You are on page 1of 12

ISSN 2549-3922 EISSN 2549-3930 Journal of Regional and Rural Development Planning

Juni 2019, 3 (2): 105-116


DOI: http://dx.doi.org/10.29244/jp2wd.2019.3.2.105-116

Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Sektor Industri Pengolahan


di Provinsi Jambi
Comparative and Competitive Advantages of the Manufacturing Sector
in Jambi Province

Eristian Wibisono1*, Amri Amir2 & Zulfanetti2

1
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jambi, Jalan Letjen Suprapto Telanaipura, Jambi 36122;
2
Program Pascasarjana Universitas Jambi, Jalan Arif Rahman Hakim Telanaipura, Jambi 36124;
*
Penulis korespondensi. e-mail:wibisono.tian@gmail.com
(Diterima: 17 Desember 2018; Disetujui: 1 April 2019)

ABSTRACT

Identification of leading sectors or leading subsectors is one of the main tasks of the local
government and is an important part of regional development planning before formulating,
drafting, and establishing a better development policy strategy. The main objective of this research
is to analyze and identify subsectors in the manufacturing industry sector that have leading
comparativeness and leading competitiveness in Jambi Province. Main data of this study are
secondary data of districts and cities in Jambi Province during 2011–2015, which were sourced
from the Statistics Indonesia and the Ministry of National Development Planning (Bappenas). Data
were analyzed using descriptive and quantitative analysis methods, namely Location Quotient
analysis and Shift Share analysis. Results of the study show that manufacturing industry subsectors
of Jambi Province that can be classified as leading comparative and leading competitive
subsectors are timber/wood products industry, paper/goods industry, rubber/rubber goods
industry, and furniture industry.
Keywords: comparativeness, competitiveness, Location Quotient, manufacturing sector, Shift Share analysis

ABSTRAK

Identifikasi sektor atau subsektor unggulan adalah salah satu tugas utama pemerintah daerah
dan merupakan bagian penting dalam perencanaan pembangunan daerah sebelum merumuskan,
menyusun dan menetapkan strategi kebijakan pembangunan yang lebih baik. Analisis keunggulan
secara komparatif maupun kompetitif cukup banyak dilakukan pada level sektor dan belum pada
level subsektor secara lebih mendalam. Tujuan utama penelitian ini adalah menganalisis dan
mengidentifikasi subsektor industri pengolahan yang memiliki keunggulan komparatif sekaligus
keunggulan kompetitif di Provinsi Jambi. Penelitian ini menggunakan data sekunder dari kabupaten
dan kota di Provinsi Jambi selama periode tahun 2011–2015 yang bersumber dari Badan Pusat
Statistik, dan BAPPENAS. Data dianalisis menggunakan metode analisis deskriptif dan kuantitatif
Location Quotient dan Shift Share Analysis. Hasil penelitian menunjukkan subsektor industri
pengolahan Provinsi Jambi yang dapat digolongkan menjadi subsektor yang memiliki keunggulan
komparatif sekaligus keunggulan kompetitif adalah industri kayu/barang dari kayu, industri
kertas/barang dari kertas, industri karet/ barang dari karet, dan industri furnitur.
Kata kunci: industri pengolahan, keunggulan komparatif, keunggulan kompetitif, Location Quotient, Shift
Share Analysis

105
Journal of Regional and Rural Development Planning, Juni 2019, 3 (2): 105-116

PENDAHULUAN ditingkatkan serta dimana lokasi peningkatan


tersebut akan dilakukan.
Teori pembangunan ekonomi yang Selain keunggulan komparatif, istilah lain
dikemukakan John Stuart Mill (1806–1873) yang sering digunakan untuk mendefinisikan
dalam Nopirin (2010) menyatakan bahwa sebuah keunggulan adalah keunggulan
penentuan sektor unggulan adalah bagian kompetitif (competitive advantage).
penting dalam proses perencanaan Keunggulan kompetitif secara sederhana
pembangunan daerah yang bertujuan untuk menunjukkan kemampuan suatu daerah
mempercepat pertumbuhan ekonomi di suatu memasarkan produknya ke luar daerah dalam
daerah. Identifikasi sektor unggulan merupakan suatu negara maupun ke luar negeri (pasar
salah satu tugas utama pemerintah daerah global) secara menguntungkan. Konsep
(Ahmad, 2007) karena sektor unggulan keunggulan kompetitif membandingkan potensi
berpeluang untuk tumbuh lebih cepat suatu produk dalam suatu negara terhadap
dibandingkan sektor lainnya (Ponto, 2015). semua produk negara lain dalam pasar global
Rachbini dalam Faisal (2015) dan tidak mempertimbangkan komparasi
menyebutkan setidaknya ada empat persyaratan produk yang sama di suatu negara dengan
suatu sektor dikatakan sebagai sektor unggulan negara lainnya. Jika konsep keunggulan
yaitu adanya permintaan yang cukup besar komparatif terkait dengan kelayakan ekonomi
terhadap produk sektor tersebut yang maka konsep keunggulan kompetitif terkait
mengakibatkan laju pertumbuhan sektor dengan kelayakan finansial. Konsep
berkembang lebih cepat, adanya adopsi keunggulan kompetitif lebih cocok untuk
teknologi kreatif yang mengakibatkan mengukur kelayakan finansial atau pengukur
peningkatan kapasitas produksi sektor tersebut, daya saing suatu kegiatan perekonomian. Dari
adanya return of investment baik dari sektor beberapa penjelasan di atas, terlihat bahwa
privat maupun sektor publik pada sektor pendekatan keunggulan komparatif dan
tersebut, dan adanya perkembangan yang keunggulan kompetitif dapat dijadikan sebagai
berkelanjutan yang berdampak pada sektor lain. salah satu cara dalam mengukur daya saing
David Ricardo (1772–1823) suatu produk atau komoditas, seperti yang
mengembangkan sebuah konsep keunggulan dijelaskan oleh Saptana et al. (2006).
yang disebut keunggulan komparatif dimana Berdasarkan analisis sektor basis yang
konsep ini menjelaskan bagaimana suatu negara disampaikan dalam Seri Analisis Pembangunan
dalam sistem ekonomi terbuka dapat Wilayah Provinsi Jambi, hanya ada tiga sektor
mengalokasikan sumber daya negara tersebut produksi yang dapat digolongkan menjadi
secara efektif (Warr dalam Saptana et al., sektor basis di Provinsi Jambi dimana sektor
2006). Konsep keunggulan komparatif juga basis yang dimaksud merupakan sektor-sektor
menunjukkan sebuah ukuran keunggulan yang bersifat tradable atau sektor-sektor yang
potensial atau daya saing (Sudaryanto dan dapat diperdagangkan antar wilayah. Sektor
Simatupang, 1993). Adanya keunggulan basis tersebut antara lain sektor pertambangan
komparatif pada suatu produk atau komoditi di dan galian serta sektor pengelolaan sampah dan
suatu negara menjelaskan bahwa secara limbah. Artinya kedua sektor ini merupakan
komparatif/perbandingan, produk atau komoditi sektor unggulan (leading sector) karena selain
tersebut relatif lebih unggul dibandingkan mampu mencukupi kebutuhan domestik di
komoditi yang sama di daerah lainnya (Tarigan daerahnya juga dapat diperdagangkan keluar
dalam Sapriadi & Hasbiullah, 2015). Dalam wilayah Provinsi Jambi.
menentukan keunggulan komparatif, potensi Ada beberapa metode analisis yang dapat
dan peluang dari setiap sektor akan dianalisis digunakan untuk menentukan keunggulan suatu
kemudian dapat ditetapkan hal yang perlu sektor/subsektor di suatu daerah/wilayah. Salah

