You are on page 1of 10

JPH RECODE VOL. 1 NO.

2 (2018)

PENILAIAN DAN PENGENDALIAN RISIKO PADA PEKERJAAN BONGKAR MUAT PETI KEMAS
OLEH TENAGA KERJA BONGKAR MUAT DENGAN CRANE
(Studi Kasus di Terminal Jamrud Selatan Pelabuhan Tanjung Perak)

Senjayani1, Tri Martiana2


1
Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga
2
Departemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga
Email: senjayani.gumay@gmail.com

ABSTRACT
Port is the distribution center of commodity with the intensive rigging activities. There are two types of rig-
ging activities, namely manual rigging and rigging by crane. Rigging by crane is high risk job. The purpose of this
study is to conduct a risk assessment of container rigging activity at Terminal South Jamrud. This research was
conducted with observational approach. The object of this study is container rigging work by crane. The result of
hazard identification on this activity show that there are 17 hazard potential. Risk assessment categorize seven of
the hazard potentials as low risk, six of the hazard potentials as medium risk, and four of the hazard potentials as
high risk. Risk control which has been applied consist of engineering control, administrative control and personal
protective equipment (PPE). The hazard of rigging activities by crane control effort has been made to stage the
ALARP (As Low As Possible Reasonably Practicable). Koperasi TKBM Usaha Karya and PT Pelabuhan Indoensia
III (PERSERO) Cabang Tanjung Perak need to conduct proper rigging training by crane on a periodic basic for all
of their rigger. Applying reward and punishment can be implemented accordingly by PT Pelabuhan Indonesia III
(PERSERO) Cabang Tanjung Perak to spur obedience as well as improving productivity.

Keyword: risk assessment, rigger, crane

ABSTRAK
Pelabuhan merupakan pusat distribusi barang yang didalamnya terdapat kegiatan bongkar muat. Ada dua
macam jenis kegiatan bongkar muat yaitu kegiatan bongkar muat manual dan kegiatan bongkar muat dengan crane.
Kegiatan bongkar muat dengan crane merupakan pekerjaan yang berisiko tinggi. Adapun tujuan penelitian ini yaitu
melakukan risk assessment pada pekerjaan bongkar muat peti kemas. Penelitian ini dilaksanakan dengan rancangan
deskriptif dengan pendekatan observasional. Objek yang diteliti yaitu pekerjaan bongkar muat peti kemas dengan
crane. Hasil identifikasi bahaya menunjukkan 17 potensi bahaya yang teridentifikasi. Penilaian risiko menunjukkan
7 potensi bahaya masuk kategori low risk, 6 potensi bahaya masuk katergori medium risk dan 4 potensi bahaya ma-
suk kategori high risk. Pengendalian risiko yang dilakukan terdiri dari pengendalian teknik, pengendalian admin-
istratif dan alat pelindung diri (APD). Bahaya pekerjaan bongkar muat dengan crane telah dilakukan upaya pengen-
dalian hingga tahap ALARP (As Low As Possible Reasonably Practicable). Koperasi Usaha Karya dan PT
Pelabuhan Indonesia III (PERSERO) Cabang Tanjung Perak perlu melakukan pelatihan terkait dengan bongkar
muat peti kemas dengan crane secara periodik pada setiap tenaga kerja bongkar muat. Pemberian punishment dan
reward dapat dilakukan oleh PT Pelabuhan Indonesia III (PERSERO) Cabang Tanjung Perak sebagai bentuk me-
macu ketaatan tenaga kerja bongkar muat sekaligus memacu meningkatkan produktivitas kerja.

Kata kunci: risk assessment, tenaga kerja bongkar muat, crane

PENDAHULUAN Tenaga kerja bongkar muat bertugas memasang atau


Kegiatan bongkar muat merupakan kegiatan melepaskan peti kemas pada alat pengangkat atau
pemindahan barang dari dermaga ke kapal dan begitu- hook crane. Potensi bahaya yang sering terjadi
pun sebaliknya. Kegiatan bongkar muat dapat diper- pada tenaga kerja bongkar muat maupun operator
mudah dengan adanya crane kapal. Crane adalah crane antara lain terjepit beban, tertimpa beban, dan
peralatan angkat angkut yang difungsikan khusus un- terpleset saat naik tangga.
tuk mengangkat naik dan menurunkan muatan Data dari PT PELINDO I Cabang Pekanbaru
(Permenaker No. 5 tahun 1985). menyebutkan kecelakaan kerja pada pekerjaan
Kegiatan bongkar muat dilakukan oleh tenaga bongkar muat dengan crane yang terjadi di Dermaga
kerja bongkar muat yang dikelola oleh koperasi. A PT Pelabuhan Indonesia I Cabang Pekanbaru. Ke-

Corresponding Author: Senjayani, 33


Penilaian dan Pengendalian Risiko pada Pekerjaan Bongkar
Muat Peti Kemas Oleh Tenaga Kerja Bongkar Muat dengan Crane.
JPH RECODE VOL. 1 NO. 2 (2018)

