You are on page 1of 24

1

ANALISIS DAYA SAING DAERAH DI INDONESIA


Ridwana
Basri Hasanuddinb
Muhammad Amrib
Madrisb
rdw21566@gmail.com
a
Fakultas Ekonomi Universitas Janabadra, Yogyakarta
b
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin, Makassar

Abstract
This study aims to illustrate the map of provincial competitiveness in Indonesia, further to determine
the influence of determinants of provincial competitiveness in Indonesia. The standardized score method is used
to measure the competitiveness of 33 provinces in Indonesia. Furthermore, multiple regression analysis is used
to determine the driving factors affecting regional competitiveness. The study findings show that health and
education aspects which reflect the quality of human resources have a significant effect on regional
competitiveness. Similarly, infrastructure and investment have a positive and significant impact on the high
competitiveness of provinces in Indonesia. While the institutional factor that is represented by the democratic
condition in Indonesia does not contribute to regional competitiveness. Overall, the score of provincial
competitiveness in Indonesia indicates that provinces with high competitiveness are dominated by provinces
with economic base that are sourced from natural resource wealth and/or areas that have economic activities
based on industry and service sectors. While provinces with low real competitive position are generally regions
with economic base that rely on primary sector (especially agriculture).

Keywords: regional competitiveness, standardized score, resources based,, manufacturing industry, knowledge
based economy

PENDAHULUAN

Gagasan daya saing daerah menjadi Huggins et al., 2014; Lengyel et al., 2013;

wilayah perdebatan konseptual selama Annoniet al., 2017).

beberapa tahun terakhir ini. Beberapa Sementara itu, menganalogikan

pakar beralasan bahwa konsep daya saing antara perusahaan dan negara telah banyak

lebih tepat digunakan untuk perusahaan dikritik karena negara tidak bisa keluar

dan bukan “daerah atau negara.” Namun, dari bisnis dan karena persaingan antar-

belakangan ini beberapa penelitian negara dapat memberikan keuntungan bagi

berbasis ilmiah dan praktis telah keduanya, sebaliknya persaingan antar-

berkembang dengan tujuan menemukan perusahaan di sektor yang sama lebih

landasan konseptual dan bukti empiris mungkin untuk menjadi zero-sum game

guna mengukur dan menemukenali faktor (Krugman, 1996).Lebih jauh, Bristow

pendorong daya saing daerah(seperti: (2005) menyatakan bahwa zero-sum

1
2

konpseptualisasi daya saing daerah sering ruang geografis, tergantung pada faktor

memunculkan premis bahwa daya saing penggerak pertumbuhan (Audretsch dan

akan memunculkan anggapan adanya Keilbach, 2004).

pemenang dan pihak yang kalah. Selanjutnya, terkait dengan posisi

Sementara Kitson et al. (2004) menyebut daya saing Indonesia, World Economic

konsep daya saing tidak lebih sebuah Forum(WEF, 2016) pada publikasi Global

konsep yang ‘misterius’. Competitiveness Report 2016-2017

Setelah studi awal Porter (1990) yang melaporkan bahwa daya saing Indonesia

menghubungkan daya saing nasional kembali melemah. Posisi daya saing

dengan produktivitas, perhatian telah Indonesia berada pada peringkat ke-41 dari

beralih ke daya saing di tingkat regional 138 negara yang disurvei. WEF mencatat

(daerah). Dari perspektif ini, kontribusi posisi Indonesia turun empat tingkat

terbesar Porter adalah pandangannya dibandingkan hasil pemeringkatan tahun

terhadap daya saing di tingkat mikro sebelumnya dan posisi ini terus mengalami

(perusahaan) yang dapat diterapkan pada penurunan sejak 2014. Dibandingkan

satuan wilayah, baik itu kabupaten/kota, dengan negara-negara Asia lainnya, daya

provinsi ataupun negara.Menurut Porter, saing Indonesia berada di bawah

keunggulan kompetitif perusahaan dan Singapura (urutan ke-2), Jepang (ke-8),

daya tarik lingkungan regional untuk Hong Kong (ke-9), Malaysia (ke-25),

bisnis, serta kapasitas dan tingkat di mana Korea Selatan (ke-26) dan Thailand (ke-

sumber daya manusia (SDM) 34).

dimanfaatkan merupakan faktor penting Bila dicermati lebih lanjut,

pembentuk daya saing daerah. Oleh karena merosotnya peringkat daya saing

itu, tingkat daya saing dapat bervariasi di Indonesia dari tahun-tahun sebelumnya

antara masing-masing daerah dalam satu terutama terkait dengan mutu pelayanan

2
3

kesehatan dan pendidikan yang masih dengan kinerja terbaik masih didominasi

tergolong rendah, efisiensi pasar tenaga Provinsi di Pulau Jawa, lima dari enam

kerja rendah akibat kebijakan perburuhan, Provinsi berada di kelompok 10 teratas.

dan rendahnya pemanfaatan teknologi Sementara Provinsi di Kawasan Timur

informasi dan komunikasi. Sementara Indonesia menempati posisi 10 terbawah.

permasalahan mendasar yang mendapat Dari hasil studiACI tersebut dapat ditarik

sorotan dari WEF adalah korupsi, kesimpulan, antara lain:1) Provinsi-

inefisiensi birokrasi pemerintah dan provinsi di Jawa sangatlah kompetitif; 2)

keterbatasan infrastruktur. Oleh karena itu, Provinsi-provinsi di Kalimantan cukup

melemahnya daya saing Indonesia di kompetitif; 3) Provinsi-provinsi di

tingkat global harus diantisipasi secara Sumatera dan Sulawesi menunjukkan daya

sistematis dan kritis. Menurunnya daya saing yang berbeda; dan 4) Provinsi-

saing akan berdampak secara langsung provinsi di Bali, Nusa Tenggara, Maluku

maupun tidak langsung pada berbagai dan Papua cenderung kurang kompetitif.

aspek kehidupan masyarakat Indonesia, Penting untuk dicatat, terutama bagi

khususnya aspek ekonomi. Seperangkat pemangku kebijakan, bahwa dengan

sistemik kebangsaan harus dipersiapkan Indonesia sebagai negara kepulauan, jarak

dalam rangka meningkatkan daya saing. dan konektivitas menjadi sangat penting

Sementara itu, studi Asia dalam hal daya saing. Demikian juga,

Competitiveness Institute (ACI) tahun beberapa infrastruktur lunak, seperti

2014 atas daya saing Daerah yang meliputi teknologi informasi dan komunikasi, juga

33 Provinsi di Indonesia menunjukkan tak kalah penting.

bahwa daya saing 21 dari 33 Provinsi di Fakta tersebut di atas menunjukkan

Indonesia berada di bawah rata-rata betapa pentingnya kemampuan Daerah

nasional(Tan et al., 2016).Provinsi dalam meningkatkan daya saingnya.

