You are on page 1of 16

Al-Tazkiah, Volume 5, No.

2, Desember 2016

KONSELING TRAUMATIK
Pendekatan Cognitif-Behavior Therapy

Etty Setiawati
Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Email: ettysetawati81@yahoo.com

Abstract
Indonesia is one of the countries that are frequently hit by
natural disasters, and not a few of the consequences of such
natural disasters inflict many victims. Moreover, many of the
survivors suffered psychological trauma. Departing from that
fact, the government should prepare individuals who are skilled
in dealing with the traumatic case that experienced by the victims
of natural disasters. Trauma is an emotional condition expanded
after the inconvenience traumatic event, sadden, frightening,
worrying, disappointing, such as rape, combat, physical violence,
accidents, natural disasters, and the certain events that make the
inner counselee depressed. Counseling in traumatic case refers
to a therapeutic help are directed to change the attitudes and
behavior of the traumatic counselee. Carried out face to face
between counselee and counselor; through interview techniques
with the counselee so that the problem about what they have
experienced will be resolved. One of therapy approaches can be
applied by professional counselors is Cognitive Behavior Therapy
(CBT). Aaron T. Beck defines CBT is the counseling approach
that is designed to resolve the counselee problem at this time
by doing cognitive restructuration and behavior deviant. CBT
undertaken with cognitive restructuration and exposure.
Keywords: Traumatic Counseling, Cognitif-Behavior Therapy
(CBT).

Etty Setiawati | 81
Al-Tazkiah, Volume 5, No. 2, Desember 2016

A. Pendahuluan seperti munculnya gejala-gejala


Eksistensi kehidupan manusia emosional individu dengan ditandai
sebagai makhluk individu di samping adanya ketakutan yang berlebihan,
sebagai makhluk sosial, dalam cemas, sering merasa bersalah dan
menjalani interaksi antara individu malu, depresi, sering mimpi buruk,
dengan individu, individu dengan mudah marah, merasa tertekan,
kelompok, maupun kelompok dengan hilangnya kepercayaan, dan merasa
kelompok, tidak selamanya berjalan sedih yang berlarut-larut.
sesuai dengan aturan-aturan, norma- Profesi konseling merupakan
norma, etika dan estetika. Pelanggaran- oraganisasi yang menyediakan layanan
pelanggraran atau penyimpangan- psikoterapi, krisis intervensi, kesehatan
penyimpangan yang dilakukan oleh mental, disaster assistance (korban
manusia, melahirkan berbagai problem bencana alam), layanan individual
dan berimplikasi pada diri individu pada pasukan yang akan berperang,
dan lingkungan yang ada. Terjadinya keluarga, kelompok-kelompok,
kekerasan, prilaku asusila, perampokan organisasi, dan komunitas-komunitas.
dan berbagai tindakan penyimpangan Sebagaimana layanan-layanan ini
lainnya, tidak hanya berpengaruh konselor dituntut untuk berupaya
pada kondisi fisik individu, akan tetapi semaksimal mungkin untuk bekerja
kondisi psikis juga bisa terganggu yang bersama klien dalam mengarahkan
ditandai dengan adanya gejala pada terhadap kompleksitas emosional yang
ketahanan fungsi mental individu yang dialami klien, problem-problem psikis
terganggu. klien, dan bagi klien yang mengalami
Problem-problem yang terjadi pada ketidak seimbangan.
diri individu, tidak hanya datang dari Ketika konselor tidak mampu
sesama individu, akan tetapi problem memahami simtom-simtom atau
manusia juga bisa muncul dari bencana tanda-tanda gejala psikis dalam diri
alamiah; gunung meletus, gempa klien seperti burnout, compassion
bumi, banjir, longsor, tsunami dan lain- fatigue, dan usaha-usaha yang dapat
lain. Bencana alamiah ini tidak hanya mereduksi pengaruh praktisi terhadap
merusak lingkungan yang ada diluar klien. Tantangan-tantangan sistemik
individu, tetapi lingkungan di dalam juga dapat mereduksi pengaruh dari
diri individu juga bisa terganggu. tempat kerja atau secara organisasional.
Individu yang mengalami trauma Memahami secara alamiah masalah-
dengan gejala-gejala yang ditimbulkan masalah berhubungan dengan peran