celakaan yang terjadi pada tanggal 12 November 2009 crane oleh tenaga kerja bongkar muat di Terminal
ini disebabkan karena operator crane tidak memper- Jamrud Selatan Pelabuhan Tanjung Perak.
hatikan kapasitas beban yang dapat diangkat oleh
crane sehingga beban yang diangkat melebihi kapasi-
tas. Akibatnya boom crane yang digunakan patah METODE
yang menyebabkan 1 (satu) orang tenaga kerja Penelitian ini dilaksanakan dengan rancangan
bongkar muat meninggal dan 1 (satu) orang tenaga deskriptif dengan metode observasional. Penelitian ini
kerja bongkar muat lain harus menjalani perawatan termasuk penelitian cross sectional karena pengama-
intensif di rumah sakit. tan pada variabel dilakukan berdasarkan periode ter-
Data kecelakaan lain dari berita harian Suara tentu saja. Data dikumpulkan dengan melakukan ob-
Pekerja menyebutkan kecelakaan pada bulan April servasi terhadap pekerjaan bongkar muat dan wa-
2012 hingga bulan Maret 2013 terjadi 3 (tiga) kali wancara terhadap tenaga kerja bongkar muat dan su-
kecelakaan di Terminal Nilam Tanjung Perak Suraba- pervisor bongkar muat.
ya yang megakibatkan 3 (tiga) tenaga kerja bongkar Objek yang diteliti yaitu pekerjaan bongkar
muat meninggal dunia. Dua kecelakaan terjadi pada muat peti kemas dengan crane. Penelitian dilakukan
saat bongkar muat kayu gelondongan. Satu kecelakaan pada bulan Oktober 2015 - Desember 2015. Data
berasal dari kegiatan bongkar muat tiang pancang saat penelitian yang diukur antara lain identifikasi bahaya
melakukan bongkar muat barang dari dermaga ke pekerjaan bongkar muat dengan crane, penilaian risi-
kapal. Tarwaka (2008) menyebutkan sebab utama dari ko pada pekerjaan bongkar muat dengan crane dan
kejadian kecelakaan kerja adalah unsafe action dan mengamati pengendalian risiko yang sudah dilakukan
unsafe condition. di Terminal Jamrud Selatan.
Data Kementerian Tenaga Kerja dan Trans- Teknik dan instrumen pengumpulan data ada-
migrasi menyebutkan, sepanjang tahun 2009 telah lah: (a) langkah awal melakukan pengumpulan data
terjadi 54. 398 kasus kecelakaan kerja di Indonesia, dengan melakukan observasi awal, kemudian membu-
sedangkan data yang bersumber dari Jamsostek atlembar job safety analysis (JSA) terkait pekerjaan
menunjukkan total angka kecelakaan kerja periode bongkar muat peti kemas dengan crane, (b) observasi
2010 mencapai 86.693 kasus kecelakaan kerja. yang dilakukan secara langsung untuk mengetahui
Penelitian yang dilakukan oleh ILO (Internasional sumberbahayadengan cara melihat langsung,
Labour Organization) (1998) membuktikan bahwa mendengar dan mencatat keadaan di tempat kerja
setiap rata-rata 6.000 orang manusia meninggal dunia, mengenai potensi bahaya yang ada pada pekerjaan
setara dengan satu orang setiap kurun waktu 15 detik bongkar muat peti kemas menggunakan crane, (c)
atau 2.2 juta orang pertahun akibat sakit atau kecel- wawancaradengan tenaga kerja bongkar muat dan
akaan kerja yang berkaitan dengan pekerjaan mereka supervisor bongkar muat dengan tujuanuntuk mengga-
(Suardi, 2007). Data tersebut menggambarkan bahwa li informasi dan keterangan terkait dengan manajemen
begitu besarnya kerugian yang didapatkan akibat risiko pada pekerjaan bongkar muat peti kemas
adanyapotensi bahaya yang tidak dikehendaki. dengan crane, instrumen yang digunakan berupa lem-
Suma’mur (2009) menyebutkan bahwa pen- bar kuisioner.
gendalian sumber-sumber bahaya harus dilakukan Standar yang digunakan untuk melakukan
yaitu dengan melakukan identifikasi sumber-sumber penilaian risiko yaitu menggunakan Australian Stand-
potensi bahaya di tempat kerja. Upaya pengendalian ard/New Zealand Standard tahun 2004. Sebelumnya
risiko harus dilakukan salah satu upaya yang dapat dilakukan identifikasi bahaya dengan menentukan
dilakukan yaitu dengan cara risk assessment. Risk as- potensi bahaya berikut risiko yang bisa terjadi. Hasil
sessment merupakan bagian dari manajemen risiko dari identifikasi bahaya kemudian disepakati nilai
yang mencakup dua tahapan yaitu analisis risiko dan severity dan likelihood. Likelihood (kemungkinan)
evaluasi risiko, kedua tahapan ini akan menentukan adalah proses menentukan suatu bahaya dari aktivitas
langkah pengendalian risiko yang dapat dilakukan sehingga besar kemungkinan potensi bahaya dapat
untuk mengurangi potensi bahaya di tempat kerja diketahui. Severity (keparahan) adalah dampak yang
(Ramli, 2010). dari suatu aktivitas kerja. Nilai likelihood dan severity
Risk assessment sebagai wujud dari risk man- kemudian dikalikanuntuk mendapatkan hasil penilaian
agement perlu dilaksanakan untuk mengetahui risiko. Selanjutnya tingkat risiko dikategorikan men-
besarnya nilai risiko yang dapat terjadi pada pekerjaan jadi 3 (tiga) yaitu kategori low risk (1-6), kategori me-
bongkar muat peti kemas dengan crane. Risk assess- dium risk (7-14) dan high risk(15-25).
ment bertujuan menurunkan risiko hingga tingkat
risiko yang bisa terima oleh Manajemen sehingga
menciptakan kondisi aman di tempat kerja. Adapun HASIL
tujuan dari penelitian ini yaitu melakukan risk assess-
ment pada pekerjaan bongkar muat peti kemas dengan Identifikasi Bahaya

34
Corresponding Author: Senjayani,
Penilaian dan Pengendalian Risiko pada Pekerjaan Bongkar
Muat Peti Kemas Oleh Tenaga Kerja Bongkar Muat dengan Crane.
JPH RECODE VOL. 1 NO. 2 (2018)

Elemen pertama dari proses manajemen risiko


K3 dimulai dengan identifikasi bahaya yang dil-
akukan. Penelitian ini menggunakan lembar job safety
analysis (JSA) untuk meneliti potensi bahaya pada
pekerjaan bongkar muat peti kemas dengan crane.
Hasil identifikasi bahaya pada pekerjaan bongkar
muat dapat dilihat pada Tabel 2.

Penilaian Risiko
Penilaian risiko adalah proses analisis dan
evaluasi risiko untuk menentukan besarnya risiko serta
tingkat risiko. Potensi bahaya perlu diamati agar dapat
mengetahui besarnya risiko yang dapat terjadi.
Berdasarkan observasi dan wawancara di lapangan,
hasil penilaian risiko pada pekerjaan bongkar muat
peti kemas dengan crane dijelaskan pada Tabel 2.

Pengendalian Risiko
Risiko yang telah diketahui besarnya potensi
bahaya harus dikelola dengan tepat dan efektif sesuai
kemampuan perusahaan. Pengendalian risiko merupa-
kan langkah penting yang menentukan keseluruhan
manajemen risiko. Hirarki pengendalian risiko dit-
erapkan untuk mengurangi kemungkinn dan kepara-
han dari suatu aktivitas. Ada enam tingkatan pen-
gendalian risiko yaitu eliminasi, substitusi, teknik,
isolasi, administratif dan alat pelindung diri (APD).
Pengendalian risiko yang sudah dilakukan di Termi-
nal Jamrud Selatan terdiri dari teknik, administratif
dan alat pelindung diri (APD).

