You are on page 1of 7

Page 220 of 7 Jurnal Kesehatan

Volume 10, Nomor 2, Agustus 2019


ISSN 2086-7751 (Print), ISSN 2548-5695 (Online)
http://ejurnal.poltekkes-tjk.ac.id/index.php/JK

Manajemen Discharge Planning pada Klien dengan


Demam Berdarah Dengue (DBD)

Fransisca Putry Novitasari1, Maria Dyah K2, David Nakka Gasong3,


Arwyn Weynand Nusawakan4
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Kristen Satya Wacana, Indonesia
Email: arwyn.nusawakan@uksw.edu

Abstract: Management Discharge Planning For Clients With Dengue Hemorrhagic Fever
(DHF). The role of nurses is very important, in discharge planning. Discharge planning is
performed in all diseases to e the clients of the illness as well as the recovery of the patient after
discharge from the hospital. One of them are patients with Dengue Hemorrhagic Fever (DHF).
Discharge planning for DHF patient can be done by providing health education. Some studies find
that discharge planning is in intermediate achievement because some factors such as formal
education and age that affect maturity in thinking and acting. The purpose of this study is to
describe the ability of nurses to perform discharge planning to a patient with DHF. This is
qualitative research, the population in this study is nurses who are assigned to care DHF patient in
Ambarawa Hospital. Data collected by semi-structured interview and validated by member check
method. The results showed that discharge planning applied in Ambarawa Hospital was absolute
discharge, and also discharge planning to DHF clients in Ambarawa Hospital was not effective yet
because nurses did not know the number of dengue cases that should be reported in whole to the
Health District Office. It is because the standard of success applying discharge planning depends
on the reporting of DHF cases as a whole. To be concluded, delivering education must pay
attention to three important aspects namely structure, culture, and technology.

Keywords: Absolute discharge, Dengue Hemorrhagic Fever, Discharge planning, Education

Abstrak: Manajemen Discharge Planning pada Klien dengan Demam Berdarah Dengue
(DBD). Peran perawat sangat penting dalam discharge planning. Discharge planning dilakukan
pada semua penyakit dengan tujuan untuk kesembuhan klien dari penyakit serta pemulihan pasien
paska pulang dari rumah sakit. Salah satunya pada pasien dengan penyakit Demam Berdarah
Dengue (DBD). Discharge planning yang dilakukan pada klien dengan DBD dapat dilakukan
dengan memberi edukasi. Beberapa hasil penelitian sebelumnya menunjukan faktor pendidikan
formal dan usia mempengaruhi kematangan dalam berfikir dan bertindak dalam melakukan
discharge planning. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui fungsi management terkait discharge
planning pada klien dengan DBD. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif, partisipan dalam
penelitian ini adalah perawat di RSUD Ambarawa yang merawat pasien DBD. Pengambilan data
dilakukan dengan cara wawancara mendalam pada perawat yang merawat pasien DBD. Uji
keabsahan data yang digunakan adalah member check. Hasil penelitian menunjukan bahwa
discharge planning yang diterapkan di RSUD Ambarawa adalah absolute discharge, selain itu
discharge planning pada klien DBD di RSUD Ambarawa belum efektif dikarenakan perawat
belum mengetahui jumlah kasus DBD dilaporakan secara keseluruhan atau tidak ke Dinas
Kesehatan. Hal ini dikarenakan tolak ukur keberhasilan discharge planning adalah pelaporan
kasus DBD secara keseluruhan. Dapat disimpulkan, pemberian pendidikan harus memperhatikan
tiga aspek penting yaitu struktur, budaya, dan teknologi.

Kata kunci: Absolute discharge, Demam Berdarah Dengue, Discharge planning, Edukasi

