You are on page 1of 23

ISSN 2442-6954 (Cetak) DOI: dx.doi.org/10.31292/jb.v4i1.

213
ISSN 2580-2151 (Online)

MENINJAU KEMBALI TEORISASI MENGENAI DESENTRALISASI,


COMMUNITY DRIVEN DEVELOPMENT, DAN KAPITALISASI
AGRARIA
Re-reviewing the Theorization of Decentralization, Community Driven
Development, and Agrarian Capitalization

Noer Fauzi Rachman


Guru dan Peneliti Studi Agraria Indonesia, memperoleh PhD dalam Environmental
Science, Policy and Management (ESPM) – University of California Berkeley.
Email: noerfauziberkeley@gmail.com

Abstract: The article shows a theoretical debate on the consequence of decentralization policy and Community
Driven Development (CDD) especially in relation to the way capitalism develop. The decentralization
policy reshapes local government bureaucracy more responsive and accountable toward people’s needs,
and the CDD facilitate rural and urban communities to manage collectively efforts to eradicating their
poverty condition. Both are promoted by neo-institutionalist thinking in the World Bank and Civil Society
within the same interlocking direction. Furthermore, I explicate critiques toward theory and practice of
decentralization policy and CDD, launched by Vedi Hadiz, Toby Carroll, Tania Li, and Frederich Rawski. I
connect those with the theorization of the ways capitalism develop as articulated by Paul Cammack, Michael
Perelman, Massimo de Angelis and David Harvey. I argue that the presence of space of struggle, contestation
and negotiation open the possibility for multiple forces to participate, or refuse to participate, to reshape the
practice of decentralization and CDD, and furthermore the forces dialectically are reshaped because of their
struggle, contestation and negotiation.

Keywords: Decentralization, Community Driven Development (CDD), capitalism, space of contestation


and negotiation, social movement.

Intisari: Artikel ini mengemukakan debat teori dari konsekuensi kebijakan desentralasi dan Pembangunan
Berbasis Masyarakat (CDD) terutama dalam hubungannya dengan bagaimana kapitalisme berkembang.
Kebijakan desentralisasi telah membentuk pemerintah lokal menjadi lebih responsif dan akuntabel terhadap
kebutuhan masyarakat, dan CDD telah memfasilitasi komunitas perkotaan maupun perdesaan untuk secara
kolektif berusaha mengatasi kondisi kemiskinannya. Selanjutnya, penulis mengutarakan kritik terhadap
teori dan praktik kebijakan desentralisasi dan CDD, yang dikemukakan oleh Vedi Hadiz, Toby Carroll, Tania
Li dan Frederich Rawski. Penulis juga menghubungkan teori tersebut dengan teorisasi tentang bagaimana
kapitalisme berkembang seperti yang dikemukakan oleh Paul Cammack, Michael Perelman, Massimo de
Angelis dan David Harvey. Penulis berpendapat bahwa keberadaan ruang pertarungan, kontestasi dan
negosiasi membuka kemungkinan untuk berbagai kekuatan untuk berpartisipasi, atau menolak untuk
berpartisipasi, untuk membentuk kembali praktik desentralisasi dan CDD, dan selanjutnya kekuatan
dialektika dibentuk kembali karena usaha, kontestasi dan negosiasi mereka.

Kata Kunci: Desentralisasi, Community Driven Development (CDD), kapitalisme, ruang-ruang pertarungan
dan perundingan, gerakan sosia.

Naskah Diterima: 20 Maret 2018 Direview: 13 April 2018 Disetujui: 08 Mei 2018
2 Bhumi Vol. 4 No. 1, Mei 2018

“Tujuan teorisasi bukan untuk d. Terdapat 239 kantor-kantor perwakilan


meningkatkan reputasi intelektual atau pemerintah pusat tingkat provinsi,
akademis seseorang, melainkan untuk 3.933 kantor-kantor tingkat lokal, lebih
membuat kita mampu menangkap,
dari 16.000 fasilitas pelayanan seperti
memahami dan menjelaskan, singkatnya
sekolah, rumah sakit, pusat pelayanan
untuk mendapatkan pengetahuan
yang memadai mengenai dunia yang kesehatan, yang sepenuhnya dialihkan ke
menyejarah serta proses-prosesnya pemerintahan daerah di seluruh Indonesia
sedemikian rupa sehingga memberikan (Hofman dan Kaiser 2002: 1).
kita informasi cara bagaimana
mentransformasikannya”. Naskah ini tidak akan menelusuri asal
(Stuart Hall 1988: 36) usul kebijakan desentralisasi itu, menelusuri
perubahan kebijakan-kebijakan yang terus-
menerus terjadi, ataupun mengevaluasi
keberhasilan atau kegagalan implementasinya.
Akan tetapi, saya akan mengkaji ulang dengan
A. Pendahuluan
menyajikan secara padat beberapa perdebatan
Kebijakan otonomi daerah di Indonesia teoritik seputar arah dan konsekuensi dari
yang mulai diberlakukan pada tahun 2001 desentralisasi tersebut dikaitkan dengan
dengan cepat mengubah Indonesia dari negara Community Driven Development (CDD),
unitaris dengan sistem paling sentralis menjadi yang juga sejak awal diprogramkan oleh
negara dengan sistem paling desentralistis di Bank Dunia. Saya menempatkan kedua jenis
dunia. Dua ahli dari Bank Dunia Hofman dan proyek Pembangunan (development projects)
Kaisser mengkalim demikian, dan menyebutnya itu dalam hubungan dengan pembangunan
sebagai Big Bang Desentralisation karena kapitalis (capitalist development) yang formasi
karakteristik-karakteristik berikut: sosial dan sejarahnya berbeda-beda antara satu
a. Perundang-undangan baru tentang lokasi dengan lokasi lainnya.
desentralisasi menyediakan otonomi luas CDD dapat disebut Big Bang juga yang
untuk seluruh gugus tugas kecuali beberapa melanjutkan berbagai bentuk Social Fund,
gugus tugas yang secara tegas ditetapkan oleh yang dimulai dalam bentuk kucuran dana-dana
pusat – termasuk pertahanan, pengadilan, Jaring Pengaman Sosial (JPS), social safety net,
kepolisian dan perencanaan pembangunan. untuk menanggulangi ketidakmampuan daya
b. Pada tahun 2002 andil pengeluaran beli masyarakat miskin dan mencegahnya
pemerintah daerah naik 40 persen, berpartisipasi dalam kerusuhan (Bank Dunia
meningkat tajam dibanding rata-rata 15 2001). Para antropolog dalam Bank Dunia di
persen di tahun 90-an Indonesia kemudian mengembangkan social
c. Selain pengeluaran, banyak aparatus fund ini sedemikian rupa sehingga menjadi
pemerintah berada dibawah kendali apa yang dikenal dalam kosa kata Bank Dunia
daerah-daerah. Lebih dari 2,1 pegawai sekarang ini dengan nama Community Driven
negeri sipil atau hampir 2/3 tenaga kerja Development (CDD). Dua proyek CDD terbesar
pemerintahan pusat dialihkan ke daerah- adalah Program Pengembangan Kecamatan
daerah. Kini sekitar 2,8 juta dari 3,9 juta (PPK) dan Program Penanggulangan
pegawai negeri sipil dikategorikan sebagai Kemiskinan Perkotaan (P2KP). Menurut
pegawai negeri sipil daerah. perhitungan staf Bank Dunia, seluruh
Noer Fauzi Rachman, Meninjau Kembali Teorisasi Mengenai ... 1-24 3

pinjaman Bank Dunia untuk proyek tersebut membuat rekening bank sendiri dan dapat
telah melonjak dari 325 juta dolar AS di tahun menarik uang secara langsung dari sebuah
1996 menjadi 2 milyar dolar di tahun 2003 – bank. Mereka akan menerima uang proyek kira-
atau jika turut disertakan dengan pinjaman kira paling lambat tiga bulan setelah perjanjian
untuk menyiapkan kondisi yang layak bagi kontrak ditandatangani di forum perencanaan
keberlangsungan proyek tersebut pinjaman pembangunan di tingkat kecamatan.
itu mencapai 3 Miliar dollar di tahun 1996, Di tahun 2007, pemerintah Indonesia
meningkat menjadi 7 Milyar dollar di tahun telah meningkatkan skala proyek-proyek CDD
2003 (Mansuri and Rao 2004:2). Saat itu, ini menjadi suatu program nasional bernama
proyek-proyek CDD di Indonesia merupakan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
sebuah pinjaman pembangunan Bank Dunia Mandiri (PNPM Mandiri), sebagai andalan
yang paling besar, paling penting dan paling untuk pengentasan kemiskinan, dengan
utama. jangkauan 2.827 kecamatan dengan alokasi
Di Indonesia, proyek CDD yang terbesar anggaran sekitar Rp. 3,6 trilyun.  Pada tahun
adalah Program Pengembangan Kecamatan 2008, jumlah kecamatan yang dijangkau
(PPK). Cakupan wilayah PPK membengkak, ditargetkan akan menjadi 3.999 kecamatan
meluas dari sebuah pelaksanaan percontohan dengan anggaran yang disediakan sekitar
kecil di 25 desa pada tahun 1997; kemudian 13 trilyun.  Sedangkan pada tahun 2009
tahun 2003 menjadi lebih dari 28.000 desa diagendakan seluruh kecamatan di Indonesia
(Guggenheim, Wiranto, Prasta, and Wong yang berjumlah sekitar 5.263 kecamatan akan
2004). Program ini terutama menyediakan mendapat PNPM Mandiri. Besarnya bantuan
mekanisme jalan baru bagi masyarakat langsung jika pada tahun 2007  antara Rp
untuk dapat mengakses dana pembangunan 750 juta s/d Rp 1,5 milyar per kecamatan,
secara langsung. Tidak seperti proyek-proyek maka pada tahun 2008 besarnya bantuan
Bank Dunia sebelumnya yang menempatkan per kecamatan sudah ada yang mencapai Rp
pemerintah Indonesia sebagai pemilik 3 milyar (Menko Kesra 2008).  Hingga akhir
proyek dan rakyat didudukkan sebagai masa kepemimpinan SBY-Boediono pada
penerima manfaat, dalam CDD kelompok- 2014, secara total Program Pengembangan
kelompok masyarakatlah yang memiliki Kecamatan dan bentuk barunya, yakni PNPM
proyek itu. Dengan bantuan fasilitator, Mandiri Perdesaan, telah mengalokasikan dana
satu kelompok masyarakat memprakarsai, Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) sebesar
merencanakan proyek dan menyampaikannya Rp 74,46 triliun. Sedangkan dana Bantuan
pada forum antar desa di kecamatan. Pada langsung Masyarakat (BLM) dari Proyek
setiap forum terjadi diskusi tentang alasan Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan
pentingnya, pengelolaannya, dan kapasitas (P2KP) dan bentuk barunya bernama PNPM
menjalankannya. Juga ada penilaian keuangan Mandiri Perkotaan tahun 2008-2013 sebesar
dan ahli teknik lokal (antara lain seorang Rp 9,124 triliun dan pada 2014 dana yang
insinyur di kabupaten) yang kemudian akan dialokasikan sebesar Rp 1,380 triliun.
membuat daftar urutan proyek-proyek yang Oleh perancangnya, proyek-proyek
akan didanai. Karena jumlah alokasi uang CDD ini diklaim telah berhasil menata-
bagi setiap kecamatan relatif tetap, maka ulang kepemerintahan lokal Indonesia.
terbentuklah kompetisi antar proposal. Bagi Demikian pula pemerintah Indonesia secara
yang mendapatkan proyek, kelompok itu resmi mengklaim bahwa PNPM Mandiri dan
4 Bhumi Vol. 4 No. 1, Mei 2018

