You are on page 1of 10

Jurnal Sain Peternakan Indonesia P-ISSN 1978-3000

Available at https://ejournal.unib.ac.id/index.php/jspi/index E-ISSN 2528-7109


DOI: https://doi.org/10.31186/jspi.id.14.3.272-281 Volume 14 Nomor 3 edisi Juli-September 2019

Kecernaan Protein Kasar dan Serat Kasar Kambing Peranakan Etawa Jantan yang diberi Pakan
Fermentasi Ampas Tahu dan Bungkil Inti Sawit dengan Imbangan yang Berbeda
Digestibility of Crude Protein and Crude Fiber of Male Etawa Crossbreed Goat Fermented
Tofu Waste and Palm Kernel Cake with Different Ratio

Ghina Yulianti, Dwatmadji, dan Tatik Suteky


Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu
Jalan Raya W. R Supratman, Kandang Limun, Bengkulu, 38371A
Corresponding email : ghinayulianti05@gmail.com

ABSTRACT
The study aimed to evaluate the digestibility of crude protein and crude fiber of male Etawa crossbreed goats fed
with fermented tofu waste feed and palm kernel cake with different ratio. This research was conducted in
October-November 2018 in the Babatan Village, Sukaraja, Seluma, Bengkulu Province. The design carried out
in this study was a completely randomized design (CRD) consisting of 4 treatments and 5 replications. P0: Tofu
waste 45% + Palm kernel cake 0%, P1: Tofu waste 40% + Palm kernel cake 5%, P2: Tofu waste 35% + Palm
kernel cake 10%, P3: Tofu waste 30% + Palm kernel cake 15 %. The variables observed were crude protein
intake and crude protein digestibility, crude fiber intake and digestibility, water intake and environmental factors.
The results showed that the administration of fermented tofu waste feed and palm kernel cake had no significant
effect (P <0.05) on crude protein digestibility with P0 (70.1%), P1 (70.5%), P2 (72.0% ) and P3 (69.8%). The
treatment significantly (P <0.05) affect on crude fiber digestibility with P0 (49.3%), P1 (49.6%), P2 (52.3%) and
P3 (30.1%). It can be concluded that the provision of fermented tofu waste feed and palm kernel meal increased
the digestibility of crude fiber and did not increase the digestibility of crude protein. However, it provides better
crude protein digestibility with a level of tofu waste of 35% and palm kernel cake of 10%.

Key word : Digestibility of PK and SK, Ettawa-Crossbreed Goat, PKC, Tofu Waste

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kecernaan protein kasar dan serat kasar kambing Peranakan Etawa
jantan yang diberi pakan fermentasi ampas tahu dan bungkil inti sawit dengan imbangan yang berbeda.
Penelitian ini dilaksankan pada bulan Oktober-November 2018 di Kelurahan Babatan, Sukaraja, Seluma,
Provinsi Bengkulu. Rancangan penelitian yaitu rancangan acak lengkap (RAL) 4 perlakuan dan 5 ulangan. P0 :
Ampas Tahu 45% + Bungkil Inti Sawit 0%, P1 : Ampas Tahu 40% + Bungkil Inti Sawit 5%, P2 : Ampas Tahu
35% + Bungkil Inti Sawit 10%, P3 : Ampas Tahu 30% + Bungkil Inti Sawit 15%. Variabel yang diamati :
konsumsi dan kecernaan protein kasar, konsumsi dan kecernaan serat kasar, konsumsi air minum dan faktor
lingkungan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pakan fermentasi ampas tahu dan bungkil inti sawit
berpengaruh tidak nyata (P<0,05) terhadap kecernaan protein kasar dengan P0 (70,1%), P1 (70,5%), P2 (72,0%)
dan P3 (69,8%). Perlakuan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kecernaan serat kasar dengan P0 (49,3%), P1
(49,6%), P2 (52,3%) dan P3 (30,1%). Kesimpulan bahwa perlakuan meningkatkan kecernaan serat kasar dan
tidak meningkatkan kecernaan protein kasar. Namun memberikan kecernaan protein kasar yang lebih baik
dengan level pemberian ampas tahu 35% dan bungkil inti sawit sebesar 10%.

Kata kunci : Ampas Tahu, BIS, Kambing PE, Kecernaan PK dan SK.

PENDAHULUAN yaitu penghasil susu dan daging (tipe


dwiguna). Provinsi Bengkulu mengalami
Kambing Peranakan Etawa (PE) peningkatan produksi daging kambing pada
merupakan ternak ruminansia kecil hasil tahun 2016 sampai 2017 yaitu 258 ton/tahun
persilangan antara kambing Etawa dengan menjadi 274 ton/tahun (Ditjen PKH, 2017).
kambing lokal Indonesia yaitu kambing Hal tersebut menjadi peluang usaha
Kacang. Umumnya peternak di Provinsi penggemukkan kambing Peranakan Etawa di
Bengkulu memilih kambing PE dalam Provinsi Bengkulu.
pengembangbiakan memiliki tujuan produksi

