You are on page 1of 14

Tanjungpura Law Journal, Vol.

3, Issue 2, July 2019: 160 - 173


ISSN Print: 2541-0482 | ISSN Online: 2541-0490
Open Access at: http://jurnal.untan.ac.id/index.php/tlj

Article Info
Submitted: 17 February 2019 | Reviewed: 15 Maret 2019 | Accepted: 18 Juni 2019

PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE ASING PADA


PERKARA PENANAMAN MODAL ASING DI INDONESIA
(STUDI KASUS PERTAMINA VS KARAHA BODAS COMPANY)

Rachel Yohana1

Abstract
Arbitration by its advantages is often chosen by businessmen to resolve cases, however
at the same time there are some weaknesses that actually do not make it as an efficient
choice in resolving cases. Especially when the opposite parties are not cooperative and
not upholding the spirit of arbitration. The refusal and annulment of foreign arbitral
awards, for instance, has made a settlement process seems has no end and no legal
certainty to enforcet its awards. In the case of PERTAMINA VS. Karaha Bodas
Company, PERTAMINA made a claim of annulment of the arbitration award in Geneva,
Switzerland on December 18th, 2000 at The Central Jakarta District Court. This claim
was then accepted and the panel of judges decided to annul the a-quo arbitration award,
its legal proceedings continued until the process by The Indonesia’s Supreme Court. A
wrong court award in responding to foreign arbitration awards may affect the
consideration of foreign investment in a country, a bad precedent can damage the
consideration of foreign investment. The findings of this study indicate PERTAMINA is
not cooperative and does not support legal certainty for the implementation of foreign
arbitral awards. Whereas the Awards of the Panel of Judges of the Central Jakarta
District Court set a bad precedent and gave a negative impression on the consideration
of arbitration and foreign investment in Indonesia. The Supreme Court Judge Panel in its
award stated that it was not authorized by the Central Jakarta District Court to annul the
a quo arbitration award is being a good precedent, indicating legal certainty in the
implementation of foreign arbitration decisions and foreign investment in Indonesia.

Keywords: annulment of arbitration; enforcement of arbitration; foreign investment

Abstrak
Arbitrase dengan berbagai kelebihannya kerap dipilih pelaku bisnis untuk
menyelesaikan perkara yang timbul, namun bersamaan dengan itu beberapa
kelemahan yang ada justru tidak menjadikannya sebagai pilihan yang efisien dalam
menyelesaikan perkara. Terlebih ketika berhadapan dengan pihak yang tidak
kooperatif, serta tidak menjunjung semangat berarbitrase. Upaya penolakan dan
pembatalan putusan misalnya, menjadikan proses perkara seolah tidak ada
habis-habisnya dan tidak ada kepastian hukum untuk melaksanakan putusan. Dalam
perkara PERTAMINA VS. Karaha Bodas Company, PERTAMINA melakukan gugatan
pembatalan putusan arbitrase Jenewa, Swiss tanggal 18 Desember 2000 ke
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, gugatan ini kemudian diterima dan majelis hakim
memutuskan batal putusan arbitrase a quo, upaya hukum berlanjut hingga proses
peninjauan kembali. Putusan pengadilan yang keliru dalam menanggapi putusan
arbitrase asing dapat berpengaruh pada pertimbangan penanaman modal asing di
suatu negara, preseden buruk menjadikan negara seolah tidak ramah pada putusan

1 Fakultas Hukum, Universitas Tanjungpura, Jl. Prof. Hadari Nawawi, Pontianak, Kalimantan Barat, e-mail:
rachelyohana1997@gmail.com, tlp: 089647457096
160
Tanjungpura Law Journal Vol. 3, Issue 2, July 2019

arbitrase asing. Temuan dari penelitian ini menunjukkan PERTAMINA tidak kooperatif
dan tidak mendukung kepastian hukum bagi pelaksanaan putusan arbitrase asing.
Sedangkan Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjadi preseden
yang buruk dan menimbulkan kesan negatif terhadap pandangan berarbitrase dan
penanaman modal asing di Indonesia. Majelis Hakim Mahkamah Agung dalam putusan
peninjauan kembali yang tetap pada sikapnya menyatakan tidak berwenang Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat membatalkan putusan arbitrase a quo menjadi preseden yang
baik, menunjukkan adanya kepastian hukum dalam pelaksanaan putusan arbitrase
asing dan penanaman modal asing di Indonesia.