3
4

Kemampuan Daerah untuk meningkatkan saing di tingkat perusahaan. Selanjutnya

daya saingnya akan sangat tergantung konsep tersebut dikembangkan untuk

pada kemampuan Daerah dalam tingkat negara sebagai daya saing global,

menemukenali dan menentukan faktor- khususnya melalui lembaga WEF yang

faktor pendorong daya saing dan juga menerbitkan laporan Global Competitive-

kemampuan Daerah dalam menetapkan ness Report. Indeks daya saing global ini

kebijakan ekonomi yang difokuskan untuk telah menjadi ukuran dan referensi dari

dapat mendorong transformasi dan kinerja ekonomi dan iklim investasi suatu

akselerasi pertumbuhan ekonomi regional. negara.

Lebih lanjut, transformasi dan akselerasi Selanjutnya, ada tiga isu utama yang

pembangunan haruslah bertumpu pada muncul terkait dengan konsep daya saing

peningkatan kapasitas SDM, peningkatan daerah.Pertama,bagaimana mendefinisi-

produktivitas, penguatan kapasitas IPTEK, kan daya saing daerah dan faktor-faktor

penyediaan infrastruktur yang terpadu dan yang memengaruhinya;Kedua, apa

merata, serta penyelenggaraan tata kelola indikator yang harus digunakan untuk

pemerintahan yang baik dengan tujuan mengukurnya; Ketiga, bagaimana daya

akhir meningkatkan daya saing daerah saing daerah diperbaiki atau ditingkatkan.

yang pada gilirannya daya saing nasional Ketiga pertanyaan tersebut biasanya

(bangsa) juga turut meningkat. menjadi perdebatan yang tak berujung

karena perbedaan latar belakang kepakaran


TINJAUAN PUSTAKA
masing-masing pihak, yakni ahli ekonomi
Konsep daya saing daerah
berkonsentrasi pada isu yang pertama,
berkembang dari konsep daya saing yang
peneliti ekonomi regional fokus pada
digunakan untuk perusahaan dan negara.
pertanyaan yang kedua, sementara para
Pemikiran Porter (1990) banyak mewarnai
ahli kebijakan Daerah dan pengambil
pengembangan dan aplikasi konsep daya

4
5

keputusan cenderung fokus pada isu yang kreatif. Pandangan Kitson sejalan dengan

ketiga. hasil studi Lengyel (2013) atas 93 Provinsi

Porter (2007) menyarankan dinegara Eropa Tengah yang menunjukkan

menggunakan indikator pendapatan per modal manusia, modal sosial-

kapita didekomposisi menjadi dua faktor kelembagaandan infrastruktur merupakan

yaitu produktivitas tenaga kerja dan faktor yang berpengaruh positif terhadap

tingkat kesempatan kerja sebagai ukuran daya saing daerah. Dalam studi ini

daya saing. Pendapat yang hampir sama dayasaing diproksi dengan PDRB per

dikemukakan oleh Krugman (1994) bahwa kapita, produktivitas tenaga kerja, dan

daya saing merupakan cara lain untuk tingkat kesempatan kerja.

mengatakan produktivitas: “Productivity Berbeda dengan konsep daya saing

isn’t everything, but in the long run it is sebelumya, Bristow (2005) mengemu-

almost everything. A country’s ability to kakan dari sudut pandang ekonomi makro,

improve its standard of living over time dengan tetap mempertimbangkan aspek

depends almost entirely on its ability to ekonomi mikro (tingkat perusahaan) dan

raise its output per worker.” output suatu Daerah (kemakmuran).

Sementara Kitson et al (2004) Pandangan ini menegaskan bahwa daya

menggunakan tiga indikator untuk saing daerah dan kemakmuran regional

mengukur daya saingdaerah yaitu sebenarnya adalah pengertian yang saling

produktivitas Daerah, tingkat kesempatan tergantung. Menurut Bristow, suatu

kerja; dan standar hidup. Menurut Kitson, Daerah adalah kompetitif ketika Daerah

dasar dari keunggulan kompetitif adalah tersebut memiliki kondisi dapat

modal produktif, modal manusia, modal meningkatkan standar hidup masyarakat-

sosial-kelembagaan, modal budaya, modal nya, atau memiliki kemampuan

infrastruktur, dan pengetahuan/modal mempertahankan hasil (outcome) yang

5
6

telah dicapai. kesejahteraan masyarakat yang

Dengan demikian, antara level berkelanjutan (Bristow, 2005).

makro dan mikro dapat ditemukan konsep Lebih jauh, Delgado et al. (2012)

daya saing daerah dimana sebuah wilayah mendefinisikan daya saing sebagai tingkat

dalam konteks negara bukan merupakan output yang diharapkan per penduduk usia

agregasi perusahaan (Gardiner et al. 2004). kerja dengan didukung oleh keseluruhan

Selanjutnya, Meyer-Stamer (2008) potensi sumber daya yang dimiliki suatu

menyatakan bahwa secara sistemik daya bangsa. Menurut Delgado, faktor-faktor

saing suatu Daerah adalah kemampuan yang menjadi pendorong daya saing

sebuah Daerah untuk menghasilkan adalah: infrastruktur sosial (kesehatan dan

pendapatan yang tinggi dan meningkatkan pendidikan) dan institusi politik (kualitas

mata pencaharian masyarakat yang tinggal institusi politik dan aturan hukum);

di Daerah tersebut. Berbeda dengan kebijakan moneter dan fiskal; dan

definisi-defiinisi sebelumnya yang fokus lingkungan ekonomi mikro. Selain itu,

pada konsep produktivitas, pandangan daya tarik investasi juga memengaruhi

Meyer didasarkan sepenuhnya pada daya saing suatu negara.

manfaat yang diperoleh oleh masyarakat Sementara itu, dalam Peraturan

yang tinggal di suatu Daerah. Hal ini Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia

mengindikasikan bahwa adanya hubungan Nomor No. 54 Tahun 2010 disebutkan

yang erat antara daya saing dan bahwa Daya Saing Daerah adalah

kesejahteraan. Hal tersebut berarti bahwa kemampuan perekonomian daerah dalam

Daerah yang kompetitif tidak hanya terkait mencapai pertumbuhan tingkat

dengan output yang dihasilkan seperti kesejahteraan yang tinggi dan

halnya produktivitas, melainkan berkelanjutan, dengan tetap terbuka pada

berhubungan juga dengan tingkat persaingan dengan Provinsi lainnya,

6
7

domestik, atau Internasional. Adapun peranan penting dalam pembangunan

indikator Daya Saing Daerah terdiri dari ekonomi di era ekonomi global saat ini.

kemampuan ekonomi daerah, fasilitas Fokus pada daerah mencerminkan

wilayah atau infrastruktur, iklim konsensus yang berkembang bahwa daerah

berinvestasi, dan sumber daya manusia. adalah unit spasial utama yang bersaing

Dengan demikian, secara implisit untuk menarik investasi, dan pada tingkat

dapat dianggap bahwa Daya Saing Daerah daerah pula pengetahuan disebarkan dan

haruslah berasal dari kegiatan “bottom-up” ditransfer, sehingga terbentuk aglomerasi

dengan berfokus pada peningkatan sistem perusahaan-perusahaan sektor industri

lokal. Perspektif ini menyerupai maupun jasa di daerah tersebut.