E.Wibisono, A. Amir & Zulfanetti 106


Journal of Regional and Rural Development Planning, Juni 2019, 3 (2): 105-116

satunya adalah metode analisis Location sektor/subsektor industri pengolahan di


Quotient (LQ). Identifikasi sektor unggulan Provinsi Jambi.
menggunakan metode analisis LQ di Analisis subsektor pada sektor-sektor
kabupaten/kota di Provinsi Jambi pernah produksi juga pernah dilakukan oleh peneliti
dilakukan sebelumnya oleh beberapa peneliti lain di Jambi yaitu Gafur et al. (2016) yang
pada tahun analisis yang berbeda-beda. Imelia menganalisis sektor/subsektor unggulan di
(2011) menghitung LQ rata-rata masing-masing Kabupaten Bungo namun analisis ini tentu saja
sektor pada kabupaten dan kota di Provinsi tidak mewakili Provinsi Jambi secara agregat.
Jambi pada periode 2000–2007. Syaiful (2014) Selain itu metode analisis yang digunakan
melakukan penelitian dengan lokus penelitian hanya dari sisi keunggulan secara komparatif
di Kabupaten Batanghari. Laode (2014) (sektor basis) saja. Diperlukan analisis
melakukan penelitian dengan tema serupa subsektor pada sektor industri pengolahan yang
dengan objek penelitian seluruh provinsi di dapat mewakili Provinsi Jambi secara agregat.
Indonesia pada periode tahun 2008–2013. Hasil Selain itu, keunggulan yang dianalisis
penelitian terakhir yang dilakukan oleh Laode sebaiknya bukan hanya keunggulan secara
(2014), menunjukkan bahwa pada periode komparatif (sektor/subsektor basis) saja namun
2008–2013 rata-rata nilai LQ untuk sektor juga keunggulan secara kompetitif.
industri di Provinsi Jambi hanya sebesar 0.895 Kajian tentang peranan dan keunggulan
(LQ<1) yang menunjukkan bahwa sektor sektor-sektor dalam suatu struktur
industri Povinsi Jambi bukan merupakan sektor perekonomian perlu dilakukan secara
unggulan/sektor basis. mendalam untuk menyusun strategi yang lebih
Meskipun dalam penelitiannya Laode baik dalam pembangunan ekonomi di daerah.
(2014) menemukan bahwa, jika dilihat dari nilai Dengan melakukan analisis sektor/subsektor
LQ dibawah satu (LQ<1), yang artinya sektor yang memiliki keunggulan, akan diketahui
industri di Provinsi Jambi bukan merupakan sektor/subsektor mana saja dalam suatu struktur
sektor basis atau sektor unggulan. Akan tetapi ekonomi yang menjadi basis atau keunggulan
jika dikaji lebih jauh, pada tingkatan regional perekonomian serta memiliki peranan yang
yang lebih rendah (kabupaten/kota) yang besar bagi pertumbuhan ekonomi (Haris, 2012).
dilakukan oleh peneliti lainnya, ada beberapa Perencanaan yang terintegrasi antara
kabupaten/kota yang memiliki nilai LQ>1 yaitu pemerintah provinsi, kabupaten dan kota harus
Kabupaten Muaro Jambi, Kabupaten dilakukan sehingga masing-masing level di
Batanghari, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, pemerintah daerah mampu menggambarkan
Kabupaten Tanjung Jabung Barat, dan Kota kondisi nyata, potensi, peluang dan tantangan
Jambi. Ini menandakan bahwa sektor industri dari berbagai subsektor dalam suatu sektor
pada kabupaten/kota tersebut merupakan sektor ekonomi.
unggulan/sektor basis. Lokasi penelitian yang ditetapkan dalam
Analisis sektor unggulan juga pernah penelitian ini adalah seluruh kabupaten dan kota
dilakukan oleh peneliti sebelumnya di Provinsi di Provinsi Jambi dan tahun dasar analisis
Jambi pada level sektor produksi secara adalah pada periode tahun 2011–2015. Hal ini
umum/keseluruhan, tidak hanya pada satu dilakukan agar peneliti dapat memperoleh
sektor produksi saja. Analisis sektor unggulan informasi yang lebih merata, detail, dan dapat
pada umumnya mencari sektor unggulan/sektor menyajikan model yang lebih lengkap dalam
basis dari keseluruhan sektor produksi dalam menggambarkan profil sektor industri
struktur perekonomian suatu daerah. Akan pengolahan di Provinsi Jambi.
tetapi, belum banyak penelitian yang dilakukan Penelitian ini bertujuan untuk
pada level subsektor pada sebuah sektor mendapatkan hasil identifikasi mengenai
produksi secara khusus, terutama pada subsektor pada sektor industri pengolahan yang
memiliki dua keunggulan sekaligus, yaitu