pendahulunya “telah menghasilkan berbagai baik yang berasal dari kekuatan dari pihak
dampak positif terhadap peningkatan masyarakat politik, pengusaha kapitalistik,
kapasitas, kesejahteraan, dan kemandirian organisasi masyarakat sipil maupun gerakan
masyarakat” (Tim PNPM 2014). Pada tahun sosial––dapat aktif terlibat, atau juga dapat
2004, berdasarkan implementasi dan hasil- menolak, atau tidak memiliki kapasitas untuk
hasil proyek, program-program CDD mampu terlibat, membentuk, mengisi ruang-ruang
meningkatkan kualitas kerangka kerja itu, serta untuk selanjutnya secara dialektis
desentralisasi dengan cara: dibentuk kembali oleh arah, dinamika dan
a. Lebih mendorong partisipasi warga negara, hasil pertarungan dan perundingan beragam
suara, dan akuntabilitas pemerintahan kekuatan-kekuatan tersebut.
lokal; Penulis berusaha meninjau kembali
b. Menyediakan cara yang efektif untuk debat teoritik mengenai tersedianya ruang-
menyampaikan pelayanan-pelayanan ruang pertarungan dan perundingan baru
yang amat dibutuhkan dalam konteks dan berbagai kekuatan sosial yang bekerja
desentralisasi dengan biaya yang lebih di dalamnya, dengan meletakkannya dalam
efektif dan waktu yang lebih efisien; serta konteks pembangunan kapitalisme. Dalam
c. Secara langsung menginformasikan dan hal ini penulis mengerjakan kembali alat kerja
membentuk aturan-aturan desentralisasi analitik yang dikembangkan oleh Gillian Hart
(Wong dan Guggenheim 2005:254). (2002), khususnya mengenai pembedaan
antara Pembangunan (dengan huruf “P”
Telah jelas adanya agenda yang eksplisit besar) sebagai “suatu proyek intervensi paska-
dari kebijakan desentralisasi Indonesia yang perang dunia kedua terhadap negara-negara
berorientasi pada transformasi dari birokrasi ‘dunia ketiga’ yang berkembang dalam konteks
pemerintah yang sentralistik, birokratis, dekolonisasi dan perang dingin (cold war)”,
otoriter, pemburu rente dan juga represif beralih dan pembangunan (dengan “p” kecil) yang
menjadi pemerintah yang lebih responsif “merupakan pembangunan kapitalisme sebagai
dan bertanggungjawab. Telah jelas pula suatu rangkai-proses sejarah yang dipenuhi
agenda proyek-proyek CDD yang menempa dengan beragam kontradiksi dan secara geografis
komunitas-komunitas pedesaan dan perkotaan tidak sama antara satu lokasi dengan lokasi
mengembangkan prinsip-prinsip ‘mengatur lainnya” (Hart 2001: 650). Dengan demikian,
diri sendiri’. Keduanya, birokrasi pemerintahan saya menempatkan kebijakan desentralisasi dan
daerah dan komunitas-komunitas itu, terus proyek-proyek CDD bukanlah khas Indonesia,
dipermak menjadi agen-agen aktif penyokong melainkan suatu bentuk kontemporer dari
apa yang dikenal dengan istilah “tata Pembangunan saat ini.
pemerintahan yang baik” (good governance).
Seperti nanti akan ditunjukkan dalam artikel B. Argumen Bank Dunia
ini, keduanya merupakan neoliberal subject Dimulai sejak awal abad 21, Bank
yang dibutuhkan bagi pembangunan kapitalis Dunia telah banyak sekali mengubah
yang lebih luas. Artikel ini bermuara pada suatu pendekatan pembangunan dari Structural
kesimpulan tentatif mengenai tersedianya Adjustment (Penyesuaian Struktural) menjadi
berbagai arena pertarungan dan perundingan Comprehensive Development Framework
(spaces of contestation and negotiation) (Kerangka Pembangunan Komprehensif).
baru dimana berbagai kekuatan sosial–– Meski diluncurkan di tahun 1999, CDF
Noer Fauzi Rachman, Meninjau Kembali Teorisasi Mengenai ... 1-24 5

bukanlah hal baru. Yang baru adalah kombinasi karya-karya Michael Goldman (2005a, 2005b),
seluruh komponen-komponen menjadi Penny Griffin (2006), David Craigh dan Doug
sebuah kerangka untuk mengarahkan bantuan Porter (2006) yang memberi penjelasan
pembangunan, yakni: penting tentang cara bagaimana Bank Dunia
a) Hambatan-hambatan pembangunan menjalani rute-rute tertentu, menggunakan
itu bersifat sosial dan struktural, dan mengubah paradigma pembangunannya
yang tidak bisa hanya diatasi semata- dari waktu ke waktu hingga pada giliriannya
mata melalui stabilitas ekonomi dan sampai pada yang disebut sebagai Post-
kebijakan penyesuaian kebijakan belaka. Washington Consensus.1
Pembangunan membutuhkan visi Sekelompok ekonom makro di Bank Dunia
kebutuhan dan solusi yang holistik dan mengerangkakan desentralisasi dalam konteks
berjangka panjang. Comprehensive Development Framework itu
b) Reformasi kebijakan dan pelembagaan dengan menggunakan teori Rational Choice,
pembangunan tidak bisa diimport atau dan memperlakukan pemerintah lokal bersifat
dipaksakan; tanpa kepemilikan domestik, fungsional terhadap ruang ekonomi lokal
reformasi dan investasi tidak akan dengan cara mengefisienkan pelayanan pada
bertahan lama. masyarakat. Mereka menetapkan bahwa
c) Keberhasilan pembangunan mensyaratkan desentralisasi sekedar memfasilitasi efisiensi
kemitraan antara pemerintah, masyarakat ekonomi-ekonomi lokal ini. Mereka sangat
lokal, sektor swasta, masyarakat sipil serta menyadari bahwa kebijakan-kebijakan
pelaku-pelaku pembangunan lainnya; dan desentralisasi tidak selalu mencapai tujuan
d) Aktivitas-aktivitas pembangunan harus untuk menjadikan pemerintah lokal lebih
diarahkan dan dinilai berdasarkan hasil resposif dan bertanggungjawab, terutama
yang telah dicapai sebelumnya. karena lemahnya rancangan, korupsi
Perubahan ini dipahami dapat sebagai dan pembajakan oleh elit (elite capture).
respon Bank Dunia terhadap pengalaman Berdasarkan studi empiris komparatif, mereka
negatif kegagalan resep kebijakan mereka, ter­ berteori bahwa mendekatkan pemerintah pada
lihat nyata setelah krisis keuangan Asia-Timur warga negara serta memberikan kesempatan
(Pender 2001). Juga sebagai suatu konsekuensi partisipasi warga negara dalam pengambilan
dari “paradigma baru pembangunan” yang keputusan niscaya akan menciptakan kondisi
meletakan “pembangunan sosial” sepenting dimana desentralisasi akan mampu memenuhi
“pembangunan ekonomi” (Stiglitz 2002). janji-janjinya (Crook and Manor 2000; Manor
Akan tetapi, mengapa perubahan ini terjadi 1999; World-Bank 2001).
tepat saat hadirnya demokrasi liberal pasca
kejatuhan rejim otoriter-sentralis, seiring C. Argumen Hans Antlov
dengan semakin meluasnya kemiskinan, Aliran pemikiran lain yang harus menjadi
semakin terkonsentrasinya kekayaan pada pertimbangan di seputar perdebatan mengenai
perusahaan transnasional, menjamur dan
besarnya peran LSM dalam pembangunan
lokal, dan saat gerakan protes mendunia 1 Carroll (2005) telah menganalisis secara
mendalam Post-Washington Consensus yang
menentang institusi dan juga kebijakan memberi tempat besar bagi pembasisan teori-
neoliberal? Untuk mendapat jawaban yang teori social capital lyang mendasari proyek-
proyek CDD, dan teori-teori rational choice
lebih memuaskan kita bisa merujuk pada
yang mendasari kebijakan desentralisasi.
6 Bhumi Vol. 4 No. 1, Mei 2018

desentralisasi di Indonesia dikemukakan oleh dan devolusi kekuasaan dari pusat ke tingkat
sekelompok sarjana peneliti maupun aktivis lokal, dan sejumlah kewenangan, kebijakan, dan
terpelajar yang bekerja pada sektor yang pengaturan dialihkan ke badan-badan lokal yang
disebut sebagai “masyarakat sipil”. Analisis bertanggungjawab dan mampu mendekatkan
yang paling berpengaruh ditulis oleh Hans jarak proses-proses kebijakan, pelaksanaan
Antlov.2 Antlov mengamati masalah utama di regulasi, penyelenggaraan program, dan layanan
Indonesia bukan terletak pada tidak adanya birokrasi kepada rakyat (Antlov 2004).
pemerintah yang efektif (ia merujuk pada
negara-negara Afrika dan Eropa Timur), bukan D. Kritik Vedi Hadiz dan Toby Carroll
pula pemerintah kurang dekat dengan rakyat Saya menempatkan karya-karya Vedi
(ia merujuk pada Asia Timur). Sebaliknya, Hadiz yang menganut perspektif Structural
ia menegaskan bahwa di bawah Orde Baru, Marxist dalam perbincangan dengan karya-
pemerintah terlalu dekat dengan rakyat dan karya kaum neo-institusionalis seperti
terlalu efektif, mengintervensi seluruh aspek direpresentasikan oleh Bank Dunia (Hadiz
kehidupan publik dan pribadi. Tantangan 2004a; Hadiz 2004b). Hadiz3 menempatkan
masyarakat Indonesia adalah mereformasi konsekuensi desentralisasi sebagai pokok
lembaga-lembaga yang ada, bukan membuat perdebatannya dengan “literatur-literatur
institusi-institusi baru. Agendanya secara neo-institusionalis”, yang merupakan aliran
khusus adalah mendemokratiskan lembaga- pemikiran sejumlah besar orang dalam
lembaga negara sehingga rakyat bisa percaya organisasi-organisasi pembangunan seperti
mereka (Antlov 2004). Bank Dunia dan badan dana bantuan Amerika
Ia mengibaratkan roti sandwich bahwa ada Serikat, USAID” (Hadiz 2004a: 698).4
dua jenis kekuatan pembentuk pemerintahan
lokal saat itu: proses desentralisasi dari pusat
ke daerah (top-down) dan proses partisipasi 3 Vedi Hadiz saat ini adalah professor di Asian
warga negara dari masyarakat ke pusat (bottom- Studies, Asia Institute, the University of
Melbourne. Sebelumnya, dia mendapat PhD
up). Diharapkan proses ini akan “bertemu dari Murdock University, Australia, dibawah
di pertengahan” dan mampu membentuk bimbingan langsung Richard Robinson.
kontrak sosial baru serta membangun 4 Mohan dan Stokke (2000) menjuluki
pandangan-pandangan neo-institutionalist
kepercayaaan pemerintah lokal yang vital bagi ini sebagai ‘revisionist neo-liberalism’, yang
keberlangsungan Indonesia. Demokratisasi di pada pokoknya berposisi menganjurkan
suatu strategi ‘top-down’ untuk reformasi
tingkat nasional tidak akan bertahan lama tanpa
kelembagaan dalam arti bahwa badan-badan
memahami kebutuhan khusus masyarakat pemerintahan dan NGO-NGO mengusahakan
di tingkat lokal. Pertumbuhan ekonomi yang kelembagaan-kelembagaan yang ada lebih
efisien dan mengikutkan kelompok-kelompok
lebih berkelanjutan seiring dengan stabilitas sasaran tertentu dalam proses pembangunan.
politik hanya dapat terpenuhi melalui sebuah Konseptualisasi partisipasi dan pemberdayaan
model demikian ini didasarkan pada model
proses penguatan masyarakat dengan seksama tatanan kekuasaan yang seimbang. Kekuasaan
melekat di dalam anggota-anggota individual
suatu komunitas dan dapat meningkat seiring
dengan keberhasilan dalam pencapaian
2 Ia adalah mantan Pimpinan Program Ford tujuan-tujuan individual dan kolektif. Hal
Foundation untuk tata pemerintahan dan ini menunjukkan bahwa pemberdayaan dari
masyarakat sipil, dan sekarang ia bekerja kaum yang tak berdaya dapat dicapai melalui
sebagai penasihat tata pemerintahan di USAID tatanan sosial yang ada tanpa akibat negatif
bagian program pendukung tata pemerintahan apapun terhadap kekuasaan pihak yang
lokal di Indonesia. berkuasa” (hlm. 249).
Noer Fauzi Rachman, Meninjau Kembali Teorisasi Mengenai ... 1-24 7

