You are on page 1of 10

Pengaruh kedelai produk rekayasa genetik… (Maskar DH; dkk)

PENGARUH KEDELAI PRODUK REKAYASA GENETIK TERHADAP KADAR


MALONALDEHID, AKTIVITAS SUPEROKSIDA DISMUTASE DAN PROFIL DARAH
PADA TIKUS PERCOBAAN
(THE IMPACT GENETICALLY MODIFIED ORGANISM [GMO] SOYBEAN ON THE
MALONALDEHYDE LEVEL, SUPEROXYDE DISMUTASE ACTIVITY AND BLOOD
PROFILE OF EXPERIMENTAL RATS)
1 2 2 3 4
Dadi Hidayat Maskar , Hardinsyah , Evi Damayanti , Made Astawan , Tutik Wresdiyati ,
3 3
Joko Hermanianto , dan Tessa Winandita

1USSEC Soyfood Program Indonesia/Forum Tempe Indonesia, Jl. Cijahe II No. 12. Taman Yasmin Sektor V Bogor, Indonesia
2Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia IPB, Kampus IPB Dramaga Bogor, Indonesia
3Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Kampus IPB Dramaga Bogor, Indonesia
4Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan IPB, Kampus IPB Dramaga Bogor, Indonesia

E-mail: dmaskar@ct.ussec.org

Diterima: 30-02-2015 Direvisi: 15-05-2015 Disetujui: 01-06-2015

ABSTRACT
Tempe, a soybean fermentation, has a short shelf life. An effort to extend the shelf life of tempe has been done
by making tempe flour. Difference of raw materials which were Genetically Modified Organism (GMO) and non-
GMO was pressured to cause different impact on human health. Thus, this study was conducted to evaluate
the effect of tempe flour that were made from GMO and non-GMO soybean upon malonaldehida (MDA) levels,
intracellular antioxidant superoxide dismutase (SOD) activity in the liver and kidneys of experimental rats, as
well as hematological profile. Twenty five Sprague Dawley rats divided into four treatment grups and one
control, feeded with tempe from GMO and non-GMO at 10% and 20% concentrations at the period of 90
days.The results showed that rats fed with 10% protein derived from non-GMO soybean flour had lower levels
of MDA in the liver and kidney compared to GMO tempe flour group consisting rations of 10% and 20% protein
but, not significantly different from the group protein of 20% non-GMO soybean flour and 10% protein of casein.
While the value of liver and kidney SOD activity were not significantly different (p>0,05) between the groups of
rats. The results showed that the values obtained were within normal limits. However, the amount of
thrombocytes in each treatment had a value that exceeds normal limits. The activity of rat, rat’s metabolism,
and amount of feed intake by rats might influenced the result. This experimental study lead to conclude that
consuming GMO and non-GMO tempe flour is safe.

Keywords: experimental rats, GMO tempe flour, non-GMO tempe flour, hematology, superoxide
dismutase

ABSTRAK
Tempe merupakan produk fermentasi kedelai yang mempunyai masa simpan relatif pendek. Upaya untuk
meningkatkan masa simpan diantaranya dengan dibuat tepung tempe. Perbedaan bahan baku dari kedelai
pangan rekayasa genetik (PRG) dan non-PRG menimbulkan kehawatiran terhadap dampak kesehatan bagi
manusia. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh tepung tempe dari kedelai PRG dan non-PRG
terhadap kadar malonaldehida (MDA), aktivitas superoksida dismutase (SOD), di hati dan ginjal serta profil
hematologi tikus percobaan. Sebanyak 25 ekor tikus galur Sprague Dawley dibagi menjadi empat kelompok
perlakuan dan satu kelompok kontrol (kasein) diberi ransum tempe PRG dan non-PRG dengan konsentrasi
10% dan 20% selama 90 hari. Hasil menunjukkan bahwa kelompok tikus yang diberi ransum tempe kedelai
non-PRG 10 % memiliki kadar MDA lebih rendah di hati dan ginjal dibanding kelompok tikus yang diberi
ransum tempe PRG 10% dan 20% persen, tetapi tidak berbeda nyata dengan kelompok non-PRG 20 % dan
kelompok kontrol. Sedangkan aktivitas SOD tidak berbeda nyata (p>0,05) antar kelompok perlakuan. Hasil
analisis hematologi menunjukkan semua kelompok perlakuan memiliki nilai pada rentang normal. Semua
kelompok perlakuan memiliki nilai kadar trombosit, di atas normal. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai
faktor, diantaranya: aktivitas fisik dan metabolisme serta jumlah ransum yang dikonsumsi. Analisis kadar MDA,
aktivitas SOD dan profil hematologi mengungkapkan bahwa tepung tempe kedelai PRG dan non-PRG aman
untuk dikonsumsi. [Penel Gizi Makan 2015, 38(1): 41-50]

Kata kunci: tikus percobaan, tepung tempe PRG, tepung tempe non-PRG, hematologi, superoxide dismutase

