Professional Documents
Culture Documents
Jurnal Kesehatan Masyarakat: Situasi Terkini Vektor Dengue (Aedes Aegypti) Di Jawa Tengah
Jurnal Kesehatan Masyarakat: Situasi Terkini Vektor Dengue (Aedes Aegypti) Di Jawa Tengah
1,2
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Semarang
Abstract
Dengue virus infection has spread world-wide causing 3.97 billion people at risk, including
Indonesian. Medicinal and vaccine anti-dengue virus has not been available so that the
prevention efforts are focused on controlling of the Aedes population. This study in 2015
aimed to understand the recent situation of Ae. aegypti mosquitoes in Dengue endemic
areas. Dengue vector survey involving 20 houses around the Dengue patient’s houses was
conducted in six districts in Central Java Province. During the survey, the domestic water
containers was observed. The measured variables are container characteristics and mosquito
larvae existence. Larvae were reared to become mosquito stadia, identified and subjected to
insecticide susceptibility test. Ae. aegypti population indices (House index, Container index,
and Breteau index) ranged between 27.3-55.2, 19.1-53.8, and 44.8-72.7 percents. Mosquito
larvae were found in seven types of container, respectively. Mortality rate of mosquitoes in
bioassay test were 17%, 67%, and 100% based on permethrin-0.75%, Deltamethrin-0.05%,
and Malathion-5% compounds.
Alamat korespondensi: ISSN 1858-1196
Jl. Kedungmundu Raya No.18 Semarang, 50273
Email : say.epid@gmail.com
KEMAS 11 (2) (2016) xx-xx
97
Sayono & Ulfa Nurullita / Situasi Terkini Vektor Dengue (Aedes Aegypti) di Jawa Tengah
terhadap fogging sangat tinggi seiring jumlah aegypti. Observasi dilakukan terhadap berbagai
kasus yang terjadi dan seringkali tidak dapat tempat penampungan air bersih (TPA) sebagai
dipenuhi oleh pemerintah. Kondisi ini memicu media perindukan nyamuk. Karakteristik TPA
inisiatif masyarakat untuk mengadakan fogging (jenis, bahan, warna dinding, pH air) dan
swadaya yang tidak terukur dan terkontrol, keberadaan larva nyamuk dicatat.
sehingga memicu munculnya galur nyamuk Larva nyamuk yang ditemukan pada TPA
resisten terhadap insektisida. Berbagai survei disedot dengan alat penyedot (aspirator) larva
telah membuktikan bahwa nyamuk Ae. dan ditampung dalam ember untuk dibawa dan
aegypti telah resisten terhadap beberapa jenis dipelihara di laboratorium menjadi stadium
bahan aktif insektisida, yaitu Malathion-0,8%, dewasa. Untuk menghindari kematian larva
Bendiocarb-0,1%, Lambdasihalotrin-0,05%, nyamuk selama perjalanan, maka ditambahkan
Permetrin-0,75%, Deltametrin-0,05% dan es batu ke dalam air di ember. Hal ini bertujuan
Etofenproks-0,5%, namun suseptibel dengan untuk mempertahankan suhu air tetap
Sipermetrin-0,05% (Widiarti, 2011), meskipun kondusif dan sesuai dengan kebutuhan hidup
data terbaru menunjukkan bahwa Ae. aegypti larva, sehingga larva tetap sehat. Larva nyamuk
juga telah resisten terhadap Malathion-0,8% dipelihara di dalam nampan di laboratorium,
dan Sipermetrin-0,05% (Ikawati, 2015). dan dibedakan berdasarkan klaster lokasi
Dinamika kepadatan populasi, distribusi penelitian. Selama pemeliharaan, larva diberi
geografis, dan kerentanan nyamuk Ae. aegypti makan dog food (konsentrat makanan anjing
terhadap insektisida program kesehatan terus yang diperoleh dari toko makanan ternak)
mengalami perubahan dan perlu diketahui. setiap pagi hari, hingga muncul pupa. Pupa yang
Data ini dapat menjadi masukan penting bagi muncul diambil dengan pipet dan dimasukkan
masyarakat dan pemerintah dalam memilih ke dalam gelas plastik, dan ditempatkan dalam
strategi yang tepat untuk pengendalian vektor sangkar/kandang nyamuk berdasarkan lokasi
dengue. Tujuan penelitian ini adalah untuk penelitian. Nyamuk muda (imago) akan
menganalisis indeks kepadatan populasi menetas dari pupa dalam waktu sekitar dua
vektor dengue, karakteristik perindukan, dan hari. Nyamuk yang menetas diberi makan
kerentanan terhadap insektisida. larutan gula melalui kapas yang dicelupkan ke
dalam larutan tersebut.