Berbeda dengan pandangan kaum Neo- sosial” (Hadiz 2004a: 702).


institusionalist dan variannya dari eksponen Berdasarkan penelitian lapangan di
‘masyarakat sipil’, Hadiz menegaskan bahwa Sumatera Utara, Hadiz menyimpulkan
pengalaman kebijakan desentralisasi di bahwa ketimbang menghasilkan semacam
Indonesia hanya sedikit mampu mencapai technocratic ‘good’ governance seperti yang
apa yang diyakini para pembaru tata diidealkan oleh kaum neo-institutionalist, yang
pemerintahan. Yang nyatanya, desentralisasi terjadi “justru meningkatkan bandit-bandit dan
itu telah berfungsi melayani perkembangan preman politik dalam kepemimpinan partai-
dari apa yang diistilahkannya dengan “newly partai, parlemen-parlemen dan lembaga-
decentralized, predatory networks of patronage” lembaga eksekutif yang mengendalikan agenda
(Hadiz 2004a: 699). Dalam bahasa sehari- desentralisasi”. Hadiz menyebut mereka sebagai
hari, mungkin maksud dari julukan ini adalah “predator desentralisasi”. Sementara kaum
seperti yang diungkap dalam keluhan umum neo-institutionalist cenderung menekankan
bahwa “bila dahulu kita berhadapan dengan aspek-aspek teknis desentralisasi, studi
satu Soeharto dengan kroninya, di masa kasusnya itu menunjukkan bahwa pertarungan
desentralisasi ini Soeharto-nya dan kroni- kekuasaan lebih berpengaruh pada bagaimana
kroninya ada dimana-mana.” Dalam karyanya desentralisasi berkiprah daripada niat dan
bersama dengan Richard Robinson, Hadiz isi kebijakannya itu sendiri. Lebih dari itu,
juga dengan lugas mengkritik argumentasi berbeda dengan kecenderungan para neo-
Crok dan Manor (1998) dan Manor (2002), institutionalist yang menghubungkan proses-
dengan menunjukkan bahwa institusi- proses seperti desentralisasi, demokrasi,
institusi demokrasi telah dipakai oleh banyak partisipasi, akuntabilitas dan peran masyarakat
unsur rejim terdahulu yang tamak dan otoriter sipil/modal sosial, dalam kasus Indonesia jelas
(Hadiz dan Robinson 2005; 2004). Hadiz dan terlihat bahwa desentralisasi jelas-jelas direbut
Robinson menjabarkan bahwa anggota rejim dan dikuasai oleh ‘uncivil’ groups (Hadiz
otoriter dan oligarki sebelumnya telah berhasil 2004a: 716). Dan akhirnya, “sementara kaum
membentuk kembali diri mereka layaknya Neo-institutionalist memimpikan, meskipun
aktor demokratik melalui partai-partai politik tidak diakuinya, desentralisasi sebagai bagian
dan parlemen yang mereka pimpin. “Karena dari politik yang lebih luas dimana keahlian
proses demokratisasi Indonesia telah dibajak dan ‘rasionalitas’ teknokratik jalan menurut
oleh kepentingan mereka … hasil-hasil dari kehendaknya sendiri, dinamika politik yang
desentralisasi tidak seperti yang diduga nyata menunjukkan ‘para ahli’ teknokratik dan
literatur-literatur neo-institutionalist” (Hadiz sekutu-sekutu mereka telah dilecehkan karena
2004a: 699). “Kaum Neo-institutionalist program-program mereka direbut oleh mereka
mengabaikan fakta bahwa demokratisasi, yang lebih kukuh, terorganisir lebih baik dan
partisipasi publik, akuntabilitas serta hak-hak tentu lebih berkuasa” (Hadiz 2004a: 717).
ekonomi dan sosial benar-benar terikat secara Pada butir terakhir ini, dengan menyadari
historis dengan hasil perjuangan kepentingan- sepenuhnya perbedaan mendasar di antara
kepentingan dan kekuatan-kekuatan sosial... keduanya, penulis menemukan suatu
hasil perubahan sosial yang berlangsung konvergensi yang janggal antara argumen neo-
selama berabad-abad, seringkali diwarnai oleh institutionalist dengan argumen structural
konfrontasi kekerasan dan berdarah-darah, marxist sekitar bahaya desentralisasi: keduanya
tidak kecuali pertarungan antara kelas-kelas mengakui bahwa sebagian besar bukti empiris
8 Bhumi Vol. 4 No. 1, Mei 2018

memperlihatkan desentralisasi dimanfaatkan jangkau, misalnya tata pemerintahan


elit yang bermain dalam pengambilan dan kelembagaan sosial” (2005: 3).
keputusan publik yang tentunya menjadi Selanjutnya, Carrol menggunakan karya
arena pengaruh yang tidak setara antara Cammack6 (Cammack 2001b; Cammack
kelompok yang diuntungkan dan kelompok 2002; Cammack 2003; Cammack 2004)
yang dirugikan. untuk menegaskan bahwa “berpasangan
Karya Vedi Hadiz memiliki sejumlah dengan sumber ketidakadilan struktural dan
konvergensi dengan karya-karya Toby Carroll struktur program yang dibiayai hutang, PPK
(Carroll 2005; Carroll 2006),5 namun keduanya dapat menjadi contoh yang gemilang … dari
berbeda pendekatan dalam melihat Program meluaskan proletarisasi di dunianya orang
Pengembangan Kecamatan (PPK) sebagai satu miskin” (Carroll: 2). Memang, karya Cammack
contoh evolusi dan reproduksi neoliberalisme telah menawarkan analisis terbaru terhadap
yang secara umum mengarah pada hegemoni Bank Dunia dari perspektif Marxist tertentu,
neoliberalisme. Carroll (2005) merangkum yang ingin ia sebut sebagai new materialist,
dasar teoritis yang disebut sebagai the Post- dan mulai dengan penegasan bahwa Bank
Washington Consensus’ Socio-Institutional Dunia terus terlibat dalam “sebuah program
Neoliberalism (PWC-SIN) dan menunjukkan sistematis untuk membentuk dan meng-
bahwa “gagasan-gagasan teoritis di dalamnya konsolidasikan kapitalisme pada tataran
sungguh memengaruhi bentuk tampilan global” (Cammack 2002: 127).
programnya” (2005: 2). Ia dengan cerdik
membuka simpul teoritiknya dan mengurai E. Sumbangan Tania Li dan Frederich
unsur-unsur debatnya dengan para ekonom Rawski
makro Bank Dunia, dan kemudian secara
Dua kajian terbaru yang secara serius
kritis membongkar hubungan-hubungan yang
mempertimbangkan rasionalitas baru dari
tersembunyi di antara keduanya:
proyek-proyek Bank Dunia, dengan memeriksa
“apa yang menjadi terungkap dari
KDP sebagai contoh luar biasa dimana Bank
analisis ini adalah bagaimana dekatnya
Dunia mendefinisikan ulang pendekatan
Post-Washington Concensus (PWC)
pada ekonomi neo-klasik, dan pada neoliberalnya adalah karya Tania Li dan
neoliberalisme bila dilihatnya sebagai Frederich Rawski.
proses politik yang berkembang. … Tania Li menggunakan tafsir Anglo-
Dasar teoritis dari socio-institutional Foucaultian dari Nicolas Rose tentang
neo-liberalism sesungguhnya melayani governmentality dan menggunakan konsep
neoliberalisme dengan ‘suatu
government through community, “memerintah
kehidupan baru’ dan kesempatan
melalui komunitas”, untuk menunjukan
baru untuk kembali terlibat (di
bawah panduan-panduan teknokratis betapa di tengah gilang-gemilang program
tentunya) dalam wilayah-wilayah pemberdayaan (empowerment) dan partisipasi,
yang sebelumnya tidak dapat mereka Bank Dunia telah berhasil menciptakan
kondisi yang memungkinkan masyarakat
5 Engels (2006) memiliki kesamaan penilaian
terhadap KDP sebagai sebuah contoh baru
versi neolieberal baru yang diadopsi Bank 6 Saya akan kembali kepada perspektif Cammack
Dunia. Akan tetapi saya tidak mengkaji untuk menjembatani perdebatan seputar
analisanya, karena Penilaiannya terhadap KDP desentralisasi dan CDD, dengan perdebatan di
sangat tipis. seputar akumulasi primitif.
Noer Fauzi Rachman, Meninjau Kembali Teorisasi Mengenai ... 1-24 9

mengatur ulang aspirasi, keyakinan, perilaku, untuk mengembangkan self-governance dan