Corresponding Author: Senjayani, 35


Penilaian dan Pengendalian Risiko pada Pekerjaan Bongkar
Muat Peti Kemas Oleh Tenaga Kerja Bongkar Muat dengan Crane.
JPH RECODE VOL. 1 NO. 2 (2018)

Tabel 2. Hasil Identifikasi Bahaya dan Penilaian Risiko Pada Pekerjaan Bongkar Muat Peti Kemas

Peringkat
Aktivitas Risiko
Uraian Potensi Bahaya Risiko
Pekerjaan
LL S RS
Memasang Mengangkat tangga Terpapar asap ken- Gangguan pernafa- 2 1 2
tangga ke daraan bergerak san
atas truk Beban tangga yang Low back pain 4 1 4
berat
Memposisikan tangga pada Tertimpa tangga Luka gores, memar 2 3 6
ujung truk Posisi badan mem- Low back pain 4 1 4
bungkuk
Naik/turun Berjalan menaiki/ menuruni Tersandung Memar, luka seri- 3 4 12
truk truk us, patah tulang
Tangga patah Memar, luka seri- 3 4 12
us, patah tulang
Pengangkatan Memasang hook crane pada Tangan terjepit hook Luka gores, memar 3 2 6
peti kemas peti kemas crane
Pengangkatan peti kemas Peti kemas berayun Luka serius, patah 2 5 10
dengan crane cepat tulang, cacat, ke-
matian
Tertimpa peti kemas Luka serius, patah 3 5 15
tulang, cacat, ke-
matian
Tali sling putus Luka serius, patah 3 5 15
tulang, cacat, ke-
matian
Pemberian Berdiri di atas kapal mem- Paparan sinar matahari Heat exhaustion 3 2 6
sinyal tangan berikan sinyal (kelelahan panas)
Tertabrak peti kemas Luka serius, patah 2 5 10
tulang, cacat, ke-
matian
Jatuh ke laut Tenggelam, ke- 3 3 12
matian
Penurunan Penurunan peti kemas ke Terkena siku peti ke- Luka gores, me- 3 4 12
peti kemas kapal mas mar, cidera pada
kepala
Tali sling putus Luka serius, patah 3 5 15
tulang, cacat, ke-
matian
Tertimpa peti kemas Luka serius, patah 3 5 15
tulang, cacat, ke-
matian
Melepas hook crane pada Tangan terjepit hook Luka gores, memar 3 2 6
peti kemas crane
Sumber: Data Primer

Kegiatan mengidentifikasi bahaya merupakan


PEMBAHASAN tahap pertama dalam manajemen risiko untuk menge-
tahui masalah keselamatan dan kesehatan kerja yang
Identifikasi Bahaya ada dalam proses kerja di perusahaan. Identifikasi
Persyaratan yang ditentukan OHSAS 18001, bahaya sangat penting untuk menentukan bentuk pro-
setiap perusahaan harus menetapkan prosedur gram keselamatan dan kesehatan kerja dan implemen-
mengenai identifikasi bahaya. Siswanto (2012) me- tasi pengendalian yang harus dilakukan perusahaan.
nyebutkan identifikasi bahaya adalah proses mengenal Hasil identifikasi menjadi masukan utama dalam me-
bahaya dan menetapkan karakteristik bahaya tersebut nyusun rencana kerja untuk mengendalikan dan

Corresponding Author: Senjayani, 36


Penilaian dan Pengendalian Risiko pada Pekerjaan Bongkar
Muat Peti Kemas Oleh Tenaga Kerja Bongkar Muat dengan Crane.
JPH RECODE VOL. 1 NO. 2 (2018)

mencegah kejadian yang tidak diinginkan dari penggunaan alat pelindung diri (APD) membatasi ru-
keberadaan bahaya tersebut. ang gerak pekerja ketika bekerja. Hasil observasi me-
Metode yang digunakan dalam mengiden- nyimpulkan bahwa pekerja belum mengetahui dampak
tifikasi bahaya adalah metode proaktif sehingga poten- atau efek buruk dari tidak menggunakan alat pelin-
si bahaya yang terdapat pada pekerjaan diidentifikasi dung diri (APD).
sejak awal sebelum terjadinya kecelakaan. Wulandari, Aktivitas selanjutnya yaitu tenaga kerja
dkk (2013) menyebutkan, hasil identifikasi bahaya bongkar muat memasang hook crane. Potensi bahaya
dengan menggunakan metode proaktif akan bernilai yang terjadi yaitu tangan terjepit hook crane. Risiko
positif karena sifatnya yang preventif. Ramli (2010) yang bisa terjadi dari potensi tersebut yaitu memar dan
menyebutkan, metode proaktif akan membentuk pen- luka gores.
ingkatan berkelanjutan, menghindarkan dari pem- Pengangkatan peti kemas dengan crane potensi
borosan dan meningkatkan awareness. Hal ini dirasa bahaya yang terjadi yaitu peti kemas berayun cepat,
efektif untuk menekan kerugian yang berlebih sebe- tali sling putus dan tertimpa peti kemas. Tiga potensi
lum terjadinya kecelakaan kerja yang tidak diharap- bahaya ini mempunyai risiko yang sama yaitu luka
kan. Lembar Job Safety Analysis (JSA) digunakan serius, patah tulang, cacat, kematian. Tenaga kerja
untuk memberikan kemudahan saat melakukan iden- bongkar muat harus fokus saat melakukan pekerjaan,