Metode Spesies nyamuk yang didapatkan
Pengamatan vektor dengue ini dilakukan kemudian diidentifikasi secara morfologis
di enam kabupaten/kota endemis DBD di dengan alat bantu mikroskup pembedahan
Jawa Tengah. Lokasi pengamatan ditentukan dan kunci determinasi serangga (Rueda,
dari data kejadian DBD pada tahun 2014- 2004). Nyamuk dipilih secara acak dari setiap
2015, dengan memperhitungkan faktor jalur klaster sebanyak 30 ekor dan masukkan ke
transportasi dan topografi. Lokasi terpilih yang dalam almari pendingin (freezer) supaya mati
dilalui jalur transportasi adalah daerah endemis dan diidentifikasi secara individual. Hasil
DBD sepanjang jalur pantai utara Jawa Tengah, identifikasi digunakan untuk menentukan
yaitu Kota Semarang, Kabupaten Kendal, spesies dari klaster tersebut.
Batang, Demak, dan Jepara, sedangkan lokasi Uji kerentanan terhadap insektisida,
yang dipilih berdasarkan topografi adalah sesuai standar WHO (WHO, 2013) dilakukan
Kabupaten Temanggung, dengan elevasi 500 terhadap nyamuk Ae. aegypti dari tiap-tiap
meter di atas permukaan laut. Tiap kabupaten/ klaster. Nyamuk yang akan diuji diberi pakan
kota dipilih 1-2 puskesmas dengan ada kasus darah marmot selama 2 – 3 hari sebelumnya,
baru atau mengalami peningkatan kasus DBD. sehingga telah terbiasa menghisap darah hingga
Tiap puskemas terpilih diambil 1-2 kasus DBD kenyang. Seleksi sampel pengujian adalah
sebagai titik fokus survei vektor. nyamuk yang berumur 3 – 5 hari, kondisi
Pengamatan dilakukan terhadap klaster sehat, aktif, dan kenyang darah. Hal ini sesuai
perumahan yang terdiri dari rumah penderita dengan teori bahwa nyamuk Ae. aegypti yang
DBD dan 20 rumah di sekitarnya dalam radius kenyang darah akan hinggap dan beristirahat
50-100 meter, sesuai jarak terbang nyamuk Ae. di tempat-tempat yang disukai. Perilaku ini
98
KEMAS 11 (2) (2016) xx-xx
menguntungkan dalam uji bioassay karena Jepara), sedangkan CI berkisar antara 19,1%
akan terjadi kontak lebih lama antara nyamuk (di Temanggung) hingga 53,8% (di Jepara). BI
yang diuji dengan dinding tabung yang dilapisi berkisar antara 40,9% (di Temanggung) hingga
kertas berinsektisida (impregnated paper) 72,4% (di Jepara). Data ini menunjukkan
standar WHO. Nyamuk yang kenyang darah bahwa densitas populasi vektor dengue di
akan lebih sering hinggap dan beristirahat berbagai daerah endemis DBD di Jawa Tengah
dibanding nyamuk dalam keadaan lapar. bervariasi menurut kabupaten/kota. Tingginya
Perangkat pengujian terdiri dari lima distibusi TPA positif larva menunjukkan
tabung, yaitu empat tabung uji dan satu tabung adanya kesesuaian dengan fluktuasi kasus baru
kontrol. Dinding tabung uji bagian dalam penyakit Demam Berdarah Dengue pada tahun
dilapisi impregnated paper dan tabung kontrol 2015. Indeks Aedes ini juga menunjukkan bahwa
dilapisi kertas bebas insektisida yang diperoleh seluruh lokasi penelitian merupakan daerah
dari WHO. Tiap tabung diisi 25 ekor nyamuk yang rentan terhadap penularan DBD, dengan
berumur 3-5 hari, dalam kondisi sehat dan urutan kerentanan adalah Jepara, Kendal,
kenyang darah. Nyamuk dibiarkan kontak Semarang, Batang, Demak, dan Temanggung.
