwa penurunan jumlah probabilitas suatu kejadian dengan
karyawan karena teknologi bukan konsekwensi-konsekwensinya. Dalam semua
merupakan hal yang diinginkan. kegiatan usaha selalu ada potensi kejadian
Selain itu juga diamati bahwa manfaat dan konsekwensi yang berupa manfaat
teknologi dalam bisnis antara lain adalah (positif) berupa keuntungan, atau ancaman
meningkatkan keuntungan kompetitif dalam (negatif) terhadap keberhasilan.
arti meningkatnya fleksibiltas metode kerja,
inovasi, dan biaya rendah [17]. Juga akan 2.7. Konsep Utilitas Nilai Tambah
terjadi penurunan biaya congestion, biaya
lobbying/ pemasaran, pengembangan Utilitas nilai tambah diartikan sebagai
struktur pasar, dan proteksi. Tujuannya tingkat kepuasan konsumen atau pembeli
adalah membantu pemilik usaha untuk terhadap suatu barang atau bahan baku.
menggunakan keuntungan/ teknologi Pembeli akan mempertimbangkan
tersebut. Bila diikuti dengan konsisten maka kepuasannya terhadap bahan baku tersebut
hal ini mungkin mendorong tingkat berdasarkan biaya-biaya dan investasi yang
usahanya menuju sasaran yang diinginkan harus dikeluarkannya ditambah biaya untuk
pemilik, manajer maupun karyawan dengan mendapatkan bahan baku tersebut,
baik dan efisien. dibandingkan dengan manfaat atau
keuntungan yang akan didapatkannya dari
2.5. Teknologi dan Rantai Pasok bahan baku tersebut setelah diprosesnya
menjadi produk jadi. Semakin tinggi selisih
Banyak perusahaan yang terkait dalam manfaat dengan biaya-biaya yang
suatu rantai pasok menggunakan teknologi, dikeluarkannya maka akan semakin puas
khususnya teknologi informasi untuk atau semakin tinggi utilitas nilai tambahnya,
memudahkan komunikasi informasi, dan akan semakin rela ia membeli bahan
pengadaan dan penumpukan bahan dan baku tersebut. Sebaliknya bila selisih itu
penjualan dan pengiriman produk jadi semakin sedikit maka ia akan semakin
kepada para distributor dan pembelinya kurang rela membelinya. Dengan demikian
[18]. Perusahaan juga berupaya maka dalam proses negosiasi ia akan
menggunakan peralatan dan jaringan cenderung untuk selalu mencari sumber
teknologi informasi untuk meningkatkan atau penjual yang akan memberikan nilai
kinerja rantai pasoknya dalam banyak aspek utilitas nilai tambah yang paling tinggi.
seperti identifikasi bahan dan produk,
pengelolaan gudang, proses produksi,

