Professional Documents
Culture Documents
Abstract
This study aims to illustrate the map of provincial competitiveness in Indonesia, further to determine
the influence of determinants of provincial competitiveness in Indonesia. The standardized score method is used
to measure the competitiveness of 33 provinces in Indonesia. Furthermore, multiple regression analysis is used
to determine the driving factors affecting regional competitiveness. The study findings show that health and
education aspects which reflect the quality of human resources have a significant effect on regional
competitiveness. Similarly, infrastructure and investment have a positive and significant impact on the high
competitiveness of provinces in Indonesia. While the institutional factor that is represented by the democratic
condition in Indonesia does not contribute to regional competitiveness. Overall, the score of provincial
competitiveness in Indonesia indicates that provinces with high competitiveness are dominated by provinces
with economic base that are sourced from natural resource wealth and/or areas that have economic activities
based on industry and service sectors. While provinces with low real competitive position are generally regions
with economic base that rely on primary sector (especially agriculture).
Keywords: regional competitiveness, standardized score, resources based,, manufacturing industry, knowledge
based economy
PENDAHULUAN
Gagasan daya saing daerah menjadi Huggins et al., 2014; Lengyel et al., 2013;
pakar beralasan bahwa konsep daya saing antara perusahaan dan negara telah banyak
lebih tepat digunakan untuk perusahaan dikritik karena negara tidak bisa keluar
dan bukan “daerah atau negara.” Namun, dari bisnis dan karena persaingan antar-
landasan konseptual dan bukti empiris mungkin untuk menjadi zero-sum game
1
2
konpseptualisasi daya saing daerah sering ruang geografis, tergantung pada faktor
Sementara Kitson et al. (2004) menyebut daya saing Indonesia, World Economic
konsep daya saing tidak lebih sebuah Forum(WEF, 2016) pada publikasi Global
Setelah studi awal Porter (1990) yang melaporkan bahwa daya saing Indonesia
dengan produktivitas, perhatian telah Indonesia berada pada peringkat ke-41 dari
beralih ke daya saing di tingkat regional 138 negara yang disurvei. WEF mencatat
(daerah). Dari perspektif ini, kontribusi posisi Indonesia turun empat tingkat
terhadap daya saing di tingkat mikro sebelumnya dan posisi ini terus mengalami
satuan wilayah, baik itu kabupaten/kota, dengan negara-negara Asia lainnya, daya
daya tarik lingkungan regional untuk Hong Kong (ke-9), Malaysia (ke-25),
bisnis, serta kapasitas dan tingkat di mana Korea Selatan (ke-26) dan Thailand (ke-
pembentuk daya saing daerah. Oleh karena merosotnya peringkat daya saing
itu, tingkat daya saing dapat bervariasi di Indonesia dari tahun-tahun sebelumnya
antara masing-masing daerah dalam satu terutama terkait dengan mutu pelayanan
2
3
kesehatan dan pendidikan yang masih dengan kinerja terbaik masih didominasi
tergolong rendah, efisiensi pasar tenaga Provinsi di Pulau Jawa, lima dari enam
permasalahan mendasar yang mendapat Dari hasil studiACI tersebut dapat ditarik
tingkat global harus diantisipasi secara Sumatera dan Sulawesi menunjukkan daya
sistematis dan kritis. Menurunnya daya saing yang berbeda; dan 4) Provinsi-
saing akan berdampak secara langsung provinsi di Bali, Nusa Tenggara, Maluku
maupun tidak langsung pada berbagai dan Papua cenderung kurang kompetitif.
dalam rangka meningkatkan daya saing. dan konektivitas menjadi sangat penting
Sementara itu, studi Asia dalam hal daya saing. Demikian juga,
2014 atas daya saing Daerah yang meliputi teknologi informasi dan komunikasi, juga
3
4
pada kemampuan Daerah dalam tingkat negara sebagai daya saing global,
faktor pendorong daya saing dan juga menerbitkan laporan Global Competitive-
kemampuan Daerah dalam menetapkan ness Report. Indeks daya saing global ini
kebijakan ekonomi yang difokuskan untuk telah menjadi ukuran dan referensi dari
dapat mendorong transformasi dan kinerja ekonomi dan iklim investasi suatu
Lebih lanjut, transformasi dan akselerasi Selanjutnya, ada tiga isu utama yang
pembangunan haruslah bertumpu pada muncul terkait dengan konsep daya saing
produktivitas, penguatan kapasitas IPTEK, kan daya saing daerah dan faktor-faktor
merata, serta penyelenggaraan tata kelola indikator yang harus digunakan untuk
akhir meningkatkan daya saing daerah saing daerah diperbaiki atau ditingkatkan.