107 Keunggulan Komparatif dan Kompetitif...


Journal of Regional and Rural Development Planning, Juni 2019, 3 (2): 105-116

keunggulan komparatif dan keunggulan Nilai SLQ dapat diukur dengan


kompetitif di Provinsi Jambi dalam kurun menggunakan rumus:
waktu 2011–2015. Hasil penelitian ini
diharapkan akan menjadi salah satu bahan (𝑌𝑖𝑗 / 𝑌𝑗 )
SLQ=
pertimbangan bagi pemerintah Provinsi Jambi (𝑌𝑖𝑤 / 𝑌𝑤 )
dalam menentukan strategi pengembangan atau
pembangunan di sektor industri pengolahan Keterangan:
dengan cara lebih fokus pada subsektor industri SLQ : Nilai Static LQ
yang memiliki keunggulan komparatif dan Yij : Nilai PDRB subsektor industri i
keunggulan kompetetif. di Provinsi Jambi
Yj : Nilai PDRB sektor industri
METODOLOGI di Provinsi Jambi
Yiw : Nilai PDRB subsektor industri i
Subjek penelitian ini adalah Provinsi di Indonesia
Jambi sedangkan objek yang diteliti adalah data Yw : Nilai PDRB sektor industri i
kuantitatif nilai PDRB sektor dan subsektor di Indonesia
industri pengolahan di Provinsi Jambi dan i : Subsektor industri
Indonesia. Jenis data yang digunakan dalam j : Provinsi Jambi
penelitian ini adalah jenis data sekunder yang w : Indonesia
dikumpulkan dari Badan Pusat Statistik (BPS)
Provinsi Jambi dan Indonesia. Selain itu, Ketentuan penilaian keunggulan
beberapa data dan informasi diperoleh dan komparatif melalui SLQ yaitu apabila nilai
dikumpulkan melalui metode riset kepustakaan. SLQ>1 maka industri tersebut memiliki
Beberapa alat analisis dapat digunakan keunggulan komparatif. Apabila nilai SLQ<1
dalam menggunakan metode analisis potensi maka industri tersebut tidak memiliki
relatif perekonomian suatu wilayah antara lain keunggulan komparatif.
Location Quotient (LQ) analysis dan Shift Menurut Direktorat Jenderal Industri
Share Analysis (SSA), seperti yang digunakan Agro (2015) dalam Irmawati (2015), kelebihan
oleh Hajeri (2015). Berikut ini penjelasan analisis SLQ yaitu merupakan alat analisis
mengenai sistematika perhitungan yang sederhana yang dapat menunjukkan struktur
digunakan dalam penelitian ini, yaitu: perekonomian suatu provinsi dibandingkan
1. Tahap 1: Static Location Quotient (SLQ) nasional. Sedangkan kelemahannya adalah hasil
Menurut Kuncoro (2012), analisis Static analisis yang lebih bersifat statis yang hanya
Location Quotient (SLQ) merupakan analisis memberikan gambaran pada satu titik waktu,
permulaan untuk mengetahui keunggulan suatu yang berarti bahwa jika pada tahun ini suatu
sektor ekonomi dalam suatu daerah. Teknik sektor menjadi sektor unggulan, maka pada
analisis SLQ menggambarkan perbandingan tahun berikutnya, sektor yang sama belum tentu
relatif antara kemampuan suatu sektor di daerah dapat menjadi sektor unggulan. Begitu pula
yang dianalisis dengan kemampuan sektor yang sebaliknya, jika suatu sektor tidak termasuk ke
sama pada daerah yang lebih luas. Variabel dalam sektor unggulan pada tahun ini, bisa jadi
yang dapat digunakan sebagai ukuran untuk pada tahun berikutnya sektor tersebut akan
menghasilkan koefisien SLQ dapat berupa menjadi sektor unggulan.
jumlah tenaga kerja, nilai produksi, maupun
variabel lain.