tindakan, dan hal-hal mental lainnya. individual choice.” Jadi Rawski menyimpulkan
Singkatnya, ia mengutip karya-karya David bahwa proyek-proyek CDD “bukan hanya
Scott tentang colonial governmentality (Scott bertujuan memaksimalkan efisiensi
1995) bahwa kesemua itu “sedemikian rupa penyaluran dana internasional maupun
dibuat sehingga rakyat hanya mengikuti apa menyokong lembaga-lembaga pemerintahan
yang mereka yakini sebagai kepentingan lokal, melainkan juga memengaruhi cara
mereka sendiri, dan akan melakukan apa orang-orang berfikir mengenai hubungan
yang mereka sendiri haruskan” (1995: 202). sosial dalam komunitas mereka dan antar
Scott menggunakan gagasan Foucault tentang komunitas, negara maupun lembaga-lembaga
governmentality dan berpendapat bahwa internasional” (Rawski 2006:920). Dalam artikel
“untuk memahami proyek-proyek kekuasaan tersebut, ia menunjukkan bagaimana struktur
kolonial pada setiap peristiwa sejarah tertentu, administratif PPK yang membuka persaingan
seseorang harus memahami karakter dasar antara kelompok-kelompok individu dalam
rasionalitas politik yang membentuknya. Dan proses penyampaian proposal proyek untuk
apa yang dipentingkan bukanlah memahami perolehan dana “mencerminkan penekanan
bagaimana tindakan penjajah terhadap neoliberal terhadap enterpreneurship, inovasi
terjajah, bukan pula memahami bagaimana individual, dan kompetisi pasar bebas….
kolonialisme menyingkirkan dan merangkul norma-nilai demikian itu menyertakan prinsip-
penduduk asli sebagaimana mereka rancang. prinsip, seperti akuntabilitas (dilaksanakan
Melainkan mencoba mengungkap berbagai melalui aturan-aturan maupun prosedur
cara penggunaan kekuasaan kolonial, target- yang mensyaratkan transparansi dalam
targetnya, dan berbagai bidang discursive pengambilan keputusan), dan hak partisipasi
dan non-discursive yang dicakupnya” (Scott individu (yang dilaksanakan melalui aturan
1995:204). Menurut penulis, karya Li itu maupun prosedur seperti voting, sistem kuota,
mencoba mengungkap rasionalitas politik yang dan kewajiban konsultasi)” (Rawski 2006:942).
mampu menjadikan CDD itu sebagai suatu
bentuk baru Proyek Pembangunan neoliberal. F. Penemuan kembali “Akumulasi
Sejalan dengan karya Tania Li itu adalah Primitif”: Sumbangan Michael
karya Frederich Rawski (2005). Rawski Perelman, Massimo de Angelis dan
mengakui bahwa CDD di Indonesia dan juga David Harvey
di Timor Timur membentuk apa yang ia sebut
Kebangkitan penggunaan kembali konsep
the community-based administrative regime
analitik “akumulasi primitif” bisa dipahami
(rejim administratif berbasis masyarakat)
melalui tiga inisiatif terkemuka: (1) sumbangsih
dan pengaruhnya dirasakan bukan hanya
pemikiran Michael Perelman, terutama
memberlakukan syarat-syarat prosedural, tapi
dalam bukunya, The Invention of Capitalism,
juga melalui pembentukan dan penyebaran
Classical Political Economy and Secret History
kerangka normatif yang menentukan ruang
of Primitive Accumulation (Perelman 2000),
lingkup interaksi-interaksi masyarakat. “Untuk
(2) sumbangsih pemikiran Massimo de Angelis
sebagian hal, mereka menyediakan kondisi
(de Angelis 2001, 2004, 2007) serta debat pada
bagi datangnya dana-dana pembangunan
Jurnal The Commoner dimana ia menjadi
internasional dan keberhasilan cara prosedur
editor utama; dan (3) sumbangsih pemikiran
administratif tertentu yang dimaksudkan
10 Bhumi Vol. 4 No. 1, Mei 2018

David Harvey (Harvey 2003, 2004 2005; 2006c). menganggap bahwa cara Marx merumuskan
Tiga pemikir ini berangkat dari semacam akumulasi primitif sebagai kenyataan masa
kesepakatan dari beberapa hal berikut: lampau sungguh dapat dimengerti, karena
a) Analisis Marx pada Capital vol 1, Bagian “Marx mengabdikan keterangannya mengenai
VIII yang membahas fenomena historis akumulasi primitif sebagai kritik yang
di Inggris selama periode transisi agraria meyakinkan terhadap kapitalisme, yakni sekali
menuju kapitalisme. Marx, mengutip kapitalisme memegang kendali, kaum kapitalis
karya Adam Smith mengenai previous belajar bahwa tekanan-tekanan pasar sungguh
accumulation dan menggunakannya lebih efektif dalam mengeksploitasi tenaga
untuk menganalisis proses pembentukan kerja ketimbang tindakan brutal akumulasi
modal untuk pertama kalinya. Para primitive” (Perelman 2000: 30). Perelman juga
sarjana umumnya mengutip kalimat Marx yang memecahkan misteri “primitif” dalam
yang paling terkenal “akumulasi primitif “akumulasi primitif”. Seperti yang secara tegas
berperan dalam ekonomi politik kira-kira tercantum dalam tulisan Marx, kata primitif
sama seperti dosa asal pada teologi”; “tidak berasal dari istilah Adam Smith: previous
lain dari pada proses sejarah pemisahan accumulation. Dalam karyanya, Perelman
produsen dari alat produksinya”; “ketika menunjukkan kalimat lengkap dimana Marx
sejumlah besar orang tiba-tiba dipisahkan mengambil dari Adam Smith, yakni “the
secara paksa dari caranya melanjutkan accumulation of stock must, in the nature of
hidup, dan terlempar menjadi proletariat things, be previous to the division of labour”.
bebas dan ‘bergantung melulu’ pada Marx yang menulis dalam bahasa Jerman
pasar tenaga kerja”; “perampasan tanah menerjemahkan kata ‘previous’ dari karya
dari para produser pertanian, dari para Adam Smith menjadi “ursprunglich”, dimana
petani, adalah fondasi dari seluruh proses penerjemah bahasa Inggris Marx kemudian
(pembentukan kapitalisme); “sebuah menerjemahkannya menjadi “primitive”
sejarah yang musti ditulis dalam almanak (Perelman 2000: 25).
manusia dengan tinta darah dan api.” Sumbangsih yang lebih besar dari karya
b) Yang disebut “akumulasi primitif” Perelman itu adalah secara lugas mengungkap
bukanlah fenomena sejarah yang hanya hal yang ia sebut sebagai “siasat terselubung”
terjadi sekali saja, melainkan transformasi (dark design) dari karya ekonom politik klasik
itu adalah proses yang berjalan seperti Adam Smith, David Ricardo, Sir James
terus menerus (on-going processes). Stuart dan berbagai pemikiran lain yang kurang
Keberadaannya selalu menjadi ada dan seterkenal mereka. Perelman menegaskan
penting dalam perkembangan kapitalisme. bahwa mereka:
Maka, ada soal besar dalam teorisasinya “mengaburkan peran akumulasi
mengapa kaum Marxist cenderung primitif dalam karya teoritis mereka.
menafsirkan akumulasi primitif bukan Namun ... ketika kita merujuk pada
sebagai fenomena yang berlangsung terus- surat, catatan harian, dan berbagai
menerus. rekomendasi kebijakan mereka, arti
penting akumulasi primitif menjadi
jauh lebih jelas... Para penulis tersebut
Michael Perelman bertanya mengapa
sepertinya dengan sengaja telah sejauh
Marx tidak lebih lugas mengemukakan sifat mungkin mengaburkan makna, supaya
keberlangsungan akumulasi primitif? Ia makna tersebut tidak melemahkan
Noer Fauzi Rachman, Meninjau Kembali Teorisasi Mengenai ... 1-24 11

klaim-klaim keberlakukan teori melalui kekuatan-kekuatan ekstra-


mereka. Perjuangan masyarakat ekonomi langsung oleh negara, kelompok
pedesaan untuk memenuhi kelas sosial tertentu, dan lain-lain (de
kebutuhan hidup secara mandiri
Angelis 2000: 12).
hanya lah menjadi bayang-bayang
sekilas saja di seluruh karya ekonomi
politik klasik dimana cara hidup yang De Angelis menyatakan bahwa dua
ditampilkan secara sekilas itu telah butir yang dimaksudkan di atas mengungkit
dihapuskan sepenuhnya oleh proses pertanyaan empiris untuk menyelidiki berbagai
akumulasi primitif. Akibatnya, proses perbedaan bentuk dari akumulasi primitif.
ini benar-benar tidak diperhatikan De Angelis memperluas argumentasi ini–dan
oleh para pembaca modern karya
lebih memilih menggunakan istilah lain yakni
klasik ekonomi politik” (Perelman
“enclosure”–dan menyajikan suatu taksonomi
2000: 10-11).
yang lengkap berbagai tipe dan model baru
Kemudian Perelman menyimpulkan dari enclosure tersebut dalam kapitalisme
“ekonomi politik klasik sungguh global saat ini (De Angelis 2004). Dalam
mengutamakan akumulasi primitif guna artikel tersebut, ia tidak hanya mencantumkan
mempercepat pembangunan kapitalis, meski bentuk klasik enclosure tanah dan sumberdaya
logika akumulasi primitif bertentangan alam, akan tetapi juga beragam enclosure
sepenuhnya dengan apa yang dicanangkan dalam ruang kota, kepemilikan bersama (social
oleh para ekonom politik klasik berupa nilai- common), dan pengetahuan serta kehidupan.
nilai laissez-faire” (Perelman 2000: 12) Menurut de Angelis, modal harus dipahami
Sejalan dengan Perelman, Massimo de sebagai sebuah kekuatan (force). Sehingga
Angelis mendesak sebuah tafsir ulang gagasan- sehubungan dengan eclosure, modal harus
gagasan Marx tentang akumulasi primitif, yang dipahami sebagai enclosing social force (De
dipahaminya tidak sekedar sebagai sebuah Angelis 2004: 59, n. 5). Oleh sebab itu enclosure
peristiwa masa lampau di awal perkembangan diartikan sebagai ciri yang melekat pada cara
kapitalisme, tapi juga sebagai sebuah proses produksi kapitalisme karena modal cenderung
tak terpisahkan dengan berjalannya cara mengkolonialisasi seluruh kehidupan,
produksi kapitalis. Pendiriannya adalah: sementara itu rakyat yang bermukim di dunia
a) pemisahan antara produser dan alat-alat tempat mereka hidup sesungguhnya mampu
produksi merupakan “suatu ciri umum mengembangkan alternatif menghadapi
akumulasi maupun akumulasi primitif” komodifikasi hubungan-hubungan sosial. Ia
dan “berdasar intepretasi Marx ... tidak mengelompokan enclosure menjadi dua model
ada yang menunjukan bahwa pemisahan implementasi, yakni: (i) enclosure sebagai
ini tidak terjadi setiap saat, bahkan dalam sebuah rancangan “kekuasaan atas” (power
situasi cara produksi yang telah ‘matang’, over), dan (ii) enclosure sebagai sebuah akibat
ketika kondisi pemisahan ex novo telah dari proses akumulasi. Model yang pertama
berlangsung” (de Angelis 2000: 12); menunjukkan berbagai macam strategi yang
b) “Perbedaan antara akumulasi dengan sungguh-sungguh dirancang dengan berbagai
akumulasi primitif berdasarkan pada bentuk dan nama (privatisasi, promosi ekspor,
kondisi-kondisi berlangsungnya pemisah­ pengetatan anggaran dsb.). Sedangkan pada
an tersebut”, maka pada akumulasi primitif yang kedua, enclosure merupakan akibat yang
pemisahan itu berlangsung utamanya tak direncanakan (unintended by-product)
12 Bhumi Vol. 4 No. 1, Mei 2018