PENDAHULUAN Penularan juga bisa terjadi melalui perkawinan


antara nyamuk jantan dan nyamuk betina serta
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penularan transovarial dari induk nyamuk ke
penyakit akut yang diakibatkan oleh infeksi virus keturunannya. Dari beberapa penularan virus
dengue. Penularan virus dengue itu melalui dengue yang paling sering yaitu penularan
gigitan nyamuk aedes albopictus, aedes melalui gigitan aedes aegypti. Virus dengue yang
polynesiensis dan aedes aegypti (Wowor, 2017). sudah masuk kedalam tubuh nyamuk akan
257
258 Jurnal Kesehatan, Volume 10, Nomor 2, Agustus 2019, hlm 257-263

berkembang biak selama 8 sampai 10 hari penduduk dan pada tahun 2015 cenderung
sebelum ditularkan ke manusia. Waktu yang meningkat menjadi 45,53/100.000 penduduk.
dibutuhkan virus untuk berkembang tergantung Sedangkan angka kematian kasus DBD di
suhu lingkungan. Nyamuk aedes aegypti Kabupaten Semarang tahun 2014 sebanyak 0,6%
biasanya mengigit dan menghisap darah pada (2 kasus). Data menunjukkan bahwa terjadi
siang hari.Puncak aktifitas tersebut mulai dari penurunan dibandingkan tahun 2013 yang
pukul 09.00 sampai 10.00 dan 16.00 sampai tercatat sebanyak 1,01% (3 kasus). Data yang
17.00. Biasanya tempat yang mempunyai diperoleh dari rekam medis, tahun 2017 kasus
kemungkinan besar terjadinya penularan virus DBD di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa
dengue yaitu di daerah endemis, pemukiman tercatat 75 penderita dan tidak ada pasien yang
padat penduduk, kawasan industri, rumah sakit, meninggal.
pasar dan sekolah. Sekolah mempunyai peluang Gejala penyakit DBD yaitu demam dengan
besar terjadinya penularan dikarenakan murid suhu 380C sampai 390C. Apabila demam lebih
yang berasal dari berbagai wilayah tempat tinggal dari 3 hari perlu dilakukan uji torniket,
dan kemungkinan membawa jenis virus dengue pemeriksaan IgM, IgG, IgM dengue.
yang berbeda. Pemeriksaan IgG biasa dilakukan setelah
Menurut World Health Organization melewati hari ke-3, sedangkan pemeriksaan NS-1
(WHO), Demam Berdarah Dengue (DBD) sering diperiksa pada hari pertama atau ke-3 yang
ditemukan di daerah tropis dan subtropis. Data bertujuan untuk mendeteksi virus dengue lebih
World Health Organization (WHO) menunjukan awal (Rafif, 2018). Selain itu dilakukan
bahwa Asia menempati urutan pertama dari pemeriksaan cek darah rutin yang meliputi
jumlah penderita Demam Berdarah Dengue hemoglobin, hematokrit, leukosit dan trombosit.
(DBD) tiap tahunnya (WHO, 2012). Tes tersebut harus dilakukan sampai penderita
Pada konteks Asia Tenggara, Indonesia melewati fase kritis, yaitu fase yang terjadi
menempati urutan ke dua setelah Thailand terkait setelah 5 hari menjalani fase demam dan