Formulasi Nilai Tambah....(Syarif Hidayat et al.) 579


ISSN 2088-4842 OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

2.8. Konsep Pemodelan Berbasis Agen 4) Pro-aktif: tiap pelaku tidak hanya
bereaksi terhadap lingkungannya, tetapi
Setiap anggota dari rantai pasok juga berinisiatif melakukan tindakan
dimodelkan sebagai suatu agen yang baru (misal: memproduksi jenis barang
mandiri dan memiliki kemampuan membuat baru), ataupun berantisipasi terhadap
keputusan sendiri berdasarkan informasi adanya kemungkinan perubahan pasar.
lingkungan yang tersedia [22]. Dengan
demikian maka fasilitas produksi diwakili Perilaku emergent dari agen, artinya
oleh Agen Pabrik, yang merupakan replika hasil akhir dari simulasi pada tingkat makro
dari keputusan-keputusan yang dibuat oleh merupakan turunan (derived) dari interaksi
seorang manager pabrik, berdasarkan arus satu atau kelompok agen pada tingkat
barang yang mengalir dan keluar masuk mikro. Contoh yang mudah dipahami adalah
pada suatu pabrik dan informasi strategis bagaimana keadaan suatu jalan raya
yang dibuat perusahaan (misalnya introduksi (tingkat makro) suatu saat tertentu
produk baru, pasar baru, dll). Secara sama merupakan akibat dari interaksi para
maka pedagang diwakili oleh Agen Pedagang pemakai jalan tersebut (tingkat mikro:
yang merupakan replika perilaku para motor, mobil, bis, dll) yang selalu berubah.
pedagang yang membuat keputusan Keadaan sesaat tersebut dapat berupa
membeli dan menjual produk atau macet, lancar, tabrakan, dll.
komoditas berdasarkan harga dan
permintaan pasar. Demikian juga distributor 2.9. Konsep Stakeholder Dialogue
diwakili oleh Agen Distributor yang Konsep penyeimbangan nilai tambah
merupakan replika perilakunya dalam dalam suatu rantai pasok dilakukan dengan
memutuskan mengenai membeli, pendekatan manajemen pengambilan
menyimpan dan menjual serta membagikan keputusan secara bersama antara anggota
produk sesuai dengan informasi perihal rantai pasok dengan pendekatan stakeholder
penjualan per area atau rayon, prediksi dialogue. Pendekatan ini bertujuan untuk
serta strategi organisasi. mempertahankan kontinuitas pasokan dan
Tiap anggota rantai pasok mengejar meningkatkan kualitas bahan baku dengan
tujuan sendiri-sendiri dalam keterbatasan menyeimbangkan kepentingan yang berbeda
lingkungannya baik internal maupun pada setiap tahap rantai pasok. Petani
eksternal. Masing-masing pelaku atau menginginkan harga yang tinggi untuk
anggota rantai pasok mempunyai sifat kualitas produk seadanya tetapi pihak
berikut [23]: pengepul dan pabrik minyak sawit
1) Otonomi: setiap pelaku melakukan dan menginginkan harga yang serendah-
mengendalikan kegiatannya secara rendahnya dengan kualitas bahan yang
bebas tanpa keharusan menerima dan tinggi [24]. Demikian pula pada tahap
mengikuti perintah pihak lain. berikutnya pabrik CPO menginginkan harga
2) Adanya kebutuhan sosial: artinya yang tinggi untuk produk CPO-nya dengan
adalah bahwa tiap pelaku perlu kualitas sesuai kemampuan pabriknya.
berinteraksi dengan pelaku yang lain, Sebaliknya pabrik minyak goreng
apakah dalam memesan bahan, barang
menginginkan harga CPO yang rendah untuk
atau jasa, ataupun melakukan
kualitas yang tinggi.
pembayaran untuk bahan yang
didapatnya. Pada dasarnya stakeholder dialogue
3) Reaktif: tiap pelaku mengamati dan adalah suatu diskusi yang terstruktur
bereaksi terhadap kondisi diantara wakil-wakil perusahaan atau
lingkungannya yang berubah. kelompok perusahaan [25]. Harus dilakukan
Perubahan dapat berupa perubahan kesepakatan perihal tujuan, aturan-aturan,
harga barang, perubahan selera pasar, dan harapan yang ingin dicapai dalam
perubahan teknologi dan peralatan, dialog. Stakeholder dialogue dapat
ataupun perubahan peraturan. Setiap dilaksanakan dengan model proses empat-
pelaku merubah perilaku ataupun fase pada Gambar 4 dan diuraikan sebagai
keputusannya berdasarkan perubahan berikut.
tersebut yang dapat saja bersifat
kompetitif.

580 Jurnal Optimasi Sistem Industri, Vol. 13 No.1, April 2014:576-587


ISSN 2088-4842 OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

Fase 4 : Langkah selanjutnya


• Dokumentasi
• Penyebaran hasil dialog
•Evaluasi bersama perihal hasil
•Bila perlu lakukan siklus baru
4

Fase 1 : Eksplorasi dan


Fasa 3 : Pelaksanaan dialog
Konsultasi
•Dialog
• Pengamatan hasil dialog 3 1 •Identifikasi masalah-masalah
•Definisikan sasaran-sasaran
•Penumbuhan trust
•Definisikan tingkat partisipasi
•Pemilihan mitra
2
Fase 2 : Persiapan
•Klarifikasi tujuan dan sumberdaya
•Pendefinisian bersama perihal tujuan,
desain, aturan dialog, peran dan harapan-
harapan

Gambar 4. Diagram stakeholder dialogue (Sumber:[25])