Jurnal Sain Peternakan Indonesia 14 (3) 2019 Edisi Juli-September | 272


Pakan adalah unsur utama yang cara yang efektif diterapkan pada peternakan
harus terpenuhi setiap hari untuk mencapai semi-modern. Pakan fermentasi bermanfaat
produktifitas ternak yang optimal dari potensi bagi ternak guna memperbaiki sistem
genetik ternak. Faktor produksi yang paling pencernaan ternak, meningkatkan nafsu
tinggi dalam pengembangbiakan kambing makan ternak sehingga pertambahan berat
Peranakan Etawa yaitu pakan, berkisar 60- badan yang cepat (Isnainiyati, 2001) dan
70% dari biaya keseluruhan pada proses meningkatkan kandungan vitamin dan
produksi. Salah satu upaya meminimalisir mineral (Pelczar dan Chan, 1988 ).
biaya yang dikeluarkan untuk pakan dan Ampas tahu dan bungkil inti sawit
efisiensi pakan dengan pemilihan bahan memiliki potensi yang tinggi yang dapat
pakan alternatif yang berasal dari pabrik dijadikan pakan alternatif dalam proses
kelapa sawit dan industri pengolahan tahu. penggemukan kambing Peranakan Etawa
Provinsi Bengkulu mempunyai luasan jantan dan belum banyaknya penelitan
areal yakni 19.919 km2 setara dengan mengenai hal tersebut sehingga perlunya
1.991.900 ha. Total luasan areal perkebunan dilakukan penelitian mengenai judul
kelapa sawit pada tahun 2015 yaitu 191.147 “ ece n n P o ein d n Se
ha dengan total produksi 466.954 ton Kambing Peranakan Etawa Jantan yang
(Direktorat Jenderal Perkebunan, 2016). diberi Pakan Fermentasi Ampas Tahu dan
Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa Bungkil Inti Sawit dengan Imbangan yang
10,42% dari luasan areal Provinsi Bengkulu e ed ”. Penelitian ini bertujuan untuk
terdiri dari perkebunan kelapa sawit. Seiring mengevaluasi kecernaan protein kasar dan
dan sejalan dengan adanya perkebunan serat kasar kambing Peranakan Etawa jantan
kelapa sawit maka keberadaan pabrik yang diberi pakan fermentasi ampas tahu dan
pengolahan kelapa sawit semakin meningkat. bungkil inti sawit dengan imbangan yang
Produk sampingan industri pengolahan sawit berbeda. Diduga pemberian pakan fermentasi
terdiri dari bungkil inti sawit (BIS), lumpur ampas tahu dan bungkil inti sawit dengan
sawit (Solid) dan serat sawit. Salah satu imbangan yang berbeda dapat meningkatkan
produk sampingan yang potensial digunakan kecernaan protein kasar dan serat kasar pada
sebagai pakan ternak yaitu bungkil inti sawit. kambing Peranakan Etawa jantan.
Bungkil inti sawit memiliki kandungan bahan
kering 88,0-94,5%, protein kasar 14,5- METODE PENELITIAN
19,6%, serat kasar 13,0-20,0% (Alimon,
2004), bahan organik 85,4% (Rahman et al., Penelitian ini dilaksanakan pada
2013), lemak 9,60%, kalsium 0,36%, fosfor bulan Oktober sampai November 2018 pada
0,71% dan energi metabolis 2,087 kkal/kg tiga tempat yang berbeda. Tempat yang
(Bintang et al., 1998). pertama untuk pengukuran serta pengambilan
Selain hasil industri pengolahan sampel di Kelurahan Babatan, Kecamatan
kelapa sawit, terdapat industri pengolahan Sukaraja, Kabupaten Seluma, Provinsi
tahu dalam skala rumah tangga yang Bengkulu. Selanjutnya proses penggilingan
memiliki hasil sampingan berupa ampas tahu sampel di Laboratorium Nutrisi Ternak
yang memiliki kandungan protein yang tinggi Jurusan Peternakan Universitas Bengkulu
dan berpotensi menjadi pakan bagi ternak. dan analisis sampel di Laboratorium
Ampas tahu disebut bahan pakan sumber Mikrobiologi dan Biokimia PPSHB LPPM
protein karena memiliki protein kasar 23- IPB Institut Pertanian Bogor, Bogor.
29% (Mathius dan Sinurat, 2001), lemak Alat yang digunakan pada penelitian
4,93% (Nuraini, 2009) dan serat kasar ini yakni timbangan pakan, timbangan
22,65% (Duldjaman, 2004). analitik, mesin pemotong (chopper), ember,
Peningkatan kualitas bahan pakan gelas pengukur air, waring, hygrometer,
melalui teknologi fermentasi dengan thermometer, sapu lidi, tali, alat tulis dan
menggunakan mikroorganisme merupakan alat-alat yang dibutuhkan untuk fermentasi
yakni alat pres, kantong plastik, gelas ukur,

273 | Kecernaan protein kasar dan serat kasar kambing PE Jantan (Yulianti et al., 2019)
Suntikan (spuit), plastik alas warna hitam, Bahan pembuat kandang dari kayu dan
terpal, gloves dan tali plastik. bambu pada bagian lantai kandang serta
Bahan yang digunakan yaitu kambing dilengkapi dengan tempat pakan sedangkan
Peranakan Etawa jantan sebanyak 20 ekor tempat minum menggunakan ember plastik
dengan berat badan rata-rata 20,46±1,71 kg dan waring pada sisi kanan kiri kandang
daun ubi kayu, ampas tahu, lumpur sawit, individu serta tempat penampung feses
bungkil inti sawit, dedak padi, air dan EM4. bagian bawah kandang.