41
Penelitian Gizi dan Makanan, Juni 2015 Vol. 38 (1): 41-50

PENDAHULUAN na pengujian di bidang ini masih terbatas dan

R
tempe merupakan pangan yang sangat populer
endahnya produksi kedelai di Indonesia
bagi masyarakat Indonesia.
mengakibatkan para produsen olahan
Proses pengolahan kedelai menjadi tempe,
kedelai menggantungkan usahanya dari
dapat memperbaiki senyawa antioksidan.
bahan impor. Menurut Kementerian
Antioksidan adalah senyawa kimia yang dapat
Pertanian (2013), produksi kedelai nasional
menyumbangkan satu atau lebih elektron
pada tahun 2010 sebesar 907,03 ribu ton,
kepada radikal bebas (ROS), sehingga radikal
mengalami penurunan menjadi 843,15 ribu ton 9
bebas tersebut dapat diredam . Salah satu
biji kering pada tahun 2012. Kebutuhan kedelai
upaya pencegahan terbentuknya ROS yaitu
nasional selama lima tahun (tahun 2010-2014)
dengan melibatkan enzim superoksida
sebesar 2,3 juta ton biji kering, sebagian besar
dismutase (SOD), sedangkan salah satu
dipenuhi oleh kedelai impor asal Amerika
1 substansi biologis penanda (biomarker) stres
Serikat .
oksidatif adalah malonaldehida (MDA).
Poduk kedelai varietas impor dibedakan
Umur simpan tempe yang singkat
menjadi Produk Rekayasa Genetik (PRG) atau
mendorong upaya untuk memperpanjang umur
Genetically Modified Organism (GMO) dan non-
simpan tempe dengan merubahnya menjadi
Produk Rekayasa Genetik atau yang disebut
tepung tempe. Perbedaan bahan baku tepung
non-GMO. Kedelai PRG merupakan varietas
tempe, yaitu kedelai PRG dan non-PRG perlu
yang sudah dimodifikasi secara genetik untuk
dikaji dampaknya terhadap kesehatan
menghasilkan kedelai yang memiliki berbagai
masyarakat. Penilitian ini dilakukan untuk
keunggulan, seperti memiliki karakteristik lebih
mengetahui perbedaan dampak konsumsi
tahan terhadap penyakit dan hama, lebih tahan
tepung tempe kedelai PRG dan non-PRG
terhadap herbisida, dan memiliki ukuran biji
terhadap hematologi, kadar MDA, dan aktivitas
lebih besar. Menurut definisi Badan Kesehatan
SOD pada tikus percobaan.
Dunia atau World Health Organization (WHO),
tanaman transgenik atau GMO adalah
METODE
organisme yang telah mengalami perubahan
pada materi genetiknya sehingga organisme Bahan baku yang digunakan dalam
tersebut memiliki sifat-sifat yang tidak dimiliki penelitian ini adalah tepung tempe dari kedelai
sebelumnya. Gen yang disisipkan ke dalam (Glycine max) PRG dan non-PRG, pati jagung,
organisme tersebut dapat berasal dari spesies kasein, minyak jagung, carboximethylcelulose
2
yang sama ataupun berbeda . (CMC), campuran mineral, dan campuran
Teknik rekayasa genetika untuk tanaman vitamin. Kedelai yang digunakan dalam
kedelai, yang banyak diadopsi oleh petani pembuatan tempe adalah kedelai (Glycine max)
kedelai di Amerika Serikat adalah yang memiliki jenis PRG dan non-PRG impor asal USA yang
keunggulan tahan terhadap herbisida (Herbicide biasa digunakan untuk pembuatan tahu dan
Tolerance Soybean). Berdasarkan survei yang tempe diperoleh dari Koperasi Produsen Tahu
dilakukan oleh USDA, proporsi penanaman Tempe Indonesia (KOPTI) Kabupaten Bogor.
kedelai tahan herbisida (HT Soybean) Untuk kedelai jenis non-PRG, kedelai dikemas
meningkat secara pesat dari tahun ke tahun, dalam kemasan khusus 30 kg, dilengkapi
dari sekitar 17 persen di tahun 1997, menjadi 68 dengan sertifikat bebas GMO (Genetically
persen pada tahun 2001 dan 94 persen di tahun Midified Organism).
3
2014 . Hal ini terjadi karena besarnya manfaat Bahan-bahan yang digunakan untuk
yang dirasakan dan tingginya produktivitas yang analisis kadar malonaldehida (MDA) adalah
dihasilkan dari teknologi tersebut. Di sisi lain, PBS (phospate buffer saline) pH 7.4 yang
terdapat persepsi negatif akan pangan mengandung KCL 0,15 M, HCL 0,25 N yang
transgenik karena khawatir akan timbul sifat- mengandung 15% TCA (tricarboxylic acid),
sifat baru yang dimiliki tanaman yang dapat 0,38% TBA (thiobarbituric acid), dan 0,5% BHT
memberikan ekspresi protein baru akibat gen (butylatedhydroxytoluene), aquades, standar
dari spesies lain yang dapat memunculkan TEP (tetraetoksi propana). Bahan-bahan yang
toksisitas dan alergi baru. Hasil dari beberapa digunakan untuk analisis enzim superoksida
penelitian jangka panjang menunjukkan bahwa dismutase (SOD) adalah epinefrin, Na2CO3,
konsumsi kedelai transgenik tidak menimbulkan NaHCO3, NaEDTA 0,001 M, HCl 0,01 M,
4,5,6,7,8
bahaya terhadap kesehatan . Namun aquades, dan standar SOD. Bahan-bahan yang
pengujian terhadap tempe perlu dilakukan, kare- digunakan untuk analisis proksimat antara lain:

42
Pengaruh kedelai produk rekayasa genetik… (Maskar DH; dkk)

K2SO4, HgO, H2SO4 pekat, NaOH-Na2S2O3, vitamin 1%, serat 1%, air 5% dan presentase
10
H3BO3, indikator biru metilen, HCl, pelarut n- sisanya adalah karbohidrat .
heksana, indikator merah metil dan biru metil,
kapas bebas lemak, dan etanol. Bahan untuk Analisis Proksimat
analisis hematologi yaitu tabung yang berisi Analisis proksimat dilakukan pada kasein
larutan EDTA, batu es, larutan lyse dan diluent. dan tepung tempe. Hasil analisis menjadi acuan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini dalam formulasi ransum tikus percobaan.
adalah alat-alat untuk melakukan analisis
proksimat, MDA, dan SOD, serta hematology Uji Pengaruh Tepung Tempe PRG dan non-
analyzer untuk analisis hematologi darah tikus PRG Secara In Vivo
percobaan. Analisis pengaruh tepung tempe PRG dan
Penelitian ini terdiri dari tahap pembuatan non-PRG secara in vivo menggunakan 25 ekor
tempe, pembuatan tepung tempe, pembuatan tikus putih jantan Sprague Dawley lepas sapih
ransum, dan analisis produk. Analisis produk yang diadaptasikan terlebih dahulu selama tiga
meliputi analisis proksimat, analisis secara in hari dengan pemberian ransum kasein (standar)
vivo pada tikus percobaan yang diberi pakan dan air minum secara ad libitum. Setelah masa
tepung tempe kedelai PRG dan non-PRG, dan adaptasi, tikus diseleksi berdasarkan
analisis hematologi. keseragaman bobot tubuh dan dikelompokkan
menjadi lima, yaitu kelompok tikus yang diberi
Tahap Pembuatan Tempe pakan 10% protein dari kasein,10% protein dari
Proses pembuatan tempe dilakukan tepung tempe PRG, 20% protein dari tepung
dengan menerapkan Good Hygienic Practices tempe PRG, 10% protein dari tepung tempe
(GHP) di Rumah Tempe Indonesia (RTI) Bogor, non-PRG, dan 20% protein dari tepung tempe
yang telah mendapatkan sertifikasi HACCP, non-PRG. Setiap kelompok tikus memiliki
dengan cara: pembersihan atau penyortiran perbedaan bobot kurang dari 10 gram dan antar
kedelai, perendaman menggunakan air selama tikus dalam setiap kelompok memiliki
satu jam, perebusan selama 30 menit, perbedaan maksimal 5 gram. Perlakuan
perendaman kembali selama 12 jam dan dilakukan selama 90 hari. Selama masa
pengupasan kulit ari. Kedelai yang telah dikupas percobaan dilakukan pengamatan terhadap
kulit arinya dibersihkan dan dipisahkan dari konsumsi ransum setiap hari dan berat badan
tunas yang telah tumbuh, dan disiram dengan tikus setiap enam hari sekali.
air panas. Setelah itu, kedelai didinginkan lalu Pada akhir penelitian, tikus dibunuh
diberi ragi secara merata kemudian dikemas dengan eter, dilakukan pengambilan darah dari
dan diinkubasi selama 40 jam. jantung, pengambilan organ hati, ginjal untuk
analisis hematologi, MDA dan SOD. Kadaver
Tahap Pembuatan Tepung Tempe dikuburkan dalam tanah dengan kedalaman
Pembuatan tepung tempe dilakukan 60cm.
dengan cara: tempe diiris dengan menggunakan
slicer, dengan diameter 30 cm dan tebal irisan 1 Analisis Kadar Malonaldehida
mm, kemudian diblansir dengan uap panas Analisis tingkat stress oksidatif mengukur
selama 2 menit pada tekanan 1 bar dan suhu malonaldehida (MDA) sebagai hasil oksidasi
100°C. Tempe yang telah diblansir, dikeringkan asam lemak tidak jenuh dalam hati/ginjal
menggunakan oven pada suhu 60°C dan dengan membandingkannya dengan kurva
digiling menggunakan disc mill, yang dilengkapi standar TEP (tetraetoksi propana). Sebanyak
saringan 60 mesh. 1,00 g sampel hati atau ginjal dihancurkan dan
dihomogenisasi dengan ditambahkan 4 mL
Tahap Pembuatan Ransum larutan PBS (phospate buffer saline) yang
Pembuatan ransum tikus percobaan mengandung 0,15 M. Homogenat kemudian
dibedakan berdasarkan sumber proteinnya, disentrifus 3000 rpm dengan jari-jari sentrifus
yaitu ransum tepung tempe PRG, ransum sebesar 17,90 cm selama 20 menit sehingga
tepung tempe non-PRG, dan ransum kasein diperoleh supernatan jernih. Untuk tahap
sebagai standar. Ransum yang diberikan analisis, 1 mL supernatan hati atau larutan kerja
disesuaikan dengan kebutuhan harian tikus dan standar TEP dicampur dengan 4 mL larutan HCl
disusun berdasarkan AOAC (2005), dengan 0.25 N dingin yang mengandung TCA, TBA, dan
komposisi Protein 10% dan 20% (berdasarkan BHT. Larutan kemudian divorteks dan
kelompok perlakuan), lemak 8%, mineral 5%, dipanaskan 80°C menggunakan penangas air
selama satu jam.