tifikasi bahaya pada setiap tahapan kerja proses khususnya pada saat proses pengangkatan peti kemas.
bongkar muat. Identifikasi bahaya pada proses Kecelakaan dapat saja terjadi sewaktu-waktu.
bongkar muat dilakukan dengan memperhatikan pros- Aktivitas selanjutnya yaitu pemberian sinyal
es pekerjaan dari tahap persiapan hingga tahap akhir. tangan, satu orang tenaga kerja bongkar mut yang
Identifikasi bahaya proses bongkar muat berada di atas kapal memberikan sinyal tangan pada
dengan crane meliputi aktivitas tenaga kerja bongkar operator crane yang menandakan bahwa peti kemas
muat memasang tangga ke atas truk, naik/ turun truk, sudah siap untuk diangkat. Potensi bahaya yang terjadi
pengangkatan peti kemas, pemberian sinyal tangan, pada tenaga kerja bongkar muat yang memberikan
dan penurunan peti kemas. Aktivitas yang pertama sinyal tangan yaitu ada tiga tertabrak peti kemas,
kali dilakukan yaitu memasang tangga ke atas truk. terpapar sinar matahari dan terjatuh ke laut. Risiko
Truk yang tiba di Dermaga akan dipasang tangga di yang terjadi akibat tertabrak peti kemas sangat serius
atas truk sebagai akses naik/ turun truk. Tenaga kerja yaitu luka serius, patah tulang, cacat dan kematian.
bongkar muat yang mengangkat tangga ada 2 potensi Kewaspadaan saat bekerja harus diperhatikan oleh
bahaya yang dapat terjadi yaitu beban tangga yang tenaga kerja bongkar muat, agar tidak terjadi hal yang
berat, dan terpapar asap kendaraan/ truk. Beban tangga tidak diiingkan.
yang berat berisiko low back pain. Potensi bahaya Risiko dari potensi bahaya terpapar sinar ma-
terpapar asap kendaraan yaitu gangguan pernafasan. tahari yaitu heat exhaustionm (kelelahan panas). Kele-
Riski (2013) menyebutkan bahwa asap kendaraan ber- lahan panas merupakan kondisi gejala yang men-
gerak beserta debu yang masuk dalam saluran cakup berkeringat berat dan denyut nadi cepat, akibat
pernafasan dan mengendap dalam paru dalam jangka dari tubuh yang terlalu panas. Penyebab kelelahan
waktu lama akan menyebabkan gangguan kesehatan panas yaitu dari paparan suhu tinggi dan aktivitas fisik
seperti gangguan pernafasan, ISPA, bronchitis, TBC, yang berat. Potensi bahaya terjatuh ke laut dapat me-
asma, dan ganguan pernafasan lainnya. nyebabkan risiko tenggelam hingga kematian. Pihak
Potensi bahaya tertimpa tangga yaitu luka Terminal Jamrud Selatan harus menyediakan life jack-
gores dan memar, sedangkan risiko dari potensi baha- et untuk menghindari kemungkinan tenggelam pada
ya badan membungkuk yaitu low back pain. Aktivitas tenaga kerja bongkar muat.
selanjutnya yaitu tenaga kerja bongkar muat naik/ Aktivitas terakhir yaitu penurunan peti kemas
turun truk, potensi bahaya yang terjadi adalah tersan- di palka kapal. Aktivitas penurunan peti kemas dil-
dung dan tangga yang sewaktu-waktu bisa patah. akukan olej empat orang tenaga kerja bongkar muat
Risiko yang terjadi akibat tersandung yaitu tenaga sudah bersiap menunggu peti kemas. Dua orang
kerja bongkar muat dapat memar, luka serius, dan tenaga kerja bongkar muat memastikan bahwa posisi
patah tulang. Tangga yang patah dapat berisiko me- mendaratnya peti kemas sudah benar dan dua orang
mar, luka serius, dan patah tulang. Tenaga kerja lagi bertugas melepas hook crane. Potensi bahaya
bongkar muat dituntut untuk selalu menggunakan alat yang terjadi saat penurunan peti kemas ada tiga yaitu
pelindung diri (APD) saat bekerja, hal ini sesuai peti kemas berayun cepat, tali sling putus dan tertimpa
dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 pasal peti kemas. Tiga potensi bahaya ini mempunyai
13 mengenai seorang pekerja wajib untuk risiko yang sama yaitu luka serius, patah tulang, cacat,
menggunakan alat pelindung diri (APD) sebelum hingga kematian. Standar operasional bongkar muat
melakukan pekerjaannya. harus dievaluasi dalam jangka waktu paling sedikit
Ada banyak faktor yang menyebabkan tenaga satu kali dalam periode enam bulan.
kerja bongkar muat tidak menggunakan alat pelindung Identifikasi bahaya pada pekerjaan bongkar
diri (APD). Ghaisani, dkk (2014) menyebutkan bahwa muat peti kemas menunjukkan ada 5 (lima) aktivitas