Rancangan Percobaan Persiapan pakan


Rancangan percobaan pada penelitian Persiapan pakan ampas tahu sebelum
ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) fermentasi dilakukan penggurangan
yang terdiri dari 4 perlakuan dan 5 ulangan kandungan air dengan menggunakan alat
pada setiap perlakuan sebagai berikut: penggepres. Kemudian ampas tahu, bungkil
inti sawit, lumpur sawit, daun ubi kayu
P0 = Ampas Tahu 45% + Bungkil Inti Sawit 0% ditimbang dan selanjutnya dilakukan
P1 = Ampas Tahu 40% + Bungkil Inti Sawit 5% fermentasi anaerob per bahan pakan dengan
P2 = Ampas Tahu 35% + Bungkil Inti Sawit 10% menggunakan fermentor yaitu Effective
P3 = Ampas Tahu 30% + Bungkil Inti Sawit 15%
Microorganisme-4 (EM4). EM4 yang
Semua perlakuan ditambahkan digunakan sebanyak 1 ml/1000 gram pakan.
dengan dedak sebanyak 20%, lumpur sawit Fermentasi dilakukan selama 7 hari.
fermentasi 25% dan daun ubi kayu Komposisi bahan pakan penyusun
fermentasi sebanyak 10%. ransum berdasarkan berat segar selama
Pada penelitian ini menggunakan penelitian dapat dilihat pada Tabel. 1
model matematika pada setiap observasi
menurut Astuti (2007) sebagai berikut: Tabel 1. Komposisi bahan penyusun ransum
Perlakuan
No Bahan Pakan
P0 P1 P2 P3
Dimana: 1 Ampas tahu 45 40 35 30
Bungkil inti 0 5 10 15
2
Yij = Nilai pengamatan pada perlakuan sawit
ke-I dan ulangan ke-j 3 Lumpur sawit 25 25 25 25
µ = Nilai rataan umum dari perlakuan 4 Dedak padi 20 20 20 20
ᵦi = Pengaruh perlakuan ke-i 5 Daun ubi kayu 10 10 10 10
Ɛij = Galat pada perlakuan ke-I dan 10 10 10 10
Jumlah Total (%)
ulangan ke-j 0 0 0 0

Persiapan Kandang Kandungan nutrien bahan pakan


Kandang yang digunakan adalah penyusun ransum selama penelitian dapat
kandang individu yang disiapkan sebanyak dilihat pada Tabel 2, sedangkan Kandungan
20 buah dengan ukuran kandang panjang 100 nutrien ransum selama penelitian dapat
cm, lebar 50 cm dan tingginya 115 cm. dilihat pada Tabel 3.

Tabel 2. Kandungan nutrien bahan pakan


BK(%) BO(%) PK(%) SK(%)
Ampas tahu 93,82 93,54 20,31 16,77
Bungkil inti sawit 94,22 93,85 14,80 16,24
Lumpur sawit 91,57 89,32 13,74 22,68
Dedak padi 91,07 87,00 10,01 14,60
Daun ubi 93,08 92,03 24,68 18,17
Hasil analisis laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia PPSHB LPPM IPB (2019)

Jurnal Sain Peternakan Indonesia 14 (3) 2019 Edisi Juli-September | 274


Tabel 3. Kandungan nutrien ransum
Perlakuan
P0 (%) P1 (%) P2 (%) P3 (%)
BK (Bahan Kering) 93,14 92,30 91,51 91,55
BO (Bahan Organik) 87,62 89,39 90,25 90,21
PK (Protein Kasar) 13,50 13,51 13,53 13,54
SK (Serat Kasar) 18,40 17,22 17,12 17,06
Hasil analisis laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia PPSHB LPPM IPB (2019)

Penanganan ternak dimulai pada pukul 06.30 WIB sampai


Penanganan ternak pada penelitian ini dengan selesai. Sampel dikeringkan yang
dimulai dengan pemilihan kambing yang kemudian digiling, selanjutnya melakukan
berdasarkan berat badan rataan yang hampir proses komposit dan melakukan pengilingan
sama sebelum dilakukannya penelitian. sampel untuk dianalisis kandungan protein
Kemudian menempatkan kambing pada kasar dan serat kasar.
kandang individu yang telah disiapkan,
sebelumnya kandang telah dibersihkan. Konsumsi dan kecernaan protein kasar
melakukan masa adaptasi ternak terhadap Konsumsi dan kecernaan Protein
pakan dengan formulasi penelitian tanpa Kasar dihitung berdasarkan rumus:
bungkil inti sawit 20 hari, terhadap pakan
dengan formulasi lengkap dengan  Konsumsi Protein Kasar (g/ekor/hari)
menggunakan bungkil inti sawit selama 10 PK pakan PK
hari dan waktu pengumpulan sampel Konsumsi PK = yang -- pakan
penelitian selama 7 hari. diberikan sisa