43
Penelitian Gizi dan Makanan, Juni 2015 Vol. 38 (1): 41-50

Setelah dingin, larutan disentrifus 3000rpm. Setelah diperoleh hasil analisis proksimat
Kemudian diukur absorbansi supernatan jernih sampel, dapat ditentukan formulasi bahan untuk
pada panjang gelombang 532 nm dan ransum yang diberikan kepada tikus
dibandingkan dengan kurva standar TEP untuk percobaan. Formulasi bahan yang digunakan
10
menghitung kadar MDA sampel . untuk ransum masing-masing kelompok tikus
dibedakan atas sumber proteinnya, sedangkan
Analisis Aktivitas SOD komponen yang lain menyesuaikan sesuai
Sampel hati atau ginjal dihancurkan dan dengan proporsinya. Pada kelompok tikus
diekstraksi dengan buffer fosfat pH 7, dengan dengan perlakuan pemberian pakan tepung
perbandingan 1:10. Hasil ekstraksi disentrifus tempe PRG dan tepung tempe non-PRG tidak
dengan kecepatan 3000 rpm dengan jari-jari ditambahkan CMC karena bahan baku tepung
sentrifus sebesar 17,90 cm selama 10 menit tempe mengandung jumlah serat yang cukup
dalam keadaan dingin. untuk kebutuhan harian tikus percobaan. Untuk
Pengukuran serapan dilakukan dengan mengetahui kesesuaian kandungan zat gizi
cara memasukkan 2800 µl buffer natrium yang diberikan dengan formulasi, dilakukan
karbonat pH 10,2, 100 µl sampel yaitu analisis proksimat pada kelima jenis ransum
supernatan yang mengandung SOD dan 100 µl yang diberikan (Tabel 2).
larutan epinefrin ke dalam tabung reaksi. Hasil analisis proksimat ransum basis
Kemudian serapan dibaca pada panjang basah pada Tabel 2 menunjukkan kadar protein
gelombang 480 nm pada menit ke 1, 2, 3,dan untuk setiap kelompok tikus sebesar 10% dan
11
4 . 20%. Hal ini sudah sesuai dengan yang
diinginkan yaitu memberikan asupan protein
Analisis Hematologi yang sama untuk setiap kelompok tikus
Prosedur analisis hematologi yaitu sampel percobaan.
darah tikus sebanyak 0,5 mL dimasukkan ke
dalam tabung darah yang telah berisi EDTA Pertambahan Berat Badan Tikus dan
yang berguna sebagai anti pembekuan darah. Konsumsi Ransum
Analisis dilakukan dengan menggunakan alat Rata-rata konsumsi ransum dan kenaikan
otomatik ‘Hematology Analyzer’ dengan berat badan tikus selama 90 hari percobaan
parameter eritrosit, hematokrit, hemoglobin, disajikan pada Tabel 3.
trombosit, dan leukosit.
Analisis Kadar MDA dan Aktivitas Enzim
HASIL SOD
Tabel 4 menunjukkan hasil pengukuran
Analisis Proksimat Ransum
kadar MDA dan SOD hati dan ginjal tikus
Analisis proksimat dilakukan untuk
percobaan.
mengetahui kandungan gizi pada sampel
sumber protein untuk ransum. Analisis ketiga
Analisis Hematologi
sampel disajikan pada Tabel 1.
Hasil analisis hematologi pada tikus
percobaan yang disajikan pada Tabel 5.

Tabel 1
Hasil Analisis Proksimat Sampel Basis Kering
Kadar (%bk)
Sampel
Air
Abu Protein Lemak Serat
(%bb)

Kasein 9,9 0,6 89,4 0,3 0,5

Tepung tempe PRG 3,9 1,9 47,9 27,1 8,8

Tepung tempe non-PRG 4,7 1,8 50,7 26,5 9,5


Keterangan: Hasil analisis proksimat dari ketiga sampel menjadi acuan dalam formulasi ransum

44
Pengaruh kedelai produk rekayasa genetik… (Maskar DH; dkk)

Tabel 2
Hasil Analisis Proksimat Ransum Tikus Percobaan
Berdasarkan Perlakuan
Kadar (%bb)
Perlakuan
(Sumber dan Kadar Protein) Air Abu Protein Lemak Karbohidrat

Kasein 10% 13,7 4,2 10,6 8,8 62,8

Tepung tempe PRG 10% 14,8 4,0 10,1 5,2 65,9

Tepung tempe PRG 20% 11,9 4,0 19,7 9,3 55,1


Tepung tempe non-PRG 10% 13,5 3,9 9,8 3,7 69,1
Tepung tempe non-PRG 20% 11,7 3,8 19,4 7,7 57,4

Tabel 3
Jumlah Konsumsi Ransum dan Kenaikan Berat Badan Tikus Percobaan
selama Masa Perlakuan
Kelompok Perlakuan Jumlah Konsumsi Kenaikan Feed convertion
(Sumber dan Kadar Protein) Ransum (g) Berat Badan (g) effeciency (%)
c ab a
Kasein 10 % (standar) 1973±118,2 251±43,9 12,7±1,5
a a a
Tepung tempe PRG 10 % 1620±81,2 229±38,0 141±2,0
bc b b
Tepung tempe PRG 20 % 1829±92,9 380±33,8 20,8±0,9
ab ab a
Tepung Tempe non-PRG 10 % 1779±58,8 274±30,5 15,4±1,4
bc b b
Tepung Tempe non-PRG 20 % 1835±117,8 369±65,6 20,1±3,0
Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda sangat nyata (p<0,01)
dengan uji jarak Duncan.

Tabel 4
Kadar MDA dan Aktivitas SOD Hati dan Ginjal Tikus Percobaan
Sampel Aktivitas SOD
MDA Hati MDA Ginjal Aktivitas SOD Hati
(Sumber dan Ginjal (unit/mg
(µmol/g sampel) (µmol/g sampel) (unit/mg protein)
Kadar Protein) protein)
ab ab
Kasein 10% 19,6±4,8 13,3±1,2 344,1±74,7 439,7±0

Tepung Tempe b c
27,3±6,3 19,3±1,1 391,9±54,8 451,6±20,7
PRG 10%

Tepung Tempe b
29,1±4,8 bc 320,2±74,7 415,8±20,7
PRG 20% 16,0±3,8

Tepung Tempe a
11,8±1,3 a 344,1±41,4 439,7±0
non-PRG 10% 8,9±2,1

Tepung Tempe ab abc


19,6±2,4 13,9±0,8 391,9±41,4 427,7±20,7
non-PRG 20%
Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda sangat nyata (p<0,01)
dengan uji jarak Duncan.