yang pada gilirannya daya saing nasional Ketiga pertanyaan tersebut biasanya
4
5
keputusan cenderung fokus pada isu yang kreatif. Pandangan Kitson sejalan dengan
yaitu produktivitas tenaga kerja dan faktor yang berpengaruh positif terhadap
tingkat kesempatan kerja sebagai ukuran daya saing daerah. Dalam studi ini
daya saing. Pendapat yang hampir sama dayasaing diproksi dengan PDRB per
dikemukakan oleh Krugman (1994) bahwa kapita, produktivitas tenaga kerja, dan
isn’t everything, but in the long run it is sebelumya, Bristow (2005) mengemu-
almost everything. A country’s ability to kakan dari sudut pandang ekonomi makro,
improve its standard of living over time dengan tetap mempertimbangkan aspek
depends almost entirely on its ability to ekonomi mikro (tingkat perusahaan) dan
kerja; dan standar hidup. Menurut Kitson, Daerah adalah kompetitif ketika Daerah
5
6
makro dan mikro dapat ditemukan konsep Lebih jauh, Delgado et al. (2012)
daya saing daerah dimana sebuah wilayah mendefinisikan daya saing sebagai tingkat
dalam konteks negara bukan merupakan output yang diharapkan per penduduk usia
agregasi perusahaan (Gardiner et al. 2004). kerja dengan didukung oleh keseluruhan
saing suatu Daerah adalah kemampuan yang menjadi pendorong daya saing
pendapatan yang tinggi dan meningkatkan pendidikan) dan institusi politik (kualitas
mata pencaharian masyarakat yang tinggal institusi politik dan aturan hukum);
yang tinggal di suatu Daerah. Hal ini Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia
yang erat antara daya saing dan bahwa Daya Saing Daerah adalah
6
7
indikator Daya Saing Daerah terdiri dari ekonomi di era ekonomi global saat ini.
berinvestasi, dan sumber daya manusia. adalah unit spasial utama yang bersaing
Dengan demikian, secara implisit untuk menarik investasi, dan pada tingkat
dapat dianggap bahwa Daya Saing Daerah daerah pula pengetahuan disebarkan dan
dimana tempat atau wilayah bertindak terkait isu Daya Saing Daerah, terlihat
sebagai suatu bentuk organisasi yang bahwa pada dasarnya Daya Saing Daerah
keunggulan kompetitif atau daya saing antara faktor input, output, dan outcome
yang berkelanjutan (Courlet dan Soulage, yang ada di masing-masing daerah (Kitson
1995; Garofoli, 2002; Lawson & Lorenz, et al., 2004, Bristow, 2005, Delgado et al.,
1999; Maillat, 1998). Camagni (2002) 2012, Hugginset al., 2013, Lengyel, 2013,
lebih lanjut mengemukakan bahwa konsep Dijkstra et al., 2011. Oleh karena itu,
Daya Saing Daerah dapat diterima secara keberhasilan suatu daerah dibandingkan
kompetitif untuk perusahaan dan proses antara ketiga hal tersebut. Di samping itu,
akumulasi pengetahuan.Oleh karena itu, daya saing daerah terkait juga dengan
7
8
yang merupakan interaksi dari komponen walaupun belum ada konsensus yang
input, output, dan outcome, misalnya telah secara tegas mendefinisikan daya saing,
menghitung Indeks Daya Saing Daerah di kesamaan pandangan mengenai apa saja
Dari konsep dan definisi mengenai meningkatkan daya saing. Oleh karena itu,
Daya Saing Daerah di atas, terdapat masih terdapat banyak kemungkinan bagi
kesamaan esensi yang cukup jelas antara para pakar dan peneliti untuk
Daya Saing Daerah dan Daya Saing mengeksplorasi hal-hal apa saja yang