Koleksi ransum pemberian dan sisa  Kecernaan Protein Kasar


Pengambilan sampel ransum dan sisa PK dikonsumsi - PK
ransum dilakukan setiap hari selama fase Kecernaan PK = feces x 100%
sampling sebanyak ±50 g. Perhitungan PK dikonsumsi
konsumsi pakan dilakukan setiap hari dan
pengukuran yang dimulai pukul 06.30 WIB Konsumsi dan kecernaan serat kasar
sampai dengan selesai. Cara perhitungan Konsumsi dan kecernaan Serat Kasar
konsumsi ransum dengan menimbang total dapat dihitung dengan rumus:
ransum yang diberikan dan sisa ransum per
ekor ternak. Konsumsi setiap ekor ternak  Konsumsi Serat Kasar (g/ekor/hari)
diperoleh dengan cara mengurangkan total SK pakan SK
ransum yang diberikan dengan sisa ransum. Konsumsi SK = yang -- pakan
Sampel ransum pemberian dan sisa diberikan sisa
dikeringkan, selanjutnya melakukan proses
komposit dan melakukan pengilingan sampel  Kecernaan Serat Kasar
untuk dianalisis kandungan protein kasar dan SK dikonsumsi - SK
serat kasar. Kecernaan SK = feces x 100%
SK dikonsumsi
Koleksi feses
Koleksi feses dengan menggunakan Konsumsi air minum
waring untuk menampung feses yang jatuh Konsumsi air minum dihitung dengan
dari kandang kemudian ditimbang sehingga cara mengurangi air yang diberikan dengan
diketahui berat feses seluruhnya dan sisa air minum setiap harinya. Air minum
mengambil ±10% dari total produksi feses diberikan ad libitum. Pemberian air minum
untuk dijadikan sampel penimbangan. dilakukan sesudah pemberian pakan.
Pengukuran sampel dilakukan setiap hari

275 | Kecernaan protein kasar dan serat kasar kambing PE Jantan (Yulianti et al., 2019)
Faktor lingkungan HASIL DAN PEMBAHASAN
Faktor lingkungan yang akan diukur
pada penelitian ini adalah temperatur dan Protein Kasar (PK)
kelembaban. Untuk mengukur temperatur Rataan konsumsi, produksi feses dan
yaitu dengan menggunakan termometer kecernaan protein kasar selama penelitian
ruangan dan untuk mengukur kelembaban dapat dilihat pada Tabel 4. Hasil analisis
yaitu dengan menggunakan hygrometer (Dry ragam menunjukkan bahwa pemberian
and Wet). Pengukuran dilakukan setiap pagi ampas tahu dan bungkil inti sawit fermentasi
(jam 08.00 WIB), siang (jam 12.00 WIB) dan dengan level berbeda berpengaruh nyata
sore (jam 16.00 WIB) setiap harinya. (P<0,05) terhadap konsumsi protein kasar
pada kambing Peranakan Etawa jantan. Hasil
Analisis Laboratorium uji lanjut menunjukkan bahwa P0 berbeda
Sampel pakan dan feses yang telah nyata (P<0,05) dengan P3 dan P0 berbeda
dikoleksi, kemudian dihaluskan terlebih tidak nyata (P>0,05) dengan P1 dan P2.
dahulu di Laboratorium Nutrisi Ternak Konsumsi protein kasar P0 95,0 g/ekor/hari,
Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian P1 95,3 g/ekor/hari, P2 94,1 g/ekor/hari dan
Universitas Bengkulu, selanjutnya dilakukan P3 83,1 g/ekor/hari. Pemberian bungkil inti
analisis laboratorium yaitu berupa analisis sawit dengan level 15% pada ransum secara
proksimat yaitu, protein kasar (PK) dan serat nyata menurunkan konsumsi protein kasar.
kasar (SK) di Laboratorium Mikrobiologi Hal tersebut terjadi dipengaruhi oleh
dan Biokimia PPSHB LPPM IPB Institut beberapa faktor antara lain palatabilitas
Pertanian Bogor, Bogor. ternak.
Rataan konsumsi protein kasar (PK)
Analisis Data selama penelitian berkisar antara 83,1-95,3
Data yang diperoleh ditabulasi g/ekor/hari. Hasil penelitian ini lebih tinggi
kemudian dilakukan analisis data dengan dibandingkan dengan penelitian Hutagalung
menggunakan sidik ragam (ANOVA). (2018) konsumsi protein kasar kambing
Apabila hasil analisis dari penelitian ini Peranakan Etawa jantan yang diberi
berpengaruh nyata (P<0,05) maka konsentrat lumpur sawit dan ampas tahu
dilanjutkan dengan uji Duncan’s Multiple 77,80-84,09 g/ekor/hari. Konsumsi protein
Range Test (DMRT) untuk melihat kasar sangat dipengaruhi oleh kandungan
perbedaan antara perlakuan. Software yang nutrisi protein kasar dalam ransum.
digunakan adalah Program SPSS for
Windows Version 16.

Tabel 4. Konsumsi, produksi feses, kecernaan protein kasar dan serat kasar selama penelitian
Perlakuan
Variabel P
P0 P1 P2 P3
Konsumsi PK (gram/ekor/hari) 95,0±5,62a 95,3±6,80a 94,1±5,08a 83,1±7,81b 0,024
Produksi feses PK (gram/ekor/hari) 27,8±2,23ns 27,3±2,82 ns 25,9±2,65 ns 25,6±2,89 ns 0,240
ns ns ns ns
Kecernaan PK (%) 70,1±3,74 70,5±3,55 72,0±1,98 69,8±1,87 0,643
a a a b
Konsumsi SK (gram/ekor/hari) 119,0±8,45 116,1±8,10 113,0±8,47 83,7±3,16 0,000
ns
Produksi feses SK (gram/ekor/hari) 58,8±2,99 56,4±2,93ns 52,7±4,37ns 56,8±3,09ns 0,088
a a a a
Kecernaan SK (%) 49,3±4,68 49,6±4,54 52,3±2,83 30,1±3,47 0,000
Keterangan : ns : Non-signifikan. Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata
(P<0,05). P0 = Ampas Tahu 45% + Bungkil Inti Sawit 0%, P1 = Ampas Tahu 40% + Bungkil Inti
Sawit 5%, P2 = Ampas Tahu 35% + Bungkil Inti Sawit 10%, P3 = Ampas Tahu 30% + Bungkil
Inti Sawit 15%.