45
Penelitian Gizi dan Makanan, Juni 2015 Vol. 38 (1): 41-50

Tabel 5
Analisis Hematologi Pada Tikus Percobaan

Sampel **Hemoglobin Leukosit *Trombosit **Eritrosit **Hematokrit


3 3 3 3 6 3
(Sumber dan Kadar Protein) (g/dL) (x10 /mm ) (x10 /mm ) (x10 /mm ) (%)

ab b bc b
Kasein 10% 14,1±0,7 7,9±2,2 639±47 8,1±0,46 37±1,4
a a a a
Tepung tempe PRG 10% 12,9±0,3 6,9±1,4 580,2±26 7,1±0,46 33,5±0,5
b ab c b
Tepung tempe PRG 20% 14,6±1,0 6,3±0,7 613,8±32 8,3±0,38 37,5±2,5

Tepung tempe non-PRG 10% a ab ab ab


13,2±0,5 5,9±0,6 613±24 7,5±0,19 35,3±1,0
Tepung tempe non-PRG 20% ab b abc ab
13,8±0,2 7,3±1,8 642,8±26 7,7±0,35 36,1±0,9
Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan ** berbeda sangat nyata (p<0,01) dan
* berbeda nyata (p<0,05) dengan uji jarak Duncan

BAHASAN yang mengonsumsi 10% protein dari kasein


dalam jumlah yang sama.
Pertambahan Berat Badan Tikus dan
Konsumsi Ransum
Analisis Kadar MDA dan Aktivitas Enzim
Hasil analisis lanjut dengan uji beda
SOD
Duncan terhadap jumlah konsumsi ransum
Malonaldehida (MDA) merupakan hasil
(Tabel 3) menunjukkan bahwa kelompok 10%
proses oksidasi lemak tidak jenuh jamak oleh
protein dari tepung tempe PRG lebih rendah
senyawa radikal bebas di dalam tubuh,
dibandingkan kelompok 10% protein dari
sehingga MDA dapat digunakan sebagai
kasein, kelompok 20% protein dari tepung
indikator keberadaan radikal bebas dan
tempe PRG, dan 20% protein dari tepung
indikator kerusakan oksidatif membran sel di
tempe non-PRG. 13
dalam tubuh .
Rata-rata kenaikan berat badan (Tabel 3)
Organ hati dan ginjal merupakan organ
menunjukkan kelompok tikus percobaan yang
yang penting untuk mengetahui dampak
diberi pakan 10% protein dari tepung tempe 14
toksisitas . Organ hati yang digunakan pada
PRG dan 20% protein, serta 10% protein dari
analisis MDA dan SOD merupakan organ yang
tepung tempe non-PRG dan 20% protein tidak
memiliki fungsi utama berupa tempat
berbeda nyata dengan tikus yang diberi pakan
penyimpan, metabolisme dan biosintesis zat
kasein (kontrol). Hal tersebut disebabkan
gizi. Sedangkan ginjal merupakan organ yang
protein pada tempe memiliki kualitas yang baik
berfungsi untuk mengeluarkan sisa-sisa
dan hampir setara dengan protein pada kasein.
metabolisme. Fungsi utama ginjal adalah
Penelitian terdahulu yang mengevaluasi
mengeluarkan kotoran dari sistem saluran
keamanan tempe transgenik melaporkan
kemih, menyaring kotoran dari darah, dan
bahwa tempe sebagai sumber protein nabati 15
menyerap nutrisi penting ke aliran darah .
memiliki kualitas protein yang sama baiknya
12 Hasil uji beda lanjut Duncan untuk kadar
dengan protein hewani (kasein) .
MDA hati tikus percobaan yang disajikan pada
Data feed convertion effeciency (FCE)
Tabel 4, menunjukkan bahwa kelompok tikus
pada Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai FCE
yang diberi pakan tepung tempe PRG dan non-
kelompok tikus yang diberi ransum 20% protein
PRG tidak berbeda nyata dengan kelompok
dari tepung tempe PRG lebih tinggi
tikus yang diberi pakan kasein. Hal tersebut
dibandingkan kelompok tikus yang diberi pakan
dikarenakan isoflavon pada tempe mengalami
10% protein dari kasein.
pelepasan molekul gula dari isoflavon
Semakin tinggi nilai FCE maka semakin
glukosida menjadi isoflavon aglikon yang
tinggi tingkat efisiensi penggunaan ransum,
mudah diserap oleh tubuh.
demikian sebaliknya. Sehingga, tikus yang
Kadar isoflavon total yang terdapat pada
mengonsumsi 20% protein dari tepung tempe -1
kedelai mentah sebesar 140 mg 100 gram
PRG dapat meningkatkan berat badan lebih
bahan, sedangkan pada tempe sebesar 50 mg
efisien dibandingkan dengan kelompok tikus -1 16
100 gram bahan .