Kata Kunci: pelaksanaan putusan abitrase, pembatalan putusan, penanaman


modal asing

I. Pendahuluan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun


Pada tanggal 28 November 1994 1990 tentang Perusahaan Umum
PERTAMINA, PLN dan Karaha Bodas (Perum) Listrik Negara, guna mewakili
Company L.L.C. melakukan perjanjian pemerintah dalam mengusahakan dan
dalam 2 (dua) buah kontrak, yaitu Joint mengelola sumber daya bagi
Operation Contract (JOC) dan Energy kepentingan umum. Sedangkan KBC
Sales Contract (ESC). Joint Operation merupakan konsorsium dengan
Contract (selanjutnya disingkat JOC) penggabungan modal asing dan dalam
merupakan kontrak kerjasama operasi negeri, yang berkantor di New York, USA
antara PERTAMINA dengan Karaha dan Jakarta Selatan, Indonesia. Saham
Bodas Company L.L.C. (selanjutnya konsorsium KBC dimiliki oleh Caithness
disebut KBC) dalam pengoperasian dan Energy, L.L.C. (40,5%), FPL Group Inc.
pengembangan energi geothermal guna (40,5%), Japan Tomen Power (9%) dan
menghasilkan tenaga listrik. Sedangkan mitra lokal PT Sumarah Daya Sakti
Energy Sales Contract (selanjutnya (10%). Meskipun dibuat atas
disingkat ESC) merupakan kontrak kesepakatan bersama, namun
antara PERTAMINA dengan PLN, kenyataan menunjukkan pelaksanaan
bahwa PERTAMINA sebagai pihak kedua kontrak tidak berjalan mulus.
penyedia tenaga listrik, sedangkan PLN Di dalam setiap kontrak berlaku
sebagai pihak yang membeli listrik yang teori pacta sunt servanda yang telah
dihasilkan dari proyek JOC tersebut. menjadi asas dalam pelaksanaan
Dalam melakukan kedua kontrak kontrak, yang artinya bahwa setiap
PERTAMINA dan PLN menjalankan perjanjian yang dibuat berlaku sebagai
kewenangan dari Negara sesuai dengan Undang-undang bagi pembuatnya. Asas
Undang-Undang No. 8 Tahun 1971 ini terdapat dalam Pasal 1338 Ayat (1)
tentang Perusahaan Pertambangan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Minyak Dan Gas Bumi Negara dan yang berbunyi “Semua perjanjian yang

161
Tanjungpura Law Journal Vol. 3, Issue 2, July 2019

dibuat secara sah berlaku sebagai Sengketa, forum arbitrase kerap dipilih
undang-undang bagi mereka yang guna menyelesaikan sengketa yang
membuatnya”. Menurut Herlien Budiono, terjadi dalam transaksi bisnis nasional
adagium pacta sunt servanda (yang maupun internasional. Hal ini
terkandung dalam Pasal 1338 Ayat (1) dikarenakan pihak berperkara berharap
KUH Perdata, Pen-) diakui sebagai penyelesaiannya akan lebih cepat dan
aturan yang menetapkan bahwa semua rahasia yang terjaga, terlebih putusan
kontrak yang dibuat manusia satu sama arbitrase menganut asas final and
lain, mengingat kekuatan hukum yang binding. Arbitrase memberikan
terkandung di dalamnya, dimaksudkan kebebasan dan rasa aman dari
untuk dilaksanakan dan pada akhirnya ketidaktentuan sistem hukum yang
2
dapat dipaksakan penataannya. Di berbeda, terlebih juga arbiter dalam
dalam kontrak JOC dan ESC terdapat menerapkan hukum yang berlaku dalam
klausula arbitrase yang menentukan menyelesaikan perkara dan akan lebih
bahwa apabila terjadi sengketa maka memberikan perhatian terhadap
akan diselesaikan melalui forum keinginan, realitas, dan praktik dagang
4
arbitrase di Swiss. Pilihan penyelesaian para pihak. Penyelesaian sengketa
sengketa melalui arbitrase yang telah dilakukan oleh arbiter yang merupakan
dituangkan oleh para pihak ini professional di bidangnya, hal ini
merupakan pilihan hukum yang dikenal menjadikan arbitrase sebagai proses
dengan “law of the parties”, sehingga penyelesaian sengketa yang ramah bagi
sepatutnya para pihak yang menjalankan pelaku bisnis. Kenyataan ini membuat
proses arbitrase nantinya harus tetap banyak negara yang melakukan ratifikasi
menyadari akan pilihan hukum yang atas konvensi arbitrase internasional,
dipilih oleh para pihak yang bersengketa, termasuk Indonesia, guna menarik minat
yaitu sebagai bentuk penyelesaian yang pemodal asing untuk menanamkan
bersifat damai, cepat dan terjaga modalnya, sehingga baik perorangan,
kerahasiaan sengketa yang tengah badan hukum swasta maupun milik
dialami para pihak.3 pemerintah Indonesia menjadi terikat
Arbitrase merupakan salah satu dengan asas resiprositas dalam
bentuk dari Alternatif Penyelesaian pelaksanaan putusan arbitrase.
Terkait dengan kontrak yang dibuat
2 Muhammad Syaifuddin. 2016. Hukum Kontrak:
antara PERTAMINA, PLN, dan KBC,
Memahami Kontrak dalam Perspektif Filsafat, permasalahan muncul ketika krisis
Teori, Dogmatik, dan Praktik Hukum. Bandung:
CV MANDAR MAJU, hlm. 91.
3 Anita D.A Kolopaking. 2013. Asas Iktikad Baik

Dalam Penyelesaian Sengketa Kontrak Melalui


4
Arbitrase, Bandung: PT Alumni, hlm. 7. Muhammad Syaifuddin, Op.cit., hlm. 380.
162
Tanjungpura Law Journal Vol. 3, Issue 2, July 2019