82 | Konseling Traumatik: Pendekatan Cognitif-Behavior Therapy


Al-Tazkiah, Volume 5, No. 2, Desember 2016

konselor, tempat penyediaan layanan, compassion fatigue, atau vicarious


bekerja dengan profesi-profesi lainnya, traumatization, perubahan secara
memberikan pelatihan bagi konselor kualitas terhadap praktek konseling
untuk memperbaiki kinerja, sehingga secara mendakak akan berpengaruh
profesi konselor kedepannya dapat pada sikap klien.
meningkatkan profesionalitas profesi Lingkungan konseling yang
ini. menyediakan layanan individual,
Sungguh menarik dalam profesi keluarga, copel, atau komunitas-
konseling terkait pandangan komunitas yang telah mempengaruhi
kontemporer mengenai bagaimana pengalaman traumatik. Dan kejadian-
pengalaman stress dalam praktik kejadian yang mencakup secara
konseling. Beberapa layanan konseling potensial dan beberapa kasus yang tak
kekinian tidak secara konsisten atau tak dapat dielakkan yang mempengaruhi
dapat menghindar tentang pengaruh reaksi terjadinya trauma. Dalam
negatif terhadap profesi kesehatan konteks menyediakan kesehatan
mental. Kebanggaan, kepuasaan, dan mental terhadap korban-korban
bangunan stamina yang mendorong yang mengalami kejadian traumatik,
mekanisme penyesuaian terhadap konselor yang mengekspos level-level
pengaruh stress dalam profesi bantuan. traumatik dalam merespon gejala stres
Secara psikologis, fisik, emosional dan akibat reaksi trauma yang dialami oleh
spritual bagi korban yang mengalami klien dengan kemampuan konselor
gejala burnout, compassion fatigue, dalam mengarahkan atau memberikan
dan vicarious traumatization terhadap pemahaman akan pengaruh traumatik,
individu dan keluarga mereka dan teman sehingga klien bisa kembali secara
yang bisa berpengaruh pada kehidupan efektif berfungsi serta menopang self
jangka pendek dan kehidupan pada care untuk perubahan yang lebih baik
jangka panjang. Pengaruh individu bagi klien trauma.
terhadap reaksi gejala stres pada Indonesia merupakan salah satu
konselor yang dipandang berpotensi negara yang sering dilanda bencana
menimbulkan berbagai konsekuensi alam, dan tidak sedikit dari akibat
reaksi gejala stres tersebut pada klien bencana tersebut menimbulkan banyak
atau lingkungan kerja mereka yang korban. Dan korban yang selamat
bertugas dalam menyediakan layanan banyak mengalami trauma psikologis.
konseling. Bagi beberapa konselor Berangkat dari fakta tersebut,
yang mengalami gejala burnout, hendaknya pemerintah menyiapkan

Etty Setiawati | 83
Al-Tazkiah, Volume 5, No. 2, Desember 2016

individu-individu yang terampil dalam “menyampaikan”.1 Berbagai pengertian


menangani kasus traumatik yang konseling yang dikemukakan oleh para
dialami oleh korban bencana alam. ahli, namun secara singkat Prayitno
Keberadaan konselor di indonesia yang mendefinisikan konseling adalah proses
tersebar di berbagai daerah menjadi pemberian bantuan yang dilakukan
salah satu respon positif pemerintah, melalui wawancara konseling oleh
sebagai layanan terhadap korban seorang ahli (disebut konselor) kepada
yang mengalami traumatik. Urgensi individu yang mengalami sesuatu
pengembangan skill dan kognisi masalah (disebut klien) yang bermuara
konselor upaya memberikan layanan pada teratasinya masalah yang dihadapi
terbaik terhadap kasus traumatik, oleh klien.
menjadi penting untuk dikembangkan Untuk konselor yang memberikan
secara dinamis alias tidak monoton. pelayanan kepada korban trauma yang
Kekayaan intelektual konselor dan terkait dengan bencana alam, peristiwa
selalu meningkatkan keahlian di bidang terorisme, atau kejadian-kejadian lain
pelayanan terhadap kasus traumatik yang mengakibatkan dampak traumatis
sangat penting bagi efektifitas (yaitu, perang atau penyiksaan). Risiko
pelayanan. Salah satu pendekatan dampak dengan paparan tunggal atau
yang bisa digunakan dalam konseling terus menerus untuk pengalaman
traumatik adalah Pendekatan Cognitif- klien bisa meningkat. Apakah hasil
Behavior Therapy (CBT). Untuk lebih bagi terapi konselor diberi label
jelasnya, penulis akan jelaskan pada traumatic stress disorder sekunder
bab pembahasan. atau trauma perwakilan, benang
merah dalam pengalaman ini adalah
B. Konsep Dasar Konseling paparan pengalaman klien traumatis.
Traumatik Dengan paparan ini, konselor, melalui
Berangkat dari pengertian mendengarkan dan melihat dampak
konseling secara etimologis, istilah dari pengalaman traumatis pada klien,
konseling berasal dari bahasa latin, keluarga, kelompok, dan masyarakat,
yaitu “consilium” yang berarti dengan” dimulai perasaan pengalaman
“bersama” yang dirangkai dengan sejenisnya. Dengan demikian,
“menerima” atau “memahami”. penggambaran pengalaman ini sebagai
Sedangkan dalam bahasa Anglo-Saxon, trauma “sekunder” tepat discribes
istilah konseling berasal dari “sellan”
yang berarti “menyerahkan” atau 1
Prayitno, Dasar-dasar Bimbingan Dan
Konseling, ( Jakarta : PT Rineka Cipta, 2009), 99.