46
Pengaruh kedelai produk rekayasa genetik… (Maskar DH; dkk)

Hasil uji beda lanjut Duncan menunjukkan yang cukup sensitif untuk menggambarkan
19
kadar MDA hati kelompok 10% protein dari kesehatan tikus secara umum .
tepung tempe PRG lebih tinggi dibandingkan Hemoglobin tidak hanya dipengaruhi oleh
dengan kelompok 10% protein dari tepung suatu rangsangan tetapi juga dipengaruhi oeh
20
tempe non-PRG. Hal tersebut sama dengan hematokrit dan eritrosit per unit volume .
hasil uji beda lanjut Duncan kadar MDA ginjal. Rendahnya oksigen yang ada dalam darah
Tingginya kadar MDA organ hati dan ginjal menyebabkan peningkatan produksi
tikus kelompok 10% protein dari tepung tempe hemoglobin dan eritrosit. Hasil analisis kadar
PRG dibandingkan dengan kelompok 10% hemoglobin pada tikus percobaan yang
protein dari tepung tempe non-PRG, disajikan pada Tabel 5 menunjukkan bahwa
disebabkan adanya isoflavon yang hilang kelompok tikus yang diberi ransum tepung
(terbuang) atau rusak akibat proses tempe PRG dan non-PRG tidak berbeda nyata
pemanasan. Hal ini didukung oleh hasil dengan kelompok kasein. Hal ini menunjukkan
penelitian terdahulu yang melaporkan bahwa bahwa kelompok tikus dengan ransum tepung
kadar isoflavon pada tepung tempe PRG tempe PRG dan non-PRG mampu memberikan
sebesar 29,67 mg/gram bahan sedangkan asupan zat besi yang baik. Hal tersebut
kadar isoflavon tepung tempe non-PRG didukung oleh penelitian terdahulu yang
17
sebesar 28,92 mg/gram bahan . Hal tersebut mengatakan bahwa kadar besi yang terdapat
tidak berkaitan dengan kadar MDA, pada tepung tempe sebesar 9 mg per 100
21
dikarenakan proses pembuatan tempe dengan gram . Sehingga kadar hemoglobin pada
dua kali perebusan diduga dapat menyebabkan setiap kelompok tikus perlakuan memiliki nilai
penurunan senyawa isoflavon. yang normal. Nilai normal hemoglobin pada
22
Enzim superoksida dimutase (SOD) tikus percobaan adalah sebesar 12-17,5 g/dL .
memiliki peran penting dalam sistem Peran leukosit di dalam tubuh adalah
pertahanan tubuh, terutama terhadap aktivitas mempertahankan seluler dan humoral
senyawa oksigen reaktif yang dapat organisme terhadap zat-zat asing. Leukosit
menimbulkan stress oksidatif. SOD dalam sebagian dibentuk di sumsum tulang dan
tubuh mempunyai aktivitas mengkatalisis sebagian lagi di jaringan limfa. Tabel 5
radikal superoksida (O2) menjadi hidrogen menunjukkan hasil analisis jumlah leukosit
peroksida dan oksigen, SOD menghambat pada tikus percobaan dari dua jenis tepung
terjadinya autooksidasi epinefrin menjadi tempe dengan kadar protein yang berbeda
11
adenokrom pada pH basah . serta kasein sebagai kontrol. Hasil analisis sidik
Tabel 4 menunjukkan hasil pengukuran ragam menunjukkan bahwa jenis ransum yang
aktivitas SOD hati dan ginjal dari dua jenis diberikan tidak berpengaruh nyata (p>0,05)
tepung tempe dengan kadar protein yang terhadap jumlah leukosit. Akan tetapi, kadar
berbeda dan kasein sebagai kontrol. Hasil leukosit pada setiap kelompok tikus perlakuan
analisis ragam menunjukkan bahwa jenis memiliki nilai yang normal. Nilai normal leukosit
ransum yang diberikan tidak berpengaruh pada tikus percobaan adalah sebesar 5-
3 3 22
nyata (p>0,05) terhadap aktivitas SOD di hati 25x10 / mm .
dan ginjal tikus percobaan. Sehingga dapat Trombosit berperan penting dalam
disimpulkan bahwa kandungan isoflavon pada pembekuan darah. Fungsi lain dari trombosit
tempe PRG dan non-PRG mampu membantu yaitu untuk mengubah bentuk dan kualitas
aktivitas SOD dalam menghambat setelah berikatan dengan pembuluh yang
terbentuknya radikal bebas, walaupun kadar cedera. Trombosit akan menjadi lengket dan
isoflavonnya menurun akibat proses menggumpal bersama membentuk sumbat
pengolahan kedelai menjadi tempe. Hal ini trombosit yang secara efektif menambal daerah
20
didukung oleh penelitian terdahulu yang yang luka . Jumlah trombosit normal pada
3 23
menyatakan bahwa tempe memiliki banyak manusia adalah 250,000-400,000 sel/mm .
manfaat bagi tubuh manusia, salah satunya Jumlah trombosit yang sangat rendah dapat
18
meningkatkan enzim antioksidan SOD . menyebabkan pemanjangan waktu
pembekuan.
Analisis Hematologi Hasil analisis jumlah trombosit pada tikus
Analisis hematologi merupakan cara untuk percobaan disajikan pada Tabel 5. Hasil uji
memeriksa darah yang dapat menghitung beda lanjut Duncan menunjukkan bahwa
jumlah eritrosit, kadar hemoglobin, jumlah kelompok tikus yang mengkonsumsi ransum
leukosit, jumlah trombosit, dan kadar 10% protein dari tepung tempe PRG memiliki
hematokrit. Hematologi merupakan indikator jumlah trombosit lebih rendah dibandingkan