Corresponding Author: Senjayani, 37


Penilaian dan Pengendalian Risiko pada Pekerjaan Bongkar
Muat Peti Kemas Oleh Tenaga Kerja Bongkar Muat dengan Crane.
JPH RECODE VOL. 1 NO. 2 (2018)

pekerjaan bongkar muat yang diteliti. Lima aktivitas artinya kejadian tersebut sering dirasakan oleh tenaga
pekerjaan bongkar muat tersebut membentuk delapan bongkar muat. Nilai severity yang diberikan 1, yang
uraian yang masing-masing menjelaskan prosedur dari artinya dapat diabaikan dan dapat diatasi dengan cara
proses pekerjaan bongkar muat. Hasil akhir identifi- pergantian shift kerja saat merasa lelah. Hasil akhir
kasi bahaya menunjukkan terdapat 17 potensi bahaya perhitungan penilaian yaitu 4 yang artinya masuk
yang teridentifikasi. kategori low risk.
Aktivitas naik/ turun truk dimulai dengan ber-
Penilaian Risiko jalan menaiki/ menuruni truk, potensi bahayanya ada
Setelah identifikasi bahaya selesai, dilakukan dua yaitu tersandung dan tangga patah. Potensi bahaya
penilaian tingkat risiko dengan menggunakan teknik tersandung sangat sering terjadi akibat tenaga kerja
semi kuantitatif. Penilaian risiko adalah proses menilai bongkar muat tidak fokus atau kelelahan saat bekerja,
besar risiko berdasarkan potensi bahaya berikut risiko sehingga nilai likelihood yang diberikan adalah 3.
yang telah teridentifikasi pada proses bongkar muat. Kesakitan yang diderita cukup signifikan, yang me-
Penentuan nilai likelihood dan severity dari setiap po- nyebabkan memar, luka serius hingga patah tulang
tensi bahaya yang telah teridentifikasi dan besarnya sehingga nilai severity yang didapatkan adalah 12.
risiko yang ditimbulkan disepakati dengan pihak pe- Hasil akhir dengan nilai 12 masuk dalam kategori me-
rusahaan terkait. Penilaian risiko yang didapatkan dari dium risk.
hasil perkalian antara tingkat keparahan (severity) Penilaian risiko pada potensi bahaya tangga
dilambangkan dengan huruf (S), tingkat kemungkinan patah yang menyebabkan risiko memar, luka serius
(likelihood) yang dilambangkan dengan huruf (L). dan patah tulang diberikan penilaian 3 untuk likeli-
Nilai atau tingkat keparahan (severity) merupa- hood. Nilai 3 didapatkan karena faktor tambahan yang
kan nilai berdasarkan akibat yang ditimbulkan dari dapat melatarbelakangi terjadinya kecelakaan ter-
setiap potensi bahaya yang dapat dilihat dari hasil ob- jadinya tangga patah. Nilai severity yang didapatkan
servasi. Nilai atau tingkat kemungkinan (severity) adalah 4, yang artinya risiko memar, luka serius hing-
merupakan kemungkinan terjadinya suatu potensi ga patah tulang terkategori high. Penilaian risiko pada
bahaya paparan. Hasil perkalian likelihood dan severi- potensi bahaya tangga patah mendapatkan hasil 12
ty kemudian dievaluasi menggunakan lembar job safe- yang terkategori medium risk.
ty analysis (JSA) sehingga dapat menyimpulkan Tenaga kerja bongkar muat yang sudah berada
potensi bahaya tersebut termasuk dalam kategori risi- di atas truk memasang hook crane. Tenaga kerja
ko rendah, sedang atau tinggi. bongkar muat yang memasang hook crane potensi
Penilaian risiko yang pertama dilakukan pada bahaya yang dapat terjadi yaitu memar dan luka
aktivitas memasang tangga. Uraian kerja melakukan gores. Kejadian memar dan luka gores dapat terjadi
pemasangan tangga, dimulai dengan mengangkat apabila tenaga kerja bongkar muat tidak menggunakan
tangga. Potensi bahaya terpapar asap kendaraan me- alat pelindung diri (APD) berupa sarung tangan. Pihak
nyebabkan risiko gangguan pernafasan diberikan nilai Koperasi Usaha Karya sendiri sudah memberikan
2 untuk likelihood dengan nilai 1 untuk severity. Nilai masing-masing tenaga kerja bongkar muat sarung tan-
tersebut didapatkan atas dasar karena risiko yang gan. Nilai likelihood yang diberikan adalah 3 yang
didapatkan terkategori low risk dengan yaitu dengan artinya kesalahan dapat terjadi karena faktor tamba-
nilai 2. han. Risiko yang didapatkan dari potensi bahaya ter-
Beban tangga yang berat berisiko menimbulkan golong rendah sehingga diberikan nilai 2 untuk severi-
low back pain diberikan nilai 4 untuk likelihood, yang ty.
artinya kejadian tersebut sering dirasakan oleh tenaga Aktivitas saat pengangkatan peti kemas, teri-
bongkar muat. Hasil wawancara dengan tenaga kerja dentifikasi tiga potensi bahaya yaitu mulai dari peti
bongkar muat menyebutkan nyeri punggung (low kemas yang berayun cepat. Potensi bahaya peti kemas
back pain) sering dikeluhkan oleh tenaga kerja berayun cepat diberikan nilai 3 untuk likelihood yang
bongkar muat, hal ini diprediksikan karena beban artinya faktor tambahan yang bisa melatar belakangi
tangga yang berat. Nilai severity yang diberikan 1, terjadinya kecelakaan ini, selanjutnya nilai severity
yang artinya dapat diabaikan dan dapat diatasi dengan yang didapatkan adalah 5 karena kecelakaan ini dapat
cara pergantian shift kerja saat merasa lelah. menyebabkan kematian. Penilaian risiko yang
Tenaga kerja bongkar muat yang memposisi- didapatkan terkategori high risk yang artinya pihak
kan tangga pada truk berpotensi bahaya tertimpa tang- Terminal Jamrud Selatan harus melakukan pengen-
ga dengan risiko luka gores dan memar diberikan nilai dalian risiko untuk mengendalikan potensi bahaya ini.
2 untuk likelihood karena kemungkinan terjadinya Tenaga kerja bongkar muat berpotensi tertimpa
kecil. Nilai severity yang didapatkan 3, nilai tersebut peti kemas saat operator crane lalai dalam mengen-
atas dasar kecelakaan terjadi apabila ada faktor tam- dari crane. Potensi bahaya tertimpa peti kemas sangat
bahan. Hasil akhirnya yaitu masuk kategori low risk. jarang terjadi, namun apabila ada faktor tambahan
Posisi badan membungkuk yang berisiko low yang mempengaruhinya maka kecelakaan tertimpa
back pain diberikan nilai 4 untuk likelihood, yang peti kemas dapat terjadi, untuk itu nilai likelihood

Corresponding Author: Senjayani, 38


Penilaian dan Pengendalian Risiko pada Pekerjaan Bongkar
Muat Peti Kemas Oleh Tenaga Kerja Bongkar Muat dengan Crane.
JPH RECODE VOL. 1 NO. 2 (2018)