Fase1: Eksplorasi dan konsultasi berulang-ulang dilakukan fasa 1 sampai 4


sampai semua pelaku merasa puas. Pada
Ini adalah fasa identifikasi masalah-
saat mana proses dapat berhenti tergantung
masalah yang dihadapi oleh suatu
kepada kesepakatan yang ditetapkan pada
komunitas, kelompok atau rantai pasok.
awal kegiatan ini.
Kemudian sasaran-sasaran bersama
didefinisikan dan disepakati. Tingkat
partisipasi tiap anggota kemudian
3. METODOLOGI PENELITIAN
dibicarakan dan disepakati dan akhirnya
dipilih mitra atau wasit untuk memfasilitasi 3.1. Rantai Pasok dan Manajemen Rantai
pembicaraan dan kesepakatan. Pasok
Fase 2: Persiapan Makalah ini menguraikan beberapa tahap
dari penelitian fundamental berjudul
Setelah para mitra menyepakati
pengembanganmodel utilitas nilai tambah
masalah, tujuan, sasaran untuk dibicarakan
rantai pasok minyak sawit berbasis risiko,
dan disepakati maka diklarifikasikan tujuan
investasi dan teknologi. Formulasi model
dan sumberdaya yang diperlukan untuk
masih belum mendapatkan nilainya, karena
pelaksanaan dialognya. Kemudian juga
pengumpulan dan pengolahan data masih
ditentukan aturan dialog dan harapan
dalam tahap pengerjaan.
terhadap semua peserta perihal apa yang
Tahap awal makalah ini dimulai dengan
ingin dicapai dengan dialog tersebut.
studi pendahuluan yang dilaksanakan
Fase 3: Pelaksanaan dialog dengan studi literatur dari penelitian
terdahulu. Studi literatur diperoleh dari
Ini adalah fasa pelaksanaan dialog
internet, jurnal nasional dan internasional,
sesuai dan mengikuti ketentuan dan
dan penelitian yang telah dilakukan pada
kesepakatan yang dicapai pada fase 2.
tahun 2009 sampai dengan tahun 2013.
Fase 4: Langkah selanjutnya Penelitian inilah yang akan dijadikan acuan
untuk makalah pengembangan model
Pada fase 4 ini: Tindak lanjut, apabila
utilitas nilai tambah berbasis risiko,
hasil dialog pada langkah ini belum
invenstasi, dan teknologi ini.
memuaskan para pelaku maka dapat
dilakukan langkah siklus ulang. Demikan

Formulasi Nilai Tambah....(Syarif Hidayat et al.) 581


ISSN 2088-4842 OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

Mulai
Studi literatur
dan informasi Identifikasi
pelaku RPMS Studi Pendahuluan responden/ pakar
(Rantai Pasok
Minyak Sawit)
Definisi tujuan, ruang lingkup dan
Identifikasi tujuan batasan masalah
penelitian, dan Ruang
lingkup - pembatasan Kuisioner
masalah

Kuisioner Jenis, ranking dan score


Survey lapangan, risiko, investasi, teknologi
pengumpulan dan pelaku RPMS
pengolahan data
AHP

Model perilaku
Pengembangan Model RPMS interaksi RPMS

Jawaban Analisis Risiko, Investasi


Kuisioner dan Teknologi

ABMS (Agent Model Utilitas Nilai


Formulasi Model Utilitas
Based Modeling tambah RPMS
nilai tambah
Software)

Pendapat
Validasi dan Verifikasi
Pakar

Model Utilitas Nilai Tambah


RPMS

Pelaporan

Selesai

Gambar 5. Diagram Kerangka Pikir Penelitian

Pada penelitian terdahulu, sangat tambah. Kemudian juga ditentukan


disarankan untuk mempertimbangkan peringkat dari unsur-unsur tersebut berserta
teknologi sebagai faktor ketiga untuk model skor dan bobot dari masing-masing pelaku.
utilitas nilai tambah. Oleh karena itu Masukan dari para responden diolah
penelitian lanjutan yang akan dikembangkan menggunakan pendekatan fuzzy AHP oleh
adalah pengembangan model utilitas nilai karena terdapat beragam pendapat yang
tambah dengan menambahkan faktor berbeda untuk unsur atau tingkat
teknologi pada model tersebut. Tahap kepentingan besaran tertentu (yaitu perihal
selanjutnya adalah pendefinisian tujuan risiko, investasi dan teknologi).
penelitian, ruang lingkup penelitian, serta Penyusunan model interaksi rantai pasok
pembatasan masalah. Pengumpulan data yang menggunakan pendekatan sistem multi
dilakukan dengan cara kunjungan lapangan agen akan dikaji ulang apakah terdapat
dan penyebaran kuisioner serta wawancara perubahan [26]. Jika tidak terjadi perubahan
kepada para stakeholder dan pakar industri model, maka model yang akan digunakan
pada rantai pasok minyak sawit diwilayah adalah model sebelumnya. Akan tetapi, jika
Lampung dan Medan [26]. Sifat dari terjadi perubahan model akan disesuaikan
wawancara ini bersifat konfirmasi terhadap sesuai dengan perubahan yang terjadi.
informasi sebelumnya dan perubahan- Setelah formulasi model utilitas nilai
perubahan yang terjadi. Kuisioner akan tambah terbentuk, langkah selanjutnya
dilengkapi dengan unsur-unsur teknologi adalah melakukan validasi dan verifikasi
yang yang mempengaruhi utilitas yang pada model tersebut.Model utilitas nilai
diperkirakan mempengaruhi utilitas nilai tambah RPMS kemudian dibuat menjadi