dari akumulasi yang (dalam bahasa ekonomi) sarjana-sarjana Marxian tersebut yang tidak
dikenal sebagai ”negative externalities”, yang memandang serius cara bagaimana hal-hal di
tak dikalkulasi dalam harga pasar dari barang- luar modal itu dihasilkan secara terus menerus
barang yang dihasilkan, karena biaya-biaya melalui perjuangan yang berkelanjutan. Ia
yang dikeluarkan oleh para penghasil barang mengenali adanya tiga dimensi penting dari
itu memang berada di luar perusahaan yang perjuangan berkelanjutan ini: (a) watak
memiliki barang itu (de Angelis 2004:77-78). komunitariannya; (b) proses artikulasinya; dan
Jika modal dipahami sebagai sebuah (c) pada sifat dan keefektifan tantangannya
enclosing social force, kekuatan sosial yang terhadap modal.
senantiasa melakukan enclosure, bagaimana Tokoh lain yang mengerjakan kembali
de Angelis menteorisasi sesuatu ”yang berada konsep akumulasi primitif ini adalah geografer
di luar modal itu”? Ia memikirkan pertanyaan ternama, David Harvey. Apa yang dikemukakan
itu secara serius, bukan sekedar pertanyaan Harvey mengenai accumulation by disposession
analitis, tapi juga pertanyaan politis. Ia harus dilihat sebagai sebuah tema baru yang
menegaskan posisinya bahwa muncul dari upayanya selama hampir tiga
”apa yang berada di luar modal adalah dekade tanpa henti menunjukkan betapa
suatu proses untuk menjadi yang pentingnya geography dalam analisa Marxian,
lain, yang bukan modal, dan dengan yang kemudian usahanya ini dikenal dengan
demikian menghadirkan dirinya nama historical geographical materialism,
sebagai suatu halang-rintang terhadap suatu upaya sungguh-sungguh membawa
proses akumulasi tanpa batas dan,
ruang (space) sebagai kata kuncinya (Harvey
sejak mula, proses enclosure, harus
2006b). Usaha yang pada mulanya dirintis
menghadapi … berbagai bentuk
perlawanan konkrit serta berbagai oleh Henry Lefebrve, seorang filsuf Marxian
sikap manusia yang menyertainya. dari Perancis, yang dalam karya klasiknya The
Dan jelaslah, bahwa, munculnya Production of Space (1974/1991) dengan brilian
berbagai hal di luar modal ini tidak menunjukkan secara eksplisit mengusulkan
menjamin kepastian keberlangsungan suatu kosa kata “ruang” dan ”produksi ruang”
dan reproduksi modal dengan
ke dalam ilmu-ilmu sosial dan humaniora.
sendirinya” (De Angelis 2007:229).
Di sini kita akan mengedepankan
Kemudian, uraiannya sampai pada sumbangsih pemikiran Harvey sebagai tafsir
perbandingan dan kritik yang sungguh kontemporer atas akumulasi primitif, yang
penting dan menarik terhadap cara bagaimana dia jabarkan berangkat dari elaborasinya
kaum Marxist menempatkan “hal-hal di luar mengenai capital overaccumulation dan
modal dalam konteks kehadiran maupun tenaga kerja. Overaccumulation terjadi pada
ketidakhadirannya sebagai suatu fungsi saat surplus modal (terlihat saat komoditas-
dari sesuatu yang terbentuk secara ex-ante komoditas berlimpah di pasar sehingga
dan dalam hal ini akan sampai juga pada tidak dapat terjual tanpa rugi, saat kapasitas
posisi akhirnya dalam proses perkembangan produktif ideal dan/atau ketika surplus modal
kapitalisme (Wolpe, Hart dan Negri), atau uang kekurangan saluran untuk investasi
hal ini dalam proses menuju kematiannya produktif dan menguntungkan), dan surplus
melalui accumulation by dissposessions yang buruh (pengangguran meningkat) tidak lagi
berlangsung terus (Harvey)” (de Angelis dapat diinvestasikan kembali pada tingkatan
2007:232). Ia melontarkan kritik pada keuntungan rata-rata pada wilayah atau tempat
Noer Fauzi Rachman, Meninjau Kembali Teorisasi Mengenai ... 1-24 13

asalnya. Menurut Harvey, terbentuk melalui berbagai macam tindakan


“surplus-surplus demikian bisa perampasan, penipuan, dan kekerasan yang
terserap melalui (a) pemindahan diperlakukan atas berbagai hal di “keadaan
sementara investasi proyek-proyek awal” yang dianggap tidak lagi relevan atau
modal atau pembiayaan sosial – di sini ia kemudian merujuk pada Rosa
berjangka panjang (seperti pendidikan Luxemberg – yang diperlakukan terhadap yang
dan penelitian) yang pada gilirannya
berada “di luar dari” kapitalisme yang berlaku
nilai modal itu akan masuk dalam
bagaikan suatu sistem tertutup. Selanjutnya,
sirkulasi modal di masa mendatang, (b)
pengalihan ruang dengan membuka “mengevaluasi kembali peran yang menetap
pasar baru, kapasitas produksi baru, dan terus berkelanjutan dari praktek-praktek
dan kemungkinan-kemungkinan buas dari “akumulasi primitif” atau “akumulasi
perolehan sumber daya, maupun awal-mula” dalam sebuah geografi sejarah
tenaga kerja baru di lain tempat, atau akumulasi modal, sungguh merupakan
(c) beberapa kombinasi dari butir (a)
“tugas yang mendesak sebagaimana akhir-
dan (b)” (Harvey 2003:106).
akhir ini disampaikan oleh para komentator”.
Selanjutnya, Harvey merujuk pada Parelman (2000), de
“produksi ruang, organisasi pembagian Angelis (2000) dan perdebatan besar-besaran
kerja yang secara keseluruhannya dalam The Commoner. Menurutnya “apa
baru dalam wilayah yag baru pula, yang dilakukan melalui accumulation by
pembukaan berbagai macam cara disposession adalah melepaskan serangkaian
perolehan sumber daya baru yang
aset (termasuk tenaga kerja) dengan biaya yang
jauh lebih murah, pembukaan
wilayah-wilayah baru sebagai bagian sangat rendah (dan dalam banyak hal sungguh
dari dinamika ruang-ruang akumulasi tanpa biaya). Modal yang telah terakumulasi
modal, dan penetrasi terhadap formasi berlebihan dapat dipakai untuk merampas
sosial yang ada oleh hubungan- rangkaian aset tersebut dan segera dapat
hubungan sosial kapitalis dan tatanan membawanya ke dalam suatu penggunaan
kelembagaannya (contohnya aturan yang menguntungkannya” (Harvey 2003: 149)
kontrak dan kepemilikan pribadi)
Harvey memutuskan untuk meluaskan dan
membuka jalan bagi penyerapan
surplus modal maupun tenaga kerja. menamakannya accumulation by disposession
Namun, ekspansi re-organisasi dan (akumulasi dengan cara perampasan), karena ia
rekontruksi geografis sering menjadi merasa “adalah janggal untuk menyebut suatu
ancaman bagi nilai-nilai yang telah proses yang berkelanjutan dari ‘akumulasi
menancap dalam pada tempat-tempat primitif’ atau ‘akumulasi awal-mula’” (Harvey
itu (terikat secara sosial pada tanah), 2003:144). Dalam karyanya, ”Comment
dan juga bagi nilai-nilai yang belum
in Commentaries” (Harvey 2006a), yang
mewujud” (Harvey 2003: 116)
ditulisnya sebagai tanggapan atas sejumlah
Accumulation by dispossession merupakan komentar serta kritik atas New Imperialism
reformulasi Harvey atas “akumulasi primitif” (Ashman dan Calinicos 2006; Brenner 2006;
setelah ia mengolah teori under-consumption Brenner 2006; Castree 2006; Fine 2006;
dari Rosa Luxemberg dalam karyanya The Suteliffe 2006; Wood 2006), ia berkeras bahwa
Accumulation of Capital (1968). Menurutnya, “praktek-praktek kanibalistik dan predatoris
banyak teori-teori Marxist mengenai akumulasi yang terjadi terus di negara-negara kapitalis
“mengabaikan proses akumulasi yang maju dengan kedok privatisasi, reformasi
14 Bhumi Vol. 4 No. 1, Mei 2018

pasar, pengetatan anggaran kesejahteraan dan intelektual, mengatur kelembagaan agar


neoliberalisasi lebih cocok bila ditampilkan pasar dapat tempat semestinya, layanan
sebagai accumulation by disposession. infrastruktur, pendidikan dan kesehatan
Accumulation by disposession secara kualititaf yang diperlukan agar ekonomi pasar bekerja
dan teoritis berbeda dengan apa yang terjadi di dan sebagainya. Semua ini menggambarkan
masa awal kapitalisme.” (Harvey 2006a: 158) sebuah proyek perluasan dan konsolidasi
Pada The New Imperialism, ia menampilkan kapitalisme di negara berkembang. Yang lebih
beragam contoh kontemporer baik di spesifik, ”sumber daya Bank Dunia dipakai
negara maju maupun negara berkembang untuk memperdalam kebijakan-kebijakan
yang disebutnya sebagai the cutting edge of pemerintah yang melancarkan proletarisasi,
accumulation by dispossession, yaitu: “aset- memudahkan eksploitasi dan meningkatkan
aset yang dipegang oleh negara atau dikelola ketergantungan pasar” (Cammack 2001b:
secara bersama oleh penduduk dilepas ke pasar 198). Cammack menegaskan bahwa alasan
ketika masa modal-modal yang berkelebihan mendasar strategi ini adalah kebutuhan untuk
itu sanggup berinvestasi, memperbaharui menciptakan ‘cadangan tenaga kerja’ (reserved
dan berspekulasi dengan menggunakan army of labour) dalam skala global, dimana:
aset-aset tersebut”. Dalam A Brief History of “kapitalisme yang matang itu
Neoliberalism, ia memerinci akumulasi lewat membutuhkan dan terus membentuk
perampasan itu menjadi: ‘penduduk yang menganggur’ yang
a) Privatisasi dan komodifikasi, tanpanya proses pendisiplinan
b) Finansialisasi, kapitalisme tidak akan bekerja;
kehadiran ‘cadangan tenaga kerja
c) Pengelolaan dan manipulasian krisis, dan
industrial’ itu akan mempertahankan
d) Redistribusi aset negara (Harvey 2005: 157-
upah yang rendah, dan cenderung
158) membuat tenaga kerja hanya hidup
sekedar hidup; dan mereka yang
G. Proyek Pembangunan dalam menganggur berada dalam kondisi
Pembangunan Kapitalisme miskin absolut. Singkatnya, untuk
menghapuskan kemiskinan harus
Karya-karya Paul Cammack (2001a; 2002; menghapuskan sistem kapitalisme itu
2003; 2004) menegaskan keharusan memahami sendiri” (Cammack 2001b: 195).
peran kontemporer Bank Dunia yang telah dan
Upaya melancarkan proses proletarisasi
terus terlibat dalam “serangkaian program-
dilakukan oleh Bank Dunia dengan bekerja
program sistematis dalam pembentukan dan
pada ”cadangan tenaga kerja” tersebut melalui
konsolidasi kapitalisme di tingkat global”
upaya-upaya memelihara disiplin pasar,
(Cammack 2002:127). Penegasannya yang lebih
membatasi meningkatnya upah mereka dalam
spesifik adalah “Bank Dunia telah menjalankan
pasar, dan memelihara tingkat keuntungan
misi baru untuk dirinya selama beberapa
yang diinginkannya.
dekade terakhir... untuk menyelesaikan proses
akumulasi primitif di tingkat global (Cammack “Kapitalisme membutuhkan orang-
orang yang dipersiapkan untuk
2001b:198).
menjadi para pekerja potensial, di
Menurut Cammack, secara umum Bank wilayah-wilayah dimana pendisiplinan
Dunia membutuhkan terciptanya pasar tersebut belum berlangsung ... Dalam
tenaga kerja, penyelenggaraan hak kekayaan masa di akhir abad dua puluh dan
awal abad duapuluh satu, Bank Dunia
Noer Fauzi Rachman, Meninjau Kembali Teorisasi Mengenai ... 1-24 15