84 | Konseling Traumatik: Pendekatan Cognitif-Behavior Therapy


Al-Tazkiah, Volume 5, No. 2, Desember 2016

bagaimana reaksi diperoleh dan latar belakang klien, proses


mencerminkan kesepakatan di antara ketidaksadaran klien, tekanan
ahli dalam bidang traumatologi. karier klien, masalah komunikasi
Konseling dalam kasus traumatik klien, transferensi klien, dan conter
diartikan sebagai bantuan yg bersifat transferensi antara klien dan
terapeutis yg diarahkan untuk konselor, krisis identitas dan seksual
mengubah sikap dan perilaku konseli klien, keterhempitan pribadi klien,
yang mengalami trauma, dilaksanakan dan konflik nilai yang terjadi pada
face to face antara konseli dan konselor, klien.
melalui teknik wawancara dengan 2. Aktifitas
konseli sehingga dapat terentaskan
permasalahan yang dialaminya. Konseling traumatik lebih banyak
Sedangkan trauma adalah suatu melibatkan banyak orang dalam
kondisi emosional yang berkembang membantu klien dan lebih banyak
setelah suatu peristiwa trauma yang aktif adalah konselor.konselor
tidak mengenakkan, menyedihkan, berusaha untuk mengarahkan,
menakutkan, mencemaskan dan mensugesti, memberi saran,
menjengkelkan, seperti peristiwa : mencari dukungan dari keluarga
Pemerkosaan, pertempuran, kekerasan dan teman klien, menghubungai
fisik, kecelakaan, bencana alam dan orang yang lebih ahli untuk referal,
peristiwa-peristiwa tertentu yang menghubungkan klien dengan ahli
membuat batin konseli tertekan. lain untuk referal, melibatkan orang
atau agen lain yang kompeten
Konseling traumatik ini berbeda
secara legal untuk membantu
dengan konseling biasa, perbedaannya
klien, dan mengusulkan berbagai
terletak pada tiga hal yaitu :
perubahan lingkungan untuk
1. Fokus kesembuhan klien.
Konseling traumatik lebih 3. Tujuan
menitikberatkan pada pada satu
Dilihat dari tujua, konseling
masalah, yaitu gejala trauma
traumatik lebih menekankan
yang ada pada diri klien. Adapun
pada pulihnya kembali klien pada
konseling biasa, pada umumnya
keadaan sebelum trauma dan
suka menghubungkan permasalah
mampu menyesuaikan diri dengan
yang dihadapi klien dengan
keadaan lingkungan yang baru.
masalah-masalah lainnya, seperti
Secara lebih spesifik.

Etty Setiawati | 85
Al-Tazkiah, Volume 5, No. 2, Desember 2016

Muro dan Kottman menyebutkan, dan perhatian


bahwa tujuan konseling traumatik 6) kepedulian emosional serta
adalah mengembalikan makna dan
a. Berpikir realistis, bahwa tujuan hidup.
trauma yang dihadapi klien
adalah bagian dari kehidupan C. Keterampilan Dalam Konseling
b. Memperoleh pemahaman Traumatik
tentang peristiwa dan situasi Dalam konseling traumatik,
yang menimbulkan trauma konselor sebagai pemberi layanan
c. Memahami dan menerima harus memiliki keterampilan dasar.
perasaan yang berhubungan Keterampilan yang dimiliki oleh
dengan trauma seorang konselor adalah :
d. Belajar keterampilan baru 1. Pandangan yang realistik
untuk mengatasi trauma.2 Konselor hendaknya memiliki
Menurut Rusman konseling pandangan yang realistik terhadap
traumatik bertujuan untuk peran mereka dalam membantu
menurunkan gejala kecemasan orang yang mengalami trauma.
pasca trauma. Secara khusus tujuan Keterampilan ini beguna bagi konselor
yang dicapai adalah membantu untuk memahami kelemahannya dan
anak dengan pengalaman traumatik kelebihannya dalam membantu orang
untuk : yang mengalami trauma. Kelebihan
Konselor dibandingkan dengan
1) menghilangkan bayangan
keluarga dan teman orang yang
traumatis
mengalami trauma adalah konselor
2) meningkatkan kemampuan dapat membantu orang yang sedang
berpikir secara lebih rasional mengalami trauma. Namun dipihak
3) membangkitkan minat lain, konselor harus mengakui beberapa
terhadap realita kehidupan keterbatasan yang dimilikinya dalam
4) memulihkan rasa percaya diri membantu orang yang mengalami
5) memulihkan kelekatan dan trauma. Keterbatasan-keterbatasan
keterkaitan dengan orang lain yang dimaksud itu antara lain sebagai
yang dapat memberi dukungan berikut :
a. Konselor kurang memiliki
Nurihsan Juntika Achmad, Bimbingan
2

Dan Konseling Dalam Berbagai Latar Kehidupan, data yang lengkap tentang
(Bandung : PT Refika Aditama, 2009), 112.