Nasional. Kesamaan pandangan tersebut menjadi faktor penentu daya saing suatu
8
9
Hasil utama dari analisis daya saing keempat variabel output tersebut
membuat peringkat serta analisis faktor melihat seberapa bagus kinerja suatu
menunjukkan dan mengindikasikan tingkat karena itu, unit pengukuran sudah tidak
kompetitif Daya Saing Daerah serta relevan lagi. Standardized score tidak
Saing Daerah. Penentuan dan penyeleksian statistik, ini mengukur berapa besar
melalui penelusuran literatur dan hasil dari rata-rata seluruh Provinsi. Dengan
PDRB per kapita, tingkat kesempatan kerja yang dilakukan menjadikan seluruh
dan rata-rata pengeluaran konsumsi per variabel menjadi comparable. Jika sebuah
9
10
keseluruhan provinsi. Adapun jika Indonesia, di samping itu skor daya saing
memiliki skor negatif berarti Provinsi ini juga dipergunakan sebagai variabel
dimana: dimana :
RCit : Skor daya saing provinsi i tahun
SVIij adalah standardizedvalue indikator j ke-t diukur dengan standardized
untuk provinsi i. score berdasarkan indikator
produktivitas tenaga kerja, PDRB
Hasil perhitungan keseluruhan skor per kapita, tingkat kesempatan
kerja dan pengeluaran konsumsi
daya saing Provinsi digunakan untuk per kapita.
10
11
11
12
12
13
konsumsi per kapita merupakan tertinggi 5. Faktor utama pembentuk Daya Saing
Provinsi DKI Jakarta sebagai daerah yang indikator produktivitas tenaga kerja,
memiliki posisi Daya Saing tertinggi. PDRB per kapita dan pengeluaran
sepuluh besar adalah Kalimantan Timur, wilayah timur Indonesia memiliki posisi
yang menduduki peringkat ke-2, disusul daya saing yang beragam selama kurun
Kalimantan Tengah dan Kalimantan waktu 2010 hingga 2016. Provinsi Bali,
Selatan pada peringkat ke-9 dan ke-10. Papua Barat dan Papua merupakan
Faktor utama pembentuk Daya Saing Daerah-Daerah yang tingkat daya saingnya
Daerah di tiga Provinsi ini yaitu berada pada posisi sepuluh besar teratas
produktivitas tenaga kerja, PDRB per selama periode penelitian. Pada tahun
kapita dan pengeluaran konsumsi per 2016 Provinsi Bali berada pada peringkat
Sementara dari wilayah Sumatera, posisi ke-7 dan ke-9. Sebagai Provinsi
dan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung perekonomian Bali lebih banyak didukung
merupakan Provinsi yang berada pada oleh industri jasa pariwisata, sementara
posisi sepuluh teratas Daya Saing Daerah Provinsi Papua Barat dan Papua
sepanjang tahun 2010 hingga 2016 berada daya alam yang dimiliki berupa
pada posisi ke-4, dan Provinsi Kepulauan Sementara itu, posisi Daya Saing di
Bangka-Belitung diperingkat ke-4 dan ke- wilayah Pulau Sulawesi menempati posisi
13
14
Sulawesi Selatan sebagaiProvinsi terbesar yang berada pada sepuluh besar terendah
di Sulawesi menempati peringkat ke-19 pada pemetaan Daya Saing Daerah selama
pada tahun 2016 turun satu tingkat studi ini ditempati oleh Nusa Tenggara
menduduki peringkat ke-12 dan ke-13 Tengah, Banten dan Jawa Barat. Faktor
Tenggara dan Sulawesi Tengah. Sementara daerah tersebut terdapat pada indikator
itu, tiga Provinsi yaitu Sulawesi Utara, produktivitas tenaga kerja, pendapatan per
Sulawesi Barat dan Gorontalo menempati kapita, dan tingkat kesempatan kerja.