memikul tanggungjawab untuk lebih tepat dan berguna apabila berorientasi


mengerangkakan dan menguatkan untuk menghasilkan konsep-konsep yang
kebijakan-kebijakan yang diperlukan konkrit untuk menghadapi realitas konkrit
untuk sedemikian rupa membuat
yang berbeda di berbagai tempat dan berubah
disiplin-disiplin itu terwujud”
dari waktu-ke-waktu (concrete in history),
(Cammack 2001b:195).
seperti yang diusulkan Stuart Hall dalam
Dengan merujuk pada karya Cammack mediskusikan metode kerja Marx (Hall 2003).
tersebut, dapatkah kita langsung menarik Sebelum kesana, penulis akan mengkaji
kesimpulan deduktif bahwa Bank Dunia ulang perdebatan teoritis antara David
yang mendukung CDD dan desentralisasi Harvey, Massimo de Angelis dan Gillian Hart
Indonesia adalah bagian dari desain besar tentang beberapa aspek terkait dengan pokok
untuk menciptakan kondisi untuk “cadangan bahasan penulis mengenai gerakan sosial,
tenaga kerja”? Atau, dapatkah kita menegaskan yakni mengenai kekuatan “di luar modal”
bahwa intervensi Bank Dunia telah dan terus- dan perjuangan melawan accumulation by
menerus berorentasi untuk membentuk dunia disposession.
‘di luar modal’ dalam rangka pendisiplinan Harvey menegaskan, “kapitalisme
rakyat yang pada gilirannya akan memasuki membutuhkan dan selalu menciptakan
putaran modal, dan memperbesar kontrol kekuatan di luar modal ini”. Gagasan “kekuatan
pasar terhadap mereka? Bisakah kita di luar modal” ini sangat lah relevan. Akan
menggariskan gerakan-gerakan sosial dewasa tetapi kapitalisme dapat juga memanfaatkan
ini sebagai bagian perjuangan melawan kekuatan di luar modal ini, baik formasi sosial
accumulation by disposession seperti diramal non-kapitalis maupun atau beberapa sektor
Harvey bahwa accumulation by disposession dalam kapitalisme—seperti pendidikan—
akan langsung mendorong terciptanya yang belum sepenuhnya terproletarisasi,
gerakan sosial melawan kecenderungan yang atau kapitalisme juga dapat menciptakannya
akan memusuhi kapitalisme? Dapatkah secara aktif (Harvey 2003:141). Namun,
kita mempertegas bahwa—menggunakan berbeda dengan Harvey, de Angelis merujuk
kerangka pikir de Angelis—gerakan-gerakan kepada Hart (2002; 2005) dan lainnya bahwa
sosial yang ada sekarang ini merupakan bagian “tidak ada jaminan bahwa setelah ‘tenaga
dari memperjuangkan kepentingan bersama kerja dilepaskan’ dari ikatan-ikatan non-
yang akan membawa masyarakat ke rute kapitalisnya maka mereka akan mendapatkan
perjalanan yang berbeda dari kapitalisme, dan pekerjaan dan ikut proses reproduksi sirkut
membangun halang-rintang yang permanen kapitalis”. Berarti bahwa proses enclosure
bagi proses enclosure selanjutnya? Pertanyaan selalu menyertakan krisis reproduksi sosial
serupa bisa diajukan untuk mendorong kita dan berbagai bentuk perjuangan di seputar
berpikir secara serius tentang bagaimana reproduksi sosial tersebut (De Angelis 2007:
memanfaatkan perdebatan teoritis yang telah 232).
dirangkum sebelumnya. Lebih jauh lagi, de Angelis memandang
Dalam karya tulis ini, penulis telah teorisasi Harvey mengenai “kekuatan di
mengkaji ulang berbagai pemikiran mengenai luar modal” dalam konteks accumulation by
pembangunan dalam konteks pembangunan disposession memiliki kelemahan, karena
kapitalisme. Ketimbang membuat suatu Harvey menempatkannya semata-mata sebagai
operasi-operasi logika deduktif, akan jauh sebuah objek akumulasi dan disposession
16 Bhumi Vol. 4 No. 1, Mei 2018

dipandang melulu sebagai suatu cara dari untuk menggunakan kekuasaannya demi
akumulasi modal. De Angelis menunjukkan menciptakan sebuah syarat-syarat yang
kekuatan dan sekaligus kelemahan dari cara kondusif bagi proses enclosure selanjutnya.
bagaimana “kekuatan di luar modal” itu Namun, wawasan makro Harvey mengabaikan
diteorisasi. De Angelis mengusulkan untuk bagaimana proses-proses kongkrit yang
menambal lubang teoritis itu dan mencoba menghubungkan keduanya. Hart berpendapat
memahami kekuatan di luar modal sebagai bahwa gerakan-gerakan perlawanan tidak dapat
sebuah ruang (space)7 yang merupakan ditebak secara otomatis dari accumulation
“suatu kondisi material yang dimiliki bersama by dispossession (Hart 2006). Selain itu,
… dimana problema reproduksi sosial itu “fakta-fakta material yang menghubungkan
sungguh-sungguh bergantung pada kaum yang dispossession itu dengan gerakan perlawanan
tersingkir, baik yang telah dapat pekerjaan perlu dianalisis apa maknanya, yang benar-
maupun belum, dan tentunya daya jangkau benar memperhitungkan beragam cara
organisasi mereka” (Huruf miring berasal dari determinasi, hubungan dan artikulasi historis/
kutipan asli) (De Angelis 2007: 232). Dengan geografisnya” (Hart 2006: 11)
kata lain, reproduksi sosial kekuatan di luar
modal itu benar-benar bergantung pada H. Refleksi Penutup
efektivitas, jangkauan organisasional dan cara Penulis mengajukan argumen pokok
bagaimana kelompok-kelompok masyarakat mengenai pentingnya kepekaan dan
itu memperjuangkan dan membentuk ruang pemahaman mengenai pertarungan dan
yang dimiliki bersama tersebut. perundingan baru dan bagaimana ruang-ruang
Problematisasi “ruang di luar modal” dan itu diproduksi di berbagai lokalitas, khususnya
bagaimana perjuangan-perjuangan untuk yang terbentuk sebagai konsekuensi dari
memproduksi, mengisinya dan mengubahnya kebijakan desentralisasi, proyek-proyek CDD
yang dilakukan, hampir tidak mucul dalam dan pembangunan kapitalisme yang berjalan
kerangka pikiran Harvey. Pada perspektif secara tidak sama antara satu lokasi dengan
Harvey, accumulation by dispossession lokasi lainnya. Visibilitas dari hal ini bergantung
dapat diramalkan secara otomatis memicu pada posisi dan cara pandang masing-masing.
bangkitnya gerakan sosial penentang pelaku Dalam konteks ini perlu ditegaskan terlebih
dispossession itu. Selanjutnya, ketika gerakan dahulu bahwa cara pandang kita benar-benar
sosial telah menguat dan tampil sebagai suatu akan dipengaruhi koordinat dan tempat
hambatan tersendiri bagi modal, berbagai dimana kita berangkat dan kemana kita akan
mesin kelembagaan kapitalis akan melangkah pergi. Pentingnya posisi dan kesadaran akan
untuk membongkar halang-rintang itu. Mesin- posisi (positionality) ini akan memengaruhi isi
mesin kapitalis pun mendesak pemerintah dan cara pengetahuan dihasilkan dan disajikan.
Hal ini telah disadari lama oleh sejumlah
7 De Angelis menggunakan istilah detritus yang penulis kalangan antropologi refleksif,
dipinjamnya dari Chari (2005), dan kemudian
mendefinisikannya sebagai “the layers of waste sosiologi ilmu, dan feminis di tengah tahun
inscribed in the body and in the environment 1980-an (misalnya Clifford dan Marcus 1986;
and that emerge out of articulation of life
practices following their own conatus to Haraway 1988; Hartsock 1987). Argumen utama
capital’s loops (and their conatus)” (De yang mereka kemukakan adalah bahwa semua
Angelis 2007: 232). Suatu penjelasan ilustratif
pengetahuan akademik, juga pengetahuan
mengenai conatus-detritus terdapat pada
karya de Angelis (2007: 234-237). lainnya, senantiasa bergantung situasi (are
Noer Fauzi Rachman, Meninjau Kembali Teorisasi Mengenai ... 1-24 17

always situated), dan selalu dihasilkan oleh kelompok rakyat yang tidak lagi punya rasa
pelaku yang berposisi tertentu (are always hormat atau takut lagi pada instruksi-instruksi
produced by positioned actors), yang bekerja di yang otoritarian, merupakan ruang yang disi
dalam berbagai hubungan sosial dan di antara oleh proyek-proyek CDD dan proyek-proyek
berbagai posisi lain yang dihadapinya. Semua organisasi non-pemerintah, yang pada intinya
inilah yang membuat satu pengetahuan yang adalah suatu cara memerintah kelompok-
satu berbeda dengan pengetahuan lainnya, kelompok masyarakat melalui masyarakat
sebagai akibat dari proses pembuatannya yang mengatur dirinya sendiri. Studi-studi
(dilakukan oleh siapa, bagaimana dan juga mengenai governmentality, seperti yang dibuat
untuk siapa bentuk akhir pengetahuan itu mau oleh Tania Li (2005), berada dalam pendekatan
disajikan) (Cook 2005). ini.
Penulis yakin bahwa justru dengan Arus utama skenario neo-institutionalist
kesadaran dan pengakuan bahwa pengetahuan untuk membentuk tata kepemerintahan
yang dihasilkan senantiasa bersifat kontekstual yang baik, good governance, antar badan
dan relasional inilah yang akan dinilai lebih pemerintah, antara pemerintah dengan
jujur, meyakinkan dan memberdayakan para kelompok masyarakat, dan antar kelompok
pembaca dan peneliti lainnya untuk melihat masyarakat itu mungkin hanya sedikit yang
hubungan-hubungan baru yang sering tidak berjalan seperti yang dirancang, dan tak
terduga, termasuk yang memberi kemungkinan disangka-sangka, ternyata telah dibajak oleh
untuk aksi-aksi kolektif yang baru pula. elite-elite dalam jaringan oligarki kapitalis
Penegasan ini sangatlah penting untuk cum politico—birokrat otoritarian lama yang
diperhadapkan dengan klaim bahwa proses mampu bekerja dalam alam demokrasi—
produksi dan narasi ilmu sosial dan humaniora seperti dikemukakan oleh Vedi Hadiz (2004a;
itu bebas-posisi alias netral. Dalam hal ini yang 2004b). Aliansi elit kapitalis dan politico-
musti diselidiki adalah bukan benar salahnya birokrat itu ternyata sanggup terus bercokol
klaim tersebut, karena akan sia-sia dan tak dan menjalankan kuasanya yang bersifat
berkesudahan, melainkan dalam kondisi apa predatoris melintasi batas-batas hidup
dan bagaimana klaim itu disebarluaskan dan dari tatanan politik otoritarian di masa
kemudian dianut oleh komunitas tertentu, dan lampau. Mereka sanggup dan pada gilirannya
kemudian kepentingan apa yang diemban oleh menyenangi menjadi pemain utama dalam
pengetahuan dan penyebar-penganut klaim tatanan politik demokratis di masa kini.
tersebut. Pada titik ini pula, penulis dapat melihat apa
Dalam artikel ini penulis menawarkan suatu yang diargumentasikan ole Cammack (2001a;
pendekatan yang dapat dijadikan pegangan 2002; 2003; 2004) bahwa proyek-proyek
untuk penelitian empiris mengenali produksi pembangunan Bank Dunia pun berperan
ruang-ruang politik baru di tingkat lokal, yang membentuk “kekuatan di luar modal”,
terbentuk sebagai akibat dari pengaruh antara: mendisiplinkan mereka, dan pada gilirannya
(a) proses-proses kebijakan desentralisasi; menjadi sumber dari cadangan tenaga
(b) proyek-proyek CDD; dan (c) proyek- kerja (reserve army of labor) yang lebih siap
proyek organisasi-organisasi non-pemerintah, mengisi pos-pos pekerjaan yang dibutuhkan
dan cara bagaimana ketiganya berinteraksi secara spesifik sebagai konsekuensi dari
menyusun ulang karakter pemerintahan lokal. perkembangan kapitalisme agraria dan
Penulis melihat bagaimana gejala kelompok- industri yang lebih luas.
18 Bhumi Vol. 4 No. 1, Mei 2018

