You are on page 1of 16

Journal of Marine and Aquatic Sciences 3(1), 99-114 (2017)

Kajian Kesesuaian Wisata Selam dan Snorkeling di Perairan


Tulamben, Karangasem, Bali
Nur Asni Puspita Sari a*, I Dewa Nyoman Nurweda Putra a,
I Gusti Ngurah Putra Dirgayusa a
a Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Kampus UNUD Bukit Jimbaran, Bali 80361, Indonesia

* Penulis koresponden. Tel.: +62-85-728-785-103


Alamat e-mail: puspitaasni@ymail.com

Diterima (received) 6 April 2017; disetujui (accepted) 4 Mei 2017; tersedia secara online (available online) 5 Mei 2017

Abstract

Tulamben village located in the district of Kubu, Karangasem regency, has developed into one of the maritime
destination, especially diving and snorkeling. Based on data from the Department of Culture and Tourism of Bali, the
average number of tourists coming to Tulamben in 2012-2014 reached 94,253 tourists. This condition makes the
tourism has grown into a major economic support local communities in the Tulamben. Economic growth without
being accompanied by an appropriate management plan will certainly produce a negative impact on coastal and
marine resources to be a major asset for the growth. Various forms of management that allows to be applied has been
identified in an effort to support the sustainability of the ecological, economic and socio-cultural community. This
study was conducted to analyze the suitability of diving and snorkeling, coral identification were examined using LIT
(Line Intercept Transect) methods while the abundance of reef fish species assessed using visual underwater cencus
(UVC). Analysis of the data used is the analysis of the potential reef and suitability. Determination of the suitability of
the area as a tourist diving and snorkeling analysis using matrix parameters to consider the appropriateness of the
ecological conditions and water quality conditions of the four classifications. Cover of live coral communities ranged
between 16.26% -52.48% with a diversity of reef fish species ranged between 11-44 types. Travel suitability index
(IKW) category snorkeling and diving are included in the category is not appropriate (N) and the corresponding (S2).

Keywords: tourism suitability; diving; snorkeling; Tulamben

Abstrak

Desa Tulamben yang berada di wilayah Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem, telah berkembang menjadi salah
satu destinasi wisata bahari khususnya wisata selam dan snorkeling di Pulau Dewata. Berdasarkan data dari Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Bali, rata-rata jumlah wisatawan yang datang ke Tulamben pada tahun 2012-
2014 mencapai 94.253 wisatawan. Kondisi ini menjadikan pariwisata yang telah berkembang menjadi penunjang
utama perekonomian masyarakat lokal di Desa Tulamben. Pertumbuhan ekonomi tanpa diiringi dengan rencana
pengelolaan yang tepat tentunya akan menghasilkan dampak negatif terhadap sumberdaya pesisir dan laut yang
menjadi aset utama bagi pertumbuhan tersebut. Berbagai bentuk pengelolaan yang memungkinkan untuk diterapkan
telah diidentifikasi dalam upaya untuk mendukung keberlangsungan nilai ekologi, ekonomi dan sosial budaya
masyarakat. Kajian ini dilakukan untuk menganalisis kesesuaian wisata selam dan snorkeling, identifikasi karang
dikaji menggunakan metode LIT (Line Intercept Transect) sedangkan kelimpahan jenis ikan karang dikaji
menggunakan metode underwater visual cencus (UVC). Analisis data yang digunakan adalah analisis potensi terumbu
karang dan kesesuaian lahan. Penentuan tingkat kesesuaian kawasan sebagai kawasan wisata selam dan snorkeling
menggunakan analisis matriks kesesuaian kawasan mempertimbangkan parameter kondisi ekologis dan kualitas
perairan dengan empat klasifikasi. Tutupan komunitas karang hidup di Perairan Tulamben berkisar antara 16,26% -
52,48% dengan keragaman jenis ikan karang berkisar antara 11-44 jenis. Indeks kesesuaian wisata (IKW) kategori
snorkeling dan selam termasuk dalam kategori tidak sesuai (N) dan sesuai (S2).

Kata Kunci: kesesuaian wiasata; selam; snorkeling; Perairan Tulamben

J. Mar. Aquat. Sci. 3:99-114 (2017)


NA Puspitasari dkk. 100

1. Pendahuluan Kegiatan pengembangan kawasan Perairan


Tulamben sebagai tujuan utama wisata selam dan
Desa Tulamben yang berada di wilayah snorkeling yang dilakukan oleh pemerintah
Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem, telah Kabupaten Karangasem tentu saja akan
berkembang menjadi salah satu destinasi wisata membutuhkan data dan informasi dalam
bahari utama khususnya wisata selam dan pengembangannya agar kegiatan pariwisata yang
snorkeling di Pulau Bali. Melalui program Kajian dilakukan berjalan dengan baik dan tanpa
Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali (Marine rapid merusak lingkungan. Data dan informasi yang
Assessment Program atau MRAP) yang dibutuhkan yakni data dan informasi tentang
dilaksanakan pada tahun 2011, kawasan perairan kondisi ekosistem terumbu karang dan
di sepanjang wilayah pesisir Kabupaten kesesuaiannya untuk wisata selam dan snorkeling.
Karangasem diidentifikasi memiliki nilai Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi
konservasi yang tinggi. Kekayaan sumberdaya ekosistem terumbu karang sebagai sumber daya
pesisir dan laut karangasem merupakan aset laut dan pesisir Perairan Tulamben dan
penting bagi pembangunan daerah yang menganalisa kesesuaian wisata selam dan
pemanfaatannya didominasi oleh aktivitas snorkeling di Perairan Tulamben
perikanan tangkap maupun budidaya serta
aktivitas pariwisata dan lalu lintas laut yang 2. Metode Penelitian
sangat bergantung kepada jasa lingkungan.
Berdasarkan data dari Dinas Kebudayaan dan 2.1 Waktu dan Tempat
Pariwisata Provinsi Bali, rata-rata jumlah
wisatawan yang datang ke Tulamben pada tahun Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan September
2012-2014 mencapai 94.253 wisatawan. Kondisi ini 2016, di Perairan Desa Tulamben, Kabupaten
menjadikan pariwisata yang telah berkembang Karangasem, Bali demgan batas panjang area
menjadi penunjang utama perekonomian sesuai dengan batas administratif wilayah Desa
masyarakat lokal di Desa Tulamben. Tulamben. Pengambilan data dilakukan pada
musim kemarau saat kondisi pasang. Karena
Pertumbuhan ekonomi tanpa diiringi dengan
adanya pelepasan energy gelombang di pantai
rencana pengelolaan yang tepat tentunya akan
hingga kedalaman 3 meter, maka pengambilan
menghasilkan dampak negatif terhadap
data dilakukan pada kedalaman 5 meter untuk
sumberdaya pesisir dan laut yang menjadi aset
kategori snorkeling dan 10 meter pada kategori
utama bagi pertumbuhan tersebut. Berbagai
selam.
bentuk pengelolaan yang memungkinkan untuk
diterapkan telah diidentifikasi dalam upaya untuk
mendukung keberlangsungan nilai ekologi,
ekonomi dan sosial budaya masyarakat. Bentuk
pengelolaan tersebut diantaranya adalah sebagai
kawasan strategis pariwisata, kawasan konservasi,
cagar budaya bawah laut dan ekowisata.
Diperlukan sebuah upaya kolaboratif dan
terintegrasi untuk mendorong masing-masing
inisiatif tersebut agar mampu menjawab tantangan
pengelolaan kawasan di Tulamben yang mampu
mendukung aktivitas pengembangan pariwisata
dengan tetap memperhatikan kelestarian
lingkungan. Sesuai dengan pernyataan Tomboelu
et al. (2000) mengatakan bahwa dalam pengelolaan
sumber daya terumbu karang untuk kegiatan
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
wisata bahari harus adanya keseimbangan antara
konservasi dan ekonomi, sehingga tidak terjadi
konflik yang mengakibatkan kerusakan sumber Stasiun yang ditetapkan sebagai area
daya terumbu karang. pengamatan di Tulamben terdiri atas tiga stasiun