E.Wibisono, A. Amir & Zulfanetti 108


Journal of Regional and Rural Development Planning, Juni 2019, 3 (2): 105-116

Selanjutnya Kuncoro (2012) menyatakan Interpretasi nilai DLQ yang diperoleh


bahwa kelemahan analisis SLQ dapat diatasi dapat diartikan sesuai uraian berikut ini:
apabila laju pertumbuhan suatu sektor dalam 1. Jika nilai DLQ>1, artinya industri i di
suatu daerah/wilayah dapat dibandingkan Provinsi Jambi berkembang lebih cepat
dengan laju pertumbuhan sektor tersebut pada daripada perkembangan industri yang sama
tingkat nasional. Metode yang menunjukkan pada level nasional.
perbandingan laju pertumbuhan suatu sektor 2. Jika nilai DLQ<1, artinya industri i di
dalam suatu struktur perekonomian di suatu Provinsi Jambi berkembang lebih lambat
provinsi dibandingkan dengan laju daripada perkembangan industri yang sama
pertumbuhan suatu sektor dalam skala nasional pada level nasional.
dikenal dengan metode Dynamic Location Disebutkan dalam Kuncoro (2012), tahap
Quotient (DLQ). analisis selanjutnya adalah menggabungkan
2. Tahap 2: Dynamic Location Quotient nilai SLQ dan DLQ dan menggolongkannya ke
(DLQ) dalam empat kriteria/kategori yaitu industri
Teknik analisis Dynamic Location unggulan, industri prospektif, industri andalan,
dan industri tertinggal. Matriks penggolongan
Quotient (DLQ) adalah bentuk modifikasi dari kriteria/kategori tersebut disajikan pada gambar
teknik analisis Static Location Quotient (SLQ), berikut ini:
yaitu dengan mempertimbangkan variabel
faktor pertumbuhan sektor/subsektor dari waktu Tabel 1 Matriks analisis gabungan SLQ dan DLQ
ke waktu (Kuncoro, 2012). Rumus perhitungan SLQ
SLQ>1 SLQ<1
DLQ
DLQ adalah sebagai berikut: Industri Industri
DLQ > 1
Unggulan Andalan
Industri Industri
DLQ < 1
Prospektif Tertinggal
Sumber: Kuncoro (2012)
Dengan:
𝑔(𝐺)=(𝑌𝑡𝑌0⁄)1𝑡− 1 Berdasarkan uraian tersebut,
tahapan/prosedur perhitungan analisis potensi
Keterangan: relatif perekonomian wilayah dengan metode
DLQij : indeks potensi industri i di Prov Jambi
analisis SLQ dan DLQ dapat dirinci sebagai
gij : pertumbuhan nilai PDRB subsektor
berikut:
industri i di Prov Jambi
gj : rata-rata pertumbuhan nilai sektor Langkah 1: Menghitung nilai SLQ pada
industri di Prov Jambi Subsektor industri pengolahan di Provinsi
Giw : pertumbuhan nilai PDRB subsektor Jambi setiap tahun (2011, 2012, 2013, 2014,
industri i di Indonesia 2015), lalu dirata-ratakan dan disajikan dalam
Gw : rata-rata pertumbuhan PDRB tabel SLQ;
sektor industri di Indonesia Langkah 2: Menghitung nilai DLQ pada
t : selisih tahun akhir (2015) dan Subsektor industri pengolahan di Provinsi
tahun awal (2012) Jambi pada periode tahun awal 2011 dan tahun
Yt : nilai PDRB pada tahun 2015 akhir 2015 lalu disajikan dalam tabel DLQ;
Y0 : nilai PDRB pada tahun 2012 Langkah 3: Hasil analisis SLQ dan DLQ
i : subsektor industri dimasukkan kedalam Matriks Analisis
j : Provinsi Jambi Gabungan (Kuncoro, 2012) untuk
w : Indonesia diklasifikasikan; dan
IPPIij : indeks potensi pengembangan Langkah 4: Menyajikan dan menganalisis
industri i di Provinsi Jambi hasil klasifikasi.
IPPIiw : indeks potensi pengembangan
industri i di Indonesia

109 Keunggulan Komparatif dan Kompetitif...


Journal of Regional and Rural Development Planning, Juni 2019, 3 (2): 105-116

3. Tahap 3: Analisis Shift Share b) Proportionality shift (Mixed Shift/MS)


Analisis Shift Share berfungsi untuk
mendeskripsikan hubungan antar wilayah,
produktivitas perekonomian di wilayah tersebut Komponen MS dapat menggambarkan
kemudian membandingkannya dengan
atau menjelaskan apakah perekonomian suatu
produktivitas wilayah referensi yang lebih wilayah fokus atau secara khusus terkonsentrasi
besar, misalnya membandingkan antara pada sektor ekonomi yang tumbuh lebih cepat
provinsi dan nasional. Analisis Shift Share juga dibandingkan sektor lainnya dalam wilayah
dapat berfungsi untuk menganalisis perubahan
yang dijadikan acuan. Komponen ini
struktur perekonomian suatu wilayah dengan menyatakan besarnya pergeseran regional netto
menjelaskan pertumbuhan per sektor. Dengan akibat dari berbagai komposisi sektor industri
analisis Shift Share, besar kecil atau tinggi di daerah yang dianalisis. Komponen ini akan
rendahnya pertumbuhan sektor/subsektor suatu
bernilai positif di daerah yang secara nasional
wilayah dibandingkan dengan wilayah referensi berspesialisasi pada sektor tertentu yang
yang lebih besar dapat diketahui. tumbuh lebih cepat dan akan bernilai negatif di
Dalam penelitian ini, analisis Shift Share
daerah yang secara nasional berspesialisasi
akan digunakan untuk melihat produktivitas pada sektor tertentu yang tumbuh lebih
subsektor industri pengolahan di Provinsi Jambi lambat/merosot.
dibandingkan dengan subsektor industri c) Differential shift (Competitive Shift/CS)
pengolahan yang sama pada tingkat yang lebih
tinggi yaitu Indonesia. Hasil perhitungan
analisis Shift Share dapat menyajikan kinerja
perekonomian suatu wilayah menjadi tiga Keterangan:
parameter yang saling berhubungan satu sama yi0 : PDRB subsektor di Provinsi Jambi pada
lain, yaitu: awal tahun analisis (2011)
yit : PDRB subsektor di Provinsi Jambi pada
a) Regional share (Rs) akhir tahun analisis (2015)
Yit : PDRB subsektor Indonesia pada akhir tahun
analisis (2015)
Yi0 : PDRB subsektor Indonesia pada awal tahun
Komponen Rs dapat menggambarkan analisis (2011)
atau menjelaskan bagaimana pertumbuhan Yt : PDRB total Indonesia pada akhir tahun
analisis (2015)
ekonomi suatu wilayah yang dianalisis Y0 : PDRB total Indonesia pada awal tahun
dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi analisis (2011)
nasional (wilayah referensi yang lebih besar).
Komponen ini menyatakan jumlah pertambahan Komponen CS dapat menggambarkan
PDRB sektor/subsektor industri secara regional atau menjelaskan bagaimana daya saing industri
di kabupaten/kota dibandingkan jumlah atau sektor ekonomi di suatu wilayah. Jika nilai
pertambahan PDRB di sektor/subsektor yang CS pada suatu sektor/subsektor bertanda positif,
sama pada tingkatan regional yang lebih luas, maka dapat dikatakan bahwa sektor/subsektor
dalam hal ini adalah provinsi, dalam suatu tersebut memiliki daya saing yang relatif lebih
periode pengamatan. Nilai dari komponen ini tinggi dibandingkan dengan sektor/subsektor
dapat menjadi tolak ukur bagi daerah lain dalam wilayah yang dianalisis. Apabila
kabupaten/kota untuk mengukur apakah daerah memiliki kelebihan sumber daya, maka
sektor/subsektor yang diamati mampu tumbuh daerah tersebut akan memiliki nilai CS bertanda
lebih cepat daripada pertumbuhan sektor/ positif dan apabila daerah tersebut memiliki
subsektor yang sama di tingkat provinsi. sumber daya yang sedikit, maka hasil analisis
CS di daerah tersebut akan bertanda negatif.
Pergeseran diferensial atau pergeseran