Akan tetapi, penulis berpendapat bahwa Dengan pedekatan ini penulis melihat
seluruh argumentasi tersebut tidak secara bahwaproyek-proyek CDD juga memungkinkan
eksplisit mengungkap bagaimana kesemua itu komunitas untuk mereorganisasi diri bukan
bukanlah sepenuhnya berupa ruang-ruang yang untuk ke arah yang dirancang oleh kaum neo-
telah dikuasai sebelumnya dan sepenuhnya institutionalist, bukan pula sekedar menerima
oleh kekuatan modal. Sesungguhnya ruang- menjadi korban aliansi dari elite-elite kapitalis
ruang itu adalah ruang-ruang pertarungan cum politico-birokrat yang predatoris itu, atau
dan perundingan (spaces of contestation and menyiapkan diri sendiri menjadi tenaga kerja
negotiation), yang pada dasarnya bersifat relatif yang telah terdisiplinkan. Akan tetapi proyek-
terbuka dapat juga dibentuk oleh mereka proyek tersebut juga membuka ruang baru
yang dapat memasukinya. Penulis melihat bagi kerja pengorganisasian komunitas untuk
proses kebijakan desentralisasi sesungguhnya agenda-agenda gerakan sosial yang luas.8
juga membuka ruang bagi pertarungan dan Namun perlu disadari sepenuhnya
perundingan beragam visi, agenda, dan bahwa memasuki ruang-ruang demikian itu
skenario, dimana berbagai kemungkinan baru memiliki konsekuensi untuk berhadapan
dapat terwujud bergantung pada sejauh mana dengan berbagai agenda dari kekuatan lain
hubungan-hubungan antar kekuatan-kekuatan yang tidak dengan sendiri sejalan dengan
sosial yang bekerja pada ruang itu tersebut maksud pengorganisasian komunitas itu
dapat ditempa, dipertemukan dan disinergikan sendiri, dan dengan demikian tidak akan
untuk perjuangan sosial yang transformatif. ada jaminan bahwa pertarungan dan
Seperti yang dicontohkan pada tulisan kami perundingan tersebut akan dengan sendirinya
yang sebelumnya (Fauzi dan Zakaria 2001, 2002, bersifat transformatif terhadap hubungan
Zakaria et al 2001), kebijakan desentralisasi kekuasaan yang melingkupinya. Agenda
ternyata memberikan ruang bagi kelompok-
kelompok gerakan petani dan masyarakat adat
8 Seperti yang telah ditunjukkan oleh
untuk memberdayakan dan menampilkan sekelompok aktivis perempuan yang secara
diri untuk mengusung kepentingannya serta cemerlang telah berhasil mengerjakan kembali
skema CDD menjadi ruang yang dipergunakan
mengintervensi pembentukan kebijakan untuk pemberdayaan bagi para perempuan
lokal di tingkat kabupaten serta desa-desa di kepala keluarga, yang menjanda karena
proses-proses perang, konflik etnis, maupun
Kabupaten Garut (Jawa Barat), Kabupaten migrasi. Dengan mengerjakan kembali
Toraja (Sulawesi Tengah), dan Kabupaten proyek-proyek CDD, mereka dimungkinkan
untuk memperjuangkan pengakuan atas
Sanggau (Kalimantan Barat). Yang dapat
status, identitas dan martabatnya menjadi
mereka hasilkan adalah suatu pengakuan atas Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA). Lebih
pentingnya agenda untuk mempertahankan dari itu, mereka telah sanggup menunjukkan
kemampuan untuk mengatur diri sendiri
atau merebut kembali akses pada wilayah yang dan mengelola proyek-proyek secara lebih
disebut “tanah/hutan negara” yang dikuasai baik dari pada yang dikelola kelompok-
kelompok pengelola CDD lainnya (lihat
perusahaan perkebunan dan badan usaha http://www.pekka.or.id/). PEKKA berhasil
kehutanan. Akses itu dipertahankan atau membuat perempuan-perempuan kepala
keluarga bisa memperoleh akses pada
diperoleh kembali melalui penggarapan tanah administrasi kependudukan (akte kelahiran,
secara langsung, pengubahan tata guna tanah dll) dan kemudahan pengurusan perceraian
di pengadilan (lihat Akhmadi dkk 2010).
dan pengelolaan sumberdaya agraria dan Inovasi lainnya adalah ”Sistem Pemantauan
lingkungan setempat. Kesejahteraan Keluarga Berbasis Komunitas
(SPKBK-PEKKA)” (lihat PEKKA, 2014;
Zuminarni 2009).
Noer Fauzi Rachman, Meninjau Kembali Teorisasi Mengenai ... 1-24 19

dari kekuatan lainnya dapat merupakan diperoleh pemahaman mengenai “batas-batas


suatu bentuk kooptasi untuk menaklukkan, struktural” dan “kemungkinan-kemungkinan
atau melembutkan tuntutan transformasi konjungtural” (Jessop 1982:253) dari suatu jenis
sosial dari komunitas yang terorganisir, atau aksi kolektif baru dalam rangka transformasi
justru saling menguatkan. Jadi, interaksi sosial. Sering kali kita menemukan klaim-klaim
dengan berbagai macam kekuatan sosial naif dari proyek-proyek Pembangunan itu,
lainnya memungkinan mengubah atau justru yang sesungguhnya tanpa sadar ikut dibentuk
menguatkan cita-cita dan rute transformasi bagian dari arus utama yang bersesuaian dan
sosial yang mereka tempuh. Sehingga yang melancarkan atau setidaknya bersifat adaptif
diperlukan adalah suatu perjuangan terus- terhadap pembangunan kapitalisme tersebut.
menerus untuk melakukan apa yang Antonio Sebaliknya, mereka yang sanggup mengenali
Gramsci (1971:238-239) maksudkan dengan secara konkrit hubungannya dengan formasi
war of position. sosial kapitalisme yang lebih luas tentunya
Masalah terbesar bagi kalangan akademik akan mudah melihat bagaimana ruang-ruang
dan para aktivis terdidik Indonesia saat ini perundingan dan pertarungan itu terjadi, dan
adalah kesulitan untuk mendapatkan dan mungkin dapat memproduksi, mengisi atau
menggunakan alat konseptual yang memadai mengubah ruang-ruang itu. Bagi kalangan
untuk mengenali, menganalisa dan memahami gerakan sosial khususnya, penulis yakin, hal ini
bagaimana pembangunan kapitalisme yang se­ akan membuat mereka dapat lebih baik dalam
cara geografis dan historis tidak sama antara satu melakukan upaya penyadaran (concientization)
lokasi dengan lokasi lainnya bagaimana pem­ dan pemberdayaan (empowerment) kelompok-
bangunan kapitalisme itu berhubungan dengan kelompok komuntas marjinal, atau mereka
peran dari negara, dan konsekuensinya pada yang potensial maupun nyatanya mendukung
diferensiasi kelas sosial dan pembagian kerja kelompok-kelompok masyarakat marginal itu.
laki-perempuan di berbagai tingkatan mulai Akhirnya, adalah merupakan salah
dari skala keluarga hingga unit-unit produksi satu tantangan bagi para ahli pemikir yang
komoditas di pedesaan maupun perkotaan. Juga, mengembangkan analisis kritis (critical
lebih jauh dari itu, menghubungkannya dengan scholars) untuk mengikuti dan menganalisis
reproduksi kebudayaan (cultural reproduction) secara spesifik pergerakan menyempit dan
dan reproduksi sosial (social reproduction) dari meluasnya ruang-ruang pertarungan dan
kapitalisme itu, serta produksi kebudayaan perundingan itu, rute perjalanan berbagai
(cultural production) secara lebih luas kekuatan sosial, dan cara bagaimana berbagai
(mengenai perbedaan ketiganya lihat Willis kekuatan-kekuatan itu bekerja dalam
1981). ruang-ruang itu dari waktu ke waktu, serta
Adalah sungguh penting untuk menghubungkan kesemuanya itu dengan
menghubungkan kesemua itu dengan aktualisasi pembangunan kapitalis yang secara
ruang-ruang yang terbentuk dalam proyek- geografis dan historis berbeda antara satu
proyek Pembangunan, baik yang dijalankan wilayah dengan wilayah lainnya.
pemerintah maupun oleh lembaga swadaya
masyarakat, dan juga dengan apa yang I. Ucapan Terima Kasih
dilakukan kelompok-kelompok gerakan Naskah tidak mungkin dibuat tanpa
sosial. Hanya dengan pemahaman dan kuliah-kuliah maupun konsultasi individual
analisis yang memadai inilah, maka dapat sekitar tahun 2007-2009 dengan Prof.
20 Bhumi Vol. 4 No. 1, Mei 2018

Gillian Hart dari Departement of Geography, Brenner, Robert. 2006. “What Is and What
University of California, Berkeley. Selain Is Not, Imperialism?” Historical
itu, naskah ini pernah diedarkan secara materialism 14:79-105.
terbatas dan memperoleh apresiasi, kritik dan Cammack, Paul. 2001a. “Making Poverty Work.”
komentar dari Nancy Peluso, Bonnie Setiawan, in Socialist register 2002: A World of
Mohamad Shohibudin, Laksmi Savitri, Coen Contradictions, edited by L. Panitch
Husain Pontoh, dan Vedi Hadiz. Kepada and C. Leys. London: Merlin Press.
mereka diucapkan terima kasih, dan hal yang —. 2001b. “Making the Poor Work for
sama kepada Lilis Mulyani yang telah membuat Globalization.” New Political Economy
review atas naskah ini. Seperti biasanya, 6:397-408.
tanggungjawab naskah ini sepenuhnya berada
—. 2002. “Attacking The Poor.” New Left Review
pada penulis.
13:125-134.