86 | Konseling Traumatik: Pendekatan Cognitif-Behavior Therapy


Al-Tazkiah, Volume 5, No. 2, Desember 2016

kelemahan kepribadian klien traumatik mungkin lebih fleksibel


sebelum mengalami trauma dalam pelaksanaannya. Karena
b. Konselor tidak dapat keterbatasan tempat, mungkin
mengontrol pemicu trauma, konseling melalui telepon akan lebih
karena pemicu trauma itu tepat. Karena keterbatsan waktu,
adalah peristiwa obyektif yang ada kemungkinan terjadi perubahan
telah dialami klien waktu dalam konseling. Kemungkinan
c. Konselor tidak dapat konseling di rumah klien terjadi dari
mengontrol reaksi keluarga pada di kantor konselor. Perpanjangan
dan teman klien pada saat klien waktu dalam setiap sesi konseling
mengalami trauma mungkin saja terjadi. Melibatkan
2. Orientasi yang holistik keluarga dalam sesi konseling mungkin
Konselor konseling traumatik saja terjadi dan konselor memberikan
dalam bekerjanya harus holistik. sugesti pada klien juga bias terjadi.
Kondisi trauma pada diri klien bukan Dalam konseling traumatik, konselor
harus dihadapi secara berlebihan tidak banyak waktu untuk melakukan
atau sebaliknya. Dalam konseling konfrontasi, berlama-lama, nondirektif,
traumatik konselor harus menerima interpretasi perilaku dan mimpi, dan
berbagai bantuan dari berbagai pihak tidak terlalu mempermasalahkan
demi kesembuhan klien. Kadang- terjadinya transferensi antara klien dan
kadang klien lebih tepat untuk dirujuk konselor. Kondisi trauma menuntut
kepada psikiatrik untuk disembuhkan konselor untuk bertindak cepat
dengan pendekatan medis. Mungkin menangani klien
juga klien lebih tepat dirujuk kepada 3. Keseimbangan antara empati dan
ulama atau pendeta untuk memenuhi ketegasan
kebutuhan aspek spiritualnya. Dengan Konseling traumatik
memperhatikan kondisi konseli membutuhkan keseimbangan yang
secara holistik, konselor untuk dapat kuat antara empati dan ketegasan.
bekerjasama dengan berbagai ahli yang Konselor harus mampu melihat kapan
ada di masyarakat untuk membantu dia harus empati dan kapan dia harus
kesembuhan kliennya tegas dalam mengarahkan klien untuk
2. Fleksibilitas kesembuhan klien. Kalau konselor
Konseling traumatic memerlukan terlalu hanyut dengan perasaan klien,
fleksibelitas. Karena keterbatasan- maka konselor akan mengalami
keterbatasan yang ada, konseling kesulitan Dalam membantu klien.

Etty Setiawati | 87
Al-Tazkiah, Volume 5, No. 2, Desember 2016

Begitu juga apabila konselor tidak D. Conitive-Behavior Therapy


tepat waktunya dalam memberikan (CBT)
arahan yang tegas pada klien maka CBT digunakan ketika ada distorsi
konseling akan tidak efektif. Empati kognitif dan perilaku abnormal.
ialah kemampuan konselor untuk Hal ini Senada dengan definisi yang
merasakan apa yang dirasakan klien, dikemukakan oleh Aaron T. Beck
merasa dan berfikir bersama klien. bahwa CBT merupakan sebuah
Empati ada dua macam yaitu empati pendekatan konseling yang dirancang
primer dan empati tingkat tinggi. untuk menyelesaikan permasalahan
Empati primer yaitu suatu bentuk konseli saat ini dengan cara
yang hanya memahami perasaan, melakukan restrukturisasi kognitif
pikiran, keinginan dan pengalaman dan prilaku yang menyimpang.3 CBT
klien. Tujuannya agar klien terlibat dilakukan dengan restrukturisasi
pembicaraan dan terbuka pada kognitif dan exposure. Klien dengan
konselor. stress trauma yang memiliki
Adapun empati tingkat tinggi keyakinan negatif menggunakan Eye
adalah keikutsertaan konselor dalam Movement Desensitization and
merasakan dan memikirkan apa yang Reprocessing (EMDR). Selanjutnya
dirasakan dan dipikirkan kliennya. setelah secara kognitif tidak ada
Adapun ketegasan untuk mengarahkan lagi distorsi kognitif dilanjutkan
klien adalah kemampuan konselor dengan exposure. Dalam hal ini
untuk mengatakan kepada klien agar melibatkan dukungan sosialnya
klien berbuat sesuatu atau dengan yaitu teman atau relasi terdekat
kata lain mengarahkannya agar untuk mendampinginya selama
klien melakukan sesuatu. Proses proses tersebut. Monty P. Satiadarma
konseling traumatik terlaksana karena mengemukakan bahwa penyimpangan
hubungan konseling berjalan dengan prilaku manusia karena dipengaruhi
baik, proses konseling traumatik oleh penyimpangan kognitif.4
merupakan peristiwa yang tengah Prilaku abnormal atau prilaku
berlangsung dan memberi makna bagi menyimpang memiliki hubungan
konseli yang mengalami trauma dan yang erat dengan prilaku kognisi dan
memberi makna pula bagi konselor
yang membantu mengatasi trauma 3
Beck, A. T. Thinking and Depression: II. Theory and
konselinya tersebut. Therapy. (Archives of General Psychiatry, 1964), 10.
Oemarjoedi A. Kasandra,
4
Pendekatan
Cognitive Behavior dalam Psikoterapi. ( Jakarta:
Kreativ Media, 2003), x.