moneter melanda negara-negara Asia. arbitrase Jenewa, Swiss, PERTAMINA


Pemerintah Indonesia dalam menangani mengajukan gugatan ke Pengadilan
krisis mengeluarkan Keppres No. 39 Negeri Jakarta Pusat, para pihak tetap
5
Tahun 1997 pada tanggal 20 bersikukuh pada pendapat awal
September 1997 dan Keppres No. 5 masing-masing yang dikemukakan
Tahun 1998 6 pada tanggal 10 Januari dalam forum arbitrase, hingga perkara
1998 yang berisikan penangguhan berakhir pada proses Peninjauan
beberapa proyek, termasuk di dalamnya Kembali oleh Mahkamah Agung.
adalah proyek JOC. Pihak PERTAMINA Oleh karena itu dalam tulisan ini
kemudian tidak memenuhi prestasinya penulis akan membahas tentang
dalam kontrak JOC dengan menyatakan pelaksanaan putusan arbitrase asing
bahwa dikeluarkannya Keppres dalam perkara PERTAMINA melawan
7
merupakan kejadian force majeure dan Karaha Bodas Company dalam
dilakukan demi ketertiban umum. Namun kaitannya dengan penanaman modal
pihak KBC merasa bahwa asing di Indonesia, ditinjau dari preseden
dikeluarkannya kedua Keppres bukan yang dibentuk pada putusan-putusan
merupakan alasan bagi PERTAMINA pengadilan, serta pengaruhnya terhadap
dan PLN untuk tidak melaksanakan pandangan berarbitrase dan penanaman
kontrak. KBC merasa dirugikan dan modal asing di Indonesia.
menolak untuk mengakui keberadaan
kedua Keppres, serta menganggap II. Analisis dan Pembahasan
PERTAMINA dan PLN telah A. Kepastian Hukum Pelaksanaan
wanprestasi, sesuai dengan kontrak Putusan Arbitrase Asing Terkait
yang telah dibuat maka pihak KBC Penanaman Modal Asing di
melakukan gugatan wanprestasi Indonesia
terhadap PERTAMINA dan PLN ke
Arbitrase asing kerap dipilih oleh
forum arbitrase di Jenewa, Swiss. Tidak
pelaku bisnis dikarenakan berbagai
terima dengan kekalahannya di forum
kelebihannya, pada asas final and

5
binding misalnya, putusan arbitrase
Keppres RI Nomor 39 Tahun 1997 tentang
Penangguhan/Pengkajian Kembali Proyek adalah final dan mengikat bagi para
Pemerintah, Badan Usaha Milik Negara, dan
Swasta yang Berkaitan dengan pihak. Jika dibandingkan dengan
Pemerintah/Badan Usaha Milik Negara.
6 Keppres RI Nomor 5 Tahun 1998 tentang putusan pengadilan negara, maka sifat
Pencabutan Keputusan Presiden Nomor 47
Tahun 1997 tentang Perubahan Status final adalah kelebihan daripada
Pelaksanaan Beberapa Proyek Pemerintah,
Badan Usaha Milik Negara dan Swasta yang
7 Putusan
Berkaitan dengan Pemerintah/Badan Usaha Arbitrase Jenewa, Swiss tanggal 18
Milik Negara yang Semula Ditangguhkan atau Desember 2000 antara Karaha Bodas Company
Dikaji Kembali. VS. PERTAMINA dan PLN.
163
Tanjungpura Law Journal Vol. 3, Issue 2, July 2019

arbitrase, tidak ada upaya banding, salah satu indikator pertimbangan bagi
kasasi, maupun peninjauan kembali pelaku usaha untuk menanamkan
pada proses arbitrase. Meskipun modalnya di suatu negara. Budiman
terdapat kemungkinan untuk dapat Ginting dalam pidatonya yang berjudul
dibatalkannya putusan di negara tempat Kepastian Hukum dan Implikasinya
putusan dijatuhkan. Namun dengan Terhadap Pertumbuhan Investasi di
batasan waktunya yang ada, ini Indonesia menyebutkan bahwa:
menjadikan arbitrase lebih efisien dan “Kepastian hukum sebagai salah
satu tujuan hukum tidak akan
efektif dalam menyelesaikan perkara
terlepas dari fungsi hukum itu
yang diajukan, tanpa perlu mengulur sendiri. Fungsi hukum yang
terpenting adalah tercapainya
waktu panjang yang merugikan pelaku
keteraturan dalam kehidupan
bisnis. manusia dalam masyarakat.
Keteraturan ini yang menyebabkan
Kelebihan lain daripada arbitrase
orang dapat hidup dengan
asing adalah sifatnya yang universal, berkepastian, artinya orang dapat
mengadakan kegiatan-kegiatan
artinya suatu putusan dapat
yang diperlukan dalam kehidupan
dilaksanakan dimanapun selama negara bermasyarakat karena ia dapat
mengadakan perhitungan atau
tersebut juga terikat pada perjanjian
prediksi tentang apa yang akan
arbitrase untuk mengakui dan terjadi atau apa yang bisa ia
harapkan. Dalam dunia usaha,
melaksanakan putusan daripada
kepastian hukum sangat
arbitrase asing (asas resiprositas). diperlukan untuk menjamin
ketenangan dan kepastian
Sehingga ketika suatu putusan arbitrase
berusaha.”8
asing ditolak pelaksanaannya di suatu
Berkaitan dengan pidato yang
negara, maka putusan tersebut tetap
disampaikan Budiman Ginting, dapat kita
berlaku dan dapat dilaksanakan di
pahami bahwa keteraturan menimbulkan
negara lain. Berbeda dengan putusan
kepastian, sehingga sesuatu dapat
pengadilan negara yang hanya dapat
diprediksi. Sebagai contoh adalah
dilaksanakan di dalam yurisdiksi negara
keteraturan birokrasi perizinan,
tersebut. Meskipun demikian, karena
pelaksanaan kegiatan usaha,
tidak memiliki dasar hukum untuk
keteraturan masyarakat, hingga proses
melaksanakan putusan yang dihasilkan,
penyelesaian sengketa dan kepastian
forum arbitrase membutuhkan peran
pelaksanaan putusannya. Berkaitan
negara untuk melaksanakan putusan
yang telah dihasilkan.
8Budiman
Kedua asas yang dijelaskan di atas Ginting, 2008, “Kepastian Hukum dan
Implikasinya Terhadap Pertumbuhan Investasi
memberikan rasa kepastian, di Indonesia”, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru
Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Hukum Investasi
sebagaimana kepastian hukum menjadi pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara, Medan, 20 September.
164
Tanjungpura Law Journal Vol. 3, Issue 2, July 2019