tingginya angka penyakit DBD (PUSDATIN, merupakan fase yang paling sering terjadi
2013). Hal ini dikarenakan Indonesia terletak di kecolongan sehingga dapat menyebabkan
daerah tropis dan rentan terhadap perubahan keparahan bahkan meninggal (Rafif, 2018).
iklim. Perubahan iklim akan mempengaruhi Management perawatan penanganan pada
perkembangan atau mempercepat pertumbuhan penyakit DBD dapat dilakukan dengan
nyamuk aedes aegypti sehingga siklus hidupnya menganjurkan untuk tirah baring, makan
menjadi lebih singkat. Di Indonesia Demam makanan lunak, mengonsumsi air dan
Berdarah Dengue (DBD) telah menjadi masalah meningkatkan jumlah trombosit dalam tubuh
kesehatan baik di wilayah perkotaan maupun yang kurang dari batas normal. Pada anak-anak
wilayah semi-perkotaan. Perilaku vektor ada nilai normal trombosit: 150-400Mel/Darah, pada
hubungannya dengan lingkungan dan dapat orang dewasa: 200.000-400.000Mel/Darah
mempengarui terjadinya wabah Demam berdarah (PERMENKES, 2014). Penanganan tidak hanya
dengue (DBD) di daerah perkotaan. Penyebaran dilakukan ketika pasien di rawat di RS, namun
dengue dapat dipengaruhi oleh faktor iklim perlu dilakukan discharge planning untuk
seperti curah hujan, kelembapan, dan suhu. Pada mempersiapkan kepulangan pasien, dengan
musim hujan kelangsungan hidup nyamuk akan mengkaji kemungkinan perawatan lanjut dirumah
lebih lama karena tingkat kelembapan tinggi sesuai kebutuhan atau rujukan ke tempat
(Nazri dkk, 2013). pelayanan kesehatan terdekat.
Menurut data Kementrian Kesehatan Discharge planning merupakan suatu
(2013), menunjukan bahwa Indonesia menjadi proses dimana pasien mendapatkan pelayanan
endemis Demam Berdarah Dengue (DBD) sejak dari awal masuk rumah sakit hingga pulang ke
tahun 1968 sampai 2013, menyebar di 33 rumah. Discharge planning dapat mengurangi
provinsi dan di 436 kabupaten atau kota dari lamanya perawatan pasien, meningkatkan
keseluruhan kabupaten atau kota yang berjumlah kesehatan pasien, mencegah kekambuhan,
497. Untuk angka kesakitan atau incidence rate menurunkan angka mortalitas dan morbiditas.
(IR) DBD dari tahun 1968 terus meningkat, Dalam proses keperawatan, discharge planning
menurun pada tahun 2010-2011 dan meningkat merupakan salah satu dari intervensi
pada tahun 2012-2013 (41,25 per 100.000 keperawatan. Intervensi yang dilakukan pada
penduduk). discharge planning yaitu perencanaan pulang,
Menurut Dinas Kesehatan Provinsi Jawa memberikan edukasi mengenai pola makan, pola
Tengah (2015), pada tahun 2014 angka kesakitan istrihat dan kontrol setelah pasien pulang dari
demam berdarah dengue sebesar 36,2/100.000 rumah sakit. Pelaksanaan discharge planning
Novitasari, Manajemen Discharge Planning pada Klien dengan Demam Berdarah Dengue (DBD) 259