Jurnal Sain Peternakan Indonesia 14 (3) 2019 Edisi Juli-September | 276


Cherdthong et al. (2016) menyatakan dalam feses pada penelitian ini berkisar
bahwa konsumsi protein kasar kambing pada antara 25,6-27,8 g/ekor/hari. Rataan produksi
fase pertumbuhan yang diberikan pakan protein kasar dalam feses paling tinggi pada
bioetanol singkong sebesar 10% yaitu 83 P0 yaitu 27,8 g/ekor/hari. Berdasarkan hasil
g/ekor/hari. Hal ini dikarenakan komponen penelitian produksi protein kasar dalam feses
penyusun ransum dan level pemberian yang lebih tinggi dibandingkan penelitian
berbeda dan perlakuan pada bahan pakan Hutagalung (2018) dengan rata-rata 18,45-
mengakibatkan perbedaan konsumsi protein 21,85 g/ekor/hari. Ditambahkan oleh Yan et
kasar. Carvalho-Castro et al. (2010) yang al. (2007) bahwa pengeluaran nitrogen
menyatakan bahwa kandungan protein kasar melalui feses dipengaruhi berbagai faktor
dalam pakan mempengaruhi kualitas bahan diantaranya yaitu berat badan ternak,
pakan yang diberikan dan konsumsi pakan. konsumsi bahan kering, serat kasar serta
Rahman et al. (2013) melaporkan bahwa kandungan protein dalam ransum
total konsumsi protein kasar pada kambing Berdasarkan hasil analisis ragam
PE yang diberi pakan bungkil inti sawit menunjukkan bahwa pemberian ampas tahu
sebesar 1,0% dari berat berat badan yaitu dan bungkil inti sawit fermentasi dengan
58,9 g/ekor/hari. Hasil penelitian tersebut level berbeda berpengaruh tidak nyata
lebih rendah dibandingkan dengan total (P>0,05) terhadap kecernaan protein kasar
konsumsi protein kasar pada level pemberian pada kambing Peranakan Etawa jantan.
5% pada Tabel 4. Hal tersebut terjadi Morand-Fehr (1981) menyatakan bahwa
dikarenakan perbedaan spesies kambing dan kisaran koefisien kecernaan protein kasar
berat badan kambing Boer 13,5-14,1 kg. pada kambing yaitu 23–75%. Hasil rata-rata
Tinggi maupun rendahnya konsumsi kecernaan protein kasar pada penelitian ini
protein kasar dapat menjadi indikator berkisar antara 69,8-72,0%. Rataan
pertumbuhan secara tidak langsung konsumsi kecernaan protein kasar yang tertinggi pada
sangat mempengaruhi pertambahan berat P2 yaitu 72,0%. Hasil tersebut lebih tinggi
badan. Teknik pemberian pakan ad libitum dari penelitian Aregheore (2000) yang
meningkatkan aktivitas mikroba rumen menyatakan bahwa kecernaan protein kasar
dalam mendegradasi pakan, laju fermentasi pada kambing yang diberi pakan tongkol
meningkat, kecernaan bertambah sehingga jagung sebesar 70,1% dan jauh lebih tinggi
konsumsi meningkat (Aryanto et al., 2013). dibandingkan dengan penelitian Rahman et
Frekuensi pemberian pakan konsentrat al. (2013) yang menyatakan bahwa
memberikan pengaruh terhadap cepatnya kecernaan protein kasar pada kambing yang
proses pencernaan (Allen and Ying, 2012). diberi pakan bungkil inti sawit sebesar
Pemberian protein pakan ternak ruminansia 52,1%.
perlu memperhatikan aspek degradasi dan Hasil penelitian ini sejalan dengan
by-pass protein di dalam rumen, serta penelitian Cherdthong et al. (2016) yang
kecernaan pasca rumennya (Puastuti, 2005). menyatakan bahwa kecernaan protein kasar
Feses merupakan sisa akhir dari bioetanol singkong memiliki rataan 69%.
proses metabolisme tubuh yang tidak dapat Ditambahkan oleh Gabriel et al. (2018)
diserap tubuh atau yang tidak dapat dicerna, bahwa kecernaan protein kasar kulit
baik dalam bentuk bakteri, bahan anorganik singkong dalam pakan kambing yaitu
dan produk fermentasi bakteri (Elita, 2006). 50,28%. Hal tersebut dikarenakan kandungan
Berdasarkan hasil analisis ragam nutrisi didalam kulit singkong lebih rendah
menunjukkan bahwa pemberian ampas tahu dibandingkan pada daun singkong dan
dan bungkil inti sawit fermentasi dengan mempunyai kandungan HCN yang tinggi.
level berbeda berpengaruh tidak nyata Semakin tinggi koefisien kecernaan
(P>0,05) terhadap produksi protein kasar protein kasar berbanding lurus dengan
dalam feses pada kambing Peranakan Etawa peningkatan bobot badan ternak. Kecernaan
jantan. Rata-rata produksi protein kasar dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor

277 | Kecernaan protein kasar dan serat kasar kambing PE Jantan (Yulianti et al., 2019)
seperti komposisi bahan pakan, perbandingan mendegradasi lignin dalam pakan. Faktor
komposisi antara bahan pakan satu dengan yang mempengaruhi pengeluaran nitrogen
bahan pakan lainnya, perlakuan pakan, melalui feses diantaranya berat badan ternak,
suplementasi enzim dalam pakan, ternak dan konsumsi bahan kering, serat kasar serta
taraf pemberian pakan (McDonald et al., kandungan protein dalam ransum (Yan et al.,
2002). Gultom et al. (2016) menambahkan 2007).
bahwa pemberian ransum dengan perlakuan Hasil analisis ragam menunjukkan
fisik (chooper), biologi (chooper dan bahwa pemberian ampas tahu dan bungkil
Aspergillus niger) dan kimia (chooper dan inti sawit fermentasi dengan level berbeda
urea) mempengaruhi kecernaan protein kasar. berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap
Paramita et al. (2008) menyatakan secara in- kecernaan serat kasar pada kambing
vivo kualitas bahan pakan yang diberikan Peranakan Etawa jantan. Hasil uji lanjut
dilihat melalui konsumsi dan besarnya nilai menggunakan DMRT menunjukkan bahwa
kecernaan yakni indikator banyaknya nutrisi P0 berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap P1
yang dapat dimanfaatkan sebagai kebutuhan dan P2 tetapi P0, P1 dan P2 berbeda nyata
hidup pokok serta pertumbuhan. (P<0,05) terhadap P3. Rataan kecernaan serat
kasar berkisar antara 30,1-52,3%. Kambing
Serat Kasar (SK) membutuhkan serat pakan yang cukup untuk
Hasil analisis ragam menunjukkan aktivitas dan fungsi rumen yang normal.
bahwa pemberian ampas tahu dan bungkil Mikroba rumen memerlukan sumber energi
inti sawit fermentasi dengan level berbeda yang diperoleh dengan cara mendegradasikan
berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap serat pakan dengan tujuan untuk mendukung
konsumsi serat kasar pada kambing hidup pokok, pertumbuhan, laktasi dan
Peranakan Etawa jantan. Hasil uji lanjut reproduksi ternak (Lu et al., 2005). Ibrahim
menggunakan DMRT menunjukkan bahwa et al. (1995) mengemukakan bahwa
P0 berbeda tidak nyata (P>0,05) dengan P1 kecernaan serat kasar merupakan ciri bahwa
dan P2, tetapi berbeda nyata (P<0,05) dengan kandungan lignin yang tinggi pada hijauan
P3. dan konsentrat sehingga mempengaruhi
Rataan konsumsi serat kasar berkisar koefisien kecernaan serat kasar.
antara 83,7-119,0 g/ekor/hari. Rataan
konsumsi serat kasar pada Tabel 4 pada P0 Konsumsi Air Minum
lebih tinggi dibandingkan penelitian Rataan konsumsi air minum selama
Hutagalung (2018) yang menyatakan bahwa penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.
konsumsi serat kasar dengan pemberian Pemberian ampas tahu dan bungkil inti sawit
ampas tahu 45% yaitu 114,64 g/ekor/hari. fermentasi dengan level berbeda berpengaruh
Teknik pemberian pakan ad libitum tidak nyata (P<0,05) terhadap konsumsi air
meningkatkan aktivitas mikroba rumen minum pada kambing Peranakan Etawa.
dalam mendegradasi pakan, laju fermentasi Rata-rata konsumsi air minum selama
meningkat, kecernaan bertambah sehingga penelitian berkisar antara 511,1 - 616,3
konsumsi meningkat (Aryanto et al., 2013). ml/ekor/hari. Konsumsi air minum tertinggi
Berdasarkan hasil analisis ragam pada P2 yaitu 616,34 ml/ekor/hari serta yang
menunjukkan bahwa pemberian ampas tahu paling rendah terdapat pada P3 yaitu 511,1
dan bungkil inti sawit fermentasi dengan ml/ekor/hari. Rataan konsumsi air minum
level berbeda berpengaruh tidak nyata dapat dilihat pada Tabel 5 mendekati hasil
(P>0,05) terhadap produksi feses dalam serat penelitian Fisman (2000) kambing Peranakan
kasar pada kambing Peranakan Etawa jantan. Etawa yang diberi hijauan gamal dan hay ubi
Rataan produksi feses serat kasar pada kayu berkisar antara 569-622 ml/ekor/hari.
penelitian ini berkisar antara 52,7-58,8 Faktor lain yang mempengaruhi konsumsi air
g/ekor/hari. Produksi serat kasar dalam feses minum yaitu fisiologi ternak dan temperatur
dipengaruhi dengan kemampuan ternak lingkungan.