diberikan nilai 3. Nilai severity yang didapatkan yaitu Potensi bahaya terjatuh ke laut dapat terjadi
5, karena risiko yang terjadi dapat menyebabkan luka pada pemberi sinyal tangan. Hal ini dapat disebabkan
serius, patang tulang hingga kematian. Hasil akhir tenaga kerja bongkar muat yang tidak memerhatikan
menunjukkan tertimpa peti kemas masuk area merah pijakannya saat di atas kapal, tersandung atau dapat
atau high risk. Ramli (2010) menyebutkan, dalam juga disebabkan karena tertabrak peti kemas. Nilai
konsep ALARP risiko tinggi atau yang berada pada likelihood yang diberikan yaitu 3, karena faktor un-
area merah adalah risiko tidak dapat ditolerir lagi, safe action yang melatabelakangi terjadinya kecel-
sehingga dilakukan langkah pengendalian risiko. akaan ini. Nilai severity yang didapatkan senilai 4
Tali sling dapat sewaktu-waktu putus saat yang artinya kecelakaan ini dapat menyebabkan
tenaga kerja bongkar muat bekerja, pengecekan secara tenggelam hingga kematian tunggal.
rutin secara berkala harus dilakukan untuk memeli- Septiana, dkk (2014) menyebutkan unsafe ac-
hara tali sling. Potensi bahaya ini sangat jarang ter- tion pekerja perlu diperhatikan lebih serius mengingat
jadi, namun dapat terjadi apabila terjadi kelalaian bahwa unsafe action berpotensi menimbulkan kecel-
dengan tidak memeriksa tali sling sebelum bekerja akaan yang menimbulkan kerugian, baik secara non
untuk itu nilai likelihood yang diberikan 3. Nilai se- materi atau materi. Unsafe action dapat terjadi karena
verity yang diberikan 5 yang artinya risiko yang komitmen maupun safe behavior pelaksanaan safety
didapatkan menimbulkan kesakitan yang serius hingga kerja yang belum secara menyeluruh merata pada
kematian. Kejadian tali sling putus masuk kategori setiap tenaga kerja bongkar muat. Pelatihan menjadi
high risk. salah satu bentuk pengendalian risiko yang bisa mem-
Tali sling harus diperiksa pada waktu berikan pengetahuan bagi setiap tenaga kerja bongkar
pemasangan pertama dan setiap hari oleh operator muat tentang bahayanya unsafe action.
crane dan supervisor bongkar muat, serta sekurang- Pemberi sinyal tangan harus memakai life jack-
kurangnya satu kali dalam seminggu oleh teknisi et saat bekerja di atas kapal untuk memandu proses
maintenance crane. Jadwal pelumasan dilakukan se- pengangkatan dan penurunan peti kemas. Jika sewak-
tiap satu bulan sekali, sedangkan jadwal pergantian tu-waktu terjadi kecelakaan terjatuh ke laut life jacket
tali sling yang baru dilakukan setiap delapan bulan dapat membuat tenaga kerja bongkar muat mengapung
sekali. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Tena- di laut sehingga risiko tenggelam dapat diatasi. Bantu-
ga Kerja No 5 Tahun 1985 tentang Pesawat Angkat an dilakukan dengan adanya regu penolong untuk
dan Angkut. menyambut tenaga kerja bongkar muat yang
Aktivitas pemberian sinyal tangan dilakukan tenggelam ke daratan Dermaga.
oleh salah satu tenaga kerja bongkar muat yang berdiri Operator crane saat menurunkan peti kemas
di atas kapal. Potensi bahaya dari aktivitas ini cukup harus hati-hati agar peti kemas mendarat di palka
serius, tenaga kerja bongkar muat harus memakai alat kapal dengan sempurna. Pada saat proses penurunan
pelindung diri (APD) lengkap untuk menghindari ter- peti kemas, teridentifikasi 3 potensi bahaya. Potensi
jadinya kecelakaan yang tidak diinginkan. Helm safety bahaya yang teridentifikasi yaitu terkena siku peti
berfungsi untuk melindungi kepala tenaga kerja kemas, tali sling putus dan tertimpa peti kemas. Poten-
bongkar muat dari benturan, dapat juga menghindari si bahaya terkena siku peti kemas menyebabkan cidera
dari terik matahari. Paparan matahari dapat me- di kepala, luka serius, memar hingga luka serius se-
nyebabkan heat exhaustion yang artinya terjadi ke- hingga nilai severity yang diberikan adalah 4. Nilai
lalahan panas akibat panas berlebih. Penilaian risiko likelihood yang diberikan adalah 3 karena kecelakaan
pada paparan panas diberikan nilai 3 untuk likelihood. ini bisa terjadi akibat tenaga kerja bongkar muat yang
Sedangkan nilai severity yang didapatkan yaitu 2 ka- tidak fokus atau kosentrasi dalam melihat kondisi
rena risiko yang didapatkan terkategori low risk. lingkungan sekitar.
Pemberian sinyal tangan berpotensi tertabrak Jumlah supervisor bongkar muat yang terbatas
peti kemas. Risiko tertabrak peti kemas dapat me- menjadi salah satu penyebab kurangnya pengawasan
nyebabkan luka serius, patah tulang hingga kematian. dalam kegiatan bongkar muat. PT Pelabuhan Indone-
Operator crane dan pemberi sinyal tangan harus sa- sia III (PERSERO) Cabang Tanjung Perak sudah
ma-sama berhati-hati dalam bekerja agar tidak terjadi sepatutnya menambah jumlah supervisor bongkar
kecelakaan ini. Pemberian nilai likelihood diberikan muat. Penambahan personil supervisor bongkar muat
nilai 3, karena kecelakaan ini dapat terjadi disebabkan diharapkan dapat menurunkan tingkat kecelakaan
faktor tambahan seperti yang dijelaskan sebelumnya. yang terjadi di Terminal Jamrud Selatan.
Risiko yang didapatkan menyebabkan kesakitan luka Potensi bahaya tali sling putus dapat sewaktu-
serius hingga kematian, untuk itu nilai severity yang waktu terjadi, pengecekan secara rutin harus dilakukan
diberikan sebesar 5. Hasil akhir perhitungan penilaian untuk memelihara tali sling. Nilai 5 untuk severity
yaitu 15 yang artinya masuk kategori high risk. Ramli yang artinya risiko yang didapatkan menimbulkan
(2010) dalam konsep ALARP menyebutkan medium kesakitan yang serius yang menyebabkan luka serius,
risk dan high risk perlu dilakukan pengendalian hing- patah tulang hingga kematian. Faktor pemeriksaan tali
ga nilai risiko menjadi low risk. sling yang tidak rutin dapat menyebabkan terjadinya

Corresponding Author: Senjayani, 39


Penilaian dan Pengendalian Risiko pada Pekerjaan Bongkar
Muat Peti Kemas Oleh Tenaga Kerja Bongkar Muat dengan Crane.
JPH RECODE VOL. 1 NO. 2 (2018)