E.Wibisono, A. Amir & Zulfanetti 110


Journal of Regional and Rural Development Planning, Juni 2019, 3 (2): 105-116

kompetitif pada komponen CS inilah yang Tabel 2 Matriks analisis gabungan SLQ, DLQ dan
dinyatakan sebagai pengaruh keunggulan CS
kompetitif. SLQ > 1 SLQ < 1
Berdasarkan penjelasan tersebut maka Industri Industri
tahapan/prosedur analisis Shift Share (Rs, Ms DLQ>1 CS>0 unggulan andalan
dan Ds/Cs) dapat dirinci sebagai berikut: kompetitif kompetitif
Industri
Industri
andalan
Langkah 1: Menghitung nilai Rs pada masing- CS<0 unggulan tidak
tidak
masing sektor/subsektor industri pengolahan di kompetitif
kompetitif
Provinsi Jambi terhadap subsektor industri Industri Industri
pengolahan Indonesia yang dijadikan acuan, DLQ<1 CS>0 prospektif tertinggal
kompetitif kompetitif
pada periode tahun awal 2011 dan tahun akhir
Industri
2015 lalu disajikan dalam tabel Rs. Industri
tertinggal
CS<0 prospektif tidak
Langkah 2: Menghitung nilai Ms pada masing- tidak
kompetitif
masing Subsektor industri pengolahan di kompetitif
Sumber: Data olahan
Provinsi Jambi terhadap subsektor industri
pengolahan Indonesia yang dijadikan acuan,
HASIL DAN PEMBAHASAN
pada periode tahun awal 2011 dan tahun akhir
2015 lalu disajikan dalam tabel Ms. Subsektor industri pengolahan Basis
Langkah 3: Menghitung nilai CS pada masing- di Provinsi Jambi
masing subsektor industri pengolahan di
1) Tahap 1: Analisis Static LQ (SLQ)
Provinsi Jambi terhadap subsektor industri
Berdasarkan hasil analisis SLQ diketahui
pengolahan Indonesia yang dijadikan acuan,
bahwa tidak semua subsektor dalam sektor
pada periode tahun awal 2011 dan tahun akhir
industri pengolahan di Provinsi Jambi memiliki
2015 lalu disajikan dalam tabel CS.
keunggulan komparatif pada tahun pengamatan
Langkah 4: Menggunakan nilai CS dan
2011–2015. Terdapat enam jenis subsektor
memasukkannya kedalam tabel Shift Share-CS
industri yang mempunyai keunggulan
menurut masing-masing subsektor di Provinsi
komparatif yaitu; industri pengolahan batubara
Jambi.
dan migas, industri makanan dan minuman,
4. Tahap 4: Gabungan Hasil Analisis SLQ, industri kayu/barang dari kayu, industri
DLQ dan CS-Shift Share kertas/barang dari kertas, industri karet/barang
Dari hasil perhitungan Tahap 1 dan dari karet, dan industri furnitur.
Tahap 2 diperoleh subsektor industri yang Industri-industri tersebut digolongkan
memiliki keunggulan komparatif. Dari hasil sebagai industri basis atau memiliki keunggulan
perhitungan Tahap 3 diperoleh subsektor komparatif karena memiliki nilai rata-rata
industri yang memiliki keunggulan kompetitif. SLQ>1. Industri ini disebut memiliki
Nilai yang diambil pada Tahap 3 tidak semua keunggulan komparatif dikarenakan memiliki
komponen shift share analysis tetapi hanya nilai ouput/PDRB yang tinggi dan pertumbuhan
komponen CS saja yang digunakan sebagai yang lebih cepat. Sementara itu, sepuluh jenis
tolak ukur daya kompetitif dari subsektor yang subsektor industri lainnya tidak memiliki
dianalisis. Langkah terakhir pada Tahap 4 keunggulan komparatif karena memiliki nilai
adalah menggabungkan hasil analisis Tahap 1 rata-rata SLQ<1 selama periode 2011–2015.
sampai dengan Tahap 3 ke dalam matriks Industri-industri ini memiliki nilai
analisis gabungan LQ dan shift share-CS output/PDRB yang lebih rendah dibandingkan
berikut ini: dengan nilai rata-rata secara nasional. Industri
tersebut antara lain; industri pengolahan
tembakau, industri tekstil, industri kulit/barang

111 Keunggulan Komparatif dan Kompetitif...


Journal of Regional and Rural Development Planning, Juni 2019, 3 (2): 105-116

dari kulit, industri kimia/obat-obatan, industri dan industri alat angkutan. Hasil perhitungan
barang galian, industri logam dasar, industri SLQ disajikan pada Tabel 3.
logam/elektronik, industri mesin/perlengkapan,

Tabel 3 Hasil analisis SLQ subsektor industri pengolahan di Provinsi Jambi (2011–2015)
SLQ
No Subsektor 2011 2012 2013 2014 2015
Rata-rata
1 Pengolahan batubara & migas 2.32 2.53 2.74 2.80 2.88 2.65
2 Makanan/minuman 1.36 1.32 1.32 1.29 1.26 1.31
3 Pengolahan tembakau 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
4 Tekstil/pakaian jadi 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03
5 Kulit/barang dari kulit 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
6 Kayu/barang dari kayu 3.33 3.34 3.18 3.14 3.52 3.30
7 Kertas/barang dari kertas 1.74 1.75 1.85 1.87 2.03 1.85
8 Kimia dan obat-obatan 0.02 0.02 0.02 0.03 0.03 0.02
9 Karet/barang dari karet 2.16 2.22 2.40 2.61 2.52 2.38
10 Barang galian (non logam) 0.46 0.47 0.48 0.49 0.50 0.48
11 Logam dasar - - - - - -
12 Logam, komputer, dan elektronik 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
13 Mesin/perlengkapan 0.02 0.02 0.03 0.03 0.03 0.02
14 Alat angkutan 0.05 0.05 0.04 0.05 0.04 0.05
15 Furnitur 1.37 1.43 1.40 1.47 1.48 1.43
16 Pengolahan lainnya 0.05 0.05 0.05 0.06 0.06 0.05
Sumber: BPS (hasil pengolahan data)