Jurnal Sain Peternakan Indonesia 14 (3) 2019 Edisi Juli-September | 278


Tabel 5. Konsumsi minum selama penelitian
Perlakuan
Variabel P
P0 P1 P2 P3
-------------------------------------ml/ekor/hari------------------------
Konsumsi air
566,6±84,80ns 578,8±61,10ns 616,3±62,60ns 511,1±43,52ns 0,182
minum
Keterangan : ns: Non-signifikan. P0 = Ampas Tahu 45% + Bungkil Inti Sawit 0%, P1 = Ampas Tahu 40% +
Bungkil Inti Sawit 5%, P2 = Ampas Tahu 35% + Bungkil Inti Sawit 10%, P3 = Ampas Tahu 30%
+ Bungkil Inti Sawit 15%.

Mikroklimat dalam ransum dengan mempersingkat lama


Hasil pengukuran mikroklimat selama fermentasi pakan sehingga kandungan
penelitian dapat dilihat pada Tabel 6. protein kasar semakin tinggi.

Tabel 6. Rataan mikroklimat kandang selama UCAPAN TERIMAKASIH


penelitian Penulis mengucapkan terimakasih
Variabel Pagi Siang Sore kepada PT Indofood Sukses Makmur Tbk.,
Temperatur (ºC) 28 32 31 yang telah mendanai penelitian ini melalui
Kelembaban (%) 88 86 89 program Indofood Riset Nugraha
2018/2019, dengan nomor kontrak [NO.
Keterangan : Pagi hari (08.00 WIB), Siang
hari (12.00 WIB) dan Sore (16.00 WIB). SKE. 517/CC/VIII/2018].

Hasil pengukuran suhu selama DAFTAR PUSTAKA


penelitian pada pagi hari yaitu 28ºC, siang
hari yaitu 32ºC dan sore hari 31ºC. Rataan Alimon, A. R. 2004. The nutrive value of
suhu selama penelitian yaitu 28-32ºC. Rataan palm karnel cake for animal feed.
kelembaban kandang selama penelitian yaitu https://www.researchgate.net/publicat
87%. Temperatur selama penelitian ini ion/242540604. 04 Maret 2019.
sejalan dengan penelitian Hutagalung (2018)
Allen, M. S. and Y. Ying. 2012. Effects of
yang menyatakan bahwa temperatur kandang
Saccharomyces cerevisiae
pada penelitian kambing PE yaitu 27-32ºC.
fermentation product on ruminal
Suhendro (2018) melaporkan bahwa
strach digestion are dependent upon
kelembaban kandang kambing selama
dry matter intake for lactating cows.
penelitian berkisar antara 79,69-91,93%.
Journal of Dairy Science 95 (11) :
Berdasarkan tersebut kelembaban pada
6591-6605.
penelitian ini masih dalam kisaran normal
yaitu 86-89%. Aregheore, E. M. 2000. Chemical
KESIMPULAN DAN SARAN composition and nutritive value of
some tropical by-product feedstuffs
Dapat disimpulkan bahwa pemberian for small ruminants in vivo and in
pakan fermentasi ampas tahu dan bungkil inti vitro digestibility. Animal Feed
sawit meningkatkan kecernaan serat kasar Science and Tecnology. 85 : 99-109.
dan tidak meningkatkan kecernaan protein
kasar. Namun memberikan kecernaan protein Aryanto, B. Suwignyo, dan Panjono. 2013.
kasar yang lebih baik dengan level Efek pengurangan dan pemenuhan
pemberian ampas tahu 35% dan bungkil inti kembali jumlah pakan terhadap
sawit sebesar 10%. konsumsi dan kecernaan bahan pakan
Sebaiknya adanya penelitian lanjutan pada kambing kacang dan Peranakan
dengan pemberian bungkil inti sawit 10% Etawa. Buletin Peternakan 37 (1): 12-
18.