47
Penelitian Gizi dan Makanan, Juni 2015 Vol. 38 (1): 41-50

kelompok 10% protein dari kasein dan Rendahnya konsumsi protein pada tikus
kelompok 20% protein dari tepung tempe non- yang diberi ransum 10% protein dari tepung
PRG. Hal ini disebabkan rendahnya jumlah tempe PRG menyebabkan kadar hematokrit
konsumsi tikus yang diberi ransum 10% protein yang rendah. Konsumsi protein yang rendah
dari tepung tempe PRG. Hal tersebut dapat menyebabkan terganggunya sintesis
mengurangi asupan protein yang berfungsi hormon eritropoietin. Hormon tersebut
sebagai zat pembangun tubuh, salah satunya membantu mengatur kecepatan pembentukan
berperan dalam metabolisme sel trombosit. sel darah merah di dalam sumsum tulang, serta
Jumlah trombosit pada setiap kelompok dapat merangsang proses pembelahan sel
28
tikus perlakuan mempunyai nilai diatas batas menjadi lebih cepat . Kelima kelompok jenis
3 3 24
normal, pada kisaran 150-460x 10 /mm . Hal ransum memiliki nilai hematokrit yang berada
22, 29
tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, pada kisaran normal, yaitu 33-50% .
antara lain adalah aktivitas dan metabolisme
tubuh tikus. Sedangkan jumlah trombosit yang KESIMPULAN
melampaui batas normal sebagai akibat dari
Hasil pemeriksaan MDA, SOD, dan
mengonsumsi tepung tempe PRG dan non-
hematologi menunjukkan bahwa mengonsumsi
PRG, dapat digunakan sebagai pangan
tepung tempe PRG dan non-PRG dalam
alternatif untuk meningkatkan nilai trombosit
jangka waktu yang lama tidak menyebabkan
yang turun pada penderita demam berdarah.
kelainan atau menimbulkan stress oksidatif
Fungsi utama eritrosit adalah mengangkut
(radikal bebas). Hal tersebut didukung dengan
hemoglobin, dan seterusnya mengangkut
tidak adanya berbagai kelainan pada tikus
oksigen dari paru-paru ke jaringan. Hasil
selama masa perlakuan. Dengan demikian
analisis nilai eritrosit pada tikus percobaan
tepung tempe PRG dan non-PRG aman untuk
disajikan pada Tabel 5. Hasil uji beda lanjut
dikonsumsi.
Duncan menunjukkan bahwa tikus yang diberi
ransum 10% protein dari tepung tempe PRG
SARAN
memiliki eritrosit sangat nyata lebih rendah
dibandingkan dengan tikus yang diberi ransum Perlu dilakukan upaya untuk menyebar-
berupa 10% protein dari kasein dan 20% luaskan informasi berdasarkan fakta ilmiah
protein dari tepung tempe PRG. Hal ini yang dapat dipertanggungjawabkan untuk
dikarenakan kelompok tikus yang diberi ransum mengedukasi masyarakat bahwa tempe dari
10% protein dari tepung tempe PRG kedelai PRG aman untuk dikonsumsi, sama
mengonsumsi ransum dalam jumlah yang amannya dengan tempe dari kedelai non-PRG.
sedikit sehingga dapat mengurangi asupan
protein. Protein sangat dibutuhkan dalam UCAPAN TERIMA KASIH
pembuatan hormon eritropoeitin, yaitu molekul
Peneliti mengucapkan terimakasih kepada
glikoprotein yang diperlukan dalam sintesis
25 pemberi dana penelitian, yaitu Badan
eritrosit . Nilai eritrosit pada semua kelompok
perlakuan tikus masih berada dalam kisaran Penelitian dan Pengembangan Pertanian
6
normal, yaitu 7x10 -9,7x10 /mm .
6 3 26 Kantor Pusat Jakarta melalui Kerjasama
Kemitraan Penelitian dan Pengembangan
Hematokrit dapat digunakan untuk
Pertanian Nasional (KKP3N) dengan Surat
mendiagnosis kondisi normal, anemia, dan
Perjanjian Pelaksanaan Kegiatan No:64/PL.
polisitemia. Kondisi polisitemia atau
kekurangan cairan ditandai dengan hematokrit 220/I.1/3/2014 tanggal 10 Maret 2014 atas
yang tinggi dengan jumlah eritrosit dan nama Made Astawan
hemoglobin yang tinggi. Nilai hematokrit yang
RUJUKAN
rendah menunjukkan terjadinya anemia atau
pendarahan. Sedangkan, nilai hematokrit yang 1. Indonesia, Kementerian Pertanian.
tinggi dapat disebabkan oleh terjadinya Pendoman teknis pengelolaan produksi
27
dehidrasi pada spesimen . kedelai tahun 2013. Jakarta: Direktorat
Hasil analisis menunjukkan bahwa Jendral Tanaman Pangan, Kementerian
kelompok 10% protein dari tepung tempe PRG Pertanian RI, 2013.
memiliki hematokrit lebih rendah dibandingkan 2. World Health Organization. Food derived
kelompok 20% protein dari tepung tempe PRG from modern technology: 20 question on
dan 10% protein dari kasein, akan tetapi tidak genetically modified foods. 2002. [cited
berbeda nyata dengan kelompok 10% protein 2015 January 31]. Available from:
dari tepung tempe non-PRG maupun 20%. http://www.who.int/fsf/GMfood/.