dengan penyelesaian sengketa dan putusan arbitrase asing apabila yang


kepastian pelaksanaan putusan, kalah adalah pihak lokal. Terlebih pada
arbitrase kerap menjadi pilihan pelaku BUMN (State Owned Enterprise) yang
bisnis. Terhadap putusan arbitrase ada, Indonesia cenderung masih
karena menganut final and binding, pihak menerapkan prinsip State Act Doctrine
dapat memprediksi bahwa putusan yang mana seharusnya menempatkan
tersebut sudah pasti dapat dilaksanakan SOE tersebut sebagai badan hukum
karena tidak terdapat upaya hukum. perdata9 justru dianggap sebagai negara
Bahkan sekalipun ditolak yang tidak dapat digugat. Sehingga
pelaksanaannya di suatu negara, maka dalam beberapa pelaksanaan putusan
putusan tersebut dapat diajukan arbitrase asing yang melibatkan pihak
pelaksanannya di negara yang lain. Indonesia, pelaksanaannya biasa
Inilah yang membedakannya dengan diajukan di negara lain. Termasuk
putusan pengadilan. putusan Majelis Arbitrase Jenewa, Swiss
Arbitrase menjadi alternative yang melibatkan PERTAMINA, PLN dan
penyelesaian sengketa yang ramah di Karaha Bodas Company.
bidang bisnis, sehingga disusun Tindakan pengadilan yang
berbagai instrumen hukum di bidang cenderung mudah untuk menolak
arbitrase di Indonesia. Indonesia pelaksanaan putusan arbitrase asing
melakukan ratifikasi berbagai konvensi dapat mempengaruhi penanaman modal
dan memberlakukan berbagai peraturan asing di Indonesia. Pemilik modal asing
perundang-undangan guna menunjang bisa saja beranggapan bahwa Indonesia
arbitrase tadi. Hal ini adalah dalam tidak ramah terhadap putusan arbitrase
upaya untuk menarik minat pemilik asing, tidak ada kepastian hukum dalam
modal asing untuk menanamkan pelaksanaan putusannya. Padahal Pasal
modalnya di Indonesia. Namun tetap 3 Ayat (1) huruf a Undang-Undang
dalam koridor yang saling Nomor 25 Tahun 2007 tentang
menguntungkan antara negara dan
pemilik modal.
9 Ni’matul Huda. 1996. “Penerapan Prinsip
Meskipun Indonesia telah memiliki Kekebalan Negara Terhadap Badan Usaha Milik
Negara”, Jurnal Hukum, 3 (5): 29. Sebaliknya,
berbagai perangkat peraturan dalam perlindungan atas dasar prinsip kekebalan
perlindungan atas dasar prinsip kekebalan
menunjang arbitrase, Indonesia masih negara tidak dapat diberikan oleh suatu negara
asing terhadap kepentingan nasional negara,
dianggap sebagai negara yang tidak apabila negara tersebut melakukan tindakan
ramah terhadap putusan arbitrase asing. sebagai pedagang yang melakukan Commercial
Act, artinya, negara berada dalam status iure
Pengadilan Indonesia dinilai cenderung gestionis. Dalam jure gestionis ini negara tidak
lagi berdaulat, kedaulatannya telah dikurangi
mudah untuk menolak pelaksanaan dan ia dapat dihadapkan di pengadilan asing
(terjadi semacam erosi kedaulatan).
165
Tanjungpura Law Journal Vol. 3, Issue 2, July 2019

Penanaman modal, menyebutkan bahwa tadi. Terlebih kepastian hukum


: “Penanaman modal diselenggarakan merupakan perlindungan dari negara
berdasarkan asas kepastian hukum”. bagi para pemilik modal.
Budiman Ginting mengatakan bahwa J. D. Nyhart, mengatakan bahwa
yang dimaksud dengan asas kepastian hukum harus mengandung
hukum adalah asas dalam negara prinsip-prinsip predictability, procedural
hukum yang meletakkan hukum dan capability, codification of goals,
ketentuan peraturan education, balance, definition and clarity
perundang-undangan sebagai dasar of status, serta accommodation agar
dalam setiap kebijakan dan tindakan hukum tersebut mampu berperan dalam
dalam bidang penanaman modal. menggerakkan ekonomi. Sehubungan
Sehingga terdapat konsistensi peraturan dengan hal tersebut di atas, maka
dan penegakan hukum. Konsistensi ini peraturan-peraturan investasi
ditunjukkan dengan peraturan yang tidak selayaknya memenuhi unsur-unsur
saling bertentangan serta dapat teoretis yang dikemukakan Nyhart di
dijadikan pedoman untuk jangka atas.11
panjang, sehingga tidak ada kesan Hukum harus dapat diprediksi
pergantian peraturan yang mengikuti (predictability), peraturan yang ada harus
pergantian jabatan.10 dapat dilaksanakan dan ditegakkan
Kepastian hukum juga ditunjukkan dengan pasti. Misalnya dalam hal
dengan bagaimana konsistensi lembaga pelaksanaan suatu putusan arbitrase
penegak hukum di Indonesia terhadap asing, jika putusan yang satu dapat
ketentuan hukum yang ada. Dalam hal dilaksanakan, maka putusan yang lain
pelaksanaan putusan arbitrase asing juga dapat dilaksanakan, selama
misalnya, Indonesia sebagai negara sama-sama telah memenuhi persyaratan
yang telah meratifikasi Konvensi yang telah ditetapkan.
Pengakuan dan Pelaksanaan utusan Kemudian terkait dengan
Arbitrase Asing menjadi terikat dengan kemampuan procedural (procedural
konvensi. Artinya Indonesia pun wajib capability), prosedur dalam penyelesaian
untuk mengakui dan melaksanakan sengketa misalnya, tidak boleh terlalu
putusan arbitrase asing. Sikap yang panjang dan berbelit-belit, seolah sulit
cenderung menolak putusan arbitrase untuk mencapai suatu kepastian. Pelaku
asing dapat mengakibatkan hilangnya bisnis akan merasa dirugikan dengan hal
semangat daripada kepastian hukum