88 | Konseling Traumatik: Pendekatan Cognitif-Behavior Therapy


Al-Tazkiah, Volume 5, No. 2, Desember 2016

saling mempengaruhi. Dalam kasus dalam konseling yang dilakukan oleh


Traumatik, menurut pendekatan CBT CBT. Karakteristik CBT yang tidak
klien yang mengalami trauma dengan hanya menekankan pada perubahan
menunjukkan prilaku abnormal pemahaman konseli dari sisi kognitif
atau gejala-gejala traumatik. Maka namun memberikan konseling pada pe
yang harus dilakukan adalah dengan rilaku ke arah yang lebih baik dianggap
restrukturisasi kognisi dan prilaku ke sebagai pendekatan konseling yang
arah yang lebih baik. Cognitive-Behavior tepat untuk diterapkan di Indonesia.
Therapy (CBT) merupakan pendekatan Teori Cognitive Behavior pada
konseling yang didasarkan atas dasarnya meyakini pola pemikiran
konseptualisasi atau pemahaman pada manusia terbentuk melalui proses
setiap konseli, yaitu pada keyakinan Stimulus-Kognisi-Respon (SKR), yang
khusus konseli dan pola perilaku saling berkaitan dan membentuk
konseli. Proses konseling dengan jaringan SKR dalam otak manusia,
cara memahami konseli didasarkan dimana proses kognitif menjadi
pada restrukturisasi kognitif yang faktor penentu dalam menjelaskan
menyimpang, keyakinan konseli untuk bagaimana manusia berfikir, merasa,
membawa perubahan emosi dan dan bertindak.
strategi perilaku ke arah yang lebih Sementara dengan adanya
baik. Oleh sebab itu CBT merupakan keyakinan bahwa manusia memiliki
salah satu pendekatan yang lebih potensi untuk menyerap pemikiran
integratif dalam konseling. yang rasional dan irasional, di mana
CBT merupakan sebuah pemikiran yang irasional dapat
pendekatan yang memiliki pengaruh menimbulkan gangguan emosi dan
dari pendekatan cognitive therapy tingkah laku yang menyimpang,
dan behavior therapy. Oleh sebab itu, maka CBT diarahkan pada modifikasi
Matson & Ollendick mengungkapkan fungsi berfikir, merasa, dan bertindak
bahwasanya CBT merupakan dengan menekankan peran otak dalam
perpaduan pendekatan dalam menganalisa, memutuskan, bertanya,
psikoterapi yaitu cognitive therapy dan bertindak, dan memutuskan kembali.
behavior therapy.5 Sehingga langkah- Dengan mengubah status pikiran
langkah yang dilakukan oleh cognitive dan perasaannya, konseli diharapkan
therapy dan behavior therapy ada dapat mengubah tingkah lakunya, dari
5
Matson & Ollendick, Enhancing Children’s negatif menjadi positif.
Social Skill: Assessment and Training. (New York:
Pergamon Press, 1988), 44.

Etty Setiawati | 89
Al-Tazkiah, Volume 5, No. 2, Desember 2016

E. Tujuan Konseling CBT Tekhnik Cognitif Behavior-


Tujuan dari konseling Cognitive- Therapy (CBT)
Behavior yaitu mengajak konseli untuk Cognitif Behavior-Therapy (CBT)
menentang pikiran dan emosi yang merupakan salah satu pendekatan
salah dengan menampilkan bukti- psikoterapeutik yang menitikberatkan
bukti yang bertentangan dengan pada sisi kognisi (pikiran) dan
keyakinan mereka tentang masalah tingkahlaku konseli. Upaya-upaya
yang dihadapi.6 Konselor diharapkan yang dilakukan oleh konselor
mampu menolong konseli untuk dalam menggunakan pendekatan
mencari keyakinan yang sifatnya Cognitif-Behavior therapy, dengan
dogmatis dalam diri konseli dan secara memfokuskan pada aktifitas kognisi
kuat mencoba menguranginya. konseli, kemudian dilanjutkan dengan
CBT merupakan konseling yang memfokuskan pada tingkahlaku
menitik beratkan pada restrukturisasi konseli.
atau pembenahan kognitif yang Konselor atau terapis cognitive-
menyimpang akibat kejadian yang behavior biasanya menggunakan
merugikan dirinya baik secara fisik berbagai teknik intervensi untuk
maupun psikis dan lebih melihat mendapatkan kesepakatan perilaku
ke masa depan dibanding masa sasaran dengan konseli. Teknik yang
lalu. Aspek kognitif dalam CBT biasa dipergunakan oleh para ahli
antara lain mengubah cara berpikir, dalam CBT yaitu:
kepercayaan, sikap, asumsi, imajinasi 1. Manata keyakinan irasional.
dan memfasilitasi konseli belajar 2. Bibliotherapy, menerima kondisi
mengenali dan mengubah kesalahan emosional internal sebagai sesuatu
dalam aspek kognitif. Sedangkan yang menarik ketimbang sesuatu
aspek behavioral dalam CBT yaitu yang menakutkan.
mengubah hubungan yang salah antara
3. Mengulang kembali penggunaan
situasi permasalahan dengan kebiasaan
beragam pernyataan diri dalam role
mereaksi permasalahan, belajar
play dengan konselor.
mengubah perilaku, menenangkan
pikiran dan tubuh sehingga merasa 4. Mencoba penggunaan berbagai
lebih baik, serta berpikir lebih jelas. pernyataan diri yang berbeda dalam
situasi ril.
5. Mengukur perasaan, misalnya
Oemarjoedi A. Kasandra,
6
Pendekatan dengan mengukur perasaan cemas
Cognitive…, 6.