J. Mar. Aquat. Sci. 3:99-114 (2017)


101 Journal of Marine and Aquatic Sciences

masing-masing untuk kategori selam dan Transect) mengikuti English et al. (1997) dalam
snorkeling. Stasiun 1 terletak di Shipwreck Widikurina (2016), dengan beberapa modifikasi.
kedalaman 5 meter, stasiun 2 Shipwreck Pengukuran tutupan karang dengan metode LIT
kedalaman 10 meter, stasiun 3 Coral Garden didasarkan pada bentuk pertumbuhan terumbu
kedalaman 5 meter, stasiun 4 Coral Garden karang. Penentuan bentuk pertumbuhan pada
kedalaman 10 meter, stasiun 5 Drop Off penelitian ini didasarkan pada data identifikasi
kedalaman 5 meter, dan stasiun 6 Drop Off bentuk pertumbuhan terumbu karang menurut
kedalaman 10 meter. versi AIMS (Australian Institute of Marine Science).
Transek garis berupa roll meter dibentangkan
2.2 Peralatan sepanjang 50 meter sejajar dengan garis pantai.
Panjang setiap bentuk pertumbuhan dan substrat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yang bersinggungan dengan transek garis di
yaitu peralatan SCUBA dan alat ukur parameter sepanjang 50 meter dicatat menggunakan alat tulis
kualitas lingkungan perairan (Tabel 1). bawah air. Pengambilan data panjang bentuk
pertumbuhan terumbu karang dilakukan pada
Tabel 1 kedalaman 5 meter untuk kategori snorkeling dan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian 10 meter untuk kategori selam sebanyak satu kali
Alat Kegunaan pada setiap stasiun pengamatan.
SCUBA equipment Menyelam
2.3.2 Jenis dan Jumlah Spesies Ikan Karang
Roll meter Membuat garis transek
Alat tulis bawah air Mencatat data Jenis dan jumlah ikan karang yang ada di perairan
Underwater camera Mendokumentasikan kegiatan Desa Tulamben dikaji menggunakan metode
GPS Menentukan koordinat lokasi underwater visual census (UVC). Metode
Buku identifikasi Mengidentifikasi data ikan yang pengambilan data jenis dan jumlah ikan karang
ikan diperoleh dilakukan sepanjang 50 meter pada kedalaman
Drift float Mengukur kecepatan arus yang sama dengan pengambilan data tutupan
Secchi disc Mengukur kecerahan perairan terumbu karang. Jumlah dan jenis spesies ikan
karang dicatat hingga batas 2,5 meter ke kiri dan
Dive computer Mengukur kedalaman perairan
2,5 ke kanan dari transek garis. Pengamatan ikan
karang ditunjang dengan buku identifikasi ikan
2.3 Teknik Pengumpulan Data
karang berdasarkan Allen., et al dan Kuiter and
Metode yang dipakai dalam penelitian ini yaitu Debelius.
metode penelitian survei dengan beberapa
2.3.3 Parameter Kualitas Lingkungan Perairan
tahapan. Jenis data yang dikumpulkan berupa
data primer dan data sekunder. Data primer
Pengukuran arah dan kecepatan arus dilakukan
merupakan data yang diperoleh langsung dari
dengan menggunakan layang-layang arus (drift
lapangan melalui pengukuran dan pengamatan
float). Kecerahan diukur dengan menggunakan
yang secara garis besar meliputi persentase
Secchidisk yang diikat dengan menggunakan tali
tutupan karang, kelimpahan ikan karang dan
berskala yang telah diketahui panjangnya,
parameter kualitas lingkungan perairan.
selanjutnya dimasukkan ke dalam perairan secara
Data sekunder merupakan data yang diperoleh perlahan-lahan hingga tidak tampak secara visual.
dari penelusuran terhadap laporan hasil penelitian Nilai kecerahan dihitung dengan
atau kegiatan dilokasi yang sama dan data dari mempresentasekan panjang tali saat Secchidisk
instansi terkait. Pengumpulan data sekunder masih terlihat dan tidak terlihat lagi sama sekali.
dilakukan melalui studi kepustakaan seperti
Kedalaman terumbu karang diukur
laporan hasil survei dan publikasi lainnya serta
menggunakan Dive computer, untuk pengukuran
peta-peta yang tersedia.
suhu dapat dilihat pada Dive computer yang juga
dapat membaca nilai suhu saat mengukur
2.3.1 Persentase Tutupan Terumbu Karang
kedalaman pada titik pengamatan.
Metode pengukuran tutupan terumbu karang
yang digunakan adalah metode LIT (Line Intercept

J. Mar. Aquat. Sci. 3:99-114 (2017)


NA Puspitasari dkk. 102

2.4 Analisa Data 2.4.4 Indeks Kesesuaian Wisata Kategori


Snorkeling
2.4.1 Persentase Penutupan Karang
Kategori wisata snorkeling mempertimbangkan
Data persen penutupan karang hidup yang tujuh parameter dengan tiga klasifikasi penilaian
diperoleh berdasarkan metode Line Intersept (Tabel 3). Parameter kesesuaian wisata snorkeling
Transect (LIT) dihitung berdasarkan persamaan antara lain kecerahan perairan, tutupan komunitas
dari English et al. (1997) dalam Widikurina (2016) : karang, jenis bentuk pertumbuhan, jenis ikan
karang, kecepatan arus, kedalaman terumbu
Li
L  100% (1)
karang dan lebar hamparan datar karang
N (Yulianda, 2007 dalam Widikurnia, 2016 ). Dalam
dimana adalah persentase penutupan karang penelitian ini parameter kesesuaian wisata
(%); adalah panjang bentuk pertumbuhan jenis snorkeling dimodifikasi sesuai dengan kondisi di
kategori ke-i (m); dan adalah panjang transek perairan Tulamben. Bobot dan skor parameter
(m) lebar hamparan datar karang diabaikan
dikarenakan dari semua stasiun yang ada tidak
Kategori kondisi dalam persentase penutupan
memenuhi syarat untuk parameter ini.
karang hidup berdasarkan Gomez dan Yap dalam
Widikurnia (2016) menyatakan kriteria baku mutu
untuk kondisi terumbu karang (Tabel 2). Tabel 3
Matriks kesesuaian wisata bahari kategori snorkeling

Tabel 2 N
Standar
Parameter Bobot Skor Bobot x
Kategori tutupan karang berdasarkan Gomez dan Yap Parameter
Skor)
(1988)
Kecerahan 5 100 3
Persentase Penutupan Kriteria Penilaian
perairan 80 - < 100 2
0-24,9 Rusak
( 20 - < 80 1
25-49,9 Sedang
50-74,9 Baik < 20 0
75-100 Sangat Baik Tutupan 5 > 75 3
komunitas >50 – 75 2
2.4.2 Kecerahan Perairan karang ( 25 - 50 1
< 20 0
Kecerahan perairan diukur dengan menggunakan
Σ Jenis 3 > 12 3
secchidisk dan dinyatakan dalam persen. Rumus bentuk <7 – 12 2
yang digunakan untuk menghitung kecerahan pertumbuh 4- 7 1
perairan pada stasiun pengamatan adalah sebagai an karang
<4 0
berikut :
Jenis ikan 3 > 50 3
D D karang 30 – 50 2
N 1 2
(4) 10 - > 30 1
2
< 10 0
menunjukkan kedalaman pada saat secchidisk Kecepatan 1 0 – 15 3
tidak tampak (cm); merupakan kedalaman arus >15 – 30 2
pada saat secchidisk mulai tampak (cm); dan (cm/det) >30 – 50 1
adalah kecerahan perairan (cm). Rumus yang >50 0
digunakan untuk mengetahui persentase Kedalaman 1 1–3 3
kecerahan perairan pada stasiun pengamatan : terumbu >3– 6 2
karang (m) >6 – 10 1
N
X   100% (5) >10 - < 1 0
D
ΣN =
X merupakan kecerahan perairan dalam persen Σ Nmaks = 54
(%); adalah kecerahan perairan (cm); dan IKW =
adalah kedalaman terumbu karang pada stasiun Sumber : Yulianda, 2007 dalam Widikurnia, 2016 (modifikasi)
pengamatan (cm).