279 | Kecernaan protein kasar dan serat kasar kambing PE Jantan (Yulianti et al., 2019)
Astuti, M. 2007. Pengantar Ilmu Statistik Fisman, E. 2000. Kecernaan BK, BO, dan
untuk Peternakan dan Kesehatan PK ransum yang terdiri dari gamal
Hewan. Binasti Publisher, Bogor. (Glirisida, sp) dan hay ubi kayu
(Manihot, sp) pada kambing PE.
Bintang, I. A. K., A. P. Sinurat, T. Mutiasari, Skripsi. Jurusan Peternakan Fakultas
T. Pasaribu, T. Purwadaria, dan T. Pertanian. Universitas Bengkulu,
Haryati. 1998. Penggunaan bungkil Bengkulu.
inti sawit dan produk fermentasi
dalam ransum sedang bertumbuh. Gabriel, O. S., A. N Fajemisin and E.
Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner. 4 Onyaekachi. 2018. Nutrients
(3) : 179-185. digestibility, nitrogen balance and
blood profile of West African Dwarf
Carvalho-Castro, G. A., C.O. Lopes., C. A. G. (Wad) goats fed Cassava Pels. with
Leal, P. G. Cardoso, R. C. Leite and urea-molasses multi-nutrient blok
H. C. P. Figueirendo. 2010. Detection (UMMB) suplements. Asian Research
of type III secretion system genes in Journal of Agriculture. 9 (4) : 1-11.
aeromonas hydrophila and their
relationship with virulence in nile Gultom, E. P., T. H. Wahyuni dan M. Tafsin.
tilapia. Veterinary Microbiology. 2016. Kecernaan serat kasar dan
144 : 371-376. protein kasar ransum yang
mengandung pelepah daun kelapa
Cherdthong, A., B. Pornjantuek and C. sawit dengan perlakuan fisik, biologis,
Wachirapakorn. 2016. Effect of kimia dan kombinasinya pada domba.
feeding Cassava bioetanol waste in Jurnal. Peternakan Integratif. 4 (2) :
nutrient intake, digestibility and 193-202.
rumen fermentation in growing goats.
Journal Tropical Animal Health Hutagalung, L. W. 2018. Kecernaan protein
Prodroduction. 48 (7) : 1369-1374. kasar dan serat kasar kambing
Peranakan Etawa yang diberi pakan
Ditjen Perkebunan. 2016. Statistik fermentasi lumpur sawit dan ampas
Perkebunan Indonesia. Direktorat tahu dengan imbangan yang berbeda.
Jenderal Perkebunan Republik Skripsi. Jurusan Peternakan Fakultas
Indonesia. Hal : 19-26 Pertanian. Universitas Bengkulu,
Bengkulu.
Ditjen PKH. 2017. Statistik Peternakan dan
Kesehatan Hewan. Direktorat Ibrahim, M. N. M., S. Tamminga and G.
Jenderal Peternakan dan Kesehatan Zemmelink. 1995. Degradation of
hewan Kementerian Pertanian Trofical roughages and concentrate
Republik Indonesia. Hal : 120. feeds in the rumen. Animal Feed
Science and Tecnology. 54 : 81-92.
Duldjaman, M. 2004. Penggunaan ampas
tahu untuk meningkatkan gizi pakan Isnainiyati, N. 2001. Pengunaan jerami padi
domba lokal. Media Peternakan. 27 fermentasi dan kombinasi jerami padi
(3) : 107-110. silase rumput raja sebagai pakan basal
serta pengaruhnya terhadap
Elita, A. S. 2006. Studi perbandingan pertambahan bobot badan harian dan
penampilan umum dan kecernaan kualitas daging sapi peternakan
pakan pada kambing dan domba lokal. Ongole. Program Pascasarjana Ilmu
Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Peternakan, Fakultas Peternakan.
Pertanian Bogor, Bogor. Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.

Jurnal Sain Peternakan Indonesia 14 (3) 2019 Edisi Juli-September | 280


Lu, C. D., J. R. Kawas, and O. G. Mahgoub. dari : Elements of Microbiology,
2005. Fiber digestion and utilization Jakarta.
in goats. Small Ruminants Research
6 : 45-52. Puastuti, W. 2005. Tolok ukur mutu protein
ransum dan relevansinya dengan
Mathius, I. W., dan A. P. Sinurat. 2001. retensi nitrogen serta pertumbuhan
Pemanfaatan bahan pakan domba (Disertasi S3). Institut
inkonvensional untuk ternak. Pertanian Bogor, Bogor.
Wartazoa. 11 (2) : 20-31.
Rahman, M. M., R. B Abdullah, W. E. Wan
McDonald, P., R. Edwards, J. Greenhalgh, Khadijah., T. Nakagawa and R.
and C. Morgan. 2002. Animal Akashi. 2013. Feed intake,
nutrition. 6th edition. Longman digetibility and growth performance
Scientific and Technical, New York, of goats offered napier grass
Morand. suplemented with molasses
proctected palm karnel cake and soya
Morand-Fehr, P. 1981. Nutrition and Feeding waste. Asian Journal of Animal and
of Goats: Application to Temperate Veterinary Advances. 8 (3) : 527-534.
Climatic Conditions in Goat
Production. In C. Gall (Ed): Rashid, M. 2008. Goats and theirs nutrition.
Academic Press, New York, NY. Manitoba Goats Associaction.
www.manitobagoats.ca. Diakses pada
Nuraini. 2009. Performa broiler dengan tanggal 8 Maret 2019.
ransum mengandung campuran
ampas sagu dan ampas tahu yang Suhendro. 2018. Pengaruh penggunaan
difermentasi dengan Neurospora bungkil inti sawit dan bungkil inti
crassa. Media Peternakan. 32 (3) : sawit fermentasi pengganti ampas
196-203. tahu dalam ransum terhadap
Paramita, W. L., W. E. Susanto, dan A. B. pertumbuhan Kambing Nubian Dara.
Yulianto. 2008. Konsumsi dan Skripsi. Jurusan Peternakan Fakultas
kecernaan bahan kering dan bahan Pertanian, Bengkulu.
organik dalam haylase pakan lengkap
ternak sapi peranakan Ongole. Media Yan, T., J. P. Frost, T. W. J. Keady, R. E.
Kedokteran Hewan. 24: 59-62. Agnew and C. S. Mayne. 2007.
Prediction of nitrogen excretion in
Pelczar, M. J. dan E.C.S. Chan. 1988. feses and urine of beef cattle offered
Dasar-dasar Mikrobiologi. Jilid ke-1. diets containing grass silage. Journal
Hadioetomo, R. S., Imas, T., Animal Science. 85 : 1982-1989.
Tjitrosomo, S. S., Angka, S. L.,
penerjemah. UI Press. Terjemahan

281 | Kecernaan protein kasar dan serat kasar kambing PE Jantan (Yulianti et al., 2019)

You might also like