48
Pengaruh kedelai produk rekayasa genetik… (Maskar DH; dkk)

3. United States Department of Agriculture luasi keamanan tempe dari kedelai


(USDA). Adoption of genetically transgenik melalui uji subkronis pada tikus.
engineered crops in the U.S. [cited 2015 Jurnal Veteriner. 2013.15: 353-362.
Mei 15]. Available from:http://www.ers. 13. Astuti S, Muchtadi D, Astawan M,
usda.gov/data-products/adoption-of-geneti Purwantara B, dan Wresdiyati T. Pengaruh
cally-engineered-crops-in-the-us/recent- pemberian tepung kedelai kaya isoflavon
trends-in-ge-adoption.aspx. terhadap kadar malonaldehid (MDA),
4. Hemre GI, Sanden M, Bakke-McKleep AM, aktivitas superdioksida dismutase (SOD)
Sagstad A, and Kroghdal A. Growth, feed testis dan profil Cu,Zn-SOD tubuli
utilization and health of Atlantic salmon seminiferi testis tikus jantan. Jurnal
Salmo salar L. Fed genetically modified Teknologi dan Industri Pangan. 2009.
compared to non-modified commercial 20:130-131.
hybrid soybeans. Aquaculture Nutrition. 14. Lu FC. Toksikologi ginjal. Jakarta:
2005;11:157-167 Universitas Indonesia Press, 2006.
5. Tudisco R, Lombardi P, Bovera F, d’Angelo 15. Odden MC, Amadu AR, Ellen S, Lowell LO,
D, Cutrignelli MI, Mastellone V, et al. and Carmen A. Uric acid levels, kidney
Genetically modified soybean in rabbit finction, and cardiovascular mortality in US
feeding: detection of DNA fragments and adults: national health and nutrition
evaluation of metabolic effect by enzymatic examination survey (NHANES) 1988-1994
analysis. Journal of Animal Science. 2006; and 1999-2002. American Journal of
82:193-199 Kidney Diseases. 2014;64:550-557.
6. Appenzeller LM, Munley SM, Hoban D, 16. Astawan M. Sehat dengan tempe. Jakarta:
Skyes GP, Malley LA, and Delaney B. PT.Dian Rakyat, 2008.
Subchronic feeding study of herbicide- 17. Mursyid. Kandungan zat gizi dan nilai gizi
tolerant soybean DP-356O43-5 in Sprague- proteintepung tempe kedelai lokal dan
Dawley rats. Food and Chemical impor serta aktivitas antioksidannya. Tesis.
Toxycology. 2008;46: 2201-2213 Bogor: Institut Pertanian Bogor, 2014..
7. Daleprane JB, Feijo TS, and Boaventure 18. Astuti M, Meliala A, Dalais F S, and
GT. Organic and generically soybean diets: Wahlqvist M. Tempe, a nutritious and
consuquences in growth and in healthy food from Indonesia. Asia Pacific
hematological indicators of aged rats. Plant Journal of Clinic and Nutrition. 2000;9:322-
Foods Human Nutrition. 2009;64:1-5 325.
8. Qi X, He X, Luo Y, Li S, Zou S, Cao S, et 19. Zhu Y, Li D, Wang F, Yin J, and Jin H.
al. Subchronic feeding study of stacked Nutritional assessment and fate of DNA of
trait genetically-modified soybean (3 O5423 soybean meal from round up ready or
x 40-3-2) in Sprague-Dawley rats. Food conventional soybeans using rats. Archives
and Chemical Toxycology. 2012;50:3256- of Animal Nutrition. 2004;58: 295-310.
3263 20. Handayani W dan Andi S H. Buku ajar
9. Kuncahyo I. Uji Aktivitas antioksidan asuhan keperawatan pada klien dengan
ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi gangguan sistem hematologi. Jakarta:
L.) terhadap 1,1-Diphenyl-2-Picrylhidrazyl Salemba Medika, 2008.
(Dpph). Seminar Nasional Teknologi; 24 21. Susianto. Peran formula tempe sebagai
November 2007; Yogyakarta.p.1-9. sumber vitamin B12 dan implementasinya
10. Association of Official Analytical Chemistry. untuk diet vegetarian. Disertasi. Depok:
Official Method of Analysis. Maryland, Fakultas Kesehatan Masyarakat,
USA: Association of Official Analytical Universitas Indonesia, 2011.
Chemistry (AOAC), 2005. 22. Arrington LR. Animal laboratory: in
11. Wood LG, Fitzgerald DA, Lee AK, and introduction laboratory animal science- the
GargManohar L. Improved antioxidant and breeding, care and management of
fatty acid status of patients with cystic experimental animals. Michigan: Interstate
fibrosis after antioxidant supplementation is Printers & Publishers, 1972.
linked to improved lung function. Am J Clin 23. Scott AS and Fong E. Body structure and
Nutr. 2003; 77:150-9. function, eleventh edition. New York:
12. Suwarno M, Astawan M, Wresdiyati T, Delmar Cengage Learning, 2013.
Widowati S, Bintari S H, dan Mursyid. Eva-

47
Penelitian Gizi dan Makanan, Juni 2015 Vol. 38 (1): 41-50

24. Smith JB dan Mangkoewidjojo S. 27. Estridge BH, Reynolds AP, and Walters
Pemeliharaan, pembiakan dan NJ. Basic medical laboratory techniques,
th
penggunaan hewan percobaan di daerah 4 ed. New York: Thomson Learning,
tropis: tikus laboratorium (Rattus 2000.
norvegicus). Depok: Universitas Indonesia, 28. Guyton AC. Sel darah, imunitas dan
1988. pembekuan darah. Penerjemah Tengadi
25. Ganong WF. Buku ajar fisiologi kedokteran. KA, dkk. Jakarta: EGC, 1993.
Edisi ke-22. Penerjemah Widjajakusumah 29. Schaasfma G. The protein digestibility–
MD. Jakarta: EGC, 2008. corrected amino acid score. Journal of
26. Schermer S. The blood morphology of Nutrition.2000;130:1865-1867.
rd
laboratory animals. 3 ed. Philadelphia:
Davis, 1967.

48

You might also like