J. Mar. Aquat. Sci. 3:99-114 (2017)


103 Journal of Marine and Aquatic Sciences

Selanjutnya untuk menentukan indeks dengan IKW 50 - < 83 %; dan tidak sesuai (N),
kesesuaian pemanfaatan untuk wisata snorkeling dengan IKW < 50%.
menggunakan formula:
Tabel 5
n  Ni 
IKW  
 N max   100% (6) Matriks kesesuaian wisata bahari kategori selam
i 1 N
Standar
Parameter Bobot Skor Bobot x
dimana adalah indeks kesesuaian wisata Parameter
Skor)
snorkeling; adalah nilai parameter ke-i (bobot x
80 3
skor); dan adalah nilai maksimum dari suatu Kecerahan
50 – 80 2
kategori wisata = 54 perairan 5
20 - < 50 1
(
Kategori kelas kesesuaian untuk kegiatan < 20 0
wisata snorkeling berdasarkan Yulianda (2007) > 75 3
Tutupan
dalam Widikurnia (2016) menyatakan kategori >50 – 75 2
komunitas 5
25 - 50 1
tingkat kesesuaian berdasarkan nilai IKW (Tabel 4). karang (
< 25 0
Tingkat kesesuaian tersebut dibagi menjadi tiga,
Σ Jenis > 12 3
yaitu kategori sangat sesuai (S1), sesuai (S2) dan bentuk <7 – 12 2
tidak sesuai (N). 3
pertumbuh 4- 7 1
an karang <4 0
Tabel 4 > 100 3
Jenis ikan 50 – 100 2
Kategori kelas kesesuaian berdasarkan Yulianda (2007) 3
karang 20 - < 50 1
Nilai IKW (%) Kategori Keterangan < 20 0
83 - 100 S1 Sangat sesuai 0 – 15 3
50 - < 83 S2 Sesuai Kecepatan
>15 – 30 2
< 50 N Tidak sesuai arus 1
>30 – 50 1
(cm/det)
Sumber : Yulianda (2007) dalam Widikurnia (2016) >50 0
Kedalaman 6 – 15 3
terumbu 3-<6 & >15- 2
2.4.4 Indeks Kesesuaian Wisata Kategori Selam
karang 1 20
(m) >20 – 30 1
Parameter kesesuaian wisata bahari kategori < 3 & >30 0
wisata selam antara lain kecerahan perairan, ΣN =
tutupan komunitas karang, jenis bentuk Σ Nmaks = 54
pertumbuhan, jenis ikan karang, kecepatan arus, IKW =
dan kedalaman terumbu karang (Tabel 5). Sumber : Yulianda (2007) dalam Widikurnia (2016)
Nilai yang didapatkan dari setiap parameter
kesesuaian ekowisata selam di perairan Tulamben 3. Hasil dan Pembahasan
kemudian dikalkulasi menggunakan rumus
Indeks Kesesuaian Wisata. Pengkajian mengenai 3.1 Kondisi Parameter Lingkungan di Perairan
indeks kesesuaian pemanfaatan wisata selam Tulamben
menurut Yulianda (2007) dalam Widikurnia (2016)
di formulasikan sebagai berikut: Yulianda (2007) dalam Andry (2003), merumuskan
beberapa parameter yang dapat mempengaruhi
n  Ni  kelayakan suatu perairan untuk dijadikan lokasi
IKW  
   100% (7)
i  1  N max 
wisata selam dan snorkeling. Parameter tersebut
termasuk kondisi ekosistem terumbu karang dan
dimana adalah indeks kesesuaian wisata (%); juga kondisi oseanografi perairan. Ekosistem
adalah nilai parameter ke-i (Bobot x skor); dan terumbu karang yang perlu diperhatikan yaitu,
adalah nilai maksimum (selam = 54) . tutupan komunitas karang, banyaknya jenis
Ketentuan kelas kesesuaian untuk kegiatan bentuk pertumbuhan karang, banyaknya jenis ikan.
wisata selam berdasarkan Yulianda (2007) dalam Sedangkan untuk oseanografi yang diperhatikan
Widikurnia (2016) dikategorikan menjadi sangat yaitu, kedalaman perairan, kecepatan arus dan
sesuai (S1), dengan IKW 83 - 100 %; sesuai (S2), kecerahan perairan.

J. Mar. Aquat. Sci. 3:99-114 (2017)


NA Puspitasari dkk. 104

3.1.1 Tutupan Karang Hidup Berdasarkan standar parameter matriks


kesesuaian wisata bahari kategori wisata
Persentase tutupan karang hidup pada stasiun snorkeling menurut Yulianda (2007) dalam Yusniar
pengamatan di perairan Tulamben berkisar antara (2010), parameter tutupan komunitas karang pada
16,26% sampai dengan 52,48%. Persentase tutupan daerah Shipwreck (stasiun 1) mendapatkan skor
karang hidup tebesar terdapat di Coral Garden nol, daerah Coral Garden (stasiun 3) mendapatkan
pada kedalaman 5 meter (stasiun 3) dengan skor 2, dan daerah Drop Off (stasiun 5)
persentase sebesar 52,48% sedangkan persentase mendapatkan skor 1. Sementara standar parameter
tutupan karang hidup terkecil terdapat di matriks kesesuaian wisata bahari kategori wisata
Shipwreck kedalaman 5 meter (stasiun 1) yakni selam, tutupan komunitas karang pada daerah
16,26%. Pada daerah Shipwreck kedalaman 10 Shipwreck (stasiun 2), Coral Garden (stasiun 4),
meter (stasiun 2) presentase tutupan karang dan Drop Off (stasiun 6) masing-masing
sebesar 29,58%, daerah coral garden kedalaman 10 mendapatkan skor 1.
meter (stasiun 4) sebesar 42,24%, sementara daerah
Drop Off kedalaman 5 dan 10 meter (Stasiun 5 dan 3.1.2 Jenis Bentuk Pertumbuhan Terumbu Karang
6) masing-masing sebesar 25,64 dan 37,96%
(Gambar 4). Keanekaragaman jenis bentuk pertumbuhan
menjadi salah satu parameter dan daya tarik
60 52.48 dalam pengembangan wisata selam dan
50 42.24 snorkeling. Semakin beragam bentuk
Persentase (%)