yang baik akan berpengaruh dengan peningkatan terdapat beberapa unsur, yaitu perawatan lanjutan
kualitas kesehatan pasien. Menurut Nursalam di rumah, jenis obat yang harus di minum, cara
(2007) mengatakan bahwa dalam proses perawatan diri yang dilakukan di rumah dan
pelaksanaan discharge planning memiliki waktu pengobatan atau perawatan selanjutnya
beberapa prinsip yaitu proses pelaksanaan dilakukan.
discharge planning fokus terdadap pasien seperti Selain memberikan form discharge
kebutuhan, dan keinginan pasien harus dikaji planning pada klien, peran perawat juga memberi
secara berkala dari mulai masuk sampai keluar edukasi. Edukasi yang dimaksud terkait dengan
dari rumah sakit, mengidentifikasi masalah yang perawatan selama proses pemulihan penyakit
mungkin akan nampak setelah pasien pulang dari seperti istirahat yang cukup pasca perawatan,
rumah sakit sehingga dapat mengetahui sejak dini konsumsi air putih 2000-2500cc/hari, makan
masalah yang timbul, discharge planning makanan yang lunak, menghindari makan
dilakukan dengan melibatkan beberapa tim makanan yang terlalu asam dan pedas,
kesehatan seperti perawat, dokter, ahli gizi, melakukan 3M plus (menguras, menutup dan
discharge planning dilaksanakan di setiap tim memanfaatkan kembali atau daur ulang),
kesehatan dimana dari pasien masuk maka menggunakan kelambu dikamar tidur bila
discharge planning harus direncanakan dan diperlukan, apabila suhu tubuh tinggi sampai tiga
dilakukan sesuai prosedur yang di terapkan di hari langsung berobat, minum obat sesuai aturan
rumah sakit. Keberhasilan setelah dilakukan serta kontrol sesuai jadwal atau satu minggu
discharge planning, pasien dapat mengetahui dan setelah pulang dari rumah sakit. Penelitian yang
memahami tentang masalah kesehatan yang dilakukan oleh Nursalam dan Ariyanto (2013)
diderita, pengobatan ketika pulang, perawatan Pada proses pelaksanaan discharge planning di
lanjutan juka terjadi kegawatdaruratan, rumah sakit Borromeus Bandung, sebagian
pengetahuan khusus kepada pasien dan keluarga perawat (58,1%) dari total 160 perawat berada
untuk memastikan perawatan yang sesuai ketika dalam kategori cukup. Hal ini dipengaruhi oleh
pasien sudah pulang dari rumah sakit. faktor pendidikan formal dan usia yang
Berkoordinasi dengan tempat pelayanan mempengaruhi kematangan dalam berfikir dan
kesehatan terdekat unuk memantau status bertindak. Dari hasil penelitian tersebut dapat
kesehatan pasien. dilihat bahwa belum seluruhnya perawat
Melihat banyaknya jumlah kasus penyakit mendukung pelaksanaan discharge planning.
Demam Berdarah Dengue (DBD) di Rumah Sakit Melihat banyaknya jumlah kasus Demam
Umum Daerah Ambarawa, pihak rumah sakit Berdarah Dengue (DBD) yang terjadi maka
menerapkan program discharge planning untuk keberhasilan terkait menurunkan angka kejadian
mengurangi resiko penyakit baru. Dalam hal ini DBD juga terpengaruh dari keberhasilan
perawat berperan penting dalam melakukan discharge planning. Penelitian ini ingin melihat
discharge planning pada penyakit DBD. Program tentang sejauh mana management discharge
ini baru dimulai pada bulan Juli 2016 di Rumah planning pada klien dengan Demam Berdarah
Sakit Umum Daerah Ambarawa dan terlihat Dengue (DBD) di aplikasikan pada pasien yang
bahwa jumlah kasus DBD mengalami penurunan dirawat di RSUD Ambarawa.
dari tahun 2016 sampai tahun 2017. Pada tahun
2016 terdapat 126 penderita dan 2 pasien yang
meninggal kemudian pada tahun 2017 tercatat 75 METODE
penderita dan tidak ada pasien yang meninggal.
Pada penyakit Demam Berdarah Dengue Metode penelitian ini menggunakan
(DBD), discharge planning tidak hanya pendekatan kualitatif. Dimana informasi
diterapkan pada masalah klien saat sakit tetapi diperoleh dengan menggunakan alat ukur berupa
juga dari segi lingkungan dan pola hidup di data-data dari hasil wawancara mendalam
rumah (Purnamasari, L. D., & Ropyanto, C. B., ataupun informasi yang berupa cerita dari
2012). Pelaksanaan discharge planning tidak partisipan. Berdasarkan perolehan informasi di
lepas dari tanggungjawab perawat, dalam hal ini atas penulis dapat memperoleh informasi lebih
perawat mempunyai peranan penting dalam banyak dan detail sebagai salah satu sumber
perencanaan pulang pasien. Pada pelaksanaannya untuk menarik simpulan. Partisipan dalam
perawat perlu berkomunikasi dengan baik serta penelitian ini adalah perawat di ruang anggrek
terarah sehingga yang di sampaikan dapat di RSUD Ambarawa. Dalam penelitian ini jenis
mengerti oleh pasien maupun keluarga untuk data yang dikumpulkan ada dua jenis yaitu data
proses perawatan dirumah. Form discharge primer dan data sekunder. Data primer adalah
planning yang akan diberikan pada klien harus data yang dikumpulkan, diolah sendiri oleh
260 Jurnal Kesehatan, Volume 10, Nomor 2, Agustus 2019, hlm 257-263