11 Erman Rajagukguk. 1995. Peranan Hukum


dalam Pembangunan Ekonomi, Jilid 2, Jakarta:
10 Ibid. Universitas Indonesia, hlm. 365-367.
166
Tanjungpura Law Journal Vol. 3, Issue 2, July 2019

ini. Penyelesaian sengketa harus Kemudian terkait dengan unsur


dilakukan secara efektif dan efisien. pendidikan (education), pendidikan
Misalnya terkait dengan pilihan dalam hal ini dicontohkan dengan
penyelesaian sengketa dengan proses sosialisasi dan fasilitas transparansi bagi
arbitrase, arbitrase asing menganut asas masyarakat umum terkait penanaman
final and binding, serta hanya negara modal. Edukasi berupa sosialisasi terkait
tempat putusan dijatuhkan yang penanaman modal akan menjadikan
berwenang untuk melakukan informasi tersebut transparan. Dimulai
pembatalan. Prosedur yang tidak jelas, dari perangkat regulasi yang ada,
mencampuradukkan upaya pembatalan keterbukaan akses informasi menjadikan
dan penolakan putusan menjadi salah semua komponen merasa percaya
satu tantangan dalam pelaksanaan dengan hukum yang ada. Unsur yang
putusan arbitrase asing. Karena ini selanjutnya adalah keseimbangan
menjadikan arbitrase menjadi pilihan (balance), hukum harus mampu
yang tidak lagi efektif. menciptakan keseimbangan. Misalnya
Codification of goals, hukum dibuat dalam hal pengaturan penanaman
untuk pembangunan negara, modal, peraturan yang dibuat harus
pembangunan negara dilakukan untuk menjaga keseimbangan antara
kepentingan orang banyak. Terkadang kepentingan investor dengan
bisa saja terjadi benturan kepentingan, kepentingan masyarakat luas.
hal inilah yang menjadikan hukum seolah Kepentingan investor perlu dihormati,
tidak pasti. Misalnya dalam kasus namun tidak boleh mengabaikan
PERTAMINA, PLN dan KBC, yang mana kepentingan negara.
terjadi benturan kepentingan antara Artinya harus memperhatikan
Pemerintahan RI dengan KBC. keseimbangan daripada kepentingan
Pemerintah dalam hal ini memiliki masing-masing pihak. Penanaman
kepentingan untuk menyelamatkan modal perlu memperhatikan kepentingan
perekonomian negara, sehingga kedua belah pihak, tidak hanya
menangguhkan berbagai proyek yang kepentingan negara penerima modal,
ada, termasuk ESC dan JOC. namun juga investor. Sebagaimana
Sedangkan perusahaan memiliki dalam prinsip hukum ekonomi
kepentingan untuk melaksanakan internasional, yaitu prinsip perlakuan
proyek, memperoleh keuntungan yang sama (identical treatment) dan prinsip
seharusnya didapat, dan terhindar dari penyelesaian sengketa secara damai
kerugian daripada penangguhan proyek perlu diperhatikan dalam melaksanakan
tersebut. penanaman modal asing.