37.96
40 pertumbuhan terumbu karang, semakin beragam
29.58
30 25.64 atraksi yang dapat dilihat oleh penyelam. Hal
20 16.26 tersebut berdampak baik bagi pengembangan
10
kawasan wisata selam dan snorkeling di perairan
Tulamben. Persentase jumlah tutupan karang
0
1 2 3 4 5 6 keras hidup di suatu lokasi dapat mempengaruhi
Stasiun Pengamatan minat penyelam untuk melakukan kegiatan wisata
selam (Williams and Polunin 2000 dalam
Gambar 4. Persentase tutupan karang hidup di setiap Widikurnia 2016).
stasiun pengamatan
Karang memiliki variasi bentuk pertumbuhan
koloni yang berkaitan dengan kondisi lingkungan
Berdasarkan kriteria baku mutu terumbu perairan. Berbagai jenis bentuk pertumbuhan
karang oleh Gomez and Yap, kondisi terumbu karang dipengaruhi oleh intensitas cahaya
karang berdasarkan hasil tutupan karang hidup matahari, hidrodinamis (arus dan gelombang),
yang diperoleh di perairan Tulamben termasuk ketersediaan bahan makanan, sedimen, subareal
dalam kriteria rusak hingga baik. Terumbu karang exposure dan faktor genetik (Suharsono, 2000 dalam
dengan kondisi rusak terdapat di stasiun 1 Suryanti, 2011). Ekosistem terumbu karang di
sedangkan terumbu karang dalam kondisi baik stasiun pengamatan perairan Tulamben memiliki
terdapat di stasiun 3. Pada stasiun 2, 4, 5, dan 6, 18 bentuk pertumbuhan.
kondisi terumbu karang termasuk dalam kriteria
Karakteristik pantai pada daerah Shipwreck
sedang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
kedalaman 5 meter (stasiun 1) tersusun dari
terjadi penurunan persentase dan kondisi tutupan
batuan vulkanik hingga kedalaman 5 meter dan
karang di perairan Tulamben. Menurut hasil
lebih dalam lagi berupa hamparan pasir. Pada
penelitian dari Trialfhianty (2013), kondisi
stasiun 1 ditemukan sebanyak 6 bentuk
terumbu karang di perairan pantai perairan laut
pertumbuhan. Pertumbuhan karang non-Acropora
Tulamben termasuk dalam kategori sedang hingga
diwakili oleh pertumbuhan submasif dan bentuk
baik dengan tutupan karang hidup sebesar 38,3%-
kerak (encrusting) sebesar 16,26%). Bentuk
53%. Persentase tutupan karang hidup terkecil
pertumbuhan submasif berupa tonjolan-tonjolan
mengalami penurunan sebesar 22,04 % atau dalam
kokoh atau kolom-kolom kecil, sementara bentuk
kriteria sedang turun menjadi kriteria rusak.
pertumbuhan kerak (encrusting) tumbuh
Sementara tutupan karang hidup terbesar
menyerupai dasar terumbu dengan permukaan
mengalami penurunan sebesar 0,52 % namun tetap
yang kasar dan keras serta berlubang-lubang kecil.
dalam kriteria baik. Bentuk pertumbuhan ini banyak terdapat pada

J. Mar. Aquat. Sci. 3:99-114 (2017)


105 Journal of Marine and Aquatic Sciences

lokasi yang terbuka dan berbatu-batu, terutama degradasi terumbu karang namun tergantung
mendominasi sepanjang lereng tepi terumbu dan pada jenis alga.
bersifat memberikan tempat berlindung untuk Pada stasiun 2, substrat dasar perairan berupa
hewan-hewan kecil yang sebagian tubuhnya hamparan pasir. Terdapat bangkai kapal USAT
tertutup cangkang (Supriharyono, 2000 dalam Liberty yang banyak ditumbuhi terumbu karang
Suryanti, 2011). dan menjadi obyek wisata utama penyelaman di
Bentuk pertumbuhan karang pada stasiun 1 Tulamben. Menurut Nontji (2005) dalam Salsabiela
juga dipengaruhi oleh gelombang, dimana stasiun (2014), kapal yang tenggelam di dasar laut dapat
1 adalah daerah yang memiliki gelombang yang ditumbuhi berbagai jenis hewan karang.
relatif kuat. Menurut Supriharyono (2000) dalam Berdasarkan hasil LIT, ditemukan sebanyak 11
Suryanti (2011), gelombang berpengaruh terhadap bentuk pertumbuhan karang pada stasiun 2.
perubahan bentuk koloni terumbu. Karang yang Persentase tutupan karang hidup sebesar 29,58%
hidup pada daerah yang memiliki gelombang yang terdiri dari pertumbuhan karang Acropora
yang kuat (windward zones) kecenderungan (Acropora Digitate dan Acropora Encrusting) dan
pertumbuhan berbentuk percabangan pendek, pertumbuhan karang non-Acropora (Coral
kuat, merayap atau submasif. Encrusting, Coral Foliose, Coral Masive). Menurut
Komponen abiotik pada stasiun 1 memiliki Suharsono (2000) dalam Suryanti (2011), bentuk
persentase tutupan yang paling tinggi yaitu lembaran (foliose) merupakan lembaran-lembaran
sebesar 43,68% dan 22,1% nya berupa batu (RCK). yang menonjol pada dasar terumbu, membentuk
Sementara komponen biota lainnya ditemukan lipatan atau melingkar, bentuk pertumbuhan ini
sebesar 40,06%. Biota lainnya yang ditemukan ditemukan di daerah-daerah yang terlindung.
yaitu turf alga (TA) (Gambar 5). Pada penelitian ini, bentuk lembaran ditemukan di
celah atau di dekat bangkai kapal. Komponen
50 abiotik mempunyai persentase yang tinggi dan
40
40 mendominasi pada stasiun ini yaitu sebesar
50,48%, sedangkan komponen biotik dan biota
30 22.1 lainnya masing-masing ditemukan sebesar 8,16%
Persentase

20 12.76 dan 11,78% (Gambar 6).


8.82 10.2
10 6.06
0.06 50
0 39.54
WA TA S RCK CE OT CS 40
Persentase

Jumlah bentuk pertumbuhan


30

Gambar 5. Persentase tutupan setiap bentuk 20 16.52


pertumbuhan karang di stasiun 1 9.1 8.22 9.38 8.16
10
1.84 1.52 2.4 2.84
0.48
Banyaknya persentase turf alga (TA) yang 0
RCK S WA CE OT CF CM SP ACD ACE TA
ditemukan diduga menjadi penyebab terumbu
Jumlah Bentuk Pertumbuhan
karang tidak dapat hidup dengan baik di stasiun 1.
Menurut Adrim et al., (2012), dalam ekosistem Gambar 6. Persentase tutupan setiap bentuk
terumbu karang, alga mempunyai peranan yang pertumbuhan karang di stasiun 2
penting yaitu : produsen primer karena dapat
berfotosintesis dan merupakan makanan bagi ikan Daerah Coral Garden secara umum berupa
herbivora, membantu konstruksi dan cementasi hamparan pasir, dibeberapa titik dapat ditemukan
terumbu karang dengan menghasilkan calcium substrat-substrat yang ditumbuhi karang sehingga
carbonate namun jika jumlahnya semakin banyak bisa dikatakan penyebaran terumbu karang di
maka berdampak negatif bagi terumbu karang. daerah ini tidak merata. Jumlah bentuk
Alga memiliki kemampuan tumbuh lebih cepat pertumbuhan yang ditemukan pada stasiun 3
sehingga dapat menutupi areal terumbu karang. sebanyak 14 bentuk pertumbuhan. Persentase
kondisi ini dapat menyebabkan perubahan tutupan karang sebesar 52,48% terdiri dari bentuk
struktur komunitas dari komunitas terumbu pertumbuhan Acropora (Acropora Digitate, Acropora
karang ke komunitas alga, menyebabkan branching, Acropora Submasive, Acropora Tabulate)

J. Mar. Aquat. Sci. 3:99-114 (2017)


NA Puspitasari dkk. 106

dan non-Acropora (Coral Masive, Coral Mushroom, atau jurang terjal yang ditumbuhi karang.
Coral Foliose, Coral Encrusting). Komponen biotik Berdasarkan hasil LIT, pada stasiun ini didominasi
dan biota lainnya masing-masing sebesar 6,06% oleh air (WA) yaitu sebesar 56,86 % dari total
dan 15,84%, sementara komponen abiotik sebesar komponen abiotik sebesar 68,22%. Persentase
25,62%. Sebesar 14,48% dari komponen abiotik tutupan karang pada stasiun 5 tercatat sebesar
berupa pasir (S) (Gambar 7). 25,64% terdiri dari bentuk pertumbuhan Acropora
(Acropora Digitate, Acropora Submasive, Acropora
16 14.48 Encrusting) dan non-Acropora (Coral Masive, Coral
14 12.4 Foliose, Coral Encrusting, Coral Submasive.
12 9.82 Sementara persentase komponen biotik dan biota
9.69.769.52
Persentase