Daftar Pustaka —. 2003. “The Governance of Global Capitalism:


A New Materialist Perspective.”
Akhmadi, Asri Yusrina, Sri Budiyati, dan Historical Materialism 11:37-59.
Athia Yumna. 2010. “Access to Justice:
Empowering Female Heads of —. 2004. “What the World Bank Means by
Household in Indonesia. Case Studies Poverty Reduction, and Why It Matters.”
in Nanggroe Aceh Darussalam, West New Political Economy 9:189-211.
Java, West Kalimantan, and East Nusa Caroll, Toby. 2006. “The World Bank’s Socio-
Tenggara” Jakarta: Lembaga Penelitian institutional Neoliberalism: A Case
SMERU, 2010. http://www.smeru. Study from Indonesia.” in The Workshop
or.id/sites/default/files/publication/ on the World Bank, Lee Kwan Yew School
accesstojustice.pdf (akses terakhir 27 of Public Policy, National University of
April 2018). Singapore. Singapore.
Antlov, Hans. 2004. “The Making of Democratic Carroll, Toby. 2005. “Efficiency of What and for
Local Governance in Indonesia.” Whom? The Theoretical Underpinnings
in Democracy, Globalization and of the Post-Washington Concensus’
Decentralization in Southeast Asia, Socio-Institutional Neoliberalism.” in
edited by F. L. K. Wah, and Joakim Working Paper No. 122. Perth: Murdoch
Öjendal. Copenhagen: NIAS Press. University.
Ashman, Sam and Alex Callinicos. 2006. —. 2006. “The World Bank’s Socio-institutional
“Capital Accumulation and the State Neoliberalism: A Case Study from
System: Assessing david Harvey’s Indonesia.” in The Workshop on the
The New Imperialism.” Historical World Bank, Lee Kwan Yew School of
Materialism 14:107-131. Public Policy, National University of
Aspinall, Edward. 2004. “Indonesia: Civil Singapore. Singapore.
Society and Democratic Breakthrough.” Castree, Noer. 2006. “David Harvey’s
Pp. 61-96 in Civil Society and Political Symptomatic Silence.” Historical
Change in Asia: Expanding and materialism 14:35-57.
Contracting Democratic Space, edited
Clifford, James, and George Marcus (eds),
by M. Alagappa. Stanford: Stanford
1986, Writing Culture: The Poetics and
University Press.
Politics of Ethnography, Los Angeles &
Noer Fauzi Rachman, Meninjau Kembali Teorisasi Mengenai ... 1-24 21

Berkeley: University of California Press. Press bekerjasama dengan Konsorsium


Pembaruan Agraria.
Cook, 2005, “Positionality/Situated
Knowledge”, dalam D. Atkinson et.al. __. 2002 “Democratizing Decentralization:
(eds.), Cultural Geography: A Critical Local Initiatives from Indonesia”.
Dictionary of Key Concepts halaman 16- Paper submitted for the International
26, London: I.B. Tauris. Association for the Study of
Common Property 9th Biennial
Craigh, David and Doug Porter. 2006.
Conference, Zimbabwe, 2002. http://
Development Beyond Neoliberalism?
dlc.dlib.indiana.edu/documents/
Governance, Poverty Reduction and
dir0/00/00/08/18/dlc-00000818-01/
Political Economy. London: Routledge.
fauzin170502.pdf .
Cribb, Robert. 1990. “The Indonesian Killings
Farid, Hilmar. 2005a. “Indonesia’s Original Sin:
1965-1966.” Clayton: Centre for Southeast
Mass Killings and Capitalist Expansion,
Asian Studies, Monash University.
1965-66.” Inter-Asia Cultural Studies
—. 2001. “Genocide in Indonesia 1965-1966.” 6:3-16.
Journal of Genocide Research 3:219-239.
______. (2005b) The class question in
Crook, Richard and James Manor. 2000. Indonesian social sciences. V. R. Hadiz
Democratic Decentralization. OECD and D. Dhakidae (editors) Social science
Working Paper Series. Washington, and power in Indonesia (pp. 167-195)
DC.: The World Bank. Jakarta: Equinox Pub. And Singapore:
De Angelis, Massimo. 2001. “ Marx and Primitive Institute of Southeast Asian Studies.
Accumulation: The Continuous Fine, Ben. 2006. “Debating the ‘New’
Character of Capital’s ‘Enclosures’.” The Imperialism.” Historical Materialism
Commoner 2 (September) (available at 14:133-156.
www.thecommoner.org).
Foucault, Michael. 1994. On the genealogy
—. 2004. “Separating the Doing and the Deed: of ethics. In P. Rabinow (Ed.), Ethics,
Capital and the Continuous Character subjectivity and truth, Essential works
of Enclosures.” Historical Materialism of Foucault 1954-1984, Volume I (pp.
12:57-87. 253-280). New York: The New Press.
—. 2007. The Begining of History. Vaule Goldman, Michael. 2005a. Imperial Nature:
Struggles and Global Capital. London: The World Bank and Strugle for Social
Pluto Press. Justice in the Age of Globalization. New
Engel, Susan. 2006. “Where to Neoliberalism? Haven, CT: Yale Uniersity Press.
The World Bank and the Post-National —. 2005b. “Tracing the Roots/Routes of World
Washington Consensus in Indonesia Bank Power.” International Journal of
and Vietnem.” in the 16th Biennial Sociology and Social Policy 25:10-29.
Conference of the Asian Studies
Gramsci, Antonio. 1971. Selections form the
Association of Australia. Wollongong,
Prision Notebook, edited and translated
26 - 29 June 2006.
by Quintin Hoare & Goffrey Nowell
Fauzi, Noer dan R. Yando Zakaria 2001, Smith, Lawrence and Wishart, London.
Mensiasati Otonomi Daerah, Panduan
Griffin, Penny. 2006. “The World Bank.” New
Fasilitasi Pengakuan dan Pemulihan
Political Economy 11:571-581.
Hak-hak Rakyat, Yogyakarta: Insist
22 Bhumi Vol. 4 No. 1, Mei 2018

Guggenheim, Scott, Tatag Wiranto, Yogana —. 2004. “The ‘New’ Imperialism: Accumulation
Prasta, and Susan Wong. 2004. by Disposession.” in Socialist Register
“Indonesia’s Kecamatan Development 2004, edited by L. Panitch and C. Leys.
Program: A Large-Scale Use of New York: Monthly Review Press.
Community Development to Reduce
—. 2005. A Brief History of Neoliberalism.
Poverty.” in Scaling Up Poverty
Oxford: Oxford University Press.
Reduction: A Global Learning Processes
and Conference. Shanghai. —. 2006a. “Comment on Commentaries.”
Historical Materialism 14:157-166.
Hadiz, R. Vedi and Richard Robison. 2005.
“Neo-liberal Reforms and Illiberal —. 2006b. Space of Global Capitalism: Toward
Consolidations: The Indonesia a Theory of Uneven Geographical
Paradox.” teh journal of Development Development. London: Verso.
Studies 41:220-241. —. 2006c. Spaces of Global Capitalism. London:
Hadiz, Vedi. 2004a. “Decentralisation and Verso.
Democracy in Indonesia: A Critique Hofman, Bert and Kai Kaiser. 2002. “The Making of
of Neo-Institutionalist Perpectives.” the Big Bang and its Aftermath, A Political
Development and Change 35:697-718. Economy Perspective.” Paper presented at
—. 2004b. “Indonesian Local Party Politics: the conference “Can Decentralization Help
A Site of Resistance to Neo-Liberal Rebuild Indonesia?” The International
Reform.” Critical Asian Studies 36:615- Studies Program, Andrew Young School
636. of Policy Studies, Georgia State University,
Atlanta. http://www1.worldbank.
Hall, Stuart. 2003. “Marx’s Notes on Method:
org/publicsector/LearningProgram/
A “Reading” Of the “1857 Introduction”.”
Decentralization/Hofman2.pdf Last
Haraway, Donna, 1988, “Situated Knowledges: accesed on 07/08/2009.
The Science Question in Feminism and
Jessop, Bob. 1982. The Capitalist State. New
Privilege of Partial Perspective”, dalam
York: New York University Press.
Feminist Studies 14, p.575-99.
Lefebvre, Hendry. 1974/1991. The Production of
Hartsock, Nancy, 1987, “The Feminist
Space. D. Nicholson-Smith (translator),
Standpoint” dalam Sandra Harding
Oxford: Basil Blackwell.
(ed.), Feminism and Methodology,
Milton Keynes: Open University Press. Li, Tania. 2006. “Neoliberal Strategies of
Government Through Community:
Hart, Gillian. 2001: Development Debates in
The Social Development Program
the 1990s: Culs de sac and Promising
of the World Bank in Indonesia.” in
Paths. Progress in Human Geography
International Law and Justice Working
25, 605–14.
Papers. New York: Institute for
__.2006. “Denaturalizing Dispossession: International Law and Justice, New
Critical Ethnography in the Age of York University School of Law.
Resurgent Imperialism.” Antipode
Manor, James. 1999. The Political Economy
38:977-1004.
of Democratic Decentralization.
Harvey, David. 2003. The New Imperialism. Washington, DC.: The World Bank.
Oxford: Oxford University Press.
Mansuri, Ghazala and Vijayendra Rao. 2004.
“Community-Based and -Driven
Noer Fauzi Rachman, Meninjau Kembali Teorisasi Mengenai ... 1-24 23

Development: A Critical Review.” The Stiglitz, Joseph E. 2002. “Participation


World Bank Research Obserer 19:1-39. and Development: Perspective
from Comprehensive Development
Menko Kesra 2008. Pedoman Umum PNPM
Paradigm.” Review of Development
Mandiri. Jakarta: Kementerian
Economics 6:163-182.
Kordinator Kesejahteraan Rakyat.
Sutcliffe, Bob. 2006. “Imperialisme Old and
Mohan, Giles and Stokke, Kristian. 2000..
New: A Comment on David Harvey’s
Participatory development and
The New Imperialism and Ellen
empowerment: the dangers of localism.
Meiksins Wood’s Empire of Capital.”
Third World Quarterly, 21(2):247-268.
Historical Materialism 14:59-78.
Pender, John. 2001. “From ‘Structural
Tim Kordinasi PNPM Mandiri. 2014. Paket
Adjustment’ to ‘Comprehensive
Informasi PNPM Mandiri 2014. Jakarta:
Development Framework’:
Tim Kordinasi PNPM Mandiri.
Conditionality Transformed?” Third
World Quarterly 22:397-411. Willis, Paul. 1981. “Cultural Production is
Different from Cultural Reproduction
PEKKA. (2014). “Menguak Keberadaan
is Different from Social Reproduction
dan Kehidupan Perempuan Kepala
is Different from Reproduction.”
Keluarga”. Laporan Hasil Sistem
Interchange, 12(2-3): 48 -67
Pemantauan Kesejahteraan Berbasis
Komunitas (SPKBK‐PEKKA). Jakarta: Wong, Susan and Scott Guggenheim. 2005.
Lembaga Penelitian SMERU. “Community-Driven Development:
Decentralization’s Accountability
https://www.pekka.or.id/documents/Buku-1.
Challenge.” Pp. 253-267 in East
pdf (akses terahir pada 27 April 2018)
Asia Decentralizes: Making Local
https://www.pekka.or.id/documents/Buku2. Government Work, edited by T. W.
pdf (akses terahir pada 27 April 2018) Bank. Washington: The World Bank.
Perelman, Michael. 2000. The Invention of Wood, Ellen Meiksins. 2006. “Logics of Power:
Capitalism: Classical Political Economy A Converation with David Harvey.”
and the Secret History of Primitive Historical Materialism 14:9-34.
Accumulation. Durham: Duke
World-Bank. 2001. “Promoting Good
University Press.
Governance with Social Funds and
Rawski, Frederick. 2005. “World Bank Decentralization.” PREM Notes Public
Community-Driven Development Sector 51.
Programming in Indonesia and East
Zulminarni, Nani. 2009. ‘Change through
Timor: Implications for the Study
Empowerment–The Journey
of Administrative Law.” New York
of Indonesia Women Heads of
University Journal of International Law
Households.’ Project report presented
and Politics 37:919-951.
at the PEKKA Workshop, held by
Robison, Richard and Vedi R. Hadiz. 2004. the World Bank in Hotel Borobudur,
Reorganizing Power in Indonesia: Jakarta, June 2009.
The Politics of Oligarchy in an Age of
Markets. London: Routledge.
Scott, David. 1995. “Colonial Governmentality.”
Social Text 43:161-220.

You might also like