167
Tanjungpura Law Journal Vol. 3, Issue 2, July 2019

Definition and Clarity of Status, sebagaimana telah diperjanjikan dalam


dalam penanaman modal harus ada kontrak yang telah dibuat. Sikap
definisi, pengaturan dan status yang PERTAMINA yang seolah tidak ada
jelas bagi para investor dalam keinginan secara sukarela untuk
menjalankan usahanya, tanpa melaksanakan putusan arbitrase a quo
membedakan apakah itu investor asing mencerminkan sikap yang tidak
maupun dalam negeri. kooperatif dan tidak menghormati asas
Accomodation, hukum harus dapat executorial kracht. Sikap ini juga tidak
mengakomodasi keseimbangan, definisi sesuai dengan teori pacta sunt servanda,
dan status yang jelas bagi kepentingan yang mana bahwa setiap perjanjian yang
individu-individu atau telah dibuat adalah mengikat layaknya
kelompok-kelompok dalam undang-undang. Teori filosofi kooperatif
12
masyarakat. dan pacta sunt servanda berkaitan erat
dengan asas iktikad baik, dalam hal ini
B. Pacta Sunt Servanda, Filosofi
PERTAMINA tidak memiliki iktikad baik
Kooperatif, dan Konsep Ketertiban
Umum dalam Pelaksanaan Putusan untuk melaksanakan putusan arbitrase a
Arbitrase Asing quo. Sebelumnya PERTAMINA
bersama-sama dengan PLN dan KBC
Melihat pada perkara pelaksanaan
telah bersepakat bahwa apabila timbul
putusan arbitrase asing yang
sengketa dalam kedua kontrak yang
menyangkut PERTAMINA dan KBC
dibuat, maka akan diselesaikan dengan
adalah jelas bahwa PERTAMINA
arbitrase, ketentuan tersebut mengikat,
sebagai pihak yang kalah tidak
sehingga tidak ada ruang bagi
menunjukkan sikap yang kooperatif
pengadilan untuk memeriksa perkara
untuk menerima dan melaksanakan
yang timbul di kemudian hari.
putusan arbitrase a quo, hal ini terbukti
PERTAMINA dalam gugatan
dengan berbagai proses hukum yang
pembatalan putusannya di Pengadilan
diajukannya, dimulai dari gugatan
Negeri Jakarta Pusat mendalilkan bahwa
pembatalan putusan di Pengadilan
putusan arbitrase a quo adalah
Swiss hingga peninjauan kembali di
melanggar ketertiban umum, sehingga
Mahkamah Agung Republik Indonesia.
tidak dapat dilaksanakan, dan menjadi
Putusan arbitrase memiliki sifat
batal. Ketertiban umum memiliki konsep
yang final dan mengikat, sehingga
yang terlalu abstrak, sehingga sangat
bagaimanapun putusannya maka harus
tergantung pada penilaian hakim.
dihormati dan dilaksanakan
Memang bahwa asas ketertiban umum
merupakan asas fundamen dalam
12 Budiman Ginting, Op.cit., hlm. 9-10.
168
Tanjungpura Law Journal Vol. 3, Issue 2, July 2019

Konvensi New York 1958. Asas tersebut putusan tersebut bisa dilaksanakan.
ditegaskan dalam Pasal V ayat (2) huruf Kehadiran konsep ketertiban umum
b yang berbunyi “the recognition or membuat kepastian hukum dalam
enforcement of the award would be pelaksanaan putusan arbitrase asing
contrary of the public policy of that menjadi lemah. Perihal pelaksaanaan
country” . Oleh karena ketertiban umum putusan arbitrase a quo, putusan a quo
sebagai salah satu asas dalam adalah sudah sepantasnya
Konvensi, memberi kewenangan bagi dilaksanakan. PERTAMINA seharusnya
negara yang diminta eksekusi, untuk beriktikad baik untuk melaksanakan
menolak pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase selayaknya
apabila putusan bertentangan dengan melaksanakan kontrak yang telah dibuat.
ketertiban umum negara yang Tindakan PERTAMINA dengan
bersangkutan. Namun, perlu diketahui mengajukan gugatan pembatalan
bahwa putusan arbitrase a quo tidak putusan arbitrase a quo di Pengadilan
pernah didaftarkan eksekusinya di Federal Swiss adalah telah sesuai
Indonesia, sehingga tidak ada dengan New York Convention 1958,
kewenangan bagi Majelis Hakim sebagaimana seat arbitrase yang
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk ditentukan dalam kontrak adalah Swiss.
menilai putusan arbitrase a quo. Namun, gugatan tidak ditindaklanjuti
Seperti yang telah ditegaskaan lantaran PERTAMINA tidak membayar
oleh Sudargo Gautama bahwa uang deposit. Proses hukum pembatalan
pemakaian lembaga ketertiban umum ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
adalah hanya sebagai tameng, tidak bukanlah tindakan yang tepat, lantaran
sebagai pedang untuk menghilangkan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak
hukum asing. Dengan kata lain, fungsi berwenang untuk membatalkan putusan
dari lembaga ketertiban umum hanya arbitrase a quo, terlebih putusan tersebut
untuk perlindungan agar sendi-sendi tidak pernah didaftarkan eksekusinya di
hukum nasional tidak dilanggar, bukan Indonesia. Sehingga putusan
untuk meniadakan pemakaian daripada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
hukum asing. Akibat dari diakuinya dianggap tidak memiliki kekuatan hukum
lembaga ketertiban umum, namun tidak di pengadilan-pengadilan di negara
memiliki konsep yang konkrit ini tempat putusan arbitrase diajukan
mengakibatkan putusan menjadi riskan pelaksanannya. Sehingga eksekusi
untuk ditolak pelaksanaannya di negara daripada putusan arbitrase a quo tetap
pihak yang dikalahkan dalam dapat dilaksanakan di negara-negara
berperkara, meskipun secara materil

169
Tanjungpura Law Journal Vol. 3, Issue 2, July 2019

tempat putusan dimohonkan eksekusi, Jakarta Pusat tidak memiliki


kecuali di Indonesia. kewenangan membatalkan putusan
arbitrase a quo dan membatalkan
C. Akibat Pembatalan Putusan
putusan Pengadilan Negeri Jakarta
Arbitrase Asing terhadap
Pandangan Berarbitrase dan Pusat tanggal 27 Agustus 2003 No.
Penanaman Modal Asing di 86/PDT.G/2002/PN.JKT.PST.
Indonesia Terhadap tindakan Majelis Hakim