pandangan teori pembangunan endogen, Bila dicermati,beberapa pandangan

dimana tempat atau wilayah bertindak terkait isu Daya Saing Daerah, terlihat

sebagai suatu bentuk organisasi yang bahwa pada dasarnya Daya Saing Daerah

mengkoordinir dan menfasilitasi dihasilkan oleh interaksi yang kompleks

keunggulan kompetitif atau daya saing antara faktor input, output, dan outcome

yang berkelanjutan (Courlet dan Soulage, yang ada di masing-masing daerah (Kitson

1995; Garofoli, 2002; Lawson & Lorenz, et al., 2004, Bristow, 2005, Delgado et al.,

1999; Maillat, 1998). Camagni (2002) 2012, Hugginset al., 2013, Lengyel, 2013,

lebih lanjut mengemukakan bahwa konsep Dijkstra et al., 2011. Oleh karena itu,

Daya Saing Daerah dapat diterima secara keberhasilan suatu daerah dibandingkan

teoritis, karena peran wilayah (daerah) daerah-daerah lainnya akan sangat

dalam menyediakan lingkungan yang ditentukan oleh bagaimana keterkaitan

kompetitif untuk perusahaan dan proses antara ketiga hal tersebut. Di samping itu,

akumulasi pengetahuan.Oleh karena itu, daya saing daerah terkait juga dengan

daerah semakin dianggap memiliki faktor-faktor non-ekonomi, seperti

7
8

parameter kondisi politik, sosial dan penduduk yang berada di dalam

budaya masyarakat. Konsep daya saing perekonomian tersebut. Sebaliknya,

yang merupakan interaksi dari komponen walaupun belum ada konsensus yang

input, output, dan outcome, misalnya telah secara tegas mendefinisikan daya saing,

digunakan oleh Huggins dalam namun hampir semua pakar memiliki

menghitung Indeks Daya Saing Daerah di kesamaan pandangan mengenai apa saja

Inggris (Huggins, 2003). yang harus dilakukan dalam rangka

Dari konsep dan definisi mengenai meningkatkan daya saing. Oleh karena itu,

Daya Saing Daerah di atas, terdapat masih terdapat banyak kemungkinan bagi

kesamaan esensi yang cukup jelas antara para pakar dan peneliti untuk

Daya Saing Daerah dan Daya Saing mengeksplorasi hal-hal apa saja yang

Nasional. Kesamaan pandangan tersebut menjadi faktor penentu daya saing suatu

adalah bahwa tujuan akhir dari upaya Negara atau Daerah.

untuk meningkatkan daya saing dari suatu


METODOLOGI
perekonomian adalah untuk meningkatkan
Keseluruhan data yang digunakan
tingkat kesejahteraan (welfare/standard of
dalam penelitian ini merupakan data
living) dari masyarakat yang berada di
sekunder dengan mengambil kondisi sosial
dalam perekonomian tersebut.
ekonomi Daerah dari 33 Provinsi di
Berdasarkan uraian di atas, dapat
Indonesia selama kurun waktu 2010
ditarik kesimpulan bahwa terdapat
hingga 2016, yaitu tahun terakhir dengan
kesamaan esensi yang cukup jelas bahwa
kelengkapan dan ketersediaan data yang
tujuan akhir dari upaya untuk
ada. Sumber utama data sekunder
meningkatkan daya saing dari suatu
penelitian ini berasal dari Badan Pusat
perekonomian adalah untuk meningkatkan
Statistik.
kesejahteraan (welfare/standard of living)
1. Pengukuran Daya Saing Provinsi

8
9

Hasil utama dari analisis daya saing keempat variabel output tersebut

Provinsi di Indonesia adalah peringkat ditransformasikan sedemikian rupa

daya saing antar Provinsi dan analisis sehingga menjadi “comparable”.

faktor-faktor yang mempengaruhi daya Dalam penelitian ini digunakan

saing Provinsi di Indonesia. Terdapat dua metode standardized score yang

formula utama yang diperlukan untuk merupakan perbandingan relatif untuk

membuat peringkat serta analisis faktor melihat seberapa bagus kinerja suatu

yang mempengaruhi daya saing tersebut, Provinsi tertentu dibandingkan dengan

yaitu indikator-indikator yang mampu rata-rata Provinsi secara keseluruhan. Oleh

menunjukkan dan mengindikasikan tingkat karena itu, unit pengukuran sudah tidak

kompetitif Daya Saing Daerah serta relevan lagi. Standardized score tidak

skoring yang dapat mentransformasikan memiliki satuan pengukuran karena hanya

variabel-variabel atau indikator-indikator mengukur kinerja relatif diantara Provinsi-

daya saing menjadi pemeringkatan Daya Provinsi, apapun indikatornya. Secara

Saing Daerah. Penentuan dan penyeleksian statistik, ini mengukur berapa besar

variabel-variabel daya saing dilakukan standard deviations dari setiap Provinsi

melalui penelusuran literatur dan hasil dari rata-rata seluruh Provinsi. Dengan

temuan penelitian sebelumnya. demikian, standardisasi data bertujuan

Untuk melakukan skoring untuk menyamakan unit pengukuran dari

dipergunakan empat indikator yang setiap variabel, sehingga meskipun pada

merupakan variabel outputDaya Saing mulanya variabel-variabel mempunyai unit

Daerah, yaitu produktivitas tenagakerja, pengukuran yang berbeda, transformasi

PDRB per kapita, tingkat kesempatan kerja yang dilakukan menjadikan seluruh

dan rata-rata pengeluaran konsumsi per variabel menjadi comparable. Jika sebuah

kapita. Selanjutnya, keseluruhan data Provinsi memiliki standardized score nol,

9
10

berarti indikator daya saing Provinsi membandingkan capaian daya saing

tersebut berada pada rata-rata dari masing-masing daerah Provinsi di

keseluruhan provinsi. Adapun jika Indonesia, di samping itu skor daya saing

memiliki skor negatif berarti Provinsi ini juga dipergunakan sebagai variabel

tersebut berada di bawah rata-rata. dependen dalam model empirik penelitian

Sebaliknya, jika memiliki nilai positif, ini.

berarti kinerja daya saing Provinsi tersebut


2. Model Empirik
berada di atas rata-rata nasional. Semakin
Model yang digunakan untuk
jauh skornya dari nol, maka semakin jauh
menganalisis faktor-faktor yang
kinerja daya saing Provinsi dari rata-rata
memengaruhi daya saing Daerah di
nasional. Jika sebuah Provinsi memiliki
Indonesia adalah Analisis Ekonometrika.
skor positif tinggi, artinya Provinsi ini
Faktor kesehatan, pendidikan,
tampil di atas rata-rata nasional.
infrastruktur, kelembagaan dan investasi
Selanjutnya, menghitung jumlah
dalam penelitian ini merupakan variabel
keseluruhan nilai skor daya saing Provinsi
input terhadap daya saing daerah.
dari empat indikator untuk menentukan
Sehingga model ekonometrika yang
peringkat daya saing 33 Provinsi di
digunakan adalah regresi berganda dalam
Indonesia. Adapun formula yang
bentuk persamaan sebagai berikut:
digunakan adalah:
RCit = α0 + α1HEALTHit + α2EDUit +
Skor Daya Saing Provinsi = 25%(SVIij ) α3lnINFRAit + α4INST + α5lnINVESTit
+ 25%(SVIij) + 25% (SVIij) + 25%(SVIij) + eit

dimana: dimana :
RCit : Skor daya saing provinsi i tahun
SVIij adalah standardizedvalue indikator j ke-t diukur dengan standardized
untuk provinsi i. score berdasarkan indikator
produktivitas tenaga kerja, PDRB
Hasil perhitungan keseluruhan skor per kapita, tingkat kesempatan
kerja dan pengeluaran konsumsi
daya saing Provinsi digunakan untuk per kapita.