90 | Konseling Traumatik: Pendekatan Cognitif-Behavior Therapy


Al-Tazkiah, Volume 5, No. 2, Desember 2016

yang dialami pada saat ini dengan Behavior Therapy, Rational Behavior
skala 0-100. Therapy, Rational Living Therapy,
6. Menghentikan pikiran. Konseli Cognitive Therapy, dan Dialectic Behavior
belajar untuk menghentikan pikiran Therapy.
negatif dan mengubahnya menjadi Adapun karakteristik dari
pikiran positif. pendekatan cognitif-Behavior Therapy
7. Desensitization systematic. yaitu :
Digantinya respons takut dan 1. CBT didasarkan pada model
cemas dengan respon relaksasi kognitif dari respon emosional.
dengan cara mengemukakan CBT didasarkan pada fakta ilmiah
permasalahan secara berulang- yang menyebabkan munculnya
ulang dan berurutan dari respon perasaan dan prilaku, situasi dan
takut terberat sampai yang teringan peristiwa. Keuntungan dari fakta ini
untuk mengurangi intensitas adalah seseorang dapat mengubah
emosional konseli. cara berpikir, cara merasa, dan
8. Pelatihan keterampilan sosial. cara berprilaku dengan lebih baik
Melatih konseli untuk dapat walaupun situasi ridak berubah.
menyesuaikan dirinya dengan 2. CBT lebih cepat dan dibatasi
lingkungan sosialnya. waktu. CBT merupakan konseling
9. Assertiveness skill training atau yang memberikan bantuan
pelatihan keterampilan supaya bisa dalam waktu yang relative lebih
bertindak tegas.7 singkat dibandingkan dengan
pendekatan lainnya. Rata-rata
F. Karakteristik Cognitif-Behavior sesi terbanyak yang diberikan
Therapy kepada konseli hanya 16 sesi.
Cognitif-Behavior Therapy Berbeda dengan bentuk konseling
(CBT) merupakan pendekatan yang lainnya, seperti psikoanalisa yang
memfokuskan pada aspek peran membutuhkan waktu satu tahun.
dalam berfikir, merasa dan bertindak. Sehingga CBT memungkinkan
Terdapat beberapa pendekatan konseling yang lebih singkat dalam
dalam psikoterapi Cognitif-Behavior penanganannya.
Therapy, seperti : Rational Emotive 3. Hubungan antara konseli dengan
terapis atau konselor terjalin dengan
7
John McLeod, Pengantar Konseling: Teori dan baik. Hubungan ini bertujuan agar
Studi Kasus. Alih Bahasa oleh A.K. Anwar, ( Jakarta:
Kencana, 2006), 157-158. konseling dapat berjalan dengan

Etty Setiawati | 91
Al-Tazkiah, Volume 5, No. 2, Desember 2016

baik. Konselor meyakini bahwa mereka sedang menertawakan


sangat penting untuk mendapatkan saya?” “Apakah mungkin mereka
kepercayaan dari konseli. Namun, menertawakan hal lain”.
hal ini tidak cukup bila tidak diiringi 7. CBT memiliki program terstruktur
dengan keyakinan bahwa konseli dan terarah. Konselor CBT
dapat belajar mengubah cara memiliki agenda khusus untuk
pandang atau berpikir sehingga setiap sesi atau pertemuan. CBT
akhirnya konseli dapat memberikan memfokuskan pada pemberian
konseling bagi dirinya sendiri. bantuan kepada konseli untuk
4. CBT merupakan konseling mencapai tujuan yang telah
kolaboratif yang dilakukan terapis ditetapkan sebelumnya. Konselor
atau konselor dan konseli. Konselor CBT tidak hanya mengajarkan apa
harus mampu memahami maksud yang harus dilakukan oleh konseli,
dan tujuan yang diharapkan konseli tetapi bagaimana cara konseli
serta membantu konseli dalam melakukannya.
mewujudkannya. Peranan konselor 8. CBT didasarkan pada model
yaitu menjadi pendengar, pengajar, pendidikan. CBT didasarkan
dan pemberi semangat. atas dukungan secara ilmiah
5. CBT didasarkan pada filosofi terhadap asumsi tingkah laku dan
stoic (orang yang pandai emosional yang dipelajari. Oleh
menahan hawa nafsu). CBT tidak sebab itu, tujuan konseling yaitu
menginformasikan bagaimana untuk membantu konseli belajar
seharusnya konseli merasakan meninggalkan reaksi yang tidak
sesuatu, tapi menawarkan dikehendaki dan untuk belajar
keuntungan perasaan yang tenang sebuah reaksi yang baru. Penekanan
walaupun dalam keadaan sulit. bidang pendidikan dalam CBT
6. CBT mengunakan metode sokratik. mempunyai nilai tambah yang
Terapis atau konselor ingin bermanfaat untuk hasil tujuan
memperoleh pemahaman yang baik jangka panjang.
terhadap hal-hal yang dipikirkan 9. CBT merupakan teori dan teknik
oleh konseli. Hal ini menyebabkan didasarkan atas metode induktif.
konselor sering mengajukan Metode induktif mendorong
pertanyaan dan memotivasi konseli konseli untuk memperhatikan
untuk bertanya dalam hati, seperti pemikirannya sebagai sebuah
“Bagaimana saya tahu bahwa jawaban sementara yang