Putusan arbitrase adalah putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, perlu

yang final dan mengikat, serta dapat dipahami bahwa antara pembatalan

dilaksanakan di manapun selama negara putusan dengan penolakan eksekusi

bersangkutan terikat pada Konvensi adalah dua hal yang berbeda. Mengutip

Arbitrase Asing. Pada perkara Suleman Batubara dan Orinton Purba

PERTAMINA VS. KBC putusan arbitrase dalam bukunya yang berjudul Arbitrase

a quo secara jelas menyatakan bahwa Internasional terdapat perbedaan antara

PERTAMINA telah wanprestasi dan pembatalan dan penolakan putusan


wajib membayar sejumlah kerugian yang arbitrase menurut Hikmahanto Juwana,
ditimbulkan. Persoalan muncul ketika antara lain :
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat 1. Upaya hukum pembatalan
diistilahkan dengan
menerima gugatan pembatalan putusan annulment/set aside,
arbitrase a quo yang diajukan sedangkan upaya hukum
penolakan diistilahkan dengan
PERTAMINA, serta membatalkan refusal.
putusan arbitrase a quo dengan alasan 2. Pengaturan, syarat-syarat,
alasan-alasan antara upaya
pelanggaran ketertiban umum. hukum pembatalan dan
Sedangkan menurut Pasal V ayat (1) penolakan adalah berbeda satu
sama lain. Pengaturan dan
huruf e Konvensi New York 1958, syarat serta alasan upaya
dikatakan bahwa suatu putusan arbitrase hukum pembatalan diatur dalam
suatu peraturan
hanya dapat dibatalkan oleh otoritas perundang-undangan suatu
yang berwenang menurut negara tempat negara, sedangkan upaya
hukum penolakan diatur dalam
suatu putusan arbitrase dibuat. Sehingga suatu perjanjian internasional
berdasarkan ketentuan tersebut, tidak yang kemudian
ditransformasikan ke dalam
tepat bahwa Pengadilan Negeri Jakarta undang-undang nasional suatu
Pusat membatalkan putusan arbitrase a negara.
3. Akibat hukum dari diterimanya
quo. Perkara berlanjut hingga proses upaya hukum pembatalan
peninjauan kembali, yang mana berbeda dengan upaya hukum
penolakan. Dikabulkannya
Mahkamah Agung tetap pada upaya hukum pembatalan
pendiriannya bahwa Pengadilan Negeri mengakibatkan putusan

170
Tanjungpura Law Journal Vol. 3, Issue 2, July 2019

arbitrase tersebut dinafikan dijatuhkan, tidak ada hak untuk


(dianggap tidak pernah ada
membatalkan putusan bagi negara
putusan arbitrase), sedangkan
akibat hukum dikabulkannya tempat putusan arbitrase diajukan
upaya hukum penolakan adalah
eksekusi. Terkait dengan konsep
tidak berarti dinafikannya
keputusan arbitrase tersebut. ketertiban umum yang didalilkan,
Jadi, apabila suatu putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat hanya
arbitrase ditolak oleh lembaga
pengadilan suatu negara, pihak berwenang untuk menolak pelaksanaan
yang ditolak (menang) tersebut
putusan, sedangkan pada kenyataannya
masih dapat mengajukannya
kembali ke negara tempat di putusan arbitrase a quo tidak pernah
mana aset dari pihak yang
didaftarkan pelaksanaannya di
dikalahkan berada.
4. Dikabulkannya upaya hukum Indonesia. Kesan buruk berupa
pembatalan mengharuskan
pembatalan putusan arbitrase dengan
para pihak untuk mengulang
kembali proses arbitrase menyalahi aturan yang ada tentunya
(re-arbitrate), sedangkan
dapat berpengaruh pada keinginan
apabila upaya hukum
penolakan dikabulkan tidak pemodal asing untuk menanamkan
mengharuskan para pihak untuk
modalnya di Indonesia. Per tahun 2019,
mengulang kembali proses
berarbitrase. meskipun Indonesia menjadi negara
5. Dikabulkannya upaya hukum
penerima modal asing terbesar kedua di
pembatalan tidak serta merta
memberikan kewenangan bagi ASEAN setelah Singapura, namun perlu
pengadilan untuk memeriksa
diperhatikan akibat tidak adanya
dan memutus sengketa
tersebut. kepastian hukum dan perlindungan
6. Alasan dari upaya hukum
kepentingan investor, bisa menjadikan
pembatalan lebih mengacu
kepada substansi sengketa, investor mengalihkan arus modal ke
sedangkan alasan upaya
negara ASEAN lainnya.13
hukum penolakan tidak
demikian. Dengan kata lain, Tindakan pembatalan putusan
alasan dari suatu penolakan
arbitrase a quo oleh Majelis Hakim
lebih mengacu kepada
prosedural bukan substansial. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat adalah
7. Penolakan keputusan arbitrase
tindakan yang keliru, putusan
lebih didasarkan pada tidak
adanya yurisdiksi dari pembatalan tersebut menjadi preseden
pengadilan di mana arbitrase
yang buruk, menimbulkan kesan negatif
tersebut dimohonkan untuk
diakui dan dilaksanakan, terhadap pandangan berarbitrase dan
sedangkan upaya hukum
penanaman modal asing di Indonesia.
pembatalan tidaklah demikian.
Terhadap kasus ini, Majelis Hakim
Pembatalan putusan adalah
Mahkamah Agung yang dalam putusan
kewenangan daripada pengadilan
tempat suatu putusan arbitrase
13 ASEAN Integration Report 2019.
171
Tanjungpura Law Journal Vol. 3, Issue 2, July 2019