peneliti langsung dari responden. Data sekunder II pada tahun 1945, namun pada tahun 1956
merupakan data yang diperoleh dalam bentuk pengelolaan secara penuh diserahkan kepada
yang sudah jadi, yang diperoleh dari sumber Pemerintah Kabupaten Tingkat II Semarang.
dokumenter yang ada di RSUD Ambarawa, RSUD Ambarawa menjuarai dalam lomba
khususnya data yang berhubungan dengan Citra Pelayanan Prima Tingkat Kabupaten
penelitian, yang meliputi data tentang kasus Semarang. Terlihat bahwa dalam memberikan
penyakit DBD. pelayanan berjalan dengan lancar sehingga
Lokasi penelitian ini di Rumah Sakit mendapat kepercayaan berbagai pihak dari waktu
Umum Daerah Ambarawa, diruang anggrek. ke waktu. Pada tanggal 10 November 2014,
Metode yang dilakukan pada penelitian ini adalah RSUD Ambarawa mendapatkan akreditasi ISO
dengan wawancara mendalam. Lamanya 9001 pada tahun 2008 untuk rekam medis,
partisipan di wawancarai kurang lebih 2 minggu Instalasi Gawat Darurat (IGD), layanan rawat
dengan frekuensi 3 kali. Jumlah partisipan dalam jalan termasuk perinatologi dan ginekologi,
penelitian ini sebanyak 2 orang dengan kriteria laboratorium, farmasi, radiologi, Intensive Care
perawat yang merawat kasus DBD di RSUD Unit (ICU), Instalasi Bedah Sentral (IBS),
Ambarawa. Instasi Gizi, dan proses pendukung. Selain itu,
Teknik analisa data menggunakan analisa RSUD Ambarawa berkomitmen memberikan
data deskripsi isi konten analisis data primer atau pelayanan yang sempurna dan paripurna kepada
hasil wawancara mendalam. Tahap analisa data pelanggan, sehingga dari waktu ke waktu
yang dilakukan pada penelitian kualitatif yaitu: berbagai pihak memberikan kepercayaan kepada
reduksi data atau penambahan data yang dirasa RSUD Ambarawa. Hal tersebut tidak lepas dari
data tersebut penting sebagai bahan informasi. visi RSUD Ambarawa yaitu “Menjadi Rumah
Kedua, proses pengumpulan informasi akan di Sakit yang berkualitas, terpercaya, dan
analisa dengan metode analisis konten. Tahap kebanggaan masyarakat”.
terakhir yaitu, penarikan kesimpulan. Uji Salah satu layanan yang diberikan kepada
keabsahan data dilakukan dengan metode pasien adalah program discharge planning.
member check untuk melakukan konfirmasi data. Menurut hasil penelitin program discharge
Penelitian ini telah mendapatkan planning di RSUD Ambarawa sudah dilakukan
persetujuan etik penelitian (ecthical approval) sesuai dengan Standar Operasional Prosedur
dari Komite Etik Penelitian Kesehatan Fakultas (SOP). Kesesuaian ini dapat terlihat bahwa
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas program discharge planning sudah berjalan
Kristen Satya Wacana Nomor dengan baik khusunya pada klien DBD. Program
082/PE/KEPK.UKSW/2018. discharge planning pada pasien DBD menjadi
salah satu upaya RS untuk menekan jumlah
penderita DBD. Berdasarkan data dari rekam
HASIL medis, jumlah kasus DBD mengalami penurunan
sejak diterapkannya program discharge planning.
Penelitian ini bertujuan untuk Pada penelitian ini, peneliti berhasil
menggambarkan management discharge menjawab tujuan penelitian yang akan disajikan
planning pada klien Demam Berdarah Dengue dalam 2 tema dari hasil wawancara mendalam
(DBD) yang dilakukan di Rumah Sakit Umum dengan partisipan yaitu: 1) RS sudah melakukan
Daerah (RSUD) Kecamatan Ambarawa. discharge planning dengan absolute discharge.
Penelitian yang dilakukan pada bulan April 2) Pelaksanaan discharge planning sesuai SOP.
sampai Juli 2018 ini telah melibatkan dua Riset Masing-masing tema yang didapatkan dari
partisipan yaitu perawat pelaksana yang sehari- wawancara dengan partisipan akan diuraikan
harinya telah melakukan discharge planning sebagai berikut:
sesuai dengan kriteria yang telah tercantum pada
metode penelitian. Pelaksanaan Discharge Planning dengan
RSUD Ambarawa merupakan rumah sakit Absolute Discharge
Pemerintah Daerah yang berada di Jalan Kartini
No. 101 Ambarawa Kab. Semarang dengan luas Program discharge planning bertujuan
12.000 m2. Rumah sakit ini berdiri pada tahun untuk mengurangi angka kekambuhan penyakit
1930 sebelum Indonesia merdeka. RSUD pasien, hal tersebut juga yang diupayakan oleh
Ambarawa pada mulanya dimiliki oleh Yayasan program discharge planning di RSUD Ambarawa
Khatolik pada masa Pemerintahan Hindia pada kasus Demam Berdarah Dengue (DBD).
Belanda. Pengelolaan rumah sakit sebagian di Terlebih khusus, discharge planning yang
serahkan kepada Pemerintah Kabupaten Tingkat dilakukan adalah jenis absolute discharge atau
Novitasari, Manajemen Discharge Planning pada Klien dengan Demam Berdarah Dengue (DBD) 261