dengan impregnated paper selama 1 jam. Jumlah Hal ini sesuai dengan data kejadian DBD
nyamuk yang pingsan (knockdown) selama di Jawa Tengah yang menunjukkan bahwa
kontak dicatat tiap 5 menit. Setelah kontak satu angka insidensi tertinggi tahun 2015 ada di
jam, nyamuk dipindahkan ke dalam tabung Kabupaten Jepara dan diikuti Kota Semarang,
bebas insektisida (holding) untuk pemulihan dan ada kesesuaian antara indeks densitas
selama 24 jam. Persentase nyamuk mati pasca populasi vektor dengan kejadian penyakit DBD
holding 24 jam dihitung untuk menentukan (Dinkesprov-Jateng, 2015).
status resistensi populasi terhadap insektisida. Densitas vektor menjadi faktor risiko
Data hasil pengamatan larva juga terjadinya penularan virus dengue sehingga
digunakan untuk menentukan indeks kepadatan perlu dicegah dengan mereduksinya. Salah satu
vektor dengue berdasarkan tiga indeks Aedes indikator program pengendalian vektor Dengue
berikut: House Index (HI), Container Index adalah angka bebas jentik atau disingkat ABJ.
(CI) dan Breteau Index (BI) (WHO, 2009). HI Angka ini berkebalikan dengan HI, sehingga
adalah persentase rumah positif larva dan atau WHO menyatakan bahwa untuk mencegah
pupa, diantara seluruh rumah yang diperiksa, penularan DBD, maka HI tidak boleh lebih
dengan rumus. dari 5% atau ABJ ≥ 95% (WHO, 2009). Fakta
Seluruh data dianalisis secara deskriptif menunjukkan bahwa ABJ di daerah endemis
dan analitik sesuai tujuan penelitian dan DBD Jawa Tengah masih < 95%, yaitu 44,8 -
kondisi data. Analisis deskriptif data kategorik 72,7 persen.
ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda
frekuensi atau grafik, sedangkan deskripsi dengan temuan peneliti lain. Pengamatan
data numerik ditampilkan dalam ukuran terbatas di Kelurahan Paseban Jakarta Pusat
statistik minimum, maksimum, rerata, dan ditemukan HI sebesar 29%, CI 7,6% dan BI 35
simpangan baku. Analisis data secara analitik (Ramadhani and Astuty, 2013), dan di Gedong
menggunakan uji statistik chi square. Uji Kiwo Yogyakarta ditemukan HI 38,67%, CI
ini digunakan untuk memperkuat analisis 13,41% dan BI 19,67 (Sukesi, 2012). Pengamatan
karakteristik TPA yang berkorelasi dengan yang lebih luas menemukan kisaran HI, CI dan
keberadaan larva Ae. aegypti. BI berturut-turut: di Kendal 35-39,61%, 20,1-
25,97% dan 40-42, di Grobogan 61-74%, 46,59
Hasil dan Pembahasan – 58,58% dan 116-157, di Purbalingga 17-28%,
Hasil survai (Grafik 1) menunjukkan 9,36-20,92 % dan BI 17-41, di Kota Semarang
bahwa kepadatan populasi vektor dengue masih 13-31%, 4,92-22,16 % dan 13,27-37 (Sunaryo
tinggi, di atas ambang batas yang ditetapkan and Pramestuti, 2014). Densitas vektor yang
pemerintah maupun WHO, yaitu HI kurang tinggi ditemukan di sekitar penderita DBD.
dari 5% (WHO, 2009). HI berkisar antara Spesies nyamuk yang teridentifikasi
27,3% (di Temanggung) hingga 55,2% (di secara morfologis dari yang diambil sampel
99
Sayono & Ulfa Nurullita / Situasi Terkini Vektor Dengue (Aedes Aegypti) di Jawa Tengah
Grafik 1.Distribusi indeks densitas vektor dengue (HI, CI, BI dan ABJ) menurut kabupaten/kota.
Grafik 2. Jenis TPA yang ditemukan di lingkungan rumah penderita DBD dan sekitarnya
secara acak adalah nyamuk Ae. aegypti. Larva (2%), drum (2%), dan barang bekas lain (1%).
yang diperoleh dari TPA di luar rumah di Barang-barang tersebut merupakan tempat
beberapa lokasi penelitian juga menunjukkan perindukan kunci bagi vektor dengue yang
spesies yang sama. Hal ini sesuai dengan temuan sering ditemukan di daerah endemis DBD
lain bahwa nyamuk Ae. aegypti memilih tempat (Ramadhani and Astuty, 2013; Sunaryo and
perindukan di semua TPA, baik dalam maupun Pramestuti, 2014).
luar rumah, terutama tempat penampung air Sebanyak 32,1% TPA yang ada di
hujan (Getachew et al., 2015). lingkungan rumah penderita DBD dan
Sebanyak 199 buah TPA ditemukan sekitarnya terbukti positif larva Ae. aegypti.