2) Tahap 2: Analisis Dynamic LQ (DLQ) Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 4,


Hasil perhitungan DLQ disajikan pada tabel berikut terdapat sebelas subsektor industri yang
ini:
memiliki nilai DLQ lebih dari satu (DLQ> 1)
Tabel 4 Hasil analisis DLQ subsektor industri yang menunjukkan bahwa subsektor industri
pengolahan di Provinsi Jambi 2012–2015 tersebut memiliki potensi perkembangan
No Subsektor DLQ industri yang lebih cepat dibandingkan industri
1 Pengolahan batubara & migas -45.90 yang sama di Provinsi Jambi, antara lain:
2 Makanan/minuman 0.41
1. Pengolahan tembakau (DLQ = 17.5)
3 Pengolahan tembakau 17.50
2. Tekstil/pakaian jadi (DLQ = 2.89)
4 Tekstil/pakaian jadi 2,89
5 Kulit/barang dari kulit 7.85
3. Kulit/barang dari kulit (DLQ = 7.85)
6 Kayu/barang dari kayu 2.99 4. Kayu/barang dari kayu (DLQ = 2.99)
7 Kertas/barang dari kertas 123.97 5. Kertas/barang dari kertas (DLQ= 123.97)
8 Kimia dan obat-obatan 1.72 6. Kimia dan obat-obatan (DLQ = 1.72)
9 Karet/barang dari karet 7.21 7. Karet/barang dari karet (DLQ = 7.21)
10 Barang galian (non logam) 2.38 8. Barang galian (non logam) (DLQ = 2.38)
11 Logam dasar 0.00 9. Mesin/perlengkapan (DLQ = 6.23)
12 Logam, komputer, dan elektronik 0.05 10. Furnitur (DLQ = 3.87)
13 Mesin/perlengkapan 6.23 11. Pengolahan lainnya (DLQ = 6.01)
14 Alat angkutan 0.34
15 Furnitur 3.87
16 Pengolahan lainnya 6.01

E.Wibisono, A. Amir & Zulfanetti 112


Journal of Regional and Rural Development Planning, Juni 2019, 3 (2): 105-116

3) Tahap 3: Analisis Shift Share-CS


Tabel 5 Hasil analisis CS-Shift Share subsektor industri pengolahan di Provinsi Jambi 2011–2015
No Subsektor CS
# Sektor 464.09
1 Pengolahan batubara & migas 992.81
2 Makanan/minuman (227.62)
3 Pengolahan tembakau (0.02)
4 Tekstil/pakaian jadi 1.95
5 Kulit/barang dari kulit (0.01)
6 Kayu/barang dari kayu 129.81
7 Kertas/barang dari kertas 177.41
8 Kimia dan obat-obatan 3.26
9 Karet/barang dari karet 234.78
10 Barang galian (non logam) 27.86
11 Logam dasar -
12 Logam, komputer, dan elektronik (0.73)
13 Mesin/perlengkapan 0.71
14 Alat angkutan (3.16)
15 Furnitur 27.24
16 Pengolahan lainnya 1.08
Total 1,365.37

4) Tahap 4: Gabungan Hasil Analisis SLQ, DLQ dan CS-Shift Share


Tabel 6 berikut ini menyajikan hasil analisis gabungan SLQ dan DLQ serta hasil analisis
Shift Share (CS).

Tabel 6 Matriks analisis gabungan SLQ dan DLQ (Kuncoro, 2012)


SLQ > 1 SLQ < 1
DLQ > 1 INDUSTRI UNGGULAN: INDUSTRI ANDALAN:
Industri kayu/barang dari kayu Industri pengolahan tembakau
Industri kertas/barang dari kertas Industri kulit/barang dari kulit
Industri karet/barang dari karet Industri kimia dan obat-obatan
Industri furnitur Industri barang galian (non logam)
Industri mesin/perlengkapan
Industri pengolahan lainnya
DLQ<1 INDUSTRI PROSPEKTIF: INDUSTRI TERBELAKANG:
Industri pengolahan batubara & migas Industri logam dasar
Industri makanan/minuman Industri logam, komputer, dan elektronik
Industri alat angkutan

Tabel 7 Hasil analisis gabungan LQ dan Shift Share-CS subsektor industri pengolahan di Provinsi Jambi
2011–2015
SLQ > 1 SLQ < 1
INDUSTRI ANDALAN KOMPETITIF:
INDUSTRI UNGGULAN KOMPETITIF:
Tekstil/pakaian jadi
Kayu dan barang dari kayu;
Kimia dan obat-obatan
CS>0 Kertas/barang dari kertas;
Barang galian (non logam)
Karet/barang dari karet;
Mesin/perlengkapan
DLQ>1 Furnitur
Pengolahan lainnya
INDUSTRI ANDALAN TIDAK
INDUSTRI UNGGULAN TIDAK
KOMPETITIF:
CS<0 KOMPETITIF:
Pengolahan tembakau
-
Kulit/barang dari kulit
INDUSTRI PROSPEKTIF KOMPETITIF: INDUSTRI TERBELAKANG KOMPETITIF:
DLQ<1 CS>0
Pengolahan batubara & migas -
INDUSTRI TERBELAKANG TIDAK
INDUSTRI PROSPEKTIF TIDAK KOMPETITIF:
CS<0 KOMPETITIF: Logam dasar
Makanan/minuman Logam, komputer, elektronik
Alat angkutan
Sumber: Data diolah