pulang mutlak. Ini merupakan akhir dari PEMBAHASAN


hubungan pasien dengan RS tetapi apabila pasien RS Sudah Melakukan Discharge Planning
perlu di rawat kembali maka prosedur perawatan dengan Absolute Discharge
dapat dilakukan lagi.
Keputusan pasien sudah diperbolehkan Penerapan absolute discharge (pulang
pulang dan mendapatkan discharge planning mutlak atau selamanya) ini baik karena secara
diputuskan oleh dokter. Selanjutnya yang terlibat kondisi memungkin pasien untuk pulang. Sejalan
dalam pelaksanaan discharge planning adalah dengan penelitian yang dilakukan Suprapti, Nur,
keluarga yang memberikan dukungan atau & Madya (2013), pasien dikatakan siap untuk
support supaya cepat sembuh dan membantu pulang bila pasien dan keluarga dapat melakukan
dalam perawatan di rumah, perawat yang perawatan di rumah secara mandiri. Kesiapan
memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien adalah kondisi secara keseluruhan yang dapat
dan keluarga untuk mempersiapkan pemulangan membuat seseorang mampu menghadapi situasi
dan kebutuhan untuk perawatan tindakan lanjut dengan cara menyesuaikan diri. Dalam hal ini,
di rumah, dokter memberikan terapi pengobatan perawat mempunyai peranan yang penting dalam
selama perawatan di rumah dan ahli gizi perencanaan pulang, dalam berkomunikasi harus
memberikan pendidikan kesehatan tentang gizi terarah agar hal yang sudah di sampaikan dapat
makanan yang konsumsi selama perawatan di di mengerti pasien maupun keluarga pasien untuk
rumah. Namun yang paling dominan adalah perawatan di rumah. Penelitian yang dilakukan
dokter karena dokter yang menentukan diagnosa oleh Siahaan (2010), sebelum dilakukan
penyakit dan dalam pemberian obat, sedangkan discharge planning, pasien sudah mempunyai
perawat sebagai pelaksana. motivasi yang tinggi untuk sembuh. Dalam hal
ini perawat harus berkomunikasi dengan pasien
Gambaran Discharge Planning maupun keluarga pasien secara jelas agar mereka
dapat mengerti untuk perawatan di rumah.
Gambaran pelaksanaan discharge planning Discharge planning yang kurang tepat juga bisa
di ruang anggrek diantaranya pemberian edukasi berdampak kepada pasien yang kembali lagi ke
kepada pasien dan keluarga pasien. Edukasi yang rumah sakit pasca perawatan dan akhirnya pasien
diberikan meliputi (cara menjaga lingkungan menanggung biaya rawat inap serta obat selama
sekitar, pola makan pasien, pemberian obat dan di rumah sakit. Pasien yang memerlukan
mengenai kontrol pada pasien). Dalam perawatan di rumah atau penyuluhan kesehatan,
melakukan discharge planning perawat dan pelayanan komunitas tetapi tidak dibantu
berkolaborasi bersama dokter, ahli gizi dan oleh petugas rumah sakit terkhususnya perawat di
keluarga. rumah sakit, pada saat sebelum pemulangan
Pelaksanaan discharge planning di ruang pasien akan berakibat pasien kembali lagi
anggrek di dukung oleh SDM yang baik, yaitu kerumah sakit untuk dirawat. Menurut Rofi’i, M.
terdapat 44 bed dan perawat di ruang anggrek (2011) mengatakan ada beberapa faktor yang bisa
sebanyak 21 orang. Untuk fasilitas program mempengaruhi discharge planning yaitu
discharge planning terdapat beberapa komponen komunikasi, keterlibatan keluarga dan pasien,
yaitu alat yang dibutuhkan keluarga untuk pasien, dan faktor personil discharge planning.
cara penggunaan peralatan yang diperlukan Dapat ditarik kesimpulan pasien siap
pasien, memberi edukasi kepada pasien dan pulang apabila mampu melakukan perawatan
keluarga pasien mengenai pola makan pasien lanjutan secara mandiri.
serta obat-obatan dipastikan selalu tersedia di
rumah. Gambaran Discharge Planning
Setelah pasien pulang dari RS selanjutnya
evaluasi dilakukan seminggu setelah pasien di Dalam discharge planning, salah satu
rumah. Evaluasi yang dilakukan dapat melalui peran perawat yaitu sebagai planner yang
telepon, kuesioner maupun kunjungan rumah bertugas untuk menentukan tujuan bersama
(home visit). Hasil dari evaluasi tersebut akan pasien dan keluarga, mengevaluasi
dilaporkan ke Dinas Kesehatan dan selanjutnya kesinambungan asuhan keperawatan,
Dinas Kesehatan menindaklanjuti kasus penyakit memulihkan kembali kondisi pasien secara
tersebut. optimal, mengkaji setiap pasien dengan
mengumpulkan informasi atau data yang
berhubungan untuk mengidentifikasi masalah
aktual dan potensial. Edukasi yang diberikan
kepada pasien maupun keluarga pasien perlu
262 Jurnal Kesehatan, Volume 10, Nomor 2, Agustus 2019, hlm 257-263