10 7.86 lainnya masing-masing sebesar 0,58% dan 5,56%


8 6.02 6.06 (Gambar 9).
5.02 5.24
6
4 1.96 1.62
2 0.64 56.86
60
0 50
SC

OT

TA
CE
ACD

ACS

CM

ACT
ACB

CF
WA
RCK

CMR

Persentase
40
Jenis Bentuk Pertumbuhan 30
20 11.36 11.78
Gambar 7. Persentase tutupan setiap bentuk 5.8
10 4.42
pertumbuhan karang di stasiun 3 1.142.041.06 2 0.58 1.2 1.76
0

SP

OT
TA
ACD

CE
ACS
WA
CM

CF

CS
ACE
RCK
Daerah Coral Garden pada kedalaman 10 meter
(stasiun 4), berdasarkan hasil LIT ditemukan Jenis Bentuk Pertumbuhan
sebanyak 15 bentuk pertumbuhan karang. Gambar 9. Persentase tutupan setiap bentuk
Persentase tutupan karang pada stasiun ini sebesar pertumbuhan karang di stasiun 5
42,24% terdiri dari bentuk pertumbuhan Acropora
(Acropora Digitate, Acropora Tabulate, Acropora Sama seperti stasiun 5, terumbu karang di
Branching) dan non-Acropora (Coral Masive, Coral stasiun ini tumbuh menempel di dinding secara
Encrusting, Coral Foliose, Coral Mushroom. vertikal hingga kedalaman mencapai 60-70 meter.
Komponen abiotik sebesar 50,5%, 22,56% Kondisi ini mengakibatkan tutupan terumbu
diantaranya berupa pasir, sementara komponen karang didominasi oleh komponen abiotik sebesar
biotik dan biota lainnya masing-masing sebesar 46,76% dengan 41,22% diantaranya berupa air
2,38% dan 4,18% (Gambar 8). Sama dengan stasiun (WA). Persentase tutupan karang tercatat sebesar
3, pada stasiun ini persentase tutupan pasir 37,96% terdiri dari bentuk pertumbuhan Acropora
tergolong tinggi. Pada stasiun 4 juga ditemukan (Acropora Tabulate, Acropora Digitate) dan non-
terumbu karang buatan. Acropora (Coral Submasive, Coral Encrusting, Coral
Masive, Coral Foliose), sementara komponen biotik
25 22.56 sebesar 1,58% dan biota lainnya tercatat sebesar
19.2
20 16.22
13,7% (Gambar 10).
Persentase

15 13.08
50
8.74 41.22
10 6.58
40
5 2.38 3.04 2.18
1.4 1.141.460.74
Persentase

0.58 0.7 30
0
SP
DCA
CF

TA

OT
CE

CM

CS
ACB
ACT
WA

ACD

CMR
RCK

20
10.6811.1611.94
8.18
Jenis Bentuk Pertumbuhan 10 5.52 5.54
2.3 1.58 1.48 0.4
Gambar 8. Persentase tutupan setiap bentuk 0
pertumbuhan karang di stasiun 4 CS CE CM WA SP CF OT RCK TA ACT ACD
Jenis Bentuk Pertumbuhan
Situs penyelaman ini juga biasa disebut dengan Gambar 10. Persentase tutupan setiap bentuk
Tulamben Wall karena bentuknya berupa dinding pertumbuhan karang di stasiun 6

J. Mar. Aquat. Sci. 3:99-114 (2017)


107 Journal of Marine and Aquatic Sciences

Gambar 11. Jumlah jenis spesies ikan karang pada setiap famili

Menurut Richmond (1987) dalam Bato (2013), kelimpahan total ikan karang yang ditemukan
substrat dasar perairan merupakan faktor (Gambar 12). Hal ini menunjukkan bahwa famili
pembatas yang sangat penting bagi karang, karena Pomacentridae merupakan kelompok ikan yang
dalam fase hidup karang hanya bebas bergerak dapat berasosiasi kuat dengan terumbu karang
dalam jumlah waktu terbatas terutama pada saat dengan menjadikan terumbu karang sebagai
larva planula. Fase berikutnya memerlukan habitat dan tempat mencari makan. Selain itu
substrat untuk tempat menempel dan melekat kelompok ikan ini dapat mengikis lendir pada
secara permanen untuk selama hidupnya. koloni karang Selarectinia (Haruddin et al., 2011).
Famili Pomacentridae merupakan ikan karang
3.1.3 Jenis Ikan Karang yang paling banyak jenisnya dan sebagian besar
memang berasosiasi dengan terumbu karang.
Selain terumbu karang, keberadaan ikan karang Dominasi spesies dari famili Pomacentridae ini
juga menjadi daya tarik dalam pengembangan disebabkan juga oleh sifat mereka yang
kegiatan wisata selam dan snorkeling. Semakin teritorialisme, dimana ikan ini relatif stabil dan
banyak jenis ikan karang yang ditemukan maka dijumpai mulai dari daerah pasang surut sampai
semakin baik untuk pengembangan kegiatan kedalaman 40 meter (Montgomery et al., 1980
wisata (Yulianda, 2007 dalam Widikurnia, 2016). dalam Widikurnia, 2016). Keberadaan famili ini
Berdasarkan hasil penelitian tedapat 100 juga sangat dipengaruhi oleh substrat, bahkan
spesies dalam 25 famili ikan karang yang beberapa spesies diantaranya cenderung
ditemukan pada enam titik stasiun pengamatan. menggunakan karang sebagai habitat untuk
Jumlah spesies terbanyak terdapat di stasiun 3 mencari makan (Dahiyat et al., 2003).
yaitu sebanyak 44 spesies dan paling sedikit
ditemukan pada stasiun 1 sebanyak 16 spesies. 2% 3% 3% 2%
1% Acanthuridae
Chromis margaritifer merupakan spesies dari famili 3% 1%
6% Apogonidae
Pomacentridae dengan jumlah individu terbanyak
Balistidae
dan ditemukan di seluruh stasiun pengamatan 1%
Chaetodontidae
(Gambar 11). 1% Labridae
Lutjanidae
Persentase famili ikan karang yang didapatkan Nemipteridae
pada stasiun pengamatan di perairan Tulamben Pomacanthidae
75%
menggambarkan perbandingan jumlah individu Pomacentridae
spesies pada setiap famili ikan karang. Famili ikan Zanclidae
karang Pomacentridae merupakan famili ikan
karang yang memiliki persentase terbesar pada Gambar 12. Persentase perbandingan jumlah individu
stasiun pengamatan yakni sebesar 75% dari spesies pada setiap famili ikan karang

J. Mar. Aquat. Sci. 3:99-114 (2017)


NA Puspitasari dkk. 108

Di perairan Tulamben ditemukan juga famili spesies yang paling banyak ditemukan pada
Chaetodontidae. Jumlah spesies dari famili stasiun ini (Gambar 14). Berdasarkan matriks
Chaetodontidae ditemukan sebanyak 3% dari kesesuaian wisata kategori wisata selam, jumlah
jumlah total spesies ikan yang ditemukan. Adrim ikan karang pada stasiun 2 mendapatkan skor nol.
et al., (2012) menyatakan bahwa kelompok ikan
Chaetodontidae memiliki asosiasi yang sangat 8