92 | Konseling Traumatik: Pendekatan Cognitif-Behavior Therapy


Al-Tazkiah, Volume 5, No. 2, Desember 2016

dapat dipertanyakan dan diuji dibutuhkan dalam proses pelaksanaan


kebenarannya. Jika jawaban konseling itu sendiri. Dengan adanya
sementaranya salah (disebabkan kesepahaman ini, diharapkan proses
oleh informasi baru), maka konseli penyelesaian permasalahan konseli
dapat mengubah pikirannya sesuai cepat di selesaikan. Untuk itu, konselor
dengan situasi yang sesungguhnya. harus berupaya semaksimal mungkin
10. Tugas rumah merupakan bagian memberikan pemahaman secara utuh
terpenting dari teknik CBT, karena mengenai esensi atau tujuan dari setiap
dengan pemberian tugas, konselor sesi dalam proses konseling.
memiliki informasi yang memadai Pada kenyataannya, konseli
tentang perkembangan konseling akan merasa lebih nyaman dan
yang akan dijalani konseli. Selain itu, lebih bersemangat apabila konseli
dengan tugas rumah konseli terus mengetahui esensi atau tujuan dari
melakukan proses konselingnya setiap sesi dalam proses konseling.
walaupun tanpa dibantu konselor. Perencanaan yang matang dalam setiap
Penugasan rumah inilah yang sesi oleh konselor sangat penting.
membuat CBT lebih cepat dalam Dengan cara ini, konselor tidak akan
proses konselingnya. mengalami kekeliuran dan konselor
lebih bisa mengontrol jalannya proses
G. Merencanakan Proses dan Sesi konseling.
Konseling Berdasarkan teori yang
Konseling akan berjalan dengan dikemukakan oleh Aaron T. Beck
baik, apabila antara konselor dengan dalam konseling Cognitif-Behavior
klien terjalin hubungan yang memerlukan setidaknya 12 sesi
harmonis. Sehingga dalam proses pertemuan. Berikut akan disajikan
konseling, kesepahaman antara proses konseling Cognitif-Behavior
konselor dengan konseli sangat yaitu :
Tabel 1
Proses konseling berdasarkan konsep Aaron T. Back
No Proses Sesi
1 Assesmen dan Diagnosa 1-2
2 Pendekatan Kognitif 2-3
3 Formulasi Status 3-4
4 Fokus Konseling 4-5
5 Intervensi Tingkahlaku 5-7
6 Perubahan Core Belief 7-11
7 Pencegahan 11-12

Etty Setiawati | 93
Al-Tazkiah, Volume 5, No. 2, Desember 2016

Penerapan konsep Aaron T. Back menjadi sedikit demi sedikit.


dirasakan sulit untuk dikembangkan d) Menurunnya keyakinan konseli
di Indonesia. beberapa alasan yang akan kemampuan konselornya,
dikemukakan berdasarkan dari antara lain karena alasan-alasan
pengalaman-pengalaman konselor yang telah disebutkan di atas, yang
dalam meenerapkan konsep dari Aaron dapat berakibat pada kegagalan
T. Back sebagai berikut : konseling.
a) Terlalu lama, sementara konseli Berdasarkan paparan alasan di atas,
mengharapkan hasil yang dapat penerapan konseling cognitive-behavior
segera dirasakan manfaatnya. di Indonesia sering kali mengalami
b) Terlalu rumit, di mana konseli yang hambatan, sehingga memerlukan
mengalami gangguan umumnya penyesuaian yang lebih fleksibel.
datang dan berkonsultasi dalam Jumlah pertemuan konseling yang
kondisi pikiran yang sudah begitu tadinya memerlukan sedikitnya 12 sesi
berat, sehingga tidak mampu lagi bisa saja diefisiensikan menjadi kurang
mengikuti program konseling yang dari 12 sesi.
merepotkan, atau karena kapasitas Sebagai perbandingan berikut
intelegensi dan emosinya yang akan disajikan efisiensi konseling
terbatas. menjadi 6 sesi, dengan harapan dapat
c) Membosankan, karena kemajuan memberikan bayangan yang lebih jelas
dan perkembangan konseling dan mengundang kreativitas yang lebih
tinggi.