Barat yang pada tahun 2015 berada pada Daya Saing Daerah Provinsi di Indonesia
peringkat ke-17 turun delapan tingkat pada dalam kurun waktu 2010 hingga 2016
tahun 2016 yaitu pada peringkat ke-25. menunjukkan bahwa Daerah-Daerah yang
Sementara Provinsi Sulawesi Utara yang menempati posisi sepuluh besar teratas
pada tahun 2015 berada di peringkat ke-31 didominasi oleh daerah-daerah yang kaya
dari 33 Provinsi, pada tahun 2016 akan sumber daya alam, sepertiProvinsi:
2016. Demikian juga Provinsi Gorontalo Kepulauan Bangka Belitung, Papua dan
Daerah, yakni pada tahun 2016 di posisi yang termasuk sepuluh besar peringkat
ke-20 dari posisi ke-25 pada tahun Daya Saing Daerah Provinsi di Indonesia
14
15
15
16
meningkatkan Skor Daya Saing Provinsi sebuah negara atau daerah yang
Berikutnya, variabel investasi dengan yang baik akan berdampak pada lingkungan
tingkat elastisitas sebesar 0,08 artinya kerja, produktivitas yang lebih tinggi, dan
setiap kenaikan investasi sebesar 1 persen biaya kesehatan dan sosial yang lebih
akan meningkatkan Skor Daya Saing rendah. Kemudian, Bloom dan Canning
16
17
menerapkan teknologi baru. Temuan studi bekerja di sektor yang terpapar persaingan
pergeseran yang signifikan atas faktor pelatihan kejuruan merupakan bagian dari
produksi. Semula, faktor produksi yang serangkaian faktor utama yang menopang
tenaga kerja dan tanah, kini tenaga kerja Berikut, hasil peneltian ini juga
disebut human capital menjadi faktor positif terhadap daya saing daerah di
Fenomena ini oleh Drucker dilabeli seperti jalan, pelabuhan, sistem penyediaan
Pertumbuhan ekonomi kini tidak bisa lagi air bersih, sanitasi, dan sebagainya yang
modal uang dan tanah, akan tetapi telah memiliki keterkaitan yang sangat kuat
menjadi faktor produksi utama untuk antara lain dicirikan oleh laju pertumbuhan
berkelanjutan dan senjata bagi sebuah Hal tersebut dapat dilihat dari kenyataan
17
18
Senada dengan hasil penelitian sendiri telah melekat pada citra diri
energi listrik terjual berpengaruh positif signifikan terhadap Daya Saing Daerah di
18
19
daerah. Hasil ini tidak sesuai dengan membawa dampak signifikan pada
mampu memotivasi orang untuk bekerja dengan baik, bahkan presiden dan anggota
dan berinvestasi yang akan mendorong parlemen pun dipilih langsung oleh rakyat.
mendukung pandangan Lipset (1959) dan yang bersih (birokrasi, aparat kepolisian,
negara-negara dengan sistem demokrasi yang sangat vital dalam proses perumusan
akan rentan terhadap konflik sosial dan kebijakan publik justru menjadi salah satu
kemapanan sistem demokrasi. Namun, parlemen dihuni politisi korup yang hanya
demokrasi yang berhasil dibangun selama praktik korupsi berskala gigantis yang
19
20
Setali dua uang dengan hal di atas, memberi peluang kepada penduduk untuk
oleh praktik korupsi berjenjang dan bagi penduduknya dan dengan demikian
20
21
Provinsi yang memiliki posisi daya saing Abramovitz, M. 1986. Catching up,
forging ahead, and falling behind.
realtif rendah umumnya merupakan daerah Journal of Economic
History.Cambridge: Cambridge
dengan basis ekonomi yang bersandar University Press, Vol. 46, p. 385-
406.
pada sektor primer (khususnya pertanian).
Alhumami, A. 2010. Demokrasi dan
Secara keseluruhan, temuan studi Pertumbuhan Ekonomi. Jakarta:
Okezone, 8 Oktober 2010.
menunjukkan bahwa faktor penentu Daya
Annoni, P., Dijkstra, L dan Gargano, N.
Saing Provinsi di Indonesia selama 2017. The EU Regional
Competitiveness Index 2016.
pengamatan 2010 hingga 2016 merupakan European Union Regional Policy
Working Paper No. 02/2017.
faktor persyaratan dasar Brussels, Belgium: European
Commission.
(basicrequirements) dalam pembangunan
Audretsch, D. dan Keilbach, M. 2004.
ekonomi. Di samping investasi, aspek Entrepreneurship and Regional
Growth: An Evolutionary
kesehatan, pendidikan, dan ketersediaan Interpretation. Journal of
Evolutionary Economics, 14 (5),
infrastruktur merupakan faktor penting pp.605-616.