10
11

HEALTHit : Mutu SDM bidang pendukung yang dimilikinya serta


kesehatanprovinsi i tahun
ke-tdiproksi dengan Angka seberapa jauh Provinsi tersebut dapat
Harapan Hidup yaitu
perkiraan lama hidup rata- merealisasikan potensi dari faktor-faktor
rata penduduk diukur dalam
tahun. yang dimilikinya tersebut.
EDUit : Persentase jumlah tenaga
kerja yang telah 1. Peringkat Daya Saing Provinsi di
menamatkan pendidikan
formal SMA/SMK hingga Indonesia
Pendidikan Tinggi provinsi i
tahun ke-t, diukur dalam Potret daya saing provinsi di
persen.
INFRAit : Ketersediaan infrastruktur Indonesia secara keseluruhan merupakan
provinsi i tahun ke-tdiproksi
dengan ketersediaan energi representasi dari kinerja indikator-
listrik di masing-masing
provinsi yang diukur dengan indikator pembentuknya, semakin baik
rata–rata konsumsi listrik per
kapita, dinyatakan dalam kinerja indikator-indikator tersebut, maka
kWh.
INSTit : Kelembagaan yang meng- semakin tinggi pula daya saing suatu
gambarkan kondisi demo-
krasi provinsi i tahun ke-t Provinsi, sebaliknya apabila kinerja
didekati dengan Indeks
Demokrasi Indonesia (IDI) indikator-indikator tersebut rendah, maka
diukur dengan skala 0-100.
INVESTit : Jumlah realisasi investasi semakin rendah pula Daya Saing Provinsi
provinsi i tahun ke-tbaik yang
berasal dari Penanaman tersebut. Seperti yang telah dijelaskan
Modal Dalam Negeri
(PMDN) maupun Penanaman sebelumnya, indikator pembentuk Daya
Modal Asing/PMA, diukur
dalam rupiah. Saing Daerah dalam penelitian ini adalah

indikator outputyang terdiri dari


HASIL DAN PEMBAHASAN
produktivitas tenaga kerja, PDRB per
Hasil perhitungan skor daya saing
kapita, tingkat kesempatan kerja, dan rata-
akan memberikan potret profil Daya Saing
rata pengeluaran konsumsi per kapita.
Provinsi di Indonesia secara keseluruhan.
Selanjutnya, peringkat Daya Saing
Hasil ini menunjukkan posisi relatif suatu
Provinsi di Indonesia secara keseluruhan
Provinsi terhadap Provinsi lain dengan
tahun 2010 hingga 2016 ditunjukkan oleh
memperhatikan semua faktor-faktor

11
12

Tabel 1. Berdasarkan hasil perhitungan kemajuan pembangunan Negara

skor Daya Saing Daerah secara Indonesia.

keseluruhan, Provinsi yang menempati Tabel 1.Peringkat Daya Saing Provinsi di


Indonesia, 2010-2016
2010 2012 2014 2016
sepuluh peringkat teratas didominasi oleh Provinsi Pering-
Skor
Pering-
Skor
Pering-
Skor
Pering-
Skor
kat kat kat kat
Aceh 27 -0,3775 33 -0,6972 32 -0,7854 33 -0,7619
Sumatera Barat 22 -0,2385 23 -0,2817 24 -0,2835 27 -0,2661
Provinsi yang memiliki basis ekonomi Sumatera Barat 20 -0,1804 20 -0,2823 22 -0,2754 18 -0,1465
Riau 5 0,7883 4 1,3009 6 0,9527 8 0,5769
Jambi 12 -0,0122 9 0,1676 16 -0,0615 10 0,0553
Sumatera Selatan 21 -0,2323 19 -0,1993 18 -0,1133 19 -0,1399
yang bersumber pada kekayaan sumber Bengkulu 14 -0,1733 15 -0,2046 14 -0,1521 13 -0,1406
Lampung 24 -0,3370 24 -0,3808 23 -0,3295 26 -0,3420
Bangka Belitung 7 0,3035 6 0,3823 8 0,2559 4 0,4967
Kepulauan Riau 3 0,9361 2 1,1335 3 1,0574 3 0,9619
daya alam dan/atau yang memiliki DKI Jakarta 1 1,9839 1 1,9494 1 2,3461 1 2,8377
Jawa Barat 31 -0,5890 32 -0,6150 31 -0,5520 32 -0,6386
Jawa Tengah 28 -0,4410 28 -0,4822 28 -0,4681 28 -0,4064
D I Yogyakarta 11 -0,1088 11 -0,0581 11 -0,0652 6 0,1076
aktivitas ekonomi berbasiskan sektor Jawa Timur 15 -0,0884 18 -0,1740 17 -0,0977 14 -0,0456
Banten 32 -0,5547 30 -0,5451 29 -0,4177 29 -0,3939
Bali 4 0,3578 5 0,4889 4 0,5702 5 0,4308
NTB 24 -0,3583 29 -0,5634 30 -0,5881 25 -0,4182
industri dan sektor jasa. NTT 26 -0,4496 25 -0,4843 26 -0,4901 30 -0,6047
Kalimantan Barat 13 -0,1314 13 -0,0876 12 -0,0882 20 -0,2282
Kalimantan
9 8 7 11
Tengah 0,1107 0,1927 0,2435 0,0128
Daerah-daerah ini rata-rata termasuk Kalimantan
8 12 9 16
Selatan 0,1022 -0,0270 0,0980 -0,1624
Kalimantan Timur 2 1,9230 3 1,6945 2 1,5393 2 1,0644
ke dalam daerah “resources based atau Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
30
16
-0,4595
-0,1526
27
14
-0,4104
-0,1285
27
13
-0,3860
-0,0791
24
12
-0,2666
-0,0416
Sulawesi Selatan 29 -0,4479 26 -0,3515 21 -0,2355 21 -0,1374
Sulawesi
18 16 19 9
Tenggara -0,1637 -0,1733 -0,2533 -0,0341
manufacturing industry”. Hal ini Gorontalo 23 -0,3551 21 -0,3458 20 -0,3145 17 -0,2022
Sulawesi Barat 17 -0,2026 17 -0,2531 15 -0,2010 23 -0,3679
Maluku 33 -0,9219 31 -0,6761 33 -0,9789 31 -0,7264
Maluku Utara 19 -0,2345 22 -0,3644 25 -0,3941 22 -0,3460
menandakan bahwa suatu Provinsi di Papua Barat 10 0,3425 7 0,3893 5 0,4832 15 0,0595
Papua 6 0,3623 10 0,0869 10 0,0640 7 0,2133