direncanakan secara matang karena pemantapan bahwa ada kunjungan ke rumah pasien untuk
materi mempengaruhi tingkat keberhasilan mengevaluasi discharge planning. Ini didukung
program discharge planning. Pelaksanaan dengan penelitian Wijayanti, A. E., &
discharge planning telah direncanakan Kusumawati, A. S. (2014). Yang mengatakan
sebelumnya atau program sehingga tidak terkesan bahwa evaluasi lanjutan dilakukan setelah
tergesa-gesa yang memungkinkan pasien dan seminggu pemulangan dari rumah sakit, melalui
keluarga pasien dapat menerima informasi kunjungan rumah atau home visit. Evaluasi
tersebut dengan jelas. Pelaksanaan discharge dilakukan dengan harapan mendapatkan hasil
planning sebaiknya dilaksanakan sejak pasien yang optimal sesuai dengan tujuan dilakukannya
datang di rumah sakit sampai pasien akan pulang discharge planning. Pada penelitian Dedi, B.
sebab akan lebih efisien dalam mempersiapkan (2013) mengatakan bahwa tahap evaluasi pada
pasien dalam perawatan mandiri di rumah. Pasien pelaksanaan discharge planning bukan hanya
dan keluarga memahami dan dapat sekedar memberikan kesempatan kembali kepada
mendiskusikan kembali apabila ada yang kurang pasien terhadap apa yang telah diberikan.
jelas. Di dukung oleh penelitian yang dilakukan Mendokumentasikan hasil kegiatan yang sudah
Devi Darliana bahwa diharapkan perawat dilakukan dalam bentuk catatan dalam pelayanan
melaksanakan seluruh proses discharge planning bagi pasien. Data yang lengkap dan kongkrit
dari pengkajian sampai evaluasi. Namun pada dapat memberikan informasi dalam menentukan
penelitian Herniyatun, Nurlaila dan Sundari keputusan. Baik dalam pengobatan, tindakan, dan
(2009) mengatakan bahwa dalam pemberian penanganan medis. Surat kontrol yang diberikan
edukasi mengenai discharge planning yang kepada pasien untuk pemberitahuan kapan dan
kurang optimal yang dilakukan perawat dapat dimana pasien akan melakukan kontrol kembali
berakibat pasien kurang memahami ataun kesehatannya.
mengerti apa yang harus dilakukan, sehingga Dapat ditarik kesimpulan, dalam
perawatan lanjutan pasien dapat terhambat. memberikan edukasi kepada pasien maupun
Perawat diharapkan untuk meningkatkan keluarga pasien harus disampaikan dengan tidak
ketrampilan dan pengetahuan discharge planning tergesa-gesa agar mereka dapat menerima
dengan mengikuti pelatihan-pelatihan, seminar informasi dengan jelas untuk menjamin
maupun workshop agar dapat mengaplikasikan terjadinya kontinuitas perawatan di rumah.
kepada pasien. Namun belum tentu juga
discharge planning kurang optimal yang
diberikan perawat tetapi tingkat pemahaman SIMPULAN
pasien juga mempengaruhi. Menurut Lestari, E.
D. W. I. (2010), pasien yang bisa menangkap Pelaksanaan discharge planning di Rumah
informasi dengan baik dapat melakukan Sakit Umum Daerah Ambarawa, ruang anggrek
penatalaksanaan terhadap penyakitnya. didukung dengan fasilitas dan SDM yang
Sebaliknya pasien atau keluarga yang tingkat memadai. Dalam pelaksanaan, discharge
pemahamannya kurang, hal tersebut belum tentu planning tidak lepas dari tim kesehatan seperti
menjadi faktor dalam ketidakpatuhan melakukan dokter, ahli gizi dan melibatkan keluarga dalam
penaktalaksanaan discharge planning. Evalusi proses discharge planning. Penelitian ini masih
discharge planning harus di koreksi dengan membahas secara umum tentang discharge
cermat agar menjamin kualitas pelayanan yang planning untuk itu perlu dilakukan penelitian
sesuai. Dari hasil penelitian yang mengatakan lebih lanjut.