21
22
Barro, Robert J. 1996. Democracy And Dijkstra, L., Annoni, P., dan Kozovska, K.
Growth.Journal of Economic 2011. A New Regional
Growth, March 1996, Volume 1, Competitiveness Index: Theory,
Issue 1, pp 1–27. Methods and Findings (European
Union Regional Policy Working
Bhagwati, Jagdish. 1995.Democracy and Paper No. 02/2011). Brussels,
Development: New Thinking on an Belgium: European Commission.
Old Question. Indian Economic
Review, 1995, vol. 30, issue 1, pp 1- Drucker, P.F. 2011. Post Capitalist
18 Society. New York: Roudledge.
Bloom, D.E dan Canning, D. 2008. Gardiner, B., Martin, R., dan Tyler, P.
Population Health and Economic 2004. Competitiveness, Productivity
Growth. The International Bank for and Economic Growth Across the
Reconstruction and Development / European Regions. Regional Studies,
The World Bank On behalf of the 38: 1045-1067.
Commission on Growth and
Development. Working Paper No. Garofoli, G. 2002. Local Development
24. in Europe: Theoretical Models and
International Comparisons.
Bristow, G. 2005. Everyone’s A ‘Winner’: European Urban and Regional
Problematising The Discourse of Studies, 9, pp. 225-239.
Regional Competitiveness.Journal of
Economic Geography, 5 (3), pp. Huggins, R. 2003.Creating a UK
285-304. Competitiveness Index: Regional
and Local Benchmarking. Regional
Camagni, R. 2002. “On The Concept Studies, 37(1), pp. 89-96.
of Territorial Competitiveness:
Sound or Misleading?” Urban Huggins, R., Izushi, H., dan Thompson,
Studies, 39, pp. 2395-2411. P. 2013. Regional Competitiveness:
Theories and Methodologies for
Courlet, C. dan Soulage, B. 1995. Empirical Analysis. JCC:The
Industrial dynamics and territorial Business and Economics Research
space. Entrepreneurship & Regional Journal. Volume 6, Issue 2, 2013
Development, 7, pp. 285-307. .55-172.
22
23
development in terms of
Huggins, R, Izushi, H., Prokop, D. dan innovative milieu.European
Thompson, P. 2014. Regional Planning Studies, 6, pp. 117-129.
Competitiveness, Economic Growth
and Stages of Development. Zbornik Meyer-Stamer, J. 2008. Systematic
Radova Ekonomskog Fakultet au Competitiveness and Local
Rijeci, vol. 32, (2), pp. 255-283. Economic Development. dalam
Shamin Bodhanya (ed.) Large Scale
Kirmanto, J. 2005. Prospek Pembangunan Systemic Change: Theories,
Infrastruktur. Sekolah Tinggi Teknik Modelling and Practices.
Sapta Taruna, Jakarta.
Official Journal of the European Union.
Kitson, M., Martin, R. dan Tyler, P. 2004. 2006. Council Decision of 6 October
Regional competitiveness: An 2006 on Community strategic
elusive yet key concept? Regional guidelines on cohesion.
Studies, 38, pp. 991-999. (2006/702/EC).
http://ec.europa.eu/regional_policy/s
Krugman, P. 1994. Competitiveness: A ources/docoffic/2007/osc/l_2912006
Dangerous Obsession. Foreign 1021en00110032.pdf.
Affairs, 73(2), 28-44.
dx.doi.org/10.2307/20045917. Perusahaan Listrik Negara (PLN). 2017.
Statistik PLN 2016.
Krugman, P. 1996. Making sense of the
competitiveness debate. Oxford Porter, M. E. 1990.The Competitive
Review of Economic Policy 12(3), Advantage of Nations, Harvard
pp. 17-25. Business Review.
Lipset, Seymour. M. 1959. Some Social Rowen. 1990. The Tide Underneath the
Requisites of Democracy: Economic Third Wave, p. 55.
Development and Political
Legitimacy.American Political Sen, Amartya. 2001. Democracy as a
Science Review, 53 (March 1959), Universal Value, dalam Larry
pp. 69 -105. Diamond and Marc F. Plattner (eds),
The Global Divergence of
Maillat, D. 1998. Interactions between Democracies. Baltimore, Md: John
urban systems and localized Hopkins University Press.
productive systems: An approach
to endogenous regional
23
24
24