pada penelitian ini, yang terdistribusi ke dalam Jenis-jenis TPA yang memiliki kecenderungan
enam jenis barang (Grafik 2). Jenis TPA paling tinggi untuk menjadi tempat perindukan
frekuen adalah kulah/bak air di kamar mandi nyamuk Ae. aegypti berturut-turut dispenser
(56%), ember (25%), dan tempayan (11%), (75%), drum (50%), barang bekas lain (50%),
tampungan air dispenser (3%), bak air WC kulah (36%) dan tempayan (31,2%). Hasil
100
KEMAS 11 (2) (2016) xx-xx
101
Sayono & Ulfa Nurullita / Situasi Terkini Vektor Dengue (Aedes Aegypti) di Jawa Tengah
Grafik 2. Data persentase nyamuk pingsan (knockdown) berdasarkan waktu kontak dan bahan aktif
insektisida (PER = Permetrin, DEL=Deltametrin, dan MAL=Malathion)
signifikan. Ketiga jenis bahan cenderung temuan peneliti sebelumnya bahwa nyamuk
berwarna gelap, sehingga keberadaan larva Ae. aegypti mampu berkembang biak di dalam
Aedes tidak mudah dilihat. Bahan TPA dari dan luar rumah (Rozilawati et al., 2015). Hal ini
keramik juga cenderung ditemukan berjentik. mengindikasikan bahwa program pembersihan
Namun hal ini lebih disebabkan oleh ukuran sarang nyamuk (PSN) tidak hanya difokuskan
dan volume yang besar, sehingga tidak mudah di dalam rumah, karena TPA positif larva juga
untuk dikuras dan disikat secara rutin seminggu berada di dalam dan di luar rumah.
sekali. Kerentanan nyamuk Ae. aegypti terhadap
Dinding TPA berwarna gelap insektisida program kesehatan tercantum
berpeluang hampir dua kali lebih besar untuk dalam Grafik 2 dan Grafik 3. Respon nyamuk
menjadi habitat larva Ae. aegypti daripada Ae. aegypti terhadap ketiga jenis bahan aktif
yang berwarna terang. Hal ini sesuai dengan insektisida menunjukkan perbedaan yang
teori adaptasi morfologis. Tubuh nyamuk Ae. nyata. Bahan aktif permetrin memberikan
aegypti berwarna hitam dengan belang-belang efek pingsan (knockdown) paling rendah.
putih sehingga lebih nyaman untuk hinggap deltametrin memberikan efek akumulasi
dan bertelur pada dinding TPA yang berwarna yang relatif lebih baik, dan malathion 5%
gelap. Warna tubuh nyamuk menjadi tidak memberikan efek yang sangat baik. Pajanan
begitu kelihatan. malathion 5% menyebabkan lebih dari 80%
Larva nyamuk Ae. aegypti lebih cocok jumlah nyamuk pingsan pada menit ke-30 dan
hidup di lingkungan habitat yang ber-pH mencapai 100% pada akhir pengujian. Kondisi
netral dan basa daripada asam. Hal ini sesuai ini tidak tercapai pada kedua jenis bahan
dengan teori dan beberapa hasil penelitian aktif golongan piretroid, yaitu deltametrin
yang menyatakan bahwa pH air perindukan dan permetrin. Kondisi ini menunjukkan
menentukan daya tetas dan ketahanan hidup bahwa ketiga jenis bahan aktif insektisida
larva Ae. aegypti (Bhami and Das, 2012; program dengan takaran masing-masing telah
Fauziah, 2012). memberikan efek yang berbeda pada nyamuk
Mayoritas TPA terletak di dalam Ae. aegypti strain lapangan.
rumah. Meskipun demikian, letak TPA tidak Hasil uji kerentanan nyamuk Ae. aegypti
mempengeruhi peluang untuk menjadi habitat terhadap insektisida golongan piretroid dan
larva Ae. aegypti. TPA di dalam dan di luar rumah organofosfat pasca holding 24 jam tercantum
memiliki kesempatan yang tidak berbeda untuk dalam Grafik 3.
ditemukan positif larva. Hasil ini sesuai dengan Nyamuk Ae. aegypti telah resisten
102
KEMAS 11 (2) (2016) xx-xx
103
Sayono & Ulfa Nurullita / Situasi Terkini Vektor Dengue (Aedes Aegypti) di Jawa Tengah
104
KEMAS 11 (2) (2016) xx-xx
105