Jumlah spesies
kuat dengan ekosistem terumbu karang dan dapat 6
digunakan sebagai ikan indikator kesehatan 4
karang. Bouchon-Navaro et al (1985) dalam 2
Suryanti (2011) menambahkan bahwa ikan 0
Chaetodontidae sangat sensitif terhadap
perubahan dan kerusakan karang, karena ikan-
ikan ini sangat terikat terhadap makanan dan Famili
tempat berlindung yang disediakan oleh karang.
Namun keberadaan famili Chaetodontidae dan Gambar 14. Jumlah jenis spesies ikan karang pada setiap
famili di stasiun 2
indikasinya terhadap kondisi kesehatan terumbu
karang di beberapa lokasi di perairan Tulamben
diperlukan penelitian lebih lanjut. Hasil penelitian pada stasiun 3 ditemukan
Pada stasiun 1 ditemukan sebanyak 198 sebanyak 17 famili yaitu famili Acanthuridae,
individu ikan karang yang tergolong dalam 16 Apogonidae, Balistidae, Caesionidae,
spesies. Spesies-spesies tersebut tergolong dalam 9 Chaetodontidae, Fistulariidae, Labridae,
famili yaitu, Acanthuridae, Chaetodontidae, Lethrinidae, Monacanthidae, Nemipteridae,
Haemulidae, Kyphosidae, Labridae, Lutjanidae, Pinguipedidae, Pomacanthidae, Pomacentridae,
Mullidae, Pomacentridae dan Sphyraenidae Scaridae, Serranidae, Tetraodontidae dan
(Gambar 13). Spesies dengan jumlah individu Zanclidae. Spesies yang ditemukan sebanyak 44
terbanyak yaitu Chromis margaritifer yang spesies dan 599 individu. Individu terbanyak yang
merupakan famili Pomacentridae. Berdasarkan ditemukan yaitu Chromis margaritifer yang berasal
matriks kesesuaian wisata kategori wisata dari famili Pomacentridae (Gambar 15).
snorkeling, jumlah ikan karang pada stasiun 1 Berdasarkan matriks kesesuaian wisata kategori
mendapatkan skor 1. wisata snorkeling, jumlah ikan karang pada
stasiun 3 mendapatkan skor 2.
7
16
6
Jumlah Spesies

14
Jumlah Sesies

5 12
4 10
3 8
2 6
4
1 2
0 0
Fistulariidae

Serranidae
Balistidae
Apogonidae

Caesionidae

Zanclidae
Chaetodontidae

Pomacanthidae
Pinguipedidae
Monacanthidae
Nemipteridae

Tetraodontidae
Pomacentridae
Scaridae
Lethrinidae
Acanthuridae

Labridae

Famili
Gambar 13. Jumlah jenis spesies ikan karang pada setiap Famili
famili di stasiun 1 Gambar 15. Jumlah jenis spesies ikan karang pada setiap
famili di stasiun 3
Berdasarkan hasil penelitian dengan metode
underwater visual census (UVS), pada stasiun 2 Pada stasiun 4 diperoleh 14 famili ikan karang
diperoleh sebanyak 5 famili ikan karang yang yaitu famili Acanthuridae, Balistidae,
terdiri dari 11 spesies dan 67 individu. Famili ikan Chaetodontidae, Congridae, Fistulariidae,
karang yang dijumpai yaitu famili Pomacentridae, Labridae, Monacanthidae, Mullidae, Nemipteridae,
Labridae, Chaetodontidae, Acanthuridae dan Pomacanthidae, Pomacentridae, Serranidae,
Monacanthidae. Spesies Chromis margaritifer yang Tetraodontidae dan Zanclidae. Spesies yang
termasuk dalam famili Pomacentridae menjadi ditemukan sebanyak 39 spesies dan 527 individu.

J. Mar. Aquat. Sci. 3:99-114 (2017)


109 Journal of Marine and Aquatic Sciences

Spesies yang paling banyak ditemukan yaitu Pada stasiun 6 diperoleh 13 famili ikan karang
Chrysiptera coeruleolineata dari famili yaitu famili Acanthuridae, Balistidae,
Pomacentridae (Gambar 16). Berdasarkan matriks Chaetodontidae, Fistulariidae, Kyphosidae,
kesesuaian wisata kategori wisata selam, jumlah Labridae, Monacanthidae, Ostraciidae,
ikan karang pada stasiun 4 mendapatkan skor 1. Pomacanthidae, Pomacentridae, Serranidae,
Tetraodontidae dan Zanclidae. Spesies yang
12 ditemukan sebanyak 28 spesies dan 260 individu.
10 Spesies yang paling banyak ditemukan yaitu
Jumlah Spesies

Abudefduf sexfasciatus dari famili Pomacentridae


8
(Gambar 18). Berdasarkan matriks kesesuaian
6 wisata kategori wisata selam, jumlah ikan karang
4 pada stasiun 6 mendapatkan skor 1.
2
0 10

Jumlah Spesies
8
6

Famili 4
2
Gambar 16. Jumlah jenis spesies ikan karang pada setiap 0
famili di stasiun 4

Pada stasiun 5 diperoleh 12 famili ikan karang


Famili
yaitu famili Acanthuridae, Aulostomidae,
Balistidae, Chaetodontidae, Labridae, Lutjanidae, Gambar 18. Jumlah jenis spesies ikan karang pada setiap
Nemipteridae, Pomacanthidae, Pomacentridae, famili di stasiun 6
Scaridae, Tetraodontidae dan Zanclidae. Spesies
yang ditemukan sebanyak 32 spesies dan 211 3.1.4 Kedalaman Perairan
individu. Spesies yang paling banyak ditemukan
yaitu Chromis margaritifer dari famili Salah satu kegiatan penyelaman dan snorkeling
Pomacentridae (Gambar 17). Berdasarkan matriks dilakukan untuk menikmati keindahan di bawah
kesesuaian wisata kategori wisata snorkeling, laut, berupa ekosistem terumbu karang. Namun
jumlah ikan karang pada stasiun 5 mendapatkan pemandangan ini dibatasi oleh kedalaman, seperti
skor 2. pada wisata snorkeling, sekalipun menggunakan
masker kita tetap memiliki batas penglihatan di
bawah laut. Untuk kegiatan penyelaman dibatasi
10
9 oleh kedalaman terumbu karang, selain karena
8 meningkatnya tekanan atmosfer berbanding lurus
Jumlah Spesies

7 dengan bertambahnya kedalaman sehingga akan


6
5 sangat beresiko pada kegiatan penyelaman, karang
4 dibatasi oleh penetrasi cahaya yang diterimanya
3
2 sehingga pada kedalaman tertentu tidak lagi
1 ditemukan terumbu karang (Yulianda, 2007 dalam
0 Andry, 2013).
Pengambilan data untuk kategori wisata
snorkeling pada penelitian ini dilakukan pada
kedalaman 5 meter, sedangkan untuk kategori
Famili
wisata selam dilakukan pengambilan data pada
kedalaman 10 meter. Skor yang diperoleh untuk
Gambar 17. Jumlah jenis spesies ikan karang pada setiap kategori snorkeling adalah 2, sedangkan untuk
famili di stasiun 5 kategori selam diperoleh skor 3.