Sumber: Hasil hitung penulis, 2017


Indonesia akan memiliki daya saing yang
Sebagai representasi dari
tinggi, apabila didukung oleh keunggulan
keberhasilan pembangunan bangsa,
dari sisi kekayaan sumber daya alam atau
pencapaian hasil pembangunan di DKI
aktivitas ekonomi berbasis industri atau
Jakarta menjadi referensi bagi
jasa relatif dibandingkan dengan Provinsi
pembangunan di daerah lain. Tingginya
lainnya.
daya saing DKI Jakarta ini didorong oleh
Sebagaimana ditunjukkan oleh Tabel
kinerja Indikator Perekonomian Daerah
1, Provinsi DKI Jakarta merupakan
yang relatif baik dibandingkan dengan
Provinsi dengan peringkat daya saing
daerah Provinsi lainnya. Faktor utama
tertinggi selama kurun waktu 2010 hingga
pembentuk Daya Saing Daerah Provinsi
2016. Sebagai ibu kota negara, Provinsi
DKI Jakarta adalah produktivitas tenaga
DKI Jakarta seringkali menjadi cermin
kerja, PDRB per kapita dan pengeluaran

12
13

konsumsi per kapita merupakan tertinggi 5. Faktor utama pembentuk Daya Saing

di Indonesia, sehingga menempatkan Daerah ketiga Provinsi ini didominasi oleh

Provinsi DKI Jakarta sebagai daerah yang indikator produktivitas tenaga kerja,

memiliki posisi Daya Saing tertinggi. PDRB per kapita dan pengeluaran

Berikutnya, untuk wilayah konsumsi per kapita penduduk.

Kalimantan,Provinsi yang termasuk Sedangkan Provinsi-Provinsi di

sepuluh besar adalah Kalimantan Timur, wilayah timur Indonesia memiliki posisi

yang menduduki peringkat ke-2, disusul daya saing yang beragam selama kurun

Kalimantan Tengah dan Kalimantan waktu 2010 hingga 2016. Provinsi Bali,

Selatan pada peringkat ke-9 dan ke-10. Papua Barat dan Papua merupakan

Faktor utama pembentuk Daya Saing Daerah-Daerah yang tingkat daya saingnya

Daerah di tiga Provinsi ini yaitu berada pada posisi sepuluh besar teratas

produktivitas tenaga kerja, PDRB per selama periode penelitian. Pada tahun

kapita dan pengeluaran konsumsi per 2016 Provinsi Bali berada pada peringkat

kapita. ke-6, disusul Papua dan Papua Barat pada

Sementara dari wilayah Sumatera, posisi ke-7 dan ke-9. Sebagai Provinsi

Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Riau tujuan utama wisatawan dunia,

dan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung perekonomian Bali lebih banyak didukung

merupakan Provinsi yang berada pada oleh industri jasa pariwisata, sementara

posisi sepuluh teratas Daya Saing Daerah Provinsi Papua Barat dan Papua

di Indonesia. Provinsi Kepulauan Riau perekonomiannya ditopang oleh sumber

sepanjang tahun 2010 hingga 2016 berada daya alam yang dimiliki berupa

pada peringkat ke-3, disusul Provinsi Riau pertambangan.

pada posisi ke-4, dan Provinsi Kepulauan Sementara itu, posisi Daya Saing di

Bangka-Belitung diperingkat ke-4 dan ke- wilayah Pulau Sulawesi menempati posisi

13
14

daya saing daerah yang beragam. Provinsi Selanjutnya, Provinsi-Provinsi lain

Sulawesi Selatan sebagaiProvinsi terbesar yang berada pada sepuluh besar terendah

di Sulawesi menempati peringkat ke-19 pada pemetaan Daya Saing Daerah selama

pada tahun 2016 turun satu tingkat studi ini ditempati oleh Nusa Tenggara

dibandingkan pada tahun sebelumnya. Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku,

Sedang Provinsi-Provinsi lainnya Maluku Utara, Lampung, Aceh, Jawa

menduduki peringkat ke-12 dan ke-13 Tengah, Banten dan Jawa Barat. Faktor

masing-masing untuk Provinsi Sulawesi utama rendahnya Daya Saing Daerah-

Tenggara dan Sulawesi Tengah. Sementara daerah tersebut terdapat pada indikator

itu, tiga Provinsi yaitu Sulawesi Utara, produktivitas tenaga kerja, pendapatan per

Sulawesi Barat dan Gorontalo menempati kapita, dan tingkat kesempatan kerja.

peringkat sepuluh besar terendah. Sulawesi Berdasarkan pemetaan peringkat

Barat yang pada tahun 2015 berada pada Daya Saing Daerah Provinsi di Indonesia

peringkat ke-17 turun delapan tingkat pada dalam kurun waktu 2010 hingga 2016

tahun 2016 yaitu pada peringkat ke-25. menunjukkan bahwa Daerah-Daerah yang

Sementara Provinsi Sulawesi Utara yang menempati posisi sepuluh besar teratas

pada tahun 2015 berada di peringkat ke-31 didominasi oleh daerah-daerah yang kaya

dari 33 Provinsi, pada tahun 2016 akan sumber daya alam, sepertiProvinsi:

meningkat ke peringkat ke-23 di tahun Kalimantan Timur, Kepulauan Riau, Riau,

2016. Demikian juga Provinsi Gorontalo Kepulauan Bangka Belitung, Papua dan

mengalami peningkatan Daya Saing Papua Barat, sementara Daerah lainnya

Daerah, yakni pada tahun 2016 di posisi yang termasuk sepuluh besar peringkat

ke-20 dari posisi ke-25 pada tahun Daya Saing Daerah Provinsi di Indonesia

sebelumnya. dengan basis ekonomi pada sektor industri

14
15

dan jasa, adalah: Provinsi DKI Jakarta, kelembagaantidak berpengaruh signifikan

Bali dan D.I. Yogyakarta. terhadap daya saing daerah di Indonesia.