kecelakaan kerja yang tidak diinginkan, untuk itu nilai eliminasi, substitusi, rekayasa teknik, administratif
likelihood yang diberikan 3. Kejadian tali sling putus dan alat pelindung diri (APD) merupakan pengendali-
masuk kategori high risk, pengendalian risiko lebih an risiko untuk mengurangi kemungkinan dan kepara-
lanjut harus dilakukan untuk mengendalikan potensi han risiko.
bahaya ini. Hasil observasi dan pengamatan di lapangan,
Kejadian tertimpa peti kemas pada tenaga kerja Terminal Jamrud Selatan sudah melakukan tiga (3)
bongkar muat sangat jarang terjadi, namun kelalaian tingkatan hirarki pengendalian risiko. Pengendalian
memicu terjadinya kecelakaan ini. Faktor tambahan risiko yang dilakukan yaitu pengendalian teknik, pen-
dapat menjadi penyebab kecelakaan ini, untuk itu gendalian administratif dan alat pelindung diri (APD).
nilai likelihood diberikan nilai 3. Nilai severity yang Pengendalian teknik yang sudah dilakukan yaitu
didapatkan yaitu 5, karena risiko yang terjadi dapat menggunakan wind speed. Pengendalian administratif
menyebabkan luka serius, patah tulang hingga ke- yang dilakukan yaitu pelatihan bongkar muat (rig-
matian. ging), sertifikasi lisensi K3 untuk operator crane,
Peti kemas yang sudah mendarat dengan sem- pemeriksaan kondisi dan fungsi crane sebelum
purna, kemudian dilepas hook crane yang dilakukan digunakan, pergantian shift kerja, safety sign, safety
oleh dua tenaga kerja bongkar muat. Tenaga kerja alert dan standar operasional prosedur (SOP). Pen-
bongkar muat memakai sarung tangan saat melepas gendalian alat pelindung diri (APD) berupa pemakaian
hook crane, namun masih banyak tenaga kerja sepatu safety, helm safety, rompi keselamatan, masker
bongkar muat yang tidak menggunakan sarung tangan dan sarung tangan.
sehingga menyebabkan tangan terjepit pada hook Pengendalian teknik merupakansebuah
crane. Risiko yang terjadi akibat tangan terjepit yaitu rekayasa yang dilakukan Terminal Jamrud Selatan
luka gores dan memar sehingga nilai severity yang dalam upaya melakukan pengendalian risiko. Pengen-
diberikan yaitu 2. Nilai likelihood yang diberikan ada- dalian teknik yang dilakukan Terminal Jamrud Selatan
lah 3, karena kejadian ini dipengaruhi oleh unsafe yaitu dengan memasang wind speed di area
action dari tenaga kerja bongkar muat itu sendiri. dermaga.Wind speed merupakan pendeteksi kecepatan
Hasil dari penilaian risiko dari 17 potensi ba- angin. Wind speed memberikan manfaat dengan cara
haya menunjukkan 7 risiko masuk kategori low risk, 6 pencegahan risiko yang disebabkan dari potensi ba-
risiko masuk kategori medium risk, dan 4 risiko masuk haya cuaca yang kurang baik berupa angin. Kecepatan
kategorihigh risk. Hasil menunjukkan bahwa risiko angin mencapai 14 m/s, maka alarm yang berada di
dengan kategori low risk dan medium risk mempunyai atas gedung office container akan berbunyi yang me-
selisih angka yang tidak jauh. Hasil penilaian risiko nandakan pekerrjaan di Terminal Jamrud Selatan ha-
dapat menjadi gambaran bagi Terminal Jamrud Se- rus segera dihentikan.
latan dalam melakukan pengendalian risiko ke de- Ada tujuh pengendalian administratif yang su-
pannya. dah dilakukan Terminal Jamrud Selatan yaitu pelati-
han bongkar muat (rigging), sertifikasi lisensi K3 un-
Pengendalian Risiko tuk operator crane, pemeriksaan kondisi dan fungsi
Pengendalian risiko dilakukan agar tidak men- crane sebelum digunakan, pergantian shift kerja, safe-
imbulkan kecelakaan kerja dan kerugian bagi perus- ty sign, safety alert dan standar operasional prosedur
ahaan. Pengendalian risiko merupakan suatu upaya (SOP). Pelatihan bongkar muat (rigging) dilakukan
dalam mengendalikan risiko agar bisa mencegah atau pada pekerjaan bongkar muat sebagai bahan pening-
setidaknya meminimalisir kerugian akibat kecelakaan katan pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan
kerja. Tyastanti, dkk (2014) menyebutkan, semua risi- pekerjaan bongkar muat. Tenaga kerja bongkar muat
ko yang yang telah diidentifikasi dan dinilai harus juga diberikan pengetahuan terkait bekerja sesuai kon-
dilakukan pengendalian risiko, terutama jika risiko sep safety di lingkungan dermaga. Rais, dkk (2009)
tersebut mempunyai dampak besar atau dampak sig- menyebutkan pengetahuan tenaga kerja bongkar muat
nifikan yang tidak dapat diterima. Suatu risiko yang tentang K3 berpengaruh terhadap praktek kerja tenaga
tidak dapat diterima, harus dilakukan pengendalian kerja bongkar muat. Pengetahuan merupakan domain
risiko agar tidak menimbulkan kerugian atau terbentuknya praktek (overt behaviour), perilaku yang
kecelakaan. didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng
Pengendalian risiko merupakan langkah pent- (Green, 2000).
ing yang menentukan keseluruhan manajemen risiko. Sertifikasi lisensi K3 bagi operator crane dil-
Pengendalian risiko harus dilakukan untuk mengu- akukan untuk meminimalisir bahaya kecelakaan pada
rangi risiko sampai batas yang dapat diterima ber- saat bongkar muat peti kemas. Operator crane dituntut
dasarkan ketentuan peraturan dan standar yang berla- untuk dapat menguasai crane saat mengemudi. Hal ini
ku. Bangun, dkk (2014) menyebutkan, prioritas pen- sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No 9
gendalian risiko sangat penting dilakukan karena Tahun 2010 tentang Operator dan Petugas Pesawat
terkait dengan anggaran yang harus dikeluarkan untuk Angkat dan Angkut, bahwa lisensi K3 merupakan
setiap pengendalian. Hirarki pengendalian risiko yaitu

Corresponding Author: Senjayani, 40


Penilaian dan Pengendalian Risiko pada Pekerjaan Bongkar
Muat Peti Kemas Oleh Tenaga Kerja Bongkar Muat dengan Crane.
JPH RECODE VOL. 1 NO. 2 (2018)