Tabel 2
Proses Konseling Cognitif-Behavior Therapy (CBT)
Yang Telah Disesuaikan Di Indonesia.8
No Proses Sesi
1 Assesmen dan Diagnosa 1
Mencari akar permasalahan yang bersumber dari emosi,
2 penyimpangan proses berfikir, dan keyakinan utama yang 2
berhubungan dengan gangguan
Konselor bersama konseli menyusun rencana intervensi dengan
3 3
menyusun konsekwensi positif-negatif pada konseli
4 Menata kembali keyakinan yang menyimpang 4
5 Intervensi tingkahlaku 5
6 Pencegahan dan Training Self-Help 6
8
Ibid.,12.

94 | Konseling Traumatik: Pendekatan Cognitif-Behavior Therapy


Al-Tazkiah, Volume 5, No. 2, Desember 2016

Berdasarkan perbandingan di Pemerkosaan, pertempuran, kekerasan


atas, maka konselor hendaknya fisik, kecelakaan, bencana alam dan
dituntut untuk lebih bersikap peristiwa-peristiwa tertentu yang
fleksibel. Kreatifitas seorang konselor membuat batin konseli tertekan.
dalam menjalani proses konseling Konseling traumatik memiliki
menunjukkan profesionalitas. Dengan perbedaan mendasar dengan konseling
demikian, maka konselor harus biasanya. Perbedaannya terletak pada
selalu meningkatkan pengetahuan tiga hal yakni ; pertama, konseling
dan pengalaman di bidang traumatik hanya memfokuskan pada
layanan bimbingan dan konseling. satu masalah klien, yakni masalah
Lembaga pemerintah yang telah trauma yang sedang dihadapi.
mengembangkan layanan bimbingan Sedangkan konseling biasa lebih bersifat
dan konseling di bidang pendidikan, luas, dengan mempertimbangkan
harus tetap memberikan perhatian yang banyak hal dan melakukakan asosiasi-
penuh dan meningkatkan kinerjanya. asoasiasi selama hal tersebut memiliki
Dengan melakukan berbagai worshop, keterkaitan. Kedua, pada konseling
study banding serta menjalin kerjasama traumatik, konselor lebih banyak
baik di tingkat lokal, nasional maupun membutuhkan bantuan orang lain,
internasional. seperti ; teman dekat konseli, keluarga,
tetangga, melakukan layanan referal
H. Penutup dan konselor lebih aktif. Ketiga,
Konseling traumatik merupakan tujuan dari konseling traumatik
bantuan yg bersifat terapeutis yg adalah penyembuhan terhadap gejala
diarahkan untuk mengubah sikap trauma yang dihadapi konseli, dengan
dan perilaku konseli yang mengalami mengembalikan keadaan sebelumnya.
trauma, dilaksanakan face to face antara Sedangkan pada konseling biasa,
konseli dan konselor, melalui teknik bertujuan untuk menyelesaikan
wawancara dengan konseli sehingga masalah yang akan dihadapi nantinya
dapat terentaskan permasalahan yang dengan melakukan bimbingan yang
dialaminya. Trauma adalah suatu bersifat preventif, dan melakukan
kondisi emosional yang berkembang proses penyelesaian masalah, dengan
setelah suatu peristiwa trauma yang layanan yang bersifat kuratif.
tidak mengenakkan, menyedihkan, Pendekatan Cognitif-Behavior
menakutkan, mencemaskan dan Therapy (CBT) merupakan salah satu
menjengkelkan, seperti peristiwa: pendekatan yang melihat dari sisi kognisi

Etty Setiawati | 95
Al-Tazkiah, Volume 5, No. 2, Desember 2016

dan behavior, dengan melakukan atktifitas mental lainnya. Sehingga


restrukturiasi pada pikiran-pikiran dan proses konseling yang dilakukan
prilaku yang menyimpang menuju dengan cara melakukan restrukturisasi
ke arah yang lebih baik. Pendekatan atau pemindahan dari pikiran-pikiran
CBT merupakan pendekatan yang negatif menuju pikiran yang positif.
memadukan terapi cognitif dan Sedangkan pendekatan behavior
behavior. Pendekatan kognitif dengan memfokuskan pada stimulus
meyakini bahwa prilaku menyimpang yang datang dari luar diri individu yang
atau gejala trauma yang dialami oleh mempengaruhi prilaku menyimpang
konseli memiliki keterkaitan dengan atau sikap trauma yang dialami oleh
keyakinan, kepercayaan atau aktifitas- konseli.

Daftar Pustaka
Prayitno, Dasar-Dasar Bimbingan Dan Oemarjoedi, A. Kasandra, Pendekatan
Konseling, ( Jakarta : PT Rineka Cognitive Behavior dalam
Cipta, 2009) Psikoterapi, ( Jakarta: Kreativ
Nurihsan, Juntika Achmad, Bimbingan Media, 2003)
Dan Konseling Dalam Berbagai Matson & Ollendick, Enhancing
Latar Kehidupan. (Bandung : PT Children’s Social Skill: Assessment
Refika Aditama, 2009) and Training, (New York:
Beck, A. T., Thinking and Depression: II. Pergamon Press)
Theory and Therapy, (Archives of McLeod, John, Pengantar Konseling:
General Psychiatry, 1964) Teori dan Studi Kasus, terj. A.K.
Anwar, ( Jakarta: Kencana, 2006)

96 | Konseling Traumatik: Pendekatan Cognitif-Behavior Therapy

You might also like