Model dari persamaan pengaruh


2. Hasil Estimasi
faktor pendorong daya saing daerah
Estimasi pengaruh faktor
mempunyai nilai Adjusted R-squared
pendorong daya saing provinsi pada Tabel
(koefisien determinan) sebesar 0,60
2 menunjukkan bahwa variabel bebas:
yang berarti model mampu menjelaskan
HEALTH, EDU, INFRA dan INVEST
variasi perubahan skor daya saing sebesar
berpengaruh positif dan signifikan secara
60 persen. Sedangkan pada masing-
statistik, kecuali variabel INST.
masing variabel bebas yang signifikan
Tabel 2. Hasil Estimasi Pengaruh Faktor
Pendorong Daya Saing Provinsi di Indonesia, dapat diinterpretasikan sebagai berikut:
2010 – 2016
Dependent Variable: Skor Daya Saing
Independent Provinsi (RC)
Variabel kesehatan dengan tingkat
Variable
Coefficients t-statistic Probability
(Constant) -7,019 -6,868 ,000 elastisitas 0,05 artinya setiap kenaikan 1
HEALTH ,050* 2,973 ,000
EDU ,022* 6,146 ,000 satuan Angka Harapan Hidup akan
INFRA ,181** 2,936 ,004
INST ,008 1,396 ,164
INVEST ,082* 3,605 ,000 meningkatkan Skor Daya Saing Daerah
*) signifikan pada α = 1% , **) signifikan pada α
= 5%,R2 = ,599 sebesar 0,05 persen, ceteris paribus.
Hasil estimasi dari variabel-variabel
Selanjutnya, variabel pendidikan dengan
bebas tersebut adalah sebagai berikut:
nilai elastisitas 0,02 artinya setiap
infrastruktur mempunyai nilai elastisitas
kenaikan 1 persen jumlah pekerja terdidik
yang terbesar yaitu sebesar 0,181
akan meningkatkan Skor Daya Saing
berikutnya investasi sebesar 0,082.
Provinsi sebesar 0,02 persen, ceteris
Sementara nilai elastisitas mutu sumber
paribus. Sementara variabelinfrastruktur
daya manusia yang terdiri dari kesehatan
dengan tingkat elastisitas 0,18artinya
dan pendidikan masing-masing sebesar
setiap kenaikan konsumsi listrik per
0.050 dan 0,022.Sedangkan faktor
kapita sebesar 1 persen akan

15
16

meningkatkan Skor Daya Saing Provinsi sebuah negara atau daerah yang

sebesar 0,18 persen, ceteris paribus. penduduknya memiliki tingkat kesehatan

Berikutnya, variabel investasi dengan yang baik akan berdampak pada lingkungan

tingkat elastisitas sebesar 0,08 artinya kerja, produktivitas yang lebih tinggi, dan

setiap kenaikan investasi sebesar 1 persen biaya kesehatan dan sosial yang lebih

akan meningkatkan Skor Daya Saing rendah. Kemudian, Bloom dan Canning

Provinsi sebesar 0,08 persen, ceteris (2008) mengingatkan bahwa tingkat

paribus.Terakhir, faktor kelembagaan kesehatan penduduk yang tinggi dapat

yang direpresentasikan dengan kondisi berjalan beriringan dengan tingkat

demokrasi tidak berpengaruh secara pendapatan yang tinggi. Pendapatan yang

signifikan terhadap Daya Saing Provinsi di lebih tinggi mempromosikan kesehatan

Indonesia. yang lebih baik melalui peningkatan gizi,

akses air bersih dan sanitasi yang lebih baik,


3. Pembahasan
dan peningkatan kemampuan untuk
Hasil studi menunjukkan faktor
membeli perawatan kesehatan yang lebih
kesehatan memiliki pengaruh positif dan
berkualitas dan lebih baik.
signifikan terhadap daya saing daerah di
Selanjutnya, hasil studi menunjukkan
Indonesia. Hasil ini sejalan dengan
bahwa faktor pendidikan merupakan salah
rumusan The 2006 Community Strategic
satu faktor yang memengaruhi tinggi
Guidelines on Cohesion (Official Journal
rendahnya daya saing suatu daerah.
of the European Union, 2006) yang
Semakin bagus kualitas pendidikan tenaga
menggaris bawahi bahwa tenaga kerja
kerja akan semakin tinggi produktivitas
yang sehat merupakan faktor kunci dalam
daerah tersebut. Tenaga kerja yang lebih
meningkatkan partisipasi pasar tenaga
terdidik/terampil membuat lebih mudah
kerja, produktivitas dan daya saing di
bagi perusahaan untuk mengadopsi dan
tingkat nasional dan regional. Umumnya,

16
17

menerapkan teknologi baru. Temuan studi bekerja di sektor yang terpapar persaingan

ini mendukung pandanganDrucker (2011) internasional.Sementara Abramovitz (1986)

yang menyatakan bahwa telah terjadi berpendapat bahwa pendidikan dan

pergeseran yang signifikan atas faktor pelatihan kejuruan merupakan bagian dari

produksi. Semula, faktor produksi yang serangkaian faktor utama yang menopang

memegang peranan penting adalah modal, perekonomian masyarakat.

tenaga kerja dan tanah, kini tenaga kerja Berikut, hasil peneltian ini juga

saja tidak cukup. Tenaga kerja dengan menunjukkan bahwa ketersediaan

knowledge (ilmu pengetahuan) atau lazim infrastruktur berpengaruh signifikan dan

disebut human capital menjadi faktor positif terhadap daya saing daerah di

produksi yang mempunyai peranan vital. Indonesia. Ketersediaan infrastruktur,

Fenomena ini oleh Drucker dilabeli seperti jalan, pelabuhan, sistem penyediaan

sebagai knowledge based economy. tenaga listrik, irigasi, sistem penyediaan

Pertumbuhan ekonomi kini tidak bisa lagi air bersih, sanitasi, dan sebagainya yang

bertumpu pada faktor produksi berupa merupakan social overhead capital,

modal uang dan tanah, akan tetapi telah memiliki keterkaitan yang sangat kuat

terjadi pergeseran dimana human capital dengan tingkat perkembangan wilayah,

menjadi faktor produksi utama untuk antara lain dicirikan oleh laju pertumbuhan

mencapai pertumbuhan ekonomi yang ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

berkelanjutan dan senjata bagi sebuah Hal tersebut dapat dilihat dari kenyataan

negara untuk memenangkan kompetisi bahwa daerah yang mempunyai

global (competitive advantage of nation). kelengkapan sistem infrastruktur yang

Demikian juga,Crouchet al. (1999) lebih baik, mempunyai tingkat laju

memberikan bukti bahwa pekerja pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan

berpendidikan tinggi lebih cenderung masyarakat yang lebih baik pula,

17
18

dibandingkan dengan daerah yang perekonomian baik untuk keperluan rumah

mempunyai kelengkapan infrastruktur tangga maupun industri.

yang terbatas. Dengan demikian dapat Lebih jauh, ketersediaan infrastruktur

dikatakan bahwa penyediaan infrastruktur juga menarik perhatian pemerintah.

merupakan faktor utama dalam Selama 3 tahun pemerintahan Joko

mendukung pembangunan wilayah dan Widodo dan Jusuf Kalla, pembangunan

dengan demikian daya saing Daerah infrastruktur menjadi prioritas. Bahkan

(Kirmanto, 2005). dapat dikatakan istilah “infrastruktur”

Senada dengan hasil penelitian sendiri telah melekat pada citra diri

ini,Aschauer (1989) berpandangan bahwa pemerintahan saat ini. Dalam berbagai

ketersediaan pelayanan infrastruktur kesempatan, Presiden menyampaikan

merupakan faktor produksi penting. betapa pentingnya infrastruktur bagi

Aschauerjuga menemukan fakta bahwa kemajuan suatu bangsa. “Tanpa

menurunnya produktivitas, dapat infrastruktur, jangan mimpi negara ini bisa

disebabkan oleh memburuknya bersaing,” ungkap Presiden berulang-ulang

ketersediaan pelayanan infrastruktur. di berbagai kesempatan.