Peninjauan Kembali untuk tetap pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat bukan
sikapnya menyatakan bahwa Pengadilan merupakan pengadilan yang berwenang
Negeri Jakarta Pusat tidak memiliki untuk membatalkan putusan arbitrase
kewenangan untuk membatalkan tersebut, dikarenakan putusan tersebut
putusan arbitrase a quo adalah putusan digolongkan sebagai putusan arbitrase
yang tepat dan menjadi preseden yang asing yang bahkan tidak diajukan
baik. Putusan Mahkamah Agung pelaksanaannya di Indonesia.
mencerminkan masih adanya kepastian Tindakan Majelis Hakim
hukum dalam berarbitrase dan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
penanaman modal asing di Indonesia, membatalkan putusan arbitrase a quo
mengingat bahwa kepastian hukum adalah tindakan yang keliru, putusan
dalam pelaksanaan putusan arbitrase pembatalan tersebut menjadi preseden
adalah unsur yang sangat berpengaruh yang buruk, menimbulkan kesan negatif
terhadap kemauan untuk melakukan terhadap pandangan berarbitrase dan
perjanjian arbitrase dengan pihak penanaman modal asing di Indonesia.
Indonesia, maupun penanaman modal Tindakan tersebut tidak sejalan dengan
asing di Indonesia. asas daripada penanaman modal
Indonesia, yaitu kepastian hukum
III. Penutup
sebagaimana asas pertama dalam
Tindakan PERTAMINA
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007
mengajukan gugatan pembatalan
tentang Penanaman Modal. Padahal
terhadap putusan majelis arbitrase
kepastian hukum merupakan indikator
Jenewa, Swiss tanggal 18 Desember
pertimbangan yang penting bagi pemilik
2000 menunjukkan sikap yang tidak
modal sebelum menanamkan modalnya.
kooperatif dan tidak menghormati asas
Namun Majelis Hakim Mahkamah Agung
pacta sunt servanda, sebagaimana sikap
yang dalam putusan Peninjauan Kembali
dan asas yang harus ada dalam setiap
untuk tetap pada sikapnya menyatakan
kontrak. Sikap PERTAMINA juga tidak
bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
sesuai dengan jiwa daripada asas final
tidak memiliki kewenangan untuk
and binding dalam berarbitrase.
membatalkan putusan arbitrase a quo
Terhadap gugatan tersebut, tindakan
adalah putusan yang tepat dan menjadi
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang
preseden yang baik. Putusan Mahkamah
memutuskan batal putusan arbitrase a
Agung mencerminkan masih adanya
quo menambah kompleksitas perkara,
kepastian hukum dalam berarbitrase dan
namun tidak menghambat pelaksanaan
penanaman modal asing di Indonesia,
daripada putusan arbitrase tersebut.

172
Tanjungpura Law Journal Vol. 3, Issue 2, July 2019

mengingat kedua unsur tersebut sangat ASEAN Integration Report 2019.


penting dan berpengaruh. Muhammad Syaifuddin, 2016, Hukum
Dalam menyelesaikan perkara Kontrak : Memahami Kontrak
yang timbul daripada kontrak, maka ada dalam Perspektif Filsafat, Teori,
baiknya penyelesaian dilaksanakan Dogmatik, dan Praktik Hukum, CV
dengan berdasarkan perjanjian sebagai MANDAR MAJU, Bandung.
landasan yuridis disamping peraturan Rajagukguk, Erman, 1995. Peranan
perundang-undangan yang ada. Hukum dalam Pembangunan
Penyelesaian perkara juga dibutuhkan Ekonomi, Jilid 2, Jakarta:
sikap kooperatif, mentaati kesepakatan Universitas Indonesia.
yang telah dibuat, serta asas-asas dalam
pilihan penyelesaian sengketa Jurnal :
sebagaimana telah diperjanjikan. Ni’matul Huda. 1996. “Penerapan Prinsip
Demikian suatu proses penyelesaian Kekebalan Negara Terhadap
sengketa terkait penanaman modal Badan Usaha Milik Negara”, Jurnal
asing, sangat mempengaruhi keinginan Hukum, 3 (5).
pemilik modal untuk menanamkan
Putusan Arbitrase:
modalnya di suatu negara.
Putusan Arbitrase Jenewa, Swiss
Sebagaimana suatu kontrak yang
tanggal 18 Desember 2000 antara
telah dibuat adalah mengikat dan wajib
Karaha Bodas Company VS.
dilaksanakan, dalam hal apabila terjadi
PERTAMINA dan PLN.
sengketa maka diupayakan
penyelesaian yang dengan tata cara
Pidato Pengukuhan Guru Besar:
yang paling efektif dan tidak
Budiman Ginting, 2008, “Kepastian
berkepanjangan
Hukum dan Implikasinya Terhadap
Pertumbuhan Investasi di
Bibliografi
Indonesia”, Pidato Pengukuhan
Buku :
Jabatan Guru Besar Tetap dalam
Anita D.A Kolopaking, 2013, Asas Iktikad Bidang Ilmu Hukum Investasi pada
Baik Dalam Penyelesaian Fakultas Hukum Universitas
Sengketa Kontrak Melalui Sumatera Utara, Medan, 20
Arbitrase, PT Alumni, Bandung. September.

173

You might also like