J. Mar. Aquat. Sci. 3:99-114 (2017)


NA Puspitasari dkk. 110

3.1.5 Kecepatan Arus berkisar antara 87%-90% pada kedalaman 5 meter


dan 43,5%-57,5% pada kedalaman 10 meter
Kecepatan arus merupakan faktor fisik yang (Lampiran 3). Pada stasiun 1 kecerahan perairan
berpengaruh langsung pada bentuk pertumbuhan diperoleh sebesar 88% dan mendapatkan skor 2,
karang. Arus yang kuat yang mengalir secara stasiun 2 diperoleh nilai kecerahan perairan
teratur akan mampu merubah bentuk sebesar 43,5% dan mendapatkan skor 1, stasiun 3
pertumbuhan karang lebih kearah bentuk diperoleh nilai kecerahan sebesar 90% dan
pertumbuhan mengerak (encrusting) mendapatkan skor 2, stasiun 4 nilai kecerahan
(Supriharyono, 2000). Selain itu, kecepatan arus diperoleh sebesar 57,5% dan mendapatkan skor 2,
juga berkaitan dengan kenyamanan dan keamanan stasiun 5 nilai kecerahan diperoleh sebesar 87%
wisatawan dalam melakukan kegiatan snorkeling dan mendapatkan skor 2, sedangkan stasiun 6
maupun selam (Yulianda, 2007 dalam Andry, 2013). diperoleh nilai kecerahan sebesar 52%, skor yang
Pada pengamatan yang dilakukan, kecepatan diperoleh adalah 2 (Tabel 6).
arus berkisar antara 13-15 cm/det . Kecepatan arus
tersebut tergolong lambat dan sangat kecil 3.2 Kesesuaian Wisata Snorkeling
pengaruhnya terhadap perubahan bentuk
pertumbuhan karang. Pada stasiun 1, 3, dan 4 Kesesuaian wisata bahari kategori wisata
kecepatan arus diperoleh sebesar 13 cm/det, snorkeling mempertimbangkan beberapa parameter
stasiun 2 dan 6 sebesar 14 cm/det, dan stasiun 5 dengan 4 klasifikasi penilaian. Parameter tersebut
kecepatan arus diperoleh sebesar 15 cm/det. Skor adalah kecerahan perairan, tutupan komunitas
yang diperol di seluruh stasiun adalah 3. karang, jenis bentuk pertumbuhan, jenis ikan
karang, kecepatan arus dan kedalaman terumbu
3.1.6 Kecerahan Perairan karang. Kategori kesesuaian wisata snorkeling di
Perairan Tulamben termasuk ke dalam kategori
Kecerahan perairan merupakan hal yang penting tidak sesuai (N) hingga sesuai (S2). Persentase
dalam melakukan kegiatan snorkeling dan kategori sesuai (S2) terdapat pada stasiun 3 dan 5,
penyelaman, hal ini menyangkut visibility atau tertinggi pada stasiun 3 dengan IKW sebesar
jarak pandang. Semakin baik jarak pandang maka 74,07%. Kategori tidak sesuai (N) terdapat di
keindahan bawah air juga akan semakin nyaman stasiun 1 Shipwreck dengan persentase 38,89%
untuk dinikmati dengan mata dan kamera (Tabel 7).
underwater (pemotretan dan video bawah laut) Pada stasiun 1 nilai indeks kesesuaian wisata
(Yulianda, 2007 dalam Andry, 2013). Kecerahan (IKW) diperoleh sebesar 38,89 %. Berdasarkan
perairan juga merupakan faktor penting selain kriteria kesesuaian wisata snorkeling, nilai
kondisi ekosistem terumbu karang dan ikan tersebut termasuk dalam kriteria tidak sesuai (N).
karang. Kecerahan perairan juga menggambarkan Hal ini disebabkan tutupan komunitas karang
tingkat sedimentasi yang terjadi di sekitar pada stasiun ini yang mendapatkan skor nol.
kawasan (Ketjulan, 2010). Sementara parameter jenis bentuk pertumbuhan
Kecerahan perairan di perairan Tulamben dan jenis ikan karang pada stasiun 1 mendapatkan

Tabel 6
Parameter- parameter dalam penentuan kesesuaian wisata selam dan snorkeling di perairan Tulamben
Tutupan Jumlah Jenis
Kecepatan Jenis Ikan Kedalaman
Stasiun Kecerahan (%) Komunitas bentuk
Arus (cm/dt) Karang Karang (m)
Karang (%) pertumbuhan
1 88 13 16,26 6 16 5
2 43.5 14 29,58 11 11 10
3 90 13 52,48 14 44 5
4 57.5 13 42,24 15 39 10
5 87 15 25,64 11 32 5
6 52 14 37,96 11 28 10

J. Mar. Aquat. Sci. 3:99-114 (2017)


111 Journal of Marine and Aquatic Sciences

Gambar 19. Peta kesesuaian wisata snorkeling di kawasan penelitian

skor 1. Parameter yang mendukung di stasiun 1 jenis ikan karang dan kedalaman terumbu karang
adalah kecepatan arus, kecepatan arus di stasiun mendapatkan skor 2.
1yang mendapatkan skor 3, parameter lainnya Kawasan Drop Off dalam kriteria kesesuaian
yaitu kecerahan perairan dan kedalaman terumbu wisata snorkeling termasuk dalam kategori Sesuai
karang mendapatkan skor 2. (S2) dengan nilai IKW yang diperoleh sebesar
59,26%. Faktor pendukung pada stasiun ini yaitu
Tabel 7 kecepatan arus yang mendapatkan skor 3. Faktor
Indeks kesesuaian wisata snorkeling pada setiap stasiun lainnya yaitu kecerahan perairan, jenis bentuk
pengamatan di Perairan Tulamben pertumbuhan, jenis ikan karang, dan kedalaman
Indeks terumbu karang mendapatkan skor 2, sedangkan
Keterang-
Lokasi Stasiun Kesesuaian faktor pembatas pada stasiun ini yaitu tutupan
an
Wisata (IKW) komunitas karang yang mendapatkan skor 3.
Ship- 1 38,89 Tidak
wreck Sesuai (N)
3.3.2 Kesesuaian Wisata Selam

Coral 3 74,07 Sesuai (S2) Parameter-parameter yang dikaji untuk


Garden
menentukan kesesuaian suatu kawasan wisata
Drop Off 5 59,26 Sesuai (S2) bahari sebagai lokasi selam ada beberapa kategori
menurut Yulianda (2007) dalam Widikurnia (2016)
yaitu diantaranya kecerahan perairan, tutupan
komunitas karang, jenis bentuk pertumbuhan jenis
Nilai IKW pada stasiun 3 diperoleh sebesar
ikan karang, kecepatan arus dan kedalaman
74,07 %. Berdasarkan kriteria kesesuaian wisata
terumbu karang.
snorkeling, nilai tersebut termasuk dalam kriteria
Kategori kesesuaian wisata selam di Perairan
sesuai (S2). Faktor pendukung pada stasiun ini
Tulamben termasuk ke dalam kategori tidak sesuai
yaitu jenis bentuk pertumbuhan dan kecepatan
(N) hingga sesuai (S2). Persentase kategori sesuai
arus yang mendapatkan skor 3 dan mempunyai
(S2) tertinggi pada Stasiun Coral Garden dengan
bobot yang besar. Sementara faktor lainnya yaitu
IKW sebesar 61,12% sedangkan kategori tidak
kecerahan perairan, tutupan komunitas karang,
sesuai (N) terdapat di stasiun Shipwreck dengan

J. Mar. Aquat. Sci. 3:99-114 (2017)


NA Puspitasari dkk. 112

Gambar 19. Peta kesesuaian wisata snorkeling di kawasan penelitian

persentase 40,74% (Tabel 8). Perbedaan kategori karang yang mendapatkan skor nol. Sementara
kesesuaian wisata tersebut didapatkan karena nilai parameter kecerahan perairan dan tutupan
kesesuaian dari setiap potensi sumberdaya komunitas karang pada stasiun 2 mendapatkan
berbeda untuk kegiatan wisata selam. Kategori skor 1, skor yang didapat untuk kedua parameter
sesuai (S2) mengindikasikan bahwa masih ini bernilai kecil. Parameter yang mendukung di
terdapat beberapa faktor kesesuaian wisata yang stasiun 2 adalah kecepatan arus dan kedalaman
tergolong minim dan menjadi faktor pembatas terumbu karang, kedua parameter ini
pada stasiun yang tergolong S2 (Adi et al., 2013). mendapatkan skor 3.
Nilai IKW pada stasiun 4 diperoleh sebesar
Tabel 8 61,11 %. Berdasarkan kriteria kesesuaian wisata
Indeks kesesuaian wisata selam pada setiap stasiun selam, nilai tersebut termasuk dalam kriteria
pengamatan di Perairan Tulamben sesuai (S2). Faktor pendukung pada stasiun ini
Indeks yaitu jenis bentuk pertumbuhan, kedalaman
Kesesuaian Keterang- terumbu karang dan kecepatan arus yang
Lokasi Stasiun
Wisata an mendapatkan skor 3 dan mempunyai bobot yang
(IKW) besar. Sementara faktor lainnya yaitu kecerahan
Ship-wreck 2 40,74 Tidak perairan mendapatkan skor 2. Adapun faktor
Sesuai (N) pembatas di kawasan ini yaitu tutupan komunitas
karang dan jenis ikan karang yang mendapat skor
Coral 4 61.12 Sesuai (S2)
Garden 1.