113 Keunggulan Komparatif dan Kompetitif...


Journal of Regional and Rural Development Planning, Juni 2019, 3 (2): 105-116

Berdasarkan analisis gabungan SLQ dan Competitive Shift (CS) menunjukkan bahwa
DLQ pada Tabel 4, terdapat empat subsektor sektor dan subsektor ini secara umum bernilai
industri unggulan, tujuh subsektor industri positif yang artinya sektor dan subsektor
andalan, dua industri prospektif, dan tiga industri pengolahan di Provinsi Jambi masih
industri terbelakang. Subsektor industri memiliki daya saing jika dibandingkan dengan
unggulan dapat dikatakan memiliki keunggulan provinsi lain di Indonesia.
komparatif pada masa sekarang serta memiliki Berdasarkan hasil analisis LQ dan Shift
potensi untuk tetap unggul di masa depan. Hal Share-CS subsektor industri pengolahan di
tersebut dapat terlihat dari nilai SLQ dan DLQ Provinsi Jambi pada periode 2011–2015 seluruh
yang memiliki nilai lebih dari satu (SLQ>1 dan industri unggulan yang telah diklasifikasikan
DLQ>1). dalam matriks LQ juga memiliki keunggulan
Subsektor industri andalan di Provinsi kompetitif yang ditunjukkan oleh nilai CS yang
Jambi terdiri dari tujuh subsektor. Disebut bertanda positif. Dapat dikatakan bahwa
sebagai subsektor andalan dikarenakan industri yang memiliki nilai LQ dan CS
subsektor industri tersebut bukan merupakan bertanda positif unggul secara komparatif
subsektor industri unggulan disaat sekarang sekaligus secara kompetitif.. Industri yang
(SLQ<1) namun memiliki potensi untuk tergolong ke dalam industri yang unggul secara
menjadi industri unggulan di masa yang akan komparatif maupun kompetitif di Provinsi
datang (DLQ>1). Industri yang menjadi industri Jambi terdiri dari empat jenis yaitu: Industri
terbelakang berjumlah tiga subsektor industri. kayu/barang dari kayu; Industri kertas/barang
Industri terbelakang memiliki arti bahwa dari kertas; Industri karet/ barang dari karet;
industri tersebut tidak memiliki keunggulan dan Industri furnitur.
baik saat ini maupun prospeknya di masa depan Industri pengolahan lain yang pada
(Kurniawan, 2017). Hal ini ditunjukkan dengan matriks LQ diklasifikasikan sebagai industri
nilai SLQ dan DLQ yang memiliki nilai kurang andalan, juga dapat dikatakan industri yang
dari satu (SLQ<1 dan DLQ<1). memiliki nilai kompetitif jika nilai CS pada
Selain ketiga golongan industri tersebut subsektor tersebut bertanda positif. Sedangkan
ada golongan industri prospektif yaitu jenis industri yang memiliki nilai CS bertanda
industri yang meskipun saat ini memiliki negatif antara lain: Industri pengolahan
keunggulan (SLQ>1) namun industri jenis ini tembakau dan Industri kulit/barang dari kulit,
diperkirakan tidak akan menjadi industri dapat dikatakan sebagai industri andalan namun
unggulan di masa yang akan datang (DLQ<1). tidak kompetitif.
Industri prospektif tetap memiliki potensi Industri makanan dan minuman
untuk menjadi industri unggulan di masa yang merupakan industri prospektif karena memiliki
akan datang karena dengan melihat keunggulan nilai SLQ rata-rata lebih dari satu tetapi nilai
komparatif (SLQ) dalam satu tahun atau rata- DLQ kurang dari satu. Tetapi jika kita melihat
rata lima tahun, hanya saja laju pertumbuhan nilai CS yang bertanda negatif, industri ini tidak
selama periode awal dan periode akhir memiliki keunggulan kompetitif di masa yang
pengamatan menunjukkan pertumbuhan yang akan datang sehingga klasifikasi industri ini
cenderung atau relatif lambat. Oleh karena itu digolongkan sebagai industri prospektif yang
subsektor industri prospektif dan subsektor tidak kompetitif. Sedangkan industri
industri andalan dapat menjadi fokus pengolahan batubara dan pengilangan migas,
pemerintah daerah agar mampu bergeser meskipun hanya digolongkan sebagai industri
menjadi industri unggulan di masa yang akan prospektif, industri ini memiliki nilai CS
datang. bertanda positif sehingga dapat dikatakan
Hasil analisis Shift Share yang digunakan bahwa industri pengolahan batubara dan
dalam analisis adalah komponen Competitive pengilangan migas sebagai industri prospektif
Shift (CS). Hasil analisis komponen yang memiliki daya kompetitif.