Selanjutnya, penelitian ini juga Sementara itu, faktor kelembagaan yang

mendukung temuan Prasetyo (2009) didekati dengan Indeks Demokrasi

bahwa infrastruktur yang didekati dengan Indonesia (IDI) tidak berpengaruh

energi listrik terjual berpengaruh positif signifikan terhadap Daya Saing Daerah di

dan siginifikan terhadap pertumbuhan Indonesia.Hal ini mengindikasikan bahwa

ekonomi di Indonesia. Dengan kata lain, kondisi demokrasi di Indonesia yang

ketersediaan infrastruktur energi listrik mencerminkan dinamika perkembangan

memiliki peranan penting dalam demokrasi di Indonesia belum efektif

sebagai faktor pendorong perekonomian di

18
19

daerah. Hasil ini tidak sesuai dengan membawa dampak signifikan pada

pandangan Rowen (1990), Sen (2001), dan kemajuan ekonomi(Alhumami, 2010).

Barro (1996) yang menyatakan bahwa Seperti diketahui, sistem politik

terdapat hubungan positif antara Indonesia memang merujuk pada sistem

pembangunan ekonomi dan kebebasan demokrasi modern. Semua kelembagaan

(demokrasi). Demokrasi dapat merangsang politik yang menjadi pilar utama

pertumbuhan ekonomi, karena demokrasi demokrasi telah tersedia dan terbangun

mampu memotivasi orang untuk bekerja dengan baik, bahkan presiden dan anggota

dan berinvestasi yang akan mendorong parlemen pun dipilih langsung oleh rakyat.

pertumbuhan ekonomi. Namun, pemerintahan demokratis tak

Sebaliknya, hasil penelitian ini lebih disokong oleh institusi publik-organis

mendukung pandangan Lipset (1959) dan yang bersih (birokrasi, aparat kepolisian,

Bhagwati (1995) yang menyatakan bahwa institusi peradilan). Lembaga parlemen

negara-negara dengan sistem demokrasi yang sangat vital dalam proses perumusan

akan rentan terhadap konflik sosial dan kebijakan publik justru menjadi salah satu

ketidakpastian yang berdampak negatif episentrum praktik korupsi akut dan

terhadap investasi dan pertumbuhan sistemik sehingga memberi andil pada

ekonomi. Lebih jauh, kemajuan ekonomi sulitnya membangun tata kelola

seharusnya berjalan paralel dengan pemerintahan yang baik.Lebih jauh,

kemapanan sistem demokrasi. Namun, parlemen dihuni politisi korup yang hanya

pengalaman di Indonesia dalam berorientasi mengumpulkan modal untuk

membangun sistem politik demokrasi membiayai kegiatan politik dan

justru melahirkan fenomena ganjil. Sistem memperkaya diri. Diyakini sepenuhnya,

demokrasi yang berhasil dibangun selama praktik korupsi berskala gigantis yang

hampir dua dasawarsa ternyata belum merajalela di lembaga-lembaga politik dan

19
20

pemerintahan menjadi faktor negatif dan akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

diskredit bagi ikhtiar akselerasi Meningkatnya pertumbuhan ekonomi

pertumbuhan ekonomi dan dengan selanjutnya akan membuka lapangan

demikian daya saing ekonomi. pekerjaan yang lebih luas sehingga

Setali dua uang dengan hal di atas, memberi peluang kepada penduduk untuk

temuan studi inijugamenunjukkan bahwa memperoleh pendapatan. Pendapatan

faktor kelembagaan yang tersebut kemudian dibelanjakan oleh

direpresentasikan oleh perkembangan masyarakat untuk mempertahankan

kondisi demokrasi di Indonesia tidak standar dan kualitas hidup yang

berpengaruh signifikan terhadap tinggi mencerminkan tingkat kesejahteraan. Hasil

rendahnya daya saing provinsi di ini sejalan dengan studiDelgado et al.

Indonesia.Fakta ini sesuai dengan (2012) yang menunjukkan bahwa aliran

pandangan Alhumami (2010) yang investasi,khususnya investasi asing, ke

menyatakan bahwasistem demokrasi di suatu daerah akan meningkatkan aktivitas

Indonesia tidak menyumbang pada perekonomian daerah tersebut yang pada

pertumbuhan ekonomi karena terhalang gilirannya meningkatkan kesempatan kerja

oleh praktik korupsi berjenjang dan bagi penduduknya dan dengan demikian

berkelanjutan sehingga tak mampu meningkatkan daya saing ekonomi.

menciptakan iklim kondusif bagi aktivitas


KESIMPULAN
bisnis, investasi, serta pertukaran dan lalu
Daerah yang memiliki daya saing
lintas modal domestik maupun asing.
yang tinggi secara umum didominasi oleh
Selanjutnya, hasil studi menunjukkan
Provinsi yang memiliki basis ekonomi
bahwa investasi berpengaruh positif dan
yang bersumber pada kekayaan sumber
siginifikan terhadap Daya Saing Daerah.
daya alam dan/atau daerah-daerah yang
Hal ini berarti setiap tambahan investasi
memiliki aktivitas ekonomi berbasiskan

20
21

sekor industri dan sektor jasa. Sedangkan REFERENSI

Provinsi yang memiliki posisi daya saing Abramovitz, M. 1986. Catching up,
forging ahead, and falling behind.
realtif rendah umumnya merupakan daerah Journal of Economic
History.Cambridge: Cambridge
dengan basis ekonomi yang bersandar University Press, Vol. 46, p. 385-
406.
pada sektor primer (khususnya pertanian).
Alhumami, A. 2010. Demokrasi dan
Secara keseluruhan, temuan studi Pertumbuhan Ekonomi. Jakarta:
Okezone, 8 Oktober 2010.
menunjukkan bahwa faktor penentu Daya
Annoni, P., Dijkstra, L dan Gargano, N.
Saing Provinsi di Indonesia selama 2017. The EU Regional
Competitiveness Index 2016.
pengamatan 2010 hingga 2016 merupakan European Union Regional Policy
Working Paper No. 02/2017.
faktor persyaratan dasar Brussels, Belgium: European
Commission.
(basicrequirements) dalam pembangunan
Audretsch, D. dan Keilbach, M. 2004.
ekonomi. Di samping investasi, aspek Entrepreneurship and Regional
Growth: An Evolutionary
kesehatan, pendidikan, dan ketersediaan Interpretation. Journal of
Evolutionary Economics, 14 (5),
infrastruktur merupakan faktor penting pp.605-616.