Drop Off 6 55,56 Sesuai (S2)


Kawasan Drop Off dalam kriteria kesesuaian
wisata selam termasuk dalam kategori Sesuai (S2)
dengan nilai IKW yang diperoleh sebesar 55,56%.
Faktor pendukung pada stasiun ini yaitu
Pada stasiun 2 nilai indeks kesesuaian wisata kecepatan arus dan kedalaman terumbu karang
(IKW) diperoleh sebesar 40,74 %. Berdasarkan yang mendapatkan skor maksimum. Faktor
kriteria kesesuaian wisata selam, nilai tersebut lainnya yaitu kecerahan perairan dan jenis bentuk
termasuk dalam kriteria tidak sesuai (N). Faktor pertumbuhan mendapat skor 2, sedangkan faktor
pembatas pada stasiun ini yaitu jenis ikan karang pembatas pada stasiun ini yaitu tutupan

J. Mar. Aquat. Sci. 3:99-114 (2017)


113 Journal of Marine and Aquatic Sciences

komunitas karang dan jenis ikan karang yang Bato M. (2013). Kajian manfaat kawasan konservasi
mendapatkan skor rendah. perairan bagi pengembangan ekowisata bahari :
studi kasus di kawasan konservasi perairan Nusa
4. Simpulan Penida, Bali. Depik, 2(2), 104-113.
Haruddin A, Purwanto E, Budiastuti S. (2011). Dampak
Kondisi terumbu karang di kawasan Perairan kerusakan ekosistem terumbu karang terhadap hasil
Tulamben termasuk dalam kategori rusak hingga penangkapan ikan oleh nelayan secara tradisional di
Pulau Siampu Kabupaten Buton Provinsi Sulawesi
baik dimana persentase tutupan karang sebesar
Tenggara. Jurnal Ekosains, 3(3), 29-41.
16,26%-52,48%. Kondisi rusak terdapat di
Shipwreck kedalaman 5 meter, kondisi sedang Hasler H, Ott JA. (2008). Diving down the reefs?
Intensive diving tourism threatens the reef of the
berada di Shipwreck kedalaman 10 meter, Coral
northern Red Sea. Marine Pollution, 56, 1788-1794.
Garden kedalaman 10 meter dan Drop off. Coral
Juliana. (2013). Kesesuaian dan daya dukung wisata
Garden kedalaman 5 meter termasuk dalam
bahari di perairan Bandengan Kabupaten Jepara
kategori baik. Pada pengamatan dijumpai
Jawa Tengah. Jurnal Perikanan dan Kelautan Tropis,
sebanyak 100 jenis ikan karang yang termasuk 9(1), 1-7.
dalam 25 suku. Kondisi lingkungan perairan
Ketjulan R. (2011). Daya dukung perairan Pulau Hari
dilihat dari kedalaman, kecepatan arus dan sebagai obyek ekowisata bahari. Jurnal Aqua Hayati,
kecerahan perairan Tulamben tergolong baik 7(3), 183-188.
untuk pertumbuhan karang. Hasil analisis Leonard O. (2014). Kesesuaian perairan untuk wisata
kesesuaian wisata snorkeling menunjukkan, dari 3 selam dan snorkeling di Pulau Biawak, Kabupaten
dive site yang sering dikunjungi wisatawan, stasiun Indramayu. Journal of Marine Research, 3(3), 216-225.
1 yang berlokasi di Shipwreck termasuk dalam Rajab MA. (2013). Daya dukung perairan Pulau Liukang
kategori N atau tidak sesuai untuk kawasan wisata Loe untuk aktivitas ekowisata bahari. Depik, 2(3),
snorkeling dengan nilai 38,89 sedangkan Coral 114-125.
Garden dan Drop Off termasuk dalam kategori S2 Salsabiela M, Anggoro S, Hartuti P. (2014). Kajian
atau sesuai sebagai kawasan wisata snorkeling keefektifan pengelolaan terumbu karang (studi
dengan masing-masing nilai sebesar 74,07 dan kasus: Kawasan Konservasi Laut Daerah Pulau
59,26. Hasil yang sama ditunjukkan pada Biawak dan sekitarnya, Kabupaten Indramayu).
kesesuaian wisata selam, dimana Coral Garden Saintek Perikanan, 10(1), 13-18.
dan Drop Off sesuai untuk kegiatan wisata selam Suryanti. (2011). Kondisi terumbu karang dengan
dengan nilai masing-masing 61,11 dan 55,56 indicator ikan chaetodontidae di Pulau Sambangan
sedangkan Shipwreck mendapatkan nilai sebesar Kepulauan Karimun Jawa, Jepara, Jawa Tengah.
56Oseanografi Marina, 1(1), 106-119.
40,74 yang artinya tidak sesuai untuk kegiatan
wisata selam. Taofiqurohman A. (2013). Penilaian tingkat risiko
terumbu karang akibat dampak aktivitas
penangkapan ikan dan wisata bahari di Pulau
Ucapan terimakasih
Biawak, Jawa Barat. Depik, 2(2), 50-57.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Navila Tomboelu N, Bengen DG, Nikijuluw VPH, Idris I. (2000).
Fauziyanti (Mahasiswi Jurusan Geografi UGM) Analisis kebijakan pengelolaan sumberdaya terumbu
karang di kawasan Bunaken dan sekitarnya. Jurnal
yang telah membantu dalam pengambilan data,
Pesisir dan Lautan, 3(1), 51-67.
Mapala Wanaprastha Dharma Universitas
Trialfhianty TI. (2013). Kondisi Terumbu Karang dan Ikan
Udayana dan semua pihak yang telah membantu
Karang Perairan Tulamben Bali. Skripsi. Yogyakarta :
penelitian ini.
Jurusan Manajemen Sumber Daya Perikanan
Universitas Gadjah Mada.
Daftar Pustaka
Widikurnia P. (2016). Pengelolaan Ekosistem Terumbu
Karang untuk Kegiatan Ekowisata Selam di Pulau Biawak,
Adi AB, Mustafa A, Ketjulan R. (2013). Kajian potensi
Indramayu, Jawa Barat. Skripsi. Bogor, Indonesia:
kawasan dan kesesuaian terumbu karang di Pulau
Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan
Lara untuk pengembangan ekowisata bahari. Jurnal
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut
Mina Laut Indonesia, 1(1), 49-60.
Pertanian Bogor.
Adrim M, Harahap SA, Wibowo K. (2012). Struktur
Zulfikar. (2011). Kesesuaian dan daya dukung ekosistem
komunitas ikan karang di perairan Kendari. Ilmu
terumbu karang sebagai kawasan wisata selam dan
Kelautan 17(3), 154-163.
snorkeling di Tuapejat Kabupaten Kepulauan

J. Mar. Aquat. Sci. 3:99-114 (2017)


NA Puspitasari dkk. 114

Mentawai. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia, 17(1), 195-203.

© 2017 by the authors; licensee Udayana University, Indonesia. This article is an open access article distributed under
the terms and conditions of the Creative Commons Attribution license (http://creativecommons.org/licenses/by/3.0/).

J. Mar. Aquat. Sci. 3:99-114 (2017)

You might also like