DAFTAR PUSTAKA

Devi Darliana. (2012). Discharge Planning Kabupaten Kebumen Tahun 2009. Jurnal
Dalam Keperawatan. Idea Nursing Journal Ilmiah Kesehatan Keperawatan.
Vol.III No.2. Lestari, E. D. W. I., Studi, P., & Keperawatan, I.
Dinas Kesehatan Jawa Tengah. (2015). Profil (2010). Hubungan tingkat pemahaman
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. tentang discharge planning dengan
Herniyatun, Nurlaila., & Sudaryani. (2009). kepatuhan pasien dalam penatalaksanaan
Efektifitas program discharge diabetes. Naskah Publikasi, STIKES
planning terhadap tingkat kepuasan pasien Aisyiyah Yogyakarta.
di Rumah Sakit Umum Daerah Nazri, C. ., Hashim, A., Rodziah, I., & Hassan,
A.Y. (2013). Utilization of
Novitasari, Manajemen Discharge Planning pada Klien dengan Demam Berdarah Dengue (DBD) 263

geoinformationtools for dengue control pulang pada perawat di Rumah Sakit Islam
managementstrategy: a case study in Sultan Agung Semarang. (Tesis,
Seberang Prai, Penang Malaysia. Universitas Indonesia).
International Journal of Remote Sensing Siahaan, M.S.U. (2010). Penatalaksanaan TB
Applications, 3(1), 11-17. Paru Rumah Sakit Umum Daerah
Nursalam, Ariyanto. (2013). Pedoman Sidikalang Tahun 2010. (Skripsi,
Penyelengaraan Pelayanan Keperawatan Universitas Sumatera Utara). Medan
di Rumah Sakit. Jakarta: Direkorat Suprapti, E., Nur, T., & Madya, K. (2013).
Pelayanan. Pengaruh Discharge Planning Terstruktur
Nursalam. (2007). Managemen keperawatan: Untuk Meningkatkan Kesiapan Pasien TB
Aplikasi dalam Praktek keperawatan Paru Menghadapi Pemulangan (Studi
profesional. Jakarta: Salemba Medika. Eksperimental di RSUD Tugurejo Dan
PERMENKES. (2014). Panduan praktik klinis RSUD Kota Semarang ). Jurnal Ilmu
bagi dokter di fasilitas pelayanan Keperawatan dan Kebidanan, 9(1).
kesehatan primer. WHO. (2012). Dengue and Severe Dengue.
https://peraturan.bkpm.go.id/jdih/userfiles/ http://www.who.int/mediacentre/factsheets
batang/Permenkes_5_2014.pdf /fs117/en/
Purnamasari, L. D., & Ropyanto, C. B. (2012). Wijayanti, A. E., & Kusumawati, A. S. (2014).
Evaluasi Pelaksanaan Perencanaan Gambaran Stres Mahasiswa Terhadap
Pulang. Jurnal Keperawatan Prestasi Belajar Mahasiswa
Diponegoro, 1(1), 213-218. Keperawatan. Pelaksanaan Discharge
PUSDATIN. (2013). Situasi demam berdarah Planning pada Pasien Post Sectio Caesaria.
dengue di indonesia. Jurnal Unisa Yogyakarta.
www.depkes.go.id/article/print/.../wilayah- http://digilib.unisayogya.ac.id/2344/1/4jur
klb-dbd-ada-di-11-provinsi.html%0A%0A nal%20JKK%20-
Rafif, Naufal. (2018). Perbedaan Manifestasi desember14%20OK.pdf#page=30
Klinis Penyakit Pada Pasien Demam Wowor, R. (2017). Pengaruh kesehatan
Berdarah Dengue Infeksi Primer Dan lingkungan terhadap perubahan
Sekunder. (Skripsi, Universitas Lampung). epidemiologi demam berdarah di
Rofi’i, M. (2011). Analisis faktor-faktor yang Indonesia. Jurnal E-Clinic, 5(2).
mempengaruhi pelaksanaan perencanaan

You might also like