582 Jurnal Optimasi Sistem Industri, Vol. 13 No.1, April 2014:576-587


ISSN 2088-4842 OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

program komputer berbasis agen untuk Untuk merumuskan formula perhitungan


mengupayakan optimasi nilai-nilai bobot dan nilai tambah, terlebih dahulu akan dilihat
skor risiko, investasi dan teknologi. Hasil interaksi dan saling mempengaruhi antara
optimasi akan menghasilkan juga nilai-nilai besaran-besaran yang menjadi komponen
harga jual produk masing-masing pelaku perhitungannya. Aliran bahan/produk pada
RPMS yang memberikan nilai tambah yang rantai pasok kelapa sawit dengan 3 macam
optimal. komoditas, yaitu TBS, CPO dan minyak
goreng (MG) ditunjukkan pada Gambar 5.
3.2. Model Utilitas

TBS TBS CPO MGS MGS


Pabrik
Kebun Pabrik Minyak minyak Distributor/ Konsu-
Pengepul Sawit (CPO) Retailer
Swadaya goreng men
uang uang uang (MGS) uang uang

Gambar 5. Diagram arus produk (jual dan beli secara beranting)

Untuk setiap pelaku pada RPMS akan w2i, atau w2 =bobot risiko pelaku ke-i
digunakan formula sederhana yang x2i, atau x2 =skor risiko untuk pelaku ke-i
merupakan kelanjutan dari rumus (1), (2) w3i, atau w3 =bobot teknologi pelaku ke-i
dan (3), diambil dari rujukan [12]. x3i, atau x3 = skor teknologi untuk pelaku
ke-i
TP = HJ * QJ (4) i = 1, 2, 3, 4, 5, 6 yaitu para pelaku RPMS
TB = TBT + TBV (5)
NT = TP - TB (6) dengan kendala-kendala
NT = HJ * QJ - TBT - TBV 0 <x1i, x2i,x3i< 1 (9)
= HJ*QJ – TBT-BV*QB (7) 0 <w1i,w2i,w3i< 1 (10)
w1 + w2 + w3= 1 (11)
Keterangan notasi:
TP : total penerimaan
Skor untuk investasi diambil dari
TB : total biaya pengolahan produk
besarnya perhitungan modifikasi Hayami
TBT : total biaya tetap
[26]. Skor untuk risiko diambil dari hasil
TBV : total biaya variabel
pengolahan data responden dgn FAHP.
HJ : harga jual per unit kuantitas
Jumlah nilai bobot w1, w2 dan w3 adalah =
HB : harga beli bahan
1 dan digunakan nilai yang sama untuk tiap
QB : kuantitas bahan yang dibeli
pelaku. Besarnya w1,w2 dan w3 ditentukan
QJ : kuantitas produk yang dijual
dari hasil diskusi dengan pakar, yaitu yang
NT : keuntungan = nilai tambah
memberikan proporsi nilai tambah yang
sesuai dengan keadaan nyata di lapang.
Dari wawancara dengan para pakar dan
Nilai score teknologi (x3) diasumsikan
hasil pengolahan data dari para responden
dengan kriteria berikut:
diketahui bahwa besarnya nilai tambah ini
 Harga peralatan
dipengaruhi oleh dua faktor pokok yaitu
 Jumlah operator yang diperlukan
besarnya investasi dan risiko yang dihadapi
 Tingkat pendidikan operator yang
oleh tiap pelaku. Dalam hal ini diasumsikan
diperlukan
bahwa secara nalar bila risiko yang dihadapi
 Jumlah waktu pelatihan yang perlu
semakin besar maka nilai tambah juga harus
 Tingkat kompleksitas penggunaan
semakin besar. Demikian juga untuk
peralatan
investasi dan teknologi, bila nilai investasi
dan teknologi semakin besar atau tinggi
maka nilai tambah juga semakin besar. Nilai  adalah parameter yang ditentukan
Untuk menyatakan ketiga asumsi ini pada berdasarkan bagian masing-masing pelaku
formula nilai tambah didefinisikan bentuk dari data aktual dan pendapat para pakar.
utilitas nilai tambah sebagai fungsi berikut: Dalam penelitian ini nilai tersebut ditentukan
berdasarkan tampilan hasil simulasi yang
NT = f (investasi, risiko,teknologi) terbaik, yang paling mudah diamati.
(w x + w x + w x ) 
= e 1 1 2 2 3 3  (8)
3.3. Model Berbasis Agen
 =koefisien variabel Untuk mendapatkan solusi dari model
w1i, atau w1 = bobot investasi pelaku ke-i nilai tambah (NT) seperti pada formula (8)
x1i, atau x1=skor investasi untuk pelaku ke-i dilakukan pembuatan model berbasis agen

Formulasi Nilai Tambah....(Syarif Hidayat et al.) 583


ISSN 2088-4842 OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

dari RPMS. dengan pendekatan fungsi utilitas nilai


Model berbasis agen merupakan tambah untuk setiap tingkatan rantai pasok.
perluasan dari hasil penelitian [26] dengan Pada penelitian ini digunakan tingkat bobot
tambahan adanya bobot dan skor untuk risiko dan investasi sebagai acuan untuk
teknologi. peringkat nilai tambah untuk tiap pelaku.

3.4. Sumber Data


4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Makalah ini merupakan laporan awal dari
penelitian lanjutan dari disertasi [26] oleh 4.1. Diagram Rantai Pasok Minyak Sawit
karena itu sebagian besar data (RPMS)
menggunakan data dan hasil pengolahan
Dari wawancara langsung dengan
penelitian ybs. Data dari para responden
pimpinan dan staf perkebunan dan PKS di
masih dapat dipergunakan karena
Jambi dan Medan didapatkan gambaran
merupakan sikap/pendapat tentang tingkat
umum kegiatan usaha rantai pasok minyak
risiko dan investasi, serta derajat
sawit seperti pada Gambar 4. Terlihat
kepentingan suatu faktor risiko dengan
adanya lima macam bentuk pemilikan kebun
faktor risiko lainnya. Data tambahan yang
pada sisi hulu, pabrik minyak sawit dan
dikumpulkan terutama untuk mendapatkan
minyak goreng, serta distributor/ retailer
skor teknologi.
yang mengirimkan produk akhir kepada para
Selain itu didapatkan juga perubahan
pemakainya. Terlihat juga arus tiga macam
data karena perubahan tahun penelitian dari
komoditas utama yaitu tandan buah segar
tahun 2012 ke tahun 2014.
(TBS), crude palm oil (minyak sawit), dan
Metode yang digunakan untuk
minyak goreng. Makalah ini dibatasi hanya
mengidentifikasi dan mengevaluasi risiko-
sampai produk minyak goreng saja. Pada
risiko yang dihadapi oleh para pelaku rantai
makalah ini diambil sudut pandang proses,
pasok adalah Fuzzy Analytical Hierarchy
artinya rantai pasok dilihat sebagai suatu
Process (FAHP) untuk memproses data
urutan dari proses pengambilan dan
masukan para narasumber. Para
pelaksanaan keputusan dan arus produk,
narasumber digabungkan menjadi tiga
informasi dan dana, yang bertujuan untuk
kelompok yang mewakili tiga rantai pasok
memenuhi kebutuhan pelanggan, dan hal-
lengkap.
hal tersebut berlangsung di dalam dan
diantara tahap-tahap rantai pasok yang
3.5. Penggunaan Stakeholder dialogue
berbeda. Rantai pasok yang sesungguhnya
Stakeholder dialogue digunakan untuk akan meliputi pengembangan produk,
pemodelan proses penyeimbangan nilai pemasaran, kegiatan operasional, distribusi,
tambah rantai pasok dengan tujuan mencari keuangan, dan pelayanan kepada pelanggan
kesepakatan harga produk kelapa sawit [5].
(TBS) di tingkat petani atau CPO pada
tingkat pabrik (CPO dan minyak goreng),

TBS TBS CPO


Pengepul/ CPO Konsu-
1 Kebun Ekspor-
Koperasi men LN
swadaya uang ter
uang Karyawan uang uang

produk uang

Kebun Besar TBS Pabrik CPO


Swasta Pabrik Minyak
Minyak
2 Nasional Goreng
Kelapa Sawit
(PBSN) uang (Refinery)
uang (PKS)
produk uang

TBS produk
Kebun Besar Distributor/ Industri
Konsu-
3 PTP Nasional Retailer men DN
uang
Lanjutan
uang
uang

TBS

TBS TBS
Plasma PIR Kelompok Koperasi Unit
4 Tani Desa
Trans
uang
uang
Kontrak kerja
TBS
Plasma PIR Trans = Pola Inti Rakyat Transmigran
5 KKPA = Kredit Koperasi Primer Anggota
KKPA
uang

Gambar 4. Rantai pasok minyak sawit (Hasil wawancara di BSPJ [26])

584 Jurnal Optimasi Sistem Industri, Vol. 13 No.1, April 2014:576-587


ISSN 2088-4842 OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

Industri kelapa sawit dapat dibagi menjadi 5 adalah Pasokan (0,151), Kualitas (0,129),
jenis menurut kegiatannya yaitu: Pasar (0,121), Risiko Harga (0,105),Produksi
1) Pembibitan, yaitu menyiapkan bibit (0,0981), Risiko Kemitraan (0,081), Risiko
pohon sawit dari mulai kecambah, pohon Teknologi (0,064), Risiko Transportasi
umur 8 bulan, dan 16 bulan dalam (0,058), Risiko Lingkungan (0,054), Risiko
polybag.Perkebunan, yatu menanam Informasi (0,050), Risiko Penyimpanan
pohon-pohon dan memanen tandan (0,045), dan Risiko Kebijakan (0,039).
buah segar (TBS). Untuk strategi peningkatan nilai tambah,
2) Kilang minyak kelapa sawit, memproses yang dipandang terpenting adalah perbaikan
TBS menjadi minyak sawit (Crude Palm infrastruktur/ pengembangan klaster (0,406)
Oil, minyak sawit) dan inti sawit (Palm dan perbaikan produktivitas/ budidaya
Kernel, PK). (0,331).
3) Kilang minyak inti sawit, mengekstraksi
minyak (Palm Kernel Oil, PKO) dari inti 4.3. Justifikasi non-linieritas fungsi
buah sawit. utilitas
4) Proses refinasi dan fraksionasi,
Dari masukan para pakar serta
menghasilkan minyak goreng, stearin,
narasumber, dan literatur diketahui bahwa
PFAD serta beragam produk hilir lainnya.
dalam industri kelapa sawit pada saat ini
Industri ini umumnya disebut refinery.
harga CPO dunia adalah dominan dalam
penentuan harga CPO setempat, harga TBS
Dalam makalah ini ruang-lingkup
maupun harga minyak goreng.
kegiatan usaha yang akan dibahas
Menggunakan data harga jual CPO bulanan
adalahdari mulai petani kebun sawit
dari tahun 2008-2010 (dari PT Amal Tani)
swadaya sampai dengan kegiatan refinasi
dengan menggunakan software penguji
yaitu pembuatan minyak goreng dan
satistik Easy-Fit didapatkan bahwa sebaran
distribusinya kepada para konsumen.
data adalah cukup (= 36 data), dan
menggunakan uji statistik non-parametrik
4.2. Urutan Peringkat Risiko RPMS
Chi-Square didapat nilai goodness of fit
Berdasarkan penelitian terdahulu [26] ranking 1 untuk fungsi eksponensial 2P. Ini
diperoleh hasil dan kesimpulan sebagai berarti bahwa harga jual CPO ini dapat
berikut: dianggap bersifat non-linier eksponensial.
1) Urutan peringkat risiko pelaku sebagai Oleh karena itu maka harga TBS dan harga
berikut: petani (0,338), pabrik CPO minyak-goreng yang mengikuti harga CPO
(0,214), pabrik refinery (0,184), trader tersebut dapat diasumsikan sebagai non-
(0,119), distributor (0,098), dan linier eksponensial juga. Risiko yang
konsumen (0,046). dihadapi oleh tiap pelaku rantai pasok selalu
2) Seluruh responden sepakat bahwa ada, tidak pernah nol, sehingga dampak dari
semua pelaku menganggap bahwa risiko pada perhitungan nilai tambah dapat
resiko pasokan yang tidak stabil adalah dianggap berbentuk fungsi eksponensial.
prioritas untuk diatasi diikuti dengan
kualitas produk.
3) Keseimbangan pendapatan nilai tambah 5. KESIMPULAN DAN SARAN
yang adil merupakan syarat kedua
kontinuitas RPMS, keseimbangan ini Metode perhitungan nilai tambah ini
dinyatakan fungsi dari bobot investasi dapat dipergunakan secara berkelanjutan
dengan resiko yang dihadapi masing- karena memproses transaksi kegiatan
masing pelaku. budidaya kebun, pengolahan hasil panen,
sedangkan transaksi bisnisnya berlangsung
Dari studi kepustakaan dan wawancara setiap hari. Model berbasis agen yang dibuat
dengan para pakar bidang industri sawit memproses arus bahan dan produk yang
didapatkan 12 risiko usaha yang perlu mengalir sepanjang para pelaku RPMS
diperhatikan. Setelah diproses dengan FAHP sehingga bisa ditelusuri perubahan bahan
dari 12 jenis risiko tersebut didapatkan dua dan produk yang terjadi beserta harga,
risiko yang terpenting yaitu risiko biaya dan nilai tambah yang dihasilkan.
keberlangsungan pasokan dan risiko mutu Dengan demikian maka model ini dapat
produk. Urutan bobot risiko para pelaku dipergunakan untuk melakukan analisis
RPMS adalah Petani (0,338), PKS (0,214), “what-if” maupun analisis sensitivitas untuk
Refinery (Pabrik MGS) (0,184), Pengepul keperluan pengambilan keputusan.
(0,119), Distributor (0,098) dan Konsumen Unsur-unsur ketidakpastian responden
(0,046). Urutan bobot dari jenis-jenis risiko yang beragam telah dapat dipadukan secara
harmonis dengan menggunakan pendekatan

Formulasi Nilai Tambah....(Syarif Hidayat et al.) 585


ISSN 2088-4842 OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

fuzzy AHP. Masukan dari responden Minyak Sawitdan Produk Turunannya,


memperlihatkan bahwa mereka secara Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian
konvergen memprioritaskan mengatasi risiko Keuangan, Jakarta, 2011.
pasokan yang tidak stabil serta memastikan [3] Badan Perencanaan Pembangunan
untuk mendapatkan bahan dan Nasional [BAPPENAS], Kebijakan dan
menghasilkan produk berkualitas. Hal ini strategi dalammeningkatkan nilai
sejalan dengan hasil yang didapatkan pada tambah dan daya saingkelapa sawit
analisis bobot risiko yaitu perlunya indonesia secara berkelanjutan dan
mengatasi risiko kualitas. berkeadilan [Naskah Kebijakan (Policy
Berdasarkan hasil evaluasi dengan FAHP Paper)], Bappenas, Jakarta, 2010.
tersebut, telah disimpulkan bahwa [4] Gumbira-Sa’id E. “Review Kajian,
manajemen risiko rantai pasok minyak sawit Penelitian Dan Pengembangan
mempunyai tujuan utama meningkatkan Agroindustri Strategis Nasional:
kontinyuitas pasokan. Keseimbangan Kelapa Sawit, Kakao Dan Gambir”, J.
pendapatan nilai tambah yang adil Teknik Industri Pertanian IPB, Vol. 19,
merupakan syarat berkelanjutannya RPMS. No. 1, pp. 45-55, 2009.
Keseimbangan ini dinyatakan merupakan [5] Chopra S, Meindl P. Supply Chain
fungsi dari bobot risiko, investasi dan Management, Strategy and Planning
teknologi yang dihadapi oleh masing-masing and Operations, New Jersey: Pearson
pelaku RPMS. International Edition. Prentice Hall,
Studi kepustakaan dan wawancara yang 2007.
dilakukan dengan para responden telah [6] Pujawan IN, Mahendrawathi ER.
memberikan gambaran karakteristik Supply Chain Management, Surabaya:
interaksi antara para pemangku Penerbit Guna Widya, 2010.
kepentingan. Penelitian ini telah [7] Simchi-Levi D, Kaminsky P,Simchi-
menghasilkan penyeimbangan nilai tambah Levi E. Managing The Supply Chain,
yang adil bagi para pelaku rantai pasok. The Definitive Guide For The Business
Keadilan yang dimaksud adalah Professional, New York: McGraw-Hill.
keseimbangan yang didasari oleh tingkat 2004.
risiko dan investasi yang dihadapi oleh [8] Vorst JGAJ van der, Supply Chain
masing-masing pelaku. Penyeimbangan Management: theory and practices.
tersebut diawali dengan simulasi yang The Emerging World of Chains &
mengupayakan optimasi utilitas nilai tambah Networks, Elsevier, Hoofdstuk 2.1.
yang dicapai dengan metode stakeholder 2004.
dialogue. [9] Coltrain D, Barton D, Boland M. Value
Penelitian ini harus diselesaikan sampai Added: Opportunities And Strategies.
memberikan hasil berupa formula utilitas Arthur Capper Cooperative Center,
nilai tambah yang diharapkan. Model Department of Agricultural Economics,
berbasis agen harus dituntaskan untuk dapat Kansas State University, Kansas City,
memberikan nilai-nilai bobot dan score 2000.
untuk risiko, investasi dan teknologi yang [10] Bunte F. Pricing And Performance In
menghasilkan nilai tambah yang seimbang Agri-Food Supply Chains, LEI,
untuk semua agen pada RPMS. Wageningen University and Research
Centre, Wageningen, 2006.
[11] Chen YJ, Deng MC, Huang KW.
UCAPAN TERIMA KASIH Hierarchical screening for capacity
allocation in distribution systems.
Penulis mengucapkan terima kasih
Stern School of Business, New York
kepada Kopertis Wilayah III yang telah
University, New York, 2010
memberikan pendanaan untuk penelitian ini
[12] Salvatore D. Managerial Economics in
dengan nomor 188/K3/KM/2014 tanggal 7
a Global Economy with Economic
Mei 2014.
Applications Card, 5th edition,
Copenhagen: South-Western, 2004.
[13] Parham D. Definition, Importance And
DAFTAR PUSTAKA
Determinants Of Productivity,
[1] Corley RHV, Tinker PB, The Oil Palm, Workshop for the Public Sector
Fourth edition, Oxford: Blackwell Linkages program, University of
Publishing Company, 2003. Adelaide, Adelaide, 2011.
[2] Pusat Kebijakan Pendapatan Negara [14] Cruz EA. Productivity assessment
[PKPN], Kebijakan Restrukturisasi survey featuring value-added
Tarif Bea Keluar Atas Kelapa Sawit, productivity measurement, APO