E.Wibisono, A. Amir & Zulfanetti 114


Journal of Regional and Rural Development Planning, Juni 2019, 3 (2): 105-116

Industri yang memiliki nilai SLQ<1 dan sehingga dapat diketahui subsektor industri
DLQ<1 disebut sebagai industri terbelakang. yang unggul secara komparatif dan
Ada tiga jenis industri ini antara lain: industri kompetitif di kabupaten/kota.
logam dasar; industri logam, komputer, dan
elektronik, dan industri alat angkutan. Ketiga
industri ini memiliki nilai CS bertanda negatif DAFTAR PUSTAKA
yang artinya bahwa industri ini tidak memiliki
daya kompetitif di masa yang akan datang. Ahmad, A. A. (2007). Analisis Sektor-sektor
Dapat disimpulkan bahwa tiga industri Ekonomi dengan Potensi Unggulan di
terbelakang ini selain tidak memiliki Kabupaten/kota Se-provinsi Jawa Tengah
keunggulan komparatif juga tidak memiliki Tahun 2000–2004. Jurnal Ekonomi &
keunggulan kompetitif. Studi Pembangunan, 8 (2), 142-153.
[BPS Provinsi Jambi]. (2016). Provinsi Jambi
KESIMPULAN DAN SARAN Dalam Angka. Jambi: BPS Provinsi
Jambi.
Kesimpulan Faisal, F. (2015). Analisis Pergeseran Sektor
Subsektor industri pengolahan Provinsi Perekonomian Kabupaten Aceh
Jambi yang dapat digolongkan sebagai Besar. Jurnal Ekonomi dan Kebijakan
subsektor industri pengolahan yang unggul baik Publik Indonesia, 2 (2), 83-92.
secara kompetitif maupun secara komparatif Gafur, G., Safri, M., & Hodijah, S. (2016).
adalah industri kayu/barang dari kayu, industri Analisis Sektor/Sub Sektor Unggulan di
kertas/barang dari kertas, industri karet/ barang Kabupaten Bungo. Jurnal Perspektif
dari karet, dan industri furnitur. Pembiayaan dan Pembangunan
Daerah, 3 (3), 175-194.
Saran Hajeri, H., Yurisinthae, E., & Dolorosa, E.
1. Hasil perhitungan DLQ dengan (2015). Analisis Penentuan Sektor
menggunakan data produksi subsektor Unggulan Perekonomian di Kabupaten
selama lima tahun pengamatan Kubu Raya. Jurnal Ekonomi Bisnis dan
menunjukkan ada sebelas subsektor yang Kewirausahaan, 4 (2), 253-269.
berpotensi memiliki keunggulan komparatif Haris, Z. (2012). Analisis Penentuan
di masa yang akan datang. Hal ini patut Sektor/Subsektor Unggulan dan
menjadi bahan pertimbangan bagi Kaitannya Dengan Perencanaan
pemerintah daerah untuk meningkatkan Pembangunan Ekonomi Kabupaten
pendapatan regional di daerahnya melalui Lampung Utara. Tidak Dipublikasikan.
subsektor industri pengolahan. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia:
2. Peningkatan pendapatan regional di Sektor Jakarta.
industri pengolahan dapat dilakukan dengan Imelia. (2011). Analisis Ekonomi Antar
cara lebih fokus dan mengoptimalkan Wilayah di Provinsi Jambi. Jurnal
subsektor yang memiliki keunggulan Paradigma Ekonomika, 1 (4), 62-72.
komparatif dan kompetitif. Dengan Irmawati, S. (2015). Strategi Peningkatan Daya
demikian Sektor industri pengolahan akan Saing Industri Unggulan Provinsi Jawa
semakin memberikan kontribusi yang besar Tengah Untuk Menghadapi Asean
pada pertumbuhan ekonomi sehingga Economic Community (Aec) 2015.
akhirnya proses industrialisasi lebih cepat Dissertation, Universitas Negeri
terwujud. Semarang.
3. Penelitian selanjutnya dapat melakukan
analisis potensi relatif perekonomian
wilayah pada masing-masing kabupaten/kota

115 Keunggulan Komparatif dan Kompetitif...


Journal of Regional and Rural Development Planning, Juni 2019, 3 (2): 105-116

Isventina, I., Nuryartono, N., & Hutagaol, M. P. Indraningsih, K. S. (2016, August).


(2018). Analisis Daya Saing Sektor Mewujudkan keunggulan komparatif
Industri Prioritas Indonesia dalam menjadi keunggulan kompetitif melalui
Menghadapi Pasar ASEAN. Jurnal pengembangan kemitraan usaha
Ekonomi dan Kebijakan Pembangunan, 4 hortikultura. In Forum Penelitian Agro
(1), 71-93. Ekonomi, 24 (1), 61-76.
Kurniawan, M. S., Sudarti, S., & Arifin, Z. Simatupang, P. (1991). The conception of
(2017). Analisis Potensi Struktur domestic resource cost and net economic
Ekonomi Unggulan dan Daya Saing Sub benefit for comparative advantage
Sektor Pertanian di Kota Batu Tahun analysis. Agribusiness Division Working
2011-2015. Jurnal Ilmu EKonomi JIE, 1 Paper, (2/91).
(4), 416-429. Sudaryanto, T., & Simatupang, P. (1993). Arah
Mardiantony, T., & Ciptomulyono, U. (2012). Pengembangan Agribisnis: Suatu Catatan
Penerapan analisis Input Output dan ANP Kerangka Analisis dalam Prosiding
dalam penentuan prioritas pengembangan Perspektif Pengembangan Agribisnis di
sub sektor industri di Jawa Timur. Jurnal Indonesia. Bogor (ID): Pusat Penelitian
Teknik ITS, 1 (1), A456-A459. Sosial Ekonomi Pertanian, Depertemen
Nopirin. (2010). Ekonomi Moneter. Buku I. Pertanian.
Edisi ke-4. Cetakan Kesepuluh. BPFE. Tarigan, R. (2007). Ekonomi Regional, Teori
Yogyakarta. dan Aplikasi. PT. Bumi Aksara, Jakarta.
Oktavia, Z., Darwanto, D. H., & Hartono, S.
(2016). Sektor Pertanian Unggulan di
Sumatera Selatan. AGRARIS: Journal of
Agribusiness and Rural Development
Research, 1 (2), 61-69.
Syaiful, S., Syaparuddin, S., & Artis, D. (2014).
Analisis Sektor Basis dalam
Hubungannya dengan Penyerapan
Tenaga Kerja di Kabupaten Batang
Hari. Jurnal Perspektif Pembiayaan dan
Pembangunan Daerah, 2 (1), 39-50.
Ponto, M., Kalangi, J. B., & Luntungan, A. Y.
(2015). Analisis Penentuan Sektor
Unggulan Perekonomian Terhadap
Penyerapan Tenaga Kerja di Kota
Jayapura. Jurnal Berkala Ilmiah
Efisiensi, 15 (02), 1-20.
Puspita, C. W., Rachmawati, F., & Sumarsono,
H. (2017). Strategi Peningkatan Daya
Saing Daerah Wilayah Pengembangan
Satu Kabupaten Malang. Jurnal
Pendidikan: Teori, Penelitian, dan
Pengembangan, 2 (3), 392-399.
Sapriadi & Hasbiullah. (2015). Analisis
Penentuan Sektor Unggulan
Perekonomian Kabupaten Bulukumba.
Iqtisaduna, 1 (1), 71-86.

E.Wibisono, A. Amir & Zulfanetti 116

You might also like