untuk meningkatkan daya saing daerah Aschauer, D.A. 1989. Is Public


Expenditure Productive. Journal of
sebagai modal utama pembangunan Monetary Economics, Volume 23.
pp.177-200.
ekonomi dalam upaya menghadapi
Badan Koordinasi Penanaman Modal.
persaingan global saat ini. Selanjutnya, 2016. Perkembangan Realisasi
Investasi PMDN dan PMA
faktor kelembagaan yang berdasarkan Laporan Kegiatan
Penanaman Modal (LKPM) menurut
direpresentasikan oleh kondisi Lokasi, 2016. Jakarta

perkembangan demokrasi di daerah belum Badan Pusat Statistik. 2017. PDRB


Provinsi-Provinsi di Indonesia
efektif berpengaruh positif terhadap daya Menurut Lapangan Usaha, 2010-
2016. Jakarta
saing provinsi di Indonesia.
Badan Pusat Statistik. 2017. Indeks
Demokrasi Indonesia (IDI) 2016.
Jakarta

21
22

Badan Pusat Statistik. 2017. Laporan


Perekonomian Indonesia 2017. Crouch, C., Finegold, D., dan Sako, M.
Jakarta 1999. Are skills the answer? The
political economy of skill creation in
Badan Pusat Statistik. 2017. Statistik advanced industrial countries.
Indonesia 2017. Jakarta Oxford: Oxford University Press,
1999.
Badan Pusat Statistik. 2017. Publikasi
Keadaan Angkatan Kerja Nasional Delgado, M., Christian K., Porter,
2016. Jakarta M.E.,dan Stern, S. 2012. The
Determinants of National
Bank Indonesia. 2017. Laporan Competitiveness. National Bureau of
Perekonomian Indonesia 2016. Economic Research. Working Paper
Jakarta No. 18249

Barro, Robert J. 1996. Democracy And Dijkstra, L., Annoni, P., dan Kozovska, K.
Growth.Journal of Economic 2011. A New Regional
Growth, March 1996, Volume 1, Competitiveness Index: Theory,
Issue 1, pp 1–27. Methods and Findings (European
Union Regional Policy Working
Bhagwati, Jagdish. 1995.Democracy and Paper No. 02/2011). Brussels,
Development: New Thinking on an Belgium: European Commission.
Old Question. Indian Economic
Review, 1995, vol. 30, issue 1, pp 1- Drucker, P.F. 2011. Post Capitalist
18 Society. New York: Roudledge.

Bloom, D.E dan Canning, D. 2008. Gardiner, B., Martin, R., dan Tyler, P.
Population Health and Economic 2004. Competitiveness, Productivity
Growth. The International Bank for and Economic Growth Across the
Reconstruction and Development / European Regions. Regional Studies,
The World Bank On behalf of the 38: 1045-1067.
Commission on Growth and
Development. Working Paper No. Garofoli, G. 2002. Local Development
24. in Europe: Theoretical Models and
International Comparisons.
Bristow, G. 2005. Everyone’s A ‘Winner’: European Urban and Regional
Problematising The Discourse of Studies, 9, pp. 225-239.
Regional Competitiveness.Journal of
Economic Geography, 5 (3), pp. Huggins, R. 2003.Creating a UK
285-304. Competitiveness Index: Regional
and Local Benchmarking. Regional
Camagni, R. 2002. “On The Concept Studies, 37(1), pp. 89-96.
of Territorial Competitiveness:
Sound or Misleading?” Urban Huggins, R., Izushi, H., dan Thompson,
Studies, 39, pp. 2395-2411. P. 2013. Regional Competitiveness:
Theories and Methodologies for
Courlet, C. dan Soulage, B. 1995. Empirical Analysis. JCC:The
Industrial dynamics and territorial Business and Economics Research
space. Entrepreneurship & Regional Journal. Volume 6, Issue 2, 2013
Development, 7, pp. 285-307. .55-172.

22
23

development in terms of
Huggins, R, Izushi, H., Prokop, D. dan innovative milieu.European
Thompson, P. 2014. Regional Planning Studies, 6, pp. 117-129.
Competitiveness, Economic Growth
and Stages of Development. Zbornik Meyer-Stamer, J. 2008. Systematic
Radova Ekonomskog Fakultet au Competitiveness and Local
Rijeci, vol. 32, (2), pp. 255-283. Economic Development. dalam
Shamin Bodhanya (ed.) Large Scale
Kirmanto, J. 2005. Prospek Pembangunan Systemic Change: Theories,
Infrastruktur. Sekolah Tinggi Teknik Modelling and Practices.
Sapta Taruna, Jakarta.
Official Journal of the European Union.
Kitson, M., Martin, R. dan Tyler, P. 2004. 2006. Council Decision of 6 October
Regional competitiveness: An 2006 on Community strategic
elusive yet key concept? Regional guidelines on cohesion.
Studies, 38, pp. 991-999. (2006/702/EC).
http://ec.europa.eu/regional_policy/s
Krugman, P. 1994. Competitiveness: A ources/docoffic/2007/osc/l_2912006
Dangerous Obsession. Foreign 1021en00110032.pdf.
Affairs, 73(2), 28-44.
dx.doi.org/10.2307/20045917. Perusahaan Listrik Negara (PLN). 2017.
Statistik PLN 2016.
Krugman, P. 1996. Making sense of the
competitiveness debate. Oxford Porter, M. E. 1990.The Competitive
Review of Economic Policy 12(3), Advantage of Nations, Harvard
pp. 17-25. Business Review.

Lawson, C. dan Lorenz, E. 1999. Porter, M. E. 2007. Competitiveness:


Collective learning, tacit implications for Central Europe and
knowledge and regional innovative the Czech Republic. Paper presented
capacity. Regional Studies, 33, pp. in Prague, 22 October.
305-317.
Prasetyo, R.B., dan Firdaus, M. 2009.
Lengyel, I dan Rechnitzer, J. 2013. Drivers Pengaruh Infrastruktur Pada
of Regional Competitiveness in the Pertumbuhan Ekonomi Wilayah di
Central European Countries. Transit Indonesia. Jurnal Ekonomi dan
Stud Rev (2013) 20:421–435 DOI Kebijakan Pembangunan, Vol. 2
10.1007/s11300-013-0294-2. (2):222-236

Lipset, Seymour. M. 1959. Some Social Rowen. 1990. The Tide Underneath the
Requisites of Democracy: Economic Third Wave, p. 55.
Development and Political
Legitimacy.American Political Sen, Amartya. 2001. Democracy as a
Science Review, 53 (March 1959), Universal Value, dalam Larry
pp. 69 -105. Diamond and Marc F. Plattner (eds),
The Global Divergence of
Maillat, D. 1998. Interactions between Democracies. Baltimore, Md: John
urban systems and localized Hopkins University Press.
productive systems: An approach
to endogenous regional

23
24

Tan, Khee G., Merdikawati, N., Amri,


M.,dan Tang Kong Yam. 2016.
Analisis Daya Saing Provinsi dan
Wilayah: Menjaga Momentum
Pertumbuhan Indonesia. Edisi 2014.
Singapore: World Scientific
Publishing Co. Pte.Ltd.

World Economic Forum. 2016. Global


Competitiveness Report, 2016-2017,
Geneva, Switzerland: World
Economic Forum.

24

You might also like