586 Jurnal Optimasi Sistem Industri, Vol. 13 No.1, April 2014:576-587


ISSN 2088-4842 OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

training course on the Development of [26] Hidayat, Syarif. Model Penyeimbangan


Productivity Practitioners, Manila, Nilai Tambah berdasarkan Tingkat
2011. Risiko pada rantai pasok minyak sawit
[15] Soekartawi, Pengantar Agroindustri. [Penelitian Disertasi], Institut
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001. Pertanian Bogor, Bogor, 2012.
[16] Yves-C. Gagnon and Jocelyne Dragon.
“The impact of technology
onorganizational performance”.
Optimum, The Journal of Public Sector
Management, Vol. 28, No. 1, pp. 19-
31, 1996.
[17] Bright Donat. “Impact of Technology
on the Business Strategy Performance
Relationship in Building Core
Competence in Uganda Small Medium
Enterprises (SME’s)”, Proceedings of
the 7th International Conference on
Innovation & Management, pp. 39-43,
2007.
[18] Moayyad Al-Fawaeer, Salem Alhunity,
Hamdan Al-Onizat, “The Impact of
Information Technology in Enhancing
SupplyChain Performance: An Applied
Study on the Textile Companiesin
Jordan”, Research Journal of Finance
and Accounting, Vol.4, No.8, 2013
[19] Chae B, Yen HR, and Sheu C,
“Information Technology and Supply
Chain Collaboration: Moderating
Effects of Existing Relationships
Between Partners”, IEEE Transactions
On Engineering Management, Vol. 52,
No. 4, 2005.
[20] Holton GA., Perspective – Defining
risks, Financial Analysts J, CFA
Institute, Vol. 60, No. 6, pp. 19-25,
2004.
[21] The Institute of Risk Management
[IRM], A Risk Management Standard,
London: The Association of Insurance
and Risk Managers (AIRMIC), 2002.
[22] Datta PP. A complex system, agent
based model for studying and
improving the resilience of production
and distribution networks [Ph.D
dissertation], Cranfield School of
Management, Cranfield, 2007.
[23] Wooldridge M, Jennings NR. Intelligent
agents: theory and practice. London:
Knowledge Engineering Review 10,
1995.
[24] Awal S. Strategi Penyediaan
Karbohidrat Bersumber Dari Ubi Kayu
[disertasi], Sekolah Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor, Bogor, 2012.
[25] Palazzo B. An Introduction to
Stakeholder Dialogue, Responsible
Business: How to manage a CSR
strategy successfully, Oxford: John
Wiley and Son, 2010.

Formulasi Nilai Tambah....(Syarif Hidayat et al.) 587

You might also like