sertifikat wajib yang harus didapat oleh operator crane diri (APD) pada tenaga kerja yang berada dibawah
melalui serangkaian pelatihan mengemudi crane. pimpinannya.
Pemeriksaan kondisi dan fungsi crane dil- Alat pelindung diri (APD) yang diberikan
akukan setiap hari oleh teknisi maintenance crane. kepada tenaga kerja bongkar muat berupa sepatu safe-
Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja ty, helm safety, rompi keselamatan, masker dan sarung
No 5 Tahun 1985 tentang Pesawat Angkat dan tangan. Berdasarkan hasil observasi, tenaga kerja
Angkut, pengecekkan crane dilakukan dengan me- bongkar muat hanya menggunakan sebagian saja dari
meriksa fungsi masing-masing alat bongkar muat ter- alat pelindung diri (APD) yaitu berupa rompi kesela-
masuk alat bantunya. Hal ini sebagai antisipasi ter- matan, helm safety dan sarung tangan. Sepatu safety
jadinya kecelakaan kerja yang disebabkan dari keg- dan masker hanya digunakanan beberapa tenaga kerja
agalan alat dalam mengoperasikan sesuai fungsi yang bongkar muat saja. Hasil observasi dan wawancara
semestinya. Pemeriksaan kondisi dan fungsi crane menyebutkan bahwa banyak tenaga kerja bongkar
secara rutin juga bisa memperpanjang umur crane. muat yang tidak nyaman saat menggunakan sepatu
Pergantian shift kerja sangat mempengaruhi safety dan masker. Hal ini menjadi tanggungan petu-
produktivitas dari kegiatan bongkar muat. Bekerja gas safety untuk mengubah ataum melakukan pelati-
secara melebihi waktu jam kerja menyebabkkan tena- han yang memberikan pengetahuan pentingnya
ga kerja bongkar muat kelelahan. Pelaksanaan shift penggunaan alat pelindung diri (APD) saat bekerja
kerja sudah dilaksanakan di Terminal Jamrud Selatan untuk mencegah terjadinya kecelakaan.
sebagai cara mengendalikan faktor kelelahan pada
setiap tenaga kerja bongkar muat.
Pengendalian administratif lain yang sudah SIMPULAN
dilakukan Terminal Jamrud Selatan yaitu safety sign. Hasil identifikasi bahaya menunjukkan 17 po-
Safety sign dipasang pada area pintu masuk Terminal tensi bahaya yang teridentifikasi. Penilaian risiko
Jamrud Selatan berupa poster atau safety bord. Safety menunjukkan 7 potensi bahaya masuk kategori low
sign berfungsi mengingatkan atau himbauan kepada risk, 6 potensi bahaya masuk kategori medium risk dan
seluruh tenaga kerja bongkar muat untuk 4 potensi bahaya masuk kategori high risk. Pengen-
menggunakan persyaratan wajib memasuki area kerja. dalian risiko yang sudah dilakukan terdiri dari pen-
Selanjutnya safety alert, safety alertditempel di gendalian teknik, pengendalian administratif dan alat
safety bord pada lokasi yang sering dilewati dan men- pelindung diri (APD). Koperasi Usaha Karya dan PT
jadi titik kumpul tenaga kerja bongkar muat. Safety Pelabuhan Indonesia III (PERSERO) Cabang Tanjung
alert merupakan uraian kejadian unsafe action (tinda- Perak perlu melakukan pelatihan terkait dengan
kan tidak aman) maupun unsafe condition (kondisi bongkar muat peti kemas dengan crane secara peri-
tidak aman) yang dapat menimbulkan kecelakaan ker- odik. Pemberian reward dan punishment dapat dil-
ja. Safety alert juga diberikan prosedur kerja yang akukan oleh PT Pelabuhan Indonesia III (PERSERO)
benar serta langkah antisipasi agar kejadian tidak teru- Cabang Tanjung Perak sebagai bentuk memacu ket-
lang lagi. aatan tenaga kerja bongkar muat sekaligus memacu
Pengendalian administratif lainnya yang dil- meningkatkan produktivitas kerja.
akukan oleh Terminal Jamrud yaitu adanya standar
operasional prosedur (SOP). Setiap masing-masing
jenis pekerjaan telah mempunyai SOP (Standar DAFTAR PUSTAKA
operasional Prosedur). SOP ditempel pada tiap sudut Australian Standard/ New Zealand Standard
area kerja untuk mengingatkan tenaga kerja bongkar 4360.2004. Risk Management Guide-
muat saat memulai bekerja. SOP diharapkan dapat line. Council of Standards New Zealand and
ditaati oleh setiap tenaga kerja bongkar muat sehingga Australia.
potensi terjadi kecelakaan dapat dihindari. Bangun, Y.P., dan N.E. Dyah. 2014. Risk Assessment
Pemakaian alat pelindung diri (APD) dilakukan Pada Pekerja Maintenance di PT X. The
untuk mengurangi keparahan jika terjadi kecelakaan Indonesian Journal of Occupational Safety and
kerja. Pemakaian alat pelindung diri (APD) merupa- Health. 3 (2), 178
kan pengendalian risiko yang bersifat sementara. Ghaisani, H dan N.E. Dyah. 2014. Identifikasi Baha-
Pemenuhan terhadap alat pelindung diri (APD) bagi ya, Penilaian Risiko Dan Pengendalian Risiko
tenaga kerja bongkar muat dilaksanakan menurut Pada Proses Blasting di PT Cibaliung
aturan dan kemampuan dari Koperasi TKBM Usaha Sumberdaya, Banten. The Indonesian Journal
Karya. Tenaga kerja bongkar muat lain selain operator of Occupational Safety and Health. 3 (1), 114.
crane mendapatkan alat pelindung diri (APD) sesuai Green, Lawrence W and Kreuter Marshall W.2000.
situasi dan kondisi kegiatan bongkar muat. Hal ini Health Promotion Planning an Education and
sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No. 1 Ta- Environmental Approach. Second Edition,
hun 1970 Pasal 14 (c) yang menyebutkan bahwa pen- Mayfield Publishing Company.
gurus diwajibkan menyediakan semua alat pelindung

Corresponding Author: Senjayani, 41


Penilaian dan Pengendalian Risiko pada Pekerjaan Bongkar
Muat Peti Kemas Oleh Tenaga Kerja Bongkar Muat dengan Crane.
JPH RECODE VOL. 1 NO. 2 (2018)

ILO (International Labour Organization), 1998.Work


Organization and Ergonomics. Geneva
OHSAS 18001:2007. 2007. Occupational Health and
Safety Management System Requirement. Lon-
don: OHSAS Project Group.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 5 Tahun 1985
tentang Pesawat Angkat dan Angkut.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 9 Tahun 2010
tentang Operator dan Petugas Pesawat Angkat
dan Angkut.
Rais, M., P.P. Nugraha, dan W. Baju. 2009. Kajian
Pengaruh Predisposing, Enabling dan Rein-
forcing Factors terhadap Praktek Kerja Tena-
ga Kerja Bongkar Muat yang Berisiko Ter-
jadinya Kecelakaan Kerja di Pelabuhan Tan-
jung Emas Semarang. Jurnal Promosi
Kesehatan Indonesia. 4 (1), 44.
Ramli, Suhatman.2010. Sistem Manajemen Kesela-
matan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : Dian
Rakyat
Riski, R. 2013. Hubungan Antara Masa Kerja dan
Pemakaian Masker Sekali Pakai dengan Kapa-
sitas Vital Paru pada Pekerja di PT. X. Jurnal.
Universitas Negeri Semarang. Semarang.
Septiana, D.A., Mulyono. 2014. Faktor yang
Mempengaruhi Unsafe Action pada Pekerja di
Bagian Pengantongan Urea. The Indonesian
Journal of Occupational Safety and Health. 3
(1), 30.
Siswanto, A. 2012. Materi Perkuliahan Job Safety
Analysis. Surabaya : Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Airlangga
Suardi, Rudi. 2007. Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja. Jakarta : PPM
Su’mamur, P.K. 2009.Higiene Perusahaan dan
Kesehatan Kerja.Jakarta : Sagung Seto.
Tarwaka. 2008. Manajemen dan Implementasi
K3 di Tempat Kerja. Surakarta : Harapan Press
Tyastanti, C.L., dan A.Y. Denny. 2014. Risk Assess-
ment Kecelakaan Kerja Pada Unit Windin PT.
Kusumaputra Santosa, Karanganyar, Jawa
Tengah. The Indonesian Journal of
Occupational Safety and Health. 3 (2), 135
Undang-Undang RI No. 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja.
Wulandari, Retno., dan P.Indriati. 2013. Risk Man-
agement Pada Pekerja Gondola Paket III
Proyek Pengembangan Bandara Inter-
nasional Ngurah Rai-Bali (PPBIB), KSO Adhi-
Wika. The Indonesian Journal of Occupational
Safety and Health. 2 (1), 24

Corresponding Author: Senjayani, 42


Penilaian dan Pengendalian Risiko pada Pekerjaan Bongkar
Muat Peti Kemas Oleh Tenaga Kerja Bongkar Muat